9. bab penelitian

73
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak jarang istilah PHBS terdengar di masyarakat. Jika dilihat dari kepanjangannya yakni Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, tentu kita langsung mengetahui apa ituPHBS, singkat kata mengenai perilaku seseorang menyangkut kebersihan yang dapat mempengaruhi kesehatannya. Banyak penyakit dapat dihindari dengan PHBS, mulai dari Diare, DBD, flu burung, atau pun flu babi yang akhir-akhir ini marak. !emenkes, "#$$% Salah satu faktor yang mendukung PHBS adalah kesehatan lingkungan. Dua istilah penting dalam kesehatan lingkungan yang h dipahami dan diinterpretasikan sama oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat agar kegiatan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. &ingkungan diartikan sebagai akumulasi dari kondisi fisik, so'ial, budaya ekonomi dan politik yang memengaruhi kehidupan dari komunitas tersebut. Sedangkan kesehatan dari suatukomunitas bergantung pada integritas lingkungan fisik, nilai kemanusiaan dalam hubungan so'ial, ketersediaan sumber yang diperlukan dalam mempertahankan hidup dan penaggulangan penyakit, mengatasi gangguan kesehatan se'ara (ajar, pekerjaan dan pendidikan yang dapat ter'apai, pelestarian kebudayaan dan toleransi terhadap perbedaan jenis, akses dari garis keturunan serta rasaingin berkuasa dan memiliki harapan. r1

Upload: diana-marini

Post on 04-Oct-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTidak jarang istilah PHBS terdengar di masyarakat. Jika dilihat dari kepanjangannya yakni Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, tentu kita langsung mengetahui apa itu PHBS, singkat kata mengenai perilaku seseorang menyangkut kebersihan yang dapat mempengaruhi kesehatannya. Banyak penyakit dapat dihindari dengan PHBS, mulai dari Diare, DBD, flu burung, atau pun flu babi yang akhir-akhir ini marak. (Kemenkes, 2011)Salah satu faktor yang mendukung PHBS adalah kesehatan lingkungan. Dua istilah penting dalam kesehatan lingkungan yang harus dipahami dan diinterpretasikan sama oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat agar kegiatan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik. Lingkungan diartikan sebagai akumulasi dari kondisi fisik, social, budaya, ekonomi dan politik yang memengaruhi kehidupan dari komunitas tersebut. Sedangkan kesehatan dari suatu komunitas bergantung pada integritas lingkungan fisik, nilai kemanusiaan dalam hubungan social, ketersediaan sumber yang diperlukan dalam mempertahankan hidup dan penaggulangan penyakit, mengatasi gangguan kesehatan secara wajar, pekerjaan dan pendidikan yang dapat tercapai, pelestarian kebudayaan dan toleransi terhadap perbedaan jenis, akses dari garis keturunan serta rasa ingin berkuasa dan memiliki harapan.

Kesehatan lingkungan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan perawatan komunitas. Maka guna tercapainya keberhasilan intervensi perawatan komunitas perlu adanya pembahasan khusus mengenai PHBS kesehatan lingkungan.

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas disertai bintik-bintik merah pada kulit. DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2011). Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahun. Sejak tahun 1968 hingga 2009, World Health Organization (WHO) mencatat indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Depkes RI, 2010)Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang. Dengan demikian, IR DBD pada 2010 adalah 65,7% per 100.000 penduduk dan CRF sebesar 0,87% (Profil Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Pada dasarnya penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masuk ke indonesia pertama kali di Surabaya pada tahun 1968. Di indonesia Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut. Demam berdarah dengue terjadi selain karena virus dengue juga karena vektornya (Nyamuk Aedes aegypti) banyak. Banyaknya vektor terjadi karena banyak tempat-tempat perkembangbiakannya (Breeding place). (Depkes RI, 2008).Menurut Sukowati, perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infraktrukstur kesehatan masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor resiko yang mempengaruhi penularan DBD adalh faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk dan transpotasi (Kemenkes RI, 2010).

Penanggulangan DBD telah dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia diutamakan pada kegiatan preventif dan promotif dengan menggerakan serta memberdayakan masyarakat dalam upaya pembrantasan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan PSN telah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1992 dan pada tahun 2001 dikembangkan menjadi 3M Plus. Kegiatan 3M Plus, yaitu menguras bak penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, mengubur barang bekas dan plus memakai obat anti nyamuk, memanfaatkan barang bekas, memelihara ikan pemakan jentik dan lain sebagainya. Upaya penanggulangan tersebut belum menampakkan hasil yang diingkan. Salah satu penyebab tidak optimalnya upaya penanggulangan tersebut karena belum adanya perubahan perilaku masyarakat dalam upaya PSN (Dirjen P2PL. Depkes RI, 2008)Sebelumnya di Desa Binangun Dusun Pangasianan RT 14 RW 12 wilayah kerja Puskesmas Pataruman I kota banjar tidak terdapat kasus DBD. Namun selama 1 tahun terakhir terdapat 2 kasus baru dengan ditemukan jentik nyamuk di beberapa rumah warga oleh karena itu, peneliti di atas mengambil tema gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat terhadap risiko terjadinya demam berdarah di Desa Binangun Dusun Pangasinan RT 14 RW 12 wilayah kerja Puskesmas Pataruman I Kota Banjar.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah diatas, maka secara umum permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat terhadap risiko terjadinya demam berdarah?. Untuk itu untuk mempermudah analisa hasil penelitian, maka masalah pokok tersebut dijabarkan dalam sub masalah sebagai berikut:a. Bagaimana gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat terhadap risiko terjadinya demam berdarah?

b. Bagaimana gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga terhadap risiko terjadinya demam berdarah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Umum

Untuk mengetahui gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat terhadap risiko terjadinya demam berdarah di Desa Binangun, Dusun Pangasinan, RT 14 RW 12 Wilayah Kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar.1.3.2 Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat terhadap risiko terjadinya demam berdarah.b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga terhadap risiko terjadinya demam berdarah.1.4 Manfaat Penelitian1. Bagi PuskesmasMemperoleh informasi tentang perilaku tidak sehat yang berhubungan dengan peningkatan kejadian Demam Berdarah, dan diharapkan bermanfaat sebagai masukan kepada kegiatan program pemberantasan penyakit Demam Berdarah.

2. Bagi InstansiDapat digunakan sebagai bahan pustaka, informasi, dan referensi yang dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ.3. Bagi Peneliti

Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya mengenai gambaran karakteristik perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga terhadap risiko terjadinya demam berdarah.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESISA. Tinjauan Pustaka

2.1 Lingkungan

Pengertian lingkungan berbeda-beda menurut disiplin berbagai disiplin ilmu. Menurut ahli cuaca dan iklim lingkungan berarti atmosfer, ahli sedangkan menurut ahli teknologi lingkungan, maka lingkungan berarti atmosfer dengan ruangannya. Ahli ekologi berpendapat bahwa lingkungan sama artinya dengan habitat hewan dan tumbuhan.(1)Menurut Haryoto K. (1985), lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Secara lebnih rinci, lingkungan dibagi menjadi beberapa komponen yaitu sebagai berikut :

1. Lingkungan fisik, meliputi tanah, air, dan udara serta hasil interaksi diantara factor factor tersebut.

2. Lingkungan Biologi, yang termasuk ke dalam lingkungan ini adalah semua organisme hidup seperti binatang dan tumbuh tumbuhan, serta mikroorganisme lain.

3. Lingkungan sosial. Lingkungan social dimaksud adalah semua interaksi antara manusia, yang meliputi factor budaya, ekonomi, dan psiko-sosial.

2.2 Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat

Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. (1)Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Indikator Kesehatan

a. Indikator Positif

Status Gizi

Tingkat Pendapatan

b. Indikator Negatif

Mortalitas (Angka Kematian)

Morbiditas (Angka Kesakitan)

Manururt Simons-Morton et al.,1995. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organism) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. (1)

Perubahan-perubahan perilaku kesehatan dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Dalam aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2005).

Dasar orang berperilaku dipengaruhi oleh

a. Nilai

b. Sikap

c. Pendidikan/pengetahuan

PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran, sehingga keluarga beserta semua yang ada di dalamnya dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. (1)PHBS itu jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan. Misalnya tentang Gizi : makan beraneka ragam makanan, minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi dan balita Kapsul Vitamin A. Tentang kesehatan lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya, membersihkan lingkungan.

2.3 Kesehatan Lingkungan

2.3.1 Pengertian Kesehatan LingkunganMenurut Notoatmodjo S.,2003. Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.Menurut Walter R. L. Kesehatan lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan yang berakibat atau mempengaruhi derajat kesehatan manusia.Menurut World Health Organization Expert Commite. Kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada diantara manusia dan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.Menurut Susanna D. Dkk. Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari hubungan interaktif antara komunitas dengan perubahan yang memiliki potensi bahaya/menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit, serta mencari upaya penanggulangannya.

2.3.2 Komponen PHBS kesehatan lingkungan

1. PHBS Rumah Tangga

2. PHBS di Sekolah

3. PHBS di Tempat Kerja

4. PHBS di Tempat-tempat Umum

5. PHBS di Institusi Kesehatan

2.3.3 Indikator PHBS kesehatan lingkungan

a. Perumahan bersih dan sehat

Rumah merupakan salah satu persyaratan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu sebagian besar waktu kehidupan manusia dihabiskan di rumah. Persyaratan rumah sehat menjadi sangat penting. Beberapa faktor-faktor yang ikut berpengaruh dalam pembangunan rumah antara lain adalah sebagian berikut :

Faktor lingkungan

Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

Tekhnologi yang dimiliki masyarakat

Kebijakan pemerintah

b. Penyediaan air bersih

Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Didalam tubuh manusia sendiri, sebagaian besar terdiri dari air. Pada orang dewasa mengandung air sekitar 55-60%,,anak-anak sekitar 65% dan pada bayi 80%. Menurut WHO, di negara maju, tiap orang memerlukan air sekitar 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia, tiap orang memerlukan air sekitar 30-60 liter per hari.

c. Pembuangan kotoran manusia (Tinja)

Permasalahan pembuangan kotoran manusia (tinja) semakin meningkat dengan adanya pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman. Ditinjau dari segi ilmu kesehatan masyarakat, masalah pembuangan tinja merupakan yang urgen untuk diatasi, karena tinja dapat menyebabkan penyakit, antara lain typoid, disentri, kolera dll.d. Penanganan sampah

Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah tersebut dapat hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri patogen). Selain itu tempat bersarangnya berbagai serangga sebagai penyebar penyakit (vektor). Oleh karena itu sampah harus dikelola dengan baik sehingga tidak berdampak buruk pada masyarakat.

e. Penanganan air limbah

Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya. Pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Secara garis besar, air limbah dapat dibagi menjadi :

Domestic wastes water ( berasal rumah tangga)

Industrial wastes water (berasal dari industri)

Municipal waste water (berasal dari Kotapraja)2.3.4 Kegiatan PHBS Kesehatan LingkunganKegiatan yang dilakukan tenaga kesehatan menurut Occupational Health and Safety Administration (OSHA) dan Nuclear Regulation Commision (NRC) adalah :

1. Pembuatan standar kualitas air dan udara

2. Pemeriksaan dan pemantauan kesehatan

3. Evaluasi terhadap bahaya lingkungan

4. Penerimaan informasi tentang kesehatan yang terkait dengan lingkungan

5. Penyaringan terhadap bahan-bahan kimia baru

6. Pemeliharaan data dasar

7. Menetapkan, mengevaluasi dan mengusahakan agar peraturan-peraturan yang telah dibuat dapat ditepati.

2.4 PHBS Rumah Tangga

PBHS Rumah Tangga adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikkan seseorang, keluarga atau masyrakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan.

2.4.1 Sasaran PHBS Rumah Tangga

Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu (1) :1. Pasangan Usia Subur

2. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui

3. Anak dan Remaja

4. Usia Lanjut

5. Pengasuh Anak2.4.2 Manfaat PHBS Rumah Tangga

1. Manfaat PHBS bagi rumah tangga :

a. Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.

b. Anak tumbuh sehat dan cerdas.

c. Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya

d. kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan, pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.

2. Manfaat PHBS bagi masyarakat :

a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat.

b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.

c. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

d. Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans desa dan lain-lain.

2.4.3 Kegiatan PHBS Rumah TanggaKegiatan yang dilakukan tenaga kesehatan menurut Occupational Health and Safety Administration (OSHA) dan Nuclear Regulation Commision (NRC) adalah :

1. Pembuatan standar kualitas air dan udara

2. Pemeriksaan dan pemantauan kesehatan

3. Evaluasi terhadap bahaya lingkungan

4. Penerimaan informasi tentang kesehatan yang terkait dengan lingkungan

5. Penyaringan terhadap bahan-bahan kimia baru

6. Pemeliharaan data dasar

7. Menetapkan, mengevaluasi dan mengusahakan agar peraturan-peraturan yang telah dibuat dapat ditepati.

Adapun kegiatan kegiatan PHBS di lingkungan kesehatan rumah tangga, yaitu :

1. Menggunakan air bersih

2. Menggunakan jamban sehat

3. Memberantas jentik di rumah

4. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

5. Tidak merokok

Terdapat 10 indikator PHBS di dalam rumah tangga, yakni (Depkes, 2011) :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan : Yang dimaksud tenaga kesehatan disini seperti dokter, bidan dan tenaga paramedis lainnya. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa masyarakat yang masih mengandalkan tenaga non medis untuk membantu persalinan, seperti dukun bayi. Selain tidak aman dan penanganannya pun tidak steril, penanganan oleh dukun bayi inipun dikhawatirkan berisiko besar dapat menyebabkan kematian ibu dan bayi.

2. Memberi bayi ASI Eksklusif : Seorang ibu dapat memberikan buah hatinya ASI Eksklusif yakni pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi mulai usia nol hingga enam bulan. Menimbang Balita setiap bulan : Penimbangan bayi dan Balita setiap bulan dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan Balita tersebut setiap bulan. Penimbangan ini dilaksanakan di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) mulai usia 1 bulan hingga 5 tahun. Setelah dilakukan penimbangan, catat hasilnya di buku KMS (Kartu Menuju Sehat). Dari sinilah akan diketahui perkembangan dari Balita tersebut.

3. Menggunakan Air Bersih : Gunakan air bersih dalam kehidupan sehari-hari seperti memasak, mandi, hingga untuk kebutuhan air minum. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit.

4. Mencuci tangan pakai sabun : Mencuci tangan di air mengalir dan memakai sabun dapat menghilangkan berbagai macam kuman dan kotoran yang menempel di tangan sehingga tangan bersih dan bebas kuman. Cucilah tangan setiap kali sebelum makan dan melakukan aktifitas yang menggunakan tangan, seperti memegang uang dan hewan, setelah buang air besar, sebelum memegang makanan maupun sebelum menyusui bayi.

5. Gunakan Jamban Sehat : Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.Ada beberapa syarat untuk jamban sehat, yakni tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau, tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus, tidak mencemari tanah sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan, dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan dan ventilasi udara yang cukup, lantai kedap air, tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

6. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu : Lakukan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di lingkungan rumah tangga. PJB adalah pemeriksaan tempat perkembangbiakan nyamuk yang ada di dalam rumah, seperti bak mandi, WC, vas bunga, tatakan kulkas, dan di luar rumah seperti talang air, dll yang dilakukan secara teratur setiap minggu. Selain itu, juga lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3 M (Menguras, Mengubur, Menutup).

7. Makan buah dan sayur setiap hari : Konsumsi sayur dan buah sangat dianjurkan karena banyak mengandung berbagai macam vitamin, serat dan mineral yang bermanfaat bagi tubuh.

8. Melakukan aktifitas fisik setiap hari : aktifitas fisik, baik berupa olahraga maupun kegiatan lain yang mengeluarkan tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yakni berjalan kaki, berkebun, mencuci pakaian, dan lain-lainnya.

9. Tidak merokok di dalam rumah : Di dalam satu puntung rokok yang diisap, akan dikeluarkan lebih dari 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida (CO).

2.5 Teori Prilaku

2.5.1 Pengertian Prilaku

Pengertian prilaku menurut Marat (1981) adalah Repleksi dari pada kejiawaan seperti emosi, berfikir, minat, kehendak, keinginan, sikap, pengetahuan, motovasi, persepsi dan sebagainya. Gejala kejiwaan tercemin dalam tindakan manusi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni pengalaman, kenyakinan, sarana fisik dan social budaya masyarakat. (2)Menurut Soekidjo Notoadmojo dan Sarlito Sarwaono (1985), pengetian prilaku adalah keadaan jiwa berpendapat, berfikir, bersikap untuk memberikan respon terhadap situasi di luar diri subyek tersebut. Repon ini bersifat (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan) atau action. (2,3)Menurut Nico S. Kalangie (1994), prilaku merupakan kegiatan atau tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang bersangkutan. Sekalipun pada umumya prilaku terbentuk dalam proses enkulturasi dan sosialisasi, namun tidak jarang seseorang menunjukkan prilaku yang menyimpang, hal yang sama berlaku juga dalam segi kehidupan kesehatan. (2)2.5.2 Bentuk Prilaku

Secara lebih operasional prilaku dapat diartikan suatu respons seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Respons ini berbentuk dua macam. (2)1. Bentuk pasif adalah respons interna, yatu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, seperti berfikir, tanggapan atau sikap.

2. Bentuk aktif adalah apabila prilaku itu jelas dapat diobesrvasi secara langsung, seperti : melakukan pemberian abate terhadap tempat penampungan air dalam rangka mencegah perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti.

2.5.3 Prilaku Kesehatan

Prilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadapa stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. (2)Respons atau reaksi manusia, bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktik). Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok, yaitu : sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan, dengan dan lingkungan, dengan demikian serta lebih rinci prilaku kesehatan itu mencakup.

Prilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara aktif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, sedangkan aktif (tindakan) yang di lakukan sehubungan dengan penyakit dan rasa sakit tersebut. Prilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit :

1. Prilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (helath promotion behavior), seperti : makan makanan bergizi, olah raga dan sebagainya.

2. Prilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit seperti : tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti, termasuk juga prilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

3. Prilaku sehubungan dengan pencarian kesehatan (health seeking behavior), yaitu untuk melakukan atau mencari pengobatan, seperti : usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas lain.

4. Prilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit, seperti : melakukan diet, mematuhi anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

5. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut resnpos terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatan yang terwujud dalam pengetahuan, presepsi dan sikap.

6. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yaitu : respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengathuan, persepsi sikap dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.

7. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan (enviromental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai diterminan kehidupan manusi. Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri, antara lain mencakup :

a. Perilaku sehubungan dengan air bersih termasuk di dalamnya komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor yang menyangkut segi-segi hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah pada maupun limbah cair, termasuk di dalamnya sistem pembungan sampah dan air yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah sehat, yang meliputi ventilasi, pencahanyaan lantai dan sebagainya.

e. Perilaku sehubungan dengan pembuangan sarang-sarang nyamuk Aedes aegypti.2.5.4 Klasifikasi Perilaku yang berhubungan dengan Kesehatan

Di kutip dari menurut pendapat Becker (1979), mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut (2) :

1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan menignkatan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.

2. Perilaku sakit (ilnes behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di samping berpengaruh terhadap orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

Di kutip menurut pendapat Saparinah Saldi (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan secial yang saling mempengaruhi dapat digambarkan suatu diagram sebagai berikut :

Keterangan :

1. Prilaku kesehatan individu ; sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan

2. Lingkungan keluarga ; kebiasan kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan

3. Lingkungan terbatas ; tradisi ada istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan kesehatan

4. Lingkungan umum ; kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, undang undang kesehatan, program keehatan dan sebagiannya

2.6 Virus Dengue

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yangbersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (4)2.7 Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedespolynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 -10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (5)2.8 Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. (6)Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6 -27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan teta p bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (7)2.9 Etiologi

Bionomik Aedes aegypti

Vektor utama dalam penularan penyakit demam berdarah dengue di kutip Thomas Suroso (DBD) adalah nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, ketiga jenis nyamuk tersebut Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit DBD. Adapun bionomiknya sebagai berikut :1. Tempat Perindukan

Tempat perindukan Aedes aegypti berupa air yang tidak beralaskan tanah, jernih dan berada dalam wadah baik di dalam maupun diluar rumah. Misalnya bak mandi, tempayan, kaleng bekas, dan ban bekas, lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa. Selain itu Aedes aegypti juga lebih menykai kontainer yang berwarna gelap dan terlindung dari sinar matahari. (9, 10)2. Kebiasaan Menggigit

Waktu menggigit lebih banyak pada siang hari dari pada malam hari, antara 08.00 12.00 dan 15.00 17.00, serta lebih banyak menggigit di dalam rumah daripada diluar rumah. Aedes aegypti dapat menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple bitter) dimana keadaan ini sangat membantu dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus. (9,12)3. Kebiasaan Beristirahat

Setelah menggigit dan selama seminggu waktu pemantangan telur, nyamuk Aedes aegypti beristirahat di tempat yang gelap, lembab dan sedikit angin. (10)4. Jangkauan Terbang

Penyebabran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh faktor termasuk keberadaan tempat bertelur dan darah sebagai makanan, namun kelihatannya terbatas pada wilayah sekitar 100 meter dari tempat nyamuk menjadi dewasa. Walaupun demikian, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk betina dewasa dapat terjadi melalui telur dan jentik dalam wadah. (10)5. Siklus Hidup Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dalam siklus hidupnya mengalami metamorfose sempurna dengan empat stadium yaitu telur, yang menetas menjadi larva, berubah menjadi pupa dan selanjutnya menjadi dewasa. Tiga stadium pertama hidup dalam air dan stadium dewasa aktif terbang. (10)Pada yang betina menghisap darah sedangkan yang jantan menghisap sari tumbuhan. Pada keadaan yang optimal siklus hidup nyamuk dibutuhkan waktu selama 16 hari. Masing masing stadium larva 5-6 hari dan 6-7 hari setelah menjadi dewasa, nyamuk Aedes aegypti siap untuk bertelur lagi.

6. Stadium Telur

Aedes aegypti akan bertelur setelah menghisap darah. Telur diletakkan satu per satu pada dinding kontainer dekat dengan permukaan air. Telur yang dihasilkan rata-rata 100 butir setiap kali bertelur. Pada interval empat sampai lima hari, sehingga telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300 sampai 750 butir. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk bertelur selama 6 minggu. (9,10)Telur berwarna gelap, umumnya menetas secara bersamaan menjadi larva pada suhu optimum (25oC sampai 30 oC)

7. Stadium Larva

Perkembangan larva Aedes aegypti dipengaruhi oleh temperatur air, makanan, parasit, PH. Pada temperatur air 25oC sampai 30 oC. Larva akan berkembang menjadi kepompong (pupa) dalam waktu 5 sampai 6 hari, pada suhu di bawah 10oC larva akan mati. Larva Aedes aegypti hidup pada air yang jernih dan tenang serta mengandung bahan organik, tidak berkembang pada air kotor. (10)Waktu yang dibutuhkan untuk kehidupan larva nyamuk (stadium larva) adalah 7 sampai 9 hari adapun ciri-ciri khas larva Aedes aegypti adalah sebagai berikut :a. Adanya corong udara pada segmen terakhirb. Pada segmen segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut rambut berbentuk kipas (Palmate hair)c. Pada corong udara terdapat Pectind. Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara.e. Pada setiap sisi abdomen segmen ke delapan ada comb scale sebanyak 8 21 atau berjejer 1-3.f. Berbentuk individu dari comb scale seperti duri.8. Stadium Pupa

Setelah 5 6 hari larva nyamuk Aedes aegypti akan berubah menjadi pupa yang merupakan bentuk akhir dari stadium kehidupan di dalam air. Perkembangan pupa ini dipengaruihi juga oleh tempertaur air. Pada temperatur optimum untuk perkembangan pupa berkisar 27oC - 32 oC. Pada temperatur tersebut paupa jantan membutuhkan waktu berkembang rata-rata 1,9 hari, sedangkan yang betina akan membutuhkan waktu rata-rata 2,5 hari. Beberapa pupa dapat bertahan hidup pada temperatur air sebesar 47 oC selama 5 menit dan kelembapan 82% hingga 100% dapat hidup pada temeratur 4,5 oC selama 24 jam. Setelah 1-2 hari kepompong berubah menjadi nyamuk dewasa. (10)9. Stadium Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti adalah termasuk sub genus stgomnya dengan ciri-ciri belang-belang hitam putih, warna putih mengkilap. Pada mesonotum terdapat bentuk menyerupai lyra (gadah) probosis polos tanpa gelang gelang, tarsi bergelang gelang. (10)Nyamuk Aedes aegypti akan mati pada suhu 6 oC dalam 24 jam, atau pada suhu 36 oC jika terpapar secara terus menerus. Variasi lamanya umur nyamuk dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, makan dan aktivitas reproduksi. Umur rata rata nyamuk betina yang menghisap darah selama 42 hari.Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan mulai dari nyamuk mengisap darah sampai bertelur umurnya 3 4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle)10. Ekologi Vektor

Ekologi vektor menerangkan hubungan antara vektor dan lingkunganya. Lingkungan ada dua macam, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan biologik. (10,11)1. Lingkungan fisik

a. Macam kontainer

Macam kontainer yang biasa digunakan oleh nyamuk Aedes aegypti untuk dijadikan tempat berkembang biak, dibagi menjadi 2 macam, yaitu (10,11) : 1) Kontainer Alami, misalnya : lubang pohon, lubang batu, bambu. 2) Kontainer buatan, misalnya : tangki penyimpanan air, drum, vas bunga berisi air, pot bunga dengan alas, kolam hias, talang air, tempat minum hewan.

b. Ketinggian TempatKetinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyebaran Aedes aegypti. Di india, Aedes aegypti tersebar mulai dari ketinggian 0 hingga 1000 meter diatas permukaan laut. Di daratan rendah (kurang dari 500 meter) populasi rendah. Di negara negara Asia Tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter merupakan batas penyebaran Aedes aegypti. Di belahan dunia lain, nyamuk tersebut ditemukan di daerah yang leih tinggi, seperti ditemukan pada ketinggian lebih dari 2200 meter di Kolumbia.

c. IklimIklim adalah salah satu komponen pokok dalam lingkungan fisik, yang terdiri dari : Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (10oC). Tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan berhenti suhu sampai dibawah suhu kritis (4,5oC). Pada suhu yang lebih tinggi dari 35oC mengalami keterbatasan proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu maksimun untuk pertumbuhan nyamuk 25 27oC. Kelembaban nisbi udara

Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen.

Curah hujan

Hujan dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk dengan dua cara yaitu menyebabkan naiknya kelebaban nisbi udara dan menembah tempat jumlah perindukan. Kecepatan Angin

Kecepatan angin berpengaruh pada penerbangan nyamuk, bila kecepatan angin 11-14 m/detik akan menghambat penerbangan nyamuk.2. Lingkungan Biologik

Lingkungan biologik yang mendukung perkembangbiakan nyamuk penular penyakit DBD terutama adalah tanaman hias dan tanaman perkarangan, yang dapat mempengaruhi kelembapan dan pencahayaan di dalam rumah dan halamnya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman perkarangan, berati akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap beristirahat dan juga menambah umur nyamuk. (11)Sedangkan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan larva dari instar ke instar adalah adanya parasit, ikan pemakan jentik atau larvavorius (Gambusia afinis dan Poecilia reticulata) telah banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk Anopheles stephensi dan Aedes aegypti.

2.10 Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyak it menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. (13)Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita D BD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada t ubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris . (9,10,11)Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, ju ga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.2.11 Strategi Pengobatan

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia,dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairanyang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasmadanperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinisdanpemantauan kadar hematokritdanjumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, dan obat -obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat. (14)Program pemberantasan penyakit DBD di berbagai negara pada umumnya belum berhasil, karena tergantung pada fossing dengan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa. Untuk mencapai kelestarian program pembrantasan vektor DBD sangat penting untuk memusatkan pada pembersihan sumber larva dan harus berkerja sama dengan sektor non-kesehatan, seperti organisasi non-pemerintah, organisasi swasta dan kelompok masyarakat dalam pelaksannya. Perlu diterapkan pendekatan terpadu terhadap pengendalian nymuk Aedes aegypti khususnya dengan menggunakan semua metode yang tepat (lingkungan, biologis dan kimiawi) aman, murah dan ramah lingkungan dan sesuai dengan sumber daerah yang ada, kegiatannya antara lain :

1. Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan yang meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga mengurangi kontak antara manusia dan vektor. Tiga jenis pengelolaan lingkungan yaitu dapat berupa :

a. Mengubah lingkungan : perubahan fisik habitat vektorb. Pemanfaat lingkungan : melakukan perubahan sementara pada perindukan vektor yang meliputi pengelolaan wadah yang penting dan tidka pentik, dan pengelolaan atau pemindahan tempat perkembangbiakan alami.c. Mengupayakan perubahan tingkah laku dan tempat tinggal manusi, sebagai usaha untuk mengurangi kontak antara manusi dan vektor.

2. Perlindungan Diri

Metode perlindungan diri digunakan oleh individu atau kelompok kecil pada masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dari gigitan nyamuk dengan cara mencegah kontak anatar tubuh manusia dengan nyamuk, dimana peralatan kecil, mudah di bawa dan sederhana dalam penggunaannya. Adapun peralatan perlindungan diri tersebut sebagai berikut (11) : a. Pakaian perlindungan

Pakaian dapat menurangi risiko gigitan nyamuk bila pakaian tersebut cukup tebal dan longgar. Lengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki dapat melindungi lengan dan kaki yang merupakan daerah gigitan nyamuk.

b. Obat nyamuk semprot, bakar dan koil

Produk insektisida rumah tangga seperti obat nyamuk bakar, semprotan pyrentrum dan aerosol (semprot) banyak digunakan sebagai alat perlindungan diri terhadap nyamuk. Mats electric (obat nyamuk lempengan yang menggunakan tenaga listrik) dan cairan merupakan produk edisi terbaru yang dipasarkan diperkotaan.

c. Obat oles anti-nyamuk (repellent)

Jenis ini secara luas diklasifikasikan menjadi dua kategori, penangkal alamiah dan kimiawi. Minyak murni dari ekstrak tanaman merupakan bahan utama obat-obatan penangkal nyamuk alamiah, sedangkan bahan penangkal kimiawi seperti DEET (N-Diethyl-m-Tolumide) dapat memberikan perlindungan terhadap Aedes aegypti selama beberapa jam.

d. Tirai dan kelambu dicelupkan insektisida

Tirai yang telah dicelupkan kelarutan insektisida mempunyai mafaat yang terbatas dalam program pembrantasan dengue kare spesies vektor menggigit pada siang hari. Kelambu tersebut dapat juga secara efektif digunakan untuk orang-orang yang biasa tidur siang.

3. Pengendalian Biologis

Penerapana pengendalian bilogis yang ditunjukan langsung terhadap jentik vektor dengua seperti dengan cara : pemberian ikan pemakan jentik, bakteri, cyclopoids dan autocidal ovitraps hanya terbatas pada operasi skala kecil.4. Pengendalian Kimiawi

Dalam jangka panjang penerapan sistem pembrantasan nyamuk dengan bahan kimiawi tidak cocok karena sulit dan mahal.

2.12 Spektrum Klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). (9)

1. Demam Dengue

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke -6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites. (9)2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi,mendadak 2 -7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. (9)Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari d emam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2 -4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan g angguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat -ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

2.13 Laboraturium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke -3 sampai ke -8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.

Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat -ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat -ringannya penyakit. BAGAN KERANGKA TEORI

BAGAN KERANGKA KONSEP

DEFINISI OPERASIONAL

BAB III

OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh perilaku hidup tidak sehat pada rumah tangga terhadap terjadinya peningkatan angka kejadian demam berdarah. Dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent atau variabel bebas yang dikembangkan menjadi dua variabel dan variabel dependent atau variabel terikat, dengan batasan-batasan operasional variabel.Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2000:29), objek penelitian adalah variabel penelitian yaitu sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian. Sedangkan benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan dipermasalahkan disebut objek (Suharsimi Arikunto, 2000:116). Yang menjadi objek penelitian adalah perilaku hidup tidak sehat pada rumah tangga terhadap terjadinya peningkatan angka kejadian demam berdarah .

Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu dua variabel independen dan satu variabel dependen. Variabel Independen (variabel bebas) adalah perilaku hidup tidak sehat pada rumah tangga. Objek penelitian yang merupakan Variabel Dependen (variabel tak bebas) peningkatan angka kejadian demam berdarah .

3.2 Jenis dan Metode Penelitian yang digunakan

3.2.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis data penelitian kuantitatif. Menurut Sugiono (2009:23) data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka. Menurut Sugiono (2009:23) data kuantitatif dapat dikelompokan menjadi dua data diskrit dan kontinum. Data diskrit adalah data yang diperoleh dari hasil menghitung atau membilang (bukan mengukur). Data ini sering juga disebut dengan data nominal. Data nominal biasannya diperoleh dari penelitian yang bersifat eksploratif atau survey. Data kontinum adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran. Data kontinum dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : data ordinal, interval, dan rasio.

3.2.2 Metode Penelitian

Berdasarkan variabel yang diteliti, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan verifikatif yang dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dan verifikatif. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:8) menjelaskan bahwa : penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa perbandingan atau menghubungkan variabel lain. Melalui ini data-data dikumpulkan dari sumber, data primer, dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan angket kepada warga Desa Binangun, Dusun Pangasinan RT 14 RW 12 Puskesmas Pataruman I Kota Banjar untuk memperoleh data yang nyata dan terbaru. Pengumpulan data melalui angket dilakukan langsung dilapangan, penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran objek yang sedang diteliti.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data pengumpulan data pada penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan sekunder. Menurut Sugiyono 2007:129, adapun yang dimaksud dengan kedua data tersebut:1. Data PrimerYaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data, dimana penelitian dilaksanakan. Dalam hal ini data primer di dapat dengan melakukan penelitian langsung berupa penyebaran kuesioner pada warga serta wawancara (Interview) yaitu teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab langsung dengan pihak perusahaan, sehingga diharapkan akan memperoleh data yang diperlukan.

2. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari literatur, buku-buku serta data lain yang diperoleh melalui laporan-laporan dari Puskesmas setempat.3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto 1998:115). Menurut Sugiono (2009:61), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik sampelnya. Adapun populasi penelitian ini adalah warga Desa Binangun, Dusun Pangasinan RT 14 RW 12 Puskesmas Pataruman I Kota Banjar yang menjadi referensi untuk mengetahui Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga terhadap terjadina risiko demam berdarah yang berjumlah 80 orang dari 28 KK.3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2009:62) Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,dikarenakan keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Maka sample yang dipilih adalah 80 orang, dengan dasar pertimbangan dapat mewakili terhadap subjek penelitian yang akan di teliti dengan alsan bahwa ke 80 orang ini adalah warga yang berada pada wilayah epidemic DBD.3.4.3 Teknik Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara non probability sampling, yaitu pengambilan sampel tidak didasarkan peluang tetapi berdasarkan alasan-alasan tertentu. Adapun teknik pengambilan sampelnya adalah teknik purposive sampling, Sudjana (1989 : 168) menjelaskan bahwa sampling purposive dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, terjadi apabila pengambilan dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan dari peneliti. Kaitan dengan sampel puposif, James A & Dean J (2001 : 264) menjelaskan bahwa :Sample purposive adalah salah satu cara yang diambil peneliti untuk memastikan bahwa, unsure tertentu yang dimasukan kedalam sampel. Tingginya tingkat selektivtas yang ada pada teknik ini akan menjamin semua tingkatan (starta) yang relevan di presentasikan dalkam rancangan penelitian tertentu. Sampel purposif sering disebut sampel judgemental karena peneliti menguji pertimbangan- pertimbangan untuk memasukan unsure yang dianggap khusus dari suatu populasi tempat mencari informasi. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas bahwa teknik ini di gunakan dengan alasan karena adanya pertimbangan dan tujuan tertentu. Suharsimi (1985 : 98) menjelaskan bahwa:

Peneliti bisa menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus di penuhi :

1. Pengambilan sample harus didasarkan atas cirri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan cirri-ciri pokok populasi.

2. Subjek yang di ambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang tetrdapat pada populasi (key subject).

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan objek yang sedang diteliti dan diharapkan dapat menunjang penelitian, penulis melakukan pengumpulan data dengan cara :

1. Wawancara

Wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian

2. Angket

Langkah selanjutnya setelah angket tersusun, maka dilakukan uji coba (Try Out) dengan maksud untuk mengetahui kesahihan ( validasi ) serta keterandalan relibilitas angket yang digunakan, sehingga dengan uji coba dapat diketahui kelemahan dan keterbatasannya sekaligus diperbaiki dan disempurnakan sebelum pelaksanaan pengumpulan data yang sesungguhnya. Kaitan dengan uji coba angket Husen Umar dalam Wiharjadi (2000 : 77) menjelaskan bahwa : Angket yang telah selesai disusun jangan disebarkan sebelum dilakukan uki coba terlebih dahulu untuk menilai keterbacaan serta kemungkinan keterbatasan angket tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini terlebih dahulu akan diuji cobakan terhadap pengaruh perilaku hidup tidak sehat pada rumah tangga terhadap terjadinya peningkatan angka kejadian demam berdarah tetapi diluar anggota sampel penelitian yang memiliki karakteristik yang sama dengan keseluruhan sampel penelitian.

3. Observasi Lapangan

Untuk mendapatkan data primer dengan cara melakukan pengamatan dari sumber data ( Responden ) secara langsung dilapangan. Seperti yang dijabarkan dalam buku Metode Penelitian Naturalistik Kuantitatif karangan Prof. Dr. S. Nasution. MA (1996:59) yang menyatakan bahwa, Data observasi lapangan berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci, mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial serta konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi.4. Studi Pustaka

Studi Pustaka adalah studi atau teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh atau mengumpulkan data dari buku-buku, laporan, majalah, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.6 Instrumen PenelitianPengumpulan data penelitian ini akan di lakukan dengan menggunakan alat ukur penelitian berupa kuesioner, kuesioner yang di gunakan dalam proses penelitian ini terdiri atas :

1. Lembar inform consent untuk responden

2. Pertanyaan yang berkaiatan dengan data karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan)

3. Kuesioner tentang Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga terhadap terjadinya risiko demam berdarah, yang terdiri dari :

a. Pengetahuan DBD

Pengukuran variabel pengetahuan DBD, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban baik : 2

Jawaban buruk : 1

b. Menguras TPA

Pengukuran variabel Menguras DBD, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban 1 minggu sekali : 2

Jawaban 2 minggu sekali : 1c. Menutup TPAPengukuran variabel Menguras TPA, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Ya : 2

Jawaban Tidak : 1

d. Penggunaan abate pada TPAPengukuran variabel Penggunaan abate pada TPA, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Ya : 2

Jawaban Tidak : 1e. Mengubur barang bekasPengukuran variabel Mengubur barang bekas, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Pernah : 2

Jawaban Tidak : 1f. Menggantung pakaian kotorPengukuran variabel Menggantung pakaian kotor, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Ya : 2

Jawaban tidak : 1

g. Pemeriksaan jentik berkala.

Pengukuran variabel Pemeriksaan jentik berkala, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Ya : 2

Jawaban Tidak : 1

h. Menggunakkan obat nyamukPengukuran variabel Perlindungan obat nyamuk, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Ya : 2

Jawaban Tidak : 1i. Membuang sampah

Pengukuran variabel Membuang sampah, yaitu dengan memberikan skor dengan kriteria :

Jawaban Di angkut : 2

Jawaban Di sungai : 1BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

Wilayah kerja Pukesmas Pataruman I Desa Binangun Dusun Pangasinan RT 14 RW 12 Kota Banjar terletak di arah sebelah selatan Kota Banjar. Kasus DBD yang terjadi sesuai dengan data yang ada pada bulan juli sampai agustus jika dijumlahkan tidak mengalami ekalasi yaitu 2 kasus baru dengan 4 jentik terdapat di rumah warga yang dimana sebelumnya tidak terdapat kasus DBD, hal ini tentu merupakan indikasi telah terjadi permasalah terhadap berbagai faktor yang mendorong kejadian DBD yang ada di lingkungan desa Binangun ini Dusun Pangasinan RT 14 RW 12.

Puskesmas ini menjadi wilayah kerja penelitian kami karena selama penelitian melihat data yang ada paling banyak kasus yang terjadi khususnya di wilayah desa Binangun. Tim medis yang ada di wilayah kerja puskesmas ini sebetulnya sudah cukup memadai dengan adanya dokter puskesmas perawat, dan tenaga administrasi puskesmas yang memiliki dedikasi kerja yang baik, begitupun dengan fasilitas yang ada bisa dikatakan cukup memadai dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.

4.2 Gambaran Umum Responden

Pada penelitian ini jumlah angket yang disebar kepada 80 orang responden yang telah dipilih dari warga setempat yang datang langsung kami temui ke rumahnya. Berdasarkan angket yang disebar, peneliti mendapatkan bervariasi karakteristik responden seperti jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Data karakteristik responden disajikan pada tabel di bawah :

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, maka dapat diketahui informasi mengenai data responden berdasarkan jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelaminJumlah (n)Presentase (%)

Laki-laki 2835

Perempuan 5265

Total 80100

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014

Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 orang dengan presentase sebesar 35% dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 52 orang dengan presentase sebesar 65%. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan grafik diatas warga diwilayah penelitian kami berjenis kelamin perempuan mendominasi warga berjenis kelamin laki-laki, artinya seharusnya dengan kepekaan perempuan lingkungan bisa terjaga kebersihannya.4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, maka dapat diketahui informasi mengenai responden dari usia, seperti digambarkan pada tabel dibawah ini :Tabel 4.2Karakteristik responden berdasarkan usia

UsiaJumlah (n)Presentase (%)

< 30 1518,75

31-402835

41-503240

>5056,25

Total80100

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014

Berdasarkan tabel 4.2, dapat disimpulkan bahwa responden yang berusia dibawah 30 tahun sebanyak 15 orang dengan presentase sebesar 18,75%, Usia 31-40 tahun sebanyak 28 orang dengan presentase sebesar 35%, usia 41-50 tahun sebanyak 32 orang dengan presentase sebesar 40%, dan usia di atas 50 tahun sebanyak 5 orang dengan presentase sebesar 6,25%. Dapat terlihat bahwa sebagian besar responden berusia 41-50 tahun dengan presentase sebesar 40%, warga sudah memiliki pengalaman yang cukup baik dalam memelihara lingkungan, sehingga pada usia ini dapat lebih selektif dalam berperilaku terutama yang merugikan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, dapat diketahui informasi mengenai responden berdasarkan pendidikan terakhir mereka seperti digambarkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3Karakteristik responden berdasarkan pendidikan akhir

PendidikanJumlah (n)Presentase (%)

SD4253

SMP2430

SMA/SMK810

D1/D2/D345

S1/S2/S322

Total 80100

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden yangn berpendidikan terakhir SD adalah sebanyak 42 orang dengan persentase 53%, SMP sebanyak 24 orang dengan persentase 30%, SMA/SMK sebanyak 8 orang dengan persentase 10%, D1/D2/D3 sebanyak 4 orang dengan persentase 5%, dan S1/S2/S3 sebanyak 2 orang atau dengan persentase 2%. Dapat disimpulkan bahwa warga di wilayah desa Binangun ini mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup tinggi yaitu lulusan SD. Hal ini seharusnya menjadi indicator keseimbangan pemahaman terhadap keberesihan karena pendidikan sangat menentukan keahlian, kemampuan yang dimiliki warga ataupun sikap perilaku ramah lingkungan.

4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, dapat diketahui informasi mengenai responden berdasarkan pekerjaan mereka seperti digambarkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

NoUsiaJumlah%

1Pegawai Swasta45%

2Petani2430%

3Pensiunan2126%

4Wiraswasta1519%

5Lainnya/Buruh1620%

Jumlah80100%

Berdasarkan tabel 4.4 dapat kita lihat bahwa responden yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta adalah sebanyak 4 orang dengan persentase 5%, Petani sebanyak 24 orang atau 30%, pensiunan sebanyak 21 orang atau 26%, wiraswasta sebanyak 15 orang atau 19%, dan pekerjaan lainnya atau buruh sebanyak 16 orang dengan persentase 20%.Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa warga di sekitar wilayah penelitian kami didominasi dengan pekerjaan sebagai Petani.4.3 Gambaran Variabel Penelitian

4.3.1 Deskripsi Variabel Perilaku

Deskripsi dari masing-masing butir pernyataan yang dijadikan kuesioner untuk variabel perilaku tidak sehat dijabarkan pada tabel-tabel frekwensi berikut. Data yang diperoleh dari 80 responden diolah dengan menggunakan program SPSS 16.00 for windows.

4.3.1.1 Gambaran perilaku responden tentang pengetahuan DBDData yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang pengetahuan DBD dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.5

Gambaran Responden Tentang Pengetahuan DBDNOPengetahuan DBDJumlahPersentase %

1.Apakah anda mengetahui penyakit demam berdarah ?

a. Ya

b. Tidak75

593.75

6.25

Total80100

Tabel 4.5

Gambaran Responden Tentang Pengetahuan DBDNOPengetahuan DBDJumlahPersentase %

2.Apakah demam merupakan salah satu dari gejala demam berdarah?

a. Ya

b. Tidak60

2075

25

Total80100

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan Ya sebanyak 60 orang dengan presentase 75%. Tidak sebanyak 20 orang dengan presentase 25%.

Menururt Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentukanya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan. Responden yang mengetahui bahwa pemberantasan sarang nyamuk itu diperlukan untuk memutus mata rantai penularan penyakit Demam Berdarah akan memiliki perilaku yang baik dalam pelaksanaan PSN DBD tersebut.

Pengetahuan yang diteliti dalam penelitian ini adalah tentang (1) definisi dan penyebab Demam Berdarah (2) vektor dari penyakit Demam Berdarah (3) siapa saja dan kapan seseorang akan terjangkit DBD (4) Gejala dan akibat fatal penyakit Demam Berdarah (5) Hal-hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah menularnya penyakit Demam Berdarah (PSN DBD)

Dari tabel tersebut, responden yang memilih paling banyak yaitu Ya sebesar 75% dan paling kecil sangat mengetahui yang memberikan jawaban Tidak sebesar 25%. Baik : > 60%

Buruk: < 60%

Dari presentasi diatas dapat di simpulkan bawah gambaran perilaku responden pengetahuan DBD 75% adalah dalam kategori BAIK.4.3.1.2 Gambaran perilaku responden tentang Menguras TPA

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang menguras TPA dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.6

Gambaran Responden tentang Menguras TPANOMenguras TPAJumlahPersentase %

1.Seberapa sering anda menguras dan membersihkan bak mandi?

a. 1 minggu sekali

b. 2 minggu sekali50

3062.5

37.5

Total80100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan menguras 1 minggu sekali sebanyak 50 orang dengan persentase 62.5%, menguras 2 minggu sekali sebanyak 30 orang dengan persentase 37.5%.Ditjen PPM & PLP Depkes 1998/1999, Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue, Jakarta, menyatakan bahwa tempat perkembangbiakan utama jentik Aedes aegypti pada tempat-tempat penampungan air di dalam atau di luar rumah atau sekitar rumah, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perkembangbiakan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana dan tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.

Dari tabel tersebut, responden yang memilih paling banyak yaitu menguras 1 minggu sekali sebesar 62.5% dan paling kecil menguras 2 minggu sekali sebesar 37%.Baik: > 60 %

Buruk: < 60 %

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden menguras Tempat Penampungan Air (TPA) adalah 62.5% adalah dalam kategori BAIK.4.3.1.3 Gambaran perilaku responden tentang Menutup TPA

Data yang diperoleh mengenai Gambaran perilaku responden tentang menutup TPA dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.7

Gambaran perilaku responden tentang menutup TPANOMenutup TPAJumlahPersentase %

1.Apakah anda menggunakan penutup pada ember/pada tempat penampungan air?

a. Ya

b. Tidak 55

2568.75

31.25

Total80100

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan mengenai menutup TPA, responden yang menjawab Ya sebanyak 55 orang dengan presentase 68.75%, Tidak sebnyak 25 orang dengan presentase 31.25%.Menutup tempat penampungan air, biasanya digunakan pada ember/gentong yang berisi air untuk konsumsi sehari-hari.(kemkes 2006)

Dari tabel tersebut, responden yang memilih paling banyak yaitu :Baik : < 60%

Buruk : >60%

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden menutup Tempat Penampungan Air (TPA) adalah 68,75% adalah dalam kategori BAIK.4.3.1.4 Gambaran perilaku responden tentang penggunaan abate pada TPA

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang responden penggunaan abate pada TPA dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.8

Gambaran perilaku responden tentang penggunaan abate pada TPANOPenggunaan AbateJumlahPersentase %

1.Apakah anda menggunakan abate pada TPA yang terbuka?

a. Ya

b. Tidak107012.587.5

Total80100

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan Ya, memakai abate sebanyak 10 orang dengan persentase 12.5%, Tidak memakai abate, menggunakan sebanyak 70 orang dengan persentase 87.5%Pennggunaan bubuk abate adalah Upaya pencegahan terhadap jentik yang akan berkembang menjadi nyamuk Aedes aegypti pada tempat perkembang biakan pada (KbbI)Baik : < 60%

Buruk : > 60%

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden tentang penggunaan abate pada TPA adalah 87,5% adalah dalam kategori Buruk.4.3.1.5 Gambaran perilaku responden tentang mengubur barang bekas

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang mengubur barang bekas dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.9

Gambaran perilaku responden tentang mengubur barang bekasNOMengubur Barang BekasJumlahPersentase %

1.Apakah anda pernah mengubur barang bekas yang dapat menjadikan tempat sarang nyamuk ?

a. Pernah

b. Tidak

25

5531.25

68.75

Total80100

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan Pernah melakukan sebanyak 25 orang dengan persentase 31.25%, tidak melakukan sebanyak 55 orang dengan persentase 68.75%.Mengubur barang barang yang tidak terpakai yang dapat memungkinkan terjadinya genangan air. Barang-barang tersebut dapat meliputi botol bekas, kaleng cat, plastik, dan aneka barang-barang tak terpakai lainnya, yang berada di halaman maupun dalam rumah, yang memungkinkan nyamuk bertelur di dalamnya. Jika tidak, jual saja barang-barang tersebut ke tukang loak.( kemenkes 2006 )Dari tabel tersebut, responden yang memilih paling banyak yaitu Tidak melakukan sebesar 31.25% dan paling kecil responden yang Pernah" melakukan sebesar 68,75%. Baik : < 60 %

Buruk : > 60 %

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden mengubur barang bekas adalah 68,75% adalah dalam kategori BURUK.4.3.1.6 Gambaran perilaku responden tentang menggantung pakaian kotor

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang menggantung pakaian kotor dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.10

Gambaran perilaku responden tentang menggantung pakaian kotorNOMenggantung Pakaian KotorJumlahPersentase %

1.Apakah anda selalu menggantungkan pakaian yang kotor ?

a. Yab. Tidak

73

791.25

8.75

Total80100

Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan sebagian Ya melakukan sebanyak 73 dengan presentase 91.25%, Tidak melakukan sebanyak 7 orang dengan persentase 8.75%.

Baik : < 60 %Buruk : > 60 %Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden menggantung pakaian kotor adalah 91,25% adalah dalam kategori BURUK.4.3.1.7 Gambaran perilaku responden tentang pemeriksaan jentik berkala

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang pemeriksaan jentik berkala dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.11

Gambaran perilaku responden tentang pemeriksaan jentik berkalaNOPemeriksaan Jentik BerkalaJumlahPersentase %

1.Apakah anda pernah melakukan pemantauan terhadap jentik nyamuk di rumah ?

a. Ya

b. Tidak 5

756.25

93.73

Total80100

Dari tabel 4.11 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan Ya memeriksakan sebanyak 5 orang dengan persentase 6.25%, Tidak memeriksakan sebanyak 75 orang dengan persentase 93.73%.

Menurut Depkes 2005, pemeriksaan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat-tempat penampungan air) yang ada di dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bunga, tatakan kulkas, dll. Dan di luar rumah seperti talangan air, alas pot kembang, ketiak daun, lubang pohon, pagar bambu, dll yang dilakukan secara teratur setiap minggu.

Baik : < 60 %

Buruk : > 60 %

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden pemeriksaan jentik berkala adalah 93,73% adalah dalam kategori BURUK.4.3.1.8 Gambaran perilaku responden tentang pemakaian obat nyamuk

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang pemakaian obat nyamuk dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.12

Gambaran perilaku responden tentang pemakaian obat nyamukNOPemakaian Obat NyamukJumlahPersentase %

1.Apakah anda menggunakan Obat anti nyamuk?

a. Ya

b. Tidak

66

1482.5

17.5

Total80100

Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan Ya memakai sebanyak 66 orang dengan persentase 82.5%, Tidak memakai sebanyak 14 orang dengan persentase 15.5%.

Metode perlindungan digunakan oleh individu atau kelompok kecil pada masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dari gigitan nyamuk, di mana peralatan kecil mudah dibawa dan sederhana dalam penggunaannya. Salah satunya yaitu obat nyamuk ( Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, 1998/1999, Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue, Jakarta)Baik : > 60 %

Buruk : < 60 %

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden pemakaian obat nyamuk adalah 82,5% adalah dalam kategori BAIK.4.3.1.9 Gambaran perilaku responden tentang Membuang Sampah

Data yang diperoleh mengenai gambaran perilaku responden tentang pemakaian obat nyamuk dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.13

Gambaran perilaku responden tentang Membuang SampahNOMembuang SampahJumlahPersentase %

1.Bagaimana anda membuang sampah?

a. Di angkut

b. Di sungai

11

6913.75

86.25

Total80100

Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang memberikan tanggapan Di angkut memakai sebanyak 11 orang dengan persentase 13.75%, Di Sungai memakai sebanyak 14 orang dengan persentase 86.26%. Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.Baik : < 60 %

Buruk : > 60 %

Dari presentase diatas dapat di simpulkan bahwa gambaran perilaku responden membuang sampah adalah 86,26 % adalah dalam kategori BURUK.BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini, dapat di simpulkan bahwa :

1. Presentasi perilaku responden tentang Pengetahuan DBD di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori baik, yaitu sebesar 75 orang (93,75 %).2. Presentasi tanggapan responden tentang Menguras TPA di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori baik , yaitu sebesar 50 orang (62,5%).3. Presentasi tanggapan responden tentang Menutup TPA di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori baik, yaitu sebesar 55 orang (68,75%).4. Presentasi tanggapan responden tentang Penggunaan abate pada TPA di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori buruk, yaitu sebesar 70 orang (87,5 %).5. Presentasi tanggapan responden tentang Mengubur barang bekas di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori buruk, yaitu sebesar 65 orang (68,75%).6. Presentasi tanggapan responden tentang Menggantung pakaian kotor di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori buruk, yaitu sebesar 73 orang (91,25%). 7. Presentasi tanggapan responden tentang Pemeriksaan jentik berkala di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori buruk, yaitu sebesar 75 orang (93,75%).8. Presentasi tanggapan responden tentang Pemakaian obat nyamuk di Desa Binangun Dusun Pangasinan wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar termasuk kategori baik, yaitu sebesar 66 orang sebesar (82,5%).5.2 Saran

A. Bagi Puskesmas

1. Peningkatan promosi kesehatan melalui penyuluhan tentang Perilaku Hidup dan sehat (PHBS) dan Pembrantasan Sarang Nyamuk (PSN).

2. Memberikan penyuluhan kepada para kader setempat mengenai Perilaku Hidup dan sehat (PHBS) dan Pembrantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta melakukan promosi 3 M Plus kepada masyarakat.

3. Mengajak keterlibatan keluarga dalam melakukan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Pembrantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta mendengarkan informasi-informasi penting yang di sampaikan Pemegang Program Puskesmas Perilaku Hidup dan sehat (PHBS) dan Pembrantasan Sarang Nyamuk (PSN).

4. Memberikan layanan pengasapan dan bubuk abate bagi setiap rumah warga.

B. Bagi Peneliti Lain

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perilaku hidup tidak sehat dalam rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Pataruman 1 Kota Banjar dengan melihat variabel-variabel lain selain dari yang sudah peneliti lakukan seperti faktor perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan Bionomik Nyamuk Aedes aegypti.

r70