bab 2 skripsi h.mfauzul bener r
Post on 21-Jun-2015
1.603 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Ilmu Nahwu Shorof
a. Pengertian Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof
Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof diartikan “kemampuan atau
kesanggupan untuk mempelajari suatu cabang ilmu bahasa Arab yang
mempelajari kaidah-kaidah yang berhubungan dengan susunan kata-kata
dalam kalimat bahasa Arab.1
b. Tujuan Pengusaan Ilmu Nahwu Shorof
Tujuan utama penguasaan ilmu Nahwu Shorof adalah untuk
memberikan pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an hadis dengan
benar. Di samping itu, bertujuan untuk memberikan kaidah-kaidah tata
bahasa Arab yang benar.2
c. Manfaat Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof
Manfaat menguasai Ilmu Nahwu Shorof yaitu : (1) memahami
susunan kata-kata Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis, yang
merupakan sumber utama umat Islam, dengan ilmu Nahwu Shorof ini
seseorang dapat memahami agama yang ditulis dalam bahasa Arab. (2)
untuk dapat menyusun kata-kata Arab dalam susunan yang benar dan sesuai
1 ? Ghaziadin Djupri, Ilmu Nahwu Praktis, (Surabaya : Apollo, 2006), hlm. 22 ?Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Islam Jilid 4 ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1998), hlm. 3
19
dengan kaidah-kaidah ilmu Nahwu. (4) untuk menentukan kedudukan-
kedudukan kata dan memahami pengertian suatu kalimat dengan benar.3
d. Ruang lingkup Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof
Ruang lingkup yang dipelajari dalam ilmu Nahwu mencakup kalam,
I’rab, Fi’il, Isim-isim dan harf. Kalam mencakup pembagian kalam, tanda Isim,
tanda Fi’il, dan tanda harf. I’rab meliputi : pembagian I’rab, I’rab Isim, I’rab
Fi’il. Tanda-tanda I’rab Rafa’, I’rab Nasbah, tanda I’rab, Khafadl. Fi’il terdiri
dari Fi’il madli, Fi’il Amar, dan Fi’il Mudlari, Isim terdiri dari Isim yang
dirafa’kan meliputi : fa’il, Maf’ul, Mubtada’ dan khabar, Na’at, ‘Athaf, Taukid,
Badal dan Isim-isim yang dinasabkan yang meliputi : Maf’ul bih, Masdar,
Dharaf Makan, Haal, Tamyiz, Istitsna’ Laa, Munada, Maf’ul min Ajlih, Maf’ul
Ma’ah, dan Isim-isim yang dikhafadkan.4
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa pembelajaran Nahwu cukup
luas sekali. Adapun masing-masing dari raung lingkup pembelajaran Nahwu
adalah sebagai berikut:
1) Isim االسم (Kata benda)
Isim secara bahasa adalah nama, yaitu sebutan yang menunjukkan
suatu yang dinamakan, apakah sebutan itu pada jenis atau pada unsurnya.
Manusia ناس atau ُج�ل adalah nama untuk suatu jenis yang dinamakan َر�
manusia atau laki-laki, dan Ahmad adalah أْح�مد nama untuk individu
yang dinamakan Ahmad. Semua kata ini adalah Isim. Dalam pengertian
yang paling sederhana merujuk padanan dalam bahasa Indonesia, maka Isim
3 ? Ibid, hlm. 34 ? Ghaziadin Djupri, Op. Cit., hlm. 4
20
adalah nominal. Sedangkan dalam istilah Nahwu, Isim adalah suatu kata
yang menunjukkan makna tersendiri dan tidak terikat dengan waktu.5
Isim memiliki beberapa tanda yang terletak pada suatu kata yang
menunjukkan bahwa jenis kata tersebut adalah Isim. Tanda-tanda Isim
tersebut adalah:
a) Tanda dari segi artinya
Untuk mengetahui apakah kata tersebut termasuk Isim, dapat
dilihat dari maknanya, atau kata tersebut bisa disandarkan kepada kata
yang lain baik dia itu subjek (fail) atau pemulaan kalimat (mubtada).
Contohnya عاد المسافرون isim di dini bersandar pada fiíl (kata
kerja) yang menunjukkan ia adalah fail, contoh mubtada مسافر
6.خالد
b) Tanda dari segi Lafadznya
(1) Tanwin التنوين yaitu bunyi nun sukun pada akhir kalimat yang
ditandai dengan harakat double ـٌـــ ـٍـــ ـًـــ . Contohnya, atau خالدٌـ
dan,زيدٍـ Maka kata-kata dalam semua contoh ini adalah .قانتاٍتٍـ
Isim karena boleh dimasuki oleh tanwin. Tanwin secara garis
besarnya terbagi menjadi, Pertama: Tanwin tamkin تمكين yaitu
tanwin yang diikutkan kepada isim mu’rab, contoh محمدٌـ. Kedua:
Tanwin Tankir yang mengikuti تنكير isim ma’rifah (yang pasti)
menjadikannya nakirah (belum pasti) contoh, nama ahli) سيبويِه(
5 ? Lulu Fikar, Dasar-dasar Ilmu Nahwu, (Jakarta : Gramedia, 2006), hlm 10 6 ? Ghaziadin Djupri, Op. Cit., hlm. 5
21
nahwu). Ketiga: Tanwin Muqabalah المقابلة yang diikutkan
kepada Jamak muannas salim (jamak untuk perempuan) contohnya,
disamakan قانتاٍتٍـ dengan Nun yang ada pada Jamak Muzakkar
Salim (jamak untuk laki-laki) :Keempat .قانتون Tanwin Ta’wid
(pengganti) الِع(و�ض yang diikutkan pada sebagian kata sebagai
pengganti terhadap apa yang dihapus dan dihilangkan, baik sebagai
pengganti dari huruf yang dihilangkan, contohnya ُجاء َراٍعٍـ kata
ra’in ditanwinkan sebagai pengganti huruf ya’ yang dihilangkan,
aslinya adalah ,Ataukah pengganti dari kata yang dihapus .َراعي
misalnya kata-kata yang terletak setelak Kullu dan Ba’dhu yang
terhapus kata yang disandarkan padanya كل8 منهم asalnya adalah
كل واْحد منهم . Ataupun sebagai pengganti dari kalimat yang
dihilangkan, contoh قبل وكنت ْحينئٍذٍـ أعمل في الجامِعة
زَرتني سنتين (dua tahun lalu, engkau menziarahiku dan pada
saat itu saya bekerja universitas), kata Hinaizin ditanwinkan karena
menggantin kalimat yang hilang, asalnya adalah زَرتني ْحينئٍذ .7
(2) Dapat dimasuki dan dihubungkan dengan Alif dan Lam, pada ألـ
awal kata. Setiap kata yang didahului oleh AL atau boleh menerima
AL, maka kata tersebut adalah Isim. Contohnya, الكاتب = seorang
penulis, = المؤمن orang mukmin, = المسافر orang yang
7 ? Lulu Fikar, Op. Cit., hlm. 11
22
bepergian. Semua kata ini adalah Isim ditandai dengan adanya AL di
awal kata.
(3) Dapat dimasuki oleh Jarr الجر. Baik jarr disebabkan oleh adanya
huruf jarr maupun karena Idhafah. Contohnya, على الحراس
على السطِح( , kata Sathi dibaca kasrah karena dimasuki oleh
huruf jarr yaitu Ála. Contoh Idhafah )كتاب الطالب kata At
Thalibi dibaca kasrah (jarr) karena bersandar kepada Kitab. Huruf-
huruf Jarr adalah م(ن = dari (permulaan), إلي = ke, kepada, ع�ن
= dari (lepas, meninggalkan), علي = atas, في = di, di dalam, Eب َر�
= barangkali, kadang-kadang [;sedikit atau banyak], الباء = dengan,
الكاف = seperti [penyerupaan], untuk. Dan termasuk juga = الالم
huruf-huruf sumpah القسم ْحروف , yaitu; الووا hanya untuk
Isim Zhahir,[2] اء untuk الـب Isim Zhahir dan Dhamir, dan اء الـت
khusus dengan kata ;Contohnya .اللِه (اللِه, واللِه( تالله( ب ,
semuanya bermakna Demi Allah.
(4) Boleh dimasuki oleh Harf Nida (panggilan) contoh, يا زيد� (Hai
Zaid) dimasuki oleh Ya harf nida, contoh lain, عبد�الله(يا
(5) Kata tersebut dapat dirubah bentuknya menjadi bentuk Tashgir
(mengecilkan) التصغير contoh, (gunung) جبل menjadi
�ف(ير menjadi عصفوَر ,contoh lain ,(gunung kecil)ُجبيل .ع�ص�ي
(6) Kata tersebut dapat dijadikan Musanna (yang menunjukan atas dua)
dan jamak. Contoh, ،طالباٍت طالبون، طالب، طالبان 8
8 ?Ibid, hlm. 12
23
2) Fi’il الف(ِعل
Fi’il secara bahasa berarti kejadian atau pekerjaan. Dan padanannya
dalam bahasa Indonesia adalah kata kerja atau verbal. Sedangkan dalam
istilah Nahwu, Fi’il adalah kata yang menunjukkan suatu makna tersendiri
dan terikat dengan salah satu dari tiga bentuk waktu; masa lampau, masa
sekarang, dan masa yang akan datang.
Contohnya �ب� �ت adalah kata yang menunjukkan makna penulisan ك
dan terikat dengan masa yang telah lalu, �ب� �ت �ك adalah ي kata yang
memnunjukkan makna penulisan dan terikat dengan masa sekarang, dan
�ب� juga adalah kata أكت yang menunjukkan makna penulisan dan terikat
dengan masa yang akan datang. Demikian juga contoh-contoh lain seperti
انص�ر ينص�ر �ص�ر� = ن menolong, �م� اع�ل �م يِعل (م = ع�ل mengetahui,
اُجل(ْس� يجل(ْس اضر(ب� ,duduk = ُجل�ْس يضر(ب ,memukul = ضر�ب
افه�م يفه�م .mengerti, memahami = فه(م
Perubahan bentuk dari setiap kata-kata dalam Bahasa Arab
merupakan pembahasan Ilmu Sharaf atau dalam istilah yang lebih luas;
Morphologi. Sedangkan dalam Ilmu Nahwu, unsur utama yang diperhatikan
adalah kedudukan kata tersebut dalam struktur kalimat. Meskipun setiap
kata dasar dalam bahasa Arab banyak mempunyai varian bentuk kata sesuai
dengan kegunaan dan maknanya masing-masing, yang paling penting dalam
Ilmu Nahwu adalah jenis-jenis semua kata tersebut dikelompokkan dalam
tiga jenis saja, yaitu; Isim, Fi’il, dan Huruf.9
9 ? Ghaziadin Djupri, Op. Cit., hlm 25
24
Fi’il dalam Ilmu Nahwu terbatas pada tiga macam saja, yaitu kata
kerja yang menunjukkan kejadian di masa lalu, kata kerja masa sekarang,
dan kata kerja perintah. Fi’il terdiri dari beberapa jenis,10 antara lain:
a) Fi’il Madhi الماضي الفعل yaitu kata kerja yang menunjukkan suatu
pekerjaan atau kejadian yang berlangsung pada masa sebelum waktu
penuturan. Contoh, , خطب , سم(ع �َق� �ط�ل , ان �ِعمل� ت اس� .Tanda-
tandanya dari segi arti yaitu menunjukkan suatu pekerjaan atau kejadian
yang berlangsung pada masa sebelum waktu penuturan. Adapun tanda-
tandanya secara Lafdzi yaitu: Pertama: dapat dimasuki oleh Lam لـ .
Kedua: Dapat dimasuki oleh Ta Al Faíl, contoh سافرٍت� سافرٍت�
. سافرٍت( Ketiga: dapat dimasuki oleh Ta ta’nis sakinah, contoh,
عادٍت� ُجلست� سافرٍت� استمِعت� . Hukum Fiíl Madhi dalm
I’rab adalah Mabni (tidak berubah harakah akhir hurufnya).
b) Fi’il Mudhari’ المضاَرٍع الفِعل yaitu kata kerja yang menunjukkan
pekerjaan atau peristiwa yang terjadi pada saat dituturkan (sekarang)
atau sesudahnya (akan datang). Misalnya ِح�� �صل ’Dinamakan Mudhari . ي
karena menyerupai isim. Tanda-tanda Mudhari’ adalah dapat dimasuki
oleh sin السين dan saufa سوف . Juga dapat dimasuki oleh huruf
jazm dan Nashb األمر الم, الناهية ال, لم , , إن� �ن� �ن�, أ ل . Dan
kadang bentuknya Mudhari’ namun berarti Madhi, apabila dimasuki
oleh Lam, misalnya, يحضر لم (belum/tidak datang). Hukum I’rab fiíl
Mudhari’ adalah Mu’rab (berubah harakah ahir hurufnya) selama tidak
10 ? Lulu Fikar, Op. Cit., hlm. 15
25
dimasuki oleh Nun Taukid التوكيد نون dan Nun Niswah نون
.النسوة
c) Fi’il Amar األمر فعل yaitu kata yang menunjukkan tuntutan
tercapainya pekerjaan tersebut setelah masa pengungkapan. Contohnya,
seorang ayah atau kawan dan lain-lain memerintahkan kepada seseorang
untuk belajar, dia mengatakan Belajarlah, atau تعَّل�م� = ,bacalah اقرأ
atau اْن�َط�َّل�ْق� pergilah. Atau استغفر bertobatlah. Tanda-tanda fiíl amar
adalah dapat dimasuki oleh Nun Taukid ون�� Eوكيد ن الت adalah huruf Nun
pada akhir kata yang berfungsi untuk menunjukkan kesungguhan dan
ketegasan tuntutan. Nun Taukid ada dua macam yaitu Khafifah (ringan)
dan Tsaqilah (berat). Perbedaan keduanya dari segi bentuk adalah Nun
Taukid Khafifah berbaris sukun �ـن, sedangkan Nun Taukid Tsaqilah
bertasydid dan berharakat fathah Eـن . atau Ya Al Mukhatabah ياء
adalah huruf Ya sukun di akhir kalimat sebagai kata ganti المخاطبة
orang kedua perempuan; yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa
tuntutan ditujukan kepada perempuan. Contohnya, = ق�و�مي (Kamu
perempuan), Bangunlah!, dari asal katanya untuk laki-laki ,ق�م� dan
�بي �ت �ك ,(Kamu perempuan) = ا Menulislah!, dari asal kata perintahnya
untuk laki-laki Kedua kata aslinya yang untuk laki-laki adalah .اكتب
Fi’il karena menunjukkan tuntutan dan bisa menerima Ya
Mukhathabah. Dan dua kata yang untuk perempuan adalah Fi’il dengan
ditandai dengan masuknya Ya Mukhathabah dan menunjukkan makna
tuntutan. Hukum fiíl amar dalam I’rab adalah Mabni.11
11 ?Ibid, hlm. 16
26
Dari semua penjelasan di atas tadi, dapat disimpulkan Tanda-tanda
Fi’il yang paling utama, baik Fiíl Madhi, Mudhari’dan Amar secara umum
ketika berada dalam struktur kalimat adalah:
(1) Kata tersebut didahului oleh قد .
(2) Tanda Fi’il yang kedua adalah suatu kata itu didahului Huruf Sin السين�
atau Huruf Saufa سوف�.
(3) Tanda Fi’il ketiga adalah Ta Ta’nis Sakinah ة� اكن Eالس Eأنيث الت yaitu تاء�
huruf Ta sukun yang masuk pada akhir kata. Tanda ini hanya untuk
Fi’il Madhi saja dan fungsinya adalah untuk menunjukkan bahwa Isim
yang terpaut dengan Predikat ini berbentuk feminin (muannas).
(4) Tanda Fi’il keempat adalah suatu kata yang menunjukkan makna
tuntutan dan kata tersebut bisa menerima Ya Mukhathabah المخاطبة ياء
atau Nun Taukid وكيدE الت �ون� .ن
3) Huruf الحرف
Huruf adalah jenis kata yang berfungsi sebagai kata bantu, yaitu kata
yang mengandung makna yang tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya bisa
diketahui dengan bersandingan dengan kata lain, baik Isim atau Fi’il Tanda
Huruf adalah tidak menerima tanda-tanda Isim atau tanda-tanda Fi’il, atau
dengan ungkapan lain, Huruf adalah tanpa tanda pengenal. Kalau kita
mengenal Jim dengan titik di bawah dan Kha dengan titik di atas, kita
mengenal Ha tanpa titik. Demikian juga, kita mengenal jenis kata Isim dan
Fi’il dengan tanda-tanda yang telah disebutkan di atas, maka kita mengenal
jenis kata Huruf tanpa tanda dan tidak menerima tanda-tanda Isim atau
Fi’il.
27
Kata yang termasuk dalam jenis Huruf ini terbagi bermacam-macam
sesuai dengan fungsinya yang mempengaruhi status kata yang dimasukinya,
sesuai dengan fungsi maknanya, dan terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
a) Huruf yang dapat masuk ke Isim maupun Fiíl, dan huruf tersebut tidak
mempunyai kedudukan apa apa dalam I’rab. Contoh, kata Hal �ه�ل dalam
الغاشية ْحديث اتاك هل
b) Huruf yang dikhususkan pada isim, dan huruf tersebut mempunyai fungsi
serta kedudukannya dalam I’rab. Contoh, huruf Inna ]إن dan Fi في, dalam
Al Quran : سبيلِه في يقاتلون اللِه الٍذين إن[ يحب
c) Huruf yang dikhususkan tehadap Fiíl dimana huruf-huruf tersebut
mempunyai kedudukan dan fungsi dalam I’rab. Contoh, huruf Nashab dan
Jazam.12
4) I’RAB اإلعراب dan BINA البناء
a) Al BINA البناء
Bina adalah suatu keharusan dimana harakah (baris) akhir dari
suatu kata tidak akan mengalami perubahan yang disebabkan oleh factor-
faktor yang merubah harakah dan kedudukan kata, atau simpelnya, Bina
adalah kata yang tidak berubah harakah akhir hurufnya. Contohnya, kata
aina أين� (dimana) dan amsi )ْس�أم (kemarin), dimana baris (harakah)
akhirnya tidak akan pernah berubah.
Macam-macam Bina البناء
Tanda-tanda bina suatu kata dalam I’rab terbagi menjadi empat, yaitu:
12 ? Muhamad Latif Kurniawan, Cara mudah Mempelajari Tata Bahasa Arab ( Nahwu dan Shorof, (Jakarta : Gema Insani, 2008) hlm. 17
28
(1) Sukun ال̂سكون� yaitu tidak adanya harakah, yang mana terdapat pada
huruf, fiíl serta isim, contoh mabni dengan sukun dari huruf �هل , dan
dari fiíl, �قم , dan dari isim, �كم .
(2) Fatha ِح�� berbaris atas dengan fatha, hal ini pun terdapat pada , الف�ت
Isim, contohnya أين� , dan Huruf, contohnya سوف� , juga pada Fi’il,
contohnya, قام� .
(3) Kasrah ر� �س� ,berbaris bawah dengan kasrah, terdapat pada Isim الك
contohnya )ْس�أم dan huruf, contohnya huruf Lam Al Jarr ) الجر الم
misalnya dalam kalimat دٍـ الماُل�� ي (َز� ل .
(4) Dhamma ̂مEالض berbaris atas dengan Dhamma, terdapat pada huruf,
contohnya ٍذ�� تحت� dan isim yang menunjukkan arah misalnya من
dengan syarat harus Idhafah secara makna tanpa Lafadz.
Bentuk-bentuk Mabni, setelah mengetahui macam-macam tanda
bina, seyogyanyalah untuk mengetahui apa-apa saja dari Isim, Fi’il dan
Huruf yang Mabni agar tidak salah dalam menempatkan letak serta
hukumnya dalam suatu kalimat.13
6) Huruf "وُف ر" الُح"
Semua huruf adalah Mabni, baik dengan Fatha seperti Eثم ف، ، ك� و�،
,maupun Sukun, seperti �هل إلى، في، ، الماُل� ( dan Kasrah seperti , من� ـ( ،) ل �دٍـ ي (َز� ل
( بالقلم ( كتبت ـ( .منٍذ� dan juga Dhamma sperti , ب
7) Af’al األفعال
Semua Fi’il adalah Mabni kecuali Fi’il Mudhari’ yang tidak
dimasuki oleh salah satu dari Nun Niswah النسوة maupun نون Nun Taukid
Eوكيد الت �ون� . ن
a) Bentuk-bentuk Bina Fi’il Madhi
13 ?Ibid, hlm. 17
29
(1) Fatha: Jika tidak berhubungan dengan kata apa pun, contohnya , سمع�
atau تكلم� Fi’il tersebut bergandengan dengan Ta Ta’nis التأنيث تاء
contohnya , ُجلست� atau فهم�ت� Fi’il tersebut berhubungan dengan Al
Alif Al Itsnain االثنين ذهبا، yang menunjukan dua orang, contohnya ألف
سِعيا .قاما،
(2) Sukun: Apabila fi’il tersebut bergandengan dengan Dhamir yang
kedudukannya adalah marfu’ sebagai subjek misalnya Ta mutakallim
dan sebagainya, atau fi’il tersebut bergandengan dengan Nun Niswah,
contohnya . , سمِع�ن� �ن[، سمِع�ت سمِع�تما، سمِع�ت( ، سمِع�ت� سمِع�نا، ، سمِع�ت�
, �ن� �ت سِعي �تما، سِعي �نا سِعي �ت، .سِعي
(3) Dhamma: Apabila Fi’il tersebut berhubungan dan bergandengan
dengan Wau Al Jama’ah (yang menunjukkan jamak muzakkar
salim=laki-laki), contohnya فهم�وا 14.سمِع�وا،
b) Bentuk-bentuk Bina Fi’il Mudhari’
Fi’il Mudhari’ Mabni apabila dimasuki oleh salah satu dari Nun
Taukid dan Nun Niswah, dan tanda binanya adalah, Sukun: Apabila
berhubungan dengan Nun Niswah, contohnya ، ، يسمِع�ن� �ن� ، يقرأ �ن� يمشي
. يدعو�ن� Fatha: Apabila berhubungan langsung dengan Nun Taukid yang
disandarkan kepada Mufrad Muzakkar, contohnya, ، (تسمِع�ن� لتدعو�ن[ ل .
c) Bentuk-bentuk Bina Fi’il Amar
Adapun Binanya Fiíl Amar yaitu, Sukun: Apabila huruf terakhirnya
bukan huruf Illat (Alif, Wau dan Ya) dan tidak berhubungan dengan kata
apa pun, contoh ، اسمع� افهم� , atau berhubungan dengan Nun Niswah,
contoh ، ، أطِع�ن� �ن� ادنو�ن� اسِعي . Fatha: Apabila berhubungan dengan Nun
Taukid, contohnya ، ، افهم�ن� وادعو�ن[ ادعو�ن� اسمِع�ن[ . Khazfu Nun
14 ? Lulu Fikar, Op. Cit., hlm. 20
30
(dihilangkan huruf Nunnya): Apabila berhubungan dengan Alif Itsnain
yang menunjukkan Mutsanna, atau Wau Jamaáh yang menunjukkan Jamak
Muzakkar Salim atau Ya Al Mukhathabah, contohnya, ،اقنِعي اقنِعوا، اَرعيا .
Khazfu harfu illah (meniadakan huruf Illatnya): Apabila huruf akhir dari
fiíl adalah huruf illah, contohnya, ،امِش( ادٍع�، اَرٍع� .
8) Al Asma "األسماء
Dhamair "ماِئ�ر (Pronauns) الَّض� atau kata ganti baik orang pertama
tunggal dan sebagainya yang terbagi menjadi Munfashil (terpisah) yang terbagi
menjadi Rafa’dan Nasab (kedudukannya dalam I’rab) contoh Rafa’ نحن، أنا،
, , , Eهن هما، هي� هم�، هما، هو�، Eأنتن أنتما، ، أنت( أنتم، أنتما، ، : Contoh Nashab أنت�
إياكن[ إياكما، ، (ياك( إ إياكم، إياكما، ، [اك� إي إيانا، [اي، إي ، .dan Muttashil (berhubungan)
juga terbagi menjadi Rafa’, Nashab, dan Jarr .Contoh Rafa’(تاء), (نا) , قرأٍت�
كاف. ,orang yang berbicara ياء ,Contoh Nashab .قرأنا (lawan berbicara) سمِعني
misalnya .ْحدثك Atau terhadap orang ketiga) هاء tunggal) misalnya, .أعطيتِه
Contoh Jarr, Ya (ياء) (orang
yang berbicara) misalnya بيتي , Ha هاء (orang ketiga tunggal) misalnya بيتِه�.
Kaf كاف (lawan berbicara) misalnya بيتكa) Kata Sambung ول� و�ُص" الم� ماء" seperti أس� berarti yang untuk sesuatu) الٍذي
atau seorang yang menunjukkan Muzakkar = laki-laki), untuk) التي
Muannats atau perempuan), jamak) الٍذين� Muzakkar) اللواتي ، الالٍت( الالتي،
(jamak muannas).
b) Kata Tanya seperti استفهام Man=siapa untuk) م�ن� yang berakal),
Ma=apa (yang tidak berakal) ما Mata=kapan (untuk waktu) متى Aina=di
mana أين� (untuk tempat).
c) Isim yang menunjukkan pada bunyi-bunyian dan suara, seperti suara bayi
dan juga suara binatang, contoh وهْج� ،Eوه(ْس Eإس (suara
31
kambing/mengembik), suara) هال kuda), (ْخ� suara) ك tangisan bayi). Dan
sebagainya.
d) Isim (kata benda) yang mengandung arti fi’íl (kata kerja), contohnya, صِه�،
Dan .(jauh) هيهاٍت� ,(makian) وي� ,(makian) أف8 ,(terimalah) ْحيE ,(!cukup) مِه�
lain-lain yang mengandung makna fiíl.
e) Sebagian dari keterangan waktu dan tempat, contoh )ْس�أم ، �ث� ي ْح� ، اآلن� إذا، .إذ�،
f) Isim yang menunjukkan syarat ر�ط الَّش� ماء" contoh , أس� , , متى, مهما م�ن�
, , [ان�, أي أي� كيفما 15.ْحيثما
9) AL I’RAB اإلعراب
I,rab adalah kebalikan dan lawan dari Bina, dimana harakah (baris) akhir
dari suatu kata akan mengalami perubahan yang disebabkan oleh factor-faktor yang
merubah harakah dan kedudukan kata dalam kalimat. Yang mana tanda-tanda I’rab
itu terbagi menjadi dua, ada tanda yang asli dan farí (bukan asli).
Tanda Asli dari I’rab adalah Dhamma الضمة� untuk Rafa’, Fatha الفتحة�
untuk Nashab, Kasrah الكسرة untuk Jarr, dan Sukun السكون untuk Jazam.
Tanda-tanda ini ada yang dikhususkan untuk Isim dan Fiíl saja yaitu Rafa’dan
Nashab, contohnya dalam kalimat عملِه يتقن� المؤمن� Rafa’ (dibaca dhamma pada
ahir harakatnya) kata Mu’min dan yutqinu dengan Dhamma, contoh lain dari yang
Nashab, ]المساء قبل يغادَر� لن القطاَر� إن Nashab Isim Qitara karena dimasuki Inna
(huruf Nashab isim dan rafa’khabarnya) dan Fiíl Yughadir dengan Fatha karena
dimasuki oleh huruf nashab yaitu Lan. Dan dari tanda-tanda I’rab tersebut ada juga
yang dikhususkan terhadap isim yaitu Jarr, contohnya عالم المدينة( مسجد( في Kata
masjidi dibaca kasrah karena di dahului huruf Jarr dan kata Madinah di baca
kasrah karena Idhafaf. Adapun tanda Jazam dikhususkannya kepada Fiíl,
15 ? Muhamad Latif Kurniawan, Op. Cit., hlm. 22
32
contohnya لم �كسوُل بالنجاح يفَز kata yafuz disukunkan karena dimasuki oleh huruf
jazam.
Tanda-tanda Farí dari I’rab yaitu suatu harakat mengganti kedudukan
harakat lainnya seperti kasrah mengganti fatha pada Jamak Muzakkar Salim dan
fatha menggantikan kasrah pada Mamnu’min As sharf. Atau kedudukan harakah
digantikan oleh huruf, misalnya Wau menggantikan dhamma pada jamak muzakkar
salim. Menurut Lulu Fikar16 kesemuanya itu dapat diperincikan secara garis
besarnya (baik harakah yang menggantikan posisi harakah lainnya maupun huruf
yang menggantikan kedudukan dari harakah) di bawah ini:
a) Harakah yang menggantikan kedudukan harakah lainnya
(1) Jamak Muannas Salaim (perempuan) السالم المؤْنث جمع yaitu yang
menunjukkan lebih dari dua (muannats) dengan menambahkan Alif ألف dan
Ta تاء pada akhir katanya. Untuk menjadikan suatu isim mufrad menjadi
jamak muannats salim, maka isim tersebut Pertama: haruslah menunjukkan
kepada nama-nama perempuan, mislanya jamak dari Zainab الَزينبات , jamak
dari Hindun الهنداٍت , jamak dari Maryam المريماٍت. Kedua: Isim yang
diakhiri dengan tanda-tanda Ta’nits (feminis) baik Ta , Alif Maqsur dan
Mamdud , contohnya jamaknya adalah فاطمة ْحمَزة, الفاطماٍت jamaknya
adalah سماء , الحمَزاٍت jamaknya كبرى , سماواٍت jamaknya كبرياٍت . Ketiga:
Isim dalam bentuk Tashgir, contohnya kata Dirham yang telah diTashgir
menjadi Duraihim maka jamaknya adalah . د�َريهماٍت Keempat: Isim yang
terdiri dari lima huruf yang belum pernah didengar Jamak Taksirnya (tidak
beraturan), misalnya kata jamaknya (kandang kuda) إسطبل ,إسطبالٍت dan
kata (Wc) ْحم[ام jamaknya adalah . ْحماماٍت Jamak Muannats Salim ini,
16 ? Lulu Fikar, Op. Cit., hlm. 23
33
apabila kedudukannya Manshub dalam kalimat maka alamat I’rabnya adalah
kasrah menggantikan fatha.
(2) Mamnu’Min As Sharf الصرُف من Isim yang الممنوع tidak diikutkan
dengan Tanwin atau kasrah, olehnya itu apabila ia Majrur karena dimasuki
oleh salah satu huruf Jarr maka I’rabnya adalah Majrur dengan Fatha
pengganti kasrah. Adapun yang termasuk dalam Mamnu’Min As Sharf ini
adalah, Pertama: nama-nama Ajami seperti إسحاق إبراهيم، , إسماعيل،
Kedua: Nama-nama ajam yang terdiri dari dua kata, misalnya ْحضرموٍت،
Ketiga: Isim yang ditambahkan Alif dan Nun pada akhirnya, misalnya ,بِعلبك
سلمان ,َرضوان، Keempat: Isim yang timbangannya menyerupai timbangan
Fiíl, contohnya يشكر يَزيد، ,أْحمد، Kelima: Adl dalam timbangan Fu’al
seperti, ع�ص�م ه�بل، ْح�ل، ز� ,ع�م�ر، Keenam: Isim yang bertimbangan Fa’laan
misalnya ف�ِع�الن عطشان :Ketujuh, غضبان، Isim yang bertimbangan Afála
misalnya أفِعل أصغر :Kedelapan, أْحمر، Isim yang di akhir katanya adalah
Alif Mamdudah atau Maqshurah, contohnya ْحبلى، أطباء، أصدقاء، ْحسناء،
:Kesembilan, مصطفى Bentuk Muntaha Jumuk, misalnya عمائر، مساُجد،
قناديل .دوائر، Kata-kata yang termasuk Mamnu’ Min As Sharf ini apabila
dimasuki oleh salah satu huruf Jarr maka hukumnya majrur dengan Fatha
pengganti kasrah, namun apabila ia dimasuki oleh AL atau ia Idhafah
(bersandar pada kalimat lain) maka hukumnya tetap majrur dengan Kasrah,
contohnya: )في المساُجد , karena kata masajid dimasuki oleh AL.17
b) Harakah digantikan oleh Huruf
(1) Mutsanna المثنى yaitu yang menunjukkan kepada dua (bernyawa atau
tidak bernyawa), antara tunggal dan jamak. Yang ditambahkan Alif ألف dan
Nun نون pada akhir katanya untuk menunjukkan hukumnya sebagai Marfu’,
contohnya , َرُجالن dan menambahkan Ya dan ياء Nun نون pada akhir
17 ? Taufiqul Hakim, Amsilati (Jepara : Darul Falah, 2008), hlm. 28
34
katanya yang menunjukkan Jarr atau Nashab, contohnya .َرُجلين Adapun
untuk mengetahui bentuk-bentuknya adalah pembahasan dalam Ilmu Sharf.
(2) Jamak Muzakkar Salim سالم مٍذكر yang menunjukkan tiga atau lebih ُجمع
dengan menambahkan Wau واو dan Nun نون pada kondisi Marfu’
contohnya مسلمون , dan menambahkan Ya ياء dan Nun نون pada kondisi
Majrur dan Manshub, contohnya مسلمين.
(3) Asma Sittah الستة ,(panan) ْحم ,(saudara lk) أخ ,(bapak) أب yaitu األسماء
,(yg mempunyai) ذو ,(mulut) فو .(sesuatu) هن Tanda Marfu’nya dengan
Wau contohnya الواو علي أبو , ْحضر Manshub dengan Alif contoh ,األلف
علي أبا , وَرأيت� dan Majrur dengan Ya الياء contohnya علي بأبي .مرَرٍت�
Syarat-syaratnya adalah haruslah tunggal (mufrad) tidak boleh mutsanna
(dua) dan Jamak. Syarat lainnya adalah harus Idhafah, contohnya ْحضر
صغير Dan tidak boleh jika bentuknya tashgir, contohnya .أبوه [خيِ̂ه .أ
c) I’rabnya dengan menghapus atau menghilangkan hurufnya
(1) Al Af’al Al Khmasa الخمسة األفعال yaitu setiap Fi’il yang berhubungan
dengan Alif Itsnain (mutsanna), atau Ya Al Mukhatabah, atau Wau
Jama’ah. Dinamakan Af’al Khamsa karena bentuknya ada lima yaitu,
, تفِعلون يفِعلون، تفِعلين يفِعالن، Hukum .تفِعالن، I’rab Fi’il yang lima ini
adalah menghilangkan huruf Nunnya apabila Ia Mnshub atau Majzum,
contohnya الداَر يشترياهٍذه ان التاُجران dihilangkan يريد Nun pada kata
Yasytariyani karena manshub dengan huruf nashb. Atau majzum karena
dimasuki oleh huruf jazm seperti contoh di bawah ini الداَر هٍذه تشتريا ال
(2) Mudhari’ Mu’tal Akhir, yaitu fi’il mudhari’ yang huruf akhirnya adalah
huruf Illat (alif, wau dan ya). Apabila ia berada pada posisi Majzum maka
hukumnya adalah majzum dengan menghapus huruf illatnya, contohnya
35
أْحدا apabila dimasuki oleh huruf jazm يخشى dan يدعو يدٍع� dihilangkan لم
huruf wannya أعداءه يخِش� لم .Dihilangkan huruf yanya .خالد
I’rab terbagi menjadi tiga macam, yaitu I’rab Dhahir (nampak) إعراب
,ظاهر I’rab Muqaddar (tersembunyi) مقدَر dan إعراب I’rab Mahalli إعراب
إعراب I’rab Dhahir .(berdasarkan tempat dan kedudukan dalam kalimat) محلي
adalah nampak dan terlihatnya tanda-tanda I’rab seperti kasrah, dhamma ظاهر
dan fatha pada akhir suatu kata, contohnya المساُجد dimana terlihat dengan في
jelas kasrah pada kata masajidi. I’rab Muqaddar yaitu tidak nampaknya tanda-
tanda I’rab dengan jelas pada akhir kata disebabkan oleh beratnya lidah untuk
menyebutkannya atau terdapat uzur dalam penyebutan atau karena maksud
menempatkannya pada suatu posisi dengan harakat yang sesuai ataupun karena
dimasuki oleh huruf jarr tambahan (zaid). Dan semua itu terdapat pada:
(1) Isim Manquush المنقوص yaitu االسم isim yang diakhiri dengan huruf
Ya dan huruf sebelumnya kasrah, contoh القاضي muqaddar atas dhamma
dan kasrah karena berat penyebutannya.
(2) Isim Maqshur المقصور yaitu isim yang diakhiri dengan Alif االسم dan
huruf sebelumnya adalah fatha, contohnya الفت�ى dalam kalimat الفتى ْحضر
atau بفتىًـ I’rabnya ومرَرٍت� adalah dengan menyembunyikan semua
harakatnya karena ada uzur.
(3) Isim yang disandarkan kepadanya Ya Mutakallim, contohnya كتابي semua
harakatnya disembunyikan karena kedudukannya dengan harakat yang
sesuai.
(4) Isim yang dijarr dengan huruf jarr tambahan, contohnya أْحدٍـ من ْحضر .ما
(5) Fi’il Mudhari’ yang huruf akhirnya adalah huruf illat, baik huruf akhirnya
adalah Ya dan sebelumnya kasrah misalnya يبني , يمشي، ataukah huruf
akhirnya adalah Wau sebelumnya dhamma, contohnya يغَزو maupun ,يدعو،
36
huruf akhirnya Alif dan fatha sebelumnya, misalnya يخشى maka ,يرعى،
tanda I’rabnya adalah muqaddar karena ada uzur yang menghalangnya.
I’rab Mahalli محلي yang إعراب berdasarkan tempat dan
kedudukan suatu isim dalam kalimat, dan kebanyakan terdapat pada semua
isim yang mabni, contoh dari kata penunjuk كريم , هٍذا contoh dari kata
penghubung نجِح الٍذي 18.أكرمت
(1) Nakirah (النكرة) dan Ma’rifat (المعرفة)
Nakirah (النكرة) adalah yang tidak dimaksudkan kepada sesuatu yang
tertentu atau dengan kata lain nakirah adalah sesuatu yang belum tentu dan
pasti, contohnya kata manusia (إنسان) dan laki-laki (َرُجل) apabila kedua kata
tersebut belum jelas ketentuannya, manusia yang manakah atau lelaki yang
mana. Sedangkan Ma’rifat (المعرفة) adalah susatu yang pasti dan
dimaksudkan kepada susuatu yang tertentu, yang terbagi menjadi tujuh bagian
yaitu Dhamir, álam, kata penunjuk, kata penghubung, kata yang ber alif lam (
.bersandar pada ma’rifah , munada (panggilan=dimasuki oleh huruf nida) ,(أُل
Dhamir (ضمائر) adalah kata yang menunjukkan kepada mutakallim
(orang pertama tunggal) atau mukhatab (lawan berbicara) dan ghaib (orang
ketiga). Yang terbagi menjadi dhamir Munfashil (terpisah) yaitu dhamir yang
boleh dimulai dengannya pada awal kalimat atau terletak setalh Illa (kecuali).
Dan dhamir muttashil (bersambung) yaitu dhamir yang bersambungan dengan
kata lain, contoh dhamir munfashil, saya (أنا), kamu laki-laki ( ) kami/kita ,(أنت�
kesemuanya adalah (هم) mereka ,(هي) dia perempuan ,(هو) dia laki-laki ,(نحن
dhamir muttashil yang menempati kedudukan rafa’/marfu’dalam kalimat,
adapaun yang menempati nashab yaitu saya (اي] ,(إي kamu ( [اك� ,(إي mereka (
18 ? Lulu Fikar, Op. Cit., hlm. 30
37
) dst. Contoh dhamir muttashil, Ta yang menunjukkan saya (إياهم قرأٍت�= ,(تاء
Na menunjukkan kita ( قرأنا = dan seterusnya.19 (نا
Al ‘alam (العَّلم) adalah kata yang menunjukkan sesuatu pada zatnya
yang meliputi Kunyah (gelar) yaitu kata yang dimulai dengan ibn, abu atau
umm, contohnya ( بكر ,(أبو ( الوَردي ,(ابن ( المؤمنين .(أم Laqab (gelar) yang
menunjukkan kebaikan atau memuji dan keburukan atau penghinaan,
contohnya (الفاَروق =yang dapat membdakan baik dan buruk) dan (األعشى
=yang cacat matanya). Ataupun nama-nama orang selain kuniyah dan laqab,
baik yang tunggal maupun yang tersusun dari dua kata, contohnya (أْحمد), (
.(عبداللِه) dan ,(مكة) ,(هند
Kata penunjuk ( اإلشارة yaitu kata yang menunjukkan pada (اسم
sesuatu yang tertentu baik dekat ataupun jauh, contoh (هٍذا =ini lk), ( ه ini= هٍذ
pr), (ذلك =itu lk) dan (تلك =itu pr).
Kata penyambung ( الموُصول yaitu kata yang menunjukkan (االسم
pada susuatu yang tertentu yang berhubungan, contohnya (الٍذي =yang lk) dan
.(yang pr= التي)
Alif Lam (أل) yaitu isim nakirah yang dimasuki oleh alif dan lam, dan
menjadikan sesuatu itu menjadi tertentu (ma’rifat), contohnya kata buku (
yang belum diketahui buku yang mana maka ditambahkan alif dan lam (كتاب
guna menunjukkan buku tertentu menjadi (الكتاب).
Isim yang disandarkan pada isim ma’rifah yaitu isim nakirah
diidhafahkan (disandarkan) pada isim ma’rifat yang menyebabkan isim
tersebut menjadi ma’rifat, contohnya ( علي8 كتاب ini bukunya Ali), kata= هٍذا
kitab dalam contoh ini adalah nakirah namun karena diidafahkan pada isim
ma’rifat yaitu Al maka kata kitab dengan sendirinya menjadi ma’rifat.
19 ? Taufiqul Hakim, Op. Cit., hlm 32
38
Munada ( المنادى ) yaitu memanggil dengan maksud menentukannya
sehingga ia menjadi ma’rifat, contohnya ( بائع� ) dan (يا عبد�اللِه( 20.(يا
11) I’rab Fi’il Mudhari’
I’rab Fi’il Mudhari’ ada tiga yaitu Nashab, Jazam dan Rafa’.
Dinashabkan Mudhari’ apabila dimasuki oleh salah satu dari huruf Nashab
yaitu, An �أن contohnya م�وٍت�� ت �ن� أ �ف�ْسٍـ (ن ل �ان� ك لEن contohnya ,لن Lan , و�م�ا ق�ل
[ِه� الل �ب� �ت ك م�ا E (ال إ �ا �ن �ص(يب , ي Izan إذن contohnya . �كرم�ك أ إذن أزوَرك أن , أَريد
Kay كي, contohnya
Fi’il Mudhari’ juga dinashabkan dengan An yang تِعلمت كي اكون عالما
tersembunyi setelah Lam �ه�م� ل �غ�ف(ر� (ت ,ل atau Hatta �ه�م� Eت م(ل (ع� Eب �ت ت Eى ت ,ْح� atau Fa
sababiah فتكسب� تِعمل� .atau Athaf kepada isim sebelumnya ,لم
Fi’il Mudhari’ itu Majzum apabila didahului oleh salah satu dari
pada huruf jazam, yaitu Lam لم dan Lamma لم[ا,contohnya لما زيد، يسافر� لم
vعلي .يِع�د� Lam Amr األمر yang الم menunjukan perintah, contoh بين لتحكم�
بالِعدُل( .الناس La Nahy الناهية yang ال menunjukkan larangan, contohnyaوال
واالذى بالمن صدقاتكم .تبطلوا Dan Fi’il Mudhari’ juga majzum apabila di
masuki oleh salah satu dari huruh Syarth. Apabila Fi’il Mudhari’ kosong dari
huruf Nashab dan Jazam maka I’rabnya tetaplah Rafa’/ marfu’.21
2. Kemampuan Membaca Al-Qur’an Dan Hadits
a. Pengertian Kemampuan Membaca Al-Qur’an Dan Hadits
20 ?Ibid, hlm. 33 21 ?Ibid, hlm. 32
39
Pengertian kemampuan dan membaca, banyak para ahli memberikan
definisi yang berbeda-beda, sehingga akan lebih jelas nilai kemampuan
membaca jika dijelaskan masing-masing pengertiannya terlebih dahulu.
Secara etimologi kemampuan diartikan sebagai kesanggupan,
kecakapan dan kekuatan.22 Sedangkan secara istilah kemampuan adalah
sesuatu yang benar-benar dapat dilakukan oleh seseorang, artinya pada
tatanan realistis hal itu dapat dilakukan karena latihan-latihan dan usaha-
usaha juga belajar.23
Sumadi Suryabrata mengutip dari Woodworth dan Marquis
mendefinisikan ablility (kemampuan) pada tiga arti, yaitu :
1) Achievment, yang merupakan potensial ability, yang dapat diukur
langsung dengan alat atau test tertentu.
2) Capacity, yang merupakan potensial ability, yang dapat diukur secara
tidak langsung dengan melalui pengukuran terhadap kecakapan
individu, di mana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara
dasar dengan training yang intensif dan pengalaman.
3) Aptitute, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkapkan atau diukur
dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.24
Dari penghayatan di atas dapat diambil pengertian bahwa kemampuan
adalah potensi yang dimiliki daya kecakapan untuk melaksanakan suatu
22 ?Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV, Jakarta, 2005, hlm. 623. 23 ?Najib Kholid Al-Amir, Mendidik Cara Nabi SAW, Pustaka Hidayah,, Bandung, 2002, hlm.166.
24Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 161.
40
perbuatan, baik fisik maupun mental dan dalam prosesnya diperlukan
latihan yang intensif di samping dasar dan pengalaman yang ada.
Adapun pengertian membaca telah banyak para ahli yang
mengemukakan pendapatnya diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menurut Rahayu S. Hidayat dalam bukunya “Pengetesan Kemampuan
Membaca Secara Komunikatif” membaca adalah melihat dan
memahami tulisan dengan melisankan atau hanya dalam hati. Definisi
tersebut menyangkut tiga unsur dalam kegiatan membaca, yaitu
pembaca (yang melihat, memahami dan melisankan dalam hati), bacaan
(yang dilihat) dan pemahaman (oleh pembaca).25
2) Menurut Abdurrahman dalam bukunya “Membina Minat Baca di Jawa
Timur”, mengatakan bahwa membaca adalah suatu ajaran yang lahirnya
komunikasi antara seseorang dan bahan bacaan sebagai bentuk upaya
pemenuhan kebutuhan dan tujuan tertentu.26
3) Membaca Menurut Yus Rusyana dalam bukunya “Bahasa dan Sastra
dalam Gambitan Pendidikan”, mengatakan bahwa membaca atau
kegiatan membaca adalah perbuatan yang dilakukan dengan sadar dan
bertujuan. Demikian juga yang dimaksud membaca, membaca itu
adalah proses pengenalan simbol-simbol yang berlaku sebagai
25 ?Rahayu S. Hidayat, Pengetesan Kemampuan Membaca Secara Komunikatif, Cet. I, Intermasa, Jakarta, 1990, hlm. 27.26Abdurrahman, Membina Minat Baca di Jawa Timur, Pusat Pembinaan Bahasa Depdikbud, Jakarta, 1985, hlm. 17.
41
perangsang untuk memunculkan dan penyusunan makna, serta dengan
menggunakan makna yang dihasilkan itu pada tujuan.27
Oleh karena itu membaca dipandang sebagai sarana memenuhi
kebutuhan dan sarana untuk mencapai tujuan lewat bahan bacaan atau dapat
dikataan membaca suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan untuk
memperoleh kesan yang hendak disampaikan melalui kata-kata atau bahasa
tulis.28 Sehingga membaca bukan sekedar mengenal dan mengeja kata-kata,
tetapi jauh lebih dalam lagi yaitu dapat memahami gagasan yang dapat
disampaikan kata-kata yang tampak itu dengan kemampuan melihat huruf-
huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat
simbol-simbol bahasa yang tepat dan memiliki penalaran yang cukup untuk
memahami bacaan.
Dari ketiga pengertian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa
membaca adalah proses berfikir disertai dengan efektifitas yang komplek
yang melibatkan berbagai faktor baik dari luar maupun dari dalam diri
pembaca dengan maksud untuk menerima informasi dari sumber tertulis.29
Adapun pengertian Al-Qur’an ditinjau dari segi kebahasaan, Al-
Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang
dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar)
27Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gambitan Pendidikan, Diponegoro, Bandung, 1998,hlm.23.28Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa, Aksara, Bandung,1987.hlm 8.29Ibid, hlm. 9.
42
dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Sedangkan pengertian Hadits
menurut bahasa berarti baru30.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an
sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan
perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah
dan ditutup dengan surat An-Nas"31
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam
terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah
pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini
kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan
sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum32
Setelah diketengahkan beberapa pendapat dan pengertian baik
pengertian kemampuan membaca maupun pengertian Al-Qur’an, penulis
dapat ambil kesimpulan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an adalah
suatu daya yang ada pada diri manusia untuk melaksanakan suatu perbuatan
atau aktifitas yang disertai dengan proses berfikir dengan maksud
30 ?Wikepedia Indonesia 31 ? Ibid32 ? Ibid
43
memahami yang tersirat dalam hal yang tersurat, melihat pikiran yang
terkandung di dalam kata-kata yang tertulis dalam Al-Qur’an.33
Berpijak pada pengertian di atas, dapat dirumuskan pengertian dari
kemampuan membaca Al-Qur’an dan Hadits yaitu kesanggupan, kecakapan
dan kekuatan seseorang dalam membaca Al-Qur’an dan Hadits secara tartil
dan memahami maksud serta mengerti makna yang terkandung dalam
bacaan dan yang membaca Al-Qur'an adalah ibadah sesuai dengan firman
Allah SWT :
المَزمل ( : ترتيال القران )4وَرتل
Artinya : “…. dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil” (QS. Al-Muzamil :
4).34
b. Dasar Membaca Al-Qur’an dan Hadits
Yang menjadi dasar membaca Al-Qur’an yang pertama adalah surat
Al-Balad ayat 8-10, yang berbunyi :
البلد ( : ين [جد الن ينِه وهد وشفتين ولسانا عينين لِه نجِعل الم
8-10(
Artinya : “Bukanlah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”.35
33Ibid, hlm. 3. 34Al-Qur’an, Surat Muzammil Ayat 4, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf Asy-syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kerajaan Arab Saudi.2008 hlm. 988.
35Al-Qur’an, Surat Al-Balad Ayat 8-10, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-hafAsy-syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kerajaan Arab Saudi, 2008. hlm. 1061.
44
Dasar membaca yang terdapat dalam ayat tersebut adalah mata untuk
melihat teks atau tulisan, lidah dan dua buah bibir untuk melafalkan dan
mengucapkan bacaan, seperti apa yang dikehendaki, untuk dapat
memperoleh informasi baru yang dapat menambah pengetahuan manusia
agar tidak menjadi manusia yang asing akan informasi-informasi baru yang
berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu
pengetahuan.36
Dan dasar yang kedua adalah surat Al-Alaq ayat 1-5, yang berbunyi :
. . وَربك اقرأ علَق من االنسان خلَق خلَق الٍذي َربك باسم اقرأ
: ) . الِعلَق. يِعلم مالم االنسان علم باالقلم علم الٍذي -1االكرم
5(
Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq : 1-5).37
Dengan mempelajari makna atau arti ayat di atas, amat jelaslah
bahwa Allah SWT mewahyukan Al-Qur’an pertama kalinya kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perintah membaca.
c. Standar Kemampuan Membaca Al-Qur’an dan Hadits
36Rahayu S. Hidayat, Op.cit, hlm. 31.37 ?Al-Qur’an, Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-
hafAsy- syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kerajaan Arab Saudi, 2008. hlm. 1079.
45
Membaca itu adalah proses yang kompleks dan rumit karena
memerlukan suatu proses, maka tidak mungkin dapat terlepas dari aktivitas
dan seseorang yang mejalankan aktifitas pasti mempunyai tujuan.38
Tujuan membaca dianggap sebagai modal dalam membaca,
sedangkan tujuan membaca dalam menelusuri baris-baris bacaan dapat
mempengaruhi hasil membacanya. Sebagai ilustrasi misalnya bila melihat
seseorang berjalan tanpa tujuan, arah geraknya, kecepatan, lama dan cara
berjalannya tentu berbeda dengan orang yang berjalan dengan tujuan yang
jelas.39
Standar kemampuan membaca yaitu kecepatan membaca dan
pemahaman isi bacaan secara keseluruhan, dimaksudkan kecepatan
membaca (reading speed) seseorang adalah 180 kata permenit.40
Gleen Doman memberikan alasan mengapa anak-anak harus belajar
membaca ketika usia mereka masih sangat muda adalah sebagai berikut :
1) Kemampuan anak untuk menyerap informasi pada usia tiga tahun
sampai sepuluh tahun pada puncaknya dan tidak akan pernah terulang
lagi.
2) Jauh lebih mudah mengajarkan anak membaca pada usia dini daripada
dalam usia lain-lainnya.
3) Anak yang diajar membaca pada usia yang sangat dini dapat menyerap
informasi daripada anak-anak ketika belajar sudah mengalami frustasi.
38 ?Rahayu S. Hidayat, Op.cit, hlm. 25.39 ?Ibid, hlm. 29. 40 ?DP. Tampubolon, Kemampuan Membaca, Angkasa, Bandung, 1980, hlm. 71.
46
4) Anak-anak yang belajar membaca ketika masih sangat muda cenderung
lebih mudah mengerti dari pada anak yang tidak membaca seperti itu.
5) Anak-anak yang belajar membaca ketika usianya sangat muda
cenderung membaca lebih cepat dan penuh pemahaman dibadingkan
dengan anak-anak yang lain.41
3. Hubungan Antara Penguasaan Pelajaran Nahwu dan Sharaf
dengan Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai
bidang studi, membaca bukan mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi
bahasa saja, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan.42
Kemampuan membaca Al-Qur’an dan Hadits merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam diri individu yang sangat berpengaruh dalam belajar
nahwu dan sharaf, sebab jika seseorang itu mampu menguasai pelajaran nahwu
dan Sharaf dengan baik maka akan lebih mudah dalam memahami Al-Qur'an
dan Hadits ataupun ilmu-ilmu pengetahuan agama lainnya yang menggunakan
bahasa Arab. Sedangkan apabila seseorang itu kurang mampu menguasai
pelajaran nahwu dan sharaf, maka dalam memahami Al-Qur'an dan Hadits dan
ilmu-ilmu pengetahuan agama lainnya akan merasa kesulitan dan kemampuan
dalam memahami dan membaca Al-Qur'an menjadi kurang baik.43 41Gleen Doman, Mengajar Bayi Anda Membaca, Gaya Favorit Press, Jakarta, 1998, hlm.
94.
42Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 207.
43Ibid, hlm. 209.
47
Syeh Az-Zarnuji mengemukakan syarat-syarat keberhasilan dalam belajar
sebagai berikut :
بد[ وال الِعلم لب لطا زمة والمال والمواظبة الجد[ من بد[ وال
, لب لطا بد[ وال َرس الد[ على المواظبة من الِعلم لب لطا
. الِعلم فى الِعالية الهم[ة من 44 الِعلم
Artinya : “Bagi pelajar harus mempunyai kemauan yang keras, bagi pelajar harus kontinyu dalam belajar, bagi pelajar harus mempunyai cita-cita yang tinggi dalam mencari ilmu”.
Bagi siswa atau anak didik yang mempelajari nahwu dan sharaf akan
lebih mendorong membaca Al-Qur'an dan Hadits dengan penuh perhatian,
usaha yang sungguh-sungguh dan aktif dalam belajar, maka ia akan
memperoleh kemampuan pemahaman yang baik. Sebaliknya apabila siswa itu
kurang perhatian, kurang usaha dan kurang aktif dalam belajar, maka
penguasaannya akan kurang baik juga.
Maka pelajaran Nahwu dan Sharaf juga merupakan mata pelajaran yang
masuk dalam pelajaran pendidikan agama Islam yang memiliki tujuan
mendorong, membimbing dan membina kemampuan berbahasa Arab baik
dalam memahami bahasa Arab secara lisan maupun secara tulisan, sehingga
diharapkan akan dapat memahami ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Al-Hadits. 45
44Syeh Az-Zarnuji, Al-Ta’limul Muta’alim, Surabaya, Al-Ma’arif, t.th, hlm. 20-23.
45Depag RI, GBPP Baca Tulis Al-Qur’an, Dirjen Kelembagaan Islam, Jakarta, 2000, hlm. 23.
48
Mempelajari nahwu dan sharaf adalah syarat wajib untuk menguasai isi
Al-Qur’an dan Hadits. Mempelajari bahasa Al-Qur’an berarti mempelajari
nahwu dan sharaf.46 Dengan demikian penguasaan pelajaran nahwu dan sharaf
dengan kemampuan membaca Al-Qur’an merupakan satu kesatuan dalam
pelajaran pendidikan agama Islam yang memiliki tujuan yang sama yaitu
mendorong, membimbing dan membina akhlak dan perilaku siswa yang
akhirnya siswa diharapkan mampu memahami Al-Qur’an dan Haditst sebagai
ajaran agama Islam.
B. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan Rumusan masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan,
maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
“Ada pengaruh yang signifikan antara Penguasaan Ilmu Nahwu Sharaf
terhadap Kemampuan membaca Al qur’an dan Hadits Siswa kelas VIII
MTs.Qudsiyyah Kudus Tahun Pelajaran 2008/2009”.
2. Hipotesis Nihil (Ho)
“Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Penguasaan Ilmu
Nahwu Sharaf terhadap Kemampuan membaca Al qur’an dan Hadits Siswa
kelas VIII MTs.Qudsiyyah Kudus Tahun Pelajaran 2008/2009.”
46Ibid, hlm. 188.
49
top related