bab i basalioma
Post on 10-Jan-2016
50 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pembagian kanker kulit berupa kelompok melanoma dan kelompok non melanoma.
Kelompok non melanoma dibedakan atas basalioma, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma
adneksa kulit. Basalioma atau yang lebih dikenal dengan basalioma adalah neoplasma
maligna dari nonkeratizing cell yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan
karsinoma kulit non melanoma terbanyak dan paling sering ditemukan. Kelompok heterogen
dari tumor ganas kutaneus derajat ringan yang ditandai dengan diferensiasi yang
berhubungan dengan perkembangan folikel rambut, agresif namun biasanya hampir tidak
pernah bermetastasis. Ukuran tumor bervariasi dari yang berdiameter beberapa millimeter
hingga beberapa sentimeter. Basalioma juga memiliki nama lain, yaitu rodent ulcer, Jacob’s
ulcer, rodent carcinoma, dan epithelioma basocellulare. Kanker ini biasanya tidak
bermetastasis, berkembang lambat, invasif, dan mengadakan detruksi lokal. 1,2,3
Basalioma terjadi pada 80% dari jumlah kasus kanker kulit. Umumnya terdapat di
daerah wajah. Paparan sinar matahari merupakan faktor utama dan sering terjadi pada orang
berkulit putih yang tinggal di kawasan garis khatulistiwa. Tumor ini juga berkembang
disebabkan oleh jaringan parut yang dihasilkan oleh sinar x-ray, vaksinasi atau trauma.
Fotosensitif, tar dan minyak sebagai kokarsinogen dengan radiasi ultraviolet. Tumor ini
berasal dari sel lapisan basal atau dari lapisan luar sel folikel rambut, pada permulaan
berbentuk nodulus kecil pada kulit yang sklerotik. Kelainan ini secara lambat meluas dan
cenderung bertukak. Pinggirnya mirip bekas gigitan tikus karena itu diberi nama ulkus
rodent. 4,5
Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan sinar
ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen supresor. Di
1
samping itu telah banyak dipelajari adanya peran faktor keturunan pada patogenesis
basalioma. Dipelajari pula peran immunosupresor dalam patogenesis basalioma namun
mekanisme pastinya belum diketahui. 4,5
Diagnosis basalioma ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan gambaran klasik yang dikenal sebagai
“ulkus rodent”. Pemeriksaan penunjang terdiri atas foto polos di daerah lesi untuk melihat
infiltrasi dan biopsi insisi untuk menentukan diagnosis histopatologis. 4,5,6
Terapi berupa eksisi pada jaringan kulit sehat disekitarnya, lalu dilakukan
pemeriksaan sediaan beku untuk memastikan bahwa tepi luka eksisi sudah bebas tumor.
Radiasi sedapat mungkin dihindari mengingat dampak negatif sinar ionisasi. Terapi dapat
juga dilakukan dengan pembedahan beku. 7
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Basalioma
Basalioma atau yang dikenal dengan basalioma adalah neoplasma maligna dari
nonkeratizing cell yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit
non melanoma terbanyak dan paling sering ditemukan. Ukuran tumor bervariasi dari yang
berdiameter beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter. Basalioma juga memiliki nama
lain, yaitu rodent ulcer, Jacob’s ulcer, rodent carcinoma, dan epithelioma basocellulare.
Kanker ini biasanya tidak bermetastasis, berkembang lambat, invasif, dan mengadakan
detruksi lokal. 1,2,3
Basalioma atau basalioma, ulkus rodens adalah keganasan yang paling sering
ditemukan pada manusia. Tumor ini berasal dari sel lapisan basal atau dari lapisan luar sel
folikel rambut yang paling sering muncul pada daerah-daerah yang sering terekspos oleh
sinar matahari. Basalioma biasanya tumbuh lambat dan jarang bermetastase, akan tetapi dapat
menyebabkan kerusakan lokal yang nyata apabila dibiarkan atau diterapi dengan tidak
adekuat. 8,9,10,11
II.2. Epidemiologi
Di Amerika, setiap tahun 900.000 orang didiagnosa basalioma. Secara predominan
tumor ini terjadi pada individu yang berkulit cerah dan cenderung sensitif dengan sinar
matahari. Rata-rata usia yang beresiko terkena basalioma kurang lebih 60 tahun dan jarang
sebelum usia 40 tahun, namun basalioma juga dapat terjadi pada anak remaja. Perbandingan
antara laki-laki dan perempuan adalah dua kali lipat. Insidens yang lebih tinggi pada laki-laki
ini mungkin disebabkan oleh faktor perbedaan pada paparan sinar matahari yang disebabkan
oleh pekerjaan, namun perbedaan ini semakin tidak terlalu bermakna seiring dengan
3
perubahan gaya hidup. basalioma umumnya ditemukan pada orang berkulit putih, jarang pada
orang berkulit hitam.5,12
Sepertiga kasus basalioma bermanifestasi dalam bentuk nodul yang mengalami
ulserasi pada kepala dan leher. Insidens basalioma berhubungan langsung dengan usia
penderita dan berhubungan terbalik dengan jumlah pigmen melanin pada epidermis. Dari
aspek mortalitas dan morbiditas, walaupun merupakan suatu neoplasma maligna, basalioma
jarang bermetastasis. Insidens terjadinya metastasis basalioma kurang dari 0,1%.5,12
II.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Etiologi dan factor predisposisi lain dari basalioma dapat dikelompokkan pada dua
kelompok yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan antara lain : 10,13,14,15
Radiasi ultraviolet adalah penyebab basalioma paling penting dan paling sering.
Radiasi ultraviolet gelombang pendek, ultraviolet B, 290 – 320 nm, yang
menyebabkan sunburn, lebih sering menyebabkan basalioma dibandingkan
ultraviolet gelombang panjang, ultraviolet B, 320 – 400 nm.
Radiasi lain, yaitu sinar x dan sinar grenz juga berhubungan dengan terjadinya
basalioma.
Paparan arsen lewat obat-obatan, pekerjaan atau diet. Kontaminasi air sering
menyebabkan ingesi arsen.
Pengobatan dengan imonosupressan jangka panjang juga dapat meningkatkan
resiko basalioma. Oleh karena itu, penerima trasplantasi organ atau sel stem
mempunyai resiko tinggi hidup untuk menderita basalioma.
Adanya trauma, jaringan parut, luka bakar juga dapat menimbulkan basalioma.
Faktor genetik, antara lain : 10,13,14,15
4
Kulit tipe 1, rambut kemerahan atau keemasan dengan anak mata berwarna hijau
atau biru telah menunjukan faktor resiko yang tinggi untuk terjadinya basalioma,
dengan perkiraan ratio 1:6. Perkembangan basalioma dilaporkan lebih sering
terjadi setelah freckling pada usia anak dan setelah sunburn hebat pada usia anak.
Xeroderma pigmentosum : penyakit autosomal resesif ini dipicu oleh faktor
pembedahan pada kulit, dimulai dengan perubahan pigmen dan akhirnya menjadi
basalioma. Efeknya berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menginduksi
kerusakan DNA karena ultraviolet.
Sindrom nevoid basalioma (sindrom nevus sel basal , sindrom Gorlin) :
Basalioma muncul pada keadaan autosomal dominan, timbul pada usia muda.
Biasanya terdapat odontogenik keratosistik, plitting palmoplantar, kalsifikasi
intracranial dan kelainan tulang iga. Biasa juga timbul tumor seperti
meduloblastoma, meningioma dan ameloblastoma.
Sindrom Bazex : terdapat atropoderma folikuler (tanda-tanda ice pick, khususnya
pada dorsal tangan), basalioma multiopel dan anhidrosis local.
Terdapat riwayat kanker kulit nonmelanoma sebelumnya. Insiden kanker kulit
nonmelanoma adalah 35% pada 3 tahun pertama dan 50% pada 5 tahun kedua
setelah diagnosis awal kanker kulit.
II.4. Patogenesis
Aspek terpenting dari basalioma adalah bahwa kanker kulit ini terdiri dari sel tumor
epithelial berasal dari sel primitif selubung akar rambut sementara komponen stroma
menyerupai lapisan papilaris dermis dan terdiri dari kolagen, fibroblast dan substansia dasar
yang sebagian besar berupa berbagai jenis glukosa aminoglikans (GAGs). Kedua komponen
ini saling ketergantungan sehingga tidak bisa berkembang tanpa komponen yang lainnya.
5
Hubungan ketergantungan ini sifatnya sangat unik, hal inilah yang dapat menjelaskan
mengapa basalioma sangat jarang bermetastase dan mengapa pertumbuhan basalioma pada
kultur sel dan jaringan sangat sulit terjadi. Hal ini dikarenakan bolus metastase yang besar
dengan komponen sel dan stroma di dalamnya sulit memasuki sistem limfatik ataupun sistem
vaskular. Dan inilah yang membedakan antara basalioma dengan melanoma maligna dan
karsinoma sel skuamosa yang keduanya sering mengadakan metastase.16,17 Dianggap berasal
dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah menjadi sel-sel lain) yang ada pada stratum
basalis epidermis atau lapisan folikuler. Sel ini diproduksi sepanjang hidup kita dan
membentuk kelenjar sebasea dan apokrin. Tumor tumbuh dari epidermis dan muncul di
bagian luar selubung akar rambut, khususnya dan stem sel folikel rambut, tepat di bawah
duktus glandula sebasea.13,14
Radiasi sinar ultraviolet adalah penyebab paling umum dari kanker kulit baik yang
melanoma maupun yang non melanoma. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh
binatang, sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang paling efektif adalah UVB. Hal
ini disebabkan oleh karena kemampuan dari UVB itu sendiri untuk menembus kedalam
lapisan ozon dan juga startum korneum yang akhirnya akan diabsorbsi oleh DNA. Langkah
pertama dari proses karsinogenik ini adalah penginduksian DNA oleh photon UVB. Photon
UVB ini biasanya akan diabsorbsi pada 5 – 6 ikatan dobel dari pyrimidine, yang akan
menyebabkan terbukanya ikatan tersebut. Sebagai hasilnya akan terbentuk cyclobutane
dimmer atau pyrimidine-pyrimidone photoproduct. Keduanya menyebabkan struktur DNA
yang abnormal. Pada saat terjadi replikasi DNA, DNA polymerase sering salah memasukkan
cytosine yang telah rusak berseberangan dengan thymine. Mutasi ini muncul hanya apabila
cytosine berada berseberangan dengan thymine atau dengan cytosine yang lain, yang
merefleksikan sisi spesifik dimana photoproduct UV muncul. Dua gen yang secara normal
dapat mencegah terjadinya kanker akan tetapi menjadi tidak aktif pada kanker kulit adalah
6
PTCH dan p53. PTCH yang merupakan komponen dari jalur signal seluler, bermutasi pada
sekitar 90% dari basalioma. Sedangkan p53 yang mengkode regulator dari siklus sel dan
kematian sel bermutasi pada sekitar setengah dari basalioma dan lebih dari 90% karsinoma
sel skuamosa.15,18,19
Sinar ultraviolet menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53, yang terletak
pada kromosom 17p. Sebagai tambahan mutasi gen supresor tumor pada lokus 9q22 yang
menyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal dominan ditandai dengan
timbulnya basalioma secara dini. Mutasi pada gen supresi tumor p53 ditemukan dalam
hampir 50% kasus basalioma secara sporadik. Kebanyakan dari mutasi ini adalah translasi
dari C → T dan CC → TT pada susunan dipirimidin, yang merupakan mutasi khas yang
mengindikasikan bahwa adanya paparan terhadap radiasi ultraviolet B. Akhir-akhir ini
terdapat nukleus β-katenin yang menunjukkkan hubungannya dengan peningkatan proliferasi
sel tumor. Fungsi spesifik dari gen-gen ini masih belum diketahui.15,18,19
II.5. Prosedur Diagnosis
Diagnosis basalioma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis.
Konfirmasi histopatologis dengan cara biopsi eksisi, biopsi insisi, atau eksisi terapeutik
diperlukan tergantung pada ukuran tumor dan tindakan yang akan diambil. Bila ada destruksi
diperlukan CT-Scan dan MRI untuk menentukan tingkat kedalaman infiltrasi yang terjadi
akibat desktruksi tersebut. Apabila sudah terjadi metastasis ke kelenjar limfe atau organ
dalam perlu dilakukan pemeriksaan USG limfonodus, foto rontgen thoraks, dan CT-Scan
Abdomen. 20,21
II.5.1. Anamnesis
Orang yang mengalami sunburn lebih cenderung untuk menderita kanker
kulit. Terjadinya basalioma dipertimbangkan pada orang dengan riwayat kulit yang
sensitif atau adanya anomali kulit yang tidak membaik dalam waktu 3-4 minggu dan
7
terjadi pada kulit yang terpapar dengan cahaya matahari, terutama jika terdapat
lekukan pada bagian tengahnya. Untuk mencapai ukuran diameter 1 cm, tumor ini
bisa berlangsung beberapa bulan atau tahun. Pasien biasanya mengeluhkan adanya
lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa borok yang tidak
sembuh-sembuh. 21,21
II.5.2. Gambaran Klinis
Basalioma umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat invasif, dan
jarang bermetastasis. Selain itu tumor ini dapat merusak jaringan di sekitarnya,
bahkan dapat sampai ke tulang serta cenderung untuk residif apalagi bila
pengobatannya tidak adekuat. Pasien biasanya datang dengan luka yang sukar
sembuh. Predileksi pada daerah wajah, telinga, kulit kepala, leher, dan tubuh bagian
atas. Oleh karena basalioma sering muncul di daerah wajah, pasien sering memberi
riwayat adanya benjolan jerawat yang sering bedarah. Trauma yang sangat ringan
seperti mencuci muka atau mengeringkannya dengan handuk bisa menyebabkan
perdarahan biasanya ditemukan. Riwayat paparan sinar matahari karena pekerjaan,
sering terpapar sinar matahari sejak kanak-kanak dan dewasa muda.21,21
Terdapat lima bentuk klinis basalioma yang banyak ditemukan, yaitu: 16,22,23
1. Bentuk Nodulus
Bentuk ini paling sering ditemukan terutama pada daerah wajah, namun dapat
juga ditemukan di daerah tubuh dan ektremitas. Pada tahap awal basalioma bentuk
nodulus ini sangat sulit ditemukan bahkan dapat berwarna seperti kulit normal atau
menyerupai kutil. Gambaran klinis yang khas berupa gambaran keganasan dini
misalnya tidak berambut, berwarna coklat atau hitam, dan tidak mengkilap (keruh).
Bila diameter kurang lebih 0,5 cm sering ditemukan pada pinggir berbentuk papular,
8
meninggi, anular, tengah di bagian tengahnya, dapat berkembang menjadi ulkus
(ulkus rodent) kadang-kadang ditemukan telangiektasis.
Pada perabaan terasa keras dan berbatas tegas. Bentuk ini dapat melekat di
dasarnya apabila telah berkembang lebih lanjut. Selain itu basalioma bentuk nodulus
mudah berdarah dengan trauma ringan atau apabila krustanya diangkat.
Gambar 1. KSB nodular tipikal dengan tepi yang berputar, dan dengan
telangiektasia prominen
Gambar 2. Ulkus Rodent
9
2. Bentuk Kistik
Bentuk ini agak jarang ditemukan, Permukaannya licin, menonjol di
permukaan kulit berupa nodus atau nodulus., keras pada perabaan, dan mudah
digerakkan dari dasarnya. Telangiektasis dapat ditemukan pada tepi tumor. Lesi
memberikan gambaran translusen biru abu-abu yang mungkin tampak seperti lesi
kistik benigna. Pada bagian tengah nodul terisi dengan cairan musin jernih yang
mempunyai konsistensi seperti gelatin.
3. Bentuk Superfisial
Bentuk ini menyerupai penyakit Bowen, lupus eritematosus, psoriaris, atau
dermatomikosis tapi tidak berfluktuasi. Ditemukan di badan serta umumnya multiple
dan sedikit kemungkinan untuk invasif. Timbul dengan gambaran sisik-sisik atau
papul yang berwarna merah muda hingga merah-cokelat, biasanya dengan daerah
sentral yang jelas. Erosi lebih sedikit dibandingkan dengan tipe nodular. Biasanya
terdapat faktor etiologi berupa faktor arsen atau sindrom nevoid basalioma.
Ukurannya dapat berupa plakat denggan eritema, skuamasi halus dengan pinggir yang
agak keras seperti kawat dan agak meninggi.
Gambar 3. Basalioma tipe Superfisial
4. Bentuk Morfea (Sclerosing)
Basalioma bentuk morfea
merupakan bentuk klinis yang paling
10
penting karena bersifat agresif dengan plak atau papul yang sklerotik. Batasnya tidak
jelas sehingga eksisi langsung sukar dilakukan. Bentuk ini sekitar 5% dari jumlah
basalioma dan agak sukar didiagnosis dan manifestasinya agak lambat. Secara klinis
menyerupai morfea akan tetapi ditemukan tanda-tanda berupa kelainan yang datar,
berbatas tegas, tumbuhnya lambat, berwarna kekuningan, dan keras pada perabaan.
Gambar 4. Basalioma tipe Morfea
5. Bentuk Berpigmen
Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, pada jenis ini berwarna
coklat atau berbintik-bintik atau homogeni (hitam merata) kadang-kadang menyerupai
Melanoma. Banyak dijumpai pada orang dengan kulit gelap yang tinggal pada daerah
tropis.
11
Gambar 5. Basalioma tipe Berpigmen
Basalioma umumnya tumbuh lambat, namun kadang dapat berkembang cepat.
Jaringan yang paling rusak adalah pada bagian permukaan. Ulserasi dapat terjadi,
menjalar ke arah samping menuju ke dasar meliputi otot, tulang, maupun jaringan
lainnya. Ulserasi pada daerah mata dapat merusak bola mata sampai orbita. 22,23
Orang dengan basalioma mempunyai resiko tinggi untuk kambuh.
Berdasarkan sebuah penelitian, resiko kumulatif tiga tahun sebesar 33% dan 77%.
Resiko ini tergantung pada jumlah lesi yang ada. Lesi yang berada di tubuh
mempunyai resiko yang lebih tinggi. Daerah yang paling sering terjadi metastasis
adalah kelenjar getah bening, paru-paru, dan tulang. Tumor periorbital dapat
mengadakan invasi ke orbita yang bisa menyebabkan kebutaan apabila diagnosis dan
terapi terlambat. Invasi perineural juga dapat terjadi yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi saraf. 22,23
Resiko untuk mengidap karsinoma sel skuamosa lebih tinggi setelah mendapat
basalioma dengan resiko 6% dalam 3 tahun. Penderita juga mempunyai resiko yang
lebih tinggi untuk menderita melanoma maligna. Pelelitian di Amerika nenunjukkan
rasio 2.2, Belanda dengan rasio 2.62, dan Sweedan dengan resiko pada laki-laki
sebanyak enam kali lipat dan wanita empat kali lipat. Resiko ini diduga mempunyai
hubungan dengan paparan radiasi ultraviolet. 22,23
II.5.3 Histopatologi
12
Pada pemeriksaan histologist, tipe-tipe yang ditemukan adalah: 15,24
1. Basalioma nodular
Nukleus oval besar, hiperkromatik dan sitoplasma sedikit. Bentuk sel seragam
dan bila ada gambaran mitotik biasanya sedikit. Bentuk padat biasanya bergabung
dengan pola palisade di daerah perifer dan membentuk sarang-sarang. Biasanya ada
peningkatan produksi musin di sekitar stroma dermis. Pembelahan sel, yang dikenal
sebagai artefak retraksi biasanya muncul di antara sarang-sarang basalioma dan
stroma, yang berkurang selama fiksasi dan pewarnaan.
2. Basalioma adenoid
Terdapat lobus di daerah pseudoglandular.Ada juga tumor lobules yang
berdegenerasi secara sentral, membentuk ruangan pseudokistik berisi musin dan
dapat dijumpai di basalioma jenis nodulokistik.
3. Basalioma pigmentasi
Pada basalioma berpigmen yang mengandung melanosit, melanosit ini terdiri
dari sitoplasma granula melanin dan dendrit.
4. Basalioma superficial
Penampakannya seperti semak-semak sel basaloid yang berlekatan dengan
epidermis. Sarang-sarang berbagai ukuran sering terlihat di dermis.
5. Basalioma morfea
Pada basalioma morfea dan bentuk infiltrasi, pola sarang pertumbuhannya
tidak melingkar tapi membentuk untaian. Bentuk morfea tertanam dalam stroma
fibrous yang padat dalam bentuk untaian. Untaian basalioma infiltrasi cenderung
lebih tipis daripada morfea dan bentuknya ireguler. Basalioma infiltrasi biasanya
tidak memperlihatkan skar stroma seperti bentuk morfea. Retraksi dan palisade
13
perifer bentuk morfea dan infiltrasi kurang tegas bila dibandingkan tumor bentuk
agresif.
II.6. Pemeriksaan Penunjang
Oleh karena basalioma jarang bermetastasis, pemeriksaan laboratorium dan radiologi
jarang diperlukan pada penderita dengan manifestasi lesi lokal. Namun biopi kulit diperlukan
untuk konfirmasi diagnosis dan penentuan tipe histologi. Biasanya yang paling diperlukan
adalah biopsi shave. Namun pada kasus lesi pigmentasi yang sukar dibedakan anatara
basalioma tipe pigmentasi dan melanoma, biopsi eksisi mungkin diperlukan. 3
Biopsi pada lesi yang berpigmen terbatas untuk teknik punch atau biopsi eksisi di
lapisan dermis yang tebal dan dapat di evaluasi pada spesimen patologi. Biopsi punch
biasanya ukurannya berkisar dari 2 sampai 8 mm dan melibatkan pengambilan jaringan
berbentuk silinder bulat, sampai yang ideal pada batas jaringan subkutan. Kemudian jaringan
ini di jahit atau di biarkan bergranulasi. Paling sering, seluruh lesi dapat diambil untuk
pemeriksaan patologi; namun apabila tidak dapat di ambil bagian yang paling penting dari
tumor dapat dijadikan sampel. 3
14
Biopsi shave adalah teknik yang paling baik untuk lesi superfisial atau lesi yang tidak
berpigmen yang dicurigai sebagai BCC atau SCC. Teknik ini juga merupakan teknik biopsi
yang baik untuk tipe cutaneous horn atau
keratoakantoma, dapat juga di disertakan dasar
dari tumor pada specimen. Biopsi shave
menggunakan anestesi lokal pada bagian
epidermis dan lapisan atas dari dermis. Pada
sampel dilakukan di dasar tumor dengan
menggunakan pisau steril (razor blade) atau
pisau dengan no.ukuran 15 sehingga bagian
tengah dari dermis dapat disertakan sebagai spesimen biopsi. Apabila dilakukan terlalu
superfisial, invasi terhadap dermis tidak dapat dievaluasi, dan rebiopsi kemungkinan
diperlukan. 3
Gambar 6. Biopsi Shave
II.7. Stadium Klinis
Klasifikasi menurut UICC masih dapat digunakan dalam penentuan stadium
basalioma seperti halnya dengan karsinoma sel skuamosa dan karsinoma kulit lainnya, akan
tetapi secara klinis untuk penentuan T (besarnya tumor primer) sukar dilakukan dan untuk N
15
(keadaan kelenjar getah bening regional) dan M (ada tidaknya metastasis) secara praktis tidak
ada. Jadi untuk menentukan stadium dapat digunakan: 5,6
1. Ukuran atau diameter horizontal tumor
2. Lokasi tumor
3. Tipe basalioma
4. Penyebaran histologi ke jaringan yang lebih dalam (diameter vertikal)
5. Batas keamanan tepi
6. Batas reseksi operasi mikro
II.8. Diagnosis Banding
1. Karsinoma sel skuamous
Berkembang lebih cepat, batas tegas, papul atau nodul yang bersisik, lebih
meradang, tidak tampak batas telangiektasis seperti mutiara; diperlukan biopsi.25
2. Hiperplasia sebasea
Sangat jarang ditemukan, biasanya tampak delle dan talangiektasis, tetapi pada
keadaan meregang kulit tampak sedikit kekuningan atau oranye dan lobulus glandula
sebasea dapat terlihat. 6
3. Keratoakantoma
Berkembang dengan sangat cepat, lesi dapat tunggal, atau pada kasus yang
jarang dapat multipel; secara klinis, batas tegas, tinggi, nodul simetris dengan lubang
di bagian sentral; perlu di teliti secara histologi; dapat hilang secara spontan. Pada
kasus lain, beberapa kasus keratoakantoma dapat mendestruktif secara lokal. 25
II.9. Penatalaksanaan
Idealnya semua basalioma dibiopsi sebelum menentukan tindakan terapi yang paling
tepat. Namun hal ini akan menyebabkan bertambahnya biaya penatalaksanaan, sehingga hal
16
ini tidak selalu dilakukan. Apabila biopsi preoperatif tidak dilakukan, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan biopsi pada saat dilakukan tindakan operatif. 26,27
Dalam memilih penatalaksanaan yang tepat harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: ukuran, lokasi lesi, umur penderita, hasil kosmetik, tipe histologi, bentuk tumor, dan
kemampuan penderita untuk mentoleransi tindakan operasi. Terapi operatif kombinasi
dengan konfirmasi histologis merupakan prosedur standar penanganan basalioma. Tujuan
tindakan operasi adalah untuk mengangkat tumor sehingga tidak berproliferasi lagi. Dalam
penatalaksanaan basalioma eksisi harus mencapai lesi primer yang radikal dan rekonstruksi
dengan memperhatikan fungsi dan kesannya terutama yang terdapat di wajah. 26,27
II.9.1. Terapi Operatif
Terapi basalioma secara operatif dibagi menjadi dua, yaitu destruksi dan
eksisi. Terapi secara destruksi meliputi:1,2,17,25,27,28
1. Kuretase dan kauter / elektrodesikasi
Kuretase dan kauter paling baik digunakan untuk lesi yang beresiko
rendah (berukuran kecil, berbatas tegas dengan gambaran histologi yang
tidak agresif). Tumor dibuang dengan scraping. Prosedurnya dengan
anatesi lokal, lesi dicungkil dengan kuret dan dasar serta tepi lateral
dikauter dengan arus listrik untuk menghentikan perdarahan. Luka
biasanya cepat sembuh tanpa jahitan dan biasanya tanpa aesthetic scar.
Kuterase dan kauter tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan tumor
yang rekuren atau morfea dan tumor pada wajah yang beresiko tinggi
seperti di hidung, lipatan nasolabial, dan sekitar mata.
Ukuran tumor merupakan faktor penting karena kadar kekambuhan
meningkat sebanding dengan ukuran tumor. Kelebihan teknik ini adalah
prosedurnya cepat (biasanya kurang dari 5 menit) dan efektif untuk
17
basalioma tipe nodular dan superfisial. Kadar sembuh mencapai 95%.
Kekurangan teknik ini adalah prosedurnya tergantung pada operator dan
sering meninggalkan white atrophic scar. Prosedur ini kurang efektif
untuk terapi basalioma tipe infiltrasi, mikronodular, morfea, dan basalioma
rekuren dibanding teknik operasi Mohs yang merupakan pilihan terapi
untuk kebanyakan kasus.
2. Cryosurgery
Cryosurgery digunakan secara meluas untuk terapi basalioma yang
tunggal dan multipel. Cryosurgery dengan nitrogen cair digunakan dengan
teknik kontak atau spray pada tumor untuk dibekukan. Kemudian
temperature probe ditusuk ke dalam kulit pada tepi lateral. Terapi
dihentikan apabila suhu di tepi lateral mencapai – 60 oC.
Beberapa referensi mengeluarkan teknik ini dari terapi basalioma yang
beresiko tinggi dengan menekankan pentingnya menyeleksi lesi yang
sesuai dengan gambaran histologi yang tidak agresif dan jauh dari wajah
untuk memperoleh angka kesembuhan yang tinggi. Pada kasus tumor
superfisial dengan batas jelas cryosurgery merupakan alternatif terapi
pilihan utama, khususnya pada penderita dengan usia lanjut.
Kelebihan teknik ini adalah hasil kosmetik dan angka kesembuhannya
baik apabila digunakan untuk tumor yang mempunyai tepi jelas, misalnya
ada basalioma nodular. Kekurangan teknik ini adalah tergantung operator
dimana deteksi tepi tumor yang tepat menentukan keefektifan prosedur.
3. Laser karbondioksida
Prosedur ini mengangkat lesi dengan menggunakan laser
karbondioksida yang menggunakan sinar bertenaga tinggi untuk
18
mendestruksi sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Teknik ini
tidak rutin digunakan pada penderita dengan resio perdarahan yang tinggi.
Prosedur ini direkomendasikan untuk lesi yang beresiko rendah.
Terapi secara eksisi meliputi: 1,2,17,25,27,28
1. Operasi konvensional
Setelah anastesi lokal yang cukup diinjeksikan pada penderita, skalpel
no.15 atau no.10 digunakan untuk insisi subkutis. Untuk memastikan
keseluruhan tumor diangkat, margin (tepi) dari kulit yang kelihatan normal
harus dibuang/diangkat. Lebih banyak margin kulit yang normal dibuang,
lebih tinggi angka kesembuhan, namun pengangkatan yang ekstensif ini
akan meninggalkan defek yang lebih luas dan hasil kosmetik yang kurang
baik pada kebanyakan penderita. Pada kebanyakan kasus, 3-4 mm (di
referensi lain disebutkan 3-10 mm) tepi kulit yang normal dibuang.
Tingkat rekurensinya 5-10%. Operasi ini digunakan untuk tumor yang
berukuran 3-10 mm.
2. Operasi mikrografi (pemotongan lengkap)
Ada dua metode yaitu frozen section contohnya teknik Mohs dan
paraffin section (metode Breuninger). Prosedur ini memiliki tingkat
akurasi diagnostic yang tinggi, sehingga kulit yang sehat dapat
diselamatkan dan hanya mengeksisi tumornya saja sehingga teknik ini
aman serta bagus dari segi kosmetik. Operasi mikrografi ini diperlukan
untuk basalioma yang kurang potensial dan yang mengalami rekurensi,
yaitu:
1) Tipe infiltrat yang terdapat di kepala dan bagian distal ekstremitas.
2) Basalioma tipe infiltratif dengan dengan ukuran kurang dari 20 mm
yang berlokasi di daerah non-kosmetik.
19
3) Basalioma dengan diameter lebih dari 5 mm dan berlokasi di hidung,
mata, dan daerah telinga, serta tumor yang berdiameter lebih dari 20 mmm
di daerah selain yang disebutkan di atas.
4) Tumor yang rekuren.
Teknik Mohs merupakan teknik operasi yang digunakan untuk
basalioma tipe morfea atau rekuren atau basalioma yang terdapat pada
daerah wajah. Setelah anastesi lokal, lesi dieksisi lapis demi lapis biasanya
dengan ketebalan kurang dari 1 mm, lalu diperiksa di bawah mikroskop
sehingga semua tumor dibuang. Prosedur ini memerlukan waktu yang agak
lama dan merupakan terapi standar pada penatalaksanaan basalioma.
Kelebihan teknik ini adalah angka kesembuhan yang tinggi dibanding
teknik yang lain (99% untuk basalioma primer, 90-95% untuk basalioma
rekuren). Selain itu teknik ini dapat menyelamatkan jaringan kulit yang
sehat dan merupakan terapi pilihan untuk basalioma tipe infiltrat,
mikronodular, morfea, dan rekuren. Kekurangannya adalah prosedur ini
memerlukan waktu yang agak lama dan pasien mungkin memerlukan
anastesi tambahan.
20
Gambar 7. Operasi teknik Mohs
II.9.2. Terapi Non-Operatif
Terapi basalioma secara non-operatif meliputi: 1,2,17,25,27,28
1. Radioterapi
Kebanyakan basalioma bersifat radiosensitif, sehingga radioterapi
dapat digunakan untuk kebanyakan tipe. Radioterapi tidak dianjurkan
untuk basalioma pada area yang berpotensi untuk mengalami trauma
berulang seperti di ekstremitas atau tubuh dan pada penderita muda karena
21
onset perubahan atrofi kutaneus dan telangiektasis yang lambat akan
menyebabkan efek kosmetik setelah terapi. Onset fibrosis yang lambat bisa
menimbulkan masalah seperti epifora dan ektropion setelah terapi pada
kelopak mata bawah dan lesi kantus bagian dalam. Selain itu resiko terjadi
katarak juga ada walaupun dapat dikurangi denan penggunaan lensa
kontak protektif.
Radioterapi diperlukan untuk kasus inoperable atau post operasi mikro
atau makroskopis, lebih penting lagi pada kasus rekuren atau residif.
Teknik radiasi yang digunakan yaitu pengobatan standar terdiri dari sinar-
X. area radiasi adalah tumor yang kelihatan dan safety margin dengan
range 0,5 - 1,5 cm, tergantung pada ukuran tumor. Jaringan sekitarnya
seperti mata termasuk palpebra dan glandula lakrimalis harus dilindungi.
Dosis radioterapi ditentukan oleh ukuran, lokasi, jaringan sekitar, dan
tingkat radiosensitivitas tumor. Dosis tunggal anatara 1,8 – 5 Gy. Dosis
total maksimum adalah 50 – 74 Gy.
2. Kemotrapi/ imunoterapi
Pada penatalaksanaan dengan imunoterapi dapat dilakukan dengan
cara imunoterapi lokal dan sistemik. Imunoterapi lokal penting untuk
basalioma multipel. Sitostatik 5-fluorourasil diberikan secara topikal dua
kali setiap hari selama 4 – 6 minggu (1-5 % dalam bentuk krim atau salep),
di referensi lain disebutkan sampai 12 minggu dengan kadar remisi
setinggi 93% pada kasus basalioma tipe superfisial. Sitostatik ini bekerja
selektif terhadap tumor epidermal yang hiperproliferasi, namun juga dapat
mengiritasi kulit yang sehat. Setelah 1 – 2 minggu pengobatan, kulit
mengalami inflamasi dan erosi.
22
Basalioma juga berespon terhadap pengobatan intra lesi dengan
menggunakan interferon tipe 1 yang diberikan lebih dari 3 minggu dengan
pemberian 1-3 juta IU tiga kali seminggu (terapi ini masih dalam
penelitian). Basalioma yang bermetastasis memiliki prognosis yang jelek
dan usia harapan hidup dilaporkan 10 – 20 bulan. Keberhasilan terapi
dengan cisplatin (100 mg/m2 setiap 3 minggu) dan dengan 5-fluorourasil
kombinasi dengan cisplatin (100 mg/m2 cisplatin d1 dan 1000 mg/m2 5-
fluorourasil dilanjutkan dengan pemberian d1-d5 setiap 3 minggu).
Dengan kombinasi ini tingkat remisi mencapai 50%.
Banyak orang yang enggan untuk dilakukan operasi terhadap tumor
yang terdapat pada wajah, oleh karena itu diperlukan adanya suatu teknik
untuk menghilangkan basalioma yang terdapat pada area tertentu yang
berkaitan dengan kosmetik. Krim imiquimod sering digunakan untuk
terapi basalioma. Sebuah penelitian menunjukkan angka kesembuhan
hingga 88% pada basalioma tipe superfisial dan nodular. Terapi biasanya
diawali tiga kali seminggu dan ditingkatkan 1 – 2 kali sehari ergantung
dari toleransi untuk menjaga iritasi kulit. Cara kerja krim imiquimod 5%
adalah dengan menginduksi respon imun seluler sehingga menyebabkan
sekresi interferon-gamma (IFN-γ), interleukin-12 (IL-12) dan sitokin
lainnya. Masuknya IFN ke dalam tumor akan menurunkan sifat inhibitor
IL-10 dan membantu T-helper-1 (Th-1) untuk menstimulasi IL-2 dan
menginduksi adhesi molekul permukaan sel. Hal ini akan menyebabkan
perlekatan limfosit dengan CD4+ serta membunuh sel tumor dan regresi
tumor.
23
Imiquimod dapat menjadi alternatif yang baik mengingat ada banyak
alasan orang tidak mau dioperasi. Kelebihannya adalah tidak
menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Imiquimod cenderung
menyebabkan reaksi inflamasi lokal yang secara umum ringan hingga
sedang dan hilang setelah pengobatan dihentikan. Imiquimod menyerupai
kerja dari respon imun alami pada tubuh dalam melawan basalioma. Pada
lesi ini sitokin yang penting pada imunitas seluler seperti IFN-γ terdeteksi
dan berperan untuk meningkatkan infiltrasi CD4 dan limfosit terhadap
stroma. Sebagai pengobatan topikal, imiquimod dapat meningkatkan
jumlah IFN-γ pada kulit. Kemoterapi digunakan untuk penatalaksanaan
penyakit lokal yang tidak dapat dikawal dan untuk penderita dengan
metastasis (hal ini jarang terjadi).
II.10. Komplikasi
Basalioma sering didiagnosis sebagai ringworm atau dermatitis dan diterapi sebagai
penyakit tersebut. Apabila dibiarkan tanpa terapi, basalioma akan membesar dan dapat
menyababkan peradarahan. Walaupun jarang bermetastasis, basalioma dapat berkembang
bahkan sampai ke tulang sehingga menyebabkan kerusakan akibat destruksi jaringan. Proses
ini dapat menyebabkan terbentuknya ulkus yang dikenal sebagai ulkus rodent. Kurang dari
1% basalioma menyebar ke area lain tubuh, namun setelah diterapi yang biasanya sembuh
pada lebih dari 95% kasus, basalioma dapat muncul kembali di lokasi yang berbeda. 1,2,25,27
II.11. Prognosis
Basalioma yang tidak diobati secara menyeluruh dapat timbul kembali. Semua
pengobatan yang telah dilakukan harus terus dimonitor meningat sekitar 20% dari
kekambuhan yang ada biasanya terjadi antara 6 – 10 tahun pasca operasi. Rekurensi
basalioma setelah follow-up adalah sebanyak 18% untuk kasus eksisi, 10% untuk terapi
24
radiasi, 40% untuk elektrodesikasi dan kuretasi (dengan follow-up kurang dari lima tahun).
Sedangkan tingkat rekurensi dengan menggunakan terapi Mohs setelah follow-up lima tahun
adalah antara 3,4% dan 7,9%. Dengan demikian Mohs mikrografi merupakan terapi pilihan
untuk basalioma yang rekuren. 1,22,23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Ny. Siti Mufrotin
25
Usia : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal Paron 2/9, Selodakon, Tanggul, Jember
Agama : Islam
Bangsa / Suku : Madura
Tanggal MRS : 12 Desember 2014
Tanggal Pemeriksaan : 15 Desember 2014
Tanggal Follow-up : 18 Desember 2014
3.2 Keluhan utama
Benjolan di kepala
3.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh ada benjolan di kepala daerah dahi kanan yang disertai luka dan bau.
Awalnya berupa benjolan kecil berwarna hitam seperti tahi lalat berukuran + 1x1 mm yang
muncul sejak + 18 tahun yang lalu dan makin lama makin membesar sejak 3 tahun terakhir.
Benjolan tersebut pecah dan menjadi luka sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengalami
penurunan berat badan sebesar 5 kg dalam 1 bulan terakhir.
3.4 Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah menderita gejala penyakit serupa sebelumnya.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi disangkal.
3.5 Riwayat pemberian obat
Pasien belum diberikan pengobatan apapun.
3.6 Pemeriksaan fisik (15 Desember 2014)
A. Pemeriksaan Umum
26
1. Keadaan Umum : Cukup
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ᴼC
B. Pemeriksaan Khusus
1. Kulit : Ptechia (-), Purpura (-)
2. Kepala
a. Mata
Konjungtiva : Anemis -/-, perdarahan -/-
Sklera : ikterus -/-
Palpebra : oedem -/-
Pupil : refleks cahaya +/+, isokor 3mm/3mm
b. Telinga
Lubang telinga : Sekret -/-, Darah -/-
Bentuk : Normal/Normal
Lubang : Normal/Normal
27
Pendengaran : Normal/Normal
c. Hidung
Sekret (-), perdarahan (-), massa (-)
d. Mulut
Bibir : tidak sianosis, mukosa tidak pucat
Lidah : tidak ada deformitas
e. Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
f. Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup
28
Auskultasi : S1 S2 tunggal
g. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU (+) Normal
Palpasi : Soepel
Perkusi : Tympani
h. Ekstremitas
Akral Hangat + + Oedem - -
+ + - -
i. Status Lokalis
Regio Frontalis Dextra :
Massa (+) ukuran 8x7 cm , batas tegas, tepi berwarna hitam dan meninggi, permukaan
berdungkul-dungkul berwarna kemerahan, bagian tengah massa menggaung dan ada
ulkus, darah (+), pus (+)
j. Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Tanggal 14 Desember 2014
Hematologi Lengkap Hasil Pemeriksaan Normal
Hemoglobin 12.2 12.0 – 16.0 gr/dL
29
Leukosit 7.8 4.5 – 11.0 109/L
Hematokrit 37.4 36 – 46 %
Trombosit 486 150 – 450 109/L
k. Hasil Pemeriksaan FNA
Tanggal 15 Desember 2014
Hasil : Basal Cell Carcinoma
3.7 Diagnosa
Basalioma Frontalis Dextra
3.8 Differensial diagnosa
30
Squamous Cell Carcinoma Frontalis Dextra
3.9 Penatalaksanaan
Pro wide excisi
3.10 Follow up pasien
Tanggal 18 November 2014
S : Mata kanan terasa panas dan bengkak
O :
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,3 ᴼC
Kepala
Konjungtiva : Anemis sde/-, perdarahan sde/-
Sklera : ikterus sde/-
Palpebra : oedem +/-
Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Thoraks
31
Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup
Auskultasi : S1 S2 tunggal
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU (+) Normal
Palpasi : Soepel
Perkusi : Tympani
Ekstremitas
• Akral Hangat + + Oedem - -
+ + - -
Status lokalis
Regio Frontalis Dextra :
Elastic Band (+), nyeri (+), darah (-), pus, (-), drain isi darah 32 cc
32
Regio Palpebra Dextra :
Oedem (+), nyeri (+), hiperemia (+)
Regio Retroauricula Dextra :
Ditemukan vesikel-vesikel yang bergerombol, nyeri (+), darah (-), pus (-)
Regio Femur Dextra :
Kasa (+), nyeri (+), darah (-), pus (-)
A : Basalioma Frontalis Dextra post Wide Excisi + Skin Graft H1 , Herpes Zoster regio
Palpebra Superior Dextra + Retroauricula Dextra
P : Inj. Ceftriaxone 2x1 gram / iv
Inj. Norages 3x1 ampul / iv
33
Inj. Ranitidin 3x1 ampul / iv
Konsul ke Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Rawat Luka
BAB IV
PEMBAHASAN
34
Pasien ini didiagnosis dengan Basalioma Frontalis Dextra berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan Histopatologi yang dilakukan. Dari anamnesis
didapatkan benjolan pada kepala daerah dahi sebelah kanan sejak 18 tahun yang lalu.
Benjolan ini awalnya kecil dan berwarna hitam dengan ukuran + 1x1 mm yang makin
membesar dalam 3 tahun terakhir. Benjolan pecah dan muncul luka sejak 3 hari yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik Massa (+) ukuran 8x7 cm , batas tidak tegas, tepi berwarna hitam dan
meninggi, permukaan berdungkul-dungkul berwarna kemerahan, bagian tengah massa
menggaung dan ada ulkus, darah (+), pus (+). Dari hasil pemeriksaan Histopatologi dengan
metode FNA didapatkan diagnosis Basalioma.
DAFTAR PUSTAKA
35
1 Bull, TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th Edition. 2003. NewYork: Thieme Stuttgart.
p.60,107,158.
2 Casciato, DA, Lowitz, BB. Manual of Clinical Oncology. 2000. Lippincott Williams &
Wilkins. P.17.
3 Frankel, DH. Field Guide to Clinical Dermatology, 2nd edition. 2006. Lippincott Williams
& Wilkins.p.94-6.
4 Hunter, J, Savin, J, Dahl, M. Clinical Dermatology 3rd Edition. 2003. USA: Blackwell
Science. p.265-7.
5 LeBoit, PE, et al. World Health Organization Classification of Tumours – Pathology &
Genetics Skin Tumours. 2006. Lyon: IARC Press.p.16-21.
6 Hall, JC. Sauer’s Manual of Skin Disease, 9th edition. 2006. Lippincott Williams &
Wilkins. p.281-3.
7 Saclarides, TJ, Millikan, KW, Godellas CV. Surgical Oncology – An Algorithmic
Approach. 2003. New York: Springer. P.238-41.
8 Bachtiar MM. Djawad K. 2003. Karsinoma Sel Basal. Dalam Dali Amiruddin. Bagian
Tumor dan Bedah Kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Pertama. Makassar. FK-
Unhas, hal 187-193.
9 Bisono, Halimun EM, Prasetyono TOH, Pieter J. 2005. Kulit . Dalam : Sjamsuhidajat R,
Jong W, Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta. EGC, h:319-34.
10 Habif P Thomas. 2004. Benign Skin Tumors in Clinical Dermatology A Colour Guide to
Diagnosis and Therapy. Mosby the Curtis Centre. Pennsylvania, pp: 384-479.
11 Rata IGA. 2002. Tumor Kulit . Dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, hal:211-223.
12 Kasper, et al. Harrison’s Manual of Medicine. 2005. USA: McGraw-Hill Companies.
P.308.
36
13 Bader, RS. 2011. Basal Cell Carcinoma. Diakses tanggal 14 Desember 2014
(http://www.emedicine.com)
14 Hanjono D. 2003. Protokol pelaksanaan kanker kulit. In: Albar ZA, Tjindarbumi D, Ramli
M, etc, Editors. Protokol Peraboi. Bandung. Peraboi. p : 74-97.
15 Soultar DS, Robertson AG. 2002. Skin cancer other than melanoma. In: Souhami RL,
Tannok I, Hohenberger P, Horiot JC, Editor. Oxford textbook of oncology. 2nded. Oxford
press.
16 Vant uchov á Y, Čuřík R. Histological Types of Basal Cell Carcinoma. 2006. SCRIPTA
MEDICA (BRNO) – 79 (5–6): 261–270.
17 Thiessen MR. Dermatological Therapy. 1999. 135(10):1177–1183. P.86.
18 Schwartz SI et al. 1989. Principles of Surgery.5th ed. New York : Mc Graw-Hill. pp 527-46
19 Ponten F,Lundeberg J. 2003. Principles of Tumor Biology and pathogenesis of BCC and
SCC. In : Horn TD et al,Editors. Dermatology. Philadelphia. Elsevier Mosby. pp:1663-1670.
20 Williams, H, et al. Evidence-based Dermatology. 2003. BMJ Publishing Group. P.324-5.
21 Grant-Kels, JM. Dermatology: Clinical & Basic Science Series - Color Atlas of
Dermatopathology. 2007. USA: Informa Health Care. P.195-6,229.
22 DeVita, VT, Hellman, S, Rosenberg, SA. Cancer – Principles & Practice of Oncology –
volume 1. 2001. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. P.113.
23 Abraham, J, Allegra, CJ, Gulley, J. Bethesda – Handbook of Clinical Oncology 2nd
edition. 2005. Lippincott Williams & Wilkins. p.301.
24 Rubin AI.et al. 2003. Basal Cell Carcinoma. Diakses tanggal 14 Desember 2014
(http://www.nejm.org)
25 Dhillon, RS, East, CA. An Illustrated Colour Text: Ear, Nose, and Throat and Head
and Neck Surgery 2nd edition. 1999. Churchill Livingstone. p.114.
37
26 Feig, BW, Berger DH, Fuhrman, GM. The M.D. Anderson Surgical Oncology
Handbook. 2006. Lippincott Williams & Wilkins. p.114,117.
27 Bailey, BJ, Johnson, JT, Newlands, SD. Head & Neck Surgery – Otolaryngology, 4th
edition. 2006. Lippincott Williams & Wilkins.p.1456,1460.
28 Souhami, RL, et al. Oxford Textbook of Oncology – Volume 1 - 2nd edition. 2002.
Oxford Press. p.86.
38
top related