bab 2 tinjauan pustaka 2.1 pengolahan kelapa sawit
Post on 13-Nov-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan kelapa sawit
Pabrik kelapa sawit mengelolah TBS ( Tandan Buah Segar ) menjadi CPO
(crude palm oil) dan inti sawit. CPO dan inti yang dihasilkan dari Pabrik
Kelapa Sawit merupakan produk setengah jadi. Stasiun proses pengolahan
Tandan buah segar menjadi minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit
umumnya terdiri dari stasiun utama dan stasiun pendukung. Stasiun utama
berfungsi sebagai berikut penerimaan buah (Fruit receptoin), rebusan
(Sterilizer), Pemipilan (Stripper), pencacahan (digester ) dan pengempaan
(Presser), Pemurnian (Clarifier), Pemisahan biji dan kernel. Sementara,
stasiun pendukung berfungsi sebagai berikut, Pembangkit tenaga (power),
Laboratrium (Laboratory), Pengolahan air (water treatment), Penimbunan
produk (bulking), Bengkel (workshop). ( Pahan iyung, 2006).
Gambar 2.1 Pengolahan kelapa sawit
5
2.2 Sistem Pembangkit Tenaga Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit
Dalam pembangkit listrik tenaga uap, energi primer yang dikonversikan
menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan
dapat berupa batubara (padat), minyak (cair), dan gas. Konversi energi
tingkat yang pertama yang terjadi di pembangkit listrik tenaga uap adalah
konversi energi primer menjadi energi panas (Kalor). Hal ini dilakukan
dalam ruang bakar dari ketel uap. Energi panas ini kemudian dipindahkan ke
dalam air yang ada dalam steam drum. Uap dari steam drum dialirkan ke
turbin uap.
Dalam turbin uap, energi uap dikonversikan menjadi energi mekanis
penggerak generator, dan akhirnya energi mekanik dari turbin uap
dikonversikan menjadi energi listrik oleh generator. (Yunus A. Cengel dan
Michael A. Boles, 1994)
Gambar 2.2 Skematik Pembangkit Tenaga uap
Siklus ideal yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap
adalah siklus Rankine. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara
ditinjau dari fluida kerjanya yang mengalami perubahan fase selama siklus
pada saat evaporasi dan kondensasi. Perbedaan lainnya secara
6
termodinamika, siklus uap dibandingkan dengan siklus gas adalah bahwa
perpindahan kalor pada siklus uap dapat terjadi secara isotermal.
Proses perpindahan kalor yang sama dengan proses perpindahan kalor pada
siklus Carnot dapat dicapai pada daerah uap basah dimana perubahan
entalpi. fluida kerja akan menghasilkan penguapan atau kondensasi, tetapi
tidak pada perubahan temperatur. Temperatur hanya diatur oleh tekanan uap
fluida. Kerja pompa pada siklus Rankine untuk menaikkan tekanan fluida
kerja dalam fase cair akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan
pemampatan untukcampuran uap dalam tekanan yang sama pada siklus
carnot.
Gambar 2.3 Siklus Rankine Sederhana
Siklus Rankine ideal terdiri dari 4 tahapan proses :
1-2 kompresi isentropik dengan pompa
2-3 penambahan panas dalam boiler secara isobar
3-4 ekspansi isentropik pada turbin
4-1 pelepasan panas pada kondenser secara isobar dan isotermal
7
Air masuk pompa pada kondisi 1 sebagai cairan jenuh dan
dikompresisampai tekanan operasi boiler. Temperatur air akan meningkat
selama kompresiisentropik karena menurunnya volume spesifik air. Air
memasuki boiler sebagai cairan terkompresi (compressed liquid) pada
kondisi 2 dan akan menjadi uap superheate pada kondisi 3. Dimana panas
diberikan ke boiler pada tekanan yang tetap. Boiler dan seluruh bagian yang
menghasilkan steam ini disebut steam generator. Uap superheated pada
kondisi 3 kemudian akan memasuki turbin. untuk diekspansi secara
isentropik dan akan menghasilkan kerja untuk memutarshaft yang terhubung
dengan generator listrik sehingga dpat dihasilkan listrik. Tekanan dan
temperatur dari steam akan turun selama proses ini menuju keadaan 4
dimana steam akan masuk kondenser dan biasanya sudah berupa uap jenuh.
Steam ini akan dicairkan pada tekanan konstan didalam kondenser dan akan
meninggalkan kondenser sebagai cairan jenuh yang akan masuk pompa
untuk melengkapi siklus ini. (Cengel dan Boles, 1994 : 553)
2.3 Termodinamika
2.3.1 Pengertian Termodinamika
Termodinamika berasal dari bahasa Yunani dimana Thermos yang artinya
panas dan Dynamic yang artinya perubahan. Termodinamika merupakan
ilmu yang menggambarkan usaha untuk mengubah kalor (perpindahan
energi yang disebabkan perbedaan suhu) menjadi energi serta sifat-sifat
pendukungnya. Termodinamika berhubungan erat dengan fisika energi,
panas, kerja, entropi dan kespontanan proses. Termodinamika juga
berhubungan dengan mekanika statik. Cabang ilmu fisika ini mempelajari
pertukaran energi dalam bentuk kalor dan kerja, sistem pembatas dan
lingkungan.
8
2.3.2 Prinsip Termodinamika
Prinsip termodinamika sebenarnya adalah hal alami yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, termodinamika direkayasa sedemikian rupa sehingga menjadi
bentuk mekanisme yang dapat membantu manusia dalam kegiatannya.
Aplikasi termodinamika yang begitu luas dimungkinkan karena
perkembangan ilmu termodinamika sejak abad 17. Pengembangan ilmu
termodinamika dimulai dengan pendekatan makroskopik yaitu perilaku
umum partikel zat yang menjadi media pembawa energi.
2.3.3 Hukum-Hukum Termodinamika
Termodinamika memiliki hukum-hukum pendukungnya. Hukum-hukum ini
menjelaskan bagaimana dan apa saja konsep yang harus diperhatikan.
Seperti peristiwa perpindahan panas dan kerja pada proses termodinamika.
Sejak perumusannya, hukum-hukum ini telah menjadi hukum penting dalam
dunia fisika yang berhubungan dengan termodinamika. Penerapan hukum-
hukum ini juga diperlukan dalam berbagai bidang seperti bidang ilmu
lingkungan, otomotif, ilmu pangan, ilmu kimaia dan lain-lain. Berikut
hukum-hukum termodinamika :
a. Hukum Termodinamika I
Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, energi hanya dapat
diubah dari bentuk energi satu ke energi lainnya. Dalam termodinamika,
apabila sesuatu diberikan kalor, maka kalor tersebut akan berguna untuk
usaha luar dan mengubah energi dalam. Bunyi hukum termodinamika I yaitu
“untuk setiap proses apabila kalor Q diberikan kepada sistem dan sistem
9
melakukan usaha W, maka akan terjadi perubahan energi dalam ΔU = Q –
W”.
b. Hukum Termodinamika II
Hukum kedua membatasi perubahan energi mana yang dapat terjadi dan
yang tidak. Pembatasan ini dinyatakan dengan berbagi cara, yaitu : “Aliran
kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu
rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya”
c. Hukum Termodinamika III
Hukum ketiga termodinamika terkait dengan temperatur nol absolut. Hukum
ini menyatakan bahwa pada saat suatu sistem mencapai temperatur nol
absolut (temperatur kelvin) semua proses akan berhenti dan entropi sistem
akan mendekati nilai minimum. Hukum ini juga menyatakan bahwa entropi
benda berstruktur kristal sempurna pada temperatur nol absolut bernilai nol.
2.3.4 Kesetimbangan Termodinamika
Sebuah benda dapat dikatakan dalam keadaan kesetimbangan
termodinamika bila nilai dari besaran keadaan makroskopiknya tidak lagi
berubah dalam jangka waktu yang lama. Termodinamika hanya akan
meninjau besaran dalam keadaan sistem yang setimbang. Termodinamika
tidak meninjau bagaimana proses perubahan sistem mencapai kondisi
kesetimbangan termodinamika, karena itu tidak ada variabel waktu dalam
realisasi-realisasi termodinamika. Dalam keadaan nyata kesetimbangan
termodinamika adalah hal yang mustahil terjadi, hal ini dikarenakan sebuah
benda tidak akan lepas dari interaksinya dengan lingkungan yang
10
mempengaruhi keadaan benda sehingga perubahan dapat terjadi begitu
cepat.
a. Kesetimbangan Termal
Pencapaian kesetimbangan termal terjadi apabila dalam kondisi adanya
kemungkinan interaksi antara partikel kedua sistem, tidak ada total
perpindahan energi panas antara keduanya (tidak ada lagi perubahan
makro). Relasi kesetimbangan termal adalah suatu relasi ekuivalensi
sehingga dapat dikelompokkan benda-benda yang berada dalam keadaan
setimbang termal dan memiliki parameter. Fakta ini dikenal sebagai hukum
ke-nol termodinamika. Benda yang mencapai kesetimbangan termal satu
sama lainnya,diartikan memiliki temperatur yang sama. Termodinamika ke-
nol ini menjelaskan adanya besaran temperatur. Besaran temperatur tidak
bergantung pada nilai partikel. Walaupun sebuah benda tidak secara
keseluruhan berada dalam kesetimbangan termal, bagian-bagian dari benda
tersebut mungkin berada dalam keadaan kesetimbangan termal lokal.
b. Kesetimbangan Mekanik
Jika didalam sebuah sistem terdapat kesetimbangan sedemikian sehingga
tidak terjadi perubahan (makro) volume sistem dan lingkungan maka dapat
dikatakan bahwa sistem dan lingkungan berada dalam keadaan
kesetimbangan mekanik. Pada kondisi ini, sistem dan lingkungan akan
memiliki nilai tekanan yang sama.
c. Kesetimbangan Jumlah Partikel
Sebuah sistem akan dikatakan setimbang jumlah partikelnya jika partikel
yang keluar masuk sistem dalam jumlah yang sama, maka terdapat
11
kesetimbangan jumlah partikel antara sistem dan lingkungan. Ketika itu
antara sistem dan lingkungan akan memiliki tekanan yang sama.
2.3.5 Konsep Dasar Termodinamika
Pembagian dalam termodinamika mengarah kepada pembagian dunia
menjadi sistem yang dibatasi oleh kenyataan atau keidealan batasannya.
Sistem yang tidak termasuk dalam pertimbangan digolongkan sebagai
lingkungan. Dan pembagian yang sistem menjadi subsistem menjadi sistem
sangat mungkin terjadi, atau bisa jadi pembentukan sistem yang lebih besar.
Biasanya sistem ini bisa diuraikan menjadi beberapa parameter. Dari
prinsip-prinsip dasar termodinamika secara umum bisa diturunkan hubungan
antara kuantitas misal, koefisian ekspansi, kompresibilitas, panas jenis,
transformasi panas dan koefisien elektrik terutama sifat-sifat yang
dipengaruhi temperature (El-Wakil, 1982).
2.4 Pemeliharaan (Maintenance)
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pemeliharaan sebagai
penjagaan harta kekayaan, terutama alat produksi agar tahan lama dan tetap
dalam kondisi yang baik. Jadi tujuan pemeliharaan menjaga mesin dan
peralatan terhadap kerusakan dan kegagalan mesin dalam berproduksi.
Secara umum kata pemeliharaan tidak akan terlepas dengan pekerjaan
memperbaiki, membongkar, atau memeriksa mesin secara saksama dan
menyeluruh (Maintenance, Repair, and Overhaul - MRO). Sistem
pemeliharaan sendiri mencakup pengertian memperbaiki perangkat mekanik
dan atau kelistrikan yang menjadi rusak.
12
Pemeliharaan juga bermakna melakukan tindakan rutin guna menjaga
perangkat (dikenal sebagai pemeliharaan terjadwal) atau mencegah
timbulnya gangguan (pemeliharaan pencegahan). Jadi MRO dapat
didefinisikan sebagai, "semua tindakan yang bertujuan untuk
mempertahankan atau memulihkan komponen atau mesin kekeadaan ideal
agar dapat menjalankan fungsinya sesuai kebutuhan perusahaan.
Tindakannya mencakup kombinasi dari semua manajerial teknis,
administratif dan tindakan pengawasan yang sesuai."
Tidak ada mesin maupun peralatan yang mampu berproduksi selamanya,
beberapa mampu bertahan atau bekerja sesuai standar operasional.
Kebutuhan pemeliharaan umumnya juga didasarkan pada prediksi kegagalan
nyata atau standar idealnya. Setiap kali kita gagal dalam melakukan kegiatan
pemeliharaan seperti permintaan perancang peralatan, maka akan
mempersingkat umur operasi peralatan tersebut. Selama beberapa tahun
terakhir, pendekatan yang berbeda tentang bagaimana perawatan dapat
dilakukan untuk memastikan peralatan mencapai atau melebihi umur
rencana perusahaan telah dikembangkan dinegara industri. Selain menunggu
sebuah peralatan gagal (reaktif pemeliharaan), kita dapat memanfaatkan
pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif, atau keandalan berpusat
pemeliharaan.
2.4.1 Tujuan Pemeliharaan
Setiap jenis kegiatan pemeliharaan pasti mempunyai tujuan. Secara umum
tujuan dilakukannya pemeliharaan adalah menjaga kondisi dan atau untuk
memperbaiki mesin agar dapat berfungsi sesuai tujuan usaha. Kondisi yang
diterima adalah sesuai mesin yang mampu menghasilkan produk sesuai
13
standar, yaitu memenuhi toleransi bentuk, ukuran dan fungsi. Namun
demikian secara umum tujuan utama pemeliharaan adalah:
1. Menjamin ketersedian optimum peralatan yang tepat guna memenuhi
rencana kegiatan produksi dan proses produksi dapat memperoleh laba
investasi secara maksimal.
2. Memperpanjang umur produktif suatu mesin pada tempat kerja,
bangunan dan seluruh isinya.
3. Menjamin ketersediaan seluruh peralatan yang diperlukan dalam kondisi
darurat.
4. Menjamin keselamatan semua orang yang berada dan menggunakkan
sarana tersebut.
2.4.2 Klasifikasi Pemeliharaan
Menurut (Ngadiyono, 2010), secara garis besar manajemen pemeliharaan
dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu: perbaikan pemeliharaan (maintenance
improvement), pemeliharaan preventif (maintenance preventive) dan
pemeliharaan korektif (maintenance corrective).
a. Perbaikan Pemeliharaan (Maintenance Improvement)
Manajemen pemeliharaan dari waktu kewaktu harus meningkat untuk
memperbaiki segala kekurangan yang ada. Oleh karenanya perbaikan
pemeliharaan merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan
kebutuhan pemeliharaan. Kita sering terlibat dalam menjaga pemeliharaan,
namun kita lupa untuk merencanakan dan menghilangkan sumbernya. Oleh
karenanya keandalan rekayasa diharapkan mampu menekan kegagalan
14
sebagai upaya menghapus kebutuhan perawatan. Kesemuanya ini
merupakan pra-tindakan, bukan bereaksi.
b. Pemeliharaan Preventif (Maintenance Preventive)
Pelaksanaan pemeliharaan preventif sebenarnya sangat bervariasi. Beberapa
program dibatasi hanya pada pelumasan dan sedikit penyesuaian. Program
pemeliharaan preventif lebih komprehensif dan mencakup jadwal perbaikan,
pelumasan, penyesuaian, dan membangun kembali semua mesin sesuai
perencanaan. Prioritas utama untuk semua program pemeliharaan preventif
adalah pedoman penjadwalan. Semua manajemen pemeliharaan program
preventif mengasumsikan bahwa mesin dalam jangka waktu tertentu
produktifitasnya akan menurun sesuai klasifikasinya. Program preventif
dapat dibagi 3 (tiga) macam :
1. Time driven : program pemeliharaan terjadwal, yaitu dimana komponen
diganti berdasarkan waktu atau jarak tempuh pemakaian. Sistem ini
banyak digunakan perusahaan yang menggunakan mesin dengan
komponen yang tidak terlalu mahal.
2. Predictive : pengukuran untuk mendeteksi timbulnya degradasi sistem
(turunnya fungsi), sehingga diperlukan mencari penyebab gangguan
untuk dihilangkan atau dikontrol sebelum segala sesuatunya membawa
dampak penurunan fungsi komponen secara signifikan.
3. Proactive : perbaikan mesin didasarkan hasil studi kelayakan mesin.
Sistem ini banyak diaplikasikan pada industri yang menggunakan mesin-
mesin dengan komponen yang berharga mahal.
15
c. Pemeliharaan Korektif (Maintenance Corrective)
Sistem ini dilakukan ketika sistem produksi berhenti berfungsi atau tidak
sesuai dengan kondisi operasi yang diharapkan. Pada umumnya berhentinya
sistem diakibatkan kerusakan komponen yang telah atau sedang dalam
proses kerusakan. Kerusakan yang terjadi umumnya akibat tidak
dilakukannya kegiatan preventive maintenance maupun telah dilakukannya
kegiatan preventive maintenance tetapi kerusakan dalam batas dan kurun
waktu tertentu tetap rusak.
Kegiatan corrective maintenance biasa disebut pula sebagai breakdown
maintenance, namun demikian kegiatannnya dapat terdiri dari perbaikan,
restorasi atau penggantian komponen. Pemeliharaan korektif berbeda dari
pemeliharaan. Pada sistem ini tidak dilakukan pemeliharaan secara berkala
dan tidak terjadwal. Kebijakan untuk melakukan corrective maintenance
saja tanpa adanya kegiatan preventive maintenance, dapat menimbulkan
hambatan proses produksi atau membuat macet jalannya proses produksi.
Kebijakan yang mungkin tepat akan tindakan corrective maintenance adalah
atas dasar pertimbangan emergency akibat kerusakan-kerusakan yang tidak
terduga atas aset atau peralatan. Kondisi inilah yang menuntut adanya
tindakan reaktif (reactive maintenance), karena tidaklah mungkin menduga
dan menjadwal datangnya kerusakan. Namun manakala kerusakan datang
pada saat proses produksi berlangsung, maka akibat yang ditimbulkan
akibat hanya dilakukannya corrective maintenance adalah kerusakan yang
parah dibandingkan preventive maintenance.
16
2.4.3 Efisiensi Pemeliharaan
Asumsi dasar penerapan perawatan adalah bahwa makin baik perawatan
makin tinggi effisiensi dan keuntungan yang akan diperoleh. Ada dua
persoalan umum yang dihadapi perusahaan dalam penerapan perawatan,
yaitu masalah teknik dan masalah ekonomi. Adapun masalah tekniis adalah
segala upaya untuk menyiapkan mesin/alat agar siap pakai, terencana dan
terukur. Artinya bahwa semua mesin/alat terhindar dari kemacetan
mendadak akibat tidak pernah dilakukan inspeksi dari program preventive.
Sistim pemeliharaan yang baik adalah berbeda untuk masingmasing pabrik
karena masing-masing pabrik berbeda dalam pemakaian bahan dan
energinya. Sistim pemeliharaan dimulai dengan mengoptimumkan sistim
teknis pemeliharaan agar menjadi efisien, ini adalah konsep pemeliharaan
produktif dengan basis ekonomi. Jadi dalam aspek ekonomi yang menjadi
penekanan adalah bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan agar
pemeliharaan menekan biaya dan menguntungkan perusahaan.
Kerjasama yang baik diantara bagian perencanaan, bagian inspeksi, dan
bagian produksi harus dijaga untuk mengoptimumkan sistim yang dipakai
pada pemeliharaan produktif. Tujuan dari pemeliharaan atau perencanaan
lain adalah untuk merencanakan pemeliharaan dari masing-masing fasilitas
yang ada sesuai dengan umur masa pakainya dan dengan mengurangi biaya
pemeliharaan tahunan, dengan cara pendekatan inspeksi dan pekerjaan
perbaikan pada waktu diadakannya pembongkaran pabrik tahunan atau
pemeliharaan yang lain-lain.
17
Optimisasi perencanaan biaya pemeliharaan untuk pekerja lapangan pada
saat pembongkaran pabrik dan pekerjaan pemeliharaan harian dapat
dievaluasi langsung melalui sifat-sifat dari pabrik. Keperluan memasang
mesin cadangan/equipmen ditentukan oleh hasil dari konsep pemeliharaan
produktif. Biaya tambahan untuk unit-unit cadangan dapat ditentukan
dengan membandingkan biaya investasi dengan uang yang kembali bila kiat
memakai sistim pemeliharaan rutin untuk seluruh mesin yang ada dalam
pabrik tersebut. Secara umum mesin-mesin atau equipmen yang besar dan
mahal diharapkan dapat berjalan secara rutin pada masa-masa pemeliharaan
tersebut, hingga mesin-mesin atau unit-unit cadangan dapat ditiadakan.
2.5 Analisa Kegagalan
Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik,
mekanik, thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari sifat tersebut
adalah sifat mekanik. Sifat mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan,
kekuatan, dan ketangguhan.
Sifat mekanik merupakan salah satu acuan untuk melakukan proses
selanjutnya terhadap suatu material, contohnya untuk dibentuk dan
dilakukan proses permesinan. Untuk mengetahui sifat mekanik pada suatu
logam harus dilakukan pengujian terhadap logam tersebut. Salah satu
pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik.
Analisa kegagalan adalah langkah-langkah pemeriksaan kegagalan atau
kerusakan pada pemeriksaan kegagalan atau kerusakan pada suatu
komponen yang mencakup situasi dan kondisi kegagalan atau kerusakan
18
tersebut, sehingga dapat ditentukan penyebab dari kegagalan atau kerusakan
yang terjadi. tersebut. Tujuan analisa kegagalan adalah :
1. Menemukan penyebab utama kegagalan
2. Menghindari kegagalan atau kerusakan yang sama dimasa yang akan
dating dengan melakukan langkah-langkah penanggulangan
3. Sebagai bahan pengaduan teknis terhadap pembuat komponen
4. Sebagai langkah awal untuk perbaikan kualitas komponen tersebut
5. Sebagai penentuan kapan waktu perawatan dilakukan
Menurut (Hamdani, 2012) kegagalan pada komponen boiler merupakan
salah satu penyebab menurunnya produktivitas. Penyebab kegagalan yang
sering terjadi pada komponen boiler adalah sebagai berikut, yaitu :
1. overheating/creep
2. fatik (kelelahan)
3. korosi (pengkaratan)
4. erosi (pengikisan)
5. kurangnya kontrol kualitas
2.6 Pengertian Logam
Logam adalah unsur kimia yang memiliki sifat kuat, keras, liat, merupakan
penghantar panas dan listrik, serta mempunyai titik lebur tinggi. Benda
logam pada awalnya dibuat dari bijih logam, dimana bijih logam dapat
diperolah dengan cara menambang baik yang berupa bijih logam murni
maupun yang bercampur dengan materi lain.
19
Bijih logam yang diambil dalam keadaan murni diantaranya adalah emas,
platina, perak, bismus dll. Sedangkan ada juga bijih logam yang bercampur
dengan unsur lain seperti tanah liat, fosfor, silikon, karbon, serta pasir.
a. Logam Ferro
Logam ferro adalah suatu logam paduan yang terdiri dari campuran unsur
karbon dengan besi. Untuk menghasilkan suatu logam paduan yang
mempunyai 2 sifat yang berbeda dengan besi dan karbon maka dicampur
dengan bermacam logam lainnya. Logam adalah elemen kerak bumi
(mineral) yang terbentuk secara alami. Jumlah logam diperkirakan 4% dari
kerak bumi. Logam dalam bidang keteknisian adalah besi. Biasanya dipakai
untuk konstruksi bangunan-bangunan, pipa-pipa, alat-alat pabrik dan
sebagainya.
Contoh dari logam yang sudah memiliki sifat-sifat penggunaan teknis
tertentu dan dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup adalah besi, tembaga,
seng, timah, timbel nikel, aluminium, magnesium. Kemudian tampil logam-
logam lain bagi penggunaan khusus dan paduan, seperti emas, perak, platina,
iridium, wolfram, tantal, molybdenum, titanium, vokalt, anti monium
(metaloid), khrom, vanadium, beryllium, dan lain-lain.
Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat, yaitu :
a. Dapat ditempa dan diubah bentuk
b. Penghantar panas dan listrik
c. Keras (tahan terhadap goresan, potongan atau keausan), kenyal (tahan
patah bila dibentang), kuat (tahan terhadap benturan, pukulan martil),
dan liat (dapat ditarik).
20
Yang dimaksud besi dalam bidang teknik adalah besi teknis, bukan besi
murni, karena besi murni (Fe) tidak memenuhi pernyataan teknik,
persyaratan teknik adalah kekuatan bahan, keuletan, dan ketertahanan
terhadap pengaruh luar (korosi, aus, bahan kimia, suhu tinggi dan
sebagainya).
Besi teknis selalu tercampur dengan unsure-unsur lain misalnya karbon (C),
silicon (Si), mangan (Mn), Fosfor (P), dan belerang (S). Unsur-unsur
tersebut harus dalam kadar tertentu, sesuai dengan sifat-sifat yang
dikehendaki, secara garis besar besi teknik terbagi menjadi :
a. Besi kasar : kadar karbon lebih besar dari 3,5%, tidak dapat ditempa.
b. Besi : kadar karbon lebih besar dari 2,5%, tidak dapat ditempa.
c. Baja : kadar karbon kurang dari 1,7%, dapat ditempa.
b. Logam Non Ferro
Logam non ferro ialah jenis logam yang secara kimiawi tidak memiliki
unsur besi atau Ferro (Fe), oleh karena itu logam jenis ini disebut sebagai
logam bukan Besi (non Ferro). Beberapa dari jenis logam ini telah
disebutkan dimana termasuk logam yang banyak dan umum digunakan baik
secara murni maupun sebagai unsur paduan. Dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam pengolahan
bahan logam, menjadikan semua jenis logam digunakan secara luas dengan
berbagai alasan, mutu produk yang semakin ditingkatkan, kebutuhan
berbagai peralatan pendukung teknologi serta keterbatasan dari ketersediaan
bahan-bahan yang secara umum digunakan dan lain-lain.
21
Logam non Ferro ini terdapat dalam berbagai jenis dan masing-masing
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda secara spesifik antara logam
yang satu dengan logam yang lainnya. Keberagaman sifat dan karakteristik
dari logam Non Ferro ini memungkinkan pemakaian secara luas baik
digunakan secara murni atau pun dipadukan antara logam non ferro bahkan
dengan logam Ferro untuk mendapatkan suatu sifat yang baru yang berbeda
dari sifat asalnya.
2.7 Sifat-sifat Mekanis Bahan
Ada beberapa sifat mekanis yang dapat menjelaskan bagaimana bahan
merespon beban yang bekerja dan deformasi yang terjadi. Sifat-sifat
tersebut adalah :
1. Kekakuan (Stiffness) adalah sifat bahan yang mampu renggang pada
tegangan tinggi tanpa diikuti regangan yang besar. Ini merupakan
ketahanan terhadap deformasi. Kekakuan bahan merupakan fungsi dari
modulus elastisitas E. Sebuah material yang mempunyai nilai modulus
elastisitas tinggi seperti baja, E=207.000 Mpa, akan berdeformasi lebih
kecil terhadap beban daripada material dengan nilai E lebih rendah,
misalnya kayu dengan E=7.000 Mpa atau kurang.
2. Kekuatan (Strengh) adalah sifat bahan yang ditentukan oleh tegangan
paling besar mampu renggang sebelum rusak (failure). Ini dapat
didefinisikan oleh batas proporsional, titik mulur atau tegangan
maksimum. Tidak ada satu nilai yang cukup bisa mendefenisikan
kekuatan, karena prilaku bahan berbeda terhadap beban dan sifat
pembebanan.
22
3. Elastisitas adalah sifat material yang dapat kembali kedimensi awal
setelah beban dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas,
yang dapat dilakukan adalah menentukan rentang elastisitas/batas
elastisitas.
4. Keuletan (ductility) adalah sifat bahan yang mampu deformasi terhadap
beban tekan/tarik sebelum benar-benar patah.Keuletan ditandai dengan
persen perpanjangan panjang ukur spesimen selama uji tarik dan persen
pengurangan luas penampanng.
5. Kegetasan (brittleness) menunjukan tidak adanya deformasi plastis
sebelum rusak. Material yang getas akan tiba-tiba rusak tanpa adanya
tanda terlebih dahulu. Material getas tidak mempunyai titik mulur atau
pengecilan penampang (necking down process) dan kekuatan patah sama
dengan kekuatan maksimum.
6. Kelunakan (malleability) adalah sifat bahan yang mengalami deformasi
plastis terhadap beban tekan sebelum benar-benar patah.
7. Ketangguhan (toughness) adalah sifat material yang mampu menahan
beban impak, sebagian energi diserap dan sebagian dipindahkan.
8. Kelenturan (resilience) adalah sifat material yang mampu menerima
beban impak tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis.
Ini menunjukan bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan
dan dikeluarkan jika material tidak dibebani.
2.8 Diagram fasa logam
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperature dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan
23
pemanasan yang lambat dengan karbon.Diagram ini merupakan dasar
pemahaman untuk semua operasional perlakuan panas.
Fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan
yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses pendinginan ,
normalizing maupun proses pengerasan.
Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 1,7%.
Paduan besi diatas 1,7% disebut cast iron.Perlakuan panas bertujuan untuk
memperoleh struktur mikro dan sifat yang diinginkan. Struktur mikro dan
sifat yang diinginkan dapat diperoleh melalui pemanasan dan proses
pendinginan pada temperature tertentu.
Macam macam struktur yang ada pada baja:
Ferit
Ferit adalah larutan padat karbon dan unsur paduan lainnya pada besi kubus
(fe). Ferit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austentit
baja hypotektoid pada saat mencapai pemanasan. Ferit bersifat lunak , ulet
dan memiliki kenduktifitas yang tinggi
Sementit
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai
kabrida besi dengan persentase karbon 6,67%. Sementit mempunyai sifat
getas.
Perlit
Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar
10-30 HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperature eutectoid
memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang
lebih banyak
24
Bainit
Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari asutentit pada
temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan
lebih tinggi dari transformasi ke martensit.
Martensit
Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi
alfa sehingga sel satuannya terdistorsi.
Karbon adalah unsur penstabil austentit. Kelarutan maksimum dari karbon
pada austentit adalah sekitar 1.7% pada temperature 1140ºC , sedangkan
kelarutan karbon pada ferit naik dari 0% pada 910ºC menjadi 0.025% pada
730ºC.
Pada pendinginan lanjut , kelarutan karbon pada ferit menurun menjadi
0,08% pada temperatur kamar. Kegunaan dari baja tergantung dari sifat-
sifatnya yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan
proses perlakuan panas. Sifat mekanik dari baja sangat tergantung pada
struktur mikronya , sedangkan struktur mikro sangat mudah diubah melalui
proses perlakuan panas. Berikut adalah Gambar diagram fasa logam :
25
Gambar 2.4 Diagram Fasa Logam
2.10 Metalografi
Pengetahuan metalografi pada dasarnya mempelajari karakteristik struktur
dan susunan dari suatu logam atau paduan logam dalam hubungannya
dengan suatu analisis. Metalografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari
karakteristik mikrostruktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya
serta hubungannya dengan sifat-sifat material tersebut.
Alat uji yang digunakan untuk mengamati struktur mikro adalah Olympus
Metallurgycal Microscope dan yang digunakan untuk pengambilan gambar
struktur mikro yaitu Olympus Photomicrographic System. Standar uji yang
digunakan dalam pengujian ini terdiri dari standar persiapan sebelum uji
struktur mikro (ASTM E3) dan standar pelaksanaan uji struktur mikro
(ASTM E7). ASTM E3 (Standard Practice for Preparation of
Metallographic Specimenns) berisi tentang persiapan sebelum pelaksanaan
foto mikro seperti pemilihan permukaan pada spesimen, pembuatan ukuran
dan juga pemotongan pada spesimen, pembersihan dan penghalusan
permukaan spesimen, pelapisan spesimen(resin), proses gerinda, poles, dan
26
proses pengetsaan. Sedangkan ASTM E7 (standar terminologi Relating to
Metalografi) berisi tentang istilah, proses dan syarat-syarat pada uji
metalografi. (Sydney, H.A.,1974).
Pengujian ini dilakukan untuk mengetauhi struktur makro dan mikro suatu
permukaan logam. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk
pengujian ini adalah sebagai berikut :
a. Pemotongan (Sectioning)
Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang besar
menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan
mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah
mengalami perubahan. Kerusakan pada material pada saaat proses
pemotongan tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan
untuk memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa
spesimen, kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat
dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan.
b. Pembingkaian ( Mounting)
Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi,
meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini
tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan
sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada
proses pngamplasan dan pemolesan.Sebelum melakukan pembingkaian,
pembersihan spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan
perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah
perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia yang
27
bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat,
minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas
dari segala macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil
pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan
adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah
memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan
suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan
terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan,
selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil
dan bentuk permukaan yang tidak beraturan.
c. Pengerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan
Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang
berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa
proses, partikel-partikel tersebut dsisatukan sehingga berbentuk blok dimana
permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi
dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang
sangat banyak. Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak
pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu
proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat,
sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen.
Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan
dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga
panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.
28
Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang
memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam
pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi
plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam. Proses pemolesan
menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang
tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain. Tujuannya adalah
untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus
kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan
biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca
yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk
pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses
pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena
tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga
partikel.
d. Pengetsaan (Etching)
Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur
mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik.
Spesimen yang cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang
dipoles dengan hati-hati, yang bebas dari deformasi plastis karena deformasi
plastis akan mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut. Proses etsa
untuk mendapatkan kontras dapat diklasifikasikan atas proses etsa tidak
merusak (non disctructive etching) dan proses etsa merusak (disctructive
etching).
1).Etsa Tidak Merusak (Non Discructive Etching)
29
Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan perantaraan kontras dari
struktur dengan pencampuran permukaan secara fisik terkumpul pada
permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa optik digunakan teknik
pencahayaan khusus untuk menampilkan struktur mikro. Beberapa metode
etsa optik adalah pencahayaan gelap (dark field illumination), polarisasi
cahaya mikroskop (polarized light microscopy) dan differential interfence
contrast.
Pada penampakan kontras dengan lapisan perantara, struktur mikro
ditampilkan dengan bantuan interfensi permukaan tanpa bantuan bahan
kimia. Spesimen dilapisi dengan lapisan transparan yang ketebalannya kecil
bila dibandingkan dengan daya pemisah dari mikroskop optik. Pada
mikroskop interfensi permukaan, cahaya ynag terjadi pada sisa-sisa film
dipantulkan ke permukaan perantara spesimen.
2) Etsa Merusak (Desctructive Etching)
Etsa merusak adalah proses perusakan permukaan spesimen secara kimia
agar terlihat kontras atau perbedaan intensitas dipermukaan spesimen. Etsa
merusak terbagi dua metode yaitu etsa elektrokimia (electochemical
etching) dan etsa fisik (phisical etching). Pada etsa elektrokimia dapat
diasumsikan korosi terpaksa, dimana terjadi reaksim serah terima elektron
akibat adanya beda potensial daerah katoda dan anoda. Beberapa proses
yang termasuk etsa elektokimia adalah etsa endapan (precipitation etching),
metode pewarnaan panas (heat tinting), etsa kimia (chemical etching) dan
etsa elektrolite (electrolytic etching).Pada etsa fisik dihasilkan permukaan
yang bebas dari sisa zat kimia dan menawarkan keuntungan jika etsa
30
elektrokimia sulit dilakukan. Etsa ion dan etsa termal adalah teknik etsa fisik
yang mengubah morfologi permukaan spesimen yang telah dipoles.
e. Menganalisa dengan Mikroskop
Menganalisa dilakukan dengan Microskop, sampel yang telah dietsa diamati
dengan microskop sesuai pembesaran yang kita inginkan sampai 800 kali
pembesaran. Hasil yang didapat difoto dengan menggunakan software
raxvision.. Berikut adalah langkah langkah pengamatan dengan mickroskop.
A. Menyiapkan sampel dan memastikan sampel bersih
B. Meletakkan sampel pada plat landasan nicroskop dan berada pada posisi
horizontal.
C. Menyiapkan mikroskop untuk pengujian.
D. Meletakkan sampel tepat pada bawah lensa mikroskop
E. Menghidupkan mikroskop dan mensinkronkan dengan laptop , melalui
aplikasi ravixion.
F. Mengarahkan pandangan mikroskop pada bagian sampel yang akan
diamati dengan cara memutar posisi maju – mundur dan kanan – kiri ,
sampai gambar yang diinginkan dapat dan foto berulang – ulang melalui
aplikasi ravixion.
G. Mengamati foto dengan Table Metal Handbook .
top related