anemia aplastik
Post on 27-Dec-2015
21 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Pendahuluan
Departemen Pediatrik
Anemia Aplastik
1. DEFINISI
Konsep anemia aplastik pertama kali diperkenalkan oleh Ehrlich dalam
tahun 1888. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas
dengan ulserasi gusi, anemia berat dan leucopenia. Pada pemeriksaan
postmortem, sumsum tulang ditemukan tidak aktif. Kasus ini dinamakannya
penekanan primer sumsum tulang. Dalam tahun 1904, Chauffard pertama
kali menggunakan nama anemia aplastik. Masih puluhan tahun lagi
sesudahnya, definisi anemia aplastik belum tegas juga. Dalam tahun 1934,
timbul kesepakatan pendapat bahwa tanda khas penyakit ini adalah
pansitopenia sesuai konsep Ehrlich (1888). Dalam tahun 1959, wintrobe
membatasi pemakaian nama aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia
berat, atau apalasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang
menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoetik sumsum
tulang. Anemia aplastik merupakan suatu gangguan kegagalan tulan
belakang dalam pembuatan sel – sel darah .
2. ETIOLOGI
Etiologi anemia aplastik beraneka ragam.
a. Faktor genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian besar dari padanya diturunkan menurut hukum Mendel.
Kelompok ini meliputi:
Anemia Fanconi
Diskeratosis bawaan
Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang.
Sindrom apalstik parsial.
Sindrom Blackfand-Diamond.
Trombositopenia bawaan.
Agranulositosis bawaan.
b. Obat-obatan dan bahan kimia.
Anemia aplastikdapat terjadi atas dasar hipersensitifitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada
seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkannya
ialah kloramfenikol. Bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan
anemia aplastik ialah senyawa benzen.
c. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
Sementara: (Mononucleosis infeksiosa, Tuberkolosis, Influenza,
Bruselosis, Dengue)
Seyogyanya, setiap infeksi virus dapat menyebabkan
anemia aplastik sementara. Setiap penyebab anemia
aplastik sementara dapat pula menyebabkan anemia
palsti permanen.
Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe non A, non B. virus
ini dapat menyebabkan anemia aplastik walaupun penderita anikterik.
Umumnya, anemia aplastik pasca-hepatitis ini mempunyai prognosis
jelek.
d. Iradiasi
Iradiasi dapat menyebabkan anemia alasti berat atau ringan. Bila sel
unipoten tertakdir yang terkena, maka terjadi anemia palstik ringan. Hal ini
terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X. dengan
peningkatan dosis penyinaran, sekali waktu akan terjadi pansitopenia.
Namun, bila penyinaran dihentikan sel-sel akan berproliferasi kembali.
Iradiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang, yaitu
lingkungan mikro, dan menyebabkan fibrosis.
e. Kelainan imunologik
Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro dapat
menyebabkan anemia aplastik. Hal ini terjadi pada penyakit graft lawan
resipien pada transplantasi sumsum tulang.
f. Anemia aplastik pada keadaan/ penyakit lain seperti.
Leukimia akut
Pada leukemia limfoblastik akut, tidak jarang ditemukan pansitopenia
dengan hipoplasia sumsum tulang.
Hemoglobinuria nocturnal paroksismal.
Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia palstik. Hemolisis
disertai pansitopenia mungkin termasuk kelainan hemoglobinuria
nocturnal paroksismal.
Kehamilan
Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai
apalsia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin
disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi
genetik.
g. Kelompok idiopatik
Besarnya kelompok idiopatik tergantung pada usaha mencari faktor
etiologic.
3. PATOGENESIS
Pada anemia aplastik, tidak terdapat mekanisme patogenetik tunggal.
Sel induk hemopoetik yang multipoten berdiferensiasi menjadi sitem-sistem
eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik, limfopoetik, dan monopoetik.
Sejumlah sel induk lainnya membelah secara aktif menghasilkan sel induk
baru. Sebagian dari padanya dalam fase istirahat yang setiap saat siap
berdiferensiasi ke dalam berbagai sistem tersebut. Apapun penyebab
anemia aplastik, kerusakan dapat terjadi pada sel induk yang aktif maupun
yang berada dalam fase istirahat.
Pada keadaan tersebut belakangan ini, anemia aplastik yang terjadi
niscaya berat dan tidak reversible. Semua sel ini berkembang dalam suatu
lingkungan mikro yang memungkinkan perkembangannya. Mekanisme
patogenetik ini dapat menerangkan berbagai penyebab anemia aplastik.
Anemia aplastik dapat terjadi akibat :
1. Pengurangan jumlah sel induk normal.
2. Kelainan sel induk berupa gangguan pembelahan (replikasi) dan
diferensiasi.
3. Hambatan sel induk secara humoral atau selular.
4. Gangguan lingkungan mikro..
5. Tidak adanya kofaktor-kofaktor hemopoetik humoral atau selular.
5. TANDA DAN GEJALA
Anemia palstik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi :
1. Perdarahan
2. Lemah badan
3. Pusing
4. Jantung berdebar
5. Demam
6. Nafsu makan berkurang
7. Pucat
8. Sesak nafas
9. Penglihatan kabur
10. Telinga berdengung
Namun yang paling sering ditemukan adalah perdarahan, lemah badan
dan pusing. Penemuan fisis pada penderita anemia aplastik pun sangat
bervariasi. Umumnya, pucat ditemukan pada semua penderita, sedangakan
perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah penderita.
Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam, ditemukan pada sebagian
kecil penderita sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus
pun. Adanya splenomegali justru meragukan diagnosis.
Kriteria minimal diagnosis anemia aplastik ialah:
1. Pansitopenia berupa:
Hemoglobin
kadar hemoglobin kurang dari 13g % (pada pria) atau kurang dari
12g/% (pada wanita)
Leukocyte count
hitung leukosit kurang dari 4000/mm3
Hitung trombosit
hitung trombosit kuarang dari 140.000/mm3.
2. Aplasia atau hipoplasia sumsum tulang.
Sumsum tulang dinyatakan hipoplastik bial pada aspirat:
Kepadatan sel darah kurang disertai peningkatan sel lemak.
Aspirasi sumsum tulang
Megakariosit 0-12 di seluruh sediaan. Persentase limfosit meningkat.
Hitung sel berinti kurang atau sama dengan 50.000/mm3.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Sel darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Jenis anemia adalah normikrom normositer. Kadang-kadang
ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan
anemia aplastik. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah.
Pada sebagian kecil kasus, malahan persentase retikulosit ditemukan
lebih dari 2%. Akan tetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap beratnya
anemia maka diperoleh persentase retikulosit normal atau rendah juga.
Adanya retikulositosis absolute dikoreksi menandakan bukan anemia
aplastik. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat. Penulis menemukan bahwa 62
dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm
dalam /jam.
Faal hemostatik.
Waktu perdarahan memanjang retraksi bekuan jelek disebabkan oleh
trombositopenia. Faal hemostatik lainnya normal.
Aspirasi Sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai kriteria diagnostic.
Lain-lain
Hemoglobin F meningkat pada beberapa penderita. Tes Coomb direk
dapat positif.
Pemeriksaan Radiologi
Nuclear Magnetic Resonance Imaging (NMRI) dapat digunakan untuk
membedakan antara lemak sumsum dan sel hemapoetik. Ini dapat
memberikan perkiraan yang lebih baik untuk aplasia sumsum tulang dari
pada teknik morpologi dan mungkin membedakan sindrom hipoplastik
mielodiplastik dari anemia aplastik.
Diagnosis Banding
Anemia aplastik perlu dibedakan dari penyakit-penyakit yang ditandai
oleh pansitopenia. Pansitopenia terjadi akibat gangguan pada sumsum
tulang atau sirkulasi darah perifer.
a. Gangguan pada sumsum tulang.
Mielosklerosis
Pengurangan eritropoetin, umpamanya pada ginjal.
Defisiensi asam folat atau vitamin B12 sehingga terjadi gangguan
sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) yang dibutuhkan oleh sel-sel
hemopoetik lainnya juga.
Pendesakan sumsum tulang oleh penyakit keganasan hematologic
atau metastasis tumor nonhematologik.
Infeksi, umpamanya tuberkolosis.
Zat anti sumsum tulang, umpamanya penyakit autoimun sumsum
tulang.
Kelainan genetik yang menyerang sel induk dan/ atau lingkungan
mikro, umpamanya pada anemia Fanconi.
b. Gangguan pada sirkulasi darah perifer.
Autoimunitas terhadap ketiga elemen darah, umpamanya pada
lupus eritematosus sistemik.
Hipersplenisme.
Hemoglobinuria nocturnal paroksismal.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Anemia aplastik memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari 70% dengan
perawatan suportif saja. Ini adalah darurat hematologi, dan perawatan harus
diputuskan segera. Obatobatan tertentu diberikan tergantung pada pilihan
terapi dan apakah itu perawatan suportif saja, terapi imunosupresif, atau
BMT. Rawat inap untuk pasien dengan anemia aplastik mungkin diperlukan
selama periode infeksi dan untuk terapi yang spesifik, seperti globulin
antithymocyte (ATG). Secara garis besarnya terapi untuk anemia apalstik
dapat dibagi menjadi 4 yaitu terapi kausal, terapi suportif, dan terapi untuk
memperbaiki fungsi sumsum tulang (terapi ini untuk merangsang
pertumbuhan sumsum tulang), serta terapi definitif yang terdiri atas
pemakaian anti-lymphocyte globuline, transplantasi sumsum tulang. Berikut
ini saya akan bahas satu persatu tentang terapi tersebut.
1. Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.
Hindarkan pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang
diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang
tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif Terapi ini diberikan untuk mengatasi akibat
pansitopenia.
a. Mengatasi infeksi. Untuk mengatasi infeksi antara lain : menjaga
higiene mulut, identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik
yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil, biarkan pemberian
antibiotika berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram
positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat penicillin semisintetik
(ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai
sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang,
sesuaikan hasil dengan tes sensitifitas antibiotika. Jika dalam 5-7hari
panas tidak turun maka pikirkan pada infeksi jamur. Disarankan untuk
memberikan ampotericin-B atau flukonasol parenteral
b. Transfusi granulosit konsentrat. Terapi ini diberikan pada sepsis
berat kuman gram negatif, dengan nitropenia berat yang tidak
memberikan respon pada antibiotika adekuat. Granulosit konsentrat
sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
c. Usaha untuk mengatasi anemia. Berikan tranfusi packed red cell
atau (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung
atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9%-10%
tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis
internal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi
sumsusm tulang pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.
d. Usaha untuk mengatasi pendarahan. Berikan transfusi konsentrat
trombosit jika terdapat pendaran major atau jika trombosit kurang dari
20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan
efektifitas trombosit karena timbulnya antibodi anti-trombosit.
Kortikosteroid dapat mengurangi pendarahan kulit.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang.
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang, meskipun penelitian menunjukkan hasil
yang tidak memuaskan.
a. Anabolik steroid. Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau
stanozol. Oksimetolon diberikan dalam dosis 2-3mg/kg BB/hari. Efek
terapi tampak setelah 6-12 minggu. Awasi efek samping berupa
firilisasi dan gangguan fungsi hati.
b. Kortikosteroid dosis rendah-menengah.
c. Granulocyte Macrophage -Colony Stimulating Factor (GM-CSF)
atau Granulocyte -Colony Stimulating Factor G-CSF. Terapi ini
dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus
diberikan terus menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan untuk
mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.
4. Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia apalstik terdiri dari 2 jenis
pilihan yaitu : 1.) Terapi imunosupresif; 2.) Transplantasi sumsum tulang.
a. Terapi imunosupresif. Terapi imunosupresif merupakan lini pertama
dalam pilihan terapi definitif pada pasien tua dan pasien muda yang
tidak menemukan donor yang cocok.3 Terdiri dari (a) pemberian anti
lymphocyte globulin : Anti lymphocyte globulin (ALG) atau anti
tymphocyte globulin (ATG) dapat menekan proses imunologi. ALG
mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan haemopoetic
growth factor sekitar 40%-70% kasus memberi respon pada ALG,
meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif
atau kuantitatif). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk
penderita anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun; (b) terapi
imunosupresif lain : pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan
atau siklosforin-A dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus,
tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga
dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis tinggi.
b. Transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang
merupakan terapi definif yang memberikan harapan kesembuhan,
tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih, serta
adanya kesulitan mencari donor yang kompatibel sehingga pilihan
terapi ini sebagai pilihan pada kasus anemia aplastik berat.
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan untuk kasus yang
berumur dibawah 40 tahun, diberikan siklosforin-A untuk mengatasi
graft versus host disease (GvHD), transplantasi sumsum tulang
memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60%-70% kasus,
dengan kesembuhan komplit.2 Meningkatnya jumlah penderita yang
tidak cocok dengan pendonor terjadi pada kasus transplantasi
sumsum tulang pada pasien lebih muda dari 40 tahun yang tidak
mendapatkan donor yang cocok dari saudaranya.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2013. Anemia Aplastik. Diunduh dari www.cancer.org :
America
Bakta IM. Anemia Karena Kegagalan Sumsum Tulang. In: Hematologi Klinik
Ringkas. Cetakan I. Jakarta: EGC;2006. p. 97-112.
Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Marsh, Judith C. W. Dkk. 2009. Guidelines for the diagnosis and management of
aplastic anaemia. British Journal of Haematology, 147, 43–70.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Russell, Nigel. Dkk. 2013. East Midlands Cancer Network Guidelines for the
Management of Aplastic Anaemia in Adults. Diunduh dari
www.eastmidlandscancernetwork.nhs.uk : United Kingdom
Scheinberg P, Young NS. How I treat acquired aplastic anemia. Blood.
2012;120(6):1185-1196. Epub 2012 9 Juni 2014.
Sudoyo,Aru W. Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing
Granulocyte Macrophage -Colony Stimulating Factor (GM-CSF) atau Granulocyte -
Terapi imunosupresif. Terapi imunosupresif merupakan lini pertama dalam pilihan terapi
Laporan Pendahuluan Departemen Pediatrik
ANEMIA APLASTIK
Oleh
Avief Destian Purnama
105070200111001
Kelompok 12
Ruang HCU
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
top related