bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/23916/2/jiptummpp-gdl-maharaniek-41523... ·...
Post on 02-Aug-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangannya, kekuatan media massa dalam
proses konstruksi sosial telah menjadi legitimasi masyarakat modern bahkan
masyarakat awam sekalipun. Kehadiran media massa di tengah-tengah
peradaban manusia sebagai bahan produksi serta distribusi wacana dan opini
publik telah menunjukkan taringnya sebagai pembentuk paradigma dan
pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah dijumpai oleh manusia-
manusia terdahulu. Melalui berita yang disampaikannya dengan bahasa yang
mengandung nilai estetika tinggi yang dipoles sedemikian rupa membuat
masyarakat seakan-akan kesulitan untuk tidak mempercayai atau mengamini
yang kemudian dijadikan kebenaran baru yang hampir tidak memiliki celah
untuk disalahkan.
Dalam wilayah kehidupan sosial, ekonomi, budaya hingga politik,
media massa dengan kapasitasnya sebagai pembentuk wacana dan opini publik
telah berada pada posisi yang sangat strategis dalam hal penggiringan wacana
dan opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pada aspek sosial
dan budaya media merupakan institusi sosial yang membentuk definisi dan
citra realitas serta dianggap sebagai ekspresi sosial yang berlaku secara umum.
Secara ekonomis, media adalah institusi bisnis yang membantu masyarakat
untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilakoni, sedangkan dari aspek
politik,
2
media memberi ruang atau arena pertarungan diskursus bagi kepentingan
berbagai kelompok sosial-politik yang ada dalam masyarakat demokratis.1
Sejarah Indonesia mencatat bahwa pada masa orde baru yang
dipimpin oleh presiden Soeharto, media massa pernah kehilangan fungsi
utamanya sebagai pembawa informasi yang benar adanya kepada khalayak
oleh karena sistem pemerintahan yang otoriter hingga mengintervensi setiap
berita yang menjadi pembahasan dalam suatu media. Kebebasan berpendapat
yang menjadi salah satu wacana utama dalam sebuah negara demokrasi tak lagi
menjadi hak setiap individu, kelompok maupun institusi yang notabene adalah
bagian bangsa Indonesia, sebab dibatasi oleh sistem yang berlaku pada saat itu.
Seiring dengan perkembangannya, setelah rezim otoriter orde baru
runtuh dan mulai diberlakukannya UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang
mengatur tentang kemerdekaan pers dalam upaya mencari, memperoleh, serta
menyebarluaskan gagasan dan informasi telah memberikan dampak yang
positif bagi kehidupan pers Indonesia, di mana sistem tidak lagi membatasi
media dalam hal memberitakan informasi kepada khalayaknya.
Lembaga perizinan dan pembredelan yang selama ini membelenggu
dan membatasi kebebasan menjadi kuasa pemerintah terhadap pers telah
dihapus, sehingga memberikan iklim baru dalam perkembangan media, yaitu
adanya kemudahan dalam mendirikan usaha penerbitan pers.2 Hal inilah yang
menjadi penyebab munculnya berbagai media-media baru yang menjadi pusat
1 http:/ /m. berdikarionline.com/kabar –rakyat/20130519/media-massa-sebagai-alat-
pertarungan-elit-politik.html (diakses pada tanggal 18 Desember 2014, pukul 13.00 WIB). 2 Ratih Puspita Ayu, Konstruksi Erotika Dalam Majalah Kosmopolitan; Analisis Semiotik Artikel
Pada Rubrik Love And Lust, (Skripsi S1, Jurusan Ilmu Komunikasi-Fisip-UMM 2006) hlm. 1.
3
informasi setiap kejadian, keadaan, situasi, kondisi hingga sifat dan karakter
manusia modern yang kesemuanya di ekspose melalui media baik cetak
maupun elektronik.
Perkembangan yang dialami media massa di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang luar biasa. Indikasinya bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah
media massa yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Beragam
jenis media massa yang segmentatif telah ikut memperkuat asumsi bahwa
media massa sedang mengalami nasib baik di negeri ini. Hal inilah yang
membuat industri media massa ikut terdongkrak dan memunculkan
konglomerasi media yang menguasai berbagai rumpun media massa.3
Dengan adanya regulasi yang mengatur kebebasan pers ternyata
tidak selamanya membawa dampak yang positif terhadap citra lembaga pers itu
sendiri, sebab dengan kebebasannya tersebut kadang kala media massa luput
dari etika dan sifat independensi yang seharusnya dijunjung tinggi dan menjadi
dasar profesionalisme bagi media. Dominasi para pengusaha yang memetik
keuntungan dari bisnis media baik cetak maupun elektronik semakin kokoh dan
memposisikan diri sebagai kelompok pemilik modal sekaligus menguasai
pencitraan media massa. Karakteristik media massa pun telah mencerminkan
keberpihakannya terhadap kepentingan kelas kapitalis yang memang sejak
awal memiliki orientasi untuk mendominasi masyarakat lain secara umum,4
karena tidak adanya daya dan upaya dari masyarakat sebagai konsumen media
untuk membongkar teka-teki yang disuguhkan oleh kaum kapitalis melalui 3 Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012)
hlm. 1. 4 Ibid, hlm. 1.
4
media massa menyebabkan sebagian masyarakat maklum terhadap politik
pencitraan media yang setiap waktu disuguhkan kepada jutaan konsumen,
dalam hal ini masyarakat indonesia.
Seperti yang telah disampaikan di atas, pada wilayah ekonomi,
sosial, budaya hingga politik, media massa baik cetak maupun elektronik telah
menjadi kekuatan besar dalam mempengaruhi siklus dari keempat bidang
tersebut. Sementara itu, dalam bidang politik, media massa menjadi media
pencitraan yang paling efektif dalam mempengaruhi pandangan masyarakat
umum terhadap sebuah partai politik maupun figur seorang politisi. Sehingga
tidak heran apabila menjelang pesta demokrasi atau yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan sebutan Pemilihan Umum (PEMILU), hampir di
setiap media elektronik maupun cetak selalu menyuguhkan berita tentang
partai politik maupun figur seorang politisi. Entah itu berita positif maupun
berita negatif tentang partai politik maupun figur seorang politisi, tergantung
dari sudut pandang (angle) mana sebuah media memberitakannya, dengan
kekuatannya itu pula lah, media elektronik maupun cetak selalu dimanfaatkan
oleh mereka yang menggeluti dunia politik untuk mencari dukungan massa
terhadap dirinya. Sama halnya dengan momentum pemilu yang baru saja
berlangsung di tahun 2014, dimana masyarakat telah dihadapkan pada sebuah
momen untuk memilih secara bebas pemimpinnya baik di tingkatan legislatif
maupun sebagai eksekutif, adalah ciri khas dari sebuah negara yang menganut
sistem demokrasi seperti Indonesia.
5
Menyambut momentum tersebut, media massa baik elektronik
maupun cetak secara intens memainkan perannya sebagai pembawa informasi
kepada masyarakat, partai politik dan siapa saja yang menjadi kandidat dalam
kontes pesta demokrasi kali ini. Akan menjadi keuntungan besar bagi mereka
yang memiliki kepentingan politik sekaligus sebagai pemilik media, sebab
akan dengan mudah dia mengendalikan, mengintervensi dan mencitrakan diri
dan partainya melalui media yang ia miliki. Hal inilah yang menjadi keresahan
sebagian akademisi terhadap etika dan sifat independensi pers yang sudah tidak
lagi diindahkan oleh sebagian lembaga pers dan jurnalis.
Sementara itu pada media elektronik khususnya media online yang
belakangan muncul sebagai jenis media baru dan tak kalah larisnya juga
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini publik.
Kemajuan informasi dan tekhnologi telah memberi kemudahan bagi siapa saja
untuk memperoleh informasi dari jenis media baru ini, bahkan ada indikasi
sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke atas
telah beralih dari media jenis lama (TV, Koran, Majalah dan Radio) ke Media
Online. Jika dibandingkan dengan jenis media lainnya, media online
merupakan jenis media yang paling mudah diakses serta paling cepat
memberikan berita paling uptodate, hanya dengan modal handphone dan
koneksi internet, siapa saja bisa mengakses informasi di mana dan kapan saja
melalui media online. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa media
online juga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk opini publik,
sehingga wacana yang bergulir di tengah masyarakat tidak terlampau jauh dari
6
apa yang mereka tulis, dan disebarkan melalui dunia maya. Mengingat adanya
persoalan degradasi nilai profesionalisme yang menimpa media-media di
Indonesia, patut dikhawatirkan keberadaan informasi-informasi tersebut dapat
menyesatkan pandangan masyarakat mengenai realitas yang sebenarnya.
Khususnya pada saat momentum pemilihan Presiden, diketahuai bahwa
beberapa media online secara intens saling melempar opini kepada publik
melalui pemberitaan-pemberitan.
Pada saat sebelum pesta demokrasi khususnya pemilihan presiden
dan wakil presiden 2014 berlangsung, Media Online merupakan salah satu
instrument komunikasi politik yang cukup efektif untuk mempengaruhi pilihan
masyarakat saat pemilihan umum berlangsung. Akan tetapi, jika dikembalikan
pada peraturan yang mengatur sikap media dalam memberikan informasi
kepada khalayaknya, maka sudah sepatutnya media tersebut untuk bersikap
objektif dalam artian tidak menambah atau mengurangi kebenaran sebuah
informasi. Sayangnya, meskipun sikap media telah diatur dalam bentuk
perundang-undangan sekalipun, masih saja ada media online yang terindikasi
memuat informasi yang tidak berimbang dalam menyambut pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014.
Seperti pada media online Detik.com yang intens memberitakan
berita-berita politik tidak terkecuali pemberitaan PILPRES 2014. Diketahui
bahwa media online Detik.com merupakan bagian dari PT Trans Corporation
salah satu anak prusahaan CT Corp yang status kepemilikannya dikuasai oleh
Chairul Tanjung seorang pengusaha sukses yang berkibar namanya terutama
7
sejak bergulirnya jaman reformasi. Indikasi keberpihakan Detik.com pada
salah satu kandidat Capres/Cawapres 2014 yaitu pasangan nomor urut 2 Joko
Widodo dan Jusuf Kalla, tidak terlepas dari seorang A.M. Hendropriyono
seorang pensiunan TNI, terakhir mengabdi sebagai Kepala Badan Intelijen
Negara (BIN) pada jaman Presiden Megawati yang sampai saat ini masih
disebut-sebut sebagai anak emas Megawati dan secara kebetulan ternyata sosok
ini juga menjabat sebagai Komisaris di salah satu perusahaan di bawah bendera
CT Corporation.5 Salah satu indikasi keberpihakan Detik.com pada pasangan
Joko Widodo dan Jusuf Kalla terlihat pada sebuah berita yang dimuat hari
Jumat tanggal 4 Juli 2014 jam 16:33 WIB dengan judul berita “Jokowi-JK
Dinilai Punya Kapabilitas Tuntaskan Kasus Aktivis 98 yang Hilang”, dalam
berita tersebut dimuat sebuah kalimat yang dilontarkan salah seorang mantan
korban penculikan 1998, Faisol Riza dalam konferensi pers di Hotel Cemara, Jl
Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2014)."Karena kalau profiling
political leadership, Jokowi punya kemampuan merangkul semua elemen
masyarakat atau istilah populernya solidarity maker," dalam berita tersebut,
lebih lanjut Faisol juga mengaku tidak meragukan track record pasangan
Cawapresnya Jusuf Kalla dengan sebuah kalimat “Track record JK ketika
selesaikan kasus Poso dimana terjadi konflik horizontal yang begitu rumit
untuk diselesaikan, beliau dengan posisinya wktu itu berusaha dan tidak lama
5http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2014/01/01/kenapa-jokowi-jadi-jablay-
detikcom-623218.html, (diakses pada tanggal 20 Desember 2014, pukul 10.30 WIB).
8
dapat terselesaikan”.6 Sementara itu mengenai kasus hilangnya 13 orang aktivis
1997-1998 adalah sebuah kasus yang seringkali disebut-sebut melibatkan
kandidat nomor urut 1 Prabowo Subianto. Dari berita ini Detik.com terindikasi
menunjukkan keberpihakannya kepada satu pihak dengan membingkai berita
mengagung-agungkan pasangan nomor urut 2 yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Berbeda dengan media online Inilah.com yang dikelola oleh PT
Indonesia News Center, dibawah kepemimpinan Muchlis Hasyim Jahja
seorang pengamat media dan mantan wartawan Media Indonesia Inilah.com
mampu menempati posisi 5 besar sebagai situs berita di Indonesia. Inilah.com
mencoba mengkonstrusi pembacanya tentang Jokowi dengan memberitakan
kelemahan atau kekurangan tentang Jokowi. Salah satu berita yang
menunjukkan sikap kontra pada Jokowi terdapat pada berita yang dimuat pada
hari Kamis, 3 Juli 2014 pukul 00:54 wib, berita tersebut oleh Inilah.com diberi
judul “Anarkis Revolusi Mental Ala Jokowi-JK”, isi beritanya tentang
penyegelan kantor redaksi TV ONE Yogyakarta yang didugadilakukan oleh
partisipan Jokowi-JK. Dalam berita yang dimuat Inilah.com tersebut juga
menuliskan beberapa coretan yang dituliskan di dinding pada kantor Tv One
Yogyakarta seperti Jokowi bukan kader PKI, JKW-JK, tvOne anjing, dan
sebagainya. Kemudian pada paragraph berikutnya dituliskan bahwa tindakan
tersebut sangat disayangkan karena bertolak belakang dengan konsep revolusi
mental. Pada akhir paragraph terdapat kalimat pertanyaan “Lantas, apakah
tindakan anarkis sebagai Revolusi Mental yang diserukan pasangan capres- 6http://news.detik.com/read/2014/07/04/163325/2628195/1562/jokowi-jk-dinilai-punya-
kapabilitas-tuntaskan-kasus-aktivis-98-yang-hilang (diakes pada tanggal 20Desember 2014, pukul 22.00 WIB).
9
cawapres nomor urut dua itu?”7 Isi berita ini terindikasi telah berpihak dan
mengkonstruk pola pikir masyarakat, karena memuat kalimat yang
menjatuhkan gagasan ataupun visi yang usung salah satu pasangan kandidat.
Perbedaan frame disajikan kedua media tersebut terindikasi secara
intens menyajikan realitas yang telah diubah dan memuat berita yang tidak
berimbang, dengan hanya menampilkan satu tokoh dan menyembunyikan
tokoh lainnya. Detik.com dan Inilah.com dalam memberikan informasi seputar
pemilihan presiden dan wakil presiden ibarat dua kubu yang sedang bertikai di
dunia maya melalui gaya bahasa dan kalimat masing-masing untuk
membangun opini publik hal ini juga berdampak pada profesionalisme media
yang seharusnya dijunjung setinggi-tingginya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti bermaksud
melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pembingkaian yang dilakukan
oleh media online Detik.com dan Inilah.com tentang Calon Presiden Joko
Widodo pada masa kampanye Pilres 2014. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan analisis framing. Framing merupakan metode penyajian realitas
dimana kebenaran tentang suatu realitas tidak diingkari secara total, melainkan
dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek
tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan
dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.8 Dalam penjelasan
lain framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana prespektif
atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan 7 http://nasional.inilah.com/read/detail/2115893/anarkis-ironi-revolusi-mental-ala-jokowi-jk
(diakses pada 20 Desember 2015 jam 10.14). 8 Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana (Yogyakarta: LKiS, 2006) hal 186.
10
menulis berita. Cara pandang atau prespektif itu pada akhirnya menentukan
fakta apa yang diambil , bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta
hendak dibawa kemana berita tersebut.9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul satu permasalahan yang
menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah bagaimana
media online membingkai pemberitaan tentang calon presiden Joko Widodo
pada masa kampanye pilpres 2014?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami
bagaimana media online membingkai pemberitaan tentang capres Joko Widodo
pada massa kampanye presiden 2014, khususnya pada edisi 3 – 5 Juli 2014.
D. Signifikasi Penelitian
D.1 Signifikasi Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
sebagai sumber pengetahuan tentang pembingkaian pada pemberitaan media
massa khususnya media onlinr terhadap dinamika politik yang terjadi di
Indonesia. Selain itu, peneliti juga mengaharapkan hasil penelitian ini dapat
dijadikan refrensi bagi mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya
mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang yang
melakukan penelitian serupa. 9 Alex sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. 162
11
D.2 Signifikasi Sosial
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan
pemikiran yang kritis kepada pembaca (khalayak) mengenai objektivitas suatu
media terhadap pemberitaan dinamika politik khusunya media online. Selain
itu, penelitian juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada media
sebagai produsen dan kontributor informasi, untuk senantiasa mengacu pada
tanggung jawab etis dalam memproduksi karya jurnalistik.
E. TINJAUAN PUSTAKA
E.1. Surat Kabar Online Sebagai Medium Komunikasi Massa
A. Pengertian Komunikasi
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, artinya setiap
individu tidak bisa hidup tanpa individu lainnya. Maka setiap inividu
akan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhannya, dalam interaksi itu
terdapat aktivitas komunikasi yang berguna untuk mengekspresikan
keinginan yang dibutuhkannya. Mudahnya, komunikasi merupakan
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Di balik
pengertian tersebut, berbagai pakar telah memberikan pengertian yang
berbeda-beda mengenai komunikasi, namun memiliki konklusi yang
sama pada wilayah substansi dari pengertian komunikasi tersebut.
Sebelum pada definisi para pakar, berikut merupakan
definisi komunikasi secara epistologi, berasal dari bahasa latin yaitu
communicare yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan.
12
Carl I.Hoveland dalam bukunya Mohammad Zamroni
Filsafat Komunikasi (2009) mengatakan “Communication is the process
by wich an individual transmit stimuly (usualy verbal symbol) to modify
the behavior of another individuals”, yang artinya komunikasi itu sebagai
suatu proses menstimulasi dari seorang individu terhadap individu lain
dengan menggunakan lambing –lambang yang beraryi, berupa lambang
kata untuk mengubah tingkah laku.
Warren Weaver (Zamroni, 2009:4) mendefinisikan
komunikasi secara lebih sederhana “communication is all of the
procedure by which one mind can effect another” (komunikasi adalah
semua prosedur dengan mana pemikiran seseorang dapat mempengaruhi
yang lainnya).
Simpson dan wainer (Zamroni, 2009:5) berpendapat lain
tentang komunikasi, mereka mengatakan bahwa komunikasi sebagai
penanaman (imparting), penyampaian (conveying), atau penukaran (ex
change) ide-ide, pengetahuan, maupun informasi baik melalui
pembicaraan, tulisan, maupun tanda-tanda.
Sedangkan Littlejhon (Zamroni, 2009:6) mendefinisikan
komunikasi sangat berbeda dengan para pakar diatas, Ia membedakan
tiga model dalam memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi.
Tiga model tersebut adalah receiver model, sender model, behavior
sender-receiver model. Berikut penjelasan tiga model tersebut untuk lebih
memahami komunikasi.
13
a. Receiver model
Bila suatu teks, yang tidak disengaja, ditangkap, oleh individu. Terjadi
proses pembentukan makna pada diri seseorang, maka dikaitkan sudah
terjadi proses komunikasi.
b. Sender model
Seorang penyampai pesan secara sengaja, tapi tidak ditangkap atau
dimaknai orang lain, jadi pembentukan makna hanya terjadi pada diri
pembuat pesan.
c. Behavior sender-receiver model
seseorang menyampaikan pesan dengan sengaja apakah verbal maupun
non verbal, kemudian ditangkap orang lain, apakah sekilas atau secara
penuh.
Raymond Ross berpendapat bahwa komunikasi merupakan
proses menyortir, memilih, dan pengiriman symbol-simbol sedemikian
rupa agar membantu penerima pesan membangkitkan respon/ makna dari
pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator. 10
Maka dari penjelasan beberapa ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi merupakan penyampaikan makna dalam
bentuk pesan atau informasi setelah melalui proses pemilihan/
penyortiran dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan
komunikan memiliki pemikiran atau makna yang sama dengan
komunikator.
10 http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_definisi_komunikasi#Raymond_Ross (diakses tgl 10 Februari 2015 jam 19.07)
14
B. Macam-Macam Komunikasi
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri,
komunikasi intrapersonal ini merupakan dasar dari komunikasi
antarpersonal, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain
terlebih dahulu kita berkomunikasi dengan diri sendiri. Komunikasi ini
terjadi karena kita mempresepsi dan memastikan makna pesan dari
orang lain.
b. Komunikasi Antarpersonal
Komunikasi yang terjadi oleh dua orang yang saling bertatapan muka
sehingga memungkinkan terjadi feedback baik secara verbal maupun
non vebal. Komunikasi antarpersonal ini dinilai efektif karena kelima
panca indra dapat bekerja dalam berkomunikasi
c. Komunikasi Kelompok
Jika komunikasi antarpersonal terjadi karena dua orang yang saling
bertatap muka, maka komunikasi kelompok merupakan komunikasi
yang melibatkan banyak individu. Tingakat efektifitas dari komunikasi
kelompok ini dapat diukur dari kesadaran peran masing-masing
individu yang ada didalam kelompok tersebut.
d. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam konteks
organisasi. Dalam komunikasi organisasi ini lebih rumit karena
melibatkan lebih banyak individu. Kombinasi antara pesan lisan dan
15
tertulis akan lebih efektif dibandingkan hanya dengan pesan lisan saja,
misalnya seorang atasan juga memberikan memo kepada bawahannya
sehingga pesan yang disampaikan juga memberikan informasi yang
cukup tanpa membebani penerima pesan.
e. Komunikasi Massa
Komunikasi Massa merupakan komunikasi yang ditujukan untuk
khalayak ramai yang bersifat heterogen. Komunikasi massa bersifat
media, publik, dan juga cepat. Feedback dalam komunikasi massa
terbatas dan tidak selengkap pada komunikasi antarpersonal, namun
dengan perkembangan tekhnologi dan komunikasi feedback dapat
terjadi seca langsung apabila media menyediakan telepon interaktif.
Penyebaran informasi melalui media massa dinilai sangat efektif
karena diproduksi dalam jumlah yang banyak dan penyebaran yang
meluas dalam waktu yang bersamaan.
C. Pengertian Media Massa
Secara sederhana media massa dapat dipahami sebagai alat
untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat secara bersamaan. Di
balik pengertian tersebut, terdapat berbagai pakar telah memberikan
pengertian yang berbeda-beda mengenai media massa,
Sebelum beranjak pada beberapa pengertian yang diberikan
para ahli seperti yang telah disinggung di atas, perlu kiranya untuk
membedah terlebih dahulu dua kata pada pembahasan ini yaitu media dan
massa. Pembedahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kesalahan
16
dalam memberikan makna yang sebenarnya terhadap pengertian media
massa.
Secara etimologis, kata media berasal dari bahasa latin
“medius” yang berarti tengah, perantara atau pengantar dan kata “massa”
yang berasal dari Anglosaxon berarti instrument atau alat yang pada
hakikatnya terarah kepada semua saya yang mempunyai sifat massif.11
Sedangkan penggunaan istilah massa menurut Bramson
(1961) awalnya merujuk pada gerombolan atau ‘orang biasa’ yang
biasanya dipandang tidak berpendidikan, tak acuh dan berpotensi
irasional sulit dikontrol dan bahkan kasar. Selain itu, istilah massa juga
sering diidentikkan dengan gerombolan pengacau atau perusuh, sehingga
istilah massa seringkali membawa asosiasi negatif. Meskipun demikian,
tidak selamanya istilah ini dapat dikonotasikan kepada hal-hal yg bersifat
negatif, dalam tradisi sosialis istilah massa dapat dipahami sebagai
sesuatu yg bersifat positif, dimana massa dikonotasikan dengan kekuatan
dan solidaritas pekerja biasa yang dibentuk dengan tujuan kolektif atau
ketika melawan ketertindasan (Denis McQuail, 2011:60).
Secara teoritis, massa memiliki ciri-ciri yang terdiri atas
sekumpulan orang, isinya serupa, umumnya dipersepsikan negatif, tidak
memiliki struktur atau tatanan internal dan merupakan cerminan dari
masyarakat massa yang lebih luas. Istilah massa pertama kali di
defininisikan secara formal oleh seorang tokoh sosiologi yang bernama
11 http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-media-massa-menurut-para-ahli.html (diakses paha tanggal 8 Desember 2014, pukul 13.55 WIB)
17
Herbert Blummer (1939). Blumer memaknai massa sebagai jenis baru
dari bentukan sosial dalam masyarakat modern, dan membandingkannya
dengan bentuk lain, terutama kelompok, kerumun, dan publik.
Pengertian lain pernah disampaikan oleh Dennis McQuail
bahwa media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol,
manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan
sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.12
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
media massa adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan
secara bersamaan dengan menggunakan alat seperti radio, Tv, surat
kabar, internet, dll.
D. Macam-Macam Konteks Media Massa
Dalam buku Pengantar Komunikasi Massa (Nurudin: 2007)
membagi contoh macam-macam media dalam dua paradigma, paradigma
lama yang terdiri dari film, surat kabar, majalah, tabloid, buku, radio,
televise, kaset/cd. dan paradigma baru yaitu surat kabar, majalah, tabloid,
radio, televisi, dan Internet. Berikut merupakan beberapa penjelasan dari
jenis media dalam paradigma baru.
Surat Kabar
Awal kemunculan surat kabar ditandai dengan kemunculan
yang berkala dengan basis komersial (dijual untuk umum) dan
karaternya terbuka, jadi surat kabar digunakan untuk informasi, 12 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) hal 34
18
rekaman, iklan, isu pengalihan, dan gossip. Pada abad ke-17 surat
kabar komersial sudah diterbitkan oleh penerbit yang sah misalnya
pada saat itu adalah kerajaan atau pemerintahan, yang juga
bertujuan sebagai alat pemerintah. Kehadiran surat kabar komersial
untuk pertama kalinya menjadi awal terbentuknya berbagai macam
lembaga surat kabar, hal ini juga dapat dilihat sebagai peristiwa
bersejarah komunikasi sebagai alat propaganda pemerintah.13
Di Indonesia sendiri, surat kabar mempunyai perjalanan
yang sangat panjang yang terbagi dalam enam rezim yakni, rezim
Belanda, rezim Jepang, rezim kemerdekaan, rezim orde lama, rezim
orde baru, dan saat ini pada rezim reformasi. Pada saat sekarang
surat kabar meskipun tidak banyak diliirk oleh masyarakat yang
memasuki era digital, bukan berarti keberadaannya telah punah,
surat kabar tetap memiliki segmen pasar sendiri. Hal ini terbukti
dengan masih banyaknya surat kabar yang beredar dimasyarakat
baik yang berskala nasional mauun daerah, diantaranya adalah
KOMPAS, Jawa Pos, Koran SINDO, Koran TEMPO, Harian
Indonesia, Jurnal nasional,dll. Kenyataan bahwa surat kabar tidak
kehilangan pamornya juga terlihat pada masa kampanye Pemilihan
Presiden Indonesia 2014 lalu, dimana para tim pemenangan
menggunakan Koran sebagai salah satu instrument dalam
berkampanye.
13 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail “McQuail’s Mass Communication Theory” (Jakarta, Salemba Humanika, 2011), hal 30
19
Berikut merupakan karakteristik surat kabar sebagai media dan
lembaga (MCQuail:31):
Aspek Media
1. Kemunculannya yang berkala dan sering
2. Teknologi percetakan
3. Isi dan rujukan menurut tema tertentu
4. Dibaca oleh individu atau kelompok
Aspek Kelembagaan
1. Khalayak perkotaan yang sekuler
2. Cenderung bebas, tetapi disensor sendiri
3. Berada dalam ranah publik
4. Bentuk komoditas
5. Berbasis komersial.
Radio
Dr. Lee De Forest merupakan orang Amerika Serikat yang
menemukan rasio pada tahun 1916, hingga pada tanggal 1 april
1933 Mangkunegoro VII dan Sarsito Mangkunegoro mendirikan
Solossche Radio Vereenging (SRV) di Surakarta dan menjadi
pelopor berdirinya radio di Indonesia yang didirikan oleh bangsa
Indonesia sendiri. Hingga saat ini radio masih ada di Indonsia,
walau kehadirannya mulai terkikis oleh kehadiran televisi yang
menawarkan sajian yang lebih atraktif melalui sajian audio visual
berbeda dengan radio yang hanya mampu menyajikan audio saja.
20
Ditengah persaingan yang ketat dengan televisi, radio tetap mampu
menunjukkan eksistensinya meskipun saat ini lebih banyak
menyajikan acara musik, berikut merupakan radio-radio yang cukup
terkenal dan memiliki pendengar yang lumayan dan mampu
bertahan hingga saat ini: Hard Rock FM 87,6 MHz; Cosmopolitan
90,4 MHz (Jakarta); Makobu FM 88,7; Tidar Sakiti FM 91,1
(Malang), dan masih banyak lagi didaerah lain. MCQuali (2011:40)
telah merangkum ciri-ciri radio sebagai berikut:
Aspek Media
1. Hanya memeliki daya tarik suara
2. Penggunaannya mudah dan dapat dibawa kemana-mana
3. Kontennya beragam, tetapi lebih banyak music
4. Potensial untuk partisipasi dua arah
5. Penggunaan yang akarab dan personal
Aspek Kelembagaan
1. Kebebasan relatife
2. Lokal dan Tersebar
3. Produksinya murah
Televisi
Perkembangan televisi khususnya di Indonesia telah banyak
mencuri perhatian masyarakat untuk menikmatinya, tidak hanya
menikmati sebagai hiburan sebagaian masyarakat yang tergolong
kaum elit bahkan memanfaatkan teknologi ini sebagai salah satu
21
sumber penghasilan mereka. Tidak hanya itu, dewasa ini televise
mampu menjelma sebagai salah satu alat untuk mendekati
pemerintahan atau bahkan masuk didalamnya. Begitu besar efek
televisi bagi para kaum elit untuk melancarkan kepentingannya
membuat mereka berbondong bondong mendirikan stasiun televisi,
misalkan saja Aburizal Bakri yang mendirikan TV ONE dan
membeli saham salah satu stasiun televise yang saat ini diberi nama
ANTV, Surya Paloh dengan Metro Tvnya, Chairul Tandjung
dengan Trans TV dan Trans 7, dan beberapa elit lainnya. Tidak
hanya para kaum elit televisi juga menjadi primadona bagi
pengusaha untuk memasang iklan di TV karena akan lebih efektif,
dan untuk politisi menjadikan TV sebagai ajang pencitraan dan
menaikkan pamor. Berikut merupakan ciri-ciridari televise
(McQuail:40):
Aspek media
1. Memiliki konten yang sangat beragam
2. Saluran audio visual
3. Dianggap bersifat domestic, dekat, dan personal
4. Intensitas rendah dan pengalaman keterlibatan
Aspek Kelembagaan
1. Teknolgi dan organisasi yang rumit
2. Tunduk pada aturan dan control sosial
3. Berkarakter nasional dan internasional
22
4. Dapat dilihata orang banyak
Internet
Awalnya internet dimulai sebagai alat komunikasi non
komersial dan pertukaran data diantara professional, tetapi
perkembangan selanjutnya adalah internet sebagai penyedia barang
dan berbagai jasa, dan alternative bagai komunikasi pribadi dan
antar personal (McQuail:44). Aplikasi internet yang tersedia saat ini
sangat beragam, salah satunya adalah situs berita on-line yang
merupakan perkembangan dari surat kabar.
Keberadaan internet ditengah masyarakat digital dan
masyarakat informasi seperti saat ini tentunya sangat dibutuhkan,
kemudahan dan kecepatan untuk mengaksesnya membuat internet
banyak digemari. Sebagai media, internet memiliki ciri-ciri sebagai
berikut (McQuali:45):
1. Teknologi berbasis computer
2. Karakternya hibrida, fleksibel
3. Potensi interaktif
4. Fungsi publik dan privat
5. Peraturan yang tidak ketat
6. Kesalingterhubungan
7. Ada dimana-mana/ tidak tergantung lokasi
8. Dapat diakses individu sebagai komunikator
9. Media Komunikasi massa dan pribadi.
23
E. Pengertian Media Online
Media online merupakan media baru generasi ketiga setelah
media cetak dan media elektronik atau televisi dan radio. Media online
adalah media yang menggunakan jaringan komputer sebagai alat untuk
mengakses internet yang merupakan ciri dari media online sebagai tempat
untuk menyebarkan informasi tersebut.
Teknologi internet yang digunakan dalam media online
sangat mempermudah para konsumennya untuk mendapatkan informasi
karena tidak harus membeli produk media yang disebarkan. Konsumen
cukup mengakses via sambungan internet yang saat ini juga semakin
mudah untuk diakses kapanpun dan dimanapun konsumen mau.
F. Karakteristik Media Online
Setiap media memiliki ciri-ciri tersendiri, begitu juga
dengan media online juga memiliki karakteristik sendiri yang
membedakan dengan media cetak ataupun media elektronik, berikut
merupakan karakteristik media online:14
1. Kapasitas luas- halaman web bisa menampung naskah sangat
panjang
2. Jadwal terbit bisa kapan saja atau setiap saat
3. cepat, karena di upload langsung bisa diakses semua orang
4. menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet 14 http://www.romelteamedia.com/2014/04/media-online-pengertian-dan.html (diakses tgl 17 Februari 2015 jam 12.31)
24
5. aktual, berisi info actual karena kemudahan dan kecepatan
penyajian
6. Update, pembaharuan informasi terus dan dapat dilakukan
kapan saja
7. Interaktif, dua arah, dan egaliter dengan adanya fasilitas kolom
komentar, chat room, polling, dst
8. Terdokumentasi, informasi tersimpan di bank data (arsip) dan
dapat ditemukan melalui link, artikel terkait, dan fasilitas cari
atau search.
9. Terhubung dengan sumber lain yang berkaitan dengan informasi
tersaji.
10. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan dimana saja
G. Sifat Pesan Media Online
Media online saat ini telah menjadi salah satu medium yang
sangat bermanfaat untuk mendapatkan sebuah informasi. Awal mula
kemunculan media online banyak kalangan yang meragukan validitas
data ataupun informasi yang terdapat didalamnya. Namun, seiring dengan
perkembangan teknologi internet keraguan itu mulai terkikis karena
banyak publikasi teoritis yang dipublikasikan melalui jaringan internet.
Kemudahan yang ditawarkan oleh media online
memudahakan para peneliti untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan, karena setiap infomarsi yang pernah diupload dimedia online
akan tersimpan di bank data. Penelusuran data online dapat
25
menggunakan fasilitas sreach yang disediakan oleh website tertentu yang
dikelola oleh sreach engine.
E.2. Internet sebagai Media Baru
Seiring dengan perkembangan tekhnologi dan informasi,
perkembangan media menjadi salah satu kemajuan yang tak dapat
dielakkan. Salah satu indikasinya adalah menjamurnya portal berita di
internet saat ini tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat untuk
memperbaharui informasinya bahkan dalam hitungan detik di mana pun
dan kapanpun. Peluang ini yang kemudian dibaca oleh pelaku bisnis
teknologi komunikasi untuk menciptakan berbagai macam teknologi, fitur
serta kemudahan-kemudahan lainnya dalam mengakses internet, sehingga
informasi dengan mudah diakses hanya dengan sekali tekan.
Keberadaan internet sebagai media baru dianggap sebagai
gagasan yang revolusioner, di mana internet dapat menyebarkan informasi
lebih luas dan tidak terikat oleh waktu, mereka dapat mengupload berita
setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik dan lebih mudah untuk
diakses. Seperti yang dikatakan oleh Livingstone (1999:65) apa yang baru
mengenai internet barangkali adalah kombinasi dari interaktivitas dengan
ciri yang inovatif bagi komunikasi massa – jenis konten yang tidak terbatas,
jangkauan khalayak, sifat global dari komunikasi. Dalam pendapat lain,
Lievrouw (2004) dalam penelitiannya ia menggarisbawahi pandangan
26
umum bahwa media baru telah menjadi semakin umum (mainstream), rutin
dan binal.15
Salah satu bentuk pembahruan yang dilakukan oleh internet
adalah konsep baru dan realitas dari portal Web. Kalyanaraman dan Sunder
mengatakan bahwa salah satu ciri unik dari World Wide Web sebagai media
massa terletak pada fakta sumber pesan tidak dibedakan dari penerima
pesan, hasilnya adalah portal yang membantu mengambil dan menyaring
banyak informasi yang tersedia.16
Sejak runtuhnya orde baru yang dibarengi dengan
meningkatnya jumlah media massa di Indonesia telah membawa angin
segar dalam segala aspek kehidupan, terutama bagi politikus yang
menginginkan kekuasaan akan dapat dengan mudah mendapat membangun
citra dan mendapat sorotan masyarakat, apalagi dengan munculnya internet
atau bisa disebut dengan media online ini. Para politikus dapat
berkomunikasi dengan partisipannya tanpa dibatasi oleh siapapun melalui
akses internet yang luas dan tidak terbatas, sehingga meskipun terpisahkan
oleh jarak dan waktu partisipan seolah memiliki kedekatan emosional yang
tinggi terhadap idolanya tersebut, dengan hal semacam ini maka politisi
dapat dengan mudah menyampaikan visi dan misi serta pemikiran-
pemikirannya untuk mempengaruhi dan mendapatkan partisipan ataupun
kader politik militan.
15 Ibid, hal 151 16 Ibid, hal 151
27
Politik dan media telah menjadi dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan, berkembangnya media baru sedikit banyak juga
berpengaruh pada perkembangan sistem politik, setidaknya dari cara-cara
pengambilan poling elektronik melalui internet atau cara berkamnye
mereka yang juga memanfaatkan media baru ini yang notabene dapat
diakses dengan mudah dimanapun dan kapanpun, mulai dari membuat web,
blog, memasang iklan di beberapa portal berita, bahkan bekerja sama
dengan potal berita tersebut untuk menampilkan beritanya secara terus
menerusuntuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh internet
menimbulkan ketakutan pada Breen (2007) di mana ia mengatakan bahwa
internet mungkin berkembang melampaui fase keterbukaan dan demokrasi,
kemudian menjadi layanan multi tahap dengan akses yang lebih baik
kepada mereka yang mampu membayar lebih untuk memproduksi dan
menyediakan konten, atau membayar lebih untuk menerima konten yang
lebih bernilai.17 Ketakutan Breen telah terjawab oleh realitas yang terjadi
saat ini, di mana para pelaku konglomerasi media melebarkan sayapnya
dengan membuat portal berita di internet untuk memperluas jangkaun pasar
mereka, dimana kontennya tidak berbeda dari apa yang mereka sajikan di
media lama. Bahkan pada media baru ini mereka dapat menyajikan berita
secara terus menerus dengan satu topik namun dengan judul yang berbagai
macam, berarti masyarakat mendapatkan informasi yang banyak dari satu
17 Ibid, hal 154
28
topik itu, sehingga dengan mudah masyarakat terpengaruh dengan
konstruksi pemberitaan yang disajikan secara intens.
E.3. Surat Kabar Online Sebagai Industri
Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan
bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi
yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha
perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri.
Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.18
Perkembangan industri media online seperti semakin banyak
portal berita di Indonesia, menarik perhatian perusahaan media besar
seperti MNC Group, Trans Corp, dan masih banyak lagi yang lainnya juga
menggeluti bisnis media baru ini. Akibat dari perilaku media ini terhadap
masyarakat adalah masyarakat hanya dianggap sebagai konsumen yang
dapat memenuhi kepentingan kaum kapitalis dengan kekuatan media yang
dimilikinya. Hingga pada akhirnya media menjadi lahan yang ingin
dimiliki siapa saja yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan
atapun pengaruh di masyarakat. Dampak lain yang terjadi adalah kesamaan
isi media, karena para pemilik media yang juga terjun kedunia politik
mengontrol isu yang ada di masyarakat, mereka membatasi apa yang
dibaca, didengar dan dilihat oleh masyarakat dengan kekuatan kelompok
18 http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-penggolongan-industri-di-indonesia-perekonomian-bisnis.html (diakses tgl 11 Februari 2015 jam 16.00)
29
medianya. Sehingga hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang
utuh dan objectif telah berkurang.
Orientasi keuntungan yang sebesar besarnya merupakan
karakteristik sebuah industri, tidak terkecuali media. Segalanya akan
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan itu, hingga tidak jarang ditemui
konten media yang tidak berkualitas dan jauh dari kata mendidik. Bahkan,
saat ini media telah mengawinkan bisnis dan politik kedalam satu bagian
yang sangat penting dalam ranah publik dengan keuntungan yang akan
dipetik secara bersamaan.
E.4. Surat Kabar Online Sebagai Institusi Politik
“Siapa yang menguasai media dialah yang menguasai
dunia”, pernyataan ini sangat tepat untuk menggambarkan posisi media
yang memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi masyarakat,
bagaimana tidak jika apa yang dikatakan media dapat dengan mudah
diamini dan seringkali dijadikan kebenaran baru. Seperti yang dikatakan
oleh KH. Mustofa Bisri, Pengasuh Ponpes Raudatul Talibin, Rembang:
“Apa yang dikatakan pers hampir selalu dipercayai oleh publik. Begitu
hebatnya pers, sehingga seandainya siang dikatakan pers malam pun,
masyarakat (terutama yang lugu) akan mempercayainya”.19
Begitu besarnya pengaruh media massa terutama media
online terhadap kehidupan masyarakat, menjadikan media sebagai 19 Kun Wazis, op. cit hal 123 (Media Massa dan Kontruksi Realitas)
30
primadona baru bagi para segelintir elit yang haus kekuasaan. Keterkaitan
sistem media dan sistem politik telah disinggung oleh Gunter dan Mugham
(2008) yang menunjukakn perbedaan antar budaya yang besar. Meskipun
demikian tetap memiliki relasi dengan struktur, perilaku, dan kinerja.
Dibanyak negara, terdapat sektor publik media yang secara mutlak
dikendalikan oleh pemerintah dan terdapat beragam cara bagaimana
manajemen organisasi ini dimasuki kepentingan politik, bahkan di mana
media itu memiliki otonomi.20
Perkembangan media di Indonesia memanglah sangat pesat,
hal ini dapat terlihat dari banyaknya stasiun Tv, radio, koran, majalah,
hingga portal berita internet. Sayangnya media-media tersebut hanya
dimiliki beberapa orang saja atau disebut dengan konglomerasi media. Para
pemilik media ini memiliki ambisi yang kuat untuk dapat masuk kedalam
dunia politik dengan memanfaatkan media yang ia miliki. Seperti yang
terjadi pada momen PILPRES 2014 para politikus merangkul para pemilik
media untuk bergabung dalam partainya, hal ini bertujuan untuk
mempermudah jalan partai politik dalam meraih pamor melalui media yang
memberitakan secara terus menerus tentang partai ataupun figure partai
politik.
Halin dan Mancini (2004) menyebutkan terdapat tiga model
fundamental hubungan antara system media dan system politik nasional: 20 Denis McQuail, op. cit hal 270 (Teori Komunikasi Massa McQuail “McQuail’s Mass
Communication Theory,)
31
(1) model liberal atau Atlantik Utara, (2) korporat demokratis atau Eropa
Utara, (3) pluralis yang terpolarisasi atau mediteran. Penjelasan tentang
ketiga model ini akan digambarkan dalam tabel dibawah ini:21
Tabel 1
Tiga Model Sistem Hubungan Media dan Politik (Halin dan Mancini
(2004)
Liberal Korporat
demokratis
Pluralis yang
terpolarisasi
Peranan Negara
terhadap media
Lemah Kuat (sejahtera) Kuat
Konsensus atau
polarisasi politik
Campuran Lebih banyak
konsessus
Lebih
terpolarisasi
Profesionalisme
jurnalisme
Rendah Tinggi Sedang
Pararelisme pers-
politik
Rendah Sedang Tinggi
Keberadaan
Clientelisme
Rendah Rendah Tinggi
21 Ibid, hal 271-272
32
Pemberitaan politik yang disajikan oleh media setiap hari
dan cenderung mendominasi pemberitaan media cetak dan elektronik
sesungguhnya tidak terlalu urgent untuk publik, namun publik hanya bisa
menerima konten pemberitaan dan mengkonsumsinya sebagai bentuk dari
pemenuhan kebutuhan akan informasi, karena media memililiki
kepentingan politik yang harus diupayakan melalui konten media tersebut.
E.5. Konstruksi Media tentang Realitas
Sejak era keterbukaan informasi publik pasca runtuhnya masa Orde
Baru hingga saat ini, media menjadi salah satu elemen penting di dalamnya,
tanpa keberadaannya mustahil kiranya informasi dapat tersalurkan kepada
masyarakat. Karena baik cetak maupun elektronik media merupakan tempat
paling efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi kepada publik.
Bukan berarti, keberadaan media semata-mata sebagai wadah penyampaian
segala bentuk informasi atau berita yang sesuai fakta di lapangan, ada
beberapa bagian yang sengaja ditonjolkan dan juga dikaburkan untuk
mempengaruhi pola pikir audiensnya, hal ini bertujuan untuk menggiring
opini publik sesuai dengan kepentingan atau ideologi media. Inilah yang
dimaksut dengan konstruksi realitas.
Kenyataan bahwa informasi yang disampaikan media
merupakan hasil dari sebuah konstruksi realitas berdasarkan ideologi dan
kepentingan para pemangku modal, maka tidak berlebihan jika beberapa
kalangan meragukan kebenaran isi berita dari suatu media. Karena telah
33
menjadi rahasia umum, khususnya di Indonesia media telah menjadi lahan
basah para kaum kapaitalis untuk mendapatkan keuntungan sebesar
besarnya tanpa memperhatikan konten media, selain itu media juga menjadi
ajang pencintraan untuk menaikkan pamor politisi atau partai politik yang
beberapa juga sebagai pemilik modal media, seperti yang dikatakan Berger
dan Luckmann, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang yang
hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan.22
Istilah konstruksi atas realitas sosial mulai diperkenalkan
oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann pada tahun 1966 dalam
bukunya yang berjudul The Sosial Construction of Reality: A Treatise in the
Sociological of knowledge. Dalam bukunya ia menggambarkan proses sosial
dalam tindakan dan interaksi, di mana individu menciptakan secara terus
menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.23
Asal muasal konstruksi sosial dari falsafah konstruktivisme
yang dimulai dari gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld,
konstruksi kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang
secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. 24 terdapat tiga
macam konstruktivisme: pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme
hipotesis; ketiga, konstruktivisme biasa.25
22 Burhan Bungin , Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), hal. 86. 23 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada, 2008), hal 13. 24 Ibid, hal 13 25 Ibid, hal 14
34
Kajian tentang konstruksi sosial telah memunculkan banyak
gagasan dari para ahli. Misalnya gagasan Berger dan Luckmann tentang
konstruksi sosial yang berseberangan dengan gagasan Derrida ataupun
Habermas dan Gramsci, namun gagasan tersebut membentuk dua kutub
dalam satu garis linier, dimana menurut Derrida dan Habermas yaitu
dekonstruksi sosial dan menurut Berger dan Luckmann yaitu konstrusi
sosial. Kajian dekontruksi sosial menempatkan konstruksi sosial sebagai
objek yang didekonstruksi, sedangkan kajian konstruksi sosial menggunakan
dekonstruksi sebagai bagian analisisnya tentang bagaimana individu
memaknakan konstrusi sosial tersebut. Dengan demikian kedua gagasan ini
akan hadir dalam perbincangan mengenai realitas sosial.26
Max weber melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial
yang memiliki makna subjektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan
motivasi. Weber mengatakan, apabila yang dimaksut subjektif dari perilaku
sosial membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan
orang lain dan mengarahkan kepada subjektif itu. Perilaku itu memiliki
kepastian kalau menunjukkan keseragaman dengan perilaku pada umumnya
dalam masyarakat.27 Berger dan Luckmann mengatakan realitas sosial
dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan
dunia sosiokultural sebagai produk manusia, objektivasi yaitu interaksi
sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau
mengalami proses institusionalisasi, dan proses internalisasi yaitu proses 26 Burhan Bugin, op. cit hal 90 (Penelitian Kualitatif) 27 Ibid, hal 82
35
yang mana individu mengidentifikasian dirinya dengan lembaga-lembaga
sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya.28
Menurut Burhan Bugin (2010), Proses kelahiran konstruksi
sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut (1) tahap
menyampaikan materi konstruksi, pada tahapan ini redaktur bertugas
mempersiapkan materi konstruksi sosial, sesuai dengan visi dan kebutuhan
media, (2) tahap sebaran konstruksi, dalam tahap ini media menggunakan
model satu arah terutama media cetak, untuk media elektronik, bisa
dilakukan dua arah meskipun agenda seting tetap dilakukan media.
Seringkali media memberikan informasi sementara masyarakat tidak
memiliki pilihan, (3) tahap pembentukan konstruksi, setelah informasi
sampai kepada publik, terjadi pembentukan konstruksi dengan melalui tiga
tahap yaitu: a. konstruksi realitas pembenaran, dimana informasi media
massa sebagai sebuah otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian, b.
kesediaan dikonstruksi oleh media, pilihan menjadi pembacanya, berarti
pikirannya bersedia dikonstruksi oleh media massa, c. sebagai pilihan
konsumtif, pembaca akan menjadikan kebiasaan untuk mengkonsumsi
media tersebut. Dan tahapan kelahiran konstruksi soaial yang terakhir adalah
(4) tahap konfirmasi dalam tahapan ini sangat penting bagi media karena
memberikan agrumentasi terhadap alasan konstruksi sosial, sedangkan bagi
pembaca tahapan ini merupakan bagian dalam penjelasan mengapa mau
terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.
28 Burhan Bungin, op. cit hal 8 (Penelitian Kualitatif)
36
Keberadaan media di era masyarakat informasi seperti saat
ini menjadi alat yang efektif untuk mengkonstruksi sebuah realita.
Konstruksi realitas terjadi tidak hanya dipengaruhi latar belakang wartawan
dalam memandang sebuah realita melainkan juga dari ideology, kepentingan
ataupun visi ekonomi dan politik pemilik media dan peran masyarakat yang
mengkonsumsi media tersebut dengan penuh kesadaran.
E.6. Konstruksi Sosial Dalam Paradigma Konstruktivisme
Peter L, Berger dan Luckmann dalam bukunya yang
berjudul “The Social Construction of Reality (1966)”, memperkenalkan
istilah konstruksi atas realitas sosial, mereka menggabarkan proses sosial
melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara
terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara
subyektif. 29 hal ini terjadi karena sifat manusia yang dinamis dan selalu
berkembang dalam setiap generasi.
Gagasan awal mengenai konstruktivisme telah dimulai oleh
seorang epistemology Italia yaitu Giambatissta Vico, dalam “De
Antiquissima Italorum Sapientia” pada tahun 1710 ia mengungkapkan
filsafatnya bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah
tuan dari ciptaan. Vico menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti
“mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Hal ini berarti seseorang itu
baru mengetahui sesuatu apabila ia menjelaskan unsur-unsur apa yang
29Burhan Bungin, loc cit (Konstruksi Sosial Media Massa, hal 13)
37
membangun sesuatu itu. Menurutnya hanya Tuhanlah yang dapat mengerti
alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari
apa Dia membuatnya, sementara itu manusia hanya dapat mengetahui
sesuatu yang telah dikonstrusikannya.30
Terdapat tiga macam kontruktivisme, pertama
konstruktivisme radikal yang hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh
dunia pikiran kita yang tidak selalu representasi dunia nyata, kaum ini juga
mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai
kriteria sebuah kebenaran. Bagi mereka pengetahuan tidak merefleksikan
suatu realitas ontologis objektif, namun sebagai sebuah realitas yang
dibentuk oleh pegalaman seseorang. Kedua realisme hipotesis, Pandangan
kaum ini bahwa pengetahuan merupakan hipotesis dari struktur realitas yang
mendekati realitas dan menuju pada pengetahuan yang hakiki. Ketiga,
konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu dan pengetahuan
individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas
objek dalam dirinya sendiri. Terdapat persamaan dari ketiga konstruktivisme
diatas, bahwa konstruktvisme merupakan hasil dari kerja individu untuk
menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antar
individu dengan invidu lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya,
kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang
dilihat berdasarkan pengetahuan sebelumnya yang telah ada, yang disebut
30 Ibid, hal 13
38
oleh Piaget sebagai skema. Dan Konstruktivisme seperti inilah yang oleh
Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.31 Penjelasan Berger
dan Lukmann tentang realitassosial adalah dengan memisahkan pemahaman
tentang kenyataan yang diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam
realitas yang diakui memiliki keberasaan (being) dan tidak tergantung
kepada kehendak sendiri dan pengetahuan sebagai kepastian bahwa realitas
itu nyata (real) yang memiliki karakteritik sendiri.
Suatu hal yang terbentuk dimasyarakat merupakan hasil dari
definisi subjektif melalui proses interaksi sosial yang terlihat seperti nyata
secara objektif. Objektivitas akan bisa terjadi melalui penegasan berulang-
ulang yang diberikan dan memiliki definisi subjektif yang sama. pada
dasarnya manusia menciptakan dunia dengan pandangan hidup yang
menyeluruh, pemberian legitimasi dan mengatu bentuk-bentuk sosial serta
memberikan pada berbagai aspek kehidupan mereka.
Seperti yang dikatakan oleh Berger dan Lukmann bahwa
proses dialketika antara invidu menciptakan masyarakat dan masyarakat
menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi,
objektivasi, internalisasi.32
Seperti yang telah dijelaskan pada penjabaran diatas, ketiga
konsep Berger dan Lukmann yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi merupakan simultan untuk menjelaskan dialektika antara diri
sendiri dalam berinteraksi dengan individu lainnya juga dunia sosiokultural,
31 Ibid, hal 14 32 Ibid, hal 15
39
hal ini akan memunculkan suatu proses konstruksi sosial yang dilihat dari
segi asal muasalnya merupakan hasil ciptaan manusia, yakni buatan
interaksi inter-subjektif, dari ketiga tahap dialektika ini juga dapat terlihat
realitas sosial.
Eksternalisasi
Eksternalisasi (penyesuaian diri) merupakan bagian penting
dalam kehidupan manusia dan dunia sosiolukturalnya karena
eksternalisasi terjadi pada tahapan paling mendasar dalam proses
dialeketika pada perilaku interaksi antar individu dengan produk –
produk sosial masyarakat. Maksud dari proses ini adalah ketika
sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam
masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk
sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk
melihat dunia luas.33 Seperti halnya sebuah media massa yang saat
ini telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat untuk mengetahui informasi dari segala
penjuru dunia. Dapat disimpulkan bahwa tahap eksternalisasi ini
berlangsung ketika individu mengeksternalisasikan (penyesuaian
diri) pada produk sosial yang tercipta kedalam dunia
sosiokulturalnya sebagai bagain dari produk manusia
Objektivasi
33 Ibid, hal 16
40
Pada tahapan yang kedua ini, sebuah produk sosial terjadi
dalam dunia intersubyektif masyarakat yang dilembagakan dan
berada pada proses institusional, sedangkan individu Berger dan
Lukmann mengatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk
kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya
maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama.
Proses objektivasi juga terjadi melalui penyebaran opini
sebuah produk sosial yang berkembang dimasyarakat, sehingga
dalam proses ini tidak harus bertatap muka antar individu dengan
produsennya. Berger dan Lukmann mengatakan bahwa, sebuah
tanda (sign) dapat dibedakan dari objektivasi-objektivasi lainnya,
karena tujuannya yang eksplesit untuk digunakan sebagai isyarat
atau indeks bagi pemaknaan subjektif,34 dengan demikian
pembuatan tangda atau pembuatan signifikasi dalam tahap
objektivasi merupakan hal terpenting, selain itu bahasa juga
memegang peranan penting dalam objektivasi terhadap tanda-tanda.
Seperti yang dikatakan oleh Berger dan Lukmann, bahasa
merupakan alat simbolis untuk mengsignifikasidimana logika
ditambahkan secara mendasar kepada dunia sosial yang
diobjektivasi.
34 Ibid, hal 17
41
Internalisasi
Internalisasi merupakan dasar, pertama bagi pemahaman
mengenai “sesama saya”, yatu pemahaman individu dan orang lain,
kedua bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang
maknawi dari kenyataan sosial. Berger dan Lukmann dalam tahap
ini berpendapat, bagaimanapun juga ,dalam bentuk internalisasi
yang kompleks, individu tidak hanya memahami proses proses
subjektif orang lain yang berlangsung sesaat, individu memahami
dunia dimana ia hidup dan dunia itu menjadi dunia individu
sendiri.35 Ini artinya bahwa individu tidak hanya memahami
kenyataan sosial melalui definisi individu lainnya, namun mereka
juga mendefinisikan secara timbal balik, sehingga mereka hidup
berpartisipasi dengan keberadaan individu lainnya yang tidak hanya
hidup dalam dunia yang sama, setelah pada tahapan inilah individu
menjadi anggota sosial.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
realitas sosial dikontruksikan melalui tiga proses dialektika yaitu
eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi, dan konstrusi sosial
tidak berlangsung begitu saja melainkan banyak kepentingan-
kepentingan yang terdapat dibelakangnya. Kondisi seperti inilah
yang kemudian menjadi hegemoni pola pikir masyarakat, melalui
informasi yang dibuat yang akhirnya dapat diterima masyarakat
35 Ibid, hal 20
42
meskipun berdampak pada penindasan intelektual dan kultural
masyarakat. seperti yang dikatakan oleh Lash bahwa gejala seperti
itu merupakan produk dari keberadaan rezim pemaknaan (regime
of significance)yang cenderung melakukan dominasi dan hegemoni
makna atasberbagai peristiwa, pengetahuan, kesadaran, dan wacana.
Rezim yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki
kekuasaan formal sebagai representasi dari penguasa.36
E.7. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Konstruksi Media Tentang
Realitas
Proses produksi berita sebuah media terjadi dalam sebuah
tempat yang sering disebut dengan newsroom, dalam ruangan inilah
pengaruh, kepentingan dan pemaknaan terhadap sebuah peristiwa terjadi
sesuai dengan representasi media, sebelum akhirnya akan diproduksi dan
diditribusikan kepada khalayak ramai.
Pamela J. Shoemaker dam Stephen D. Reese,
mengidentifikasi lima faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
dalam ruang pemberitaan:37
1. Level individual
Pada faktor ini melihat sejauh mana pengaruh aspek
personal misalnya jenis kelamin, umur, atau agama akan
mempengaruhi apa yang akan ditampilkan dan disampaikan kepada
khalayak. Selain aspek personalitas, aspek profesionalisme juga turut
36 Ibid, hal 24 37 Agus Sudibyo, op.cit hal 7 (Politik Media dan Pertarungan Wacana}
43
mempengaruhi pemahaman pengelola media. Latar belakang
pendidikan dan kecendurangan terhadap suatu hal juga akan
mempengaruhi pemberitaan media.
2. Level Rutinitas Media
Rutinitas media berhubungan dengan dua mekanisme
terbentuknya suatu berita yang pertama adalah proses penentuan
berita dan yang kedua adalah bagaimana berita dibentuk, dalam
proses penentuan berita setiap media memiliki prosedur standart dan
ukuran sendiri-sendiri tentang apa yang disebut dengan berita, kriteria
berita yang baik dan tidak baik, yang layak ataupun tidak layak untuk
ditampilkan kepada khalayak. Sedangkan dalam proses mekanisme
bagaimana berita itu dibentuk lebih menjelaskan bagaimana berita
akan diproduksi, misalnya siapa yang akan meliput, bagaimana cara
pendelegasiannya, siapa yang akan menulis beritanya, melalui proses
dan tangan siapa sajasebuah tulisan sebelum sampai ke proses
pencentakan, siapa editornya, seperti apa gambar penunjangnya, dst.
3. Level Organisasi
Level ini sangat berhubungan dengan struktur organisasi
dalam sebuah media. Pada level ini wartawan bukanlah orang tunggal
dalam sebuah organisasi media, mereka merupakan komponen kecil
dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen juga
memiliki kepentingan, misalnya bagian redaksi menginginkan agar
berita tertentu yang disajikan, namun bagian sirkulasi mengingikan
44
berita lain yang ditonjolkan karena telah terbukti menaikkan
penjualan. Setiap komponen memang tidak selalu sejalan, namun
setiap organisasi media memiliki tujuan dan filosofi organisasi
sendiri, berbagai komponen tersebut akan mempengaruhi bagaiman
seharusnya wartawan beriskap dan bagaimana juga peristiwa
disajikan menjadikan sebuah berita. Level ini juga dapat menjelaskan
munculnya kecenderungan media era reformasi yang mengedepankan
berita politik yang tajam, sensational, bahkan bombastis. Hal ini juga
dipengaruhi dengan dominasi marker regulation yang membutuhkan
sajian seperti itu untuk menarik perhatian khalayak dan pengiklan.
4. Level Ekstramedia
Level ekstramedia ini berhubungan dengan faktor diluar
lingkungan media, meskipun demikian tetap memiliki pengaruh
terhadap pemberitaan media. Berikut merupakan faktor-faktor
lingkungan luar media:
Sumber Berita
Di sini sumber berita dipandang bukanlah pihak netral yang
memberikan informasi apa adanya, mereka akan memberikan
informasi yang sekiranya menguntungkannya saja dengan tujuan
mendapatkan opini publik yang menguntungkan sumber berita.
Kepentingan sumber berita ini seringkali tidak disadari oleh
media, sehingga seringkali media menjadi corong sumber berita
untuk menyampaikan apa yang dirasakan sumber berita.
45
Sumber Penghasilan Media
Kenyataan bahwa uang yang harus digelontorkan media setiap
harinya tidak sedikit, maka media harus survive dan berfikir keras
bagaimana mendapatkan uang untuk menutup kebutuhan yang
sangat besar itu. Salah satunya adalah dengan menyediakan space
iklan bagi pengusaha yang ingin produknya gampang dikenali
oleh khlayak , dan dari iklan inilah sumber penghasilan terbesar
media, sumber lainnya didapat dari pelanggan/ pembeli media.
Namun, ada kalanya pengiklan memasukkan kepentingannnya
kedalam media dan memaksa untuk mengembargo berita yang
merugikaannya. Faktor sumber berita juga dapat menjelaskan
kecenderungan media seperti majalah Garda yang menampilkan
berita-berita yang memihak kepda Soeharto dan Orde Baru, dalam
konteks ini, dapat dikatakan bahwa semakin kuat dukungaan
terhadap Soeharto atau sebaliknya maka akan semakin besar pula
kemungkinan Garda akan dibeli pembacanya.
Pihak Eksternal
Pihak eksternal yang dimaksut disini adalah pemerintah dan
lingkungan bisnis. Dalam Negara yang otoriter memegang peran
yang paling dominan dalam menentukan berita apa yang akan
disajikan. Pemeritah merupakn pemegang lisensi dalam
penerbitan, apabila media ingin tetap dan bisa terbit maka harus
menuruti kemauan pemerintah yang otoriter. Kondisi seperti ini
46
pernah terjadi di Indonesia pada jaman Presiden Soeharto, namun
hal sebaliknya telah terjadi sekarang dimana Indonesia menjadi
Negara yang demokratis, sehingga pemerintah tidak lagi ikut
campur dalam isi media, tetapi justru pengaruh terbesar datangnya
dari lingkungan bisnis dan pasar.
5. Level Ideologi
Berbeda dengan keempat level diatas yang tampak kongkrit,
pada level ideologi ini tampak abstrak yang berhubungan dengan
konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Ideologi
ini dapat diartikan juga sebagai kerangka berfikir atau kerangka
referensi tertentu yang dipakai untuk melihat realitas dan bagaimana
mereka menghadapinya. Pada level ini akan dilihat lebh kepada
yang berkuasa dimasyarakat dan bagaimana media menentukan.
Media sejatinya merupakan cerminan masyarakat, pandangan-
pandangan masyarakatlah yang digunakan pengelola media untuk
menyikapi perkembangan isu-isu yang terjadi.
F. Definisi Konseptual
Konsep Shoemaker dan Stephen terkait pengaruh konstruksi media
adalah sebagai berikut38: pertama, faktor individual berhubungan dengan latar
belakang professional dari pengelola media seperti jenis kelamin, umur, agama
dan lain-lain akan mempengaruhi apa yang akan disampaikan kepada khalayak
38 Ibid, hal 7
47
ramai, tidak hanya itu kecenderungan politik pengelola media juga bisa
mempengaruhi pemberitaan.
Kedua konsep rutinitas media pada kajian konstruksi media ini
adalah berkaitan dengan bagaimana sebuah media cetak, elektronik maupun
online memutuskan bagaimana mekanisme suatu berita akan dibentuk sampai
ditampilkannya berita tersebut, tentunya setiap media memiliki mekanisme
yang berbeda-beda.
Tiga, stuktur organisasi dalam sebuah media massa akan dapat
menjelaskan kecenderungan sebuah media dalam menampilkan sebuah berita
karena juga dipengaruhi oleh dominasi marker regulation. Pada level ini akan
dapat menjelaskan munculnya kecenderungan pers era reformasi dalam
menampilkan berita-berita yang sensasional.
Empat, faktor ekstramedia merupakan konsep yang sangat
berhubungan dengan lingkungan luar media, faktor lingkungan luar itu adalah
sumber berita, sumber penghasilan media, dan pihak eksternal. Meskipun
berada dilingkungan luar, namun level ini mampu mempengaruhi peberitaan
Kelima, Ideologi merupakan konsep yang tidak kongkrit karena
berhubungan bagaimana seseorang menafsirkan sebuah realitas, konsep
ideologi juga akan dapat melihat siapa yang berkuasa di masyarakat.
Media Online adalah media massa generasi ketiga setelah media
cetak seperti Koran, tabloid, majalah, buku dan media elektronik yaitu televisi,
48
radio, film, dan video.39 Media online menyajikan data maupun informasi
dalam bentuk online yang terdapat dalam situs website.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2003 Pasal 1 Angka 6 Tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, calon presiden dan wakil
presiden adalah peserta pemilu Presiden dan Wakil presiden yang diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi
persyaratan.40
Kampanye pemilihan presiden (pilpres) merupakan kegiatan yang
dilakukan pada periode kampanye pemilihan. Kampanye pemilihan merupakan
upaya sistematis untuk mempengaruhi khalayak, terutama calon pemilih.
Tujuan dari kampanye sendiri adalah supaya calon pemilih memebrikan
suaranya kepada kandidat yang sedang berlaga dalam pemilihan presiden,
gubernur, walikota, dll.
Analisi framing versi Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki pada
dasarkan akan mengoprasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai
perangkat framing yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi
diatas akan mempertautkan sematik narasi berita dalam suatu koherensi global.
Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi
sebagai pusat organisasi ide. 41
39 http://mediatajir.blogspot.com/2012/11/pengertian -media-online.ht,l?m=1 (diakses pada tgl 17 Februari 2015 jam 08.47) 40 http://penelitihukum .org/tag/pengertian-pasangan-calon-presiden-dan wakil-presiden/ (diakses pada tgl 17 Februari 2015 jam 09:01) 41 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hal 163
49
G. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah analisi
framing. Framing pertama kali dikenalkan oleh Baterson pada tahun 1955,
awalnya Frame dimaknai sebagai struktur konsepual kepercayaan yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta menyediakan
kategori-kategori standart yang mengapresiasi realitas. Pada tahun 1974
Goffman memperbaharui konsep ini dengan mengandaikan frame sebagai
kepingan – kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu
dalam membaca realitas. Dalam prespektif komunikasi sendiri, analisis framing
digunakan untuk membedah cara-cara ataupun ideology media saat
mengkonstruksi fakta.42
G.1. Pendekatan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses sosial
suatu fenomena sosial dimaksud adalah mengungkapkan peristiwa emik
dan kebermaknaan fenomena sosial itu dalam pandangan objek-subjek
sosial yang diteliti.43 Sedangkan menurut Mayer dan Greenwood,
penelitian kualitatif deskriptif semata-mata mengacu pada identifikasi
sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia,
benda atau peristiwa.44
42 Ibid, hal 162 43 Burhan Bugin, Op Cit hal 153 (Penelitian Kualitatif) 44 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2012) hal, 27
50
Melalui pendekatan jenis kualitataif deskriptif inilah,
peneliti bermaksud ingin menjabarkan bagaimana sebuah media
mengkontruksi sebuah realitas, sehingga akan tergambarkan dengan
cermat suatu gejala atau masalah yang diteliti, dengan tetap fokus pada
pertanyaan dasar “bagaimana” untuk berusaha mendapatkan dan
menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap.
G.2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian yaitu Detik.com yang tergabung dalam
Trans Corp milik Chairul Tanjung dan Inilah.com dalam PT Indonesia
News Center milik Muchlis Hasyim Jahja.
Objek penelitian merupakan teks-teks berita yang terdapat di
Detik.com dan Inilah.com pada edisi 3 – 5 Juli 2014
G.3. Sumber dan Cara Memperoleh Data
Sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber
dokumen, dan untuk memperoleh data peneliti menggunakan dua jenis
data yaitu:
1. Data Primer
Sumber data primer merupakan suatu objek atau dokumen
original-material mentah dari pelaku yang disebut “first-hand
information”. Data yang dikumpulkan dari situasi actual ketika
peristiwa terjadi dinamakan data primer. Sumber data primer antara
lain meliputi dokumen, hasil eksperimen (artikel-artikel, karangan
ilmiah), dan statistik, lembaran-lembaran penulisan kreatif dan objek-
51
objek seni.45 Dalam penelitian kali ini data primer merupakan artikel
yang berasal dari dokumen yang diteliti yaitu portal berita online
Detik.com dan Inilah.com edisi 3 – 6 Juli 2014.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari
tangan kedua atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum
penelitian dilakukan.46 Sumber data sekunder ini berupa artikel-
artikel dalam surat kabar, buku, majalah, dan juga internet.
G.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
adalah dengan mengumpulakan artikel berita pada Detik.com dan
Inilah.com yang berkaitan dengan calon presiden Joko Widodo pada edisi
3-5 Juli 2014 dan artikel-artikel yang berhubungan dengan kedua media
tersebut, kemudian peneliti memahami artikel-artikel tersebut dan
mencari bagian-bagian tertentu atau yang mendukung penelitian agar bisa
dkelompokkpada elemen-elemen yang ada pada analisi framing modeng
Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki, dan terakhir mengutip bagian-
bagian tersebut sesuai dengan elemen yang ada di analisi framing Pan dan
Kosicki
G.5. Teknik Analisi Data
Teknik analisi data yang dilakukan oleh peneliti adalah
dengan menggunakan analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald
45 Ulber Silalahi, op. cit hal 289 (Metode Penelitian Sosial) 46 Ibid, hal 291
52
M. Kosicki. Dalam kajian ilmu komunikasi framing telah digunanakan
secara luas untuk menggambarkan proses pemilihan serta penonjolan
realita oleh media. Konsep tentang framing pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1955 oleh Baterson yang kemudian dikembangkan lebih jauh
oleh Goffman pada tahun 1974. Mulanya Baterson memaknai frame
sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang
menyediakan kategori standar untuk mengapresiasi realitas, yang
kemudian dikembangkan bahwa frame sebagai kepingan-kepingan
perilaku (strips of behaviour)yang membimbing individu dalam membaca
realitas.
Kuasa penuh media atas penonjolan dan pengaburan dalam
memaknai objek wacana, menjadi dasar dari asumsi dari analisis framing
bahwa isi berita mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan
berbagai macam isu yang akan hadir di masyarakat. Dalam kontek inilah
kemudian menimbulkan perang simbol antara pihak-pihak yang
berkepentingan atas suatu berita tertentu.
Kaitannya dengan sistem politik, Entman mengatakan
framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi politik, karena
frame menuntut perhatian terhadap beberapa elemen dari realitas dengan
mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak
memiliki reaksi berbeda. Entman menambahkan, framing memainkan
53
peran utama dengan mendesak kekuasaan politik, dan frame dalam teks
berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak.47
Pendapat lain mengatakan, G.J. aditjondro mendefinisikan
framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang
suatu peristiwa tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara
halus dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dan
dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Iya juga
berpendapat bahwa proses framing merupakan bagian tak terpisahkan
dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja dibagian
keredaksian media dan juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus
tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi
yang akan ditonjolkan dengan mengaburkan sisi lainnya untuk mendapat
dukungan dari masyarakat.48 Dengan demikian proses konstruksi realitas
dengan framing yang dilakukan oleh media bertujuan untuk
menonjolakan satu aktor dimana aktor lainnya disembunyikan,
menampilkan aspek lainya dengan mengaburkan aspek-aspek yang lain.
G.6. Analisis Framing Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki
Dua model tentang perangkat framing yang kerap digunakan
sebagai metode framing yang pertama model Zhongdan Pan dan M.
Kosicki dan yang kedua adalah model Gamson dan Modigliani. Namun
pada kesempatan ini metode framing yang digunakan adalah milik Pan
dan Kosicki. Dalam tulisannya “Framing Analysis : An Approach to
47 Alex Sobur, op. cit hal 164 (Analisis Teks Media) 48 Ibid, hal 166
54
news Discourse”, mereka mengoprasikan empat dimensi stuktural teks
berita sebagai perangkat framing yaitu Sintaksis, Skrip, tematik, dan
retoris dan berikut adalah penjelasannya:49
1. Stuktur sintaksis
Struktur sintaksis diamati dari bagan berita yang terdiri atas
headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang
dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, dan sebagainya.
2. Struktur skrip
Pada bagian ini akan melihat bagaimana strategi bercerita
atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa.
3. Stuktur tematik
Struktur ini berhubungan dengan cara wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proposisi,
kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan
4. Struktur retoris
Struktur ritoris dari sebuah berita berhubungan dengan cara
wartawan menekankan arti tertentu dengan menggunakan pilihan
kata, idiom, grafik, dan gambar untuk menonjolkan sisi tertentu juga
untuk menunjukkan bahwa disampaikan merupakan kebenaran.
49 Ibid, hal 175
55
Tabel 2
Kerangka Framing Pan dan Kosicki
STRUKTUR PERANGAT FRAMING UNIT YANG
DIAMATI
SINTAKSIS
Cara wartawan
menyusun fakta
1. Skema Berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan,
sumber, pernyataan,
penutup
SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan fakta
2. Kelengkapan Berita 5 W+1H
TEMATIK
Cara wartawan
menulis fakta
3. Detail
4. Maksud kalimat,
hubungan
5. Niminalisasi antar
kalimat
6. Koherensi
7. Bentuk kalimat
8. Kata ganti
Paragraf, Proposisi
RETORIS
Cara wartawan
9. Leksikon
10. Grafis
11. Metaphor
Kata, idiom,
gambar/foto, grafik
56
menekankan fakta 12. Pengandaian
G.7. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data yang akan digunakan oleh peneliti
adalah trianggulasi. Teknik trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Denzin (1978) membedakan teknik trianggulasi menjadi empat bagian
sebagai teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik, dan teori.50 Bahwa trianggulasi merupakan cara terbaik
untuk me-recheck temuan seorang peneliti dengan cara
membandingkannya dengan sumber, metode, penyidikan, dan teori
dengan melakukan jalan sebagai berikut:
1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data
3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data
dapat dilakukan.51
50 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2011) hal 330 51 Ibid, hal 332
top related