bab ii tinjauan pustakarepository.ump.ac.id/9223/3/nenden setyaningrum_bab ii.pdf · 2019. 9....

12
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu di Rawat Inap RSUD Banyumas oleh Meikaputri (2015), yang berjudul kajian penggunaan obat antihipertensi oral pada ibu hamil pre-eklampsia menyatakan obat yang paling efektif dalam menurunkan tekanan darah adalah nifedipin. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami hipertensi baik itu ibu hamil dengan riwayat hipertensi, ibu hamil dengan pre-eklampsia dan eklampsia serta pengambilan data pada penelitian ini dilakukan secara retrospektif sedangkan pada penelitian tersebut pengambilan data dilakukan secara prospektif. Persamaan pada penelitian ini yaitu penelitian dilakukan secara deskriptif observasional. Penelitian terdahulu di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Swasta Royal Prima Medan oleh Putri (2016), yang berjudul penggunaan obat pada pasien ibu hamil menyatakan masih ada beberapa obat beresiko terhadap kehamilan yang digunakan oleh ibu hamil. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu populasi yang digunakan pada penelitian ini lebih spesifik dan persamaannya yaitu penelitian dilakukan secara deskriptif observasional dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif. B. Landasan Teori 1. Kehamilan Proses kehamilan didahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel/nidasi pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu di Rawat Inap RSUD Banyumas oleh Meikaputri

(2015), yang berjudul kajian penggunaan obat antihipertensi oral pada ibu

hamil pre-eklampsia menyatakan obat yang paling efektif dalam

menurunkan tekanan darah adalah nifedipin. Perbedaan penelitian tersebut

dengan penelitian ini yaitu populasi yang digunakan pada penelitian ini

adalah seluruh ibu hamil yang mengalami hipertensi baik itu ibu hamil

dengan riwayat hipertensi, ibu hamil dengan pre-eklampsia dan eklampsia

serta pengambilan data pada penelitian ini dilakukan secara retrospektif

sedangkan pada penelitian tersebut pengambilan data dilakukan secara

prospektif. Persamaan pada penelitian ini yaitu penelitian dilakukan secara

deskriptif observasional.

Penelitian terdahulu di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi di Rumah

Sakit Swasta Royal Prima Medan oleh Putri (2016), yang berjudul

penggunaan obat pada pasien ibu hamil menyatakan masih ada beberapa

obat beresiko terhadap kehamilan yang digunakan oleh ibu hamil.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

populasi yang digunakan pada penelitian ini lebih spesifik dan

persamaannya yaitu penelitian dilakukan secara deskriptif observasional

dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif.

B. Landasan Teori

1. Kehamilan

Proses kehamilan didahului oleh proses pembuahan satu sel telur

yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk

zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel

menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut

menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel/nidasi pada

lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak

terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

5

tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang

berisi sekelompok sel di bagian dalamnya (Depkes RI, 2006).

a. Klasifikasi Kehamilan menurut Kemenkes tahun (2013):

1) Kehamilan normal

Keadaan umum ibu baik, tekanan darah <140/90 mmHg,

bertambahnya berat badan sesuai minimal 8 kg selama

kehamilan (1 kg tiap bulan) atau sesuai IMT (Indeks Massa

Tubuh) ibu, edema hanya pada ekstremitas, denyut jantung janin

120–160 kali/menit, gerakan janin dapat dirasakan setelah usia

kehamilan 18–20 minggu hingga melahirkan, tidak ada kelainan

riwayat obstetrik, ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan,

pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal

2) Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan

rujukan untuk konsultasi dan atau kerjasama dalam

penanganannya

a) Riwayat pada kehamilan sebelumnya: janin atauneonatus

mati, keguguran ≥3x, bayi <2500 g atau rujukan untuk

konsultasi dan >4500 g, hipertensi, pembedahan pada organ

b) Kehamilan saat ini: kehamilan ganda, usia ibu <16 atau 40,

Rh (-), hipertensi, massa pelvis, penyakit jantung, penyakit

ginjal, diabetes melitus, malaria, Human Immunodeficiency

Virus (HIV), sifilis, Tuberculosis (TBC), anemia berat,

penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, Lingkar Lengan

Atas (LILA) <23,5 cm, tinggi badan <145 cm, kenaikan

berat badan <1 kg atau >2 kg tiap bulan atau tidak sesuai

IMT, Tinggi Fundus Uteri (TFU) tidak sesuai usia

kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran

kemih, penyakit kelamin, malposisi/malpresentasi, gangguan

kejiwaan, dan kondisi-kondisi lain yang dapat memburuk

kehamilan

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

6

3) Kehamilan dengan kondisi kegawat daruratan yang

membutuhkan rujukan segera

Adanya perdarahan, preeklampsia, eklampsia, ketuban pecah

dini, gawat janin, atau kondisi-kondisi kegawat daruratan lain

yang mengancam nyawa ibu dan bayi

2. Penyebab Kematian Pada Ibu Hamil

Hipertensi akibat kehamilan adalah tekanan darah diastolik 110

mmHg atau lebih, atau 90 mmHg pada dua kali pengukuran setelah 20

minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif. Tekanan darah

diastolik 90 mmHg sebelum 20 minggu menunjukkan keadaan

hipertensi kronis, yang dipastikan jika hipertensi menetap setelah

melahirkan (Rubenstein et al, 2007).

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah JNC-7 (Indicates the Seventh Report of

the Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure) vs NHBPEP (National High Blood

Pressure Education Program Working Group Report on High Blood Pressure

in Pregnancy)

JNC-7 Blood Pressure

Classification (Nonpregnant),

mmHg

NHBPEP Blood Pressure

Classification (Pregnant), mmHg

Normal

Sistolic ≤120 and diastolic ≤80

Norrmal/acceptable in Pregnancy

Sistolic ≤140 and diastolic ≤90

Pre-hypertension

Sistolic 120 to 139 or diastolic 80

to 89

Stage 1 hypertension

Sistolic 140 to 159 or diastolic 90

to 99

Mild hypertension

Sistolic 140 to 150 or diastolic 90 to

109

Stage 2 hypertension

Sistolic 160 to 179 or diastolic 100

to 110

Severe hypertension

Sistolic ≥160 or diastolic ≥110

Stage 3 hypertension

Sistolic 180 to 209 or diastolic 110

to 119

(Podymow dan August, 2008)

a. Hipertensi Pada Ibu Hamil

1) Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik merupakan hipertensi tanpa proteinuria

yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah

persalinan. Gambaran klinis meliputi tekanan darah ≥140/90

mmHg, sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil atau

diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu,

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

7

tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin), dapat

disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal

(Kemenkes, 2013).

2) Hipertensi gestasional

Merupakan hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah

kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan.

Gambaran klinis meliputi tekanan darah ≥140/90 mmHg, tidak

ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di

usia kehamilan <12 minggu, tidak ada proteinuria (diperiksa

dengan tes celup urin), dapat disertai tanda dan gejala

preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan trombositopenia

(Kemenkes, 2013).

3) Preeklampsia

Merupakan komplikasi kehamilan pada usia setelah 20

minggu dengan ekskresi protein abnormal/proteinuria disertai

manifestasi pada organ lain (nyeri kepala, nyeri epigastrium,

mata kabur, trombositopenia, disfungsi renal, liver, edema paru).

Menurut Sibai, proteinuria tidak selalu muncul pada

preeklampsia (Dachlan et al, 2019).

Tabel 2.2 Klasifikasi preeklampsia berdasarkan derajat manifestasi

klinik

Abnormalitas Preeklampsia Preeklampsia berat

Tekanan darah

(TD) diastolik

˂ 110 mmHg ≥ 110 mmHg

TD sistolik ˂ 160 mmHg ≥ 160 mmHg

Proteinuria -/+ -/+

Nyeri kepala - +

Gangguan visual - +

Nyeri ulu hati - +

Oliguria - +

Kejang/eclampsia - +

Serum kreatinin Normal Meningkat

Trombositopenia

(˂100.000 U/L)

- +

Peningkatan serum

transaminase

Minimal Meningkat

Gangguan

pertumbuhan janin

- +

Edema paru - +

(Dachlan et al, 2019)

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

8

a) Pre-eklampsia terjadi pada sekitar 5 % primipara, namun

lebih jarang pada kehamilan berikutnya dengan ayah janin

yang sama (Rubenstein et al, 2007).

b) Pengobatan pre-eklampsia

Pengobatan preeklampsia bertujuan untuk menghindari

kelanjutan menjadi eklampsia. Pengobatan pada pre-

eklampsia berat dilakukan dengan pemberian:

Sedatif: phenobarbital 3 x 200 mg, valium 3 x 20 mg),

menghindari kejang: magnesium sulfat (dosis awal 8 g IM,

dosis ikutan 4 g/6 jam, observasi pernapasan tidak kurang 16

menit, reflex patella positif, urin tidak kurang dari 600 cc/24

jam), valium (dosis awal 20 mg IV, dosis ikutan 20 mg/drip

20 tetes/menit, dosis maksimal 120 mg/24 jam), kombinasi

pengobatan (pethidine 50 mg IM, klorpromazin 50 mg IM,

diazepam [valium] 20 mg IM), bila terjadi oliguria diberikan

glukosa 40% IV untuk menarik cairan dari jaringan sehingga

dapat merangsang diuresis (Manuaba, 2013).

4) Eklampsia

Merupakan kelanjutan pre-eklampsia berat dengan tambahan

gejala kejang dan/atau koma. Menjelang kejang-kejang dapat

didahului gejala subjektif yaitu nyeri kepala di daerah frontal,

nyeri epigastrium, pengelihatan semakin kabur, terdapat mual

dan muntah serta pemeriksaan menunjukkan hiper-refleksia atau

mudah terangsang. Selama terjadi kejang-kejang suhu tubuh

dapat naik mencapai C, frekuensi nadi bertambah cepat dan

tekanan darah meningkat. Kejang dapat menimbulkan

komplikasi pada ibu dan janin (Manuaba, 2013).

a) Penatalaksanaan eklampsia

Tujuan pengobatan eklampsia adalah menghindari kejang

dan koma yang menyebabkan angka kematian ibu dan janin

tinggi dan mengakhiri kehamilan dengan traumatis. Konsep

pengobatan eklampsia (Manuaba, 2013): Jika dalam

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

9

perjalanan ke rumah sakit dapat diberikan penenang dengan

suntikan 20 mg valium, pasang infus glukosa 5% dan dapat

ditambah valium 10 sampai 20 mg.

Beberapa pengobatan yang dilakukan di rumah sakit

diantaranya sebagai berikut:

(1) Sistem Stroganof: Suntikan 100 mg luminal IM. ½ jam

kemudian suntikkan 10 cc magnesium sulfat 40% IM,

selanjutnya tiap 3 jam berganti-ganti diberi luminal 50

mg dan 10 cc magnesium sulfat 40% IM

(2) Pemberian sodium pentothal dapat menghilangkan

kejang. Dosis awal pentothal antara 200 mg dan 300 mg

IV perlahan-lahan

(3) Magnesium sulfat mempunyai efek menurunkan tekanan

darah, mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis,

meningkatkan diuresis, merusak sirkulasi iskemik

plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.

Dosis pemberian larutan Mg 40%: intramuskular (8

g daerah gluteal kanan kiri, 4 g interval 6 jam), jika

melalui intravena (10 cc magnesium sulfat 40% IV

perlahan-lahan diikuti IM 8 g). Syarat pemberian

magnesium sulfat adalah reflex patella masih positif,

pernapasan tidak kurang dari 16 per menit, diuresis

minimal 600 cc /24 jam. Antidotum untuk magnesium

sulfat adalah 1 g kalsium klorida atau glukonas kalsikus

(4) Diazepam atau valium dipergunakan sebagai pengobatan

eklampsia, karena mudah didapat dan murah. Dosis

maksimal diazepam 120 mg/24 jam. Metode pemberian

valium: pasang infus glukosa 5%, dosis awal diberikan

20 mg/intravena. Dosis ikutan dalam glukosa 5% 5

sampai 10 sampai 20 mg dengan 20 tetesan/menit.

Observasi yang dilakukan: kesadaran penderita, keadaan

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

10

janin dalam rahim, kejang-kejang, diuresis, tekanan

darah, nadi dan pernapasan

(5) Litik koktil terdiri dari petidin 100 mg, klopromazin 100

mg dan prometazin 50 mg yang dilarutkan dalam 500 cc

glukosa 5% di berika secara IV dengan memeperhatikan

tekanan darah, nadi dan kejang. Observasi pengobatan

dilakukan setiap 5 menit karena tekanan darah dapat

turun mendadak

Pada pengobatan yang berhasil, dijumpai perbaikan

diuresis makin bertambah, tekanan darah menurun, nadi

membaik, kesadaran membaik dan kejang berkurang. Pada

kegagalan pengobatan dapat dijumpai gejala kejang lebih

dari 12 kali, suhu meningkat di atas C, kesadaran makin

menurun dan nadi meningkat di atas 100 kali per menit.

b. Perdarahan

Klasifikasi perdarahan pada ibu hamil terbagi menjadi 2 bagian,

yaitu:

1) Perdarahan Antepartum

Perdarahan Antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada

kehamilan di atas 22 minggu, sehingga bayi masih dapat

diselamatkan dengan perawatan unit intensif (Manuaba et al,

2012).

2) Perdarahan Postpartum

Perdarahan Postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah

kelahiran bayi dan menyebabkan hilangnya darah lebih dari 500

ml (milliliter) selama 24 jam pertama (Oxorn). Perdarahan

postpartum menyebabkan kematian maternal lebih tinggi karena

kejadiannya sebagian besar mendadak dan sering terlambat

dirujuk (Manuaba et al, 2012). Sejalan dengan hal tersebut di

Indonesia perdarahan postpartum merupakan salahsatu

penyebab utama kematian pada ibu (Kemenkes RI, 2015).

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

11

c. Infeksi

Di seluruh dunia, infeksi secara historis merupakan penyebab

penting morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Infeksi

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: status serologi ibu,

waktu infeksi selama kehamilan, cara penularan dan status

imunologis (Cunningham et al, 2013). Infeksi pada kehamilan

diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu: infeksi vagina,

infeksi endoserviks, infeksi traktus urinarius, infeksi hepatitis,

infeksi kelompok Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus,

Herpes simplex virus (TORCH), infeksi sifilis dan infeksi virus

lainnya (infeksi Human Immunodeficiency Virus [HIV], Infeksi

parvovirus, infeksi virus varicella) (Manuaba et al, 2012).

3. Penggunaan Obat Selama Kehamilan

Selama kehamilan seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan

atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Obat sebaiknya

diresepkan pada ibu hamil jika keuntungan yang diharapkan lebih

besar daripada risiko bagi janin sehingga ibu dapat melahirkan bayi

yang sehat dengan selamat (Depkes RI, 2006).

a. Antihipertensi

Beberapa obat antihipertensi aman dan efektif baik untuk

hipertensi yang timbul karena hamil maupun untuk pre-eklampsia.

Metildopa dipandang sebagai obat antihipertensi yang aman untuk

digunakan sepanjang kehamilan. Obat ini melintasi plasenta dan

ditemukan di dalam darah tali pusat dengan konsentrasi yang sama

di dalam darah ibu. Metildopa menurunkan tekanan darah sistolik

pada neonatus. Data mengenai tindak lanjut pediatrik selama 7

tahun pada ibu hamil yang menggunakan metildopa untuk

pengobatan hipertensi atau pre-eklampsia tidak memperlihatkan

kelainan jangka panjang dalam perkembangan janin. Antagonis

saluran kalsium yakni nifedipin, nikardipin dan nitrendipin telah

terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada kehamilan dan

mengendalikan hipertensi atenatal dan pasca persalinan. Pada

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

12

hipertensi berat akut nifedipin dapat diberikan per oral dan

sublingual sebagai alternatif pada obat parenteral (Rubin, 2000).

b. Analgetik

Analgetik adalah obat yang paling sering digunakan dalam

masa kehamilan yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Contoh dari

analgetik yang digunakan diantaranya yaitu parasetamol. Pada

penelitian pra klinis, parasetamol tidak memperlihatkan adanya

efek yang merugikan pada pertumbuhan janin dan plasenta (Rubin,

2000).

c. Antiemetik

Mual dan muntah umumnya berlangsung singkat dan dapat

diatasi tanpa menggunakan obat, tetapi terapi obat seringkali

diperlukan jika gejala mual dan muntah berat. Contoh obat ini

adalah metoklopamid yang telah digunakan pada kehamilan lanjut

dengan hyperemesis gravidarum (Rubin, 2000).

d. Antibiotik

Alasan paling sering bagi wanita hamil untuk mendapat

antibiotik adalah untuk pengobatan sistitis akut atau bacteri uria

yang timbul dari sistitis tersebut. Pilihan terapinya yaitu ampisilin

dan sefaleksin. Sefaleksin lebih efektif dari ampisilin karena

separuh bakteri gram negatif yang sering menyebabkan infeksi

saluran kemih resisten terhadap ampisilin (Rubin, 2000).

e. Farmakokinetika

Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang

mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi

peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan volume darah

sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir

semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada

akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga

600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi

60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu

(Depkes RI, 2006).

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

13

f. Farmakodinamika

1) Mekanisme kerja obat ibu hamil

Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar

susu, pada kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon

sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak

berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau

terjadi perubahan misalnya curah jantung, aliran darah ke

ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil

membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak

hamil. Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang

dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung

pada kehamilan atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol

glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan

(Depkes RI, 2006).

2) Mekanisme kerja obat pada janin

Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin

berkembang dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian

obat pada wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan janin

walaupun mekanismenya masih belum diketahui jelas.

Contohnya kortikosteroid diberikan untuk merangsang

matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur.

Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim

hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insiden jaundice

(bayi kuning) akan berkurang. Selain itu fenobarbital juga

dapat menurunkan risiko perdarahan intracranial bayi kurang

umur. Antiaritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk

mengobati janinnya yang menderita aritmia jantung (Depkes

RI, 2006).

a) Kerja obat teratogenik

Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat

mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar.

Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

14

pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera

sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek

pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu

selama minggu ke-4 sampai minggu ke-7 kehamilan.

Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek

teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh

multi faktor:

(1) Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga

secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin

(2) Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau

nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi jaringan

janin

(3) Obat juga dapat bekerja langsung pada proses

perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A

(retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan

normal. Derivat vitamin A (isotretinoin, etretinat)

adalah teratogenik yang potensial

(4) Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga

akan berperan pada abnormalitas. Misalnya pemberian

asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden

kerusakan pada selubung saraf, yang menyebabkan

timbulnya spina bifida

g. Klasifikasi keamanan obat pada kehamilan menurut Food and

Drug Administration (FDA):

1) Kategori A: studi terkontrol pada wanita hamil tidak

memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada kehamilan

trimester 1 dan trimester berikutnya

2) Kategori B: studi terhadap reproduksi binatang memperlihatkan

tidak ada resiko terhadap janin, tetap belum ada studi terkontrol

terhadap manusia

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019

15

3) Kategori C: studi pada binatang percobaan memperlihatkan

adanya efek terhadap janin dan studi terkontrol pada wanita dan

binatang tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan

4) Kategori D: terdapat bukti adanya resiko pada janin pada

binatang percobaan atau studi pada manusia

5) Kategori X: studi pada manusia dan binatang memperlihatkan

adanya abnormalitas pada janin

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

Diteliti :

Tidak diteliti :

Tingginya tingkat kematian ibu

Hipertensi Pendarahan Sepsis

Karakteristik pasien:

1. Usia pasien

2. Usia kehamilan

3. Status gravida

(Manuaba, 2012)

Studi Penggunaan obat:

1. Efektivitas obat

2. Interaksi obat

(Siregar, 2006)

3. Kategori keamanan obat

menurut FDA

Evaluasi

Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019