bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah · lisan maupun tulisan, ... penelitian ini adalah...
Post on 22-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penerjemahan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pesan
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Penyampaian pesan dapat
dilakukan secara linguistik maupun nonlinguistik. Penyampaian pesan secara
nonlinguistik, seperti gerakan tubuh, mimik muka, kode, simbol dan lain
sebagainya. Adapun penyampaian pesan secara linguistik melalui bentuk
lisan maupun tulisan, seperti terjemahan. Dalam hal ini definisi penerjemahan
cukup beragam. Menurut Al-Khuli (1982: 291) penerjemahan yaitu
mengubah teks, kalimat atau kata suatu bahasa ke bahasa lain.
Selain itu, Hoed (1992: 4) berpendapat penerjemahan adalah suatu
kegiatan mengalihkan amanat dari suatu bahasa, yaitu bahasa sumber ke
dalam bahasa lain. Dalam penerjemahan selalu terlibat dua bahasa. Suatu teks
tertulis dalam bahasa sumber disebut teks sumber (TSu) dan teks tertulis
dalam bahasa sasaran disebut teks sasaran (TSa).
Adapun Simatupang (2000: 2) menyatakan bahwa, menerjemahkan
adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran, dengan
bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku
dalam bahasa sasaran.
2
Kewajaran dalam penerjemahan berkaitan erat dan dapat dicapai
dengan penguasaan seorang penerjemah terhadap bahasa sumber dan bahasa
sasaran, yaitu dalam hal penguasaan gramatikal dan kosakata bahasa. Karena
adanya perbedaan dalam tata bahasa, penerjemah perlu mencari padanan yang
paling dekat untuk mengungkapkan makna suatu kata dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Kemudian struktur gramatikal bahasa sumber juga
harus disesuaikan ke dalam bahasa sasaran, agar kalimat yang dihasilkan
berterima dalam bahasa sasaran.
Dalam proses penerjemahan, beberapa penerjemah seringkali
melakukan pergeseran untuk memperoleh makna yang sesuai, agar pesan
yang disampaikan bahasa sasaran sama dengan bahasa sumber dan hasil
terjemahan mencapai kesepadanan. Kesepadanan adalah kesesuaian antara isi
pesan TSu dan TSa. Jadi, tidak jarang ketika menerjemahkan terdapat
beberapa hasil terjemahan yang tidak sama persis dengan bahasa sumber,
karena dalam hasil terjemahan tersebut terdapat pergeseran. Pergeseran-
pergeseran dalam penerjemahan disebabkan karena setiap bahasa itu memiliki
keunikan dan komponen-komponen makna yang berbeda pada setiap bahasa.
Pergeseran yang terjadi dalam proses penerjemahan bisa berupa
pergeseran pada tataran bentuk dan pergeseran pada tataran makna.
Pergeseran tersebut banyak terjadi, diantaranya pada penerjemahan teks
drama, film, komik, dan sebagainya. Demikian pula yang terjadi pada teks
drama Ma'sa >tu Zainab. Teks drama ini merupakan sebuah karya sastra Arab
salah satu karya Ali Ahmad Ba >katsi >r dan telah diterjemahkan oleh Hidayah
3
(2009) ke dalam bahasa Indonesia. Objek kajian dalam penelitian ini adalah
teks drama Ma'sa>tu Zainab (BSu), yang memiliki banyak jenis pergeseran
dalam penerjemahan.
Dalam penelitian ini akan dibahas pergeseran bentuk dan makna yang
terjadi dalam penerjemahan teks drama Ma'sa>tu Zainab. Penulis akan
meneliti dan menganalisis teks drama tersebut karena adanya fenomena jenis
pergeseran bentuk dan makna yang akan diteliti dalam lingkup
penerjemahan, serta terdapat banyak data yang dibutuhkan peneliti dalam teks
drama Ma'sa >tu Zainab.
Pergeseran bentuk pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan
struktur gramatikal yang berbeda antara bahasa sumber dengan bahasa
sasaran. Contohnya adalah sebagai berikut:
) ٧: ٠٩٩١ )باكثري، مستحيل؟ ىذا ءاجلال كليرب يرجع عن رأيو يف
[Kilyibir yarji‘u ‘an ra'yihi fi>l-jala >'i? ha >dza mustachi >lun
(Bakatsir, 1990: 7)]
Jenderal akan mencabut keputusannya untuk menarik pasukan
Perancis dari Mesir? Tidak mungkin! (Hidayah, 2009: 12)
Pada contoh di atas terdapat pergeseran bentuk dalam tataran sintaksis
dari kata ke frasa, yaitu kata mustachi >lun مستحيل (BSu), yang diterjemahkan
menjadi ''tidak mungkin'' (BSa). Kata mustachi >lun مستحيل dalam BSu,
merupakan kata yang berkategori nomina dengan penanda tanwin pada huruf
terakhirnya (Ghulayaini, 2005: 15).
4
Adapun dalam BSa, kata mustachi >lun مستحيل diterjemahkan menjadi
frasa yaitu ''tidak mungkin''. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang
sifatnya tidak predikatif (Kridalaksana, 2008: 66). Dengan demikian, kalimat
di atas mengalami pergeseran penerjemahan pada tataran sintaksis dari kata
mustachi >lun مستحيل dalam BSu ke frasa ''tidak mungkin'' dalam BSa.
بالقيادة العامة من أحقىذا من حماسيب مينو و جواسيسو. يعتقد أن مينو (٠٠-٠١: ٠٩٩١ )باكثري،لكن دلاذا تسألىن عنو ؟ كليرب.
[Ha>dza > min mucha >si >bi Mi >nu> wa jawa >si >sihi. Ya‘taqidu an Mi >nu > achaqqu bil qiya >da>til-‘a>mmati min Kilyibir. Lakin lima >dza > tas'aluni> ‘anhu? (Bakatsir, 1990: 10-11)]
Ia pembantu dan mata-mata Jenderal Menno. Dia pikir Jenderal
Menno lebih tepat menjadi panglima besar dibanding Jenderal
Clever? Kenapa? Ada apa dengannya selain dia selalu menjadi
penggoda perempuan? (Hidayah, 2009: 19)
Pada contoh pertama terdapat pergeseran bentuk pada tataran sintaksis
dari kata ke frasa. Kata tersebut ditandai dengan adanya ciri kata berupa
tanwin. Adapun pada contoh kedua terdapat pergeseran bentuk dalam tataran
sintaksis dari kata (berupa ism tafdhi >l) ke frasa, yaitu kata achaqqu أحق
(BSu), menjadi ''lebih tepat'' (BSa).
Kata achaqqu أحق dalam BSu, merupakan kata berupa ism tafdhi>l.
Ism tafdhi >l التفضيل اسم , yaitu sifat yang diambil dari fi’l, menunjukkan atas
dua sesuatu yang bersamaan di dalam sifat dan salah satu darinya memiliki
nilai lebih atas yang lainnya. (Ghulayaini, 2005: 145). Kata achaqqu أحق
5
diambil dari fi’l yang berasal dari kata chaqqa-yachuqqu ,Munawwir) حيق-حق
1997: 282).
Adapun dalam BSa, kata achaqqu diterjemahkan menjadi frasa أحق
yang merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ''lebih tepat''. Dengan
demikian, penerjemahan di atas mengalami pergeseran pada tataran sintaksis
dari kata achaqqu أحق (BSu) ke frasa ''lebih tepat'' (BSa).
Contoh di atas merupakan sebagian data yang diambil dari pergeseran
bentuk. Adapun pergeseran makna bisa terjadi karena padanan kata yang
sangat tepat dalam bahasa sumber tidak terdapat dalam bahasa sasaran. Oleh
karena itu, kata dalam bahasa sasaran bisa diganti dengan kata lain yang
maknanya mendekati kata dalam bahasa sumber. Contoh sebagai berikut:
د يا سليمان. اختف بني تلك استع. الوليمةوى ! ىذا صاحىب قد خرج من )٨٥: ٠٩٩١ )باكثري، األشجار
[Way! ha >dza > sha >chibii > qad kharaja minal-wali >mati. Ista’id ya > Sulaima >nu. Ikhtafi baina tilkal-asyja >ri (Bakatsir, 1990: 58)]
Wah, lihat temanku sedang keluar dari acara makan siang.
Bersiaplah, Sulaiman. Cepat sembunyi ke balik pohon-pohon itu
(Hidayah, 2009: 107)
Pada penerjemahan di atas terdapat pergeseran makna dari makna
generik ke makna spesifik yaitu pada kata al-wali>matu الوليمة (BSu)
diterjemahkan menjadi ''acara makan siang'' (BSa). Kata al-wali >matu الوليمة
dalam BSu, termasuk kategori nomina yang ditandai dengan adanya charfu
jar (Ghulayaini, 2005: 15) yaitu preposisi min من. Al-wali >matu الوليمة dalam
6
kamus al-Maurid (Baalbaki, 2006: 1063) mempunyai arti perjamuan. Jadi,
kata tersebut termasuk kategori makna generik karena sifatnya masih umum.
Adapun dalam BSa, kata al-wali>matu الوليمة diterjemahkan dengan arti
lain yang mendekati makna perjamuan, yaitu ''acara makan siang''. ''Acara
makan siang'' termasuk kategori makna spesifik karena merupakan bagian
dari makna perjamuan. Dalam hal ini perjamuan mempunyai arti pertemuan
makan minum; pesta; resepsi (KBBI, 1990: 349). Oleh karena itu,
penerjemahan di atas bergeser dari makna generik al-wali>matu وليمةال dalam
BSu ke makna spesifik ''acara makan siang'' dalam BSa.
Beberapa contoh data telah dipaparkan di atas. Adapun pentingnya
penelitian ini adalah agar bisa diketahui bagaimana jenis-jenis pergeseran
bentuk dan makna dalam penerjemahan, yang terjadi pada teks drama
Ma'sa>tu Zainab. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam
penerjemahan suatu teks atau wacana terdapat dua hal yang harus
diperhatikan. Pertama, penerjemahan harus disesuaikan dengan kaidah bahasa
sasaran, agar pesan yang ada dalam bahasa asli dapat tersampaikan dengan
baik. Kedua, penerjemahan juga harus selalu mempertimbangkan konteks
atau keadaan suatu ujaran. Kedua hal inilah yang seringkali menyebabkan
terjadinya pergeseran dalam penerjemahan, terutama pergeseran bentuk dan
makna.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti
mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1) Bagaimana jenis pergeseran bentuk dalam penerjemahan teks drama
Ma'sa>tu Zainab?
2) Bagaimana jenis pergeseran makna dalam penerjemahan teks drama
Ma'sa>tu Zainab?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mendeskripsikan jenis pergeseran bentuk dalam penerjemahan teks drama
Ma'sa>tu Zainab.
2) Mendeskripsikan jenis pergeseran makna dalam penerjemahan teks drama
Ma'sa>tu Zainab.
1.4 Pembatasan Masalah
Penelitian ini membahas jenis pergeseran bentuk dan makna dalam
penerjemahan. Pergeseran bentuk dan makna dipilih sebagai batasan
penelitian karena dalam proses penerjemahan selalu terjadi pergeseran dari
suatu bentuk ke dalam bentuk yang lain, serta dari satu sistem sosio-kultural
ke dalam sistem sosio-kultural yang lain.
Adapun objek data dari penelitian ini akan dibatasi pada morfem serta
kata dalam teks drama Ma'sa>tu Zainab (BSu) karya Ali Ahmad Ba >ka>tsir.
8
Oleh sebab itu, hal-hal di luar dari objek penelitian tidak tercantum dalam
penelitian ini.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan baik secara teoritis
maupun praktis:
a) Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa dalam
memahami dan memperluas ilmu penerjemahan, terutama dalam hal jenis
pergeseran bentuk dan makna dalam penerjemahan dengan menerapkan
teori yang sudah ada.
b) Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peminat
sastra Arab untuk melakukan penelitian dalam penerjemahan teks drama
Ma'sa>tu Zainab dengan pendekatan yang lain, sehingga ke depannya akan
diperoleh hasil penelitian di bidang sastra Arab yang beragam.
1.6 Landasan Teori
Dalam hal ini, dipaparkan beberapa teori yang digunakan sebagai
landasan dan pendukung dalam menganalisis data sesuai dengan tema.
Landasan teori yang digunakan, meliputi: teori penerjemahan, teori
pergeseran penerjemahan, serta faktor-faktor penyebab pergeseran.
9
1.6.1 Teori Penerjemahan
Beberapa pengertian tentang penerjemahan telah dikemukakan
oleh beberapa ahli. Newmark (1988: 7) menyatakan tiga pemahaman
penting tentang penerjemahan. Pertama, penerjemahan merupakan
suatu kegiatan yang memerlukan keahlian atau ketrampilan. Hal ini
menunjukkan bahwa penerjemahan dapat dilakukan dengan baik oleh
orang yang memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu.
Kedua, penerjemahan merupakan kegiatan mengungkapkan
kembali makna atau pesan yang terkemas dalam bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Dalam hal ini nampak adanya dua elemen yang
terkait satu sama lain, yaitu isi dan kemasan. Isi dalam penerjemahan
berupa makna atau pesan, sedangkan kemasan berupa bentuk bahasa.
Ketiga, karena bentuk bahasa sumber dan bahasa sasaran
berbeda, jadi makna yang diungkapkan kembali oleh seorang
penerjemah sedikit banyak mengalami distorsi atau penyimpangan
makna aslinya. Distorsi makna tersebut terlihat dari fenomena
penambahan informasi (overtranslation) dan pengurangan informasi
(undertranslation).
Sementara itu, Kridalaksana (2008: 181) mendefinisikan
penerjemahan sebagai pengalihan amanat antarbudaya atau
antarbahasa dalam tataran gramatikal dan leksikal dengan maksud,
efek, atau ujud yang sedapat mungkin tetap dipertahankan. Menurut
10
Kridalaksana (2008: 13), amanat (message) ialah keseluruhan makna
atau isi suatu wacana, konsep dan perasaan yang hendak disampaikan
pembicara untuk dimengerti dan diterima oleh pendengar.
1.6.2 Teori Pergeseran Penerjemahan
Setiap bahasa mempunyai aturan sendiri-sendiri. Aturan
bahasa yang berlaku pada suatu bahasa belum tentu berlaku pada
bahasa lain. Dalam hal ini, dengan adanya perbedaan aturan dan
bentuk untuk mengungkapkan berbagai bahasa, terlihat adanya
pergeseran yang terjadi dalam penerjemahan.
Pergeseran (shift) adalah perubahan linguistik yang terjadi
antara TSu dan TSa (Hatim dan Munday, 2004: 26). Salah satu ahli
penerjemahan yang membahas pergeseran dalam penerjemahan
dengan sangat mendalam adalah Catford (1974: 73), yang membagi
dua tipe pergeseran, yaitu pergeseran level dan pergeseran kategori.
Adapun Newmark (1988: 85) menyatakan, pergeseran disebut
juga dengan transposisi. Ada tiga tipe pergeseran, yaitu pergeseran
atau perubahan dari tunggal ke jamak atau dari perubahan posisi
ajektif, pergeseran karena struktur dalam bahasa sumber tidak terdapat
dalam bahasa sasaran, dan pergeseran suatu kata yang diungkapkan
dalam frasa atau klausa.
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli
terkait dengan teori pergeseran penerjemahan. Namun, dalam
11
penelitian ini akan digunakan teori menurut Simatupang (2000), yang
mengklasifikasikan pergeseran dalam penerjemahan menjadi dua
jenis, yaitu pergeseran bentuk dan pergeseran makna.
1.6.2.1 Pergeseran Bentuk
Simatupang (2000: 74) menyatakan bahwa dengan adanya
perbedaan aturan dan bentuk untuk mengungkapkan makna di
antara berbagai bahasa, terlihat adanya pergeseran yang terjadi
dalam terjemahan, salah satunya yaitu pergeseran bentuk.
Pergeseran bentuk adalah suatu prosedur penerjemahan yang
melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke
bahasa sasaran (Machali, 2000: 63). Pergeseran bentuk, meliputi
pergeseran pada tataran morfem, pergeseran dalam tataran
sintaksis, serta pergeseran kategori kata.
1.6.2.1.1 Pergeseran pada Tataran Morfem
Pergeseran yang terjadi dari tataran morfem ke tataran kata
terlihat dalam contoh berikut:
Impossible (Bahasa Inggris)
Tidak mungkin (Bahasa Indonesia)
Morfem im- pada impossible (Bahasa Inggris) mengalami
pergeseran dalam penerjemahan, menjadi kata ''tidak'' pada tidak
mungkin (Bahasa Indonesia). Im- merupakan morfem (morfem
12
terikat), yang kemudian bergeser menjadi kata (morfem bebas),
yaitu ''tidak''.
1.6.2.1.2 Pergeseran dalam Tataran Sintaksis
Jenis pergeseran dalam tataran sintaksis, berupa pergeseran
dari kata ke frasa, pergeseran dari frasa ke klausa, pergeseran frasa
ke kalimat, pergeseran dari klausa ke kalimat dan pergeseran dari
kalimat ke wacana, yang terjadi dalam penerjemahan. Adapun
dalam penelitian ini hanya akan membahas pergeseran pada tataran
sintaksis dari kata ke frasa.
Contoh berikut memperlihatkan pergeseran pada tataran
sintaksis dari kata ke frasa, yaitu:
Kata (BSu) : Girl (Bahasa Inggris)
Frasa (BSa) : Anak perempuan (Bahasa Indonesia)
1.6.2.1.3 Pergeseran pada Kategori Kata
Pergeseran kategori terjadi apabila sebuah item bahasa
sumber dari suatu kelas, diterjemahkan ke dalam item bahasa
sasaran yang merupakan anggota kelas berbeda (Catford, 1974:
78). Kategori sebagai tataran di bawah fungsi-fungsi sintaksis.
Kelas kata atau kategori adalah golongan kata yang mempunyai
kesamaan dalam perilaku formal; klasifikasi atas nomina, adjektif,
dan sebagainya (Kridalaksana, 2008: 116). Hal ini mencakup
13
istilah-istilah kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat
(adjektiva), kata depan (numeralia), dan lain lain.
Selain pergeseran pada tataran morfem dan sintaksis,
pergeseran pada kategori kata juga dapat terjadi pada proses
penerjemahan. Dalam penelitian ini, akan dipaparkan teori
pergeseran kategori kata yang dikelompokkan menjadi dua jenis,
yaitu pergeseran dari nomina ke adjektiva, serta pergeseran dari
nomina ke verba.
1.6.2.1.3.1 Pergeseran dari Nomina ke Adjektiva
He is in good health.
Dia dalam keadaan sehat.
1.6.2.1.3.2 Pergeseran dari Nomina ke Verba
We had a very long talk.
Kami berbicara lama sekali.
1.6.2.2 Pergeseran Makna
Menurut Simatupang (2000: 78), pergeseran di bidang
semantik terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya
penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Pergeseran di bidang makna
ini juga mengakibatkan, bahwa tidaklah selalu mungkin
memindahkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke
bahasa sasaran secara tepat atau utuh. Dalam hal ini jenis-jenis
14
pergeseran makna, meliputi pergeseran dari makna generik ke
makna spesifik dan sebaliknya, serta pegeseran makna karena
perbedaan sudut pandang budaya.
1.6.2.2.1 Pergeseran dari Makna Generik ke Makna Spesifik dan
Sebaliknya
Pergeseran terjadi karena ada kalanya padanan yang sangat
tepat sebuah kata dalam bahasa sumber tidak terdapat dalam
bahasa sasaran. Misalnya, kata bahasa sumber mempunyai makna
generik dan padanan kata tersebut dalam bahasa sasaran tidak
mengacu pada makna generik, tetapi pada makna yang lebih
spesifik (Simatupang, 2000: 78).
Seperti kata brother berarti adik (laki-laki) atau kakak (laki-
laki). Kata brother mengacu pada saudara (laki-laki) baik yang
lebih tua maupun yang lebih muda. Oleh karena itu, penyesuaian
yang dilakukan adalah pergeseran dari makna generik ke makna
spesifik.
Misal lain, pada penerjemahan kata leg atau foot (Bahasa
Inggris) menjadi ''kaki'' (Bahasa Indonesia). Pergeseran yang
terjadi adalah pergeseran dari makna spesifik menjadi makna
generik. Dalam Bahasa Indonesia konsep leg atau foot
diungkapkan dengan satu kata yang bermakna lebih generik, yaitu
''kaki''.
15
Pergeseran makna yang lebih generik ke makna yang lebih
spesifik atau sebaliknya, yang terjadi dalam proses penerjemahan
tidak terbatas pada kelas kata nomina saja, tetapi juga meliputi
kelas kata verba, adjektiva dan lain sebagainya.
1.6.2.2.2 Pergeseran Makna karena Perbedaan Sudut Pandang Budaya
Pergeseran makna juga terjadi karena perbedaan sudut
pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda
(Simatupang, 2000: 80). Contoh:
The space-ship traveled deep into space.
Kapal ruang angkasa itu terbang jauh ke ruang angkasa.
Orang Inggris menghubungkan ruang angkasa dengan
kedalaman, sedangkan orang Indonesia dengan ketinggian atau
kejauhan. Oleh karena itu, terjadi pergeseran karena perbedaan
sudut pandang budaya dari makna kata deep dengan ''jauh''.
1.6.3 Faktor-Faktor Penyebab Pergeseran
Berdasarkan sudut pandang teori kebahasaan, pergeseran
bertitik tolak dari kesepadanan formal dalam proses pengalihan
dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Kesepadanan formal adalah
kategori–kategori dalam bahasa sumber yang menempati tempat
sesuai atau pada tempat yang sama di dalam bahasa sasaran. Dalam
penerjemahan, pergeseran formal sangat dimungkinkan
16
sehubungan dengan usaha untuk membuat hasil terjemahan yang
wajar (Catford,1974: 73).
Perlunya pergeseran penerjemahan ini juga dikemukakan
oleh Benny H. Hoed (dalam Machali, 2000: 11) yang menyatakan
bahwa salah satu cara untuk mengatasi masalah kesepadanan
adalah melakukan pergeseran, baik pergeseran struktural (bentuk)
maupun pergeseran semantik (makna).
Machali (2000: 63) menyatakan sebab terjadinya
pergeseran yang paling utama adalah adanya sistem bahasa yang
berbeda, sehingga penerjemah tidak mempunyai pilihan lain untuk
mencari padanannya selain dengan cara pergeseran. Beberapa
sebab terjadinya pergeseran, antara lain;
1) Adanya struktur gramatikal bahasa sumber tidak ada dalam
struktur gramatikal bahasa sasaran, seperti peletakan objek
di latar depan dalam bahasa Indonesia yang tidak terdapat
dalam struktur gramatikal bahasa Inggris.
BSu: We must bring the book
BSa: Buku itu harus kita bawa
Selain itu, peletakan verba di latar depan dalam
bahasa Indonesia tidak lazim digunakan dalam struktur
bahasa Inggris, seperti:
BSu: Its usage has been approved
BSa: Telah disahkan penggunaanya.
17
2) Adanya ungkapan kewajaran, artinya suatu ungkapan
bahasa sumber dapat diterjemahkan secara harfiah dalam
bahasa sasaran, tetapi padanannya atau pengungkapannya
terasa kaku, seperti frasa nomina menjadi verba, misalnya:
BSu: …..to train entellectual men for the pursuits of an
intellectual life.
BSa: .….untuk melatih para intelektual muda untuk
mengejar kehidupan intelektual
Jika frasa di atas diterjemahkan secara harfiah, maka
terjemahannya menjadi untuk melatih para intelektual muda
untuk pengejaran kehidupan intelektual, dan terjemahan ini
terasa kaku.
3) Adanya kesenjangan gramatikal, misalnya pergeseran yang
terjadi dari kata menjadi frasa. Contohnya:
He speaks well diterjemahkan dia berbicara dengan baik.
Kata well diterjemahkan menjadi frasa dengan baik.
Selain pergeseran di bidang bentuk, pergeseran juga
terjadi di bidang makna (semantik). Pergeseran serupa itu
terjadi disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan
budaya penutur bahasa yang berbeda, karena adanya
pergeseran makna tidaklah selalu mungkin memindahkan
makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara
tepat dan utuh.
18
Sebagaimana diketahui bahwa mencari padanan
bukanlah perkara mudah dalam penerjemahan, karena
padanan yang diusahakan adalah padanan yang terdekat.
Seperti padanan yang paling dekat dari kata Inggris leg atau
foot adalah ''kaki''.
Contoh lain adalah kalimat I think so diterjemahkan
menjadi ''saya rasa begitu atau saya pikir begitu''. Orang
Inggris berpikir (think) tidak menggunakan perasaan (feel)
sehingga tidak wajar bekata I feel so untuk mengungkapkan
kata ''saya rasa begitu''. Setidak-tidaknya berpikir dan
merasa dalam bahasa Inggris dibedakan secara tegas.
1.7 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengamatan, penelitian tentang pergeseran bentuk dan
makna dalam penerjemahan masih belum banyak dilakukan, terutama oleh
mahasiswa program studi sastra Arab. Akan tetapi, penelitian tentang
pergeseran dalam penerjemahan, sebelumnya sudah dilakukan oleh beberapa
mahasiswa selain program studi sastra Arab, yaitu sebagai berikut:
1.7.1 Pergeseran Bentuk dalam Penerjemahan
Terdapat beberapa penelitian dengan tema yang berkaitan
dengan pergeseran bentuk dalam penerjemahan, diantaranya sebagai
berikut: Pertama, tesis karya Pantas (2011) “Analisis Teknik
Penerjemahan dan Pergeseran (Shifts) pada Teks Kontrak AXA-LIFE
19
Indonesia”. Penelitian ini menganalisis penerapan teknik
penerjemahan serta pergeseran bentuk sebagai bagian dari pergeseran
kategori dalam suatu produk legal teks. Kemudian ditemukan
ketidakakuratan penerjemahan atas 5 frasa, yang menghasilkan
terjemahan tidak ekivalen dalam penerjemahan dari bahasa sumber ke
bahasa sasaran.
Kedua, tesis Sasmito (2004) dengan judul “Pergeseran Tataran
Kalimat Majemuk Bertingkat dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia
dalam Terjemahan Teks drama Elephants Can Remember”. Penelitian
ini ditemukan tiga kesimpulan. Pertama, penerjemah melakukan
strategi pergeseran tataran dalam mengubah struktur asli bahasa
sumber ke dalam struktur bahasa sasaran. Kedua, tidak semua jenis
dan jenjang pergeseran tataran yang terjadi pada proses penerjemahan
mengubah makna terjemahan. Ketiga, keterbacaan kalimat majemuk
bertingkat yang mengalami pergeseran dalam penerjemahan relatif
cukup tinggi.
1.7.2 Pergeseran Makna dalam Penerjemahan
Kemudian, beberapa penelitian yang berkaitan dengan
pergeseran makna dalam penerjemahan, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, karya Hibaturrahmah (2012) berjudul “Pergeseran
Terjemahan teks Bermuatan Budaya dalam Cergam Le Petit Spirou
Karya Tome dan Janry”. Hasil penelitian ini menunjukkan penyebab
pergeseran makna dan memperlihatkan proses transposisi, modulasi,
20
ekuivalensi, serta adaptasi yang dilakukan penerjemah sehingga teks-
teks bermuatan budaya diterjemahkan dengan menyesuaikan budaya
bahasa sasaran, dapat diterima dalam bahasa sasaran dan pesan yang
disampaikan sama dengan bahasa sumber.
Kedua, contoh penelitian lain tentang pergeseran makna dalam
penerjemahan yaitu, skripsi karya Widyagani (2012) “Analisis
Pergeseran Makna Penerjemahan Komik Bleach dalam Bahasa Inggris
dan Bahasa Indonesia”. Penelitian ini membahas fenomena pergeseran
makna yang terjadi dalam proses penerjemahan manga Bleach, serta
melakukan perbandingan antara versi online dengan versi cetak
Bleach. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pergeseran makna
terjadi dalam proses penerjemahan atas dasar beberapa alasan dari
pihak penerjamah.
Ketiga, skripsi karya Nafiah (2014) berjudul “The Meaning
Shifts In Indonesian Translation Of Noun Phrses In Jane Austen’s
Pride And Prejudice”. Hasil analisis data dari penelitian ini yaitu,
disimpulkan bahwa pergeseran makna paling sering terjadi pada head
dalam noun phrses dan prosedur penerjemahan yang paling sering
digunakan oleh penerjemah adalah equivalence.
1.7.3 Pergeseran Bentuk dan Makna dalam Penerjemahan
Selain meneliti salah satu jenis pergeseran dalam
penerjemahan. Beberapa penelitian telah dilakukan dengan
21
menggunakan kedua teori jenis pergeseran yaitu pergeseran bentuk
dan makna, diantaranya sebagai berikut:
Pertama, skripsi karya Felistyana (2006) “Analisis
Penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa
Indonesia dalam Cerita Pendek Imogayu”. Hasil dari penelitian ini
adalah sebagian besar data mengalami pergeseran bentuk dan makna.
Kemudian, sebagian besar data tidak mengalami pengurangan isi
pesan kosakata, karena fungsi benda dipertahankan walaupun bentuk
bendanya berbeda antara benda atau objek dalam bahasa sumber
dengan bahasa sasaran.
Kedua, skripsi karya Tisani (2009) dengan judul “Pergeseran
Terjemahan Nomina Teks drama L’Aube pada Teks drama
Terjemahan Fajar”. Pergeseran yang dikaji dalam penelitian ini adalah
pergeseran bentuk dan makna. Menurut hasil penelitian, ditemukan
berbagai macam variasi pergeseran nomina bahasa Perancis dalam
teks drama tersebut.
Sejauh pengamatan peneliti, bahwa judul Pergeseran Bentuk
dan Makna dalam Penerjemahan Teks Drama Ma'sa>tu Zainab Karya
Ali Ahmad Ba >katsi >r belum pernah diteliti. Adapun dari segi teori yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori jenis pergeseran bentuk dan
makna sudah pernah diteliti. Sedangkan dari objek penelitian, yaitu
teks drama Ma'sa>tu Zainab belum pernah dibahas.
22
1.8 METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup
sumber data dan data, jenis penelitian, penjaringan data, analisis data, serta
penyajian hasil analisis.
1.8.1 Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah teks drama Ma'sa>tu
Zainab (BSu) karya Ali Ahmad Ba>katsi >r, diterbitkan oleh Maktabah
Mashi >r. Adapun data yang digunakan, yaitu seluruh morfem dan kata
yang diklasifikasikan berdasarkan jenis pergeseran dalam tataran
bentuk dan pergeseran dalam tataran makna.
Objek formal dalam penelitian ini, yaitu pergeseran bentuk dan
makna. Adapun objek material yang digunakan, berupa morfem serta
kata pada teks drama Ma'sa>tu Zainab (BSu) karya Ali Ahmad
Ba>katsi >r (1990). Sedangkan bahasa sasaran yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu Tragedi Zainab yang diterjemahkan oleh Hidayah
(2009) ke dalam bahasa Indonesia.
1.8.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Sutopo (2002: 35) menyatakan, data
yang dikumpulkan dalam penelitian jenis ini berupa kata-kata, kalimat
atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau
23
frekuensi. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif deskriptif.
Hal ini dikarenakan jenis penelitian ini mampu menangkap
berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi teliti dan merupakan
penelitian yang menjelaskan dengan kata-kata, bukan menggunakan
angka statistik dalam menjawab dan menjelaskan rumusan masalah.
Jenis penelitian ini dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih
mendalam mengenai masalah-masalah yang telah dirumuskan,
maupun masalah yang mungkin muncul pada waktu pengumpulan dan
analisis data, karena jenis penelitian kualitatif deskriptif dapat
menangkap dan mendeskripsikan permasalahan secara mendalam.
Selain itu, sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif,
desain penelitian kualitatif bersifat lentur dan terbuka, artinya jika
secara tidak terduga diperoleh temuan yang menarik, maka desain
penelitian ini dapat disesuaikan dengan realitas temuan tersebut.
1.8.3 Penjaringan Data
Penjaringan data dalam penelitian ini menggunakan metode
noninteraktif. Metode noninteraktif meliputi kuesioner, pencatatan
dokumen atau arsip, dan observasi tak berperan (Sutopo, 2002: 58)
Dalam hal ini, metode yang digunakan untuk meneliti teks drama
tersebut dengan cara pencatatan dokumen.
24
Pengumpulan data dengan cara pencatatan dokumen dalam
penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membaca semua halaman teks drama Ma'sa>tu Zainab yang
berbahasa Arab sebagai teks sumber setebal 125 halaman.
b. Menggarisbawahi semua kata yang berhubungan dengan jenis
pergeseran bentuk dan makna, sebagai contoh:
د يا سليمان. اختف بني . استعالوليمةوى ! ىذا صاحىب قد خرج من )٨٥: ٠٩٩١ )باكثري، تلك األشجار
[Way! ha >dza > sha >chibii > qad kharaja minal-wali>mati. Ista’id ya> Sulaima>nu. Ikhtafi baina tilkal-asyja >ri.
(Bakatsir, 1990: 58)]
c. Mencatat semua kata yang ditemukan dalam teks drama
dengan konteks kalimatnya, seperti:
د يا سليمان. اختف بني الوليمة. استعا صاحىب قد خرج من وى ! ىذ )٨٥: ٠٩٩١ )باكثري، تلك األشجار
[Way! ha >dza > sha >chibii > qad kharaja minal-wali>mati. Ista’id ya> Sulaima>nu. Ikhtafi baina tilkal-asyja>ri (Bakatsir,
1990: 58)]
d. Mencari terjemahan kata yang mengalami pergeseran bentuk
dan makna, dalam teks drama terjemahan yang berjudul
Ma'sa>tu Zainab: Tragedi Zainab setebal 227 halaman
e. Menuliskan semua kata serta terjemahannya di kartu-kartu,
sebagai berikut:
25
BSu:
د يا سليمان. اختف بني . استعالوليمةوى ! ىذا صاحىب قد خرج من )٨٥: ٠٩٩١ )باكثري، ألشجارتلك ا
[Way! ha >dza > sha >chibii > qad kharaja minal-wali>mati. Ista’id ya> Sulaima>nu. Ikhtafi baina tilkal-asyja>ri (Bakatsir,
1990: 58)]
BSa:
Wah, lihat temanku sedang keluar dari acara makan
siang. Bersiaplah, Sulaiman. Cepat sembunyi ke balik
pohon-pohon itu (Hidayah, 2009:107)
1.8.4 Analisis Data
Pada proses analisis data penelitian kualitatif terdapat tiga
komponen utama, yaitu: (1) reduksi data, (2) sajian data, serta (3)
penarikan simpulan dan verifikasi. Sutopo (2002: 91) menyatakan,
reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokuskan,
penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote.
Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian.
Bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data.
Pada waktu pengumpulan data berlangsung, reduksi data telah
dilakukan dengan membuat ringkasan-ringkasan dari catatan data
yang diperoleh di lapangan. Dalam menyusun ringkasan data tersebut
peneliti juga membuat coding, memusatkan tema, menentukan batas-
batas permasalahan, dan juga menulis memo. Dalam hal ini,
pelaksanaan reduksi data sudah dimulai sejak pelaksanaan
pengumpulan data.
26
Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat
dilakukan (Sutopo, 2002: 92). Penyajian data meliputi rangkaian
kalimat disusun secara logis dan sistematis yang dapat
menggambarkan keseluruhan data, sehingga penyusunan dan
penarikan kesimpulan dapat diketahui secara cepat dan tepat. Sajian
data yang didasarkan pada rumusan masalah dalam penelitian ini,
disusun dalam bentuk narasi yang mendeskripsikan atau menjelaskan
kondisi secara rinci untuk menjawab setiap permasalahan yang ada.
Dalam penelitian ini, data berupa morfem serta kata yang mengalami
pergeseran betuk dan makna dalam penerjemahan.
Berikut ini beberapa contoh analisis data pergeseran bentuk
dan makna dalam penerjemahan teks drama Ma'sa >tu Zainab.
Pergeseran bentuk dalam penerjemahan, meliputi pergeseran pada
tataran morfem, pergeseran dalam tataran sintaksis, serta pergeseran
kategori kata. Adapun pergeseran makna, meliputi pergeseran dari
makna generik ke makna spesifik dan sebaliknya, serta pergeseran
makna karena perbedaan sudut pandang budaya. Berikut beberapa
contoh data:
أمام ىتأنا ال أعرتف هبذا العزل. فليس لك أن تعزلىن إال بعد حماكم )٥۳: ٠٩٩١ باكثري،) جملس عسكرى
[Ana> la> a‘tarifu bi ha >dza >l-‘azla. Fa laisa laka an tu‘azziluni> illa> ba‘da mucha>kamati > ama>ma majlisi ‘askari > (Bakatsir,
1990: 83)]
27
Aku tidak pernah menganggap pemecatan ini ada. Anda
takkan bisa memecatku kecuali setelah Anda mengadili
saya dalam pengadilan militer (Hidayah, 2009: 151)
Pada contoh di atas terdapat pergeseran penerjemahan pada
tataran morfem dari morfem terikat ke morfem bebas, yaitu kata
mucha >kamati yang diterjemahkan menjadi "mengadili ,(BSu) حماكمىت <
saya" (BSa). Huruf ya>’ (ى) pada mucha>kamati ,dalam BSu حماكمىت <
merupakan dhamir muttashil dan termasuk morfem terikat.
Dhamir muttashil ضمري متصل adalah apa-apa yang tidak berada
di awal, dan tidak terletak setelah illa> إال (Ghulayaini, 2005: 88).
Dhamir muttashil terdiri dari sembilan huruf, salah satu diantaranya,
yaitu huruf ya>’ (ى) pada kata mucha>kamati ,Sedangkan .حماكمىت <
morfem terikat merupakan morfem yang tidak bisa berdiri sendiri dan
hanya dapat meleburkan diri pada morfem yang lain (Verhaar, 2004:
97-98).
Adapun dalam BSa, huruf ya>’ (ى) pada mucha>kamati حماكمىت <
diterjemahkan menjadi "saya", yang merupakan morfem bebas.
Morfem bebas dapat berdiri sendiri dalam tuturan (Verhaar, 2004: 97).
Oleh karena itu, pada kata mucha >kamati yang diterjemahkan حماكمىت <
menjadi "mengadili saya", mengalami pergeseran pada tataran
morfem, yaitu dari morfem terikat ya>’ (ى) dalam BSu, menjadi
morfem bebas "saya" dalam BSa.
28
نعوا العامة. اذىب إىل العلماء و فانطلق أنت إىل اخلاصة عسى أن يقالزعماء و أرباب اجلاه و النفوذ ليبصروا الناس باحلقيقة و حيذروىم من
)٨٥: ٠٩٩١ )باكثري،، . . . ادلكيدةالوقوع ىف ىذه
[Fan-thaliq anta ila>l-kha >shshati ‘asa> an yaqna‘u>l-‘a>mmatu. Idzhab ila >l-‘ulama >'i waz-zu‘ama>'i wa arba >bil-
ja>hi wan-nufu>dzi liyubashshiru >n-na>sa bil-chaqi >qati wa
yuchadzdziru>hum minal-wuqu >‘i fi> ha>dzihil-maki >dati, . . .
(Bakatsir, 1990: 28)]
Kalau begitu kamu saja yang berusaha meyakinkan
mereka. Pergi dan temui para ulama, pemimpin dan orang-
orang berpengaruh untuk menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi kepada rakyat Mesir. Mengingatkan
mereka agar tidak jatuh dalam tipu daya Turki dan
Mamalik, . . . (Hidayah, 2009: 55)
Pada kalimat di atas terdapat pergeseran bentuk dalam
penerjemahan pada tataran sintaksis dari kata ke frasa, yaitu
bergesernya kata al-maki >datu ادلكيدة (BSu), yang diterjemahkan
menjadi "tipu daya" (BSa). Kata al-maki >datu ادلكيدة dalam BSu,
termasuk nomina yang ditandai dengan adanya alif lam ال
(Ghulayaini, 2005: 15).
Adapun dalam BSa, kata al-maki >datu ادلكيدة diterjemahkan
menjadi frasa yaitu "tipu daya". Sehingga dengan adanya gabungan
dua kata (ciri frasa) yang terdiri dari kata tipu dan daya, terjadi
pergeseran penerjemahan dari BSu ke BSa dalam teks drama tersebut.
Oleh karena itu, penerjemahan di atas mengalami pergeseran dalam
tataran sintaksis dari kata ke frasa, yaitu pada kata al-maki >datu ادلكيدة
dalam BSu, menjadi frasa "tipu daya" dalam BSa.
29
)٠١: ٠٩٩١ )باكثري، اإلنتظارنتظره فإنو أمر يستحق فلن
[Fal-nantadzirhu fa'innahu amrun yastachiqqul-
inthidza>ra (Bakatsir, 1990: 40)]
Kita akan terus menunggu. Urusan pribadi kita bisa
menunggu. (Hidayah, 2009: 78)
Pada penerjemahan di atas terdapat pergeseran pada kategori
kata dari nomina yaitu al-inthidha >ru اإلنتظار (BSu), yang
diterjemahkan menjadi verba yaitu "menunggu" (BSa). Kata al-
inthidha>ru اإلنتظار dalam BSu, merupakan nomina dengan penanda
alif lam ال (Ghulayaini, 2005: 15). Nomina adalah makna yang bebas
dari waktu (Ni’mah,1988: 17).
Adapun dalam BSa, kata al-inthidha>ru اإلنتظار diterjemahkan
menjadi menjadi verba yaitu "menunggu". Verba adalah sesuatu yang
menunjukkan tindakan atau perbuatan (Chaer, 2008: 254).
"Menunggu" merupakan kata yang menunjukkan perbuatan, yaitu
tinggal beberapa saat di suatu tempat dan mengharap sesuatu akan
terjadi (KBBI, 1990: 973). Oleh karena itu, penerjemahan di atas
mengalami pergeseran pada kategori kata dari nomina ke verba, yaitu
nomina al-inthidha>ru "dalam BSu, menjadi verba "menunggu اإلنتظار
dalam BSa.
30
يك و أنت حتلم ىذه قدم زلزل حتتسبحان اهلل . . . األرض تت )٧٧: ٠٩٩١ )باكثري، األحالم
[Subcha>nalla >h . . . al-ardhu tatazalzalu tachta qadamaika
wa anta tachlimu ha>dzihil-achla >ma (Bakatsir, 1990: 77)]
Subhanallah. Bumi tengah berguncang di bawah telapak
kakimu sementara kamu masih saja bermimpi besar
(Hidayah, 2009: 141)
Penerjemahan di atas terdapat pergeseran makna dari makna
generik ke makna spesifik, yaitu kata qadamun قدم (BSu), yang
diterjemahkan menjadi "telapak kaki" (BSa). Kata qadamun قدم
merupakan kata yang berkategori nomina dengan penanda charfu jar
(Ghulayaini, 2005: 15). Salah satu tanda charfu jar yaitu tachta حتت,
yang terdapat pada gabungan kata tachta qadamaika ميكحتت قد .
Jika kata qadamun قدم dalam BSu, diterjemahkan secara
harfiah, maka dalam kamus al-Maurid (Baalbaki, 2006: 711) berarti
kaki. Akan tetapi, jika diterjemahkan ke dalam BSa terdapat lebih dari
satu makna, maka terjemahan tersebut merupakan makna generik
karena masih umum dan mempunyai makna lebih dari satu.
Adapun dalam BSa, kata "telapak kaki" termasuk makna
spesifik karena penyebutan "telapak kaki" dalam Bahasa Indonesia
(BSa) bersifat spesifik dan "telapak kaki" merupakan bagian dari kaki.
Definisi dari kata kaki, yaitu anggota badan yang menopang tubuh dan
yang dipakai untuk berjalan (dari pangkal paha ke bawah): bagian
31
tungkai (kaki) yang paling di bawah (KBBI, 1990: 378). Oleh karena
itu, penerjemahan di atas mengalami pergeseran makna dari makna
generik ke makna spesifik, yaitu kata qadamun قدم dalam BSu,
menjadi "telapak kaki" dalam BSa.
Setelah melakukan reduksi dan sajian data, peneliti melakukan
penarikan simpulan dan verifikasi. Pada awal pengumpulan data,
peneliti telah memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan
melakukan pencatatan pernyatan-pernyataan menuju ke penarikan
simpulan. Dalam hal ini, Sutopo (2002: 92) menyatakan, reduksi
adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur
data sedemikian rupa, sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.
Penarikan simpulan diambil berdasarkan pada temuan dan hasil
analisis data serta pembahasannya.
Jika simpulan sudah diperoleh, maka simpulan itu perlu
diverifikasi. Sutopo (2002: 93) menyatakan, kesimpulan yang perlu
diverifikasi atau ditelusuri kembali dengan cepat dapat dilakukan
dengan replikasi atau pengulangan. Hal ini dilakukan untuk menguji
kembali validitas data, karena makna data pada dasarnya harus diuji
validitasnya supaya kesimpulan penelitian menjadi lebih kokoh. Hasil
penarikan simpulan dan verifikasi digunakan untuk menjawab dua
rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsikan jenis
pergeseran bentuk dalam penerjemahan teks drama Ma'sa >tu Zainab,
32
serta mendeskripsikan jenis pergeseran makna dalam penerjemahan
teks drama Ma'sa>tu Zainab.
1.8.5 Penyajian Hasil Analisis
Sudaryanto (1993: 145) mengemukakan ada dua metode yang
dapat digunakan dalam penyajian hasil analisis, yaitu metode formal
dan informal. Metode penyajian hasil analisis secara formal adalah
perumusan dengan menggunakan tanda-tanda dan lambang-lambang.
Adapun metode penyajian hasil analisis secara informal adalah
penyajian data dengan menggunakan rumusan kata-kata biasa.
Penyajian hasil analisis pada penelitian pergeseran bentuk dan
makna dalam penerjemahan teks drama Ma'sa>tu Zainab karya Ali
Ahmad Ba >katsi >r, dilakukan baik secara formal maupun secara
informal. Penyajian secara formal, berupa data dalam bentuk tabel.
Adapun penyajian secara informal, yaitu melalui kata-kata untuk
mendeskripsikan hasil analisis agar mudah dipahami oleh pembaca.
1.9 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini bagian awal terdiri dari
halaman judul, halaman pengesahan, halaman persetujuan, halaman
pernyataan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, pedoman
transliterasi arab-latin, daftar isi, daftar tabel, daftar singkatan, daftar
lampiran, serta abstrak. Bagian isi skripsi terdiri dari tiga bab :
33
BAB I yaitu Pendahuluan, dalam hal ini diuraikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah,
manfaat penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II yaitu Analisis Data Pergeseran Bentuk dan Makna, meliputi
pembahasan serta analisis data pergeseran bentuk dan analisis pergeseran
makna dari data yang telah diperoleh dalam teks drama Ma'sa>tu Zainab.
BAB III yaitu Penutup, meliputi kesimpulan serta saran.
top related