bab i (latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keaslian penelitian
Post on 10-Dec-2015
30 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan sosial menjadi penting bagi mahasiswa awal dalam
mengeksplorasi lingkungan sosial yang lebih luas untuk membangun pribadi yang
mandiri dan menjadi terlibat secara sosial (Kenniston dalam Santrock, 2002).
Selain itu, keterampilan sosial juga membantu mahasiswa awal dalam
memberikan kontribusi pada penerimaan teman sebaya serta mampu melakukan
penyesuaian terhadap lingkungan sosial yang lebih besar (Walker dalam Stedley
dkk, 2008). Yuksel (Suheda, 2013) menjelaskan bahwa pentingnya keterampilan
sosial pada mahasiswa awal, mereka dapat dengan mudah memahami emosi,
pikiran, dan perilaku yang terdapat pada diri sendiri maupun orang lain sehingga
mampu beradaptasi dalam suatu lingkungan sosial.
Menurut Gresham dan Elliott (2008), keterampilan sosial yang tinggi adalah
mereka yang mampu melakukan komunikasi timbal balik dengan berbagai pihak,
melakukan pertemanan dengan mudah, terlibat dalam berbagai kegiatan, dapat
menyampaikan perasaan-perasaan serta suatu permasalahan, juga memiliki
kontrol perilaku yang tepat. Bacan (Suheda, 2013) pun mengatakan bahwa
keterampilan sosial yang tinggi adalah mereka yang mampu memulai,
mengembangkan, dan secara terus menerus dapat menjalin hubungan
interpersonal, dapat memperkenalkan dan mengekspresikan diri kepada orang
lain, memiliki resolusi konflik yang tepat, mampu mengendalikan amarah, mampu
1
2
mengambil suatu keputusan, serta dapat berbicara serta mendengarkan secara
timbal balik dengan pihak lain.
Gresham dan Elliott (Elliott & Busse, 1991) mengatakan bahwa rendahnya
keterampilan sosial yang dimiliki oleh individu akan berdampak pada
ketidakmampuan dalam melakukan interaksi secara tepat dengan pihak lain, gagal
dalam menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan, adanya
perasaan emosional (kecemasan, kesedihan, serta agresi verbal), dan kurang
memiliki kontrol diri yang tepat. Kazdin (Klaussen & Rasmussen, 2013) pun
mengatakan bahwa keterampilan sosial yang rendah adalah mereka yang
mengalami kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan yang positif dengan
lingkungannya, ditolak atau diabaikan oleh lingkungannya, adanya agresi pada
teman sebaya, ketidakpatuhan dalam suatu permintaan, serta adanya
penghindaraan kontak mata karena cemas. Spence (Spence, 2003) mengatakan
rendahnya keterampilan sosial akan berdampak pada ketidakmampuan dalam
melakukan kontak mata, pemberian eskpresi wajah yang kurang tepat, adanya
jarak sosial, dan penggunaan bahasa tubuh yang kurang tepat pada tuntutan situasi
sosial yang berbeda. Tidak hanya itu saja, kualitas verbal seperti nada suara,
volume, tingkat, dan kejelasan berbicara pun tidak dapat digunakan secara tepat.
Setelah dilakukan pengambilan data penelitian terhadap 190 mahasiswa
awal atau mahasiswa angkatan 2014 di Universitas Islan Indonesia, terdapat 37
mahasiswa awal yang memiliki keterampilan sosial dengan kategori sangat rendah
(19,5%) dan 38 mahasiswa awal dengan kategori rendah (20%). Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapat mahasiswa awal yang belum melakukan
3
perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri dan menjadi terlibat secara
sosial pada lingkungan sosial yang lebih luas, yakni universitas dimana
universitas merupakan suatu struktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat
pribadi, interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang lebih beragam dan
kadang lebih beragam latar belakang etniknya.
Berdasarkan studi terdahulu dari beberapa aitem skala keterampilan sosial
menunjukkan bahwa mahasiswa awal yang mampu menggunakan bahasa tubuh
yang tepat ketika berhadapan orang lain, hanya sebesar 13,2%. Mahasiswa awal
yang mampu mengungkapkan perasaan-perasaan ketika tidak diperlakukan
sepantasnya, hanya sebesar 14,2%. Mahasiswa awal yang mampu mengutarakan
adanya suatu permasalahan, hanya sebesar 12,1%. Mahasiswa awal yang mampu
membuat pihak lain merasa nyaman, hanya sebesar 29,5%. Mahasiswa awal yang
mampu menunjukkan kepedulian terhadap pihak lain, hanya sebesar 21,6%.
Mahasiswa awal yang mampu membuat serta mencapai suatu kesepakatan ketika
sedang berkonflik, hanya sebesar 10,5% dan mahasiswa awal yang mampu
mengunakan penggunaan bahasa yang tepat ketika saat marah, hanya sebesar
8,4%. Rendahnya persentase dari beberapa aitem skala keterampilan tersebut
menunjukkan bahwa keterampilan sosial mahasiswa awal dapat dikatakan rendah.
Berdasarkan data rekapitulasi layanan konseling tahun 2013-2014 dari Pusat
Bimbingan dan Konseling Mahasiswa UII (PBKM) pun terdapat beberapa
mahasiswa awal yang terlibat permasalahan terkait dengan keterampilan sosial.
Beberapa permasalahan tersebut berupa kurangnya minat untuk berhubungan
dengan orang lain disebabkan sulitnya beradaptasi, hubungan interpersonal
4
dengan teman sebaya, sulit bergaul, dan dijauhi oleh teman. Berdasarkan beberapa
permasalahan tersebut penyebab utamanya ialah berhubungan dengan keluarga,
dimana adanya pola asuh orangtua berupa penolakan terhadap anak, tindakan
kekerasan atau KDRT, dan kurangnya komunikasi dengan orangtua.
Kenny (Ross & Fuertes, 2010) menunjukkan bahwa proses meninggalkan
rumah untuk kuliah mirip dengan situasi yang aneh dalam studi awal kelekatan,
yang meneliti reaksi anak ketika dipisahkan dari ibunya. Ketika masa muda
menuju ke universitas atau perguruan tinggi, mereka dapat memanfaatkan
orangtua sebagai basis yang aman untuk mengembangkan kompetensi dan
otonomi dalam situasi baru ini. Menurut De Armas dan Kelly (Ross & Fuertes,
2010), pada masa muda individu yang terlibat berbagai situasi sosial dan diminta
untuk menangani situasi ini secara independen atau mandiri. Hal ini terutama jelas
dalam situasi perguruan tinggi, ketika sebagian besar masa muda tinggal jauh dari
rumah untuk pertama kalinya. Golan (Ross & Fuertes, 2010) menunjukkan bahwa
masa muda memasuki perguruan tinggi harus bernegosiasi pada tugas
perkembangan baik secara psikologis memisahkan diri dari keluarga mereka dan
beradaptasi dengan kondisi dunia dewasa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli perkembangan, Kobak
dkk (Santrock, 2002) percaya bahwa kelekatan dengan orangtua pada masa remaja
dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana
tercermin dalam ciri-ciri seperti penyesuaian emosional. Menurut Engels dkk
(Ross & Fuertes, 2010) dalam penyesuaian emosional terdapat keterampilan sosial
sebagai salah satu mediator. Misalnya, remaja yang memiliki relasi yang nyaman
5
dengan orangtuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih
baik (Armsden & Greenberg dalam Santrock, 2002). Sebaliknya, detachment
emosional dari orangtua terkait dengan perasaan-perasaan akan penolakan oleh
orangtua yang lebih besar dan perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan
romantik yang dimiliki diri sendiri (Ryan & Lynch dalam Santrock, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Hazen dan Shaver (Santrock, 2002)
menunjukkan bahwa mahasiswa yang dekat dengan orangtua mereka sebagai
anak-anak cenderung memiliki relasi dekat dengan teman-teman, pacar, dan
pasangan dibandingkan dengan rekan-rekan mahasiswa yang tidak dekat dengan
orangtua. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara kelekatan aman pada mahasiswa dengan keterampilan sosial, yang meliputi
ekspresi emosi, sensitivitas emosi, ekspresi sosial, dan kontrol sosial juga kontrol
emosi (Dereli & Karakus, 2011). Dengan demikian, kelekatan dengan orangtua
selama masa remaja dapat berlaku sebagai fungsi adaptif yang menyediakan
landasan yang kokoh dimana remaja dapat menjelajahi dan menguasai
lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas dalam suatu cara
yang secara psikologis sehat, terlebih ketika masa remaja memasuki masa transisi
menuju dewasa untuk berada dalam situasi perguruan tinggi.
Dengan demikian, pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti
berdasarkan penjabaran di atas adalah apakah terdapat hubungan antara kelekatan
orangtua dan keterampilan sosial pada mahasiswa awal yang memasuki
universitas?
6
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara kelekatan orangtua dengan keterampilan sosial pada remaja akhir yang
memasuki universitas.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat
memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu psikologi, khususnya
psikologi perkembangan dan psikologi sosial. Psikologi perkembangan
berhubungan dengan kelekatan orangtua dan keterampilan sosial remaja akhir
sebagai bagian dari tugas perkembangan. Keterampilan sosial pun juga
berhubungan dengan psikologi sosial.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat
memberikan pengetahuan kepada orangtua tentang bagaimana membina
kelekatan yang baik dengan anak, yang mana ketika anak tumbuh dewasa
kelekatan dengan orangtua dapat membantu sang anak menjalankan tugas
perkembangannya dengan baik, khususnya keterampilan sosial.
D. Keaslian Penelitian
Topik penelitian mengenai hubungan kelekatan orangtua dengan
keterampilan sosial pada mahasiswa awal yang memasuki universitas di Indonesia
7
sendiri masih jarang dijumpai. Namun terdapat beberapa penelitian dari luar yang
meneliti dengan topik penelitian serupa. Penelitian yang dilakukan oleh Dereli dan
Karakus (2011) mengenai “An Examination of Attachment Styles and Social Skills
of University Students” ingin menguji hubungan antara gaya kelekatan dan nilai
keterampilan sosial, serta apakah gaya kelekatan memprediksi nilai keterampilan
sosial teruji. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa ada hubungan positif
yang signifikan antara kelekatan aman dengan keterampilan sosial pada
mahasiswa yang meliputi ekspresi emosi, sensitivitas emosi, ekspresi sosial,
kontrol sosial, dan kontrol emosi. Kemudian tidak adanya hubungan antara
kelekatan tidak aman dengan keterampilan sosial pada mahasiswa yang meliputi
ekspresi emosi, sensitivtas emosi, kontrol emosi, ekspresi sosial, sensitivitas
sosial, dan kontrol sosial. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel
penelitian ini adalah Social Skill Inventory (SSI) yang dikembangkan oleh Riggio
dan Relationships Scales Questionare (RSQ) yang dikembangkan oleh Griffin dan
Bartholomew. RSQ terdiri dari 17 aitem Likert berjenis skala untuk mengukur
perbedaan empat gaya kelekatan (aman, menolak, takut, sibuk). Subjek dalam
penelitian ini adalah 343 mahasiswa dari seluruh mahasiswa Fakultas Pendidikan
di Universitas Selcuk yang dipilih secara acak dengan usia rata-rata 20 tahun.
Selain penelitian tersebut, terdapat penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Laible (2007) mengenai “Attachment with Parents and Peers in Late
Adolescence: Links with Emotional Competence and Social Behavior” ingin
menguji apakah hubungan antara kelekatan aman orang tua dan kelekatan aman
teman sebaya, dan laporan diri remaja dari perilaku prososial dan agresif
8
dimediasi oleh ekspresi emosi, empati, dan kesadaran emosi. Hasil dari penelitian
ini mengemukakan bahwa remaja yang memiliki kelekatan aman dengan orangtua
dilaporkan memiliki tingkat kompetensi sosio-emosional yang tinggi, termasuk
ekspresi positif, kesadaran emosi, dan perilaku sosial yang tinggi serta rendahnya
ekspresi negatif yang dominan. Selain itu, remaja yang memiliki tingkat
kompetensi emosi yang tinggi juga dilaporkan memiliki perilaku sosial yang lebih
kompeten. Remaja yang memiliki tingkat empati, kesadaran emosi, dan ekspresi
positif dilaporkan juga memiliki tingkat perilaku prososial yang tinggi dan
rendahnya tingkat perilaku agresi. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur
variabel penelitian ini adalah Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA)
yang dikembangkan oleh Armsden dan Greenberg, Interpersonal Reactivity
Questionare, dan Self-Expresiveness Questionare (SEQ). Subjek dalam penelitian
ini adalah 117 remaja akhir (65 perempuan dan 52 laki-laki) dan sebagian besar
adalah Kaukasia.
Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Ross dan Fuertes (2010)
mengenai “Parental Attachment, Interparental Conflict, and Young Adults
Emotional Adjustment” ingin meneliti remaja dengan kelekatan orang tua yang
lebih kuat memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dibandingkan remaja
dengan kelekatan orang tua yang lebih rendah. Selain itu penelitian ini juga ingin
memperluas model Engels dan kawan-kawan akan penyesuaian emosi untuk
dewasa muda dan termasuk konstruksi dari konflik interparental dan resolusi
konflik. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa kelekatan pada ayah
ditemukan menjadi prediktif keterampilan sosial yang lebih baik, dimana
9
mendorong kompetensi relasional yang lebih besar dan penyesuaian emosi yang
lebih baik. Kemudian kelekatan pada ibu ditemukan menjadi prediktif perilaku
resolusi yang lebih baik, dimana mendorong kompetensi relasional yang lebih
besar dan penyesuaian emosi yang lebih baik. Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur variabel penelitian ini adalah Inventory of Parent and Peer Attachment-
Mother and Father Form (IPPA) yang dikembangkan oleh Armsden dan
Greenberg, Children’s Perception of Interparental Conflict Scale (CPIC), Scale
for Interpersonal Behavior (SIB), Conflict-Resolution Behavior Questionare
(CRBQ), Self-Perception Profile for College Students, Self-Esteem Scale (SES),
dan Kandel Depression Scale (KDS). Subjek dalam penelitian ini adalah 295
mahasiswa (82 laki-laki dan 213 wanita) dari tiga universitas di wilayah Timur
Laut Amerika Serikat mulai usia 18-22 tahun.
Suatu penelitian dianggap orisinil atau asli apabila ada sesuatu yang baru
yang dapat ditampilkan oleh sang peneliti dalam suatu penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kelekatan orangtua
dengan Keterampilan sosial pada mahasiswa awal yang memasuki universitas.
Adapun penjelasan secara rinci mengenai keaslian penelitian ini, antara lain:
1. Keaslian Topik
Pada penelitian sebelumnya terdapat penelitian yang meneliti apakah
terdapat hubungan antara kelekatan orangtua dan keterampilan sosial pada
mahasiswa di universitas. Hal yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah penelitian ini ingin mengungkap bagaimana
10
keterampilan sosial yang dimiliki oleh mahasiswa awal yang meninggalkan
rumah dan tidak tinggal bersama orangtua untuk memasuki universitas.
2. Keaslian Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Gresham dan
Elliott (2008) untuk menjelaskan variabel keterampilan sosial dan teori dari
Armsden dan Greenberg (1987) untuk menjelaskan variabel kelekatan
orangtua. Teori dari Gresham dan Elliott belum digunakan pada penelitian-
penelitian sebelumnya, sehingga teori ini menjadi pembeda antara penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya.
3. Keaslian Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Social Skills
Improvement System (SSIS) dari Gresham dan Elliott untuk mengukur
variabel keterampilan sosial dan Inventory Parent and Peer Attachment
(IPPA) dari Armsden & Greenberg untuk mengukur variabel kelekatan
orangtua. Skala Social Skills Improvement System (SSIS) belum digunakan
pada penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga alat ukur ini menjadi
pembeda antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
4. Keaslian Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa awal
semester satu. Pada penelitian sebelumnya mengenai topik yang serupa,
subjek yang digunakan adalah mahasiswa secara umum dalam universitas,
sehingga subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya.
top related