asuhan keperawatan pada klien epistaksis
Post on 24-Apr-2015
975 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EPISTAKSIS
TUGAS KEPERAWATAN DEWASA 3
OLEH :
KELOMPOK 2
DISKA SAPUTRA
MADE SUTRISNO WIJAYA
MUSLIM
RAHMAT
RENI KHAIRANI
S1 KEPERAWATANSTIKES MITRA BUNDA PERSADA BATAM
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul makalah : Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Epistaksis
Mata kuliah : Keperawatan Dewasa 3
Kelompok : 3 (Tiga)
Nama mahasiswa :
1. Diska Saputra
2. Made Sutrisno Wijaya
3. Muslim
4. Rahmat
5. Reni Khairani
Disetujui Oleh Pembimbing
Resi Novia, Skep. Ns
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah pencipta langit dan bumi yang telah
melimpahkan rahmat-Nya , terutama rahmat iman dan kekuatan sehingga makalah
Keperawatan Dewasa 3 ini dapat diselesaikan.
Dalam satu minggu penulis mengumpulkan bahan data hingga makalah
Keperawatan Dewasa 3 ini dapat diselesaikan.
Penyusunan makalah Keperawatan Dewasa 3 ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu perkenankan penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus pada Ibu Resi Novia sebagai pembimbing,
teman-teman dan semua pihak yang telah membantu sehingga makalah Keperawatan
Dewasa 2 ini dapat dielesaikan.seluruh informasi yang kami dapat,kami kaji dan kami
susun didalam makalah ini, ucapan terima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu, dalam penyusunan makalah ini.
“tiada gading yang tak retak” demikian kata pepatah bijak, . Sangat disadari makalah
Keperawatan Dewasa 3 ini baik isi maupun tehnik penulisannya masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu sangat diharapkan saran dan perbaikan dari pembaca demi
penyempurnaan makalah Keperawatan Dewasa 2 ini. oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan.
Wassalamu’alaikum wr.wb
batam, 14 april 2012
Kelompok
3
DAFTAR ISI
Cover…………………………………….…………………………………………………….1
Lembar Pengesahan …………………………………….…………………………………….2
Kata Pengantar …………………………………….………………………………………….3
Daftar Isi …………………………………….…………………………………….………….4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang…………………………………………………………………………5
B. Tujuan umum makalah………………………………………....…………………….5
C. Tujuan khusus makalah……………………..………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep dasar
1. Definisi…………………………………………………………………………….6
2. Etiologi…………………………………………………………………………….6
3. Patofisiologi (WOC)……………………………………………………………....7
4. Manifestasi klinis………………………………………………………………….9
5. Komplikasi………………………………………………………………………...9
6. Pemeriksaan penunjang………………………………………………………….10
7. Penatalaksanaan………………………………………………………………….10
B. Proses keperawatan
1. Pengkajian………………………………………………………………………..11
2. Diagnose…………………………………………………………………………12
3. Intervensi………………………………………………………………………...13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..16
B. Saran………………………………………………………………………………....16
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..17
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perdarahan hidung adalah masalah yangsangat umum ditemukan, Sudah selayaknya
seorang dokter atauperawat harus mampu mengatasinya. Bila epistaksis sumbernya dari
bagiananterior hidung hampir 90% dapatditanggulangi dengan menekan pembuluhdarah
yang mengalami perdarahan.
Petruson (dikutip dari Djojodiharjo, 1986) melaporkan survey di Skandinavia
sebanyak 60% masyarakat pernah epitaksis, 4% epitaksis berulang, 6% pegi berobat
kedokter, 15% epistaksis pada anak, 1% epistaksis berobat pada dokter.
Dalam menangani epistaksis harus dicari etiologi. Epistaksis biasanya ringan pada
usia muda. Epistaksis tambah berat dengan meningkatnya usia.
B. TUJUAN UMUM
Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang pelaksanaan ASKEP pada klien
dengan epistaksis dengan menggunakan metode proses keperawatan.
C. TUJUAN KHUSUS
1. Mendapatkan gambaran yang nyata tentang konsep penyakit epistaksis
2. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan epistaksis
3. Mampu membuat Dx keperawatan berdasarkan anamnesa
4. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Epistaksis (mimisan) adalah perdarahan darirongga hidung, yang keluar melalui
lubanghidungataupun kebelakang (koana). Perdarahan darihidung tersebut dapat terjadi s
ebagai akibat dari kelainan lokal ataupun kelainan sistemik.
2. Etiologi
Penyebab lokal :
a. Trauma misalnya karna mengorek hidung,taerjatuh,terpukul,benda asing di
hidung,trauma pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
b. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik
seperti lepra dan sifilis.
c. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
d. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti
pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang
udaranya sangat dingin.
e. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau
busuk.
6
f. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan
remaja.
Penyebab sistemik :
a. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
b. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
c. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam
tifoid.
d. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
e. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia)
3. Patofisiologi (WOC)
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari
arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (rahang
atas) interna yaitu arteri palatina (langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian
depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (muka). Bagian depan septum
terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid
anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus
kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar
melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke
tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang).
Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari
rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
7
WOC / PATH WAY
8
Trauma, infeksi hidung, lingkungan, benda asing, idiopatik
Hipertensi, penyakit kardiovaskuler, leukemia, hemophilia, demam berdarah
Pembuluh darah fleksus kiesselbach luka/rusak
Pembuluh darah arteri sfenoplatina luka/rusak
perdarahan
Mual, muntah, batuk berdarah, anemia
Cemas
Nyeri
Tidak efektif bersihan jalan nafas
4. Manifestasi Klinis
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang
bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat
mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat
ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid
anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak
dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas
seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior
melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti
spontan.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid
posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
5. Komplikasi
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat
melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan,
vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris
(yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.
9
Komplikasi yang dapat timbul:
a. Sinusitis
b. Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
c. Deformitas (kelainan bentuk) hidung
d. Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
e. Kerusakan jaringan hidung infeksi
6. Pemeriksaan penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk
memperkuat diagnosis epistaksis.
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
b. Fungsi hemostatis
c. EKG
d. Tes fungsi hati dan ginjal
e. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
f. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis,
benda asing dan neoplasma.
7. Penatalaksanaan
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
a. airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
b. breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
c. circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,
pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi
kemudian perawatan berlanjut :
a. hentikan perdarahan
1) tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
2) tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
10
3) jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus
epistaksis dan hindari
b. jika perdarahan berlanjut :
1) dapat akibat penekanan yang kurang kuat
2) bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
3) dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot
hidung) ke daerah perdarahan
4) apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak
nitrat) atau pemasangan tampon hidung,
Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas
yang ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain
atau pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang
ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel,
perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah
tepi lengkap, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(aPTT), golongan darah dan crossmatching.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
b. Riwayat penyakit sekarangRiwayat kesehatan masa lalu
1) Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
2) Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
3) Pernah menedrita sakit gigi geraham
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
11
d. Riwayat psikososial
1) Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
e. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
2) Pola nutrisi dan metabolisme
biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
3) Pola istirahat dan tidur
selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
4) Pola Persepsi dan konsep diri
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
5) Pola sensorik
daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
f. Pemeriksaan fisik
1) status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
2) Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
2. Diagnosa
a. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung
yang rapuh..
b. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.
c. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
d. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan pengeringan
mukosa hidung.
12
3. Intervensi
a. diagnosa 1
1) Tujuan : meminimalkan perdarahan
2) Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
3) Intervensi:
a) Monitor keadaan umum pasien
b) Monitor tanda vital
c) Monitor jumlah perdarahan psien
d) Awasi jika terjadi anemia
e) Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan
perdarahan : pemberian transfusi, medikasi
b. Diagnosa 2
1) Tujuan: Bersihan jalan nafas menjadi efektif
2) Kriteria: Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak
menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.
3) Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1 Mandiri
Kaji bunyi atau kedalaman
pernapasan dan gerakan dada.
Catat kemampuan
mengeluarkan mukosa/batuk
efektif
Penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi
dan wheezing menunjukkan
akumulasi sekret
Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial
Berikan posisi fowler atau
semi fowler tinggi
Bersihkan sekret dari mulut
dan trakea
Pertahankan masuknya cairan
sedikitnya sebanyak 250
ml/hari kecuali kontraindikasi
Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan
Mencegah obstruksi/aspirasi
Membantu pengenceran secret
13
1 2 3
2 Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan
indikasi mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator
Mukolitik untuk menurunkan
batuk, ekspektoran untuk
membantu memobilisasi sekret,
bronkodilator menurunkan spasme
bronkus dan analgetik diberikan
untuk menurunkan
ketidaknyamanan
c. Diagnosa 3
1) Tujuan: Cemas klien berkurang/hilang
2) Kriteria: Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
dan Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
3) Intervensi:
No
.
Intervensi Rasional
1 2 3
1 Kaji tingkat kecemasan klien
Berikan kenyamanan dan
ketentaraman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa
empati( datang dengan
menyentuh klien )
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang
dideritanya perlahan, tenang
seta gunakan kalimat yang
jelas, singkat mudah
dimengerti
Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya :
Menentukan tindakan selanjutnya
Memudahkan penerimaan klien
terhadap informasi yang diberikan
Meningkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien
lebih kooperatif
Dengan menghilangkan stimulus
yang mencemaskan akan
meningkatkan ketenangan klien.
Mengetahui perkembangan klien
secara dini.
Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
14
- Tempatkan klien diruangan
yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang
lain /klien lain yang
kemungkinan mengalami
kecemasan
Observasi tanda-tanda vital.
Bila perlu , kolaborasi dengan
tim medis
d. Diagnosa 4
1. Tujuan: nyeri berkurang atau hilang
2. Kriteria: Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
dan Klien tidak menyeringai kesakitan
3. Intervensi
No
.
Intervensi Rasional
1 2 3
1 Kaji tingkat nyeri klien
Jelaskan sebab dan akibat
nyeri pada klien serta
keluarganya
Ajarkan tehnik relaksasi dan
distraksi
Observasi tanda tanda vital dan
keluhan klien
Kolaborasi dngan tim medis
- Terapi konservatif :
a. obat Acetaminopen;
Aspirin, dekongestan
hidung
Mengetahui tingkat nyeri klien
dalam menentukan tindakan
selanjutnya
Dengan sebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi
dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri
Klien mengetahui tehnik distraksi
dan relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila
mengalami nyeri
Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
Menghilangkan /mengurangi
keluhan nyeri klien
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit,
yangdisebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa
bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak
hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik.
Epistaksis dibedakanmenjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan
epistaksis posterior. Dalammemeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat
dan dalam posisi yangmemungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnyasendiri.
Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegahkompli
kasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior
dan posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau
MRI, endoskopi,skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah:
1. Memencet hidung
Pemasangan tampon anterior dan posterior
2. Kauterisasid.Ligasi (pengikatan pembuluh darah)
B. SARAN
Penanganan segera pada pasien yang mengalami epistaksis sangat perlu dilakukan untuk
mencegah banyaknya keluaran darah atau pendarahan yang dapat berakibat fatal.
16
DAFTAR ISI
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, JakartaJuall, Lynda, Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II, EGC.
Jakarta, 1995Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
17
18
top related