bab i pendahuluan 1.1 latar...
Post on 19-Aug-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk pasti membutuhkan lahan atau tempat, sesuai
dengan definisi penduduk yakni kumpulan manusia yang menempati wilayah
geografi dan ruang tertentu. Semakin besar pertumbuhan penduduk maka semakin
luas lahan atau wilayah atau ruang yang dibutuhkan. Sejalan dengan semakin
besar pertumbuhan pangan maka semakin luas lahan pertanian yang dibutuhkan
(Malau, 19 Juni 2013 dalam harian Analisa).
Teori Malthus menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-
tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak
dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi
ini (Mantra, 2003). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju
pertumbuhan penduduk Indonesia selama periode 2000-2010 lebih tinggi bila
dibanding periode 1990-2000. Disebutkan laju pertumbuhan penduduk periode
2000-2010 sebesar 1,49 persen, lebih tinggi bila dibandingkan periode 1990-2000
sebesar 1,45 persen. Hasil sensus tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia
sebanyak 237,56 juta orang. Itu artinya Indonesia membutuhkan lahan untuk
memenuhi kebutuhan pangan 237,56 juta orang. Pertumbuhan penduduk yang
tinggi akan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan lahan dan alih fungsi lahan
demi memenuhi kebutuhan pangan dan tempat tinggal jumlah manusia yang
semakin banyak.
Alih fungsi lahan atau perubahan penggunaan lahan mengakibatkan
adanya dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang terjadi yaitu lahan
menjadi semakin produktif. Pada dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan
lingkungan, bencana alam, dan menurunnya produktifitas lahan. Dampak negatif
yang terjadi akibat alih fungsi lahan seharusnya bisa diantisipasi dan diminimalisir
apabila terdapat perencanaan penggunaan lahan yang tepat sesuai dengan arahan
fungsi pemanfaatan lahan. Arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan upaya
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
penataan suatu wilayah menjadi suatu kawasan-kawasan dengan fungsi berbeda-
beda sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan teknologi juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan
arahan fungsi pemanfaatan lahan dan penyajian informasi penggunaan lahan,
yaitu dengan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Penginderaan jauh merupakan cara memperoleh informasi atau pengukuran pada
obyek atau gejala, dengan menggunakan sensor dan tanpa ada hubungan langsung
dengan obyek atau gejala tersebut (Sutanto, 1979). Arronoff (1989) mengartikan
SIG sebagai sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang
mampu memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali),
memanipulasi dan analisis data, dan memberi uraian.
Penggunaan teknologi Penginderaan jauh dan SIG ini memberikan
manfaat yang cukup banyak, diantaranya menghemat tenaga, waktu, dan biaya.
Seperti yang dikemukakan oleh Lillesand and Kiefer (1994) dengan menggunakan
teknologi penginderaan jauh, obyek yang luas dapat diteliti tanpa harus
mengadakan penjelajahan seluruh areal, sehingga akan efisien dan efektif bila
dibandingkan dengan cara konvensional.
Kajian perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan dalam satuan
pemetaan wilayah administratif kecamatan ataupun kabupaten, tetapi juga dapat
dilakukan dalam satuan pemetaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Penggunaan
lahan yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan lahan seperti erosi dan
sedimentasi yang pada akhirmya akan mempengaruhi kualitas air pada suatu DAS
(Wahyuningrum dan Wardojo, 2009).
Sub DAS Tajum merupakan salah satu sub DAS yang berada di DAS
Serayu Hilir. Luas daerah tangkapan air Sub DAS Tajum menurut BPDAS Serayu
Opak Progo yaitu ±48.514,6 Ha. Menurut Balai Penelitian Teknologi Kehutanan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPTKPDAS) Surakarta, besar angkutan
sedimen di Kali Tajum pada tahun 1988 sebesar 11,38 Ton/Ha/tahun dan pada
tahun 1997 sebesar 88 Ton/Ha/tahun. Hal tersebut menunjukan adanya
peningkatan erosi-sedimentasi yang cukup signifikan dari tingkat bahaya erosi
sangat ringan sampai sedang dalam kurun waktu 10 tahun.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Tabel 1.1 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
No Kelas TBE Kehilangan Tanah
(ton/ha/th)
Keterangan
1. I <15 Sangat Ringan
2. II 16 – 60 Ringan
3. III 60 – 180 Sedang
4. IV 180 – 480 Berat
5. V >480 Sangat Berat
Sumber : Departemen Kehutanan, 1998 dalam Herawati, 2009 (Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam)
Daerah tangkapan air Sub DAS Tajum berada di wilayah administrasi
kabupaten Banyumas, yang meliputi 10 kecamatan yaitu Ajibarang, Wangon,
Gumelar, Lumbir, Jatilawang, Rawalo, Purwojati, Pekuncen, Patikraja dan
Cilongok. Semua kecamatan tersebut termasuk kedalam daerah bencana rawan
longsor dikabupaten Banyumas. Agung (Satelit News, 5 April 2013)
menyebutkan 17 kecamatan di kabupaten Banyumas termasuk daerah rawan
longsor diantaranya Pekuncen, Gumelar, Lumbir, Wangon, Ajibarang, Cilongok,
Purwojati, Banyumas, Somagede, Kemranjen, Kebasen, Patikraja, Kedung
Banteng, Sumpiuh, Jatilawang, Tambak,dan Rawalo.
Permasalahan yang ada di Sub DAS Tajum merupakan indikasi adanya
penggunaan dan pemanfaatan lahan yang kurang tepat dan buruknya pengelolaan
DAS terpadu atau sinergitas yang buruk antar sektor dan kegiatan. Oleh karena itu
perlu untuk dilakukan adanya evaluasi penggunaan lahan terhadap arahan fungsi
pemanfaatan lahan, yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah
dalam menentukan kebijakan, agar produktifitas lahan bisa lebih optimal dan
tercipta kelestarian yang seimbang antar wilayah.
1.2 Perumusan Masalah
Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk sekarang ini
maka manusia akan melakukan pembangunan secara pesat pula untuk menunjang
keberlangsungan hidupnya yang meliputi tempat tinggal, perkantoran, industri,
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
lahan pertanian dan lain-lain. Adanya kebutuhan lahan yang meningkat tersebut
maka secara otomatis akan menuntut adanya perubahan penggunaan lahan,
perubahan akan mengakibatkan adanya dampak positif dan negatif. Dampak yang
tidak diharapkan setelah adanya perubahan penggunaan lahan tentunya berupa
dampak negatif seperti kerusakan lingkungan dan bencana alam.
Penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan yang kurang tepat juga sangat
berpengaruh terhadap kualitas suatu DAS. Sub DAS Tajum merupakan salah satu
Sub DAS di DAS Serayu yang memiliki beberapa masalah seperti erosi dan
sedimentasi yang cukup tinggi, dan hampir seluruh wilayahnya berada pada
daerah bencana rawan longsor. Masalah-masalah tersebut merupakan indikasi
adanya penggunaan lahan yang kurang tepat. Oleh karena itu pada Sub DAS
Tajum perlu untuk dilakukan evaluasi penggunaan lahan agar produktifitas lahan
bisa lebih optimal dan tercipta kelestarian yang seimbang antar wilayah.
1.3 Tujuan
Berdasarkan pada permasalahan dan judul yang dikemukakan di atas,
maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membuat peta penggunaan lahan sub DAS Tajum dengan interpretasi citra
Landsat 8
2. Mengetahui letak, luas, persebaran arahan fungsi pemanfaatan lahan sub
DAS Tajum
3. Melakukan evaluasi penggunaan lahan terhadap arahan fungsi
pemanfaatan lahan Sub DAS Tajum
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari penelitian ini:
1. Dapat dijadikan sumber informasi tentang Peta Penggunaan Lahan Sub
DAS Tajum yang terbaru
2. Dapat dijadikan masukan bagi pemerintah maupun instansi terkait dalam
menentukan kebijakan rencana tata ruang tentang pengeloaan DAS
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan
Arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan upaya penataan suatu
wilayah menjadi suatu kawasan-kawasan dengan fungsi berbeda-beda sesuai
dengan kemampuannya ( Hardjo, 2007).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837 Tahun 1980,
tentang kriteria dan cara penetapan hutan lindung, arahan
pemanfaatan/penggunaan lahan disusun berdasarkan faktor lereng lapangan, jenis
tanah menurut kepekaan terhadap erosi, intensitas curah hujan harian rata-rata.
Menurut menurut Keputusan Presiden RI No. 32 Tahun 1990 tentang pengeloaan
kawasan lindung, pemanfaatan lahan di Indonesia ditetapkan menjadi empat
kawasan yaitu Kawasan Lindung, kawasan penyangga, kawasan Budidaya
Tanaman Tahunan, dan kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman.
a. Kawasan Fungsi Lindung
Hutan lindung adalah kawasan yang karena keadaan dan sifat fisik
wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan
penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidrologi, yaitu tata
air, mencegah banjir dan erosi serta memelihara keawetan dan kesuburan
tanah, baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan
yang dipengaruhi di sekitarnya. Untuk menjaga agar hutan lindung dapat
berfungsi dengan sebaik-baiknya, maka didalam hutan lindung tidak
boleh dilaksanakan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi
tersebut.
b. Kawasan Fungsi Penyangga
Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat
berfungsi lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan
fungsi lindung dan kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi
terbatas, perkebunan (tanaman keras), kebun campur dan lainnya yang
sejenis.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
c. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Tahunan
Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan
budidaya yang diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan
Produksi Tetap, Hutan Tanaman Industri, Hutan Rakyat, Perkebunan
(tanaman keras), dan tanaman buah - buahan.
d. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman
Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan permukiman
adalah kawasan yang mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan
dengan tanaman semusim terutama tanaman pangan atau untuk
pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan fungsi budidaya
tanaman semusim, pemilihan jenis komoditi harus mempertimbangkan
kesesuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan.
1.5.2 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena
yang dikaji. Penginderaan jauh menurut Sutanto (1986), merupakan ilmu atau seni
untuk memperoleh informasi tentang obyek atau gejala dengan cara menganalisa
data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek. Karena
tanpa kontak langsung, maka diperlukan media supaya obyek atau gejala tersebut
dapat diamati dan didekati oleh si penafsir. Media ini berupa citra.
Citra adalah gambaran tenaga yang direkam dengan menggunakan piranti
penginderaan jauh (Ford, 1979, dalam Sutanto 1986). Terdapat dua jenis citra,
yaitu citra foto dan citra non foto. Pembeda dari kedua jenis citra tersebut adalah
jenis sensor, jenis detektor, dan proses perekamannya. Citra foto udara biasanya
dicetak dalam skala besar, sedangkan citra non foto biasanya dicetak dalam skala
kecil. Untuk dapat memahami prinsip penginderaan jauh, terdapat 5 komponen
yang terdapat pada sistem penginderaan jauh meliputi :
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
1. Matahari sebagai sumber energi utama karena temperaturnya tinggi
2. Atmosfer sebagai medium yang bersikap menyerap, memantulkan,
menghamburkan (scatter) dan melewatkan radiasi elektromagnetik
3. Obyek atau target di muka bumi yang diterima atau memancarkan
spektrum elektromagnetik dari dalam obyek tersebut
4. Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan
5. Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk menerima dan merekam radiasi
atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek
Perolehan data penginderaan jauh melalui satelit memiliki keunggulan
dari segi biaya, waktu serta kombinasi saluran spektral (band) yang lebih sesuai
untuk mampu mengaplikasikan (Danoedoro, 1996). Kekurangannya, sensor satelit
hanya mampu merekam perairan yang sangat dangkal yaitu kedalaman < 30 meter
dan kondisinya jernih.
1.5.2.1 Citra Landsat 8
Landsat 8 merupakan salah satu produk citra satelit penginderaan jauh
yang diluncurkan pada 11 Februari 2013, oleh NASA dan satelit ini dinamakan
Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk
citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia
antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai
pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal
sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth
Resources Observation and Science (EROS) Center. (http://geomatika.its.ac.id,
2013).
Sebenarnya landsat 8 lebih cocok disebut sebagai satelit dengan misi
melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi
yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik
resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang
maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan
yang menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta
nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra.
Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 mengorbit dengan
ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x
183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan
satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi
(sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup
kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang
dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan
hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.
Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager
(OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11
buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2
lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi
mirip dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap
band pada landsat 8 dibandingkan dengan landsat 7 seperti tertera pada tabel di
bawah ini :
Tabel 1.1 Perbandingan band landsat 7 dan 8
Sumber : NASA. “Landsat Data Continuity Mission Brochure”
Ada beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band landsat ini
khususnya pada band 1, 9, 10, dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat menangkap
panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada band yang sama pada
landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau
aerosol. Band 9 dapat digunakan untuk deteksi awan cirrus. Band thermal (kanal
10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi
dengan resolusi spasial 100 m.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
Gambar 1.1 Peta Citra Landsat 8 komposit 654 Sub DAS Tajum, DAS Serayu
1.5.3 Interpretasi Citra
Interpretasi citra (image interpretation) merupakan proses untuk
memperoleh informasi dengan citra sebagai sumber atau sebagai perantaranya
(Sutanto, 1979). Dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya
mengenali objek melalui tahapan kegiatan, yaitu deteksi, identifikasi, analisis.
Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan
digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi,
lingkungan hidup dan sebagainya. Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri
dari 2 proses, yaitu:
1. Pengenalan objek melalui proses deteksi, yaitu pengamatan atas adanya
suatu objek. Berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau
upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan
menggunakan alat pengindera (sensor). Untuk mendeteksi benda dan
gejala di sekitar kita, penginderaan tidak dilakukan secara langsung atas
benda, melainkan dengan mengkaji hasil reklamasi dari foto udara atau
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
satelit. Dalam identifikasi ada tiga ciri utama benda yang tergambar pada
citra berdasarkan cirri yang terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:
a. Spektral, ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga
elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.
b. Spatial, ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran,
bayangan, pola, tekstur, situs dan asosiasi.
c. Temporal, ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman.
2. Penilaian atas fungsi objek dan kaitan antar objek dengan cara
menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi
yang menuju kearah terorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari
penilaian tersebut. Pada tahapan ini interpretasi dilakukan oleh seorang
yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada
kemampuan penafsir citra.
Citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke dalam berbagai kepentingan
seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Interpretasi
citra berlandaskan 9 metode kunci interpretasi yang dijelaskan oleh Sutanto; 1986
sebagai berikut ini:
a. Rona
Rona (tone) mengacu ke kecerahan relatif obyek pada citra. Rona
biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan (gray scale), misalnya
hitam/sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah/putih. Apabila citra
yang digunakan itu berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan
ialah warna, meskipun penyebutannya masih terkombinasi dengan rona;
misalnya merah, hijau, biru, coklat kekuningan, biru kehijauan agak
gelap, dan sebagainya.
b. Bentuk
Merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja, contoh pengenalan obyek berdasarkan
bentuk; Bangunan Gedung: berbentuk I, L, U, tajuk pohon alma:
berbentuk bintang, Gunung berapi: berbentuk kerucut, dsb.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
c. Ukuran
Atribut obyek yang berupa panjang (sungai,jalan), luas (lahan), volume,
ukuran ini merupakan fungsi skala. Misalnya ukuran rumah berbeda
dengan ukuran perkantoran, biasanya rumah berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan bangunan perkantoran.
d. Tekstur
Frekuensi perubahan rona pada citra/ foto atau pengulangan rona pada
kelompok objek (permukiman) tekstur dinyatakan dengan kasar (hutan)
sedang (belukar) halus (tanaman padi, permukaan air).
e. Pola
Susunan keruangna merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek
bentukan manusia dan bagi beberapa objek bentukan alamiah, contoh;
pola teratur (tanaman perkebunan.Permukiman transmigrasi), pola tidak
teratur: tanaman di hutan, jalan berpola teratur dan lurus berbeda dengan
sungai yang berpola tidak teratur atau perumahan (dibangun oleh
pengembang) berpola lebih teratur jika dibandingkan dengan perumahan
diperkampungan.
f. Bayangan
Merupakan kunci pengenalan objek yang penting untuk beberpa jenis
objek, misalnya, untuk membedakan antara pabrik dan pergudangan,
dimana pabrik akan terlihat adanya bayangan cerobong asap sedangkan
gudang tidak ada.
g. Situs
Menjelaskan letak objek terhadap objek lain disekitarnya, contoh pohon
kopi di tanah miring, pohon nipah di daerah payau, sekolah dekat
lapangan olahraga, pemukiman akan memanjang di sekitar jalan utama.
h. Assosiasi
Diartikan sebagai unsur yang memperlihatkan keterkaitan antara suatu
obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan
sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Misalnya pada foto
udara skala besar dapat terlihat adanya bangunan berukuran lebih besar
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
daripada rumah, mempunyai halaman terbuka, terletak di tepi jalan besar,
dan terdapat kenampakan menyerupai tiang bendera (terlihat dengan
adanya bayangan tiang) pada halaman tersebut. Bangunan ini dapat
ditafsirkan sebagai bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera
dengan kantor (terutama kantor pemerintahan).
1.5.4 Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu komponen yang
terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya
manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan,
memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasi,
menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis
(Prahasta, 2001). Berbagai pengertian SIG antara lain sebagai suatu sistem
penanganan data keruangan. SIG adalah alat yang bermanfaat untuk
pengumpulan, penimbunan, pemanggilan kembali data yang diinginkan,
pengubahan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia
(Barrough, 1986 dalam Dulbahri,1993). Aronoff, 1989 menyebutkan bahwa SIG
memiliki empat kemampuan untuk menangani data yang mempunyai referensi
geografi sebagai berikut :
a. Masukan data
Data masukkan SIG terdiri dari dua macam, yaitu data grafis (spasial)
dan data atribut (tabular) yang kemudian disebut data dasar (database). Sumber
data dasar SIG secara konvensional dibagi tiga kategori, yaitu :
Data atribut yang berasal dari data statistik, sensus, catatan lapangan
dan data tabular lainnya.
Data grafis berasal dari peta analog, seperti foto udara dan citra
Data penginderaan jauh dalam bentuk digital yang dari perekaman
satelit, seperti Quickbird dan Ikonos.
Ketiga kategori data tersebut saling berkaitan dan disimpan dalam bentuk
penyimpanan digital.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
b. Manajemen data
Berbagai cara yang dapat digunakan dalam pengelolaan data akan sejalan
dengan struktur data yang digunakan. Pengorganisasian data dalam bentuk
arsip dapat dimanfaatkan dalam bentuk subsistem pengelolaan data.
Pengorganisasian data keruangan, diambil dan dianalisis hal merupakan fungsi
dari subsistem tersebut. Perbaikan data dasar dengan cara menambah,
mengurangi atau memperbarui dilakukan pada subsistem ini.
c. Analisis dan Manipulasi data
Sub-sistem analisis dan manipulasi data berfungsi untuk menentukan informasi
yang dihasilkan dari SIG. Kegiatan yang termasuk dalam sub-sistem ini adalah
tumpang susun peta (overlay), perhitungan aritmatik dan statistik, operasi
spasial modeling.
d. Keluaran
Keluaran data hasil pengelolaan dengan SIG mempunyai mutu yang baik
dalam kuantitas, ukuran dan kemudahan dalam menggunakannya. Output ini
dapat berupa peta cetak warna, peta digital maupun tabular
1.5.5 ArcGIS
ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang
digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan software
pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan
dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai
kemampuan komplit dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah
diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Desktop ArcGis terdiri dari empat modul
yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, Arc Toolbox dan model builder
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses,
analisis peta, proses mengedit peta, dan juga dapat digunakan untuk
mendesain secara kartografis.
Arc Catalog digunakan untuk manajement data atau mengatur manajemen
file – file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explore.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang
universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk
menampilkan Google Earth.
Model Builder digunakan untuk membuat model builder / diagram alur.
Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan
Tabel 1.2 Spesifikasi ArcGIS
No Spesifikasi Uraian Keterangan
1 Nama Software ArcGIS Merupakan paket software yang digunakan
oleh masyarakat geographic imaging
(pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang
untuk image processing dan GIS.
2 Versi/Release 9.3 Merupakan versi yang terbaru dari seri
ArcGIS 9.X
3 Diluncurkan tahun 2006 Software ini mulai dipasarkan dan dipakai
oleh banyak pengguna mulai tahun 2006
4 Vendor/Pembuat Environment System
Research Institute
(ESRI)
Perusahaan pembuat software Sistem
Informasi Geografi yang berasal dari USA.
Produk terkenal lainnya adalah Arc/Info dan
ArcView GIS
5 Minimum Hardware
- Processor
- RAM
- VGA Card
- Free space
Pentium X 800 MHz
minimum
512 MB
800 X 600 @256 color
resolution
207 MB harddisk
Software ini menggunakan spesifikasi
hardware yang besar karena data yang dapat
diolah merupakan data yang kompleks baik
data raster maupun vektor. Semakin tinggi
kapasitas hardware yang ada maka akan
lebih mempercepat proses pada saat analisis
data.
6 Operating System Windows server 2003,
NT 4.0, 2000, XP,
Linux
Software ini dapat beroperasi di berbagai
macam sistem windows minimal windows
2000.
7 Kategori Software GIS
- Profesional
IP
- Viewer
Software GIS ini termasuk profesional
karena memiliki berbagai fasilitas input data
hingga output data yang lengkap.
Image processing software ini termasuk
hanya viewer saja karena kurang memiliki
fasilitas format data yang lengkap.
8 Struktur Data/File Raster dan vektor Mampu menampilkan data baik dari format
raster maupun vektor. Sangat banyak
mendukung format data raster seperti *.tiff
dll. Format data vektor yang didukung antara
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
lain format data ErMapper yaitu *.ers.
9 Format Data/File *.shp
*.shx
*.dbf
*.sbn
*.sbx
*.prj
*.shp format file yang menjelaskan feature
geometri
*.shx format file yang menjelaskan index
pada feature geometri
*.dbf format dBase yang menjelaskan
tentang atribut feature
*.prj format file hasil output
10 Fasilitas pada
Software Inti (core)
Input +
editing
Processing
Output
(layout)
On screen digitizing
dan register and
transform tools
Editing : edit theme dan
atributnya.
Overlay, buffering, 3D
scene dan manipulasi
analisis data lainnya.
Peta data grafis dan
atribut
Input (Digitasi on screen), yaitu proses
pengubahan data grafis menjadi data grafis
digital, dalam struktur data vektor yang
disimpan dalam bentuk point, garis dan area
dengan mengguna kan mouse langsung pada
komputer.
Processing merupakan fasilitas untuk
menganalisis data yang ada seperti overlay
peta, buffering dsb.
Fasilitas layout merupakan fungsi untuk
membuat komposisi peta untuk dicetak
dalam bentuk hardcopy.
11 Fasilitas paket
program yang
terintegrasi dengan
software inti
Database Manager dan
Avenue
Database manager meng gunakan query
bulder dan fasilitas table (dbf) sedangkan
avenue merupa kan fasilitas paket program
yang berupa bahasa pemrograman untuk
costumize data.
12 Format I/O data Data Raster :
*.tiff, *.prj, *.bmp,dan
*.hdr
Data Vektor :
*.arc, *.pnt,*.shp,*.mif,
*.dxf, *.sdl, dan *.xyz
Format input data yang mendukung
software ArcGIS sangat banyak berupa
format raster dan format vektor.
13 Fasilitas
khusus/fasilitas
lainnya
- 3D analyst
- Image analyst
- Spasial analyst
- Edit tools
- X-tools
- dsb
Fasilitas-fasilitas khusus lainnya dapat
digunakan dengan terlebih dahulu membuka
extentions yang ada.
Sumber : http://www.esri.com
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
1.5.6 ENVI 4.5
ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu
image processing system yang revolusioner yang dibuat oleh Research System, Inc
(RSI). Dari permulaannya ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan
spesifik untuk mereka yang secara teratur menggunakan data penginderaan jauh
dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data visualisasi yang
menyuluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe, semuanya
dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan.
ENVI menggunakan Graphical User Interface (GUI). ENVI
menggunakan format data raster dan Ascii (text) sebagai header file. Data raster
disimpan sebagai 'binary stream of bytes' berupa format Band Sequential (BSQ),
Band Interleaved by Pixel (BIP) dan Band Interleaved by Line (BIL). ENVI juga
mendukung berbagai tipe format lainnya seperti : byte, integer, long integer,
floating-point, double-precision, complex dan double-precision complex.
ENVI memiliki tiga jendela utama yaitu The Main Display Window
yaitu untuk menampilkan semua tampilan citra dalarn full resolution yang dibatasi
oleh kotak pada scroll, The Scroll Window yaitu untuk menampilkan seluruh citra
pada file, dan The Zoom Window yaitu untuk menampilkan perbesaran dari main
display window yang dibatasi oleh kotak pada window. ENVI memiliki beberapa
menu utama diantaranya adalah : File Management, Display Management,
Interactive Display Functions, Basic Tools, Classification, Transform, Filters,
Spectral Tools, Map Tools, Vector Tools, Topographic Tools, Radar Tools.
1.5.7 Penggunaan Lahan dan Klasifikasi penggunaan lahan
Lahan merupakan suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi;
khususnya meliputi atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuh
tumbuhan; serta akibat aktivitas manusia (Vink, dalam Malingreau 1978).
Malingreau (1978) mengemukakan bahwa penggunaan lahan (land use) adalah
setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual.
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
Klasifikasi menurut Malingreau yaitu penetapan objek-objek
kenampakan atau unit-unit menjadi kumpulan–kumpulan didalam suatu system
pengelompokan yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat yang khusus berdasarkan
kandungan isinya. Klasifikasi penggunaan lahan merupakan pedoman atau acuan
dalam proses interpretasi apabila data pemetaan penggunaan lahan menggunakan
citra penginderaan jauh.
Sistem klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
klasifikasi penggunaan lahan menurut Malingreau dan Cristiani, 1981.
Tabel 1.3 Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan Menurut Malingreau
Jenjang I Jenjang II Jenjang III Jenjang IV Simbol 1. Daerah
Bervegetasi
A. Daerah
Pertanian
1. Sawah Irigasi Si
2. Sawah Tadah
Hujan
St
3. Sawah Lebak Sl
4. Sawah pasang
surut
Sp
5. Ladang/Tegal L
6. Perkebunan Cengkeh C
Coklat Co
Karet K
Kelapa Ke
Kelapa Sawit Ks
Kopi Ko
Panili P
Tebu T
Teh Te
Tembakau Tm
7. Perkebunaan
Campuran
Kc
8. Tanaman
Campuran
Te
B. Bukan
Daerah
Pertanian
1. Hutan lahan kering Hutan bambu Hb
Hutan
campuran
Hc
Hutan jati Hj
Hutan pinus Hp
Hutan lainnya Hl
2. Hutan lahan basah Hutan bakau Hm
Hutan
campuran
Hc
Hutan nipah Hn
Hutan sagu Hs
3. Belukar B
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
4. Semak S
5. Padang Rumput Pr
6. Savana Sa
7. Padang alang-
alang
Pa
8. Rumput rawa Rr
II. Daerah tak
bervegetasi
C. Bukan
daerah
pertanian
1. Lahan terbuka Lb
2. Lahar dan Lava Ll
3. Beting Pantai Bp
4. Gosong sungai Gs
5. Gumuk pasir Gp
III. Permukiman
dan lahan bukan
pertanian
D. Daerah
tanpa liputan
vegetasi
1. Permukiman Kp
2. Industri In
3. Jaringan jalan
4. Jaringan jalan KA
5. Jaringan listrik
tegangan tinggi
6. Pelabuhan udara
7. Pelabuhan laut
IV.
Perairan
E. Tubuh
perairan
1. Danau D
2. Waduk W
3. Tambak ikan Ti
4. Tambak garam Tg
5. Rawa R
6. Sungai
7. Anjir pelayaran
8. Saluran irigasi
9. Terumbu karang
10. Gosong pantai
Sumber: Malingreau, J.P. Rosalia Christiani, 1981 dalam Suharyadi (2001)
1.5.8 Daerah Aliran Sungai
DAS (watershed atau drainage basin) adalah suatu area dipermukaan
bumi yang didalamnya terdapat sistem pengaliran yang terdiri dari satu sungai
utama (main stream) dan beberapa anak cabangya (tributaries), yang berfungsi
sebagai daerah tangkapan air dan mengalirkan air melalui satu outlet (Ritter,
2003). I Made Sandy (1985) menyebutkan, Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah
bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan,
apabila hujan jatuh. Sebuah pulau selamanya terbagi habis ke dalam daerah-
daerah aliran sungai.
Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu
daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada
sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan
menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk
perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2001).
Menurut Direktorat kehutanan dan konservasi sumberdaya air (2008),
DAS berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,
kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
2. DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang
dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas
air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta
terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan
danau.
3. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang
dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk
kebutuhan pertanian, airbersih, serta pengelolaan air limbah.
Dalam pengelolaan DAS dikenal dengan adanya istilah pengelolaan DAS
Terpadu. Pengelolaan DAS terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur
atau aspek-aspek yang menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal
sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja DAS dalam
menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang
dapat melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja
DAS secara keseluruhan (Direktorat kehutanan dan konservasi sumberdaya air,
2008).
Suatu DAS dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan
misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman,
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
pembangunan PLTA, pemanfaatan hasil hutan kayu dan lain-lain. Semua kegiatan
tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan manusia khususnya
peningkatan kesejahteraan. Namun demikian hal yang harus diperhatikan adalah
berbagai kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang jika
tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan penurunan tingkat produksi, baik
produksi pada masing-masing sektor maupun pada tingkat DAS. Karena itu upaya
untuk mengelola DAS secara baik dengan mensinergikan kegiatan-kegiatan
pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk
kepentingan menjaga kemapuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk
menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor,
kekeringan dan lain-lain.
1.6 Penelitian Sebelumnya
Santi Ariani (2008), mekakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan
Citra Landsat ETM+ dan Sistem Informasi Geografi Untuk Analisis
Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Arahan Fungsi Pemanfaatan
Lahan Kabupaten Klaten. Metode yang digunakan adalah analisis
berjenjang dengan cara di tumpang susunkan (overlay). Peta penggunaan
lahan didapatkan dengan cara interpretasi visual atau digitize on screen
dan cek lapangan. Peta arahan fungsi pemanfaatan lahan disusun
berdasarkan kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas curah hujan
menggunakan metode pengharkatan. Sehingga didapatkan hasil kesesuaian
lahan antara penggunaan lahan dengan arahan fungsi pemanfaatan lahan
Novita Puspasari (2009), mekalukan penelitian dengan judul Aplikasi
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi
Kesesuaian Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Fungsi Kabupaten
Kabupaten Magelang. Peta Penggunaan lahan didapatkan dari interpretasi
visual atau digitize on screen. Metode yang digunakan yaitu analisis
berjenjang. Penyusunan Peta arahan fungsi pemanfaatan lahan dan analisis
kesesuaian penggunaan lahan dengan peta arahan fungsi pemanfaatan
lahan dilakukan dengan cara ditumpang susunkan (overlay).
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
Inda Ayuningrum (2010), Pemanfaatan Citra Aster Untuk Evaluasi
Keseuaian Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Fungsi Pemanfaatan
Lahan Kabupaten Sragen.). Peta penggunaan lahan didapatkan dengan
cara klasifikasi multispectral dengan metode klasifikasi supervised. Peta
arahan fungsi pemanfaatan lahan disusun berdasarkan kemiringan lereng,
jenis tanah, dan intensitas curah hujan menggunakan metode
pengharkatan. Evaluasi pengguanaan lahan dan arahan fungsi pemanfaatan
lahan menggunakan, analisis berjenjang dengan cara di tumpang susunkan
(overlay) Sehingga didapatkan hasil kesesuaian lahan antara penggunaan
lahan dengan arahan fungsi pemanfaatan lahan,
1.7 Batasan Istilah
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah,
atau fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai
suatu proses membaca (Lillesand & Kiefer, 1990)
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik materiil maupun spiritual (Malingreau, 1978)
Lahan merupakan suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi;
khususnya meliputi atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air,
tumbuhtumbuhan; serta akibat aktivitas manusia (Vink, dalam Malingreau
1978).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu komponen yang terdiri
dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya
manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap,
menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasi, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis (Eddy Prahasta, 2001).
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
Interpretasi citra (image interpretation) merupakan proses untuk
memperoleh informasi dengan citra sebagai sumber atau sebagai
perantaranya (Sutanto, 1979).
Arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan upaya penataan suatu
wilayah menjadi suatu kawasan-kawasan dengan fungsi berbeda-beda
sesuai dengan kemampuannya ( Hardjo, 2007).
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi lahan untuk
bermacam-macam alternatif penggunaan. Evaluasi kesesuaian lahan sangat
fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi wilayah yang hendak
dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan terhadap lahan akan
memberikan gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna
meningkatkan produktivitas lahan (Abdullah, 1993).
Kesesuaian lahan adalah bentuk penggambaran tingkat kecocokan
sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu kelas kesesuian lahan
suatu arela dapat saja berbeda tergantung pada tipe penggunaan lahan yang
sedang dipertimbangkan. (FAO, 1976)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang dibatasi oleh
topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan
mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai
tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan
menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi
untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2001).
DAS terpadu adalah unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut
kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif
yang akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output,
sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang dapat
melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja
DAS secara keseluruhan (Direktorat kehutanan dan konservasi
sumberdaya air, 2008).
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK EVALUASIPENGGUNAAN LAHANSUB DAS TAJUM, DAS SERAYUKHANIFUDINUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
top related