bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00388-mc 2.pdf ·...
Post on 13-Mar-2019
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas Pelayanan Customer Service
Menurut Kotler (2009: 143) kualitas (quality) adalah totalitas fitur dan
karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Ini jelas merupakan definisi yang berpusat pada
pelanggan. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghantarkan kualitas ketika
produk atau jasanya memenuhi atau melebihi ekspetasi pelanggan. Perusahaan yang
memuaskan sebagian besar kebutuhan pelanggannya sepanjang waktu disebut
perusahaan berkualitas. Menurut mantan pemimpin GE, John F. Welch Jr., dalam Kotler
“Kualitas adalah jaminan terbaik kami atas loyalitas pelanggan, pertahanan terkuat kami
menghadapi persaingan luar negri, dan satu-satunya jalan untuk mempertahankan
pertumbuhan dan penghasilan.”
Menurut Rambat Lupiyodi (2001: 139) Customer service merupakan aktifitas
diseluruh area bisnis yang berusaha mengkombinasikan antara penjualan jasa untuk
memenuhi kepuasan konsumen mulai dari pemesanan, pemprosesan, hingga pemberian
hasil jasa melalui komunikasi demi mempererat kerjasama melalui konsumen. Dari
definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa customer service
adalah kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka
meningkatkan kegunaan dari suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu
perusahaan agar terciptanya kepuasan konsumen serta terciptanya hubungan yang
harmonis diantara keduanya.
11
Untuk itu, dalam melayani nasabahnya, seorang customer service selain
wajahnya menarik dan memiliki sikap yang ramah, ia juga harus memiliki pengetahuan
yang luas mengenai persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan bank. Seorang
customer service harus mengetahui semua produk atau pelayanan yang ditawarkan oleh
bank dimana ia bekerja, mengetahui sejarah dan perkembangan bank, nama-nama
pimpinannya, hubungannya dengan badan luar dan sebagainya. Jika seorang customer
service tidak dapat memberikan informasi atau menyelesaikan masalah yang dikeluhkan
nasabah, ia harus bisa menunjuk orang yang bisa memenuhinya. Pada intinya seorang
customer service harus dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada setiap
nasabahnya yang datang untuk memerlukan bantuannya. salah satu faktor yang
menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan adalah kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.
Pada dasarnya kualitas pelayanan untuk memenuhi harapan nasabah. Jika
pelayanan yang dirasakan atau yang diterima sesuai dengan yang diharapkan nasabah,
maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan yang
dirasakan atau diterima melampaui harapan nasabah, maka kualitas pelayanan tersebut
dianggap ideal. Dan jika pelayanan yang dirasakan atau yang diterima lebih rendah dari
yang diharapkan nasabah, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Dari hasil
persepsi nasabah tentang kualitas pelayanan dapat membentuk sikap masing-masing
nasabahnya. Menurut kamus perbankan mendefinisikan nasabah adalah orang atau
badan yang mempunyai rekening simpanan atau pinjaman pada bank. Menurut
Wikipedia nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, baik itu untuk
keperluannya sendiri maupun sebagai perantara bagi keperluan pihak lain.
12
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nasabah adalah orang yang
menjadi pelanggan bank yang mempunyai rekening simpanan dan pinjaman.
2.2 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah berupa uraian tentang dasar teori atau model yang
digunakan sebagai acuan penelitian. Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Seperti
yang dinyatakan oleh Neuman (2003) dalam Sugiono (2009: 81) “Researchers use
theory differently in various types of research” Kerlinger (1978) dalam Sugiono
mengemukakan “Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and
proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among
variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.” Teori adalah
seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat
fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga
dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Selanjutnya Cooper and
Schindler (2003) dalam Sugiono (2009: 82) mengemukakan bahwa, “A theory is a set of
systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are advanced to
explain and predict phenomena (fact).” Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan
proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena.
Oleh sebab itu Teori berguna untuk memberikan arah pada suatu disiplin ilmu
tertentu. Berdasarkan teori yang pernah diperoleh suatu kerangka analisis untuk
menerangkan hasil penemuannya. Dengan teori pula dapat memungkinkan seseorang
menghubungkan data-data yang sebenarnya mempunyai kaitan satu sama lain. Dengan
demikian kerangka teori merupakan konsep yang digunakan sebagai acuan utama
13
penelitian dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai satuan pengetahuan yang
sistematis dan untuk membimbing penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang tentunya terkait dengan
masalah penelitian yang ingin diteliti oleh penulis, teori tersebut adalah :
2.2.1 Teori Pelayanan
Menurut Gronroos dalam Ratminto dan Atik (2005: 2), "Pelayanan adalah suatu
aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba)
yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-
hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan pennasalahan konsumen/ pelanggan".
Menurut Ivancevich dalam Ratminto dan Atik (2005: 2), "Pelayanan adalah
produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha
manusia dan menggunakan peralatan". Dari dua defenisi tersebut di atas dapat diketahui
bahwa inti pokok pelayanan adalah tidak kasat mata atau tidak dapat diraba dan
melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh
perusahaan yang menggunakan pelayanan.
Sebagai dasar pengukuran Zeithaml dan M. J. Bitner dalam Husein Umar (2002:
203) mengemukakan bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan dapat ditentukan
berdasarkan lima dimensi :
1. Kehandalan (reliability)
Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan
pengunjung yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
14
pengunjung tanpa kesalahan, sikap simpati dan dengan akurasi tinggi.
Misalnya : ketepatan waktu seorang customer service kartu kredit BRI dalam
menyajikan informasi, pengetahuan/penguasaan petugas customer service
kartu kredit BRI dalam menyajikan informasi.
2. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu respon karyawan dalam membantu pengunjung dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan
karyawan dalam melayani pengunjung, kecepatan karyawan dalam
menangani keluhan pengunjung. Misalnya : ketanggapan petugas customer
service kartu kredit BRI dalam memberikan pelayanan dengan segera,
kemampuan petugas customer service kartu kredit BRI dalam memecahkan
masalah yang dikeluhkan nasabahnya, ketersediaan waktu petugas customer
service kartu kredit BRI dalam melayani nasabahnya.
3. Jaminan (assurance)
Meliputi kemampuan karyawan atas : pengetahuan atas informasi
secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi,
kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa
yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan
pengunjung terhadap perusahaan. Misalnya : kemampuan petugas customer
service kartu kredi BRI menanamkan kepercayaan pada nasabah, petugas
customer service kartu kredi BRI memiliki pengetahuan yang memadai
tentang kartu kedit BRI, keramahan customer service kartu kredit BRI dalam
memberikan informasi.
15
Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari aspek-aspek :
1) Kompetensi (competence), yaitu keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
2) Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap
para karyawan.
3) Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dsb.
4) Keamanan (security), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kemampuan karyawan untuk memberikan rasa aman kepada pengunjung.
4. Empati
Yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
pengunjung seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan pengunjung, dan usaha untuk
memahami keinginan dan kebutuhan pengunjungnya. Misalnya perhatian
customer service kartu kredit BRI kepada kepentingan nasabah, melakukan
komunikasi yang efektif dengan nasabah.
5. Bukti langsung (tangibles)
Meliputi penampilan fisik, seperti gedung dan ruangan front office,
tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan,
serta kelengkapan peralatan komunikasi. Misalnya kenyamanan nasabah,
kebersihan dan kerapihan petugas customer service kartu kredit BRI.
Customer Service dalam melayani nasabahnya menggunakan pendekatan
komunikasi antar pribadi dalam berkomunikasi. Joseph A. Devito (1976) dalam Joseph
16
(1997: 259) mengemukakan bahwa Komunikasi Antar Pribadi mengandung lima (5) ciri,
yaitu :
1. Keterbukaan (Openess)
Mengacu pada aspek komunikasi antar pribadi yaitu terbuka pada orang
yang diajak berinteraksi dan bersedia untuk bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang.
2. Empati (Emphaty)
Menurut Henry Backrack, empati merupakan kemampuan seseorang untuk
mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang dan kaca mata orang lain itu.
3. Sikap Positif (Possitiveness)
Bersikap memberikan semangat atas apa yang dilakukan oleh konsumen dan
mau mendengarkan pendapat atau pandangannya.
4. Sikap Mendukung (Supportiveness)
Suatu sikap yang mendorong orang lain untuk bereaksi dalam
berkomunikasi.
5. Kesetaraan (Equality)
Harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa ada kedua pihak sama-sama
bernilai dan berharga dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu
yang penting untuk disumbangkan.
Keberhasilan pelayanan Customer Service sangat dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam pelayanan informasi. Hubungan yang baik antara Customer Service
dan nasabah sangat dibutuhkan dalam pelayanan di BRI karena dengan melakukan
komunikasi yang baik akan berdampak positif bagi nasabah sebagai suatu kepuasan dari
17
keluhan-keluhan yang disampaikannya. Seorang Customer Service harus bisa membina
hubungan baik dengan nasabah. Keramahan dan perhatian Customer Service akan
memberikan motivasi dan kesan yang baik bagi perusahaan.
Sikap Customer Service dalam menanggapi nasabah akan sangat mempengaruhi
kualitas pelayanannya. Disini Customer Service harus dapat menempatkan dirinya
dengan baik agar terjadi komunikasi yang lancar dengan nasabah. Dan yang paling
penting adalah sikap mendukung dan sikap positif agar para nasabah merasa dihargai
oleh kita sebagai Customer Service. Serta kesetaraan diantara mereka agar tidak ada
yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah dalam suatu hal. Dengan adanya pelayanan
yang baik maka Customer Service kartu kredit dapat mempengaruhi kepuasan nasabah.
Karena kepuasan nasabah merupakan kunci dari kesuksesan perusahaan.
2.2.2 Teori Maslow
Abraham Maslow dalam Kotler and Keller (2009: 179) menjelaskan mengapa
orang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Jawabannya adalah bahwa
kebutuhan manusia diatur dalam hirarki dari yang paling menekan sampai yang paling
tidak menekan. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah kebutuhan psikologis, kebutuhan
keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi
diri (lihat gambar 1). Orang-orang akan berusaha memuaskan kebutuhan terpentingnya
lebih dahulu. Ketika seseorang berhasil memuaskan kebutuhan penting, maka ia akan
berusaha memuaskan kebutuhan penting berikutnya.
Hirarki kebutuhan Maslow dalam Supranto et,al (2011: 93), didasarkan pada 4
premis ,yaitu:
18
1. Semua manusia memerlukan suatu set motif yang mirip melalui anugerah
genetik dan interaksi sosial.
2. Beberapa motif lebih mendasar atau kritis dari pada lainnya.
3. Motif yang lebih mendasar harus dipenuhi sampai pada tingkat minimum,
sebelum motif lain mulai dipenuhi.
4. Ketika motif dasar sudah bisa dipenuhi, motif selanjutnya akan timbul.
Gambar 2.2.2.1
2.2.3 Konsep Kualitas Pelayanan
Konsep kulitas pelayanan pada dasarnya bersifat relative, yaitu tergantung dari
prespektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari spesifikasi. Pada dasarnya
terdapat tiga orientasi kualitas pelayanan yang seharusnya konsisten satu sama yang
lainnya, yaitu persepsi pelanggan, produk atau pelayanan, dan proses. Untuk berwujud
5
4
3
2
1
Self actualization
Esteeme needs
Love needs
Security needs
Basic needs
19
barang, menurut Lupiyodi ketiga orientasi ini dapat dibedakan dengan jelas bahkan
produknya adalah proses itu sendiri (2001: 144).
2.2.3.1 Dimensi Kualitas Pelayanan
1. Menurut Parasuraman
Menurut Parasuraman, et.all dalam Lupiyoadi (2001: 148) ada 5 dimensi
dalam menentukan kualitas pelayanan yaitu:
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pembeli
jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan
pegawainya.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu.
Pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan,
dengan menyampaikan informasi yang jelas. Membiarkan konsumen
20
menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas rnenyebabkan persepsi yang
negative dalam kualitas pelayanan,
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara
lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan
(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman
bagi pelanggan.
2. Menurut Sunarto
Sunarto (2003: 244) mengidentifikasikan tujuh dimensi dasar dari kualitas yaitu:
1) Kinerja, yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci
yang diidentifikasi para pelanggan.
2) Interaksi Pegawai, yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati
ditunjukkan oleh masyarakat yang memberikan jasa atau barang.
3) Keandalan, yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko.
4) Daya Tahan, yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum.
21
5) Ketepatan Waktu dan Kenyaman, yaitu seberapa cepat produk diserahkan
atau diperbaiki, seberapa cepat produk infomasi atau jasa diberikan.
6) Estetika, yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik
penyajian jasa.
7) Kesadaran akan Merek, yaitu dampak positif atau negatif tambahan atas
kualitas yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi
pelanggan.
3. Menurut Garvin
Garvin dalam Tjiptono dan Chandra (2005: 113) mengembangkan
delapan dimensi kualitas, yaitu:
a. Kinerja (performance) yaitu mengenai karakteristik operasi pokok dari
produk inti. Misalnya bentuk dan kemasan yang bagus akan lebih menarik
pelanggan.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap.
c. Kehandalan (reability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan
atau gagal dipakai.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications). Yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Seperti halnya produk atau jasa yang diterima
pelanggan harus sesuai bentuk sampai jenisnya dengan kesepakatan bersama.
22
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan. Biasanya pelanggan akan merasa puas bila produk yang
dibeli tidak pernah rusak.
f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
direparasi; penanganan keluhan yang memuaskan.
g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya kemasan
produk dengan warna-warna cerah, kondisi gedung dan lain sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Sebagai contoh merek
yang lebih dikenal masyarakat (brand image) akan lebih dipercaya dari pada
merek yang masih baru dan belum dikenal.
4. Hutt dan Speh
Bila menurut Hutt dan Speh dalam Nasution (2004: 47) Kualitas
pelayanan terdiri dari tiga dimensi atau komponen utama yang terdiri dari :
1) Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
yang diterima oleh pelanggan. Bisa diperinci lagi menjadi :
a. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya: harga dan barang.
b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan
setelah membeli atau mengkonsumsi jasa atau produk. Contohnya
ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kearapihan hasil.
c. Credence quality, yaitu sesuatu yang sukar dievaluasi pelanggan,
meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa.
23
2) Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
3) Corporate image, yaitu yaitu profit, reputasi, citra umum, dan daya tarik
khusus suatu perusahaan.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan,
dapat disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu dengan memenuhi
syarat agar sebuah pelayanan memungkinkan untuk menimbulkan kepuasan
pelanggan.
Adapun dimensi-dimensi tersebut yaitu: Tangibles atau bukti fisik,
Reliability atau keandalan Responsiveness atau ketanggapan, Assurance atau
jaminan atau kepastian, Empathy atau kepedulian.
2.2.3.2 Sifat dan Klasifikasi Layanan
Penawaran suatu perusahaan pada pasar biasanya mencakup beberapa jenis
pelayanan. Komponen pelayanan ini dapat merupakan bagian terkecil atau bagian utama
dari penawaran tersebut. Penawaran bisa saja murni berupa barang pada satu sisi dan
layanan murni pada sisi lainnya. Oleh karena itu, maka penawaran suatu perusahaan
dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori manurut Simamora (2001: 172), yaitu:
1. Produk berwujud murni
Penawaran semata-mata hanya terdiri dari produk fisik misalnya hanya
menawarkan produk berupa tabungan saja.
2. Produk berwujud disertai dengan layanan pendukung
Pada kategori ini penawaran terdiri dari suatu produk fisik yang disertai
dengan satu atau beberapa layanan untuk meningkatkan daya tan kepada
24
kepada konsumennya. Disini pelayanan di dedefinisikan sebagai kegiatan
yang dilakukan perusahaan untuk pelanggan yang telah membeli produknya.
Misalnya seperti nasabah akan membuat kartu kredit bank BRI maka
customer service akan melayani dengan pelayanan yang profesionalisme dan
lebih mengutamakan kepuasan nasabah.
3. Hybrid
Penawaran yang terdiri dari barang dan layanan dengan proporsi yang sama.
Dimana kartu kredit yang ditawarkan disertai dengan pelayanan yang
memuaskan.
4. Pelayanan utama yang disertai barang dan layanan tambahan (pelengkap)
dan barang-barang pendukung lainnya. Misalnya apabila nasabah ingin
membuat kartu kredit Bank BRI maka nasabah akan mendapatkan layanan
tambahan seperti promo-promo dari kartu kredit serta mendapatkan
potongan diskon yang menguntungkan nasabah.
5. Pelayanan murni
Penawaran seluruhnya berupa pelayanan seperti melayani nasabah yang
ingin bertanya tentang produk BRI serta melayani komplain nasabah.
2.2.3.3 Karakteristik Pelayanan
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh pelayanan menurut Zemke dalam
Ratminto dan Winarsih (2005: 3) yaitu :
1. Konsumen memiliki kenangan atau memori atas pengalaman menerima
pelayanan, yang tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain.
25
2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan, setiap konsumen dan
setiap kontak adalah dianggap sesuatu yang spesial.
3. Suatu pelayanan terjadi saat tertentu.
4. Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan harapan
dan pengalaman yang diperolehnya.
5. Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh karyawan
untuk memperbaiki adalah meminta maaf.
6. Moral karyawan sangat menentukan untuk kelancaran pemberian pelayanan.
Dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, karyawan perlu memahami
faktor rasional dan emosional konsumen agar dapat memberikan kepuasan. Dalam hal
ini, beberapa aspek yang perlu dicermati dari konsumen oleh karyawan menurut
Tjiptono (2005: 117) adalah sebagai berikut:
1. Suasana lingkungan yang bisa membuat konsumen nyaman dan senang.
2. Pelatihan dan pengembangan dan pemberdayaan karyawan agar dapat
memahami dan menangani respon emosional pelanggan.
3. Sistem penanganan keluhan yang responsive, empatik, fair dan efektif.
4. Menggunakan pendekatan komunikasi berbeda untuk kategori individu yang
berlainan.
5. Menawarkan nilai sosial dan emosional tertentu.
6. Mendirikan kelompok konsumen eksklusif yang mengelola aktivitas khusus.
7. Menerapkan pengalaman untuk menciptakan kegembiraan kepada
konsumen.
26
2.2.4 Konsep Profesionalisme
Konsep tentang profesionalisme saat ini telah semakin menggejala seiring dengan
semakin besarnya tuntutan terhadap kemampuan seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan. Di tangan seseorang profesional hal-hal yang biasa dapat berubah menjadi
luar biasa karena terdidik untuk melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan khusus
(special knowledge) yang diperolehnya melalui pendidikan formal dan pengalaman.
Istilah profesionalisme berasal dari kata professio, dalam Bahasa Inggris
professio memiliki arti sebagai berikut: A vocation or occupation requiring advanced
training in some liberal art or science and usually involving mental rather than manual
work, as teaching, engineering, writing, etc. (Webster dictionary,1960: 1163) (suatu
pekerjaan atau jabatan yang membutuhkan pelatihan yang mendalam baik di bidang seni
atau ilmu pengetahuan dan biasanya lebih mengutamakan kemampuan mental daripada
kemampuan fisik, seperti mengajar, ilmu mesin, penulisan, dll). Dari kata dasar
profesional ini kemudian muncul kata jadian professional yang artinya engage in special
occupation for pay etc (terlibat dalam pekerjaan khusus untuk dibayar) dan profesionalisme
yang artinya professional quality, status etc (kualitas profesional, status, dll).
Sejalan dengan ragam bahasa yang berkembang, maka profesi, profesional dan
profesionalisme oleh Pamudji (1994: 20-21) diartikan sebagai "lapangan kerja tertentu yang
diduduki oleh orang-orang yang memiliki keahlian tertentu, keahlian mana diperoleh
melalui pendidikan dan latihan yang mendalam". Sedangkan menurut Henry (1995:301)
suatu profesi bisa didefinisikan sebagai "bidang khusus dan tersendiri, umumnya
memerlukan pendidikan tinggi sekurang-kurangnya 4 tahun, serta menawarkan karir
seumur hidup bagi yang menekuninya. Profesi selalu dikaitkan dengan masalah status".
27
Pengertian profesional secara sederhana diartikan oleh Suit dan Almasdi (1996:
103) sebagai berikut “Suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan
pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Hasil dari pekerjaan yang
dilaksanakan itu bila ditinjau dari segala segi telah sesuai dengan porsi, objektif, serta
bersifat terus menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta dalam jangka
waktu penyelesaian yang relatif singkat. Demikian sempurnanya hasil pekerjaan itu, di
samping pelayanan dan perilaku yang diberikannya, menyebabkan sulit pihak lain untuk
mencari-cari celanya”. Lebih lanjut ia (1996: 105) menyatakan bahwa "seorang
profesional tidak dapat dinilai dari satu segi saja, tetap harus dari segala segi, yaitu di
samping keahlian dan keterampilannya juga perlu diperhatikan mentalitasnya”.
Mencermati pendapat di atas, terkandung makna bahwa seseorang yang
profesional adalah mereka yang benar-benar memiliki keahlian, keterampilan dan sikap
mental terkendali dan terpuji, serta dapat menjamin bahwa segala sesuatu dari perbuatan
dan pekerjaannya berada dalam kondisi yang terbaik dari penilaian semua pihak. Bagi
seorang profesional sejati, maka uang, kekayaan, kedudukan dan jabatan bukanlah tujuan
utama. Sekalipun mereka berhak menerima imbalan jasa, namun imbalan tersebut lebih
merupakan ekspresi rasa hormat dan penghargaan masyarakat terhadap sikap dan perilaku
mereka yang benilai etis, bermoral dan berperikemanusiaan tinggi.
Lebih lanjut pembahasan tentang konsep profesionalisme, dibedakan oleh Johnson
(1991: 15-16) dengan istilah profesionalisasi sebagai berikut:
1. Istilah profesionalisasi digunakan untuk menunjuk pada perubahan besar dalam
struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan- pekerjaan profesional, atau bahkan
pekerjaan - pekerjaan halus (while collar jobs) yang meningkat secara relatif
dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, baik sebagai akibat perluasan
28
kelompok pekerjaan yang sudah ada seperti keahlian ataupun sebagai akibat
munculnya pekerjaan-pekerjaan di bidang jasa.
2. Istilah profesionalisasi dipergunakan dalam arti yang hampir sama dengan
peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan
rekrutmen dan praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. Penggunaan istilah
dalam arti ini berkaitan dengan terjadinya pemusatan perhatian pada fungsi
asosiasi yang mutunya semakin meningkat, dan asosiasi seperti itu dianggap
sebagai indikator utama derajat profesionalisasi suatu pekerjaan.
3. Istilah yang ketiga ini mernandang profesionalisasi sebagai proses yang jauh
lebih rumit, dalam hal ini suatu pekerjaan menunjukkan sejumlah atribut yang
pada prinsipnya profesional dan dianggap merupakan unsur-unsur pokok
profesionalisme. Adanya asosiasi yang semakin bermutu hanya salah satu
contoh ciri profesionalisasi.
4. Profesionalisasi juga menunjuk pada suatu proses beberapa penjelasan
mengatakan secara eksplisit bahwa proses ini terjadi dengan urutan yang tetap,
yaitu suatu pekerjaan melewati tahap -tahap perubahan organisatoris yang dapat
diramalkan, menuju bentuk akhir yaitu profesionalisme.
Dari pendapat di atas, diketahui bahwa profesionalisme pada dasarnya adalah
proses akhir dari tujuan profesionalisasi. Gejala profesionalisme sebenarnya bukan sesuatu
yang baru terjadi pada masa akhir-akhir ini. Profesionalisme aktifitas kerja manusia dapat
diikuti sekurang-kurangnya sejak perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, cepat atau lambat telah mempengaruhi pola berpikir dan sikap
keterbukaan masyarakat dalam konteks kehidupan bersama terutama kerjasama dalam
29
usaha pemenuhan kebutuhan hidup, yang semakin merangsang tuntutan terhadap
profesionalisme.
Dari beberapa kriteria dan pengertian tentang profesionalisme di atas penulis dapat
menarik pengertian bahwa profesionalisme dalam pelayanan Customer Service Bank BRI
dapat diartikan sebagai tindakan pelayanan yang dilakukan oleh Customer Service Bank
BRI yang memenuhi standar kualitas, kuantitas, waktu dan biaya yang telah ditetapkan
serta didasarkan pada peraturan perbankan yang berlaku.
2.2.4.1 Ciri-ciri dan Karakteristik Profesionalisme
Profesionalisme dan kemajuan (progress) merupakan dua hal yang saling
berkaitan. Kemajuan sesuatu lembaga (institusi) atau organisasi ditentukan oleh
profesionalisme para pengelolanya. 1nstitusi atau organisasi yang makin maju menuntut
pula peningkatan profesionalisme. Bila tidak, institusi atau organisasi tersebut akan
semakin tertinggal bahkan mundur. Pada umumnya profesionalisme hanya dikaitkan dengan
keterampilan, kemahiran dan keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan tertentu dan mengelola institusi (organisasi) yang bersangkutan. Berkaitan dengan
itu menurut Tanri Abeng dikutip dalam Kattopo (2000: 124-125) seorang yang profesional
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Penguasaan ilmu yang memadai. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan,
terutama yang berhubungan dengan bidang profesinya, merupakan syarat
utama seorang profesional. Tanpa ilmu yang memadai, tidak akan dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dibidangnya dengan
baik.
30
2. Kemampuan dalam menguasai ilmu tersebut harus diimbangi dengan
kemampuan dalam mempraktekannya. Ilmu yang dikuasai tidak akan
mempunyai arti jika tidak dapat dipraktekkan, oleh karena itu ilmu harus dapat
ditransformasikan dalam bentuk keterampilan (skill).
3. Mempunyai sikap mental yang positif sehingga dapat memotivasi diri. Selain
penguasaan ilmu yang mendalam, komitmen profesional juga harus
menjunjung tinggi kejernihan hati dan integritas profesional serta sikap-sikap
positif lainnya.
4. Wawasan yang luas, baik tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
atau yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Seorang profesional dituntut
untuk bersikap bijak dalam menghadapi berbagai permasalahan. Wawasan
yang luas akan membuat seseorang bijak dalam mengambii keputusan.
5. Mampu mensenyawakan sudut pandang visi, nilai (value) serta keberanian
secara konsisten. Perpaduan antara visi, nilai dan keberanian akan membentuk
pribadi yang mempunyai integritas profesional.
Sedangkan menurut Maister (1998: 21) mengatakan bahwa seseorang yang disebut
profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bangga pada pekerjaan mereka dan menunjukkan komitmen pribadi pada
kualitas.
2. Berusaha meraih tanggung jawab.
3. Menggantisipasikan dan tidak menunggu perintah mereka, mereka langsung
menunjukkan inisiatif.
4. Mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas.
5. Melibatkan secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah
ditetapkan untuk mereka.
31
6. Selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi
orang-orang yang mereka layani.
7. Ingin belajar sebanyak mungkin mengenai bisnis orang-orang yang mereka
layani.
8. Benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani.
9. Belajar memahami dan berpikir seperti orang-orang yang mereka layani
sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang iu tidak ada ditempat.
10. Bisa dipercaya memegang rahasia.
11. Jujur, bisa dipercaya, dan setia.
12. Terbuka pada kritik –kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri.
2.2.4.2 Karakteristik Profesionalisme
Schein dalam Handoko (1996: 14) menguraikan karakteristik dari profesionalisme
sebagai berikut :
1. Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum.
2. Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar kerja
tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan
kriteria politik atau sosial lainnya.
3. Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan
disiplin untuk mereka yang menjadi kliennya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme pada hakikatnya
merupakan hasil daya guna, potensi-potensi keterampilan, kemahiran, dan keahlian secara
optimal yang didukung oleh etika birokrasi dan budaya kerja.
32
2.2.5 Kepuasan Pelanggan
Setiap perusahaan harus mampu untuk memuaskan pelanggan agar dapat
mempertahankan pelanggannya. Pelanggan merupakan bagian penting dalam suatu
perusahaan. Pelanggan tidak bergantung pada perusahaan, sebaliknya perusahaan yang
bergantung pada pelanggan. Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam
teori dan praktek pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktifitas
bisnis. Menurut Kotler dan Keller (2009: 138-139) kepuasan (satisfaction) adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja
yang dipersepsikan produk atau hasil terhadap ekspetasi mereka. Jika kinerja gagal
memenuhi ekspetasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspetasi,
pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspetasi, pelanggan akan sangat puas atau
senang. Penilaian pelanggan atas kinerja produk tergantung pada banyak faktor,
terutama jenis hubungan loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan sebuah merek.
Konsumen sering membentuk persepsi yang lebih menyenangkan tentang sebuah produk
dengan merek yang sudah mereka anggap positif. Keputusan pelanggan untuk bersikap
loyal atau bersikap tidak loyal merupakan akumulasi dari banyak masalah kecil dalam
perusahaan.
Perusahaan akan bertindak bijaksana dengan mengukur kepuasan pelanggan
secara teratur, karena salah satu kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah
kepuasan pelanggan. Pelanggan yang sangat puas biasanya tetap setia untuk waktu yang
lebih lama, membeli lagi ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan
emperbaharui produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan
produknya kepada orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek pesaing dan tidak
terlalu sensitif terhadap harga, menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan, dan
33
Tujuan Perusahaan
biaya pelayanannya lebih murah dibandingkan pelanggan baru karena transaksi dapat
menjadi hal rutin.
Gambar 2.2.5.1. Konsep Kepuasan Pelanggan
2.2.6 Membangun Loyalitas
Menurut Kotler dan Keller (2009: 153) menciptakan hubungan yang kuat dan erat
dengan pelanggan adalah mimpi semua pemasar dan hal ini sering menjadi kunci
keberhasilan jangka panjang. Perusahaan yang ingin membentuk ikatan pelanggan yang
kuat harus memperhatikan sejumlah pertimbangan yang beragam yaitu dengan cara:
1. Menciptakan produk, jasa, dan pengalaman yang unggul bagi pasar sasaran.
2. Mengikutsertakan partisipasi lintas departemen dalam merencanakan dan
mengelola kepuasan dari proses retensi pelanggan.
3. Mengintegrasikan “Suara Pelanggan” untuk menangkap kebutuhan atau
persyaratan pelanggan yang dinyatakan maupun yang tidak dalam semua
kebutuhan bisnis.
Nilai Produk Bagi Pelanggan
Produk
Kepuasan
Harapan Pelanggan terhadap Produk
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
34
4. Mengorganisasi dan mengakses database informasi tentang kebutuhan,
preferensi, hubungan, frekuensi pembelian, dan kepuasan pelanggan
perorangan.
5. Mempermudah pelanggan menjangkau personel perusahaan yang tepat dan
mengekspresikan kebutuhan, persepsi, dan keluhan pelanggan.
6. Menilai potensi program frekuensi dan program pemasaran klub.
7. Menjalankan program yang mengakui karyawan yang bagus.
2.2.7 Konsep Prilaku Konsumen
Menurut Kotler dan Keller (2009: 166) prilaku konsumen adalah studi tentang
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan
bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka. Dengan memahami perilaku konsumen maka dapat membantu menjelaskan
bagaimana konsumen memperoleh kepuasan, dan dari kepuasan tersebut konsumen
menjadi loyal terhadap suatu produk tertentu yang dianggap dapat mengakomodasi
kebutuhannya. Menurut AMA (American Marketing Association) dalam Supranto dan
Nanda Limakrisna (2011: 3) mendefinisikan prilaku sebagai berikut : Prilaku konsumen
merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, prilaku dan lingkungannya dimana
manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.
Definisi tersebut memuat 3 hal penting, yaitu:
1. Prilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau diramalkan
2. Melibatkan interaksi : kognisi, afeksi, prilaku dan kejadian disekitar atau
lingkungan konsumen
3. Melibatkan pertukaran, seperti menukar barang milik penjual dengan uang
milik pembeli.
35
Definisi yang sederhana prilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan
produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Pengetahuan yang cukup tentang prilaku konsumen seperti memberikan petunjuk yang
berharga untuk praktek pemasaran baik bagi perusahaan. Dengan memahami prilaku
konsumen perusahaan akan lebih maju dan berkembang.
Dengan adanya customer service yang baik, akan mempengaruhi perilaku nasabah.
Melalui customer service diharapkan tercipta suatu hubungan kerja sama yang baik antara
bank dengan nasabahnya. Hal ini dikarenakan customer service merupakan kesan pertama
yang diterima oleh nasabah yang nantinya akan mempengaruhi keputusan nasabah.
Customer service diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan tepat atas
produk atau jasa yang ditawarkan sehingga calon nasabah puas dengan apa yang
diharapkan dan tertarik untuk menggunakan jasa atau produk tersebut. Tingkat kualitas
layanan tidak bisa dilihat dari penilaian perusahaan saja, tetapi penilaian nasabah sangat
penting. Maka pihak bank lebih meningkatkan pelayanannya serta mendapat kepuasan
layanan dari nasabah.
Dengan mewujudkan tujuan pemasaran dalam meningkatkan loyalitas pelanggan
atau nasabah terhadap kartu kredit Bank BRI, Maka perusahaan (bank) tersebut harus
lebih memahami perilaku dan kebutuhan nasabah.
top related