bab i burnout
Post on 11-Apr-2016
18 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan tahun 2015-2019 yang
telah dipublikasikan dalam rencana strategis (Renstra) kementrian kesehatan
mendeskripsikan kesadaran pemerintah untuk mempertahankan pelayanan
kesehatan berkualitas yang dapat diakses oleh masyarakat secara
berkesinambungan sebagai syarat untuk terciptanya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Masyarakat dengan standar kesehatan optimal
merupakan modal penting sebuah negara mencapai kemajuan di berbagai bidang.
Pencapaian tujuan yang telah digariskan oleh pemerintah memerlukan dukungan
seluruh sumber daya bidang kesehatan agar program-program yang akan
diimplemetansikan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik. Sumber daya
di setiap sarana pelayanan kesehatan memegang peranan penting dalam
mengakselerasikan tujuan pembangunan terutama bidang kesehatan (Ditjen Bina
Upaya Kesehatan Kemenkes RI, 2012).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sumber daya manusia
yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan adalah lingkungan kerja. Elemen ini
mempunyai dampak besar meningkatkan atau menurunkan kemampuan seorang
tenaga kesehatan memberikan hasil terbaik dalam penyelesaian tugas. Lingkungan
yang baik akan meningkatkan kemampuan menampilkan hasil kerja berkualitas
1
2
bagi masyarakat yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan memberikan
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan (Kemenkes RI, 2011).
Pelayanan berkesinambungan terhadap masyarakat yang membutuhkan
mendeskripsikan tingkat risiko yang harus dihadapai tenaga kesehatan terutama
yang mempunyai intensitas tinggi berhadapan dengan pasien seperti perawat
terhadap berbagai hazard. Hazard di sarana pelayanan kesehatan yang lebih
kompleks terdapat di Rumah Sakit. Hazard ini meliputi fisik seperti paparan
terhadap bahan kimia, listrik, penyakit infeksi serta tindak kekerasan karena
keadaan yang membutuhkan pertolongan mengancam nyawa sedangkan mental
meliputi tuntutan kerja yang tinggi, rekan kerja, pengaturan pergantian jaga yang
keseluruhannya berpotensi menimbulkan stres (Occupational Safety and Health
Administration/OSHA, 2015).
Hazard di Rumah Sakit merupakan risiko terbesar bagi tenaga kesehatan,
meskipun setiap individu yang menjalani profesi tersebut dan bekerja di fasilitas
kesehatan ini telah melalui pemilihan dan disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan (Kemenkes RI, 2011). Keahlian yang dimiliki dapat meminimalkan
risiko terpapar bahan kimia atau infeksi penyakit namun ketidakharmonisan yang
dapat terjadi karena waktu kerja yang panjang, tingkat kegawat daruratan pasien
yang datang, hubungan dengan rekan kerja, kurangnya penghargaan terhadap
kerja dan stressor kerja lainnya tidak menghindarkan tenaga kesehatan dari risiko
mengalami stres. Stres berkepanjangan tanpa koping adekuat akan memicu
kelelahan mental dan kejenuhan kerja yang lazim dikenal dengan burnout (Dolan
& Holt, 2013).
3
Sindroma burnout telah dikenal sejak lama dan definisi yang diterima
secara luas adalah keadaan kelelahan emosi yang dihasilkan dari akumulasi stres
dari kehidupan seseorang, termasuk pekerjaan, kehidupan pribadi dan tanggung
jawab terhadap keluarga. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan
pengurangan energi dan kekuatan secara perlahan dan berkelanjutan, yang
dikombinasikan dengan kehilangna motivasi dan komitmen setelah terpapar
stressor tingkat tinggi dari pekerjaan dalam jangka waktu lama (Catalano, 2015)
Tenaga kesehatan yang mengalami burnout secara global berbeda ditiap
negara, karena stressor atau sumber stres dominan yang terdapat di setiap Rumah
Sakit cenderung bervariasi. Prosentase burnout meskipun tidak diakumulasikan
secara keseluruhan seperti prevalensi penyakit namun laporan mengenai kejadian
tersebut yang dilakukan dengan mengambil sampel beberapa negara berdasarkan
benua dapat menggambarkan perkiraan tingkat burnout di wilayah dimaksud.
Jumlah yang mengalami burnout di wilayah Eropa seperti skotlandia ditemukan
sebesar 42% sedangkan Prancis 50%. Negara maju di luar Eropa diwakili
Amerika Serikat dengan prosentase sebesar 50% (Carod-Artal & Vázquez-
Cabrera, 2013).
Negara berkembang seperti Afrika dan beberapa negara di Amerika
Selatan dilaporkan dalam studi yang sama oleh Carod-Artal dan Vázquez-Cabrera
(2013), mempunyai frekuensi lebih tinggi dibandingkan negara maju. Hal ini
diperkirakan terkait dengan ketidak familiaran terhadap tahapan kondisi mental
yang dapat terjadi dengan paparan berbagai sumber stres, sehingga tidak
4
melakukan tindakan preventif. Prosentase perawat yang mengalami burnout di
Malawi diperkirakan sebesar 74%, sedangkan di Brazil sebesar 71%.
Prevalensi burnout pada tenaga kesehatan tidak dilaporkan secara rinci
namun kejadian ini pada perawat di Indonesia berdasarkan studi secara sporadis
yang dilaporkan oleh berbagai penelitian didapatkan berkisar antara 50%-51%
(PPNI, 2009 dalam Prestiana & Purbandini, 2012). Kejadian burnout di Provinsi
Aceh tidak dilaporkan secara spesifik namun pemicu awal kejenuhan kerja karena
kelelahan mental ini meliputi stres kerja yang tinggi, berdasarkan penelitian
Yusrizal (2012) di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan sebagian
besar responden (60,65%) perawat atau sebanyak 37 responden dari 61 orang
yang diambil sebagai sampel penelitian mengalami stres tergolong tinggi dan
68,85% atau 42 orang perawat telah bekerja selama lebih dari 6 tahun dengan
kondisi stres tersebut.
Risiko mengalami kejadian burnout terutama pada perawat di Rumah
Sakit sebagaian besar dipengaruhi oleh efikasi diri (self efficacy) dan stres kerja.
Self efficacy adalah kepercayaan dari seseorang tentang kemampuan dan usahanya
untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya (Videbeck, 2014).
Pengaruh efikasi diri (self efficacy) terhadap burnout dikemukakan oleh Prestiana
dan Purbandini (2012, hal 1) yang menunjukkan ada hubungan antara kedua
kondisi dimaksud, yang memberikan kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat
self efficacy perawat maka risiko mengalami burnout rendah.
Faktor lain seperti stres kerja diprediksi secara empiris mempunyai
hubungan dengan burnout. Stres kerja menurut the health and safety executive
5
(HSE) yang dikutip oleh Stranks (2011) adalah tekanan dan permintaan ekstrim
yang ditempatkan pada seseorang di luar kemampuannya untuk mengatasi hal
tersebut. Hubungan variabel tersebut terhadap burnout menurut Ulfa dkk (2015,
seperti dikutip dari http://etd.repository.ugm.ac.id/) sangat signifikan. Estimasi
hubungan kedua variabel dikemukakan berdasarkan hasil penelitian terhadap 55
responden di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2015 dengan metode uji
korelasi product moment dari Pearson didapatkan nilai p 0,000 dengan nilai
korelasi 0,575. Nilai hasil olah data tersebut menggambarkan hubungan yang erat
antara stres kerja dan burnout dimana tingkat kesalahan kurang dari 1%.
1.2 Rumusan Masalah
Burnout merupakan salah satu penyakit akibat kerja dari segi psikis yang
harus diwaspadai setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
pada masyarakat. Gangguan kesehatan mental ini mempunyai dampak yang besar
bagi kinerja yang dihasilkan termasuk mendukung munculnya penyakit fisik yang
secara keseluruhan akan memperburuk kemampuan melaksanakan tugas yang
dibebankan dalam bekerja. Kewaspadaan dan pengenalan terhadap gangguan
psikis ini akan membantu memperkecil risiko mengalami gangguan ini dan
merupakan hal yang menjadi dasar pentingnya pembahasan mengenai burnout.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan dilakukan untuk memberikan gambaran secara
komprehensif dalam meningkatkan pemahaman mengenai gangguan ini yang
6
meliputi pengertian, penyebab, tanda-tanda, tahapan, dampak, cara pengukuran,
dan faktor determinan penyebab burnout .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mendapatkan gambaran mengenai burnout dari aspek pengertian.
1.3.2.2 Untuk mendapatkan gambaran mengenai burnout dari aspek penyebab.
1.3.2.3 Untuk mendapatkan gambaran mengenai burnout dari aspek tanda-tanda
penyakit.
1.3.2.4 Untuk mendapatkan gambaran mengenai burnout dari aspek dampak
penyakit.
1.3.2.5 Untuk mendapatkan gambaran mengenai burnout dari aspek pengukuran
penyakit.
1.3.2.6 Untuk mendapatkan gambaran mengenai burnout dari aspek faktor
determinan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis, menambah pengetahuan mengenai salah satu penyakit psikis
akibat kerja terutama pada tenaga kesehatan.
1.4.2 Bagi tenaga kesehatan terkait terutama dengan frekuensi tinggi mengalami
gangguan ini seperti perawat dapat menjadi bahan masukan untuk
melakukan pencegahan.
1.4.3 Bagi institusi pendidikan, dapat menajdi pelengkap data empiris
melengkapi data yang telah ada sebelumnya dalam meningkatkan
pemahaman mengenai penyakit akibat kerja dari aspek psikis.
top related