bab i pendahuluan a. latar...
Post on 01-Sep-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecantikan memang sangat identik dengan kaum perempuan. Sejak dulu kecantikan
sudah dikonstruksikan oleh masyarakat dan menjadi kontrol sosial bagi perempuan. Konstruksi
sosial tersebut membentuk persepsi perempuan akan standar kecantikan yang ideal dan diakui di
masyarakat.
“Menjadi “perempuan” berarti menjadi cantik, dan sebaliknya tidak cantik sangatlah
tidak perempuan dan cantik adalah kata yang sebagian besar mengacu pada sifat fisikal,
maka kecantikan hanyalah ornamen, bukan keanggunan yang sesungguhnya.” (Melliana,
2006 : 11).
Dalam hal ini, menjadi seorang perempuan seolah-olah dituntut untuk memiliki fisik
yang cantik agar dapat diakui dan diterima oleh masyarakat. Kecantikan perempuan lebih dilihat
melalui fisik dibanding dengan kecantikan dari dalam diri mereka, seperti kepribadian, moral,
etika, cara berpikir dan sebagainya. Sedangkan kecantikan fisik bukanlah gambaran akan
kecantikan perempuan yang sesungguhnya.
Beberapa pihak mengatakan bahwa kecantikan merupakan sesuatu yang relatif bagi
masing-masing orang. Namun disadari atau tidak disadari, pada kenyataannya makna tentang
kecantikan seakan-akan telah disamaratakan dan menjadi suatu kebenaran yang diyakini.
2
“Perempuan lebih mementingkan penampilan fisiknya dibanding laki-laki, juga karena
pendapat bahwa keberhasilan dalam menyesuaikan diri di masyarakat dipengaruhi oleh
bagaimana masyarakat memandang dan menilai penampilan fisiknya.” (Grinder dalam
Melliana, 2006 : 16).
Pandangan akan kecantikan yang ideal bagi perempuan tidak terlepas dari pengaruh
pewacanaan industri kecantikan global. Sebagai industri yang besar, industri kecantikan global
sangat kuat dalam mendominasi dan mengarahkan pandangan publik terhadap standar-standar
kecantikan. Hal ini tentu saja mempengaruhi dan mengobsesi banyak perempuan untuk dapat
tampil sesuai dengan standar kecantikan ideal yang sedang berlaku di masyarakat. Dengan
memiliki penampilan cantik maka perempuan merasa lebih mudah diterima dan diakui oleh
masyarakat.
Kecantikan perempuan yang terus menerus diarahkan dan dikontrol membuat posisi
perempuan menjadi lemah, bahkan terhadap tubuh dan kecantikannya sendiri. Melihat
kecenderungan tersebut, maka industri kecantikan menangkap dan memanfaatkan kelemahan
perempuan sebagai potensi bisnis yang menjanjikan dengan menghadirkan klinik kecantikan
berbasis hospitality. Klinik kecantikan menawarkan pelayanan jasa perawatan kesehatan dan
kecantikan kulit dengan memberikan berbagai produk kecantikan dan treatment modern yang
berupaya memenuhi kebutuhan kecantikan sehingga dapat menunjang penampilan.
Penawaran yang datang dari klinik kecantikan tentu saja menarik bagi para perempuan.
Dalam hal ini, industri kecantikan seolah-olah mengerti kebutuhan perempuan. Namun dengan
hadirnya klinik kecantikan pula, industri kecantikan terus menerus menciptakan kebutuhan
3
penampilan yang ideal bagi perempuan agar mereka semakin terdorong untuk mengonsumsi
klinik kecantikan.
Perempuan yang tidak pernah puas dengan penampilannya akan terus berupaya untuk
mendapatkan penampilan sempurna dengan melakukan perawatan di klinik kecantikan. Melihat
respon yang begitu positif dari para perempuan, membuat bisnis klinik kecantikan dengan basis
hospitality tetap bertahan, bahkan semakin marak perkembangannya hingga menjadi trend global
yang diikuti oleh industri-industri kecantikan di berbagai negara.
Saat ini hampir diseluruh negara dengan mudah dijumpai klinik kecantikan modern yang
hadir untuk menyempurnakan penampilan. Klinik kecantikan tersebut diantaranya Union Square
Laser Dermatology di New York yang dikenal sebagai Top Dermatologists yang didukung
dengan kecanggihan teknologi laser dan treatment. Kesuksesan klinik kecantikan tersebut juga
didukung oleh Dr. Chapas, seorang ahli dermatologi Union Square Laser Dermatology yang
telah mendapat beberapa penghargaan.
Di Australia terdapat Syneron Candela yang dikenal sebagai pelopor industri kecantikan
yang aktif melakukan inovasi dalam memberikan produk yang aman dan efektif dalam mengatasi
berbagai kebutuhan konsumennya. Syneron Candela telah memperluas industrinya ke negara
Amerika Utara, Perancis, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, UK, China, Jepang, dan Hong Kong.
Produk kecantikan Syneron Candela juga telah tersebar di 86 negara di dunia.
Di Asia, klinik kecantikan pun menjadi industri yang besar dan terus berkembang pesat
dengan berbagai keunggulan yang ditawarkan. Beberapa klinik kecantikan ternama yang ada di
Asia diantaranya Dermacare Aesthetic & Laser Clinic yang berada di Singapore. Klinik
4
kecantikan ini menawarkan perawatan kecantikan yang mewah untuk merawat wajah dan tubuh.
Di Jepang terdapat klinik kecantikan Le Coquelicot yang menawarkan perawatan tubuh dan
wajah yang modern dengan didukung teknologi canggih dan lengkap, sehingga mampu
menunjang penampilan konsumennya. Korea Selatan yang saat ini dikenal dengan industri
kecantikannya, tentu saja memiliki banyak klinik kecantikan. Salah satunya adalah Hershe Clinic
yang berada di Seoul. Klinik kecantikan yang sudah berdiri sejak 18 tahun ini menawarkan
perawatan kecantikan yang benar-benar mampu memberikan hasil dan perubahan maksimal
dalam menyempurnakan penampilan konsumennya.
Maraknya klinik kecantikan yang menjadi bagian dari industri kecantikan global tersebut
juga turut menarik perhatian industri kecantikan di Indonesia untuk turut mengikuti bisnis
kecantikan tersebut. Bahkan industri kecantikan di Indonesia tergolong sebagai industri yang
besar. Menurut data dari Indonesia Finance Today, nilai industri kecantikan di Indonesia
mencapai lebih dari US$ 5 miliar dengan pertumbuhan rata-rata 12% pertahun. Hingga saat ini
pertumbuhan klinik kecantikan di Indonesia sangat banyak jumlahnya dan terus bertambah.
Bahkan klinik kecantikan asing pun kini mulai ikut memperluas bisnisnya hingga ke Indonesia.
Salah satu klinik kecantikan asing yang memperluas industrinya hingga ke Indonesia
adalah Dermaster Aesthetic and Hair Clinic yang berasal dari Korea Selatan. Klinik kecantikan
Dermaster yang telah membuka cabang di Jakarta ini dengan cepat menarik perhatian
masyarakat Indonesia. Bahkan banyak artis Ibu Kota yang tertarik untuk melakukan perawatan
di klinik kecantikan asal Korea Selatan tersebut. Dermaster Aesthetic and Hair Clinic mengklaim
dirinya sebagai No.1 Korean Beauty Clinic In Asia yang memiliki banyak cabang yang tersebar
5
di negara-negara Thailand, Hong Kong, Filipina, Vietnam, Taiwan, USA, Singapore, Malaysia,
Indonesia dan China.
Di Indonesia sendiri terdapat dua klinik kecantikan ternama yang setiap tahunnya
berturut-turut mendapatkan berbagai penghargaan seperti Top Brand Indonesia dan Corporate
Image Award. Klinik kecantikan tersebut ialah Natasha Skin Clinic Center dan Erha Clinic yang
menjadi gambaran dari industri klinik kecantikan besar di Indonesia.
Perkembangan klinik kecantikan hingga saat ini semakin diminati oleh masyarakat
terutama kaum perempuan, seperti halnya di Kota Yogyakarta yang turut merasakan globalisasi
industri kecantikan tersebut. Di Yogyakarta sendiri tempat-tempat perawatan kecantikan semakin
banyak jumlahnya dan terus berkembang. Dapat dengan mudah kita jumpai klinik-klinik
kecantikan ternama, seperti London Beauty Centre (LBC), Natasha Skin Clinic Center, Larissa
Aesthetic Center, Erha Clinic dan lain sebagainya yang siap sedia menjawab kebutuhan para
perempuan.
Masing-masing klinik kecantikan tersebut menunjukkan keunggulannya agar dapat
menarik konsumen. Setiap klinik kecantikan berupaya untuk membentuk wacana kecantikan
ideal yang dapat diakui oleh masyarakat. Seperti halnya London Beauty Centre (LBC) sebagai
pusat perawatan dan kecantikan kulit yang pertama di Yogyakarta. LBC mengangkat slogan
“Make Your Skin Beautiful”. Melalui slogan ini LBC mencoba menegaskan bahwa mereka dapat
membuat kulit menjadi cantik dan terlihat menarik. Dalam mempercantik kulit, LBC menarik
minat konsumen dengan menghadirkan teknologi modern sebagai pelopor klinik kecantikan
kulit.
6
Lain halnya dengan Natasha Skin Clinic Center yang mengangkat slogan “Live Your
Dreams for a Beautiful Skin Natasha Will Make it Comes True”. Natasha Skin Clinic Center
mencoba menawarkan kepada konsumen bahwa dengan perawatan di Natasha Skin Clinic Center
maka impian akan kulit yang cantik dan indah akan terwujud. Natasha penawaran ini semakin
diyakinkan dengan model perempuan yang berkulit putih, cerah, mulus dan bersih yang menjadi
gambaran dari kulit idaman sebagian besar perempuan.
Sama halnya dengan LBC dan Natasha Skin Clinic Center, Larissa Aesthetic Center juga
mencoba menawarkan klinik kecantikannya kepada masyarakat melalui slogan “Natural
Ingredients with High Technology Treatment”. Larissa Aesthetic Center mencoba memberikan
konsep perawatan “back to nature” dengan bahan-bahan alami serta memadukannya dengan
teknologi modern yang difokuskan untuk merawat kulit wajah dan rambut.
Sedikit berbeda dengan klinik kecantikan sebelumnya, Erha Clinic hadir dengan konsep
“Meet Your Personal Dermatologist”. Erha Clinic lebih menekankan pada standar perawatan
dermatologi modern melalui para dokter spesialis kulit yang telah bersertifikasi. Erha Clinic
mencoba mengatasi berbagai masalah kulit yang menjadi keluhan konsumen dan mengutamakan
pada kesehatan kulit.
Hadirnya klinik kecantikan beserta penawaran yang diberikan semakin memudahkan
banyak perempuan untuk mendapatkan dambaan kecantikan sesuai pandangan kecantikan yang
sedang berlaku di masyarakat. Perempuan akan semakin terdorong untuk mengkonsumsi
perawatan dan produk dari klinik kecantikan dalam menyempurnakan penampilan mereka.
7
“Penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana
perempuan melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain dan harapan
perempuan akan kecantikan fisik ini telah menambah pentingnya nilai kecantikan itu
sendiri, sehingga perempuan semakin rapuh dan peka terhadap penampilan mereka.”
(Melliana, 2006 : 17).
“Bagaimana perempuan menilai tubuhnya berkaitan dengan bagaimana lingkungan
sosial dan budaya diluar dirinya menilai tubuh perempuan. Artinya, perempuan akan
selalu berusaha menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan kriteria masyarakat tentang
konsep kecantikan itu sendiri.” (Jurnal Perempuan edisi 15, 2000 : 10).
Penampilan dan kecantikan sangat dipengaruhi oleh kontrol sosial yang mampu mengatur
perempuan, sehingga perempuan merasa terpacu untuk dapat memenuhi penampilan fisik yang
ideal. Penampilan perempuan terus menerus dibentuk oleh pemilik modal hingga menjadi suatu
kriteria akan dambaan kecantikan ideal yang diyakini oleh masyarakat umum. Penampilan dan
kecantikan diciptakan sesuai dengan selera dan keinginan orang lain, bukan atas diri perempuan
itu sendiri.
Perempuan selalu berupaya untuk tampil menarik sesuai dengan standar yang sedang
berlaku di masyarakat. Menyempurnakan penampilan menjadi suatu motivasi tersendiri bagi
para perempuan, meskipun pandangan kecantikan yang ideal terus menerus mengalami
perubahan. Dari tahun ke tahun, pergeseran standar kecantikan perempuan sangat jelas terlihat.
Pada tahun 1900, kecantikan perempuan identik dengan kulit pucat, alis penuh, mata
cekung dan bibir merah jambu. Tahun 1920, perempuan cantik memiliki ciri-ciri kulit super
8
pucat, bibir busur, rambut pendek berani dan riasan wajah tebal dengan bibir berwarna merah
gelap. Tahun 1930, perempuan dianggap cantik apabila memiliki tulang pipi tinggi, mata
berbentuk almond dan bibir penuh. Tahun 1950, merupakan tahun dimana Marilyn Monroe
menjadi trend setter kecantikan dengan ciri khas rambut ikal pirang yang pendek, cat eyeliner
dan bibir merah penuh. Tahun 1970, standar kecantikan perempuan diperlihatkan dengan bentuk
tubuh yang kurus, berkulit hitam, rambut berombak dan memiliki payudara kecil. Tahun 1980,
Madonna menjadi ikon kecantikan dengan makeup super tebal dan memiliki kulit halus. Tahun
1990, perempuan cantik memiliki lekuk tubuh yang jelas, rambut lurus dan agak mengembang.
Di tahun 2000-an, perempuan dianggap cantik apabila memiliki hidung mancung, rambut
panjang, kulit putih, halus dan tubuh yang langsing seperti para perempuan cantik di ajang
kecantikan Miss World.
Trend kecantikan di Indonesia tidak pernah terlepas dari pengaruh trend kecantikan
dunia. Sejak dulu standar kecantikan barat begitu mendominasi pandangan kecantikan dunia,
bahkan boneka Barbie pun diciptakan menjadi sebuah ikon kecantikan perempuan sempurna
yang didambakan banyak perempuan. Tetapi belakangan ini standar kecantikan negara barat
mulai tergeser dengan kecantikan Asia, terutama Korea Selatan yang mulai banyak menarik
perhatian bahkan menjadi rujukan kecantikan.
Beberapa tahun belakangan ini trend kecantikan Korea Selatan mulai banyak menarik
perhatian sejak masuknya Korean Wave. Istilah Korean Wave digunakan untuk menggambarkan
gelombang budaya Korea Selatan yang berhasil diekspor ke negara-negara di Asia, Eropa,
maupun Amerika. Budaya Korea Selatan masuk melalui musik, film, dan drama yang
memadukan nilai tradisional dengan kehidupan modern. Salah satu keberhasilan penyebaran
9
Korean Wave hinggga dapat dengan mudah diterima di berbagai negara karena Korea Selatan
berhasil menjembatani budaya Barat dengan budaya Timur.
Penyebaran budaya-budaya Korea Selatan berkembang sangat pesat dan berhasil masuk
ke pasar dunia. Korean Wave juga memiliki pengaruh besar bagi trend kecantikan dunia,
termasuk di Indonesia. Trend kecantikan Korea Selatan tersebut identik dengan penampilan
wajah yang natural dengan wajah tirus layaknya huruf V, kulit wajah putih dan cenderung
glowing, bibir kecil berwarna gradasi merah muda, hidung mancung, serta tubuh tinggi dan
langsing.
Korea sebagai kiblat dunia kecantikan dan fashion saat ini menjadi sorotan mata dunia.
Apa pun tren yang terjadi di negeri Ginseng tersebut pasti menjadi tren di seluruh dunia.
Termasuk dalam hal bentuk wajah. Wajah wanita Asia yang cenderung berbentuk oval
atau V diyakini menyimpan daya tarik tersendiri. Padahal sebenarnya wajah asli wanita
Asia sebagian besar memiliki tulang rahang menonjol sehingga berefek wajah nampak
lebar. Namun berkat perkembangan teknologi, wajah bulat pun dapat dibentuk sekejap
menjadi V-shape, salah satunya dengan injeksi gel dermal filter Restylane di bagian
dagu sehingga membuat dagu lebih panjang dan proporsional, sehingga menjadikan
wajah berbentuk lebih oval (Sumber :
http://m.tabloidnova.com/Nova/Kecantikan/Wajah/Ingin-Bentuk-Wajah-V-Shape-Khas-
Wanita-Asia).
Masyarakat Indonesia pun kini mulai tertarik untuk menjadikan Asia, terutama Korea
Selatan sebagai kiblat trend kecantikan. Meskipun trend kecantikan Korea Selatan ini memang
tergolong baru, namun banyak perempuan tertarik untuk menjadi cantik sesuai dengan standar
10
kecantikan Korea Selatan. Bagi perempuan, kondisi wajah dan kulit yang sehat tidaklah cukup,
mereka akan tetap berusaha untuk menyempurnakan penampilan mengikuti perubahan-
perubahan trend kecantikan yang sedang berlaku.
Trend kecantikan ini ternyata tidak hanya menyedot perhatian masyarakat luas, namun
juga menarik perhatian industri kecantikan untuk menjadikannya sebagai peluang bisnis, seperti
klinik kecantikan Natasha Skin Clinic Center yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
Sebagai industri kecantikan, Natasha segera menangkap dan memanfaatkan peluang ini untuk
menarik konsumen.
Salah satu produk yang dikeluarkan oleh Natasha Skin Clinic Center untuk memenuhi
kebutuhan kecantikan perempuan yakni perawatan Threadlift. Untuk menawarkan produknya,
Natasha menggunakan berbagai media iklan, diantaranya website, baliho, majalah, twitter,
facebook, instagram dan lain sebagainya. Dalam iklan yang terdapat di website resmi Natasha
Skin Clinic Center, Natasha mengatakan bahwa :
“Trend kecantikan Korea saat ini memang sedang menginspirasi dunia. Termasuk trend
outline wajah V-shape yang kini dimiliki oleh hampir semua artis-artis Korea. Kini
teknologi kecantikan terbaru itu telah hadir di Natasha Skin Clinic Center melalui
perawatan Threadlift” (Sumber : www.natasha-
skin.com/about/read/10/01/2015/6/threadlift).
Sebagai industri kecantikan, Natasha Skin Clinic Center memiliki beragam modal yang
mampu membuatnya begitu dikenal oleh masyarakat, terutama kaum perempuan. Natasha Skin
Clinic Center merupakan klinik kecantikan yang tergolong sukses dan besar di Indonesia. Hal ini
11
terbukti dengan banyaknya cabang yang tersebar di seluruh Indonesia serta banyaknya
penghargaan yang telah didapatkan. Semuanya ini tidak terlepas dari upaya Natasha Skin Clinic
Center dalam menawarkan usaha klinik kecantikannya.
Natasha Skin Clinic Center banyak menawarkan produk kecantikan dan perawatan dari
wajah hingga tubuh yang dipadu dengan teknologi-teknologi modern. Natasha Skin Clinic
Center merupakan satu-satunya klinik kecantikan yang memiliki teknologi canggih dan lengkap,
yakni laser sebagai produk unggulan. Disamping itu, popularitas dr.Fredi Setyawan sebagai
pemilik Natasha Skin Clinic Center benar-benar menjadi ikon yang mampu menarik para
konsumen dengan kesuksesannya dikenal sebagai dokter kecantikan profesional yang memiliki
banyak pengalaman dan penghargaan.
Tidak hanya itu, Natasha Skin Clinic Center juga berusaha untuk menunjukkan
keunggulannya dibanding klinik kecantikan lain dengan terus mengikuti perkembangan trend
kecantikan. Saat ini trend kecantikan mulai bergeser dan melirik negara Korea Selatan sebagai
rujukan kecantikan. Trend kecantikan ini juga ditangkap dan dimanfaatkan oleh klinik
kecantikan Natasha Skin Clinic Center. Sebelumnya Natasha Skin Clinic Center mengangkat
Miss Universe yang menjadi ikon kecantikan populer dunia sebagai objek pewacanaan Natasha
dengan kunjungan Miss Universe ke Natasha Skin Clinic Center. Tetapi kini wacana kecantikan
Natasha Skin Clinic Center mulai bergeser ke Asia dengan memasukkan trend produk kecantikan
Korea Selatan dalam industri kecantikannya. Penawaran Natasha Skin Clinic Center tidak hanya
berhenti pada pandangan kulit putih dan mulus, namun lebih spesifik lagi Natasha mampu
memberikan kulit putih, glowing, mulus, bahkan bentuk wajah tirus seperti trend kecantikan
12
Korea Selatan. Penawaran Natasha Skin Clinic Center tersebut didukung dengan kecanggihan
teknologi yang menjadi unggulan klinik kecantikan Natasha.
Dengan mengangkat trend kecantikan Korea Selatan dalam klinik kecantikannya, minat
konsumen Natasha Skin Clinic Center pun akan diarahkan untuk mengikuti pewacanaan
kecantikan yang sedang diangkat klinik kecantikannya. Sehingga ketertarikan konsumen akan
bergeser dari kecantikan ala Barat yang sebelumnya diusung, menjadi cantik seperti ciri-ciri
ideal kecantikan Korea Selatan yang sedang menjadi trend baru. Perubahan wacana kecantikan
ideal tersebut mengikuti keinginan industri kecantikan besar yang dengan kekuatan modalnya
mampu mengarahkan selera global. Wacana kecantikan tersebut menjadi trend yang mampu
mengarahkan penampilan perempuan sesuai keinginan pemilik modal, yang tidak lain demi
keuntungan industri kecantikan.
Trend kecantikan populer yang sedang diakui global diciptakan oleh industri kecantikan
global yang kemudian direproduksi dan disebarluaskan lagi oleh industri-industri kecantikan
lain, sehingga pewacanaan tersebut semakin kuat dalam mengontrol perempuan. Perempuan
yang tidak mengikuti trend kecantikan global akan merasa dirinya berbeda dari yang lain dan
akan kurang diakui oleh masyarakat, sehingga mau tidak mau para perempuan akan
mengupayakan penampilan tersebut. Terlebih saat ini outter beauty lebih diperhatikan dibanding
inner beauty. Dalam hal ini, perempuan akan mengonsumsi pewacanaan industri kecantikan
sekaligus mengonsumsi produk dari industri kecantikan dengan segala tawaran untuk
mendapatkan penampilan tersebut.
Natasha Skin Clinic Center sebagai bagian dari industri kecantikan yang unggul ditengah
para pesaingnya terdorong untuk mempertahankan eksistensinya dengan ikut aktif dalam
13
memenuhi kebutuhan perempuan dengan terus mengikuti perkembangan trend. Untuk itu,
Natasha Skin Clinic Center giat melakukan inovasi produk yang didukung dengan kekuatan
penawaran melalui media iklan agar dapat mempengaruhi konsumennya.
Media iklan mencoba meyakinkan produk dengan mengangkat model perempuan berkulit
putih, mulus, hidung mancung dan bentuk wajah tirus yang menjadi gambaran wajah idaman
kecantikan Korea Selatan. Natasha Skin Clinic Center juga tetap mengangkat kecanggihan
teknologi dalam mewujudkan kecantikan seperti trend Korea Selatan. Dalam hal ini Natasha
Skin Clinic Center mencoba menunjukkan bahwa saat ini kecantikan ideal yang diakui oleh
masyarakat luas adalah kecantikan Korea Selatan. Sebagai klinik kecantikan, Natasha Skin
Clinic Center mencoba memenuhi kebutuhan perempuan akan obsesi tampil cantik sesuai trend
yang sedang berlaku. Tetapi dibalik itu, Natasha Skin Clinic Center juga berperan penting
terhadap pembentukan wacana kecantikan perempuan dengan modal yang dimiliki.
Melalui kekuatan iklan dan keunggulan produknya, Natasha Skin Clinic Center berusaha
membangun citra akan kecantikan sempurna yang mengikuti perkembangan trend. Natasha Skin
Clinic Center mencoba meyakinkan konsumen bahwa impian akan kecantikan ideal seperti yang
ditawarkan dalam iklan Natasha bisa didapatkan dengan melakukan perawatan di Natasha Skin
Clinic Center. Secara tidak langsung Natasha Skin Clinic Center juga ingin menunjukkan bahwa
perempuan Natasha berbeda dari yang lain dan lebih unggul dengan penampilan yang up to date.
Penampilan perempuan Natasha yang unggul dengan mengikuti trend akan diakui oleh
masyarakat luas.
Penawaran yang datang dari klinik kecantikan Natasha Skin Clinic Center serta adanya
tuntutan pandangan umum mengenai kecantikan di masyarakat, membuat perempuan semakin
14
terdorong untuk mengkonsumsi perawatan dan produk dari klinik kecantikan. Melalui Natasha
Skin Clinic Center para perempuan berharap dapat memenuhi kriteria cantik yang ideal seperti
apa yang ditawarkan oleh Natasha Skin Clinic Center dalam melanggengkan makna cantik yang
diyakini oleh masyarakat umum.
Demi mewujudkan kecantikan dan penampilan yang menarik sesuai selera masyarakat,
perempuan akan rutin melakukan perawatan di Natasha Skin Clinic Center. Perempuan tidak lagi
tampil apa adanya, mereka lebih tertarik untuk mengeluarkan uang demi mendapatkan perawatan
dan produk yang dapat menunjang penampilannya sesuai dengan trend kecantikan global yang
sedang berlaku. Mereka lebih percaya diri apabila rutin mengkonsumsi perawatan dan produk
dari klinik kecantikan. Hal ini membuat perempuan menjadi sangat tergantung dengan klinik
kecantikan dan enggan untuk lepas dari klinik kecantikan.
Penawaran Natasha Skin Clinic Center yang begitu menarik memiliki pengaruh besar
terhadap pandangan kecantikan perempuan, terutama konsumennya. Menyempurnakan
penampilan sesuai perkembangan trend kecantikan yang dapat terwujud dengan melakukan
perawatan seolah-olah menjadi hal yang penting dilakukan oleh perempuan. Untuk itu, banyak
perempuan mempercayakan perawatan mereka di klinik kecantikan Natasha Skin Clinic Center
yang memberi banyak penawaran menarik.
Dengan rutin melakukan perawatan di Natasha Skin Clinic Center maka harapan akan
kecantikan yang menjadi idaman para perempuan akan menjadi kenyataan. Natasha mampu
membangun image sebagai klinik kecantikan terlengkap yang mampu memenuhi seluruh
kebutuhan perempuan akan penampilan menarik, sehingga dapat mendorong perempuan untuk
terus menerus mengonsumsi Natasha Skin Clinic Center. Para perempuan bisa lebih percaya diri
15
setelah menjadi perempuan Natasha Skin Clinic Center yang up to date. Perempuan melihat
Natasha Skin Clinic Center sebagai salah satu solusi baik dalam mengatasi berbagai masalah
kulit maupun menyempurnakan penampilan agar dapat lebih terlihat cantik dan menarik. Mereka
justru percaya diri dengan menjadi perempuan Natasha Skin Clinic Center bukan lagi percaya
diri atas potensi dan keunikan diri mereka sendiri. Perempuan lebih mengutamakan cantik secara
fisik dibanding cantik dari dalam diri.
Penelitian ini menarik untuk diteliti karena secara lebih lanjut ingin melihat bagaimana
kekuatan iklan Natasha Skin Clinic Center dalam membangun wacana kecantikan hingga mampu
mempengaruhi pandangan para perempuan dan mendorong perempuan untuk tertarik melakukan
perawatan di Natasha Skin Clinic Center. Mereka berharap menjadi cantik sesuai dengan apa
yang ditawarkan Natasha, bahkan melakukan perawatan secara rutin hingga menjadi sebuah
ketergantungan untuk menyempurnakan penampilannya. Melalui Natasha Skin Clinic Center
pula identitas perempuan dibangun dan dipelihara. Dan dengan kecantikan ideal, perempuan
akan lebih percaya diri, berharap diakui dan eksis ditengah masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang tersebut, maka pertanyaan penelitian yaitu :
1. Bagaimana Natasha Skin Clinic Center mewacanakan kecantikan?
2. Bagaimana Natasha Skin Clinic Center membangun identitas konsumen hingga mampu
menciptakan ketergantungan?
16
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui peran Natasha Skin Clinic Center mengonstruksikan
kecantikan ideal yang dapat diterima dan diyakini oleh masyarakat, hingga mampu menciptakan
ketergantungan melalui identitas yang dibangun dan dipelihara oleh Natasha Skin Clinic Center.
D. Tinjauan Pustaka
Disertasi Komunitas Cantik Mengaku Melek Medis yang ditulis oleh Sri Murlianti
(2009), meneliti mengenai maraknya bisnis layanan jasa reparasi tubuh, yang biasa disebut
dengan klinik kecantikan. Fenomena klinik kecantikan saat ini sebagai sebuah industri budaya
baru yang begitu cepat diterima oleh masyarakat. Natasha Skin Care menjadi fokus dalam
penelitian ini. Membicarakan bisnis kecantikan sama dengan menyebut Natasha Skin Care.
Melalui klinik kecantikan, tubuh dikomodifikasikan. Kecantikan merupakan kekuasaan
karena dapat digunakan untuk menciptakan distingsi sosial, yang menunjukkan posisi status
kelas tertentu. Dengan menjadi cantik, maka seseorang akan lebih mendapat kemudahan
dibanding yang jelek.
Dalam perkembangannya, industri kecantikan menggunakan berbagai klaim distingsi.
Masing-masing klinik kecantikan mengklaim berbeda dan lebih unggul dibanding yang lain.
Begitu pula dengan Natasha Skin Care yang mengkalim sebagai klinik kecantikan yang paling
canggih di Indonesia dengan teknologi laser.
17
Sudut pandang penelitian klinik kecantikan berawal dari produksi yang menghasilkan
komoditas baru sebagai industri budaya. Bagaimana klinik kecantikan melakukan komodifikasi
dan dikenalkan pada masyarakat, hingga memiliki nilai sosial yang khas. Bagaimana Natasha
Skin Care diterima begitu cepat oleh jutaan konsumen, dan menjadi bagian dari aktivitas hidup
sehari-hari. Distingsi dan modal simbolik berguna untuk melihat strategi komodifikasi klinik
kecantikan Natasha Skin Care untuk membedakan diri dengan para pesaingnya.
Natasha merupakan cermin sukses industri kecantikan di Indonesia. Kunci sukses
Natasha Skin Care terletak pada kecerdasannya dalam mengumpulkan dan menyusun modal-
modal simbolik, diantaranya popularitas dr. Fredi, koleksi laser dermatologi, komunitas
kecantikan Natasha Skin Care, dan lain sebagainya. Modal-modal simbolik tersebut menjadi
bukti keunggulan Natasha Skin Care yang mampu menarik konsumen.
Menjadi Pembelanja yang Boros. Penelitian yang dilakukan oleh Nina M. Armando
(2004) meneliti mengenai konsumerisme, dimana membahas mengenai media dalam
menawarkan gaya hidup tertentu. Gaya hidup yang ditawarkan adalah gaya hidup yang
berhubungan dengan gaya, kecantikan dan tubuh. Untuk mendapatkan gaya hidup tersebut,
pembaca harus memakai produk-produk dan tips-tips yang ditawarkan media. Gaya hidup
tersebut muncul sebagai adopsi atas budaya barat. Media berperan besar dalam membentuk
budaya global.
Perempuan merupakan sasaran utama pembentuk budaya global karena perempuan
merupakan segmen pasar yang sangat penting dan potensial. Mereka dirancang untuk menjadi
pembelanja yang boros. Belanja, memanfaatkan waktu luang dan pemeliharaan tubuh merupakan
18
karakteristik budaya konsumer. Menurut Bordieu, media adalah agen sosialisasi dalam hal
pengkonsumsian barang-barang.
Penawaran gaya hidup mengenai tubuh dan kecantikan melalui media memang memiliki
peran besar dalam mempengaruhi masyarakat, terutama kaum perempuan. Hal ini membuat
perempuan menjadi target pasar yang sangat penting bagi para pemilik modal. Sama halnya
dalam industri kecantikan, perempuan berpotensi untuk menjadi pembelanja yang boros dalam
mengkonsumsi perawatan dan produk dari klinik kecantikan. Mengeluarkan banyak waktu dan
uang untuk memelihara tubuh, merupakan karakter masyarakat konsumer.
Konstruksi Identitas Perempuan dalam Majalah Cosmopolitan Indonesia. Tulisan Eva
Leiliyanti (2004), membahas mengenai citra perempuan yang sesungguhnya adalah perempuan
seperti apa yang digambarkan melalui kata-kata atau slogan yang ada dalam majalah
cosmpolitan. Wanita yang cantik dan seksi dalam majalah ini seakan-akan menjadikan wanita
sebagai subjek yang dipandang. Identitas perempuan dikonstruksikan semata-mata demi
keuntungan ekonomi saja.
Dalam industri kecantikan, klinik kecantikan mengkonstruksi masyarakat mengenai citra
perempuan cantik yang sesungguhnya, seperti yang ditunjukkan melalui slogan dengan model
yang merepresentasikan citra perempuan ideal. Sesungguhnya konstruksi mengenai identitas
perempuan tersebut semata-mata hanya demi keuntungan ekonomi industri kecantikan saja.
Sampai saat ini masalah perempuan dan pandangan mengenai kecantikan masih menjadi
masalah yang menarik. Banyak penelitian-penelitian yang meneliti tentang perempuan, iklan,
kecantikan dan gaya hidup. Kali ini saya memilih untuk meneliti mengenai konstruksi akan
19
kecantikan yang dibentuk oleh klinik kecantikan Natasha Skin Clinic Center. Saya akan melihat
bagaimana perempuan bisa begitu terbawa oleh makna kecantikan yang digambarkan Natasha,
sehingga mereka tergantung untuk terus melakukan perawatan kecantikan di Natasha Skin Clinic
Center. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lain terletak pada fokus tentang
bagaimana praktik-praktik yang dilakukan Natasha dalam mengonstruksi dan membangun
identitas akan kecantikan perempuan, terutama bagi konsumennya. Natasha dapat dianggap
sebagai ikon kecanikan dan mampu mendominasi wacana cantik di masyarakat modern. Natasha
memainkan peran penting tentang bagaimana perempuan melihat dirinya.
E. Kerangka Teori
1. Teori Budaya Populer
Budaya massa dipandang sebagai salah satu sumber utama suatu moralitas pengganti dan
palsu. Tanpa adanya organisasi perantara yang memadai, individu-individu rentan terhadap
manipulasi dan eksploitasi dari lembaga-lembaga utama seperti media massa dan budaya populer
(Strinati, 2009 : 31). Budaya massa jelas memiliki dampak terhadap khalayaknya, membuat
mereka menjadi pasif, melemahkan, rentan sehingga menjadi korban manipulasi dan eksploitasi
(Strinati, 2009 : 79). Selera dan gaya ditentukan secara sosial dan kultural. Kekuatanlah yang
memutuskan definisi selera dan gaya yang ada dianggap penting didalam masyarakat (Strinati,
2009 : 80). Teori budaya massa cenderung memandang khalayak sebagai sebuah massa yang
pasif, pasrah, entng, rentan, bisa dimanipulasi, bisa diksploitasi dan sntimentil, bersifat melawan
tantangan maupun rangsangan intelktual, menjadi sasaran empuk bagi konsumerisme dan iklan
maupun impian dan fantasi yang harus mereka jual (Strinati, 2009 : 89).
20
Budaya populer membentuk selera dan kecenderungan massa, sehingga mereka mampu
mengarahkan konsumen atas kebutuhan-kebutuhan palsu. Dengan kekuatan modal yang dimiliki,
industri dapat memanipulasi kebutuhan konsumennya melalui kekuatan media iklan. Dalam
budaya massa, iklan yang disuguhkan cenderung memanipuasi dan tanpa sadar masyarakat
sendiri yang meyakini iklan tersebut. Sehingga yang terjadi, masyarakat melakukan kegiatan
konsumsi tanpa berpikir panjang dan seolah-olah budaya populer tersebut menjadi suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi.
Produk dari budaya populer tidak hanya membentuk selera massa, namun juga mampu
menguatkan identitas seseorang yang menjadi bagian dari budaya massa tersebut. Seperti image
perempuan cantik yang dibentuk melalui iklan. Image perempuan cantik yang digambarkan iklan
menjadi impian bagi perempuan akan kecantikan yang ideal. Konsumen yang pasif dapat dengan
mudah meyakini dan mengikuti iklan kecantikan tersebut. Konsumen dibujuk untuk percaya
dengan mengonsumsi produk kecantikan Natasha Skin Clinic Center maka impian akan
kecantikan tersebut bisa terwujud dan dapat menguatkan identitas perempuan sebagai bagian dari
Natasha. Bagi perempuan, menyempurnakan kecantikan sesuai selera masyarakat seolah-olah
menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.
Budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial
produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak konsumen
massa. Budaya massa adalah budaya populer, yang diproduksi untuk pasar massal (Strinati, 2009
: 36). Industri budaya menawarkan bentuk bukannya substansi penyelesaian masalah, pemuasan
semu atas kebutuhan palsu sebagai pengganti solusi rill berbagai persoalan nyata. Dalam
melakukan hal ini, industri budaya menggambil alih kesadaran massa (Strinati, 2009 : 111).
21
Budaya populer merupakan budaya yang diproduksi untuk masyarakat luas, dibentuk
oleh industri budaya yang memiliki tujuan komersil, dalam hal ini masyarakat juga sebagai
konsumen yang menjadi pangsa pasar. Budaya populer mengambil kesadaran massa, bagaimana
produk budaya populer tersebut dapat diterima dan diminati oleh masyarakat luas hingga
mendatangkan keuntungan dari konsumen yang mengonsumsi produk tersebut.
Budaya populer berhubungan erat dengan iklan karena iklan mampu merefleksikan
budaya populer dalam mengonstruksikan suatu pandangan. Dalam klinik kecantikan Natasha
Skin Clinic Center, pandangan kecantikan dibentuk melalui image-image yang dibangun dalam
iklan. Iklan membentuk agar pandangan kecantikan tersebut diterima oleh masyarakat luas
seperti trend kecantikan Korea yang menjadi sebuah budaya massa. Melalui iklan para pemilik
modal berusaha agar apa yang mereka produksi menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat dan
konsumen akan terus menerus mengonsumsi.
Menurut Saussure, semiologi adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari
keberlangsungan tanda-tanda di dalam masyarakat, menunjukkan apa saja yang membentuk
tanda-tanda, serta mencari kaidah-kaidah yang mengaturnya (Strinati, 2009 : 152). Semiologi
berpendapat bahwa realitas materiil tidak pernah dapat dianggap benar. Merekatkan maknanya
pada manusia. Realitas senantiasa dikonstruksikan, dan dipahamkan pada pemahaman manusia
melalui berbagai sistem makna yang secara kultural bersiat khusus (Strinati, 2009 : 175). Tanda-
tanda kuktural dihasilkan oleh dunia industri berdasarkan marketibilitas maupun profitabilitas.
Tanda-tanda kultural tersebut merupakan sebagian di antara komoditi-komoditi yang dihasilkan,
diedarkan, dan dikonsumsi di dalam sebuah masyarakat kapitalis (Strinati, 2009 : 199). Para
penghasil kultural secara sadar maupun tidak sadar menanamkan makna ke dalam produk-
22
produk kultural yang kemudian didekodekan atau diinterpretasikan oleh khayalak dengan cara
yang bragam dan bebas yang bagaimana pun juga, dalam analisis akhir, sejalan dengan ideologi
yang dominan (Strinati, 2009 : 200).
Semiologi menjadi salah satu cara dalam mempelajari budaya populer. Semiologi sangat
terlihat jelas dalam iklan yang digunakan budaya populer berdasar kepentingan pasar yang
bertujuan mendapatkan keuntungan. Iklan membentuk tanda-tanda yang dapat memanipulasi
masyarakat sesuai dengan keinginan industri. Melalui iklan, realitas terus menerus
dikonstruksikan hingga menjadi kontrol sosial di masyarakat. Iklan tersebut menggiring
masyarakat agar mengikuti keinginan pemilik modal.
Iklan merupakan media yang merefleksikan budaya populer, tetapi sekaligus iklan juga
membentuk suatu budaya populer. Iklan membangun tanda-tanda kedalam produk kultural yang
kemudian diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Seperti iklan kecantikan yang dibangun
dan terus menerus disuguhkan kepada masyarakat. Dengan melihat tanda-tanda yang dibangun
oleh iklan, masyarakat menginterpretasi bahwa standar perempuan cantik adalah seperti apa
yang dibangun dalam iklan. Perefleksian budaya populer terlihat jelas digambarkan oleh iklan
dan makna cantik yang dibangun semakin dikekalkan melalui iklan.
Berbagai representasi budaya populer yang memarjinalisasikan atau menstereotipkan
perempuan, ketiadaan relatif perempuan yang terlibat dalam produksi kultural maupun
pengabaian relatif perempuan sebagai bagian dari khalayak budaya populer (Strinati, 2009 :
276).
23
Wacana kecantikan Korea yang merepresentasikan budaya populer yang sedang dominan
ini menggeser atau memarginalkan wacana lain bagi perempuan-perempuan yang tidak memiliki
ciri-ciri trend kecantikan Korea. Akibatnya adalah perempuan yang tidak menjadi bagian dalam
trend kecantikan Korea ini kehilangan kepercayaan atas tubuhnya sendiri dan kehilangan
identitas. Wacana tubuh perempuan yang tidak dominan ini menjadi diabaikan.
Bagaimana representasi-representasi kultural perempuan, katakanlah dalam iklan,
mendistorsi realitas kehidupan perempuan, memotret sebuah dunia khayal dan bukannya dunia
kehidupan perempuan yang sebenarnya (Strinati, 2009 : 299).
Iklan berusaha merayu dengan berbagai cara, yang terpenting adalah subjek yang menjadi
sasaran utama iklan akan merasa tergugah dan tertarik. Seperti iklan kecantikan Natasha Skin
Clinic Center yang seolah-olah memberi kesan bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah
wajah yang cantik seperti dengan model-model Natasha Skin Clinic Center, serta tubuh yang
indah. Perempuan yang rutin melakukan perawatan adalah perempuan yang memiliki gaya hidup
modern.
Adanya kemampuan media untuk merefleksikan realitas jika distorsi-distorsi ideologis
sudah disingkirkan, pada satu sisi, dan pada sisi yang lain, teori-teori yang memandang media
maupun budaya populer memainkan suatu peranan penting dalam konstruksi realitas (Strinati,
2009 : 300).
Budaya populer memainkan peran penting dalam mengonstruksikan realitas melalui
media iklan. Seperti kemampuan iklan dalam mereproduksi dan mengonstruksi pandangan
kecantikan. Iklan dapat membentuk wacana tentang kecantikan melalui image perempuan cantik
24
yang digambarkan dalam iklan. Sebagai industri kecantikan, Natasha Skin Clinic Center
menggambarkan perempuan cantik dengan kulit putih, glowing, hidung mancung, wajah tirus
sesuai dengan trend kecantikan Korea. Secara tidak langsung iklan Natasha Skin Clinic Center
membangun image perempuan cantik hingga diakui oleh masyarakat. Gambaran kecantikan ini
dibentuk mengikuti trend yang menjadi bagian dari budaya populer.
Apa yang kita beli dan apa yang menentukan apa yang kita beli-semakin dipengaruhi
oleh budaya populer. Konsumsi semakin terkait dengan budaya populer karena budaya populer
semakin menentukan konsumsi. Iklan yang membuat semakin banyaknya penggunaan rujukan
budaya populer, memainkan suatu peranan penting dalam menentukan apa yang kita beli
(Strinati, 2009 : 337-338)
Budaya populer dan ekonomi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Budaya
populer merupakan sebuah trend yang menjadi nilai komersil bagi budaya tersebut. Budaya
populer dibesarkan oleh iklan yang juga membentuk rujukan dalam menentukan apa yang
konsumen beli. Dalam hal ini terjadi penyeragaman rasa dalam mengonsumsi. Penyeragaman
rasa tersebut merupakan kehendak pemilik modal untuk mengembangkan pasarnya.
Mengonsumsi produk tersebut menjadi semacam identitas bagi para konsumen.
Dahulu iklan menyampaikan betapa bernilai dan bermanfaatnya sebuah produk. Namun
demikian, kini iklan lebih sedikit menyampaikan soal produk secara langsung, dan lebih banyak
berkutat dengan menyampaikan atau memarodikan iklan itu sendiri dengan mengutip iklan-iklan
yang lain, dengan mengambil rujukan-rujukan dari budaya populer maupun dengan secara sadar
memperjelas statusnya sebagai iklan (Strinati, 2009 : 349).
25
Didalam iklan terjadi penyeragaman selera yang merujuk pada budaya populer. Seperti
Natasha Skin Clinic Center yang mengangkat trend kecantikan Korea sebagai bentuk budaya
populer untuk menyampaikan produknya. Budaya populer dimanfaatkan iklan untuk menarik
konsumen, sehingga konsumen terdorong untuk mengonsumsi bukan karena produknya,
melainkan mengonsumsi trend yang sedang berlaku. Iklan bukan hanya hadir sebagai produk
dari barang tertentu, tetapi lebih jauh lagi merupakan kata-kata persuasif yang mengajak
konsumen mengikuti kemauan pemilik modal.
2. Teori Bahasa
Bourdieu berpandangan bahwa bahasa merupakan bagian dari cara hidup sebuah
kelompok sosial dan secara esensial memberikan layanan bagi tercapainya tujuan-tujuan praktis.
Pertukaran linguistik juga merupakan pertukaran ekonomi yang terbentuk dalam keseimbangan
kekuasaan simbolik antara seorang produser yang diberkahi modal lingustik dengan seorang
konsumen (atau sebuah pasar) (Harker, Richard dll, 2005 : 216). Bahasa merupakan bagian dari
sebuah aktivitas dimana sebagian orang mendominasi sebagian lainnya. Sebagaimana orang-
orang yang memiliki modal finansial memegang kendali atas orang-orang yang tidak
memilikinya, demikian juga dengan orang-orang yang memiliki modal lingusitik mengontrol
orang-orang yang memiliki sumber terbatas (Harker, Richard dll, 2005 : 219).
Bahasa menjadi modal digunakan oleh Natasha Skin Clinic Center untuk mendominasi
pasar. Bahasa menjadi sebuah strategi dalam melakukan konstruksi untuk membingkai
pandangan akan kecantikan yang ideal, sehingga Natasha Skin Clinic Center mampu mengontrol
selera masyarakat. Sebagai industri kecantikan, Natasha Skin Clinic Center berupaya menggiring
26
perempuan untuk mengikuti standar kecantikan yang dikonstruksikan melalui media iklan.
Bahasa dalam iklan Natasha Skin Clinic Center menunjukkan bahwa perempuan cantik adalah
perempuan yang memiliki kulit putih, glowing, hidung mancung dan wajah tirus seperti trend
kecantikan Korea. Melalui bahasa dalam iklan, Natasha Skin Clinic Center mencoba menarik
konsumen bahwa Natasha Skin Clinc Center mampu mewujudkan dambaan kecantikan seperti
trend Korea.
Kelompok-kelompok yang terdominasi tindakan simbolik, membentuk dirinya sendiri –
pada saat yang sama merupakan pembentukan kelompok; suatu tanda membuat sesuatu menjadi
tertandai, penanda mengidentifikasi dirinya sendiri dengan sesuatu yang ditandai, yang tidak
akan eksis tanpanya (penanda). Penanda adalah sesuatu yang menandai eksisnya (kelompok)
(Harker, Richard dll, 2005 : 222).
Bahasa juga menjadi modal digunakan oleh Natasha Skin Clinic Center untuk
mendominasi pasar. Bahasa menjadi sebuah strategi dalam melakukan konstruksi untuk
membingkai pandangan akan kecantikan yang ideal, sehingga Natasha Skin Clinic Center
mampu mengontrol selera masyarakat. Sebagai industri kecantikan, Natasha Skin Clinic Center
menggiring perempuan untuk mengikuti standar kecantikan yang dikonstruksikan melalui media.
Hal ini juga membentuk citra, makna dan identitas diri para perempuan itu sendiri.
Melalui wacana kecantikan yang dibentuk, banyak perempuan tertarik untuk menjadi
cantik sesuai dengan gambaran kecantikan Natasha Skin Clinic Center, Natasha mampu
membangun identitas perempuan Natasha Skin Clinic Center yang eksis ditengah masyarakat
dengan penampilan yang mereka miliki. Para perempuan akan semakin percaya diri setelah
27
menjadi bagian dari Natasha Skin Clinic Center, bahkan para perempuan justru sangat
tergantung dengan Natasha Skin Clinic Center.
Bourdieu melihat kekuasaan (kekerasan simbolik) sebagai hal yang sentral dalam bahasa.
Ia menyadari bahwa bahasa merupakan salah satu cara yang dilakukan umat manusia untuk
mengontrol satu sama lainnya. Ini mereka lakukan dengan beragam cara (Harker, Richard dll,
2005 : 225).
Hubungan antara bahasa dengan kekuasaan dilakukan dengan beragam cara, salah
satunya dengan menciptakan realitas melalui bahasa yang memiliki kekuasaan simbolik. Pemilik
modal seperti Natasha Skin Clinic Center senantiasa penuh kuasa dalam membangun realitas
pandangan akan kecantikan yang mampu mengontrol masyarakat, terutama konsumennya.
Melalui bahasa, Natasha Skin Clinic Center memproduksi makna kecantikan melalui iklan yang
digunakan sebagai alat untuk membangun imajinasi kecantikan yang ideal.
Bagi Bourdieu, definisi modal sangat luas dan mencangkup hal-hal material (yang dapat
memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut ‘yang tak tersentuh’, namun memiliki signifikansi
secara klutural, misalnya prestise, status, dan otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik),
serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi)
(dalam Boudieu, 1986a) (Harker, Richard dll, 2005 : 16). Kekuasaan sistem simbolik dan
dominasi yang diimplikasikan sistem tersebut pada konstruksi realitas, memiliki arti yang sangat
penting dalam karya Bourdieu. Baginya, bentuk-bentuk simbolik, seperti bahasa, kode-kode
pakaian, dan postur tubuh, merupakan hal penting, bukan hanya untuk memahami fungsi kognitif
simbol-simbol, melainkan juga untuk melihat fungsi sosial simbol-simbol. Perjuangan diantara
sistem simbolik untuk memaksakan suatu sudut pandang dunia sosial, mendefinisikan ruang
28
sosial itu sendiri, dimana masyarakat mengonstruksi hidup mereka melalui penggunaan
kekerasan simbolik oleh yang dominan atas yang terdominasi, misalnya kekerasan dalam hal
konsepsi tentang selera baik dan kecantikan (dalam Bourdieu, 1977 : 115) (Harker, Richard dll,
2005 : 6-7).
Natasha Skin Clinic Center menggunakan berbagai modal dalam memperjuangkan
posisinya di industri kecantikan. Modal tersebut memiliki bentuk-bentuk simbolik dalam
mengonstruksikan selera akan kecantikan. Selera merupakan sesuatu yang tidak netral karena
merupakan hasil dari sebuah konstruksi dalam dunia sosial. Hal ini ditunjukkan Natasha Skin
Clinic Center melalui bahasa dalam iklan yang didukung dengan para model untuk membari
gambaran akan kecantikan yang ideal. Simbol-simbol tersebut menjadi standar atau patokan
ukuran kecantikan perempuan. Melalui simbol-simbol, masyarakat terus menerus dipaksa agar
meyakini pandangan kecantikan ideal dari sudut pandang Natasha Skin Clinic Center. Sehingga
Natasha Skin Clinic Center mampu mendominasi industri kecantikan. Saat ini melakukan
perawatan di klinik kecantikan menjadi sebuah budaya baru, mengonsumsi produk dan
perawatan rutin di Natasha Skin Clinic Center menjadi suatu prestise yang mampu membangun
identitas konsumennya sebagai perempuan Natasha Skin Clinic Center.
3. Teori Rezim Kecantikan : Makna Sosial Tubuh dan Politik Tubuh
Di era global seperti saat ini, tubuh didefinisikan dari beragam sudut pandang, seperti
yang diungkapkan oleh Coupland dan Richard Gwyn dalam Discourse, the Body, and Identity
dikatakan bahwa di jaman modern seperti saat ini, tubuh memiliki tugas baru dalam membentuk
sistem simbol dan social, begitu juga fisik. (2003 : 4). Dalam Body & Society : Embodiement,
29
Collective Memory and Time, Mauss mengatakan bahwa tubuh tidak hanya menjadi bagian dari
biologi dan psikologi, tetapi yang terpenting tubuh juga menjadi bagian dari sosiologi dan
sebagai hasil dari sejarah (Narvaez, 2006 : 60). Menurut Reischer dan Kathryn dalam The Body
Beautiful : Symbolism and Agency in the Social World, definisi tubuh secara biologi dan social
kultural berupaya untuk membalikkan pendekatan naturalistik tentang tubuh sebagai pemberian
biologis, literatur yang luas ini telah mendefinisi ulang tubuh sebagai fenomena sosial budaya
dan sejarah (misalnya, Bourdieu 1977, Elias 1978, Foucault 1979, Goffman 1968, Mauss 1973).
Dalam hal ini, tubuh merupakan bagian dari bentuk sosial yang berperan dalam
melakukan konstruksi atas realitas melalui simbol-simbol yang dibangun secara sosial yang
dapat merujuk pada citra ideal. Saat ini, tubuh tidak hanya menjadi bagian dari biologis saja,
namun tubuh juga menjadi bagian dari sosiologi yang juga memiliki relasi kuasa dalam sistem
sosial. Tubuh telah tersentuh budaya, sehingga tubuh menjadi ajang kontestasi yang juga tidak
terlepas dari konstruski budaya. Fungi dan peran tubuh dalam masyarakat global sangat
dipengaruhi oleh perubahan sosial dan interaksi sosial dalam masyarakat. Tubuh menjadi simbol
peralihan sosial individu didalam masyarakat. Tubuh menjadi sasaran kuasa yang mampu
mengatur dan mengontrol secara terus menerus.
Dalam kaitannya dengan politik, definisi tubuh menurut Foucault dalam Discourse, the
Body, and Identity dikatakan bahwa tubuh adalah fenomena yang sangat mudah dibentuk yang
dapat ditanamkan dengan berbagai macam dan mengubahnya menjadi bentuk kekuasaan
(Coupland dan Richard Gwyn, 2003 : 4). Sedangkan dalam konteks kedudukan sosial, dikatakan
bahwa tubuh dalam masyarakat modern adalah salah satu faktor utama diri dan kedudukan
sosial.
30
Tubuh secara politik membentuk tentang bagaimana tubuh selalu dikomodifikasi secara
sosial dari suatu pandangan yang diyakini masyarakat. Dalam politik tubuh, tubuh didasarkan
pada konstruksi sosial. Konstruksi sosial tersebut tidak terlepas dari kedudukan seseorang secara
sosial dalam merepresentasikan diri melalui tubuh yang juga dapat digunakan untuk mengelola
interaksi sosial. Menurut Giddens dalam Discourse, the Body, and Identity, tubuh, seperti diri,
menjadi tempat interaksi, tempat membentuk dan membangun kembali proses yang refleksif.
Bisa mengaktualisasikan kondisi secara otomatis yang terkelola menjadi pengetahuan (Coupland
dan Richard Gwyn, 2003 : 4).
Tubuh juga sangat berkaitan dengan kecantikan, cara presentasi tubuh dapat dikatakan
telah menjadi bagian dari suatu bentuk rezim kecantikan ketika didalamnya terdapat nilai sosial
kultural tentang keinginan, mimpi untuk menjadi cantik. Keinginan akan impian kecantikan
menjadi bagian dari nilai kultural yang ketika menguat akan menjadi suatu rezim. Dalam budaya
konsumen, tubuh perempuan dikonstruksikan melalui serangkaian norma dan nilai, sehingga
terjadi hegemoni terhadap konsep kecantikan tubuh.
Kecantikan, meskipun sangat subjektif, lebih dari sekedar masalah estetika maupun rasa.
Cita-cita budaya kecantikan juga merupakan indeks dan ekspresi nilai-nilai sosial dan keyakinan
(Jury & Jury 1986) (dalam The Body Beautiful : Symbolism and Agency in The Social World,
2004 : 298). Secara kultural, kecantikan dipercaya sebagai suatu standar ideal nilai ekspresi
seseorang akan mimpi dan simbol sosial. Dalam hal ini, kecantikan dan tubuh menjadi bagian
dari suatu rezim dalam mencapai nilai-nilai keinginan. Tubuh perempuan telah menjadi milik
sosial yang dikonstruksi mengikuti nilai-nilai didalamnya. Tubuh dipengaruhi oleh norma dan
nilai sosial yang dibentuk oleh masyarakat.
31
Pemeliharaan dan presentasi positif dari tubuh melibatkan rezim dalam mencapai norma
sosial budaya dari keinginan yang hampir senantiasa fokus pada generasi muda, kesehatan dan
kecantikan (Featherstone 1991, Featherstone dan Hepworth, 1990).
Tubuh dan kecantikan menjadi rezim dari nilai-nilai keinginan. Tubuh yang
dikonstruksikan menjadi alat untuk menunjang penampilan, termasuk didalamnya control atas
tubuh dan dimensi estetik tubuh. Tubuh dibentuk berdasar keinginan untuk mendapatkan citra
ideal yang muda, sehat, dan cantik. Persepsi tentang tubuh tersebut mampu mendorong dan
mengubah cara pandang seseorang untuk lebih sadar akan penampilan luar dan presentasi tubuh.
Saat ini tubuh menjadi bagian dari public yang dibangun mengikuti kategori-kategori
sosial yang kemudian akan mendapatkan penilaian dari masyarakat. Kategori-kategori tersebut
disebarkan oleh media iklan yang memiliki pengaruh besar. Seperti yang terjadi saat ini,
perempuan akan berupaya membentuk tubuhnya mengikuti standar kategori tubuh dan
kecantikan yang ideal mengikuti penampilan yang dibangun oleh media. Perempuan menyadari
bahwa seseorang dinilai berdasar penampilannya agar mendapat nilai jual yang tinggi di
masyarakat. Oleh sebab itu, banyak usaha yang dilakukan para perempuan dalam
menyempurnakan penampilan mereka.
Dalam konteks budaya konsumsi, tubuh dipahami sebagai subjek dan objek, baik pada
proyek dan diproyeksikan, dalam apa yang disebut sebagai budaya narsisme (Lasch, 1991).
Menurut Baudrillard, tubuh duanggap sebagai locus untuk produksi industry tanda dan
perbedaan (dalam Discourse, the Body, and Identity, 2003 : 5).
32
Tubuh diproduksi sebagai tanda-tanda didalam sistem pertandaan yang membentuk suatu
citra, makna, serta identitas didalamnya. Hal ini juga berkaitan erat dengan eksistensi perempuan
dalam dunia sosial.
Dalam Body & Society : Embodiement, Collective Memory and Time, pengertian makna
sosial tubuh dibagi menjadi dua yakni “tubuh simbolis” dan “tubuh agentik”. Perspektif pertama
dan lebih umum berfokus pada sifat representasional atau simbolik dari tubuh sebagai pemberi
makna sosial, sedangkan yang kedua menyoroti peran tubuh sebagai peserta aktif atau agen
dalam dunia sosial. Bagi Mauss, tubuh adalah wadah makna sosial karena potensi yang dimiliki,
meskipun lahir secara alamiah, yang akhirnya direalisasikan melalui budaya (Narvaez, 2006 :
60).
Dalam hal ini, agen menggunakan kecantikan sebagai sarana untuk mendapatkan modal-
modal dalam memenangkan kompetisi di arena sosial. Simbol-simbol atas tubuh menjadi klaim-
klaim distingsi. Dalam distingsi, para agen berkompetisi untuk saling menunjukkan
kelebihannya.
Dalam The Body Beautiful : Symbolism and Agency in the Social World, Balsamo
mencatat “Tubuh menjadi…situs dimana perempuan, sadar atau tidak, menerima makna yang
beredar dalam budaya popular tentang kecantikan ideal. Tubuh wanita hadir untuk menyajikan
sebuah situs, papan iklan yang dominan terhadap makna budaya tubuh perempuan dalam
postmodernisme. Douglas berpendapat, jika tubuh merupakan sebuah “teks” yang diatasnya
tertulis makna sosial, maka kosakata umum, yang umum kumpulan symbol, diperlukan untuk
menguraikan makna mereka (Reischer dan Kathryn, 2004 : 300).
33
Ketika tubuh terus menerus dibentuk dan dibangun, maka akan menjadi sebuah teks yang
mengikat suatu makna sosial. Tubuh telah menjadi sebuah simbol, kecantikan perempuan yang
putih, mulus, ramping, dan wajah tirus, mengikuti perubahan pewacanaan kecantikan populer.
Tubuh digunakan untuk mendapatkan dan menunjukkan eksistensi. Tubuh menjadi wacana yang
terus menerus berada pada reproduksi makna dan respon atas keberadaannya.
Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa para konsumen Natasha Skin Clinic Center dapat
membangun diri menjadi teks, dimana teks tersebut menjadi bagian dari makna sosial dengan
simbol-simbol yang telah dibangun. Makna sosial yang dibangun para konsumen Natasha Skin
Clinic Center melekat dari setiap penampilan mereka. Ketika seseorang menampilkan diri
mereka di publik, maka hal tersebut sudah menjadi gambaran dari arena yang menunjukkan
eksistensi yang lebih unggul dibanding para pesaingnya, sehingga mampu menjadi panutan
dalam dunia sosial. Disini tubuh digunakan sebagai arena. Dalam Gender, Body Politics, and
The Beauty Economy in China, dikatakan bahwa tubuh juga menjadi kendaraan dari kesenangan
dan eksperesi baru dari diri (Yang, 2011 : 336).
Tubuh sengaja dipamerkan dalam ruang publik agar dilihat berdasar nilai-nilai yang telah
diyakini masyarakat. Seseorang dapat memilih dan menentukan konstruksi identitasnya berdasar
apa yang ia konsumsi. Ketika teks berhasil dibangun, maka makna akan menjadi sebuah
distingsi. Dalam konteks tersebut, tubuh menjadi arena kompetisi yang dapat saling meruntuhkan
maupun saling mengukuhkan. Arena juga menjadi bagian dari politik, dimana didalamnya
terdapat ruang interaksi sekaligus ruang kompetisi.
Dalam Discourse, the Body, and Identity, dikatakan bahwa citra seorang individu atas
tubuhnya juga sangat ditentukan oleh pengalaman sosial. Citra tubuh bersifat elastis dan terbuka
34
terhadap perubahan melalui media baru. Citra tubuh dikonstruksikan secara sosial, sehingga
harus diteliti dan dianalisis dalam konteks budayanya (Coupland dan Richard Gwyn, 2003 : 3).
Norma sosial kultural saat ini telah mengalami perubahan, bahwa tubuh ideal yang
dianggap cantik adalah penampilan dengan kulit putih, mulus, wajah tirus dan tubuh ramping.
Dalam hal ini kecantikan ideal telah menjadi kultur modern. Sejalan dengan hal ini, cara berpikir
masyarakat mengenai tubuh pun turut mengalami pergeseran mengikuti pewacanaan tubuh yang
tidak stabil dan terus menerus mengalami perubahan. Tubuh lebih dari sekedar tubuh biologis
karena tubuh berada di ruang public, sehingga turut mempengaruhi pemaknaan atas tubuh yang
cenderung terbuka. Tubuh diletakkan pada serangkaian nilai dan norma serta batasan yang
diberlakukan pada konteks sosial budaya. Pemaknaan-pemaknaan tubuh yang telah dibangun
tersebut kemudian dibayangkan dan digambarkan melalui citra. Tubuh dimaknai sebagai nilai-
nilai yang diyakini oleh masyarakat. Citra tubuh dilihat dan diyakini seperti apa yang
dikonstruksikan, dan konstruksi tersebut juga mempengaruhi pemaknaan atas tubuh.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Natasha Skin Clinic Center membangun
konstruksi wacana kecantikan melalui kekuatan media iklan untuk menarik dan mempengaruhi
konsumen hingga membentuk suatu ketergantungan bagi para perempuan. Sejalan dengan tujuan
tersebut, maka metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni metode
penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang dapat menggambarkan fenomena
35
tertentu. Jenis penelitian deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena sosial
seperti apa adanya yang kemudian dikaji secara mendalam untuk menjelaskan fenomena secara
terperinci.
Metode penelitian kualitatif untuk memahami fenomena yang diteliti berdasar realita
empiris. Metode kualitatif dipilih karena dapat memberi gambaran serta pemahaman secara
menyeluruh dan mendalam terkait dengan realita sosial yang akan diteliti dan dapat menggali
nilai yang terkandung dari suatu fenomena sosial. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data
deskriptif dari fenomena sosial yang diamati, yang dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi
data secara sistematis. Dalam penelitian kualitatif, observasi dan wawancara merupakan
instrumen utama untuk mendapatkan data-data empiris.
Penelitian ini dilakukan di cabang-cabang Natasha Skin Clinic Center yang tersebar di
kota Yogyakarta. Yogyakarta merupakan kota besar yang mengikuti perkembangan jaman
dengan masyarakat modern yang terbuka terhadap kemajuan, termasuk dalam hal kecantikan.
Perempuan Yogyakarta mulai peduli dengan perawatan kecantikan, dimana melakukan
perawatan saat ini juga menjadi trend dalam menunjang penampilan perempuan modern di kota
maju. Selain itu, Natasha Skin Clinic Center memiliki beberapa cabang di Yogyakarta dengan
letak yang strategis, sehingga dengan kemudahan yang ditawarkan banyak konsumen tertarik
untuk datang ke klinik tersebut. Lokasi yang strategis juga memudahkan peneliti dalam
mengumpulkan data.
Data dan sumber data penelitian ini dikumpulkan dari data primer dan data sekunder.
Data primer didapat melalui observasi partisipasi dengan menjadi konsumen untuk
mengumpulkan data secara lebih mendalam dengan melihat langsung kondisi dan setting dari
36
subjek yang diteliti sehingga peneliti dapat mendiskripsikan setting dan aktivitas yang
berlangsung, serta wawancara mendalam yang dilakukan guna mendapat gambaran yang bersifat
intepretatif guna memperdalam keterangan. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui
dokumentasi baik dengan fotografi maupun mengambil data-data seperti brosur, majalah
Natasha, website Natasha Skin Clinic Center dan sebagainya.
Dalam observasi partisipasi, pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan alat indra.
Peneliti mengamati setting lokasi dan kegiatan para informan serta kegiatan klinis yang
berlangsung di klinik kecantikan Natasha. Hasil pengamatan dicatat secara sistematis agar dapat
dilakukan pengecekan ulang. Hasil observasi merupakan catatatan penting yang didapat di
lapangan. Dalam observasi perlu menentukan batasan lokasi penelitian agar tetap terfokus.
Wawancara mendalam merupakan proses untuk mendapatkan keterangan dari informan
secara lebih mendalam dengan cara tanya jawab. Informan dalam penelitian ini yakni konsumen
Natasha Skin Clinic Center dan Agency Iklan Natasha Skin Clinic Center. Pemilihan informan
dilakukan dengan purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Peneliti akan
memilih informan yang dinilai tepat dalam memberikan informasi sesuai dengan tujuan
penelitian, dimana informan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang
diteliti dan informan netral terhadap masalah yang diteliti.
Konsumen Natasha Skin Clinic Center yang dipilih sebagai informan berjumlah lima
orang, subjek penelitian adalah konsumen Natasha Skin Clinic Center yang telah lebih dari satu
tahun melakukan perawatan di Natasha dengan latar belakang usia dan profesi yang berbeda.
Konsumen Natasha yang sudah lebih dari satu tahun rutin melakukan perawatan, menunjukkan
bahwa konsumen tersebut sudah lama mengenal klinik kecantikan Natasha dan terus bertahan
37
menjadi konsumen setia Natasha Skin Clinic Center. Sedangkan latar belakang usia dan profesi
yang berbeda menunjukkan bahwa klinik kecantikan Natasha dapat diterima oleh kalangan luas
dengan produk yang universal. Sedangkan Agency Iklan Natasha Skin Clinic Center dipilih
sebagai informan guna mendapatkan data mengenai strategi iklan dan promosi Natasha Skin
Clinic Center. Melalui wawancara mendalam didapatkan data utama yang mendukung penelitian
melalui proses tanya jawab. Dalam wawancara mendalam diperlukan interview guide agar
pertanyaan tetap terarah dan sejalan dengan fokus penelitian. Serta melakukan pencatatan
terstruktur guna memudahkan rekonstruksi ulang melalui data-data yang telah didapatkan.
Dokumentasi merupakan data pendukung data primer yang diperoleh secara tidak
langsung. Data sekunder ini diantaranya media online resmi, literatur, foto, brosur, majalah dan
lain sebagainya.
2. Teknik Analisa Data
Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama prses
penelitian (Suyanto dkk, 2011 : 172).
Sajian data analisis dilakukan secara deskriptif yang mendalam. Proses analisis data
dilakukan terus menerus baik di lapangan maupun setelah di lapangan. Analisis dilakukan
dengan cara mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikan
data (Endraswara, 2006 : 206).
Teknik analisis data dimaksudkan untuk mencari pemahaman mendalam mengenai
realitas sosial yang diteliti, melakukan interpretasi terhadap makna dibalik subjek penelitian.
38
Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui tiga tahap, yakni reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi data. Analisis data dalam penelitian dilaksanakan ketika proses pengumpulan data
telah selesai dilaksanakan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menyusun hasil dari
observasi, wawancara, dan dokumen yang didapatkan dari lapangan.
Kemudian peneliti menyederhanakan data dengan mengorganisasi dan mereduksi data
yang telah diperoleh. Kategorisasi merupakan pengelompokan data yang dilakukan dengan cara
memilah data yang berbeda dan menyatukan data yang sejenis. Reduksi data merupakan proses
pemilihan dan penyederhanaan data yang didapat dari lapangan. Data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti dalam melanjutkan langkah
selanjutnya.
Langkah berikutnya yakni penyajian data yang disusun dari informasi-informasi yang
telah didapatkan selama penelitian berlangsung. Prosesnya dapat dimulai dari rekapitulasi.
Penyajian data dilakukan dalam bentuk deskripsi. Setelah menyajikan data, kemudian peneliti
melakukan interpretasi data agar data yang tersaji mudah untuk ditarik kesimpulan.
Dan terakhir, penarikan kesimpulan dan verifikasi, dimana tujuan utama dari penelitian
adalah adanya temuan. Kesimpulan dan verifikasi dilakukan peneliti untuk mengambil makna
dari data yang telah disajikan. Data disajikan dengan ringkas, singkat dan padat. Sehingga
memudahkan pembaca untuk menangkap inti dari penelitian.
top related