bab 9
Post on 05-Jul-2015
637 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 9
PROGRAM PENETAPAN HARGA
9.1 KONSEP HARGA
Penetapan harga merupakan tugas kritis yang menunjang keberhasilan operasi
organisasi profit maupun non-profit. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran
yang memberikan pendapatan bagi organisasi. Namun, keputusan mengenai harga tidak
mudah dilakukan. Disatusisi, harga yang terlalu mahal dapat meningkatkan laba jangka
pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau konsumen. Dalam kasus tertentu, harga yang
mahal sekali dapat diprotes lembaga konsumen dan bahkan mengundang campur tangan
pemerintah untuk menurunkannya. Selain itu, marjin laba yang besar cenderung menarik para
pesaing untuk masuk ke industri yang sama. Sedangkan bila harga terlampau murah, pangsa
pasar dapat melonjak. Akan tetapi, marjin kontribusi dan laba bersih yang dapat diperoleh
dapat jadi amat kecil, bahkan tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan atau ekspansi
organisasi.
Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter)
dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang
diperlukan untuk mendapatkan suatu produk. Produk adalah segala sesuatu (barang, jasa,
orang, tempat, ide, informasi, organisasi) yang dapat ditawarkan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan. Sedangkan utilitas merupakan atribut yang berpotensi memuaskan
kebutuhan dan keinginan tertentu. Secara garis besar terdapat lima jenis pokok utilitas, yakni:
Utilitas bentuk (form utility), berhubungan dengan proses produksi/konversi, yaitu
perubahan fisik atau kimiawi yang membuat suatu produk menjadi lebih bernilai.
Meskipun demikian, pemasaran berpengaruh pula terhadap penciptaan utilitas bentuk,
misalnya riset pemasaran mengenai ukuran, bentuk, warna, dan fitur produk yang
akan dihasilkan. Salah satu contoh utilitas bentuk adalah kayu yang telah dibentuk
menjadi kursi, meja dan peralatan mebel lainnya.
Utilitas tempat (place utility) terbentuk jika produk tersedia di lokasi-lokasi tempat
konsumen ingin membelinya. Contohnya, sepatu Nike akan memiliki utilitas tempat
apabila sudah dikirim dari pabrik ke gerai ritel seperti mall atau toserba.
Utilitas waktu (time utility), tercipata apabila suatu produk tersedia saat dibutuhkan
oleh para pelanggan potensial. Sebagai contoh, kartu Natal dan Tahun Baru dapat saja
diproduksi di bulan Mei, namun belum dipasarkan hingga akhir November atau awal
Desember. Dengan menyimpan kartu Natal dan Tahun Baru hingga saat dibutuhkan,
pemasar telah menciptakan utilitas waktu.
Utilitas informasi (information utility), tercipta dengan jalan menginformasikan calon
pembeli mengenai keberadaan atau ketersediaan suatu produk. Bila konsumen belum
mengetahui keberadaan suatu produk dan tempat penjualannya, produk bersangkutan
belum ada nilanya. Salah satu bentuk khusus utilitas informasi adalah utilitas citra
(image utility) yang berupa nilai emosional atau psikologis yang diasosiasikan dengan
produk atau merek tertentu. Utilitas citra biasa dijumpai pada produk-produk
prestisius seperti busana rancangan desainer ternama (seperti almarhum Gianni
Versace), mobil mewah (Jaguar, Porsche, Roll Royce, BMW, Mercedes, dan lain-
lain), parfum ekslusif (Giorgio Armani, Chanel), universitas terkemuka (seperti
Harvard, Yale, Stanford, Wharton School, London Bussiness School, dan MIT), dan
seterusnya.
Utilitas kepemilikan (possession/ownership utility) tercipta jika terjadi transfer
kepemilikan atau hak milik atas suatu produk dari produsen ke konsumen. Dengan
kata lain, utilitas ini terbentu kalau ada transaksi pembelian produk atau jasa.
Istilah yang digunakan untuk mengacu pada harga dapat beraneka ragam (lihat Tabel
9.1). ini menunjukkan bahwa penetapan harga sangat bergantung pada produk yang dijual.
Biasanya para pemasar menetapkan harga untuk kombinasi antara :
Barang atau jasa spesifik yang menjadi obyek transaksi.
Sejumlah layanan pelengkap (seperti instalasi, pengiriman, dan garansi).
Manfaat pemuasan kebutuhan yang diberikan oleh produk bersangkutan.
Tabel 9.1 Berbagai Istilah Harga
ISTILAH HARGA MANFAAT YANG DIBELI/DIBAYAR
Tuition (uang kuliah)
Interest (bunga)
Rent (uang sewa)
Fare (ongkos/harga karcis atau tiket).
Fee
Retainer
Toll
Salary (gaji)
Wage (upah)
Commision (komisi)
Dues (iuran)
Jasa pendidikan
Peminjaman, penyimpanan atau
pemakaian uang
Penggunaan peralatan atau tempat
untuk periode waktu tertentu
Jasa transportasi
Jasa pengacara atau dokter
Jasa konsultan atau pengacara selama
periode waktu tertentu
Penggunaan jalan tol atau telepon
interlokal
Jasa seorang eksekutif atau white-
collar workers lainnya.
Jasa blue-collar workers
Jasa wiraniaga
Keanggotaan dalam sebuah klub atau
organisasi.
Catatan : dalam konteks yang negatif atau ilegal, ada sejumlah istilah lain yang kerap
dijumpai: sogokan, uang suap, uang pelicin, blackmail, uang tebusan, dan lain-lain.
9.2 DIMENSI STRATEGIK HARGA
Harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang membutuhkan
pertimbangan cermat. Ini dikarenakan adanya sejumlah dimensi strategik harga dalam hal :
a. Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value). Nilai
adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaan (perceived benefits)
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk (lihat gambar 9.1).
manfaat atau nilai pelanggan total meliputi nilai produk (seperti reliabilitas,
durabilitas, kinerja dan nilai jual kembali), nilai layanan (pengiriman produk,
pelatihan, pemeliharaan, reparasi, dan garansi), nilai personil (kompetensi,
keramahan, kesopanan, responsivitas, dan empati) dan nilai citra (reputasi produk,
distributor dan produsen). Sedangkan biaya pelanggan total mencakup biaya moneter
(harga yang dibayarkan), biaya waktu, biaya energi, dan biaya psikis. Dengan
demikian, istilah “good value” tidak lantas berarti produk yang harganya murah.
Namun, istilah tersebut lebih mencerminkan produk tertentu yang memiliki tipe dan
jumlah manfaan potensial (seperti kualitas, citra, dan kenyamanan berbelanja) yang
diharapkan konsumen pada tingkat harga tertentu. Sebagai contoh, seorang tamu hotel
yang menginap di hotel melati relatif akan dapat menerima jika didalam kamarnya
hanya tersedia kipas angin. Namun, tamu hotel bintang lima dapat komplain ke pihak
manajemen hotel jika ternyata AC atau fasilitas air panas dikamar mandinya ngadat.
b. Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi para pembeli. Bagi
konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian produk otomotif
dan elektronik, kerap kali harga menjadi satu-satunya faktor yang dapat mereka
mengerti. Tidak jarang pula harga dijadikan semacam indikator kualitas.
c. Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan (the law
of demand), besar kecilnya harga memengaruhi kuantitas produk yang dibeli
konsumen. Semakin mahal harga semakin sedikit jumlah permintaan atas produk
bersangkutan dan sebaliknya. Meskipun demikian, itu tidak selalu berlaku pada semua
situasi. Dalam kasus tertentu, seperti mobil mewah, harga yang mahal malah diminati
konsumen.
d. Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satu-satunya
unsur bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan yang pada
gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan pangsa pasar yang diperoleh.
Unsur bauran pemasaran lainnya, seperti produk, distribusi dan promosi, malah
mengarluarkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit.
e. Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Dari empat unsur
bauran pemasaran tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan
diadaptasikan dengan dinamika pasar. Ini terlihat jelas dari persaingan harga (perang
diskon) yang kerap terjadi dalam industri ritel. Ini berbeda dengan kebijakan produk,
distribusi dan promosi terintegrasi yang menuntut komitmen jangka panjang.
f. Harga memengaruhi citra dan strategi positioning. Dalam pemasaran produk
prestisius yang mengutamakan citra kualitas dan ekslusivitas, harga menjadi unsur
penting. Konsumen cenderung mengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas produk.
Harga yang mahal dipersepsikan mencermintak kualitas yang tinggi dan sebaliknya.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika harga specialty product (seperti parfum
ternama, busana rancangan desainer terkenal, arloji Rolex, mobil mewah, restoran
ekslusif,dan sejenisnya) sangat mahal.
g. Harga merupakan masalah No.1 yang dihadapi para manajer. Setidaknya ini
ditunjukkan oleh adanya empat level konflik potensi menyangkut aspek harga.
Konflik internal perusahaan. Ada tiga jenis kemungkinan konflik menyangkut
penetapan harga dalam perusahaan. Pertama, dalam banyak perusahaan sering
kali terjadi ketidaksepakatan mengenai fungsi utama strategi penetapan harga :
mendorong pertumbuhan volume penjualan atau menghasilkan laba?. Potensi
konflik kedua malibatkan individu-individu dalam perusahaan yang
mengutamakan rate of return, payback atau aliran kas dan mereka mendesak
agar harga ditetapkan tinggi dengan pertimbangan biaya dan diminishing
returns yang tinggi pada aktivitas-aktivitas pemasaran. Sedangkan jenis
konflik ketiga melibatkan para individu yang mengutamakan pangsa pasar dan
peningkatan volume penjualan serta mereka yang cenderung menekankan
harga murah demi tercapainya skala ekonomis. Jenis konflik kedua dan ketiga
dapat tumpang tindih, namaun yang pasti keduanya harus diupayakan
solusinya.
Konflik dalam saluran distribusi. Anggota saluran distribusi dapat berperan
ganda, yakni sebagai pembeli dan sekaligus resellers. Peran ganda ini dapat
menimbulkan ketidak sepakaan dengan kebijakan penetapan harga
pemanufaktur. Saat bertindak sebagai pembeli, anggota saluran distribusi
hampri selalu menginginkan harga yang murah. Sedangkan saat bertindak
sebagai resellers, mereka kerap kali ingin memaksimumkan aliran pendapatan
yang mengarah pada keinginan akan harga yang mahal. Konflik lainnya
menyangkut harga eceran yang ditetapkan pemanufaktur
(suggested/recommended retail prices). Meskipun sebagian distributor
bersedia mematuhi harga tersebut, namun ada pula yang karena perbedaan
kondisi pasar terpakasa tidak dapat mematuhinya.
Konflik dengan pesaing. Tipe konflik ini mungkin merupakan konflik yang
paling nampak jelas dan serius. Dalam pasar oligopoli, misalnya tingkat harga
produk sebuah perusahaan dapat memengaruhi volume penjualan para
pesaingnya. Dalam pasar yang lebih kompetitif dengan diferensiasi produk
Nilai Produk
Biaya Psikis
Biaya Energi
Biaya Waktu
Biaya Moneter
Customer Delivered
Value
Biaya Pelanggan
Total
Nilai Pelanggan
Total
Nilai Layanan
Nilai Personel
Nilai Citra
yang kurang signifikan, strategi penetapan harga bisa jadi merupakan kunci
keunggulan bersaing. Bahkan, dalam pasar monopoli sekalipun, tekanan
persaingan tetap ada, baik dari barang/jasa substitusi maupun pesaing
potensial.
Konflik dengan instansi pemerintah dan kebijakan publik. Strategi penetapan
harga yang diterapkan oleh sebuah perusahaan dapat saja menimbulkan
konflik dengan instansi pemerintah atau kebijakan publik. Salah satunya yang
paling sering menimbulkan masalah adalah kebijakan menaikkan harga.
Kebijakan ini memang tidak populer dan sering mengundang reaksi keras dari
publik, terutama bila produknya menyangkut kepentingan masyarakat umum
(seperti halnya obat-obatan, BBM, dan makanan).
9.3 PERANAN HARGA
Harga memainkan peranan penting bagi perekonomian secara makro, konsumen, dan
perusahaan.
Bagi perekonomian. Harga produk memengaruhi tingkat upah, sewa, bunga dan
laba. Harga merupakan regulator dasar dalam sistem perekonomian, karena harga
berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, tanah,
modal, dan kewirausahaan. Tingkat upah yang tinggi menarik tenaga kerja, tingkat
bunga yang tinggi menjadi daya tarik bagi investasi modal, dan seterusnya. Sebagai
alokator sumber daya, harga menentukan apa yang akan diproduksi (penawaran)
dan siapa yang akan membeli barang dan jasa yang dihasilkan (permintaan).
Bagi konsumen. Dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang sangat sensitif
terhadap faktor harga (menjadikan harga sebagai satu-satunya pertimbangan
membeli produk) dan ada pula yang tidak mayoritas konsumen agak sensitif
terhadap harga, namun juga mempertimbangkan faktor lain (seperti citra merek,
lokasi toko, layanan, nilai (value) dan kualitas). Selain itu, persepsi konsumen
terhadap kualitas produk sering kali dipengaruhi oleh harga. Dalam beberapa
kasus, harga yang mahal dianggap mencerminkan kualitas tinggi, terutama dalam
kategori specialty products.
Bagi perusahaan. Dibandingkan dengan bauran pemasaran lainnya (produk,
distribusi dan promosi) yang membutuhkan pengeluaran dana dalam jumlah besar,
harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang mendatangkan
pendapatan. Harga produk adalah determinan utama bagi permintaan pasar atas
produk bersangkutan. Harga memengaruhi posisi bersaing dan pangsa pasar
perusahaan. Dampaknya, harga berpengaruh pada pendapatan dan laba bersih
perusahaan. Singkat kata, perusahaan mendapatkan uang melalui harga yang
dibebankan atas produk atau jasa yang dijualnya.
9.4 ISU-ISU SENTRAL DALAM PENETAPAN HARGA
Pada prinsipnya, terhadap tujuh isu sentral dalam penetapan harga yang sering
dihadapi setiap organisasi :
1. Berapa harga yang harus ditetapkan ?
a. Berapa biaya yang ingin ditutup perusahaan? (sebagian atau seluruh biaya)
b. Apakah perusahaan berusaha mencapai marjin laba atau ROI tertentu?
c. Seberapa sensitif pelanggan terhadap berbagai tingkat harga yang berbeda?
d. Berapa harga yang ditetapkan pesaing?
e. Berapa besar diskon yang harus diberikan?
f. Apakah harga psikologis biasa digunakan dalam industri bersangkutan?
2. Apa yang menjadi dasar penetapan harga?
a. Pelaksanaan tugas spesifik (termasuk di dalamnya success fees)
b. Unit waktu (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
c. Persentase komisi atas nilai transaksi
d. Sumber daya fisik yang dikonsumsi
e. Jarak geografis yang ditempuh.
f. Berat atau ukuran obyek yang dilayani.
g. Haruskah setiap unsur layanan dikenakan biaya tersendiri?
h. Haruskah harga tunggal dibebankan pada paket bundel (bundle packages).
3. Siapa yang harus menagih atau mengumpulkan pembayaran?
a. Organisasi/perusahaan sendiri.
b. Perantara spesialis
c. Bagaimana mengkompensasi perantara untuk tugas ini?
(berdasarkan persentase komisi atau fee tertentu?).
4. Dimana pembayaran dilakukan?
a. Lokasi perusahaan
b. Gerai ritel tertentu atau perantara keuangan (seperti bank)
c. Tempat tinggal pembeli
5. Kapan pembayaran dilakukan? Sebelum atau sesudah pengiriman produk?
6. Bagaimana pembayaran dilakukan?
Kas, cek, electronic funds transfer, charge card, vouchers, pembayaran pihak ketiga
(seperti perusahaan asuransi), dan lain-lain.
7. Bagaimana mengkomunikasikan harga kepada pasar sasaran?
a. Apa isi pesan yang ingin disampaikan?
b. Medium apa yang dipakai?
9.5 TUJUAN PENETAPAN HARGA
Program penetapan harga merupakan pemilihan yang dilakukan perusahaan terhadap
tingkat harga umum yang berlaku untuk produk tertentu, relatif terhadap tingkat harga para
pesaing. Keputusan harga memiliki peran strategik yang penting dalam implementasi strategi
pemasaran. Tabel 9.2 menampilkan keterkaitan antara strategi pemasaran dan tujuan
penetapan harga.
Tabel 9.2 Strategi Pemasaran dan Tujuan Penetapan Harga.
STRATEGI PEMASARAN TUJUAN PENETAPAN HARGA
Strategi permintaan primer
1. Meningkatkan jumlah pemakai
2. Menaikkan tingkat pembelian
Mengurangi risiko ekonomi dari
percobaan produk
Menawarkan nilai yang lebih baik
dibandingkan bentuk/kelas produk
pesaing.
Meningkatkan frekuensi konsumsi
Menambah aplikasi/pemakaian dalam
situasi yang lebih banyak.
Strategi permintaan selektif
1. Memperluas pasar yang dilayani
2. Merebut pelanggan pesaing
3. Mempertahankan/meningkatkan
permintaan pelanggan saat ini.
Melayani segmen yang berorientasi
pada harga
Menawarkan versi produk yang lebih
mahal
Mengalahkan pesaing dalam hal harga
Menggunakan harga untuk
mengindikasikan kualitas tinggi
Mengeliminasi keunggulan harga
pesaing
Menaikkan penjualan produk
komplementer
Tujuan penetapan harga dapat mendukung strategi pemasaran berorientasi pada
permintaan primer apabila perusahaan meyakini bahwa harga yang lebih murah dapat
meningkatkan jumlah pemakai atau tingkat pemakai atau pembelian ulang dalam bentuk atau
kategori produk tertentu. Hal ini terutama sekali berlaku pada tahap-tahap awal dalam siklus
hidup produk, dimana salah satu tujuan pentingknya adalah menarikpara pelanggan baru.
Harga yang lebih murah dapat mengurangi risiko menvoba produk baru atau dapat pula
menaikkan nilai sebuah produk baru secara relatif dibandingkan produk lain yang sudah ada
terlebih dahulu. Salah satu contoh sukses penetapan harga yang jitu adalah keberhasilan
Southwest Airlines dalam menetapkan harga murah untuk beralih dari transportasi bis atau
mengemudi kendaraannya sendiri menjadi naik pesawat. Keberhasilan Southwest Airlines ini
tampaknya menginspirasi sejumlah perusahaan penerbangan ‘no-frills’ di Indonesia untuk
menerapkan strategi serupa.
Dalam kaitannya dengan strategi pemasaran permintaan selektif, efektivitas harga
sangat bergantung pada tingkat kepentingan yang dipersepsikan pelanggan pada harga dalam
proses pemilihan merek pada produk/kelas produk tertentu dan karakteristik hubungan
permintaan dalam lini produk bersangkutan. Sebagai contoh, perusahaan yang berusaha
memperluas served market melalui perluasan lini harus mempertimbangkan penetapan harga
produk baru dalam kaitannya dengan harga produk-produk yang sudah ada. Bila harga
produk hasil perluasan lini tersebut terlampau murah dan ditujukan bagi segmen yang sensitif
terhadap harga, maka peluang terjadinya kanibalisasi terhadap penjualan produk yang sudah
ada akan semakin besar.
Tujuan penetapan harga dijabarkan ke dalam program penetapan harga. Kesuksesan
program penetapan harga ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya : elastisitas harga dari
permintaan pasar dan permintaan perusahaan; aksi dan reaksi pesaing; biaya dan
konsekuensinya pada profitabilitas; serta kebijakan lini produk.
a. Elastisitas Harga Permintaan
Karena efektivitas program penetapan harga bergantung pada dampak perubahan
harga terhadap permintaan, maka perlu diketahui perubahan unit penjualan sebagai akibat
perubahan harga. Namun, perubahan harga memilki dampak ganda terhadap penerimaan
penjualan perusahaan, perubahan unit penjualan dan perubahan penerimaan peru unit. Jadi,
manajer jangan hanya berfokus pada sensitivitas harga dipasar, namun juga
mempertimbangkan dampak perubahan harga terhadap pendapatan total.
Elastisitas harga dan sensitivitas harga merupakan dua konsep yang berkaitan namun
berbeda. Jika perubahan harga menyebabkan terjadinya perubahan dalam unit penjualan,
maka permintaannya disebut sensitif terhadap harga (price-sensitive). Sedangkan istilah
elastisitas harga mengacu pada dampak perubahan harga terhadap pendapatan total.
Elastisitas harga permintaan dapat dihitung dengan rumus berikut :
e = Q2−Q1/ 0,5¿¿¿
Keterangan :
e= elastisitas harga permintaan
P1 = harga mula-mula
P2 = harga baru
Q1 = kuantitas mula-mula
Q2 = kuantitas baru
Tingkat elastisitas berdampak pada pendapatan total perusahaan. Dampak tersebut
disajikan dalam tabel 9.3
Tabel 9.3 Dampak tipe elastisitas terhadap pendapatan total
NILAI e TIPE
ELASTISITAS
DAMPAK TERHADAP PENDAPATAN
TOTAL DARI :
KENAIKAN
HARGA
PENURUNAN
HARGA
e > -1
e = -1
e < -1
Inelastisitas
Elastis unitaris
Elastis
Meningkat
Tidak berubah
Menurun
Menurun
Tidak berubah
Meningkat
Dalam melakukan estimasi terhadap elastisitas, manajer perlu membedakan secara
cermat elastisitas permintaan pasar (market demand) dan elastisitas permintaan
perusahaan/merek (company/brand demand). Bahkan, elastisitas dapat berbeda-beda
berdasarkan segmen pasar. Elastisitas pasar (market elasticitiy) menunjukkan respon
permintaan primer perusahaan (company elasticity) menunjukkan kesediaan pelanggan untuk
beralih merek atau pemasok (atau pelanggan baru memilih pemasok tertentu) dikarenakan
pertimbangan harga.
Pemahaman atas tipe elastisitas ini berkaitan erat degnan strategi pemasaran dan
tujuan penetapan harga. Jika tujuan penetapan harga adalah untuk menaikkan tingkat
pembelian bentuk produk tertentu atau untuk meningkatkan permintaan diantara para
pemakai (strategi permintaan primer), maka manajer harus memerhatikan secara cermat
elastisitas permintaan pasar. Sedangkan juka tujuan penetapan harga mencerminkan strategi
permintaan selektif (seperti mempertahankan pelanggan atau merebut pelanggan pesaing),
maka manajer harus lebih berfokus pada elastisitas permintaan perusahaan.
Ada beberapa faktor proses pembelian yang mengindikasikan permintaan pasar yang
elastis dan permintaan perusahaan yang elastis. (lihat gambar 9.4)\
Tabel 9.4 faktor-faktor yang memengaruhi elastisitas permintaan pasar dan perusahaan
FAKTOR YANG MENUNJUKKAN
PERMINTAAN PASAR ELASTIS
FAKTOR YANG MENUNJUKKAN
PERMINTAAN PERUSAHAAN
ELASTIS
1. Terdapat banyak alternatif bentuk
atau kelas produk yang menjadi
produk substitusi satu sama lain.
2. Hanya sebagian kecil dari pembeli
potensial yang saat ini membeli atau
memiliki produk dikarenakan harga
yang mahal dan karena produk
tersebut mencerminkan pembelian
diskresionaris.
3. Tingkat konsumsi atau tingkat
penggantian produk dapat dinaikkan
melalui harga yang lebih murah.
1. Para pembeli sangat menguasai dan
memahami berbagai macam alternatif
produk.
2. Tidak ada perbedaan kualitas, baik riil
maupun yang dipersepsikan
konsumen.
3. Pemasok atau merek dapat diganti
secara mudah dan dengan upaya atau
biaya minimal.
Manajer permasaran harus memeiliki beberapa nilai estimasi terhadap tingkat
elastisitas harga yang ada dalam rangka memprediksi unit volume panjualan dan pendapatan
total yang akan dihasilkan pada berbagai tingkat harga. Tingkat elastisitas harga dapat
diestimasi dengan beberapa metode, diantaranya :
1. Rasio historis (historical ratios), terutama berkaitan degnan dampak masa lalu dari
perubahan variabel pemasaran (seperti harga) terhadap penjualan. Salah satu alat
analisis yang banyak digunakan untuk menguji hubungan historis antara harga dan
volume penjualan adalah regresi berganda.
2. Eksperimen lapangan (field experiments), misalnya menggunakan scanner-based
panel approach untuk membandingkan produktivitas penjualan pada berbagai altrnatif
tingkat harga.
3. Eksperimen pilihan terkendali (controlled choice experiments), diantarnya memakai
metode analisis konjoin yang menganalisis bagaimana para pelanggan melaukan
trade-off diantara sejumlah atribut dalam pembuatan keputusan pilihan merek atau
produk.
Selain itu, terdapat pula beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk
memperkirakan volume penjualan pada berbagai tingkat harga. Diantarnya adalah survei
minat pembeli, test marketing, executive judgment, dan sales force composite. Dalam survei
minat pembeli, pemasar meminta sekelompok sampel yang terdiri atas pelanggan saat ini
dan/atau pelanggan potensial untuk mengungkapkan minat mereka untuk membeli produk
tertentu pada tingkat harga tertentu selama periode waktu spesifik dimasa datang. Dalam test
marketing, perusahaan memasarkan suatu produk baru diwilayah geografis terbatas,
kemudian mengukur penjualannya dan memproyeksikan penjualan produk tersebut untuk
lingkup geografis yang lebih luas. Dalam executive judgment, pemasar meminta pendapat
dari satu atau lebih eksekutif mengenai penjualan produk pada berbagai variasi harga dimasa
depan. Sedangkan dalam sales-force composite pemasar mengumpulkan pendapat dari semua
wiraniaganya mengenai estimasi penjualan pada tingkat harga tertentu untuk wilayah
pemasar mereka masing-masing selama periode tertentu dimasa mendatang.
b. Faktor Persaingan
Reaksi pesaing terhadap perubahan harga merupakan salah satu faktor penting yang
perlu dipertimbnagkan setiap perusahaan. Mengapa demikian?, jika perubahan harga disamai
oleh semua pesaing, maka sebenarnya tidak akan ada perubahan pangsa pasar. Dalam kasus
ini, pengurangan harga tidak akan berdampak pada permintaan selektif. Oleh sebab itu,
manajer pemasaran harus berusaha menentukan kemungkinan reaksi penetapan harga
pesaing. Prediksi semacam itu dapat dilakukan dengan jalan menganalisis pola historis
perilaku pesaing, pemahaman intensitas persaingan dalam industri bersangkutan. Lebih
lanjut, perusahaan juga harus mengantisipasi ancaman persaingan dari tiga sumber utama :
Produk sejenis: Sepatu Nike versus Reebook atau Adidas.
Produk substitusi : penerbangan Garuda versus kereta api Argolawu. Contoh
lainnya : telepon versus surat vs email vs telegram vs SMS (Short Message
Service) vs MMS
Produk yang tidak ada kaitannya, namun bersaing dalam memperebutkan dana
dari konsumen yang sama (share of wallet) DVD versus paket aerobik atau
paket wisata akhir minggu.
c. Faktor Biaya
Struktur biaya perusahaan (biaya tetap dan biaya variabel) merupakan faktor pokok
yang menentukan batas bawah harga. Artinya, tingkat harga minimal harus dapat menutup
biaya (setidaknya biaya variabel). Harga yang murah akan menyebabkan penurunan biaya
rata-rata jika penurunan harga tersebut dapat menaikkan volume penjualan secara signifikan.
Ini dikarenakan peningkatan volume berdampak pada berkurangnya biaya tetap perunit. Oleh
karena itu, manfaat skala ekonomis akan sangat besar jika biaya tetap mencerminkan porsi
yang besar dari biaya total.
d. Faktor Lini Produk
Dalam banyak kasus, penetapah harga sebuah produk dapat berpengaruh terhadap
penjualan produk lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan yang sama. Elastisitas silang harga
(price cross-elasticities) merupakan hubungan yang terjadi jika perubahan harga sebuah
produk memengaruhi volume penjualan produk kedua (selain berdampak pada penjualan
produk pertama). Apabila kenaikan (atau penurunan) harga suatu produk menyebabkan
kenaikan (atau penurunan) penjualan produk kedua, maka kedua produk tersebut dikatakan
bersifat substitusi. Sedangkan jika kenaikan (penurunan) harga produk pertama menyebabkan
penurunan (kenaikan) penjualan produk kedua, maka kedua produk tersebut bersifat
komplementer.
Perusahaan dapat menambah lini produknya dalam rangka memperluas served market
dengan perluasan lini, dalam bentu perluasan vertikal (vertical extensions) dan penjualan
horizontal (horizontal extensions). Dalam perluasan vertikal, berbagai penawaran berbeda
memberikan manfaat serupa, namun dengan harga dan tingkat kualitas berbeda. Contohnya,
Kodak menawarkan tiga jenis film : Royal Gold, Gold Plus, dan Funtime yang ketiganya
berbeda dalam hal harga dan kualitas. Sedangkan dalam perluasan horizontal, setiap
penawaran memiliki diferensiasi non-harga tersendiri seperti manfaat, situasi pemakaian atau
preferensi khusus. Contohnya : Coca-Cola Amatil menawarkan Coca-Cola, Sprite, Fanta, dan
Ades yang masing-masing merek memiliki kekhasannya tersendiri. Dalam kedua kasus,
kanibalisasi merupakan maslah potensial, karena jika harga salah satu item diturunkan,
penjualan item lainnya dapat mengalami penurunan karena konsumen beralih ke item yang
harganya diturunkan tersebut. oleh karena itu, perhatian utama dalam penetapan harga lini
produk yang bersifat substitutif adalah tingkat kanibalisasi yang diperkirakan sebagai akibat
perubahan harga produk tertentu.
Sementara itu, ada dua program penetapan harga khusus untuk lini produk
komplementer, yaitu :
1. Leader Pricing, yaitu menetapkan dan mempromosikan harga penetrasi pada leader
product, dengan harapan dapat meningkatkan penjualan produk-produk
komplementer kepada para pelanggan baru. Yang dimaksud dengan leader product
adalah produk yang permintaannya elastis dan memiliki sejumlah produk komplemen
yang dapat meningkatkan nilainya atau dapat dibeli secara lebih mudah dari sumber
yang sama.
2. Price bundling, yaitu memasarkan dua atau lebih produk dengan harga spesial. Tipe
price bundling ada dua macam, yaitu pure bundling dan mixed bundling. Dalam Pure
bundling, produk hanya ditawarkan dalam bentuk paket dan tidak dijual terpisah.
Sedangkan dalam mixed price bundling, pelanggan dapat memilih untuk membeli dua
atau lebih produk dalam harga paket atau membelinya secara individual. Mixed price
bundling mempunyai alternatif yaitu mixed leader (harga leader product didiskon
dengan syarat bahwa produk kedua harus dibeli) dan mixed joint bundling (dua atau
lebih produk/jasa ditawarkan dengan harga paket tunggal).
e. Faktor Pertimbangan Lainnya Dalam Penetapan Harga
faktor-faktor lain yang juga dipertimbangkan dalam rangka merancang program
penetapan harga antara lain :
1. Lingkungan politik dan hukum, misalnya regulasi, perpajakan, perlindungan
konsumen, dan seterusnya.
2. Lingkungan internasional, diantaranya lingkungan politik, ekonomi, sosial-budaya,
sumber daya alam dan teknologi dalam konteks global.
3. Unsur harga dalam program pemasaran lainnya, misalnya program promosi penjualan
(seperti kupon, cents-off deals, promotion allowances, dan rabat) dan program
penjualan dan distribusi (seperti diskon kuantitas, diskon kas, fasilitas kredit atau
bantuan pembiayaan, kontrak jangka panjang, dan negotiated pricing).
9.6 TIPE-TIPE PROGRAM PENETAPAN HARGA
Langkah berikutnya setelah penetapan tujuan harga, estimasi elastisitas permintaan,
pemahaman struktur biaya, dan penilaian reaksi pesaing adalah memilih program penetapan
harga. Secara garis besar, ada tiga tipe program penetapan harga, yaitu :
1. Penetapan Harga Penetrasi (Penetration Pricing)
Dalam program ini, perusahaan mengunakan harga murah sebagai dasar utama
menstimulasi permintaan. Perusahaan berusaha menaikkan tingkat penetrasi
produknya dipasar, dengan cara menstimulasi permintaan primer dan meningkatkan
pangsa pasar (mendapatkan pelanggan baru) berdasarkan faktor harga. Kondisi yang
mendukung keberhasilan penerapan program penetapan harga penetrasi meliputi :
Permintaan pasar (market demand) bersifat elastis.
Permintaan perusahaan (company demand) bersifat elastis, dan pesaing tidak
dapat menyamai tingkat harga perusahaan dikarenakan cost disadvantages.
Perusahaan juga menjual produk komplementer yang marjinnya lebih besar.
Terdapat sejumlah besar pesaing potensial yang kuat.
Terdapat skala ekonomis yang ekstensif, sehingga variable-cost appriacg
dapat digunakan untuk menentukan harga minimum.
Tujuan penetapan harga adalah untuk mencapai salah satu dari dua
kemungkinan berikut : (a). Menciptakan permintaan primer; (b).
Mendapatkan pelanggan baru dengan jalan mengalahkan pesaing.
2. Penetapan Harga Paritas (Parity Pricing)
Dalam program ini, perusahaan menetapkan harga dengan tingkat yang sama atau
mendekati tingkat harga pesaing. Implikasinya, program ini berusaha mengurangi
peranan harga sehingga program pemasaran lainnya (produk distribusi dan promosi)
yang dijadikan fokus utama dalam menerapkan strategi pemasaran. Situasi yang
mendukung keberhasilan program penetapn harga paritas antara lain :
Permintaan pasar bersifat inelastis, sedangkan permintaan perusahaan bersifat
elastis.
Perusahaan tidak emmeiliki keunggulan biaya dibandingkan para pesaing
Tidak ada expected gains dari skala ekonomis, sehingga batas bawah harga
didasarkan pada fully allocated costs
Tujuan penetapan harga adalah menyamai pesaing.
3. Penetapan Harga Premium (Premium Pricing)
Program ini menetapkan harga diatas tingkat harga pesaing. Dalam kasus intoduksi
bentuk atau kelas produk baru yang belum ada pesaing langsungnya, harga premium
ditetapkan lebih tinggi dibandingkan bentuk produk yang bersaing. Program ini akan
lebih berhasil jika diterapkan dalam situasi berikut :
Permintaan perusahaan bersifat inelastis
Perusahaan tidak memiliki kapasitas berlebih
Terdapat hambatan masuk yang sangat kuat
Keuntungan dari skala ekonomis relatif kecil, sehingga metode biaya penuh
digunakan untuk menentukan harga minimum.
Tujuan penetapan harga adalah menarik pelanggan baru pada aspek kualitas.
9.7 KEBIJAKAN STRATEGIK DAN TAKTIKAL DALAM PENETAPAN HARGA
Penetapan harga mengandung dimensi strategik sekaligus taktikal. Beberapa pilihan
kebijakan yang tersedia dapat dikasifikasikan berdasarkan konteks spesifik sebagai berikut :
1. Penetapah harga produk baru
Harga bagi sebuah produk baru harus ditetapkan saecara cermat, karena berpengaruh
terhadap potensi pertumbuhan dan kelangsungan hidup produk bersangkutan. Secara garis
besar ada dua strategi utama yang dapat dipilih : skimming pricing dan penetration pricing.
Dalam skimming pricing, perusahaan menetapkan harga awal (initial price) yang
mahal pada sebuah produk baru. Umumnya setelah beberapa waku harganya akan
diturunkan, baik lewat produk yang sama persis (contohnya, Play Station Portable, Nintendo
DS, Wii, dan seterusnya). Maupun lewat versi yang lebih murah (misalnya buku Harry Potter
edisi luks dan edisi saku).biasanya strategi ini didukung pula dengan aktivitas promosi yang
gencar. Tujuan utamanya antara lain : (1) melayani para pelanggan yang tidak terlalu sensitif
terhadap harga, selagi persaingan belunm ada; (2).menutup biaya riset dan pengambangan
serta promosi secepat mungkin melalui marjin yang besar; (3) membatasai permintaan hingga
tingkat yang tidak melampaui kapasitas produksi perusahaan, setidaknya pada tahap
introduksi produk baru; dan (4) berjaga-jaga terhadap kemungkinan terjadinya kekeliruan
dalam penetapan harga, karena akan jauh lebih mudah untuk menurunkan harga awal yang
dirasakan konsumen terlampau mahal daripada menaikkan harga awal yang terlalu murah
agar dapat menutup semua biaya yang telah dikeluarkan. Situasi-situasi yang cocok untuk
penerapan strategi ini antara lain :
produk baru memeiliki karakteristik unik/khas yang sangat diharapkan/disukai
konsumen dan tidak ada atau hanya tersedia produk substitusi.
Cukup banyak pelanggan yang bersedia membeli produk pada tingkat harga awal
yang tinggi. Biasanya pelanggan yang termasuk kategori ini adalah mereka yang
berduit dan suka mengikuti tren terbaru. Konsumen semacam ini banyak dijumpai
pada produk-produk berkaitan dengan teknologi tinggi seperti stereo set, komputer,
telepon seluler, iPod, otomotif, dan lain-lain.
Pola permintaan yang dihadapi bersifat tidak pasti/menentu
Perusahaan telah mengeluarkan dana sangat besar untuk riset dan pengembangan
produk baru bersangkutan.
Harga awal yang tinngi tersebut tidak akan menjadi daya tarik bagi masuknya para
pesaing. Disamping itu, ada hambatan masuk bagi pesaing. Misalnya berupa hak
paten. Hak paten seperti itu dapat berlaku sebagai monopoli temporer
Pelanggan menginterpretasikan harga tinggi sebagai indikator kualitas tinggi.
Bila produk baru yang dihasilkan sangat inovatif sehingga pasar diperkirakan
memerlukan waktu lama sebelum memasuki kedewasaan dalam siklus hidup produk
(PLC).
Pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan seberapa tinggi skimming price
yang akan ditetapkan adalah peluang masuknya para pesaing dan elastisitas harga dalam
kurva permintaan. Sedangkan penentuan jangka waktu mempertahankan harga yang tinggi
sangat bergantung pada aktivitas para pesaing. Bila tidak ada faktor hak paten, maka
skimming price harus segera diturunkan pada saat ada pesang yang mulai masuk ke pasar.
Ada pula bentuk lain dari harga awal (initial price) yang tinggi yaitu premium price dan
umbrella price. Dalam kasus premuim price, harga awal yang tinggi tidak akan mengalami
banya perubahan (relatif tetap mahal). Ini terutama dilakukan jika produsen memang
bermaksud menciptakan citra prestius, ekslusif, dan superior. Oleh sebab itu, produsen
tersebut tidak amau ambil risiko memudarkan citra prestius tersebut dengan menurunkan
harga dan menawarkan produk kepada semua orang. Sedangkan dalam kasus umbrella price,
harga tinggi dipertahankan untuk melindungi (‘memayungi’) para pesaing kecil berbiaya
tinggi. Kebijakan umbrella pricing biasanya didukung dengan peraturan pemerintah yang
menentukan harga minimum bagi suatu produk, misalnya di Amerika Serikat berlau untuk
produk susu (Jain, 2000). Sedangkan dalam kondisi ada perlindungan hak paten, maka
perusahaan inovator dapat menurunkan harganya sedikit demi sedikit hingga menjelang
periode perlindungan hak paten. Setelah masa paten berlalu barulan perusahaan menjual
produknya dengan harga murah.
Kebalikan dari skimming price adalah penetration pricing yang menetapkan harga
awal relatif muarh pada awal Product Life Cycle (PLC). Tujuan utamanya adalah agar dapat
meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para pesaing. Dengan
harga yang rendah, maka perusahaan dapat pula mengupayakan tercapainya skala ekonomis
dan menurunya biaya per unit. Strategi ini memiliki perspektif jang ka panjang, dimana laba
jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kempetitif berkesinambungan.
Situasi-situasi yang cocok bagi penerapan strategi ini antara lain :
Produk yang dihasilkan memiliki daya tarik tertentu bagi pasar massal.
Banyak segmen pasar yang sensitif terhadap harga
Harga awal yang rendah mengurangi minat pesaing untuk memasuki pasar.
Biaya produksi per unit dan biaya pemasaran menurun drastis seiring dengan
meningkatnya volume produksi.
Hasil yang diharapkan diperoleh dari strategi ini adalah tingkat penjualan dan pangsa
pasar yang tinggi, dan skala ekonomis yang pada gilirannya berkontribusi pada menurunnya
biaya dan meningkatnya daya saing perusahaan. Ada empat bentuk harga yang biasanya
dipergunakan dalam penetration pricing, yakni :
a. Harga yang dikendalikan (restained price)
Restained Price adalah harga yang ditetapkan dengan tujuan untuk mempertahankan
tingkat harga tertentu selama periode inflasi. Dalam hal ini kondisi lingkungan
menjadi dasar dalam menentukan tingkat harga yang ditetapkan.
b. Elimination Price
Elimination Price merupakan harga yang ditentukan pada suatu tingkat tertentu yang
dapat menyebabkan pesaing-pesaing tertentu (terutama yang kecil) keluar dari
persaingan.
c. Promotional price
Promotional price adalah harga yang ditetapkan rendah dengan kualitas yang relatif
sama, dengan tujuan untuk mempromosikan produk tertentu.
d. Keep-out Price
Keep-out Price adalah harga yang ditetapkan pada suatu tingkat tertentu sehingga
dapat mencegah para pesaing memasuki pasar.
2. Penetapan Harga Produk yang Sudah Mapan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan harus selalu meninjau kembali
strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada dipasar, diantaranya :
Adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran, misalnya ada pesaing besar yang
menurunkan harganya.
Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadi perubahan selera konsumen.
Dalam melakukan penilaian kembali terhadap strategi penetapan harga yang telah
dilakukan, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi, yaitu mempertahankan harga,
menurunkan harga , dan menaikkan harga.
a. Mempertahankan Harga
Strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam pasar
(misalnya pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan) dan untuk meningkatkan citra positif
dimasyarakat. Kondisi yang sesuai utnuk menerapkan strategi ini antara lain :
Pasar yang dilayani perusahaan tidak terpengaruh secara signifikan oleh perubahan
lingkungan.
Ada ketidakpastian berkaitan dengan reaksi pelanggan dan pesaing terhadap
perubahan harga.
Citra perusahaan dimata masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara merespon
permintaan pemerintah atau pendapat publik untuk mempertahankan harga. Biasanya
hal ini erat kaitannya dengan situasi dimana pemerintah berusaha mengendalikan
tingkat inflasi, sehingga perusahaan-perusahaan yang ada diminta untuk
mempertahankan harganya pada tingkat tertentu. Dalam kasus semacam ini,
perusahaan bahkan bersedia (secara sukarela maupun ‘terpaksa’) menanggung beban
kenaikan harga bahan baku selama jangka waktu tertentu.
Melalui strategi mempertahankan harga, perusahaan berharap akan memperoleh hasil
berupa status quo posisi perusahaan di pasar dan semakin baiknya citra perusahaan dimata
konsumen dan masyarakat. Pada gilirannya kedua hal ini akan bermanfaat bagi
perkembangan perusahaan dimasa mendatang.
b. Menurunkan Harga
Penyebab atau alasan utama yang mendorong sebuah perusahaan perlu menurunkan
harga produk-produknya yang sudah mapan adalah :
Strategi defensif, dimana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan
yang semakin intensif. Dalam sejumlah kasus, penurunan harga bahkan merupakan
sebuah keharusan, karena bila tidak, pelanggan bakal beralih ke pesaing-pesaing
lainnya yang lebih murah.
Strategi ofensif, dimana perusahaan berusaha menenangkan persaingan. Hal ini erat
hubungannya dengan konssep kurva pengalaman (learning curve) yang intinya
menyatakan bahwa biaya perusahaan akan menurun dalam persentase tertentu setiap
kali pengalamnnya berlipat ganda. Hal ini mengandung makna bahwa perusahaan
yang memiliki pengalaman lebih banyak akan memiliki tingkat biaya yang lebih
rendah daripada perusahaan yang pengalamannya masih terbatas. Disamping dapat
meningkatkan laba, biaya rendah ini dapat pula dijadikan senjata bersaing.
Respons terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perubahan lingkunang.
Adanya inflasi yang berkelanjutan dan tingkat harga yang semakin melonjak dapat
menyebabkan konsumen menjadi sensitif terhadap harga dan setiap alternatif produk
yang ada. Mereke menjadi semakin selektif dalam berbelanja. Dalam hal ini, sebagian
perusahaan memilih menurunkan harga agar tetap survive (bahkan sekalipun harus
mengompromikan tingkat kuantitas dan kualitas produk).
Secara teoritis, perusahaan berharap penurunan laba akibat penurunan harga dapat
ditutup lewat peningkatan volume penjualan. Dalam praktik, situasi ini tidak sederhana,
karena reaksi pesaing patut pula diperhitungkan secara cermat. Perang harga merupakan
mimpi buruk bagi setiap pemasar, walaupun dari kacamata pelanggan justru menguntungkan.
Keberhasilan implementasi strategi penurunan harga bergantung pada persaingan
harga antar-perusahaan dan elastisitas harga. Elastisitas harga merupakan intensitas reaksi
konsumen dalam bntuk perubahan jumlah produk/jasa yang dibeli terhadap perubahan harga
satuan produk/jasa tertentu. Secara ringkas, faktor-faktor yang perulu dipertimbangkan secara
cermat dalam memutuskan strategi penurunan harga meliputi empat hal berikut :
Pengaruh jangka panjang dari penurunan harga tersebut terhadap para pesaing utama.
Bila penurunan harga yang dilakukan sebuah perusahaan kemudian dibalas dengan
peunrunan harga yang lebih besar dari pesaingnya, sementara perusahaan yang
bersangkutan tidak memiliki kemampuan finansial yang kuat, maka yang akan rugi
adalah perusahaan yang menurunkan harga pertama kali.
Kadangkala dalam situasi persaingan yang ketat, harga suatu produk dapat saja
ditetapkan lebih tinggi daripada merek-merek lain apabila memang produk tersebut
dipasarkan sebagai produk yang ‘berbeda’ dari lainnya, misalnya dalam hal
keunggulan kualitas. Dengan demikian, bila perusahaan berusaha menciptakan citra
produk berkualitas tinggi, maka strategi penurunan harga perlu dipertimbangkan
secara matang, karena dampaknya akan sangat besar terhadap penjualan dan laba
potensial. Dengan kata lain, setiap perusahaan tidak perulu buru-buru terpancing
menurunkan harga pula, melainkan perlu menelaan secara cermat segmen pasar yang
dilayani, positionin produk, dan tentu saja struktur biaya perusahaan.
Pengaruh penurunan harga produk tertentu terhadap produk lainnya dalam lini produk
yang sama. Hal ini dikarenakan harga sering kali dianggap sebagai indikator kualitas
produk. Dapat saja terjadi kondisi dimana penurunan harga sebuah produk
menyebabkan persepsi konsumen terhadap semua produk yang dihasilkan perusahaan
juga berubah total.
Pengaruh penurunan harga terhadap kinerja finansial produk bersangkutan. Bila
diperkirakan bahwa penurunan harga dapat menyebabkan melemahnya profitabilitas
perusahaan, maka sebaiknya keputusan menurunkan harga dihindari.
Pengaruh penurunan harga terhadap kinerja finansial produk bersangkutan. Bila
diperkirakan bahwa penurunan harga dapat menyebabkan melemahnya profitabilitas
perusahaan, maka sebaiknya keputusan menurunkan harga dihindari.
Dalam praktik, masih banya dijumpai perusahaan-perusahaan jasa maupun
manufaktur yang “berlomba” menurunkan harga dan mengandalkan aspek tersebut semata
dalam komunikasi pemasarannya. Dari kacamata pelanggan, fokus utamanya justru bukanlah
“how cheap it is”, namun “how valuable it is”. Dalam banyak kasus, sekalipun penawaran
produk sebuah perusahaan dapat jadi paling murah dipasar, namun konsumen tetap saja tidak
tertasrik membelinya bilamana mereka mempersepsikan produk maupun produsen tersebut
tidak dapat dipercaya. Jangan lupa, harga berkorelasi positif dengan citra kualitas!. Lagi pula,
harga murah dikarenak efisiensi aktivitas operasi dan harga murah karena tekanan perang
diskon jelas berbeda secara signifikan.
c. Menaikkan Harga
Menaikkan harga produk biasanya dilakukan dengan tujuan mempertahankan
profitabilitas selama periode inflasi, memanfaatkan diferensiasi produk (baik diferensiasi riil
maupun diferensiasi persepsi) atau untuk melakukan segmetasi paar yang dilayani. Dalam
situasi inflasi; harga perlu disesuaikan bila perusahaan bermaksud untuk mempertahankan
profitabilitasnya. Hal ini karena semua elemen dan jenis biaya meningkat dramatis selama
periode inflasi berkepanjangan (seperti krisis moneter). Secara konseptual, besarnya
kenaikan harga harus ditetapkan pada tingkat yang memungkinkan besarnya laba sama, baik
sebelum maupun saat inflasi berlangsung. Umumnya hasil yang diharapkan dari strategi
menaikkan harga adalah marjin penjualan yang lebih besar, pasar yang tersegmentasi
(berdasarkan persepsi harga, kualitas, dan lain-lain), serta unit penjualan yang lebih besar
apabila diferensiasinya efektif.
Dalam situasi sebuah merek memiliki keunggulan diferensial dibandingkan merek
lainnya, perusahaan dapat menaikkan harganya sehingga dapat mengoptimalkan manfaat dan
keunikan produk besangkutan. Selain itu, harga juga dapat dinaikkan dengan tujuan
melakukan segmentasi pasar. Misalnya, sebuah perusahaan minuman ringan meluncurkan
produk barunya yang ditujukan bagi para profesional muda yang sibuk. Harga minuman
ringan tersebut dapat ditetapkan lebih tinggi daripada merek lainnya, jika perusahaan ingin
menonjolkan aspek diferensiasi yang ada, misalnya kadar kalorinya rendah, dapat menambah
stamina dan energi, dan lain-lain.
Setidaknya ada dua persyaratan yang perlu dipenuhi agar strategi ini dapat
memberikan hasil memuaskan :
Elastisitas harga relatif rendah, tetapi elastisitasnya relatif akan tinggi bila berkaitan
dengan faktor seperti kualitas atau distribusi.
Dukungan (reinforcement) dari unsur bauran pemasaran lainnya harus memadai.
Sebagai contoh, bila perusahaan memutuskan untuk menaikkan harga dan
membedakan produknya berdasarkan aspek kualitas, maka aktivitas promosi dan
distribusinya harus pula ditekankan pada kualitas produk.
Menarik diamati, kadangkala regulasi pemerintah dapat berpengaruh langsung
terhadap kenaikan produk. Industri rokok di Indonesia adalah contohnya. Dalam rangka
melindungi usaha kecil dan menengah, pemerintah memberlakukan kebijakan tarif cukai dan
harga jual eceran yang berbeda menurut jenis rokok (segaret kretek tangan, sigaret kretek
mesin, dan sigaret putih mesin) dan ukuran perusahaan (besar, mengengah, kecil, dan sangat
kecil) (lihat Tabel 9.5). merek-merek impor dikenakan biaya cukai tambahan. Dalam
sejumlah kasus, sebuah merek spesifik yang ‘naik kelas’ (dalam artian jumlah penjualannya
meningkat signifikan dan akhirnya masuk kategori tarif cukai lebih mahal) terpaksa
menaikkan harga jualnya. Namun setelah kenaikan harga itu, kinerjanya justru melempem
karena konsumennya lari ke merek lainnya yang harganya lebih murah atau justru memilik
merek lain yang dipersepsikan lebih bagus pada tingkat harga yang sama dengan harga
setelah kenaikan tersebut.
Tabel 9.5 Struktur Tarif Cukai Rokok di Indonesia (2003)
Ukuran
Perusahaan
Jumlah Penjualan Rokok
pertahun (Q)
Tarif Cukai
(Persentase)
HJE Minimum per
Batang Rokok
SKT SKM SPM SKT SKM SPM
Besar Q > 2 Milyar 22 40 40 340 400 270
Menengah 500 juta < Q ≤ 2 milyar 16 36 36 280 330 210
Kecil Q ≤ 500 juta 8 26 26 270 320 200
Sangat Kecil Q ≤ 6 juta 4 n/a n/a 200 n/a n/a
Keterangan : HJE = Harga Jual Eceran
SKT = Sigaret Kretek Tangan
SKM = Sigaret Kretek Mesin
SPM = Sigaret Putih Mesin
n/a = not applicable
sumber : Marks (2003).
3. Strategi Fleksibilitas Harga
Strategi fleksibilitas harga terdiri atas dua macam strategi, yaitu strategi satu harga
(harga tunggal) dan strategi penetapan harga fleksibel. Fleksibilitas dapat dilakukan dengan
jalan menetapkan harga yang berbeda pada pasar yang berlainan atas dasar lokasi geografis,
waktu penyampaian/pengiriman, atau kompleksitas produk yang diharapkan.
Dalam strategi harga tunggal, perusahaan membebankan harga yang sama kepada
setiap pelanggan yang membeli produk dengan kualitas dari kuantitas yang sama pada
kondisi yang sama pula (termasuk syarat penjualannya sama). Strategi ini sering dijumpai
pada perusahaan-perusahaan yang melakukan distribusi massal san penjualan massal. Tujuan
strategi ini adalah mempermudah keputusan penetapn harga dan mempertahankan goodwill
serta menjaslin hubungan baik dengan semua pelanggan (karena tak satupun pelanggan yang
mendapatkan harga khusus atau dianggap lebih penting daripada pelanggan yang lain). Ada
beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi guna malaksanakan strategi ini, diantaranya :
Perlu adanya analisis rinci mengenai posisi perusahaan dan struktur biaya
dibandingkan dengan industri secara keseluruhan.
Dibutuhkan informasi yang berkaitan dengan variabilitas harga pada penawaran harga
yang sama kepada setiap orang.
Perlu pemahaman atas skala ekonomis yang tersedia bagi perusahaan.
Dibutuhkan informasi tentang harga kompetitif, yaitu harga yang sanggup dibayar
oleh pelanggan.
Sementara itu, strategi penetapah harga fleksibel merupakan strategi pembebanan
harga yang berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk produk yang kualitasnya sama.
Tujuan strategi ini adalah memaksimumkan laba jangka panjang dan memberikan keluwesan
dengan jalan memnungkinkan setiap penyesuaian harga, baik turun maupun naik.
Penyesuaian harga sangat bergantung pada tingkat persaingan yang dihadapi (harga pesaing),
hubungan dengan pelanggan, dan seberapa besar pelanggan bersedia membayar untuk produk
tersebut (termasuk didalamnya kemampuan tawar-menawar pelanggan). Penetapan harga
fleksibel banyak diterapkan dalam kalangan saluran distribusi, penjualan langsung produk-
produk industrial, dan pada penjualan eceran produk-produk yang malah,serta dalam
pemasaran homogeneous shopping products (McCarthy dan Perreault, 1990)
Strategi penetapan harga fleksibel mengandung beberapa kelemahan. Pertama,
seorang pelanggan yang mengetahui bahwa ada orang lain yang menikmati harga lebih murah
untuk mendapatkan bauran pemasarn yang sama akan merasa tidak puas. Kedua, apabila
konsumen mengetahui bahwa tawar-menawar dapat menguntungkan mereka, maka mereka
akan meluangkan lebih banyak waktu guna menawar harga barang. Hal ini dapat
memengaruhi biaya penjualan. Kelemahan ketiga adalah sebagian besar wiraniaga akan
terbiasa melakukan penurunan harga. Ini mengurangi peranan harga sebagai alat persaingan
dan menyebabkan turunnya harga. Selain itu, di Amerika Serikat ada pembatasan terhadap
metode ini untuk mencegah timulnya diskriminasi harga yang menjurus pada upaya
menekan/menghapus persaingan dan penciptaan monopoli (Berkowitz et al., 1992).
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam strategi penetapan harga fleksibel antara
lain meliputi:
Perusahaan memiliki segala informasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasi
strategi penetapan harga fleksibel. Biasanya strategi ini diimplementasikan dengan
salah satu dari empat basis perbedaan harga : (a) berdasarkan pasar (segmen pasar
maupun lokasi geografis); (b) produk; (c) timing atau saat pembelian; serta (d)
teknologi.
Perlu dilakukan analisis customer-value terhadap produk.
Penekanan lebih besar pada margin laba ketimbang pada volume penjualan.
Pemantauan terhadap reaksi persaingan terhadap perubahan harga dimasa lampau.
4. Penetapan Harga Lini Produk (price lining)
Strategi ini digunakan apabila perusahaan memasarkan lebih dari satu jenis atau lini
produk. Harga untuk lini produk tersebut dapat bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga
spesifik yang berbeda, misalnya harga lini produk pakaian wanita ditetapkan sebesar Rp.
50.000,00; Rp. 75.000,00; dan Rp. 100.000,00. Permintaan bersifat elastis pada masing-
masing tingkat harga. Namun inelastis diantara berbagai tingkat harga tersebut. (lihat gambar
9.2). price lining dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, produsen menjual setiap item
produk dengan harga yang sama kepada pengecer. Kemudian pengecer menambahkan
persentase markup yang berbeda untuk masing-masing item, sehingga tingkat harganya
berbeda. Kriteria yang mendasari perbedaan tersebut adalah warna, model, dan permintaan
yang dihadapi. Kedua produsen merancang produk yang tingkat harga yang berbeda-beda dan
pengecer menambahkan persentaser markup yang relatif sama, sehingga harga jual yang
ditawarkan kepada konsumen akhir akan bervariasi. Biasanya variasi tingkat harga yang
efektif berkisar antara 3 hingga 4 macam tingkat harga. Bila terlampau banyak, konsumen
justru akan bingung.
Harga
P1
P2
P3
Kuantitas
Gambar 9.2 Price Lining
5. Leasing
Leasing (sewa guna usaha) merupakan kontrak persetujuan antara pemilik aktiva
(lessor) dan pihak kedua yang memanfaatkan aktiva tersebut (lesse) untuk jangka waktu
tertentu dengan tingkat return tertentu. Objek leasing dapat beraneka ragam, diantaranya
apartemen, kantor, rumah, mobil, komputer, mesin fotokopi, bahkan bangunan pabrik.
Kontrak leasing umumnya memberikan hak kepada lesse untuk memperbarui kontrak sewa
untuk periode mendatang atau bahkan memberikan hak untuk membeli aktiva tersebut. pihak
lessee mendapatkan manfaat berupa penguunaan aktiva tertentu tanpa harus membeli sendiri.
Sedangkan pihak lessor mendapatkan uang sewa secara periodik. Kadangkala lessor juga
mensyaratkan pembayaran biaya pemeliharaan, pajak, dan asuransi. Ada dua jenis leasing
yang sering dijumpai yaitu :
1. Operating Lease, yaitu leasing yang jangka waktunya dapat dibatalkan dan biasanya
jangka waktu tersebut lebih singkat daripada umur ekonomis aktiva yang
dileasingkan. Contohnya mesin fotokopi, komputer, perangkat lunak komputer, dan
mobil
2. Financial lease, yaitu leasing dalam jangka panjang dan tidak dapat dibatalkan.
Dalam financial lease, lessee diwajibkan untuk membayar sewa sampai akhir umur
ekonomis aktiva. Financial lease terdiri atas 3 bentuk, yaitu :
a. Sale and leaseback
dalam perjanjian sale and leaseback, perusahaan menjual aktivanya kepada pihak
lain. Kemdian pihak pembeli tersebut menyewakan kembali aktiva tersebut
kepada perusahaan. Manfaat bentuk leasing ini adalah bahwa perusahaan
memperoleh dana dari penjualan aktiva tersebut (tambahan dana yang dapat
digunakan untuk keperluan lain) dan masih dapat menggunakan aktiva tersebut
selama jangka waktu perjanjian leasing meskipun kepemilikannya telah beralih
kepada pihak lain.
b. Direct leasing
Dalam direct leasing. Lessee menyewa aktiva yang memang tidak dimiliki
sebelumnya.
c. Leveraged leasing
Leveraged leasing merupakan bentuk leasing untuk pembiayaan aktiva yang
memerlukan pengeluaran investasi yang bear. Dalam leveraged leasing ada tiga
pihak yang terlibat, yaitu lesse, lessor, dan pemberi pinjaman. Pihak lessor
memperoleh aktiva dengan cara berhutang kepada pihak ketiga (pemberi
pinjaman).
Tujuan dari strategi leasing ini dapat bermacam-macam, diantarnaya : (1).
Meningkatkan pertumbuhan pasar dengan menarik pelanggan yang tidak mampu membeli
sekaligus; (2) merealisasikan laba jangka panjang yang lebih besar, karena biaya produksi
diamortisasikan secara penuh (biaya sewa merupakan laba); (3) meningkatkan aliran kas; (4).
Memperoleh aliran laba yang stabil; serta (5) menghindari risiko kerugian akibat keusangan
teknologi.
Sebagaimana halnya dengan strategi-strategi lainnya, agar dapat menerapka strategi
leasing dengan sukses, harus pula dipenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :
Perusahaan memiliki sumber keuangan yang dibutuhkan untuk melanjutkan produksi
yang selanjutnya akan digunakan untuk penjualan atau lease dimasa yang akan
datang.
Perusahaan memperhitungkan secara cermat tingkat lease dan periode minimum
leasing sehingga jumlah total yang dibayarkan oleh lesse lebih kecil daripada bila
dibayar secara angsuran bulanan pada penjualan sekaligus.
Cukup banyak tersedia pelanggan yang memiliki keterbatasan dana untuk membeli
aktiva secara sekaligus.
Lessor memiliki kemampuan untuk menyamai perkembangan produk yang mungkin
dapat membuat produk lessor usang.
6. Penetapan Harga Jasa
Produk berupa jasa berbeda dengan barang fisik dalam hal intangibility (tidak
berwujud fisik), inseparability (proses produksi dan konsumsi cenderung tidak terpisahkan),
variability (kualitasnya bersifat subyektif bergantung pada siapa dan kapan disampaikan), dan
perishability (tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan). Implikasinya, penetapan harga jasa
berbeda degnanm penetapan harga barang, setidaknya dalam delapan aspek pokok. Pertama,
jasa tidak menghasilkan transfer kepemilikan fisik. Tidak mudah bagi pemasar jasa untuk
menghitung biaya finansial berkenaan dengan proses penciptaan kinerja intangible bagi
pelangga. Jauh lebih mudah untuk menghitung biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya
waktu pemakaian mesin, biaya penyimpanan, dan biaya pengiriman dalam memproduksi
barang fisik yang kepemilikannya ditransfer kepada pelanggan seiring dengan terjadinya
transaksi penjualan. Kendati demikian, pemahaman atas struktur biaya dapat sangat
membantu manajer jasa dalam menetapkan harga jasa pada level tertentu yang mampu
menghasilkan margin laba sebagaimana diharapkan. Lazim dijumpai bahwa organisasi jasa
memiliki rasio biaya tetap dibandingkan biaya variabel yang lebih besar dibandingkan
perusahaan manufaktur.
Kedua. Variabilitas input dan output. Unit konsumsi layanan atau jasa tidak selalu
mudah diidentifikasi. Sebagai contoh, unit konsumsi layanan listrik adalah kilowatt-hour
(KWH), unit konsumsi layanan untuk pemakaian telepon adalah waktu dan jarak, sedangkan
unit konsumsi layanan jasa pengacara adalah waktu (jam). Sewaktu sistem tarif jasa dokter
berdasarkan lamanya waktu konsultasi dan pemeriksaan pasien diberlkakukan di Australia,
sempat mucul kontroversi dipublik. Hal semacam ini menggambarkan permasalahan pelik
dalam hal menentukan basis penetapan harga jasa, khususnya untuk tipe-tipe jasa spesifik.
Selain itu, unit konsumsi layanan yang serupa belum tentu membutuhkan biaya yang sama
persis sama dalam prose produksinya dan nilainya juga belum tentu sama bagi setiap
pelanggan.
Ketiga, heterogenitas jasa membatasi pemahaman konsuen tentang harga jasa.
Pemasar jasa cenderung fleksibel dalam merancang konfigurasi jasa yang ditawarkan.
Perusahaan-perusahaan jasa dapat menawarkan variasi kombinasi dan permutasi layanan
yang relatif tak terhingga, sehingga struktur penetapan harga menjadi sangat kompleks dan
rumit. Contoh sederhana dijumpai pada produk asuransi jiwa. Dengan kombinasi antara
berbagai tipe asuransi, fitur, dan variasi berkenaan dengan karakteristik pelanggan (seperti
umur, risiko kesehatan, merokok atau tidak merokok, dan seterusnya), hanya sedikit
perusahaan asuransi yang menawarkan fitur dan harga yang persis sama. Konsekuensinya,
tidak mudah bagi pelanggan untuk mendapatkan references prices yang akurat sebagai
patokan dalam membuat keputusan pemvelian jasa asuransi. Hanya konsumen yang benar-
benar paham dan mengerti seluk beluk asuransi yang mampu membandingkan secara
langsung harga antar perusahaan asuransi secara mudah.
Keempat, penyedia jasa tidak bersedia dan/atau tidak mempu mengestimasi harga.
Faktor lain yang menyebabkan konsumen sulit mendapatkan references prices yang akurat
untuk jasa-jasa tertentu adalah keengganan atau ketidak mampuan sebagai penyedia jasa
untuk mengestimasi harga sebelum transaksi atau konsumsi jasa dilakukan. Situasi seperti ini
kerap kali dijumpai dalam jasa medis dan konsultasi hukum. Mengapa demikian? Penyedia
jasa sulit memperkirakan harga akhir sebelum melakukan pemeriksaan atas pasien atau
situasi kasus yang dihadapi klien. Kendati demikian, dalam beberapa konteks B2B (Bussiness
to Bussiness Marketing), pelanggan bisnis dapat mendapatkan tawaran atau estimasi harga
untuk jasa-jasa kompleks seperti konsultasi manajemen atau jasa konstruksi.
Kelima, keinginan pelanggan individual sangat beraneka ragam. Faktor lain yang juga
berkontribusi pada sulitna mendapatkan reference price yang akurat adalah perbedaan
keinginn pelanggan individual. Sebagai contoh, banyak penata rambut yang menetapkan
harga berbeda-beda untuk pelanggan berbeda, tergantung panjangna rambut, tipe haircut,
serta beraneka gaya dan penanganan yang dikehendaki pelanggan. Hal sama berlaku pula
untuk kamar hotel yang harganya dapat bervariasi berdasarkan ukuran kamra, usia kamar,
tiper ketersediaan faslitas kamar, dan tipe pelanggan (individual rate versus group rate).
Keenam, banyak jasa yang sulit dievaluasi. Intangibilitas kinerja jasa dan invisibility
fasilitas pendukung dan tenaga kerja yang memfasilitasinya kerap kali membuat konsumen
lebih sukar mengevaluasi jasa dibndingkan barang fisik. Sebagai ilustrasi, bila kita
mengundang seorang pembicara untuk mengisi sebuah sesi pelatihan internal, kerap kali kita
mengalami kesulitan dalam mengevaluasi harga yang dibayarkan (misalkan, dua juta rupiah
untuk 2 jam). Sepintas kelihatannya pembicara bersangkutan hanya bermodalkan slide
transparansi atau PowerPoint beberapa lembar dan bercuap-cuap sejenak dan mendapatkan
uang banyak. Akan tetapi, sebenarnya dibalik itu semua, untuk dapat menyampaikan materi
secara efektif dan memuaskan, sang pembicara membutuhkan kompetensi yang didapatkan
lewat pendidikan formal, informal dan pengalaman (manajerial, riset, maupun akademis);
waktu untuk mempersiapkan materi; riset tambahan (sesuai kebutuhan); dan seterusnya.
Ketujuh, pentingnya faktor waktu. penjadwalan dan lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk merampungkan sevuah jasa dapat memengaruhi persepsi konsumen terhadap nilai jasa
bersangkutan. Dalam berbagai kasus, pelanggan bersedia membayar lebih mahal untuk
layanan yang disampaikan lebih vepat, contohnya jasa cuci cetak foto, jasa pos kilat, jasa
kurir (seperti DHL, TNT, dan FedEx), dan jasa pembuatan paspor. Kadangkala kecepatan
layanan berdampak pada peningkatan biaya operasional (seperti baya lembur dan pealatan
atau fasilitas yang lebih mahal), contohnya jasa pos udara versus jasa pos laut. Sementara itu,
dapat pula layanan yang lebih cepat hanyaralh masalah pengaturan prioritas siapa yang
dilayani terlebih dahulu, misalnya waktu untuk mencuci pakaian di express dry cleaning
sama dengan dry cleaning biasa. Satu-satunya perbedaan adalah penghematan waktu
dikarenakn express dry cleaning mendapatkan prioritas dalam artian.
Kedelapan, ketersediaan saluran distribusi elektronik dan fisik. Pemanfaatan berbagai
saluran distribusi berberda untuk menyampaikan jasa yang sama (contohnya, face-to-face
banking versus phone banking versus internet banking) berdampak pada biaya penyediaan
jasa bagi pihak bank dan karakteristik pengalaman jasa bagi nasabah. Sebagian nasabah lebih
senang berinteraksi dengan staf bank, sementara ada pula yang lebih menyukai kenyamanan
fasilitas teknologi swalayan. Dengan demikian, persepsi setiap pelanggan terhadap transaksi
jasa yang disampaikan melalui saluran distribusi tertentu dapat berbeda-beda.
Salah satu solusi efektif penetapah harga jasa adalah value strategies. Prinsip
utamanya adalah mengkaitkan secara langsung harga yang dibayarkan pelanggan dengan
nilai yang mereka terima dari konsumsi jasa perusahaan: satisfaction-based pricing,
relationship pricing dan efficiency pricing.
a. satisfaction-based pricing
faktor ingagibilitas kerap kali menyebabkan persepsi pelanggan terhadap risiko
pembelian jasa (risiko finansial, sosial, psikologis, keamanan, dan lain-lain) semakin besar.
Tujuan utama satisfaction-based pricing adalah menekan risiko-risiko tersebut. ada sejumlah
carayang dapat ditempuh. Pertama, menyediakan service guarantees. Sekalipun pada
akhirnya pelanggan tidak puas terhadap jasa yang dibelinya, keberadaan garansi dapat
memberikan semacam kompensasi (biasanya berupa pengurangan hraga atau pengembalian
uang) atas kekecewaan yang dirasakan. Apabila diterapka secara benar, garansi jasa dapat
merefleksikan komintmen perusahaan terhadap kepuasan pelanggan dan keyakinannya pada
tingkat kualitas jasa yang ditawarkan. Bagi karyawan garansi jasa juga sangat membantu
mereka dalam memahami stradar kualitas dan ekspektasi pelanggan. Domino’s Pizza,
misalnya menjamin pengantaran Pizza dalm waktu 30 menit. Jika tidak, pelanggan
mendapatkan diskon US$ 3 (sebelumnya malah gratis). Kendati demikian, strategi garansi
jasa belum tentu cocok bagi semua perusahaan. Tentu saja tidak ada organisasi yang bersedia
menjamin layanan yang jelek. Itu sama saja tindaka ‘bunuh diri’.
Kedua menerapkan benefit-driven pricing. Strategi ini didasarkan pada bagaimana
jasa digunakan dan bagaimana jasa memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Dalam strategi
ini, perusahaan menetapkan harga secara eksplisit atas aspek jasa yang secra langsung
memberikan manfaat bagi para pelanggan. Hasil yang diharapkan adalah bahwa pelanggan
bakal merasa puas dikarenakan berkuarngnya persepsi mereka terhadap ketidakpastian bahwa
harga jasa yang dibayarkan tidak berkaitan dengan manfaat yang diterima. Salah satu contoh
aplikasi strategi ini adalah praktik penetapan harga yang dilaiukau ERA-IRA, sebuah
perusahaan yang bergerak dalam bisnis penyediaan informasi online terkomputerisasi.
Perusahaan yang tergolong pemain utama di kawasan Eropa ini menerapkan struktur
penetapan harga yang dinamakan “pricing for information”. Berbeda dengan strategi
penetapan harga koncensional yang membebankan biaya atas dasar log-on time (lamanya
pelanggan berkoneksi dengan database yang disediakan), ERA-IRS mendasarkan haganya
pada informasi yang dibaca atau digunakan pelanggan. Struktur harga ini difasilitasi dengan
fitur yang disebut ZOOM yang memungkinkan pelanggan menjelajahi beberapa databasae
kompleks secara simultan dengan presisis tinggi. Meskipun fitur ini cenderung bersifat time-
intensive, pelanggan tidak merasa khawatir karena harnganya lebhi didasarkan pada
informasi yang didapatkan (manfaat atau benerfit) dan bukan atas dasar waktu.
Ketiga menggunakan flat-rate pricing dapat mengurangi ketidakpastian pelanggan
melalui kesepakatan atas harga yang dilakukan diawal transaksi. Dalam hal ini, pnyedia jasa
menanggung risiko atas segala kemungkinan biaya tambahan yang terjadi. Strategi ini sangat
efektif bagi perusahaan-perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang harganya tidak
dapat diprediksi, biaya sulit dikelola, atau para pesaing cenderung melakukan estimasi rendah
guna memenangkan tender atau proyek namun tidak bersungguh-sungguh berusaha
memenuhinya.
b. Relationship Pricing
Pada prinsipnya, Relationship marketing merupakan upaya menarik,
mempertahankan, dan meningkatkan relasi dengan para pelanggan. Strategi ini bermanfaat
bagi perusahaan maupun pelanggan. Bagi perusahaan, mempertahankan pelanggan jauh lebih
murah dibandingkan meraih pelanggan baru (apalabi merebut pelanggan dari para pesaing).
Relasi jangka panjang juga memberikan manfaat berupa ‘gethok tular’ positif, cross selling,
up-selling, berkurangnya sensitivitas harga, dan tingkat loyalitas pelanggan yang lebih besar.
Semsntara itu, pelanggan juga diuntungkan bila menjaslin hubungan jangka panjang dengan
penyedia jasa yang kompeten dan terpercaya, apalabi jika jenis jasanya berisiko tinggi, jarang
dibeli, bernilai tinggi, dan sangat penting artinya bagi pelanggan bersangkutan. Ancangan
yang dapat digunakan untuk menjalin relasi jangka panjang dengan pelanggan adalah
menawarkan insentif berupa pengurangan harga bagi pelanggan agar mereka memercayakan
sebagian besar pembeliannya dari satu penyedia jasa dan menolak segala jenis tawaran dari
para pesaing.
Bentuk spesifik strategi ini dapat dua macam. Pertama, kontrak jangka panjang yang
memberikan insentif harga dan non-harga kepada pelanggan agar mereka bersedia mengikat
diri pada relasi jangka panjang yang saling menguntungkan. Perusahaan jasa sambungan
telepon (seperti Telstra, Optus, B Digital, AAPT, dan 3 di Australia) dan jasa kurir (seperti
United Parcel Service) menerapkan strategi semacam ini. Kedua, menerapkan price bundling
yaitu menjual dua atau lebih jasa dalam satu paket.harga paket harus lebih murah daripada
harga total masing-masing item bila dijual terpisah.
c. Efficiency Pricing
Aspek utama dalam strategi ini adalah pemahaman, pengelolaan dan penekanan biaya.
Sebagian atau seluruh penghematan biaya akan diteruskan kepada para pelanggan dalam
bentuk harga yang lebih murah. Agar dapat efektif, struktur biaya yang rendah harus sulit
ditiru oleh para pesaing, minimal dalam jangka pendek. Selain itu, penghematan biaya yang
diteruskan kepada konsumen harus dapat meningkatkan persepsi positif konsumen terhadap
nilai produk. Penekanan biaya yang menghasilkan harga murah namun jasanya tidak
memuaskan tidak bakal berhasil. Dua perusahaan penerbangan terkemuka (Southwest dan
Virgin Airlines) merupakan contoh perusahaan jasa yang sukses dan menerapkan strategi ini.
top related