analisis seleksi pemasok (supplier) produk...
Post on 21-Jun-2018
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER) PRODUK LAPIS BOGOR
SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA, BOGOR, JAWA BARAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian (S.P.)
Oleh
Nurul Fitriani
NIM: 1110092000006
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
ii
ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER) PRODUK LAPIS BOGOR
SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA, BOGOR, JAWA BARAT
Nurul Fitriani
1110092000006
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015 M/1436 H
iii
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2015
Nurul Fitriani
1110092000006
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nurul Fitriani
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 9 April 1992
Alamat : Kp. Ciuncal RT/RW. 03/11, Desa Cigudeg,
Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor 16660
Telepon/ HP : 0856-869-2774
E-mail : nuruulfitriani@gmail.com
Riwayat Pendidikan
1. TK (1997-1998) : TK Tunas Karya
2. SD (1998-2004) : SDN 1 Cigudeg
3. SMP (2004-2007) : SMPN 1 Cigudeg
4. SMA (2007-2010) : SMAN 1 Leuwiliang
Pengalaman Kerja
1. 2012 : Barista Part-Time Starbucks Coffee PIM 2
2. 2013 : Marketing Freelance di Bank Nobu
Praktek Kerja Lapang di PT. Agrinesia Raya
3. 2014 - sekarang : Purchasing & Procurement di PT. Agrinesia Raya
Pengalaman Organisasi
1. Tahun 2011-2012 : Volunteer/Relawan di Leading and Empowering
Adverse People (LEAP) INDONESIA
2. Tahun 2011-2012 : Bendahara Umum AgriCamp
3. Tahun 2010-2013 : Anggota Himpunan Mahasiswa Agribisnis 2010
vi
RINGKASAN
Nurul Fitriani, Analisis Seleksi Pemasok (Supplier) Produk Lapis Bogor Sangkuriang
pada PT. Agrinesia Raya, Bogor, Jawa Barat. Dibawah Bimbingan Drh. Zulmanery,
MM dan Rizki Adi Puspita Sari, MM
PT. Agrinesia Raya (PT. AR) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam
bidang pengolahan pangan. Usahanya memiliki konsep mengangkat konten lokal khas
Bogor yaitu talas dalam bentuk tepung menjadi bahan makanan yang mempunyai nilai
tambah. Tepung talas diolah menjadi cake atau kue dengan merk dagang Lapis Bogor
Sangkuriang (LBS). Perusahaan ini berusaha terus memperbaiki kondisi rantai pasok
karena produknya mengalami peningkatan permintaan. Pengelolaan dalam hal seleksi
supplier dirasa penting ketika perusahaan menyadari banyaknya kerugian yang
ditimbulkan akibat sering mencari supplier pengganti, hubungan yang tepat diantara
perusahaan dan supplier belum terjalin. Kriteria-kriteria supplier yang diperlukan,
prosedur seleksi supplier serta kontrak kerjasama belum dirumuskan secara memadai.
Pujawan (2005) menyatakan peran manajemen pengadaan dalam perusahaan dapat
menekan ongkos-ongkos bahan baku yang bisa mencapai 40%-70% dari sebuah ongkos
produk akhir. Efisiensi dibagian pengadaan bisa memberikan kontribusi yang cukup
berarti bagi peningkatan keuntungan (profit) perusahaan. Hasil yang diperoleh dari
aplikasi MPE sebagai metode seleksi supplier dapat diarahkan untuk meningkatkan
kualitas Supplier Relationship Management (SRM). Hasil Penelitian merancang model
seleksi supplier pada rantai pasokan Lapis Bogor Sangkuriang (LBS) yang menghasilkan
kriteria dan kriteria turunannya dengan bobot masing-masing. Implikasi manajerial dari
hasil penelitian dijadikan panduan untuk dibuat prosedur klasifikasi dan seleksi supplier
bahan baku untuk PT. AR. Selain itu, penelitian ini dapat diimplementasikan pada
masing-masing departemen, mulai dari departemen pengadaan bahan bahan baku
khususnya purchasing, departemen produksi hingga pemasaran produk.
Kata kunci: Supplier, Seleksi Supplier, Supplier Relationship Management, Teknik MPE
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Seleksi Pemasok (Supplier) Produk
Lapis Bogor Sangkuriang pada PT. Agrinesia Raya, Bogor, Jawa Barat”. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa materil dan moral yang
sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu
pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Akhmad Mahbubi, S.P, MM, selaku sekretaris prodi Sosial
Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Drh. Zulmanery, MM selaku dosen pembimbing pertama yang telah
membimbing untuk memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
5. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, MM selaku dosen pembimbing kedua yang
telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi yang baik.
6. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak
dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan
pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.
viii
7. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Yusuf Isa Suyana dan Ibu Suminar
yang telah membimbing anaknya serta tak pernah lelah memberikan
semangat serta motivasi.
8. Kedua adik saya Muhamad Dzikri Fujiawan dan Rivaldi Arif yang selalu
memberikan semangat.
9. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu
saya melewati masa-masa perkuliahan. Khususnya ketiga sahabat saya,
Dwi Indah Sulistiani, Malisa Rachma Handayani dan Yona Namira yang
selalu memberikan dukungan.
10. Teman-teman kantor PT. AGRINESIA RAYA (Laila, Yeni, Tya, Dini,
Murni, Dinda, Yusni, Fathiya, Sopfi) yang selalu memberikan semangat,
dukungan dan keceriaan selama pembuatan skripsi ini.
11. Luthfy Widiansyah, S.KM. Terima kasih atas do’a, bantuan, dukungan
yang kamu diberikan selama ini, khususnya selama masa-masa sulit dalam
pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak kekurangannya.
Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini
bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.
Jakarta, Maret 2015
Nurul Fitriani
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. v
RINGKASAN ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Industri Pengolahan Pangan terhadap Ketahanan Pangan........ 7
2.2 Pengertian Rantai Pasokan ................................................................. 9
2.3 Manajemen Rantai Pasokan ............................................................... 11
2.4 Konsep Rantai Nilai sebagai Penjabaran Aktivitas Rantai Pasok ...... 15
2.5 Manajemen Pembelian dan Hubungan Supplier ................................ 19
2.6 Supplier Relationship Management (SRM) ........................................ 21
2.7 Supplier ............................................................................................... 22
2.7.1 Seleksi dan Evaluasi Supplier ................................................... 22
x
2.8 Kriteria Supplier yang Ideal ............................................................... 23
2.9 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier ................... 31
2.9.1 Metode Perbandingan Eksponensial ......................................... 34
2.10 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 37
2.11 Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................ 39
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 43
3.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 43
3.3 Teknik Penentuan Sampel .................................................................. 44
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 45
3.5 Metode Analisis Data ......................................................................... 47
3.5.1 Analisis Deskriptif Rantai Pasok .............................................. 47
3.5.2 Analisis Kuantitatif ................................................................... 49
3.5.3 Skala Penilaian dan Rentang Bobot .......................................... 49
3.5.4 Metode Perbandingan Eksponensial ......................................... 50
3.6 Definisi Operasional ........................................................................... 50
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Profil Perusahaan ................................................................................ 51
4.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................. 51
4.3 Visi dan Misi ...................................................................................... 53
4.4 Struktur Organisasi ............................................................................. 54
4.4.1 Uraian Tugas ............................................................................. 55
4.5 Manajemen Sumber Daya manusia .................................................... 57
4.5.1 Sistem Perekrutan Karyawan .................................................... 58
4.5.2 Jenjang Karir atau Prestasi Karyawan ...................................... 59
4.5.3 Kesejahteraan Karyawan ........................................................... 59
4.5.4 Fasilitas ..................................................................................... 61
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Rantai Pasokan LBS ........................................................ 62
5.2 Proses Penerimaan Supplier ............................................................... 67
xi
5.3 Analisis Proses Pengadaan dan Pembelian Bahan Baku LBS ............ 68
5.4 Analisis Rantai Nilai ........................................................................... 71
5.5 Pemilihan Supplier Bahan Baku Produk LBS .................................... 76
5.5.1 Penentuan Kriteria Supplier Bahan Baku ................................. 77
5.5.2 Aplikasi MPE pada Masalah Seleksi Supplier .......................... 93
5.6 Implikasi Manajerial ........................................................................... 102
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 107
6.2 Saran ................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 111
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar Industri yang Beroperasi di Bogor Tahun 2013................................ 2
Tabel 2. Data Biaya Tidak Terduga untuk Penyediaan Bahan Baku LBS Oktober
2013 - Maret 2014 ...................................................................................................... 3
Tabel 3. Tiga Proses Makro Rantai Pasokan ............................................................. 15
Tabel 4. Formulir Seleksi dan Evaluasi Supplier Vincent Gaspersz (2012) .............. 30
Tabel 5. Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier .............................. 32
Tabel 6. Pemilihan Teknik Pengambilan Keputusan Berbasis Indeks Kinerja .......... 36
Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................. 37
Tabel 8. Responden-Responden dalam Penelitian Seleksi Supplier Bahan Baku
LBS PT. AR ............................................................................................................... 44
Tabel 9. Aktivitas Rantai Pasokan menggunakan Konsep Rantai Nilai Michael E
Porter .......................................................................................................................... 48
Tabel 10. Kriteria Skor Rentang Bobot pada MPE .................................................... 49
Tabel 11. Kriteria Skor Skala Penilaian pada MPE ................................................... 50
Tabel 12. Produk LBS PT. AR................................................................................... 63
Tabel 13. Bahan Baku dan Supplier untuk Produksi LBS pada PT. AR ................... 64
Tabel 14. Kriteria-Kriteria Supplier ........................................................................... 66
Tabel 15. Penilaian Kesesuaian Teknis Bahan Baku pada PT. AR ........................... 82
Tabel 16. Analisis Tingkat Kepentingan Kriteria Supplier Bahan Baku LBS PT.
AR .............................................................................................................................. 88
Tabel 17. Urutan Peringkat Bobot Global Kepentingan Kriteria ............................... 92
Tabel 18. Aplikasi MPE pada Kasus Seleksi Supplier Bahan Baku LBS pada PT.
AR .............................................................................................................................. 94
Tabel 19. Implikasi Manajerial yang dapat diterapkan oleh PT. AR ......................... 105
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rantai Pasokan Objek Penelitian ............................................................. 10
Gambar 2. Struktur Manajemen Rantai Pasokan ....................................................... 13
Gambar 3. Rantai Nilai Generic (Value Chain) ......................................................... 16
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual .............................................................. 42
Gambar 5. Rantai Pasokan PT. AR ............................................................................ 64
Gambar 6. Skema Aliran Barang, Finansial dan Informasi pada Rantai Pasok PT.
AR .............................................................................................................................. 66
Gambar 7. Alur Proses Penerimaan Supplier PT. AR ............................................... 67
Gambar 8. Bagan Alir Proses Pembelian Bahan Baku PT. AR ................................. 69
Gambar 9. Rantai Nilai Pengolahan LBS .................................................................. 75
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Definisi Operasional Penelitian ............................................................. 113
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Agrinesia Raya .............................................. 119
Lampiran 3. Pemeriksaan Operasional Perusahaan (Depth Interview) ...................... 120
Lampiran 4. Penjelasan Rantai Nilai Pengolahan Tepung Talas Menjadi Lapis
Talas (Aktivitas Utama) ............................................................................................ 130
Lampiran 5. Penjelasan Rantai Nilai Pengolahan Tepung Talas Menjadi Lapis
Talas (Aktivitas Pendukung) .....................................................................................
Lampiran 6. Standar Nasional Indonesia Bahan Baku Utama yang Digunakan PT.
Agrinesia Raya ........................................................................................................... 138
Lampiran 7. Kuisioner Penelitian .............................................................................. 141
Lampiran 8. Identitas Responden ............................................................................... 146
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Tingkat Kepentingan Kriteria ................................... 147
Lampiran 10. Hasil Pengolahan MPE Seleksi Supplier PT. AR................................ 148
Lampiran 11. Prosedur Klasifikasi dan Seleksi Supplier PT. AR 149
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2013, industri pengolahan tidak hanya membuka lapangan
pekerjaan tetapi juga memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia. Subsektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar
terhadap total pertumbuhan PDB, dengan sumber pertumbuhan sebesar 1,42% dan
merupakan kontribusi yang terus meningkat (BPS Nasional, 2014).
Persaingan industri meningkat, pelaku usaha sadar akan perlunya
menciptakan keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan. Perusahaan
harus mampu memenuhi tuntutan pasar dengan mempertimbangkan kualitas dan
efisiensi produksi. Upaya perusahaan untuk menarik minat konsumen dengan cara
meningkatkan kinerja yang hemat biaya, banyak perusahaan mengalihkan
perhatiannya pada manajemen suplai dan pembelian, yaitu bagian dari manajemen
rantai pasok yang fokus terhadap pengaturan aliran barang dan jasa dari supplier
menuju ke perusahaan (Pujawan, 2005). Keuntungan utama melakukan hal ini
adalah meningkatnya kualitas bahan baku.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah industri
pengolahan pangan yang mendominasi dibandingkan dengan sektor industri
lainnya dengan jum lah industri kecil formal sebanyak 154 unit usaha dan industri
kecil non formal sebanyak 929 unit usaha (Tabel 1). Dewan Ketahanan Pangan
dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2009 menyatakan industri pangan
memiliki peran mendukung program pemerintah dalam diversifikasi dan
pengembangan pangan lokal. Hal ini untuk memperkenalkan berbagai peluang
pendapatan melalui pendayagunaan sumber-sumber pangan lokal sebagai faktor
2
penarik, karena dapat meningkatkan permintaan produk pangan dan meningkatkan
harga bahan baku.
Tabel 1. Daftar Industri yang Beroperasi di Bogor Tahun 2013
NO KELOMPOK
INDUSTRI
UNIT
USAHA INVESTASI
UNIT
USAHA INVESTASI
Industri Kecil Formal Industri Kecil Non Formal
1 Pengolahan Pangan 154 3,968,440,000,- 929 788,640,230,-
2 Kayu Olahan/Rotan 103 2,100,410,000,- 75 152,497,852,-
3 Pulp dan Kertas 41 1,328,110,000,- 22 20,309,375,-
4 Bahan Kimia Industri 10 562,409,487,- - -
5 Kimia 31 1,861,950,850,- 23 80,500,000,-
6 Mesin dan Rekayasa 5 678,630,000,- - -
7 Industri Tekstil 75 4,772,878,650,- 127 277,479,721,-
8 Industri Kulit 65 1,387,910,000,- 295 647,282,670,-
9 Industri Alpora 8 518,750,000,- 5 16,000,000,-
10 Industri Elektronika 7 88,300,000,- 35 87,500,000,-
JUMLAH 499 17,267,788,987,- 1511 2,070,209,848,-
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, 2013
PT. Agrinesia Raya (PT. AR) yang terletak di Bogor Utara, Jawa Barat
merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan
pangan. Usahanya memiliki konsep mengangkat konten lokal khas daerah yaitu
talas dalam bentuk tepung menjadi bahan makanan yang mempunyai nilai tambah.
Tepung talas diolah menjadi cake atau kue dengan merk dagang Lapis Bogor
Sangkuriang (LBS). Ketika produknya mengalami peningkatan permintaan
produksi, perusahaan ini berusaha terus memperbaiki kondisi rantai pasok. Mulai
dari kegiatan memilih para supplier bahan baku yang akan bekerjasama dengan
perusahaan hingga membina hubungan yang saling menguntungkan.
Kenyataannya, manajemen pengadaan dalam perusahaan belum dapat membina
hubungan yang tepat diantara supplier-suppliernya.
Proses pemilihan supplier bahan baku pada bagian Purchasing seringkali
berorientasi kepada harga terendah. Kasus yang pernah terjadi adalah
3
supplieryang terpilih berdasarkan harga terendah ternyata menyerahkan bahan
baku yang tidak memenuhi persyaratan kualitas. Supplier-supplier yang
bekerjasama dengan perusahaan belum ditetapkan menjadi supplier tetap untuk
jangka panjang dan tidak adanya kontrak kerja yang memadai. Para supplier
seringkali terlambat dalam pengiriman bahan baku, bahkan secara mendadak
harus mencari supplier pengganti. Akibatnya, selain aktivitas produksi terhambat,
perusahaan harus mengeluarkan biaya-biaya tidak terduga misalnya harga bahan
baku dari supplier pengganti jauh lebih mahal, biaya operasional untuk persediaan
bahan baku menjadi lebih besar, sehingga keuntungan (profit) perusahaan
berkurang.
Data kerugian perusahaan karena seringkali mencari supplier pengganti
dalam penyediaan bahan baku LBS selama 6 bulan (Oktober 2013-Maret 2014)
menunjukkan peningkatan biaya-biaya tidak terduga terjadi pada bulan Januari
hingga Maret 2014 (lihat Tabel 2), meskipun sempat mengalami penurunan pada
Oktober hingga Desember 2013 tetapi penurunan biaya tersebut tidak cukup
berarti karena tetap saja perusahaan dirugikan.
Tabel 2. Data Biaya Tidak Terduga untuk Penyediaan Bahan Baku LBS
Oktober 2013 - Maret 2014
No Bulan Biaya Tidak Terduga Pertumbuhan (%)
1 Oktober 2013 Rp 22,215,000,- 0%
2 November 2013 Rp 21,117,000,- -5.19%
3 Desember 2013 Rp 20,016,000 -5.50%
4 Januari 2014 Rp 22,108,000,- 10.45%
5 Februari 2014 Rp 23,004,000,- 4.05%
6 Maret 2014 Rp 24,206,000,- 5.22%
Sumber : Departemen Purchasing PT. AR, 2014
Kontinuitas pengiriman bahan baku belum menjadi hal pokok yang
dipertimbangkan. Pujawan (2005) menyatakan peran manajemen pengadaan
4
dalam perusahaan dapat menekan ongkos-ongkos bahan baku yang bisa mencapai
40%-70% dari sebuah ongkos produk akhir. Efisiensi dibagian pengadaan bisa
memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi peningkatan keuntungan (profit)
perusahaan.
Departemen pengadaan perusahaan harus menerapkan dan merancang konsep
Supplier Relationship Management atau SRM agar terjadi hubungan yang tepat
dengan supplier.Pemilihan supplier yang dilakukan departemen pengadaan harus
memiliki kemampuan mengirim bahan baku dalam waktu yang lebih pendek
tanpa mengorbankan kualitas dan meningkatkan harga, karena menyangkut
keberlanjutan usaha yang dijalankan. Selain itu, perusahaan yang bergerak dalam
industri pangan harus mengkomunikasikan secara efektif mengenai bahaya
keamanan pangan kepada para supplier karena mereka termasuk dalam anggota
rantai pangan yang bertujuan untuk menyediakan produk pangan yang aman bagi
pelanggan. Kriteria pengetahuan para supplier mengenai hal ini harus
dipertimbangkan, penerapan sistem keamanan pangan yaitu Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) dan Good Manufacturing Practices (GMP)
dalam perusahaan harus direncanakan dan diterapkan.
Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan ditentukan pertama
kali oleh keputusan strategis pemilihan supplier (Hou dan Huang 2002 dalam
Nailul 2011). Koordinasi dengan supplier bukan hal mudah karena supplier
merupakan organisasi eksternal sehingga dibutuhkan sistem kerjasama dan
pertukaran informasi yang terintegrasi. Aktivitas seleksi supplier memainkan
peran kunci dalam organisasi karena secara signifikan dapat mengurangi harga
barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan (Pujawan, 2005). Kriteria-
5
kriteria supplier yang ideal untuk PT. AR perlu diidentifikasi dan dilakukan
pemilihan supplier tetap sesuai kriteria-kriteria yang telah dipertimbangkan, agar
kerjasama jangka panjang dapat terwujud, serta tujuan industri pangan dalam
rangka berperan aktif mendukung ketahanan pangan nasional khususnya dalam
diversifikasi pangan dapat terealisasi.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian difokuskan pada tahapan pertama dalam
SRM yaitu seleksi supplier. Penelitian analisis seleksi supplier dilakukan untuk
mengetahui kriteria-kriteria supplier yang ideal untuk PT. AR dan memilih
supplier-supplier yang memenuhi kriteria untuk dijadikan supplier tetap oleh
perusahaan.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana struktur rantai pasokan produk LBS PT. AR ?
2. Apa saja kriteria-kriteria supplier yang dipertimbangkan dalam memilih
supplier bahan baku produk LBS oleh PT. AR?
3. Bagaimana hasil pemilihan supplier bahan baku produk LBS serta siapa
supplier yang memenuhi kriteria PT. AR?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi struktur rantai pasokan bahan baku produk LBSPT. AR.
2. Menganalisis kriteria-kriteria supplier yang dipertimbangkan PT. AR
dalam memilih supplier bahan baku produk LBS.
3. Menganalisis hasil proses pemilihan supplier produk LBS berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan oleh PT. AR.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai salah satu media untuk mengimplementasikan ilmu-
ilmu yang diperoleh selama kuliah. Selain itu diharapkan penelitian ini
juga dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai sumber informasi mengenai
Manajemen Rantai Pasok atau Supply Chain Management (SCM).
2. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan
informasi bagi yang berminat melakukan penelitian di bidang Manajemen
Rantai Pasok atau Supply Chain Management (SCM) khususnya mengenai
seleksi supplier.
3. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan bahan
pertimbangan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan operasional
perusahaan, memilih supplier terbaik untuk dijadikan supplier utama
perusahaan serta menjaga hubungan kerjasama dengan supplier.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Aspek rantai pasok yang dikaji dalam penelitian ini terbatas pada anggota
rantai pasok mulai dari supplieryang bekerjasama dengan PT. AR hingga bahan
baku sampai pada PT. AR. Aktivitas rantai pasok akan dijabarkan dengan
menggunakan konsep rantai nilai(value chain) Porter.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Industri Pengolahan Pangan terhadap Ketahanan Pangan
Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-
Undang Pangan nomor 7 tahun 1996 tentang pangan dan PP nomor 68 tahun 2002
tentang ketahanan pangan. Menurut dewan ketahanan pangan, ketahanan pangan
adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah mutunya, aman, merata
dan terjangkau. Sedangkan batasan yang dipakai oleh The World Food Summit
(1996) pada saat mencetuskan Food Insecurity and Vulnerability Information and
Maping Systems (FIVIMS) adalah bahwa ketahanan pangan yaitu suatu kondisi
dimana semua orang, setiap waktu, mempunyai akses fisik, sosial dan ekonomi
pada bahan pangan yang aman dan bergizi sehingga cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, sesuai dengan kepercayaannya sehingga bisa hidup secara aktif
dan sehat.
Beberapa hasil kajian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan
persediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin
pewujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau
individu. Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan bahwa jumlah proporsi
rumah tangga yang defisit energi di setiap provinsi masih tinggi.Berkaitan dengan
hal ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan. Menurut Purwiyatno (2010), program penganekaragaman
pangan walaupun telah sejak lama dicanangkan, tetapi belum pernah sungguh-
sungguh dan berkelanjutan dilakukan secara konsisten oleh pemerintah. Karena
itu, untuk betul-betul melaksanakan dan merevitalisasi program
8
penganekaragaman pangan, diperlukan adanya komitmen yang kuat dan jelas oleh
pemerintah.
Upaya membangun diversifikasi konsumsi pangan telah dilaksanakan sejak
tahun 60-an. Saat itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan pangan
pokok selain beras. Instruksi dari pemerintah adalah untuk lebih
menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat
baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia (Ariani dan Anshari, 2003).Namun dalam perjalanannya,
tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk
menurunkan tingkat konsumsi beras, karena diversifikasi konsumsi pangan hanya
diartikan pada penganekaragaman pangan pokok. Selanjutnya program
diversifikasi konsumsi pangan dilakukan secara parsial baik dalam konsep, target,
wilayah dan sasaran, tidak dalam kerangka diversifikasi secara utuh (Ariani dan
Anshari, 2003).
Indonesia memiliki beberapa komoditas pangan, yang dapat dikembangkan
sebagai komoditas pangan nasional. Diversifikasi produksi pangan ini bisa
dilakukan melalui pengembangan pangan karbohidrat khas Nusantara spesifik
lokasi seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung dan lain-lain. Salah satu hal yang
perlu dilakukan untuk tercapainya usaha diversifikasi pangan adalah
pengembangan produk (Product Development) melalui peran industri pengolahan
untuk meningkatkan cita rasa dan citra produk pangan khas nusantara.
Menurut BPS (2000) usaha industri pengolahan adalah usaha yang mengubah
barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang
yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya sehingga lebih
9
dekat ke pemakai akhir untuk tujuan komersil. Sedangkan definisi dari industri
pengolahan itu sendiri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga
menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi
barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat ke pemakai akhir.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan
perakitan.
Subsektor industri pengolahan pangan merupakan salah satu kegiatan yang
telah lama dikenal masyarakat. Proses produksinya yang sederhana dan bahan
baku yang berasal dari hasil pertanian menjadikan industri ini tumbuh pesat
dikalangan menengah kebawah. Dengan semakin meluasnya kegiatan ekonomi,
proses pengolahan pangan tidak lagi sekedar untuk mencukupi kebutuhan sendiri,
tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat.
Peranan industri pengolahan pangan dalam diversifikasi pangan merupakan
faktor penarik, karena dapat meningkatkan permintaan produk pangan bahan baku
(Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Bersamaan dengan meningkatnya permintaan
ini, maka harga bahan baku tersebut cenderung naik.
2.2 Pengertian Rantai Pasokan
Menurut Indrajit (2002) rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem
yang dilalui organisasi bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke
pelanggan. Mata rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang
saling berhubungan, yang mempunyai tujuan sama yaitu seefektif dan seefisien
mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang atau jasa.
Sedangkan Heizer dan Render (2006) menyatakan rantai pasokan mencakup
10
interaksi di antara Supplier, produsen, distributor, dan pelanggan. Rantai pasokan
mencakup transportasi, informasi perencanaan, transfer uang secara kredit
maupun tunai, serta transfer ide desain, dan bahan. Gambar 1 memperlihatkan
aktivitas dalam rantai pasokan objek penelitian.
Gambar 1. Rantai Pasokan Objek Penelitian Sumber : Heizer dan Render, 2006
Didalam aktivitas rantai pasokan terdapat tiga macam aliran, pertama adalah
aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Contohnya bahan baku yang dikirim dari beberapa Supplier ke produsen
(perusahaan). Setelah produk selesai diproduksi, kemudian produk dikirim ke
distributor lalu ke pengecer/ritel kemudian ke pelanggan akhir. Kedua adalah
aliran informasi tentang data penelitian pasar, informasi penjadwalan, rekayasa
dan desain serta arus pesanan dan uang tunai yang mengalir dari hilir ke hulu.
Ketiga adalah uang secara kredit maupun tunai serta ide dan desain untuk
memuaskan pelanggan yang mengalir dari hulu ke hilir.
Menurut Pujawan (2005) informasi tentang persediaan produk yang masih
ada dibeberapa ritel/toko sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik.
Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh Supplierjuga
11
sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku
sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima.
Menurut Chopra & Meindl (2007) tujuan yang hendak dicapai dari setiap
rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara
keseluruhan. Tunggal (2009) menjabarkan tujuan atau hasil dari proses rantai
pasokan ini adalah:
1. Mengembangkan tim yang berfokus pada pelanggan sehingga dapat
memberikan persetujuan produk dan jasa yang menguntungkan kedua
belah pihak pada pelanggan penting secara strategis.
2. Membuat kontak hubungan yang secara efisien manangani pertanyaan-
pertanyaan dari semua pelanggan.
3. Secara terus-menerus mengumpulkan, menyususun, dan meng-update
permintan pelanggan untuk menyesuaikan supply dan demand.
4. Mengembangkan sistem produksi yang tanggap secara cepat pada
perubahan kondisi pasar.
5. Mengatur hubungan dengan Supplier sehingga perbaikan secara
berkesinambungan dapat berjalan lancar.
6. Pengiriman pesanan tepat waktu dan sasaran yang benar.
7. Minimalisasi waktu siklus ketersediaan retur (return to available).
2.3 Manajemen Rantai Pasokan
Manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) adalah
pengintegrasian aktifitas pengadaan bahan dan pelayanan, perubahan menjadi
barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan (Heizer dan
12
Render, 2006). Kalakota dalam Irghandi (2008), menyatakan munculnya
manajemen rantai pasokan dilatarbelakangi oleh dua hal pokok, yaitu :
1. Praktik manajemen logistik tradisional pada era modern ini sudah tidak
relevan lagi, karena tidak dapat menciptakan keunggulan kompetitif.
Indrajit dan Djokopranoto (2002) mengartikan keunggulan kompetitif
adalah keunggulan yang diciptakan melalui cara bekerja, oprasional
produksi yang baik dalam perusahaan.
2. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat dengan persaingan yang
semakin ketat.
Menurut Gaspersz (2012) manajemen rantai pasokan adalah pendekatan
sistemik, desain, perencanaan, eksekusi, pengendalian dan pemantauan aktifitas-
aktifitas rantai pasokan yang bertujuan menciptakan nilai, mengidentifikasi dan
menghilangkan waste atau pemborosan (aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah),
membangun infrastruktur yang kompetitif, mengefektifkan worldwide logistics,
mengatur arus penawaran dan permintaan yang terjadi dan mengukur kinerja
secara global untuk mengejar keunggulan disepanjang rantai pasokan (Supplier-
input-process-output-customer).
Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang memberikan
solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan
kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan
konsumen. Manajemen rantai pasokan menawarkan suatu mekanisme yang
mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya
operasional perusahaan (Anatan dan Ellitan, 2008). Prinsip manajemen rantai
pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas
13
yang terkait dengan aliran material atau produk, baik yang ada dalam satu
organisasi maupun antar organisasi. Struktur manajemen rantai pasokan dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Manajemen Rantai Pasokan Sumber : Siagian, 2005
Struktur manajemen rantai pasokan yaitu aktifitas yang terjadi mulai dari hulu
hingga hilir, mulai dari beberapa atau banyak Supplier yang memasok bahan baku
kemudian masuk ke persediaan, lalu diolah dalam pabrik (perusahaan), setelah itu
produk yang telah diolah/ diproduksi kemudian didistribusikan oleh distributor
kepada konsumen akhir. Arus kredit dan bahan baku terjadi dari hulu ke hilir
sedangkan informasi penjadwalan, arus kas dan pesanan terjadi dari hilir ke hulu.
Menurut Turban, Rainer dan Porter (2004), terdapat tiga macam komponen
rantai pasokan, yaitu :
a. Bagian Hulu Rantai Pasokan
Bagian hulu rantai pasokan meliputi aktivitas dari suatu perusahaan
manufaktur dengan para penyalurannya (dapat berupa manufaktur,
assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur
mereka (para penyalur second-tier). Hubungan pada penyalur dapat
14
diperluas menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan kebutuhan dan semua
jalur asal material, contohnya langsung dari pertambangan, perkebunan
dan lain-lain. Pada bagian hulu rantai pasokan, pengadaan merupakan
aktivitas yang mendapat prioritas utama.
b. Bagian Internal Rantai Pasokan
Bagian internal rantai pasokan meliputi semua proses pemasukan barang
ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para
penyalur menjadi produk perusahaan itu. Pada bagian internal rantai
pasokan, perhatian utama difokuskan pada manajemen produksi, pabrikasi,
dan pengendalian persediaan.
c. Bagian Hilir Rantai Pasokan
Bagian hilir rantai pasok meliputi semua aktivitas yang melibatkan
pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Pada bagian hilir rantai
pasokan, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi,
dan pelayanan purna jual.
Menurut Tunggal (2009), anggota rantai pasokan ada dua, yaitu : anggota
primer dan anggota sekunder. Anggota primer adalah semua perusahaan / unit
bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manjerial
dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi
pelanggan atau pasar. Anggota sekunder adalah perusahaan-perusahaan yang
menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas, atau aset-aset bagi anggota
anggota primer di rantai pasokan, misalnya : agen-agen ekspedisi yang
menyewakan truk, bank-bank yang memberikan pinjaman bagi retail, perusahaan-
perusahaan yang menyediakan peralatan produksi, pencetak brosur dan semua
15
anggota yang tidak secara langsung berpartisipasi atau memberi nilai tambah
proses dari perubahan masukan menjadi keluaran untuk pelanggan akhir.
Chopra dan Meindl (2007) mengklasifikasikan proses-proses rantai pasokan
suatu perusahaan kedalam tiga proses makro berikut, sebagaimana juga
ditunjukkan pada dalam Tabel 3.
Tabel 3. Tiga Proses Makro Rantai Pasokan
Sumber : Chopra dan Meindl (2007)
2.4 Konsep Rantai Nilai Sebagai Penjabaran Aktivitas Rantai Pasok
Alat pokok untuk mendiagnosis keunggulan bersaing dan mencari cara untuk
memperkuatnya adalah rantai nilai (value chain), yang membagi perusahaan ke
dalam berbagai kegiatan yang dilakukannya dalam mendesain, membuat,
memasarkan, dan mendistribusikan produknya. Rantai nilai menggambarkan nilai
total, dan terdiri atas aktivitas nilai (value activities) dan margin. Aktivitas nilai
adalah kegiatan fisik dan teknologis yang diselenggarakan perusahaan. Margin
adalah selisih antara nilai total dengan biaya kolektif untuk menyelenggarakan
aktivitas nilai (Porter, 1985). Pendekatan analisis rantai nilai merupakan cara
Supplier Perusahaan Konsumen SRM ( Supplier
Relationship Management)
yaitu semua proses yang
berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan
Suppliernya
ISCM ( Internal Supply Chain
Management) yaitu semua
proses yang terjadi dalam
internal perusahaan.
CRM ( Customer Relationship
Management) yaitu semua
proses yang berfokus pada
interaksi antara perusahaan
dengan konsumennya
Aktivitas : Aktivitas: Aktivitas:
1. Memasok (source) 1. Perencanaan strategis 1. Pasar
2. Negosiasi 2. Perencanaan
permintaan 2. Harga
3. Pembelian 3. Perencanaan pasokan 3. Jual
4. Kolaborasi desain 4. Pemenuhan
(fulfillment) 4. Pusat panggilan
5. Kolaborasi
pasokan 5. Pelayanan lapangan 5. Manajemen pesanan
16
memandang secara sistematis perusahaan melayanipelanggannya. Analisis rantai
nilai ini ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rantai Nilai Generik (value chain) Sumber : Michael E Porter, Keunggulan bersaing (1992)
Porter (1992) menjabarkan aktivitas-aktivitas nilai dalam rantai pasokan
sebagai berikut :
1. Logistik ke dalam merupakan kegiatan yang berkaitan dengan asset dan
biaya untuk memperoleh bahan bakar, energi, bahan mentah, komponen,
barang dagangan dan barang konsumsi dari Supplier. Logistik ke dalam
juga merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan,
penyimpanan dan dimensi masukan dari suplier dan kegiatan inspeksi
serta manajemen pergudangan.
2. Operasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya untuk
mengubah masukan ke dalam bentuk produk akhir, misalnya produksi,
perakitan, pengemasan, pemeliharaan peralatan, fasilitas, operasi,
penjaminan mutu dan perlindungan terhadap lingkungan.
17
3. Logistik keluar merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya
yang berhubungan dengan pendistribusian produk secara fisik ke pembeli,
misalnya penyimpanan barang jadi, pengolahan order, pemilihan dan
pengepakan order, pengangkutan barang dan operasi kendaraan untuk
mengantarkan barang.
4. Pemasaran dan penjualan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset
dan biaya yang berkaitan dengan periklanan dan promosi, usaha wiraniaga,
perencanaan dan riset pasar serta dukungan terhadap dealer atau dukungan
terhadap distributor.
5. Pelayanan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang
berhubungan dengan penyediaan bantuan kepada pembeli, misalnya
instalasi, suku cadang, pemeliharaan dan reparasi, bantuan teknis,
komplain dan keinginan pembeli.
6. Infrastruktur perusahaan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset
dan biaya yang berhubungan dengan manajemen umum, akuntansi dan
keuangan, hukum dan peraturan, keselamatan dan keamanan, sistem
informasi manajemen dan fungsi lain yang berkaitan dengan biaya.
7. Manajemen sumberdaya manusia merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan aset dan biaya yang berhubungan dengan perencanaan sumberdaya
manusia, rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan, penilaian kinerja,
kompensasi, pemeliharaan karyawan termasuk aktivitas hubungan
karyawan.
8. Pengembangan teknologi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset
dan biaya yang berhubungan dengan riset dan pengembangan produk, riset
18
dan pengembangan proses, perbaikan desain proses, desain peralatan,
pengembangan perangkat lunak komputer, sistem telekomunikasi, desain
dan rekayasa berbasis komputer, kemampuan database yang baru dan
sistem dukungan keputusan yang terkomputerisasi.
9. Pembelian merupakan kegiatan yang berkaitan dengan aset dan biaya yang
berhubungan dengan pembelian dan penyediaan bahan mentah,
penyuplaian, pelayanan dan kebutuhan sumberdaya dari luar untuk
mendukung perusahaan dan aktivitasnya. Beberapa aktivitas yang
dijalankan ini merupakan bagian dari aktivitas pembelian logistik ke dalam
perusahaan.
Aktivitas rantai pasokan dapat dianalisis dengan mengikuti konsep rantai nilai
yang dikemukakan oleh Michael E Porter. Menurut Porter dalam bukunya
“Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul”
rantai nilai merupakan alat untuk menguji seluruh kegiatan perusahaan secara
sistemik serta bagaimana hubungannya untuk menganalisis daya saing
perusahaan.
Aktivitas nilai dapat dibagi kedalam dua golongan besar, yaitu aktivitas
primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer meliputi penciptaan fisik,
pemasaran, penyampaian dan dukungan purnajual produk atau jasa perusahaan.
Aktivitas primer terdiri dari lima kelompok generik, yaitu logistik ke dalam,
operasi, logistik ke luar, pemasaran dan penjualan serta pelayanan. Sedangkan
aktivitas pendukung mencakup penyediaan infrastruktur atau masukan yang
memungkinkan berbagi kegiatan utama berlangsung secara terus menerus.
19
Kegiatan pendukung mencakup infrastruktur perusahaan, manajemen sumberdaya
manusia, pengembangan teknologi serta pembelian (Porter, 2007).
2.5 Manajemen Pembelian dan Hubungan Supplier
Gaspersz (2012) dalam bukunya yang berjudul “All-In-One Practical
Management Excellence” menyatakan manajemen pembelian (purchasing
management) mengatur aliran barang dan jasa dalam suatu perusahaan serta
menangani semua data yang berhubungan dengan Supplier. Manajemen
pembelian yang efektif memerlukan pengetahuan dari rantai pasokan (supply
chain), bisnis dan hukum pajak, faktur dan prosedur persediaan (inventory), serta
transportasi dan masalah logistik. Meskipun pengetahuan tentang barang dan jasa
yang akan dibeli adalah penting, profesional manajemen pembelian juga harus
mampu mendesain, merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan strategi
pembelian untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Pemilihan Supplier terpercaya adalah bagian penting dari manajemen
pembelian. Profesional manajemen pembelian harus selalu menilai calon Supplier
dalam hal kemampuan Supplier untuk memberikan barang-barang berkualitas
dengan harga yang sesuai dan tepat waktu (Gaspersz, 2012).
Profesional manajemen pembelian juga harus menjadi negosiator yang baik,
memahami informasi teknis produk, memiliki kemampuan bisnis yang baik,
memahami perangkat lunak komputer (software), memahami metodologi
pemasaran, serta menjadi pengambil keputusan yang unggul. Peningkatan
manajemen pembelian memerlukan keterampilan kepemimpinan dan manajemen
yang unggul (Gaspersz, 2012).
20
Gaspersz (2012) menyatakan pada dasarnya manajer pembelian mengevaluasi
Supplier berdasarkan biaya, kualitas, pelayanan, ketersediaan, keandalan dan
berbagai kriteria seleksi lainnya. Mereka memeriksa katalog, publikasi
perdagangan dan direktori untuk menemukan Supplier yang tepat. Reputasi adalah
salah satu faktor utama yang digunakan oleh manajer pembelian untuk
menentukan apakah mereka ingin bekerja sama dengan Supplier tertentu. Ketika
mengikuti pertemuan, pameran dagang dan konferensi, manajer pembelian selalu
memeriksa produk dan layanan (service), mengevaluasi produksi dan kemampuan
distribusi serta mempertimbangkan semua aspek lain yang dapat mempengaruhi
keputusan pembelian.
Tugas-tugas dari seorang manajer pembelian menurut Gaspersz (2012) adalah
sebagai berikut :
1. Menetapkan Supplier asing dan domestik
2. Menegosiasikan harga kompetitif berdasarkan pertimbangan kualitas dan
penyerahan tepat waktu.
3. Menyelenggarakan sistem pembelian online
4. Mendapatkan material dan parts yang diperlukan sesuai dengan spesifikasi
yang ditetapkan oleh bagian produksi
5. Melakukan kontrak pembelian produk (barang dan/jasa)
6. Mempelajari catatan penjualan (sales records) dan tingkat persediaan
(inventory level)
7. Menempatkan pesanan (order) dan memeriksa pengiriman
8. Mengendalikan anggaran departemen pembelian
21
2.6 Supplier Relationship Management (SRM)
Supplier Relationship Management (SRM) didefinisikan sebagai seperangkat
metodologi dan praktek yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan Supplier
produk dan jasa dari berbagai kritikalitas terhadap profitabilitas perusahaan
(Gartner dalam Poirier, 2004). Menurut Poirier (2004), SRM adalah sarana untuk
membangun hubungan yang lebih erat dengan Supplier yang dipilih, dengan
tujuan menemukan sesuatu hal yang dapat meningkatkan hubungan yang dapat
memperbaiki kinerja bisnis. Selain itu juga meningkatkan kemungkinan
menciptakan pendapatan baru yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Manajemen hubungan Supplier mencakup komunikasi yang efektif dengan
Supplier. Hal tersebut dimaksudkan bahwa dibutuhkan teknologi kolaborasi web,
manajemen pemesanan, pengiriman, dan pemeliharaan. Semakin lama hubungan
Supplier, maka hubungannya akan berkembang ke tahap yang lebih spesifik
mencakup pengembangan produk, jaminan kualitas, dan proyek-proyek
penghematan biaya (Buttle, 2007). Manfaat SRM dalam Poirier (2004), adalah:
1. Mengoptimalkan hubungan dengan Supplier, memperlakukan Supplier
yang berbeda dengan cara yang berbeda tergantung pada sifat dari
hubungan dan nilai strategis para Supplier tersebut.
2. Menciptakan keunggulan kompetitif dan mendorong penghasilan secara
bersama-sama dengan solusi-solusi baru yang lebih baik dan lebih fokus
ke pelanggan, serta solusi ke pasar dengan lebih cepat.
3. Memperpanjang dan memperkuat hubungan Supplier kritis–
mengintegrasikan para Supplier ke dalam proses bisnis.
22
4. Mendorong peningkatan keuntungan melalui pengelolaan rantai pasokan
dan biaya operasi sambil terus mempertahankan kualitas.
APICS Dictionary (2010) dalam Gaspersz (2012) mendefinisikan SRM
sebagai suatu metodologi untuk membangun dan mendukung hubungan dengan
Supplier-Supplier. Gasperz (2012) juga menyatakan salah satu kegiatan SRM
adalah memilih Supplier yang tepat agar perusahaan bisa berhasil. Dalam
memutuskan tentang kriteria seleksi Supplier yang masuk akal bagi perusahaan,
mitra internal, dan beberapa perusahaan yang dipilih untuk usaha bersama, berarti
perusahaan perlu menerapkan format untuk memilih nama-nama calon yang
paling mungkin untuk kegiatan SRM.
2.7 Supplier
Supplier/pemasokadalah penyedia bahan baku maupun barang jadi bagi
perusahaan. Supplier sangat berperan penting dalam kelancaran operasional
perusahaan. oleh karena itu, memilih Supplier merupakan kegiatan yang strategis,
terutama apabila Supplier tersebut akan memasok item yang penting dan atau
akan digunakan dalam jangka panjang (Pujawan, 2005).
2.7.1 Seleksi dan Evaluasi Supplier
Pemilihan Supplier yang kompeten merupakan keputusan strategis
pertama yang menentukan kesuksesan implementasi manajemen rantai pasokan.
Seleksi Supplier sangat disadari sebagai salah satu tanggung jawab terpenting
dalam fungsi manajemen pengadaan. Supplier yang terkelola dengan baik dalam
suatu rantai pasokan akan memberikan efek jangka panjang terhadap daya saing
keseluruhan rantai pasokan itu sendiri dan dampak yang mendalam pada kepuasan
23
pelanggan (Pujawan, 2005). Pearson dan Ellram (1995) menyebutkan beberapa
alasan mengapa seleksi dan evaluasi Supplier menjadi hal yang begitu penting,
terutama sehubungan dengan dampak yang diberikan oleh manajemen rantai
pasokan, sebagai berikut (Hou dan Huang 2002):
1. Tren reduksi basis pasokan dan hubungan jangka panjang dengan Supplier.
Adopsi praktek just-in-time yang semakin meningkat dalam industri
manufaktur telah meningkatkan perhatian terhadap reduksi basis pasokan,
sehingga proses seleksi dan evaluasi Supplier menjadi lebih penting.
Reduksi basis pasokan ini melibatkan komitmen jangka panjang dengan
Supplier, yang pada gilirannya mendorong adanya sharing sumberdaya
karena interaksi yang lebih kuat antara pembeli dan Supplier. Pada
umumnya, evaluasi Supplier dapat dijadikan alat untuk mengurangi
variabilitas bagi konsumen dengan mengurangi variabilitas Supplier dari
sisi pengiriman, kualitas, fleksibilitas dan sebagainya.
2. Strategi pelibatan Supplier dalam proses desain produk. Praktek ini
dianggap sebagai salah satu kontributor yang signifikan dalam mengurangi
biaya dan meningkatkan kualitas pada siklus produksi.
3. Perkembangan sistem informasi Electronic Data Interchangeable (EDI)
yang memfasilitasi koordinasi dan interaksi yang lebih dekat antara
pembeli dan Supplier.
2.8 Kriteria Supplier yang Ideal
Menentukan kriteria Supplier yang ideal untuk industri pengolahan pangan
tidak terlepas dari bagaimana perusahaan dan perusahaan Supplier merencanakan,
menerapkan, menjalankan dan memeliharaGood Manufacturing Practices (GMP)
24
sebagai persyaratan kelayakan dasar dan penerapan sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) yang merupakan salah satu bentuk manajemen
resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen (eBookpangan.com, 2006).
Perusahaan Supplier khususnya Supplier bahan baku pangan ikut berperan
dalam menjamin keamanan pangan karena merupakan salah satu anggota kritis
dari rantai pangan yang terjadi hingga produk siap dipasarkan kepada konsumen
akhir. Setiap industri pengolahan pangan yang akan menerapkan sistem keamanan
pangan model HACCP harus direncanakan, dirancang/didisain dan
diimplementasikan suatu program persyaratan kelayakan dasar atau sering disebut
dengan istilah "prerequisite programs". Program persyaratan kelayakan dasar atau
prerequisite programs ini menurut Bernard dan Parkinson (1999) merupakan
suatu fondasi yang harus dan perlu dipenuhi oleh setiap industri pangan guna
menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu ditinjau dari aspek
keamanan dan kesehatan.
Konsep program persyaratan kelayakan dasar ini pertama kali dicetuskan oleh
Agriculture and Agri-Food Canada's (AAFC) dalam rangka program peningkatan
keamanan pangan di Kanada dan mereka mendefinisikan program persyaratan
kelayakan dasar ini sebagai "suatu langkah-langkah universal atau prosedur yang
mengendalikan kondisi operasional dalam suatu industri pangan yang
didirikannya guna memenuhi kondisi lingkungan tetap baik untuk menghasilkan
pangan yang aman" (Gombas dan Stevenson, 2000). National Advisory
Committee on Microbiological Kriteria for Foods (NACMCF, 1998)
25
mendefinisikan program persyaratan kelayakan dasar sebagai "suatu prosedur
termasuk prosedur cara produksi pangan yang baik atau good
manufacturingpractice (GMP) yang ditujukan untuk menyediakan kondisi
operasional dasar sistem HACCP".
Prinsip program persyaratan kelayakan dasar untuk sistem HACCP mencakup
suatu program dan prosedur yang sudah harus tersedia didalam industri pangan,
termasuk program penerimaan bahan baku dan cara penyimpanannya, manajemen
keluhan pelanggan/konsumen, kemampuan telusur bahan ingredien yang
digunakan hingga produk pangan dihasilkan serta program persetujuan untuk
Supplier (approved Supplier) barang-barang yang masuk ke dalam perusahaan
industri pangan (Gombas dan Stevenson, 2000).
Menurut Bernard dan Parkinson (1999), program persyaratan kelayakan dasar
seperti rancangan HACCP (HACCP Plan) harus terdokumentasi dengan baik
dalam Standard Operating Procedures (SOP) yang tertulis, dimengerti dan
dihayati oleh setiap karyawan yang bekerja di industri pangan yang bersangkutan.
Program persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs ini jika
diperlukan dapat ditinjau/dikaji ulang dan direvisi kembali oleh setiap industri
pangan guna menjamin bahwa program yang didisain dan direncanakan,
diimplementasikan secara efektif sesuai dengan tujuan keamanan pangan yang
hendak dicapai (NACMCF, 1998).
Program persyaratan kelayakan dasar terdiri dari dua bagian, yaitu cara
produksi pangan yang baik (CPPB) atau good manufacturingpractice (GMP) dan
standard prosedur operasional sanitasi atau SanitationStandard Operating
Procedure (SSOP). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia
26
telah menerbitkan pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau GMP.
Pedoman penerapan GMP ini disusun berdasarkan pedoman umum higiene
pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang pangan, terutama yang
mengatur mengenai produksi pangan.
Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM,
2011), tujuan penerapan GMP adalah menghasilkan produk akhir pangan yang
bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan selera konsumen, baik domestik
maupun internasional. Tujuan khusus penerapan GMP adalah :
1. Memberikan prinsip-prinsip dasar yang penting dalam produksi pangan
yang dapat diterapkan sepanjang rantai pangan mulai dari produksi primer
sampai konsumen akhir, untuk menjamin bahwa pangan yang diproduksi
aman dan layak untuk dikonsumsi,
2. Mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan
produksi, seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan
produksi, bahan, proses, mutu produk akhir, serta persyaratan
penyimpanan dan distribusi
3. Mengarahkan pendekatan dan penerapan sistem HACCP sebagai suatu
cara untuk meningkatkan keamanan pangan.
Pedoman penerapan GMP ini berguna bagi pemerintah sebagai dasar untuk
mendorong dan menganjurkan industri pangan untuk menerapkan cara produksi
pangan yang baik dalam rangka sebagai berikut :
1. Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh
pangan yang tidak memenuhi persyaratan,
27
2. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pangan yang dikonsumsi
merupakan pangan yang layak,
3. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan terhadap pangan yang
diperdagangkan secara internasional,
4. Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan kesehatan di bidang
pangan kepada industri dan konsumen, sedangkan bagi industri pangan
sebagai acuan dalam menerapkan praktek cara produksi pangan yang baik
dalam rangka :
a. Memproduksi dan menyediakan pangan yang aman dan layak bagi
konsumen,
b. Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada
masyarakat, misalnya dengan pelabelan dan pemberian petunjuk
mengenai cara penyimpanan dan penyediaannya, sehingga masyarakat
dapat melindungi pangan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi
dan kerusakan pangan, yaitu dengan cara penyimpanan, penanganan
dan penyiapan yang baik,
c. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional
terhadap pangan yang diproduksinya (Ditjen POM, 2011).
Berdasarkan literatur dapat disimpulkan beberapa kriteria Supplier yang ideal
mengacu pada penerapan GMP dan HACCP dalam industri pengolahan pangan
adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan Supplier mengenai isu keamanan pangan
28
2. Perusahaan Supplier telah menerapkan GMP dan HACCP didukung
dengan memiliki sertifikat dari lembaga sertifikasi standar internasional di
Indonesia
3. Memiliki data kandungan bahan kimia (untuk produk-produk tertentu)
4. Memiliki sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) dari Dinas
Kesehatan setempat (untuk produk-produk tertentu)
5. Kelengkapan dokumen sertifikasi halal dan layak edar
6. Jaminan kualitas
7. Kesesuaian spesifikasi bahan
Dilihat dari sudut pandang manajerial, sekumpulan kriteria seleksi Supplier
perlu diidentifikasi dari berbagai industri. Terkait hal tersebut, banyak peneliti
mengkaji dan membahas tentang kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi dan
evaluasi Supplier di berbagai industri (Cheng et al. 2009). Salah satunya
penelitian Eka (2011) meringkaskan kriteria Supplier yang digunakan oleh PT.
Nippon Indosari Corpindo, sebuah industri bakery sebagai berikut :
1. Kehalalan
a. Dokumen pendukung lengkap
b. Audit lapangan
c. Sertifikasi kehalalan internasional yang diakui oleh LPPOM MUI
2. Kualitas
a. Kesesuaian bahan baku dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan
b. Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten
c. Penyediaan bahan baku tanpa cacat dan bebas bakteri
29
3. Harga
a. Kesesuaian harga
b. Kemampuan memberikan diskon
c. Mekanisme pembayaran yang mudah
4. Ketersediaan Barang
a. Kemampuan memenuhi pesanan
b. Persediaan untuk pesanan mendadak
5. Reputasi Supplier
a. Perusahaan Supplier dan produknya telah banyak dikenal
b. Dipercaya oleh perusahaan
6. Waktu Pengiriman
a. Kemampuan mengirimkan pesanan tepat waktu
b. Lead time pengiriman singkat
c. Kemampuan menangani masalah sistem transportasi
Seleksi Supplier merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam
kriteria harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusannya. Analisis
mengenai kriteria untuk memilih dan mengukur kinerja Supplier telah menjadi
fokus perhatian banyak ilmuwan dan praktisi pengadaan sejak 1960-an. Vincent
Gasperz (2012) dalam bukunya “All-In-One Practical Management Excellence”
merancang sebuah formulir seleksi dan evaluasi Supplier untuk diterapkan pada
beberapa perusahaan industri di Indonesia sebagai penggunaan analisis seleksi dan
evaluasi Supplier pada Tabel 4.
30
Tabel 4. Formulir Seleksi dan Evaluasi Supplier Vincent Gaspersz (2012)
No Kriteria Seleksi dan Evaluasi Supplier (5) (4) (3) (2) (1) A. Keadaan Umum Supplier
1 Ukuran dan/atau kapasitas produksi
2 Kondisi financial
3 Kondisi operasional
4 Fasilitas riset dan desain
5 Lokasi geografis
6 Hubungan kerja antar karyawan
7 Hubungan dagang antar industri
8 Dan lain-lain
B. Keadaan Pelayanan
1 Waktu penyerahan material
2 Kondisi kedatangan material
3 Mengikuti instruksi/permintaan pembeli
4 Kuantitas pesanan yang ditolak
5 Penanganan keluhan dari pembeli
6 Bantuan teknik yang diberikan
7 Bantuan dalam keadaan darurat
8 Informasi material yang diberikan
9 Informasi harga yang diberikan
10 Dan lain-lain
C. Keadaan Material
1 Kualitas material
2 Harga material
3 Keseragaman/uniformitas dari material
4 Jaminan yang diberikan oleh Supplier
5 Keadaan pengepakan/pembungkusan
6 Dan lain-lain
Sumber : Vincent Gaspersz (2012)
Keterangan :
Makna Skala :
(5) : Sangat Baik,
(4) : Baik,
(3) : Cukup,
(2) : Kurang,
(1) : Sangat Kurang
Data kriteria Supplier pada PT. AR diidentifikasi sebelum melakukan
penilaian kepentingan kriteria Supplier oleh para responden ahli/pakar. Kriteria
Supplier yang digunakan oleh PT. AR yaitu harga, kualitas, status kehalalan
produk dan waktu pengiriman. Kriteria tersebut dikombinasikan dengan kriteria
yang digunakan dalam literature mengenai seleksi dan evaluasi Supplier yaitu
kombinasi dari kriteria Supplier yang ideal mengacu pada GMP dan HACCP,
31
kriteria Supplier untuk industri bakery yang diadaptasi dari PT. Nippon Indosari
Corpindo dan formulir kriteria seleksi dan evaluasi Supplier yang telah dirancang
oleh Vincent Gasperz (2012), terdapat 21 kriteria yang akan dinilai
kepentingannya oleh pakar dengan skor rentang bobot yaitu (1) tidak penting, (2)
penting dan (3) sangat penting.
2.9 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier
Metode seleksi Supplier yaitu model atau pendekatan yang digunakan untuk
melakukan proses pemilihan Supplier. Metode yang dipilih sangatlah penting bagi
keseluruhan proses seleksi dan dapat berdampak signifikan pada hasil seleksi
Supplier yang dilakukan. Beberapa metode telah dikembangkan dan
diklasifikasikan oleh begitu banyak peneliti selama bertahun-tahun. Ketika sebuah
perusahaan memutuskan untuk mengembangkan atau memilih suatu metode
seleksi Supplier, hasilnya berupa kombinasi dari beberapa metode dengan
keunggulan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik
perusahaan (Tahriri et al. 2007).
Menurut Iksan (2006), Multi Kriteria Decision Making (MCDM) pada
dasarnya adalah konsep yang ditujukan untuk melakukan pengambilan keputusan
yang mengandung kriteria objek majemuk juga saling konfliktual dan memiliki
ukuran yang tidak bisa saling dibandingkan, MCDM selalu melibatkan lebih dari
satu kriteria yang saling menimbulkan trade off keputusan dimana tingkat
kepuasan dari suatu kriteria berakibat pada penurunan kepuasan kriteria lainnya.
Berikut beberapa metode penunjang/pengambilan keputusan pada seleksi Supplier
yang melibatkan banyak kriteria dalam keputusannya (Multi Kriteria Decision
Making) (Tabel 5).
32
Tabel 5. Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Supplier
No
Metode
Pengambilan
Keputusan
Deskripsi Kelebihan Kelemahan
1 Analytical
Hierarchy
Process (AHP)
Metode ini pertama kali
dikembangkan oleh
Thomas Saaty pada
1971. Ini adalah suatu
metode ideal untuk
merangking alternatif
ketika terdapat banyak
kriteria dan subkriteria
pada proses
pengambilan keputusan.
(Tahriri et al. 2007).
Dapat
memecahkan
masalah dalam
suatu kerangka
berpikir yang
terorganisir,
sehingga
memungkinkan
dapat di
ekspresikan untuk
mengambil
keputusan yang
efektif atas suatu
permasalahan.
Permasalahan
yang kompleks
dapat
disederhanakan
dan dipercepat
proses
pengembilan
keputusannya.
Berstruktur linear,
tidak
mempertimbangkan
hubungan
ketergantungan, karena
hanya
mempertimbangkan
hubungan linear dari
atas ke bawah selain itu
ketergantungan model
AHP pada input
utamanya yaitu berupa
persepsi seorang ahli
sehingga model
menjadi tidak berarti
jika ahli tersebut
memberikan penilaian
yang keliru.
2 ANP
(Analytical
Network
Proces)
Alat analisis yang
mampu
merepresentasikan
tingkat kepentingan
berbagai pihak dengan
mempertimbangkan
hubungan
ketergantungan, baik
antar kriteria ataupun
sub kriteria, ANP
memberikan pendekatan
yang lebih akurat
karena mampu
menangani masalah
yang kompleks yang
berkaitan dengan
ketergantungan dan
umpan balik (Saaty and
Vargas, 2006 dalam
Satyanegara, 2012)
Berguna pada
perusahaan
besar/sektor
publik yang
memerlukan
pengambilan
keputusan dengan
jumlah informasi,
interaksi serta
umpan balik yang
banyak dan
memiliki tingkat
kompleksitas
tinggi (Zulfa,
2010)
Metode pengambilan
keputusan ini terlalu
kompleks untuk
diterapkan pada
perusahaan dengan
skala menengah ke
bawah yang memiliki
kompleksitas yang
tidak rumit dan
membutuhkan
keputusan yang cepat
dalam mengatasi
masalah (Zulfa, 2010)
33
Lanjutan Tabel 5.
No
Metode
Pengambilan
Keputusan
Deskripsi Kelebihan Kelemahan
3 Bayes Salah satu teknik
yang dapat di
pergunakan untuk
melakukan analisis
dalam pengambilan
keputusan terbaik
dari sejumlah
alternative dengan
tujuan
menghasilkan
perolehan yang
optimal (Marimin,
2004)
Mudah dipahami, hanya
memerlukan pengkodean
sederhana dan lebih cepat
dalam perhitungan
(Marimin, 2004)
Seringkali metode
bayes dianggap
sebagai probabilitas
pribadi atau
subjektif dimana
bobot bayes
didasarkan pada
tingkat
kepercayaan,
keyakinan,
pengalaman serta
latar belakang
pengambil
keputusan
(Marimin, 2004)
4 Model
pembobotan
Metode ini menilai
Supplier dengan
memperingkatkan
kinerjanya dalam
banyak kriteria dan
menghitungnya
sebagai satu
kesatuan skor.
Metode yang
dikategorikan
kedalam weighting
model diantaranya
categorical method,
dan weighted-point
method. (Petroni,
2000 dalam Abror
2011)
Metode weighted-point
selama ini merupakan
teknik yang paling umum
digunakan. Operasi
matematis dalam metode
ini sederhana namun
efisien dalam pembuatan
keputusan yang optimal
Semua kriteria
dinilai sama
penting, sehingga
jarang memberikan
masukan bagi
pengembangan
kinerja Supplier
(Kachainchai dan
Weerawat 2009
metode ini
memiliki beberapa
keterbatasan, salah
satunya yaitu
tidaklah mudah
bagi metode ini
untuk dengan
efektif
mempertimbangkan
kriteria evaluasi
yang bersifat
kualitatif
(Kachainchai dan
Weerawat 2009).
34
Lanjutan Tabel 5.
No
Metode
Pengambilan
Keputusan
Deskripsi Kelebihan Kelemahan
5 MPE (Metode
Perbandingan
Eksponensial)
Salah satu metode
untuk menentukan
urutan prioritas
alternatif keputusan
dengan kriteria
jamak. Teknik ini
digunakan sebagai
pembantu bagi
individu
pengambilan
keputusan untuk
menggunakan
rancang bangun
model yang telah
terdefinisi dengan
baik pada tahapan
proses (Marimin,
2004)
Mengurangi bias yang
mungkin terjadi dalam
analisa yaitu nilai skor
yang menggambarkan
urutan prioritas menjadi
besar (fungsi
eksponensial) ini
mengakibatkan urutan
prioritas alternatif
keputusan lebih nyata.
Metode ini cocok
diterapkan dalam
perusahaan berskala
menengah kebawah yang
memiliki permasalahan
keputusan tidak rumit,
metode ini lebih
sederhana diterapkan dan
lebih cepat dalam
perhitungan sehingga
pengambilan keputusan
semakin cepat
didapatkan untuk
mengatasi masalah
(Marimin, 2004)
Metode
pengambilan
keputusan ini hanya
cocok diterapkan
oleh perusahaan
skala menengah ke
bawah untuk sistem
penunjang
keputusan karena
dapat menyelesaikan
pengambilan
keputusan yang
sederhana dan tidak
saling
ketergantungan
(Marimin, 2004)
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dalam penelitian ini dipilih
untuk memodelkan seleksi Supplier bahan baku LBS. Alasan utamanya karena
kelebihan model ini yang mampu mengakomodir faktor-faktor kualitatif yang
sangat penting, terutama dalam kebijakan hubungan dengan Supplier. Metode ini
cocok diterapkan oleh perusahaan skala menengah seperti PT. AR untuk sistem
penunjang keputusan karena dapat menyelesaikan pengambilan keputusan yang
sederhana dan tidak saling ketergantungan.
2.9.1 Metode Perbandingan Eksponensial
Metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode
untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak.
Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambil keputusan untuk
35
menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada
tahapan proses (Marimin, 2004).
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan
menggunakan MPE adalah (Ma’arif dan Tanjung, 2003):
1. Penentuan alternatif keputusan
2. Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji
3. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan
menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil
keputusan
4. Penentuan derajat relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria
keputusan
5. Penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan
Menurut Marimin (2004), formulasi penghitungan skor untuk setiap alternatif
dalam Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) adalah sebagai berikut :
Total Nilai (TNi) =∑
TKKj
Dengan :
TNi = total nilai alternatif ke-i
RKij = derajat kepentingan relative kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj> 0 ; bulat
n = jumlah pilihan keputusan
m = jumlah kriteria keputusan
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara
dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Penentuan skor alternatif
36
pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan
nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif
tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda
secara nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin, 2004).
Penilaian alternatif pada setiap kriteria dan bobot Supplier menggunakan
skala penilaian 1-3, yaitu 3 sangat baik, 2 = baik dan 1 = tidak baik. Skala
penilaian diadaptasi dari arah kriteria, skala penilaian dan rentang bobot menurut
Marimin & Maghfiroh (2010) dalam bukunya yang berjudul “Aplikasi Teknik
Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok” yang dijadikan acuan
memilih metode indeks kinerja (lihat Tabel. 6).
Tabel 6. Pemilihan Teknik Pengambilan Keputusan berbasis Indeks Kinerja
Teknik
Satuan Penilaian
Alternatif terhadap
Kriteria
Skala Penilaian
Alternatif
terhadap Kriteria
Skala Penilaian
Bobot
CPI Tidak seragam
Campuran Rasio
(terukur nyata) dan
ordinal
Campuran skala
penilaian
Bayes Seragam Rasio (terukur nyata) Desimal (0,0 - 1,0)
atau nilai mutlaknya
MPE Seragam Ordinal Ordinal (1 - 3
sampai 1 - 9)
Sumber : Marimin & Maghfiroh (2010)
Pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dalam penelitian ini
dipilih untuk memodelkan kriteria seleksi Supplier bahan baku produk LBS pada
PT. AR. Metode Perbandingan Eksponensial mempunyai keuntungan dalam
mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang
menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial)
mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. (Marimin, 2004).
37
2.10 Penelitian Terdahulu
Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-
penelitian sebelumnya sebagaimana terangkum dalam Tabel 7.
Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Relevan
No
Peneliti,
Tahun dan
Judul
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil Penelitian
1 Abror, 2011.
Kajian Seleksi
dan Evaluasi
Supplier Pada
Rantai Pasokan
Kertas (studi
kasus di PT.
Kertas Leces
(PTKL)
Probolinggo)
Mengkaji
konfigurasi rantai
pasokan kertas dan
mengembangkan
model seleksi dan
evaluasi Supplier
Analisis deskriptif
manajemen rantai
pasok diadaptasi
dari kerangka kerja
van der vorst 2006
untuk
pengembangan
rantai pasokan.
Pemodelan AHP
untuk seleksi
Supplier
Pada kasus seleksi
Supplier kertas bekas,
reduksi biaya, harga
produk, standard an
jaminan kualitas,
reliabilitas produk, cara
pembayaran dan
ketepatan waktu adalah
factor-faktor terpenting
yang perlu mendapat
perhatian lebih. Evaluasi
Supplier dengan model
AHP yang dikembangkan
dalam suatu kasus
menempatkan Supplier A
sebagai Supplier terbaik
dengan nilai 0.3664,
diikuti oleh Supplier C
(0.3285) dan Supplier B
(0.3057).
2 Sandi, dkk.
2013. Penerapan
metode ANP
untuk pemilihan
Supplier bahan
baku CV.TX
CV. TX
membutuhkan
metode pengambilan
keputusan yang baik
dalam pemilihan
Supplier sehingga
dapat mengatasi
masalah pemesanan
bahan baku
Analisis data
menggunakan
metode ANP
(Analytic network
process)
Terdapat keterkaian
antara kriteria-kriteria
dalam pengambilan
keputusan Supplier.
Supplier B terpilih
sebagai Supplier terbaik
dengan mendapatkan
nilai normalisasi limiting
matrik terbesar yaitu
0.4324 , disusul Supplier
M dengan nilai 0.3477
dan Supplier H dengan
nilai 0.2198.
38
Lanjutan Tabel 7.
No
Peneliti,
Tahun dan
Judul
Tujuan Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
3 Bungsu, 2010.
Kajian Kriteria
Pemilihan
Supplier Buah-
buahan dengan
Proses Hirarki
Analitis (Studi
Giant
Hypermarket
Botani Square
Bogor)
Menganalisis proses
pengadaan dan
pengendalian buah-
buahan dan
pengendalian di Giant
Hypermarket Botani
Square khususnya
Divisi Produce,
Mengidentifikasi
kriteria yang
diprioritaskan Giant
dalam memilih Supplier
buah-buahan dan
Menyusun struktur
hirarki dalam
pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh
Giant dengan Proses
Hirarki Analitis
Analisis deskriptif
untuk menganalisis
kondisi rantai
pasokan PT NIC,
dan metode Proses
Hirarki Analitik
(PHA)
Hasil penelitian,
didapatkan Struktur
hirarki dalam
pengambilan
keputusan yang
dilakukan oleh Giant
dengan PHA terdiri
atas kriteria
(kualitas, biaya
operasional, lead
time, kemitraan, dan
sistem pembayaran),
subkriteria, dan
alternatif (Supplier
A, B, C, dan D).
Alternatif Supplier
yang diprioritaskan
Giant dalam
pengadaan dan
pengendalian yaitu
Supplier D (0,488)
4 Eka, 2011.
Analisis
Kesesuaian
Supplier Bahan
baku roti tawar
special (RTS)
dengan kriteria
yang ditetapkan
oleh perusahaan
(Studi Kasus:
PT. Nippon
Indosari
Corpindo)
Menganalisis rantai
pasokan untuk RTS di
PT. NIC,
mengidentifikasi proses
pemilihan Supplier
yang selama ini
dilakukan oleh PT NIC
dan menganalisis
Supplier yang dipilih
oleh PT NIC, beserta
kriteria dan sub kriteria
bahan baku yang sudah
ditetapkan oleh PT NIC
dalam memilih Supplier
bahan baku RTS
Analisis deskriptif
untuk menganalisis
kondisi rantai
pasokan PT NIC,
dan metode Proses
Hirarki Analitik
(PHA) untuk
memilih Supplier,
kriteria, dan
subkriteria yang
dipertimbangkan PT
NIC dalam memilih
Supplier
Analisis PHA
menunjukkan
Kriteria yang
menjadi prioritas
utama dalam
memilih Supplier
bahan baku RTS di
PT NIC adalah
kualitas dengan
bobot 0,216. Sub
kriteria yang menjadi
prioritas utama
adalah perusahaan
Supplier dan
produknya sudah
banyak dikenal
dengan bobot 0,712.
Supplier dengan
kinerja paling baik
yaitu PT Jaya
Fermex dengan
bobot 0,337.
39
Lanjutan Tabel 7.
No Peneliti, Tahun
dan Judul
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil Penelitian
5 Susila. 2009.
Rancang bangun
system penunjang
keputusan
perencanaan
pengembangan
agroindustri
berbasis lidah
buaya (aloe vera
lina) di kabupaten
bogor
Merancang dan
mengembangkan
model system
penunjang keputusan
perencanaan
pengembangan
agroindustri lidah
buaya dan
mempelajari berbagai
factor dan parameter
yang berpengaruh
dalam perencanaan
dan pengembangan
agroindustri lidah
buaya
Analisis data
menggunakan
metode
perbandingan
eksponensial
(MPE)
Hasil perhitungan,
kecamatan ciampea
memiliki nilai
tertinggi dan menjadi
tempat yang paling
baik dan berpotensi
untuk dijadikan
sebagai lokasi
budidaya lidah buaya.
Tempat yang paling
berpotensi untuk
dijadikan lokasi
agroindustri adalah
kecamatan ciomas
6 Sholikhin. 2006.
System penunjang
keputusan
pengembangan
agroindustri kecil
di kawasan
agropolitan (studi
kasus di kota batu,
jawa timur)
Merancang model
sistem penunjang
keputusan
pengembangan
agroindustri kecil
dikawasan
agropolitan, kota
batu, jawa timur
Analisis data
menggunakan
metode
perbandingan
eksponensial
(MPE)
Hasil perhitungan
submodel penentuan
komoditas unggulan
didapatkan komoditas
unggulan berupa apel.
Berdasarkan
perhitungan dengan
metode perbandingan
eksponensial produk
yang potensial untuk
dikembangkan adalah
produk jenang apel
2.11 Kerangka Pemikiran Konseptual
Seiring dengan peningkatan jumlah produksi LBS, serta bermunculan
kompetitor-kompetitor dalam bidang yang sama, PT. AR merasa perlu
menciptakan keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan. PT. AR harus
mampu memenuhi tuntutan pasar dengan mempertimbangkan kualitas dan
efisiensi produksi. Peningkatan efisiensi, salah satunya dapat dilakukan dengan
integrasi kegiatan rantai pasok perusahaan, agar tidak terjadi kesulitan dalam
proses perencanaan operasional rantai pasok. Konsep manajemen rantai pasok
(Supply Chain Management atau SCM) mampu mengintegrasikan pengelolaan
berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antar organisasi membentuk
satu sistem yang terpadu dan saling mendukung. Kunci bagi SCM yang efektif
40
adalah menjadikan para Supplier sebagai “mitra” dalam strategi perusahaan untuk
memenuhi pasar yang selalu berubah (Heizer dan Render, 2005).
Bahan baku merupakan unsur yang penting dalam proses produksi
perusahaan. Untuk menghasilkan produk LBS dibutuhkan beberapa bahan baku,
bahan baku diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu bahan baku utama, bahan
baku pembantu dan bahan baku penolong. Pada penelitian ini rantai pasokan
bahan baku produk Lapis Bogor Sangkuriang dianalisis dengan menggunakan
pendekatan konsep rantai nilai Michael E Porter (1985) untuk mendapatkan
gambaran tentang aktivitas rantai pasokan perusahaan. Menurut Chopra dan
Meindl (2001) dari perspektif sebuah perusahaan, proses-proses dalam rantai
pasokan dapat dikelompokkan kedalam tiga wilayah utama: customer relationship
management (CRM), internal supply chain management (ISCM), dan Supplier
relationship management (SRM). Kesuksesan rantai pasokan sangat dipengaruhi
oleh integrasi ketiga proses makro yang berjalan baik. Berfokus pada ketiga
proses makro ini, performa rantai pasokan yang melibatkan perusahaan dapat
dideskripsikan.
Fokus kajian penelitian ini selanjutnya diarahkan pada salah satu aspek
terpenting dalam proses makro SRM, yaitu seleksi Supplier. Kombinasi kriteria
yang digunakan yaitu kriteria Supplier yang ideal mengacu pada GMP dan
HACCP, kriteria Supplier untuk industri bakery yang digunakan PT. Nippon
Indosari Corpindo dan formulir kriteria seleksi dan evaluasi Supplier yang telah
dirancang oleh Vincent Gasperz (2012).
Supplier bahan baku yang akan diseleksi adalah Supplier bahan baku utama,
bahan baku tambahan dan bahan baku penolong yang memiliki Supplier tidak
41
tetap lebih dari 1. Penilaian kepentingan terhadap kriteria-kriteria Supplier bahan
baku menggunakan rentang bobot 1-3, yaitu tidak penting (1), penting (2) dan
sangat penting (3)), selanjutnya didapatkan kriteria terpilih beserta bobot
kriterianya. Setelah itu, dilakukan penilaian kesesuaian terhadap alternatif
Supplier menggunakan skala peringkat (rating scale) 1-3 yaitu sangat baik (3),
baik (2) dan tidak baik (1).
Penghitungan total nilai setiap alternatif digunakan teknik Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil dari pengolahan menggunakan teknik
MPE maka akan terlihat urutan atau prioritas calon Supplier yang potensial untuk
dipertimbangkan dan dipilih. Diagram kerangka pemikiran konseptual penelitian
ini disajikan pada Gambar 4. Penilaian kesesuaian kriteria Supplier akan dijadikan
dasar untuk perbaikan manajerial dimasa depan.
42
Keterangan :
= Alat Analisis
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual
Lingkungan Perusahaan PT. AR
Proses Bisnis PT. AR
Sejumlah Supplier
(Suppliers)
Operasi PT. AR
Aktivitas Utama &
Aktivitas Penunjang
Aktivitas Utama &
Aktivitas Penunjang
Supply
Chai
n
Man
agem
ent
(SC
M)
Anal
isis
Des
kri
pti
f :
Konse
p R
anta
i N
ilai
(V
alu
e
Chain
) M
ichae
l E
Port
er
Supplier Relationship
Management (SRM)
Kriteria-Kriteria Supplier
Adaptasi Kriteria Industri
Bakery (PT. NIC)
Kriteria menurut Vincent
Gaspersz (2012)
Kriteria
Rekomendasi Pakar
Kelengkapan
Dokumen
Keamanan Pangan
Kual
itas
Pen
gir
iman
Pelayanan dan
Manajemen
Organisasi
Biaya
Sekumpulan SupplierPT. AR
Supplier yang Memenuhi
Kriteria
Analisis Data :
Metode
Perbandingan
Eksponensial
(MPE)
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. AR, yang berlokasi di Jl. Pangeran Asogiri
RT/RW : 002/004, Kelurahan Tanah Baru – Bogor Utara, Jawa Barat. Pemilihan
lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa PT.
AR adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang boga yang belum lama berdiri
dan sedang berkembang. Usahanya menghasilkan produk yang mengolah
komoditas khas Bogor yaitu talas dalam bentuk tepung talas menjadi makanan
olahan yang mempunyai nilai tambah yaitu lapis talas dengan merk LBS. Lokasi
ini dipilih karena merupakan salah satu usaha industri pengolahan pangan di
Bogor yang berinteraksi dengan banyak pemasok bahan baku dan masih dalam
tahap pemilihan pemasok tetap. Saat ini PT. AR pun belum memiliki suatu sistem
penilaian kriteria pemasok yang sudah baku. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April 2014 sampai dengan bulan Desember 2014.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dengan cara observasi atau pengamatan, wawancara mendalam (depth
interview), pengisian kuisioner dan opini pakar. Data sekunder diperoleh dari
studi pustaka, internet, jurnal, literatur yang dianggap sesuai dengan penelitian
dan hasil penelitian terdahulu.
44
3.3 Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel menggunakan non probability sampling, yaitu
judgement sampling, artinya semua elemen populasi belum tentu memiliki
peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini juga biasa
disebut sebagai pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan. Ada beberapa
jenis cara pengambilan sampel dengan teknik ini, namun untuk penelitian ini
menggunakan judgement sampling. Peneliti memilih sampel berdasarkan
pertimbangan diantaranya responden memahami kondisi pemasok perusahaan dan
menjadi pengambil keputusan dalam memilih pemasok perusahaan. Berikut
responden-responden dalam penelitian seleksi pemasok bahan baku LBS PT. AR
(Tabel 8)
Tabel 8. Responden-Responden dalam Penelitian Seleksi Pemasok Bahan Baku
LBS PT. AR
No Responden Kuisioner
Jenis
Kuisioner Pakar Akademisi
1
Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM (Dosen
sekaligus praktisi dalam Industri Pangan Fakultas
Sains dan Teknologi, Prodi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta)
Kuisioner
Tingkat
Kepentingan
Kriteria
K1
2
Drh. Zulmanery, MM (Dosen sekaligus praktisi
dalam Industri Pangan Fakultas Sains dan
Teknologi, Prodi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta)
K1
3
Ir. Sri Purwanti, MS (Dosen sekaligus praktisi
dalam Industri Pangan Fakultas Sains dan
Teknologi, Prodi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta)
K1
45
Lanjutan Tabel 8.
No Responden Kuisioner
Jenis
Kuisioner Pengambil Keputusan Internal Perusahaan
4 Pemilik/ Direktur Utama
Kuisioner Tingkat
Kepentingan Kriteria
dan Kuisioner Seleksi
Pemasok
K1 & K2
5 Direktur Operasional
6 General Manager
7 Manager Personalia dan Umum (HR & GA)
8 SPV. Personalia dan Umum (HR & GA)
9 Manager Produksi
10 Leader Shift Produksi 1
11 Leader Shift Produksi 2
12 Leader Shift Produksi 3
13 Leader Persiapan Bahan
14 Bagian Keuangan
15 Bagian Purchasing
16 Bagian Quality Control
17 Pemasok yang bekerjasama paling lama dengan
perusahaan : CV. Bintang Niaga (pemasok
telur)
Kuisioner tingkat
kepentingan kriteria K1
Pemilihan pakar sengaja dibatasi dari kalangan akademisi dan praktisi untuk
memberikan perspektif dari sisi yang berbeda dibandingkan dengan perspektif
pelaku usaha, dalam memandang kasus seleksi pemasok. Pemilihan responden
pakar dibatasi hanya 3 orang dari banyak pakar akademisi dan praktisi karena
responden dianggap homogen dan cukup mewakili. Para pengambil keputusan
pembelian bahan baku bagi PT. AR dijadikan responden karena dianggap
mewakili dan mengetahui keadaan usaha terutama mengenai rantai pasok yang
terjadi.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Ridwan, 2009 : 30). Observasi
dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap kegiatan-kegiatan
46
yang berhubungan dengan manajemen rantai pasokan, serta informasi-
informasi lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Observasi yang
dilakukan bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum perusahaan
meliputi sejarah dan perkembangannya, struktur organisasi dan
manajemen, serta kegiatan operasional perusahaan dan melengkapi data
hasil wawancara.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) kepada responden guna menggali informasi atau data yang
digunakan untuk kebutuhan penelitian (Suharsono, 2009 : 83).Wawancara
dilakukan terhadap responden yang memenuhi kriteria expert (ahli) yaitu
orang yang mengerti benar permasalahannya dan mempunyai kepentingan
akan masalah tersebut. Responden ahli selain para pakar yang akan
diwawancarai adalah para pengambil keputusan pembelian bahan baku PT.
AR yang terdiri dari 8 orang responden, yaitu Pemilik/ Direktur Utama,
Direktur Operasional, General Manager, Departemen Personalia dan
Umum, Produksi, Keuangan, Purchasing dan Departemen Quality Control
untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum perusahaan,
sistem pembelian bahan baku LBS, karakteristik dari tiap pemasok bahan
baku yang ada, serta mengetahui proses produksi yang dilaksanakan PT.
AR. Hasil wawancara digunakan untuk penyusunan kriteria-kriteria
pemasok yang akan diberi penilaian kepentingannya oleh pakar.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dengan
menggunakan daftar pertanyaan dan wawancara tidak terstruktur untuk
47
melengkapi informasi-informasi (depth interview) (Lampiran 2). Hasil
wawancara dengan responden ahli di PT. AR dan hasil analisa deskriptif
rantai pasok dijadikan sebagai input dalam melakukan analisa seleksi
pemasok bahan baku LBS pada PT. AR dengan menggunakan Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE).
3. Kuisioner
Kuisioner adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang
bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan
pengguna. Tujuan penyebaran kuisioner ialah mencari informasi yang
lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir
bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan
dalam pengisian daftar pertanyaan (Riduwan, 2003). Kuisioner terdiri dari
2 (dua) jenis yaitu:
1) Kuisioner untuk pemberian bobot tingkat kepentingan kriteria
pemasok PT. AR (K1)
2) Kuisioner pemilihan pemasok tetap PT. AR berdasarkan kriteria
yang telah diberikan bobot tingkat kepentingannya (K2)
4. Studi pustaka
Studi pustaka yang dilakukan mengacu pada literature yang dianggap
relevan dengan penelitian ini.
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Analisis Deskriptif Rantai Pasok
Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan
hasil yang didapatkan dari wawancara. Data kualitatif juga akan diuji
48
kredibilitasnya dengan metode triangulasi. Menurut Sugiyono (2008: 83),
triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Melakukan
pengumpulan data dengan teknik ini berarti telah sekaligus menguji kredibilitas
data. Metode triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teknik, yaitu dengan
menggabungkan dan membandingkan data dari hasil pengamatan, data hasil
wawancara dan data dokumen.
Aktivitas rantai pasokan dapat dianalisis secara deskriptif dengan mengikuti
konsep rantai nilai yang dikemukakan oleh Michael E Porter. Menurut Porter
dalam bukunya “Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan
Kinerja Unggul” rantai nilai merupakan alat untuk menguji seluruh kegiatan
perusahaan secara sistemik serta bagaimana hubungannya untuk menganalisis
daya saing perusahaan. Berikut gambaran rantai pasokan menggunakan konsep
rantai nilai Michael E Porter yang akan digunakan untuk analisa deskriptif pada
Tabel 9.
Tabel 9. Aktivitas Rantai Pasokan menggunakan Konsep Rantai Nilai Michael E
Porter
Proses Utama Logistik
Masuk
Operasi Logistik
Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan (1) (2) (3) (4) (5)
Aktivitas
Manajemen SDM
Proses
Pendukung
Logistik
Masuk
Operasi Logistik
Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan Infrastruktur Pengembangan
Teknologi
Sumber : Michael E Porter, Keunggulan bersaing (1985)
49
3.5.2 Analisis Kuantitatif
Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data kuantitatif
seleksi pemasok bahan baku LBS adalah dengan menggunakan Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE) dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007.
Pendekatan MPE dipilih untuk memodelkan seleksi pemasok bahan baku LBS
pada PT. AR.
3.5.3 Skala Penilaian dan Rentang Bobot
Pemilihan skala penilaian dan rentang bobot dalam pengambilan
keputusan kasus seleksi supplier adalah berdasarkan karakteristik yang
dihubungkan dengan teknik yang memiliki ketepatan karakteristik dengan kasus
tersebut.Menurut Marimin & Maghfiroh (2010) rentang bobot yang dijadikan
acuan memilih pada Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kriteria Skor Rentang Bobot pada MPE
Kriteria Skor Tidak Penting 1
Penting 2
Sangat Penting 3
Penilaian pada umumnya diisi atasan untuk memutuskan pendapat yang
paling sesuai dari setiap tingkat hasil kerja. Seorang penilai memberikan sebuah
nilai kuantitatif (bobot) yang mencerminkan nilai rata-rata yang akan dihitung dan
dibandingkan (Riduwan,2003). Skala penilaian MPE dalam penelitian ini
digunakan untuk menilai masing-masing calon pemasok PT. AR terhadap kriteria
terpilih yang masing-masing kriteria telah diberikan bobot kepentingannya. Skor
dan respon yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11.
50
Tabel 11. Kriteria Skor Skala Penilaian pada MPE
Kriteria Skor Tidak Baik 1
Baik 2
Sangat Baik 3
3.5.4 Metode Perbandingan Eksponensial
MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas
alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai
pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang
bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Formulasi
perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam MPE adalah :
Total Nilai (TNi) =∑
TKKj
Dengan :
TNi = Total nilai alternatif ke-i
RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj> 0 ; bulat
n = Jumlah pilihan keputusan
m = Jumlah kriteria keputusan
3.6 Definisi Operasional
Sebuah penelitian mempunyai variabel sebagai aspek yang akan dianalisis.
Nazir (2005) menyatakan definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan
kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan
kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur
variabel tersebut. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini
terdapat dalam Lampiran 1.
51
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Profil Perusahaan
1. Nama Perusahaan : PT. Agrinesia Raya (PT.AR)
2. Bidang Usaha : Oleh-oleh khas daerah
3. Jenis Produk/Jasa : Cake/Pastry
4. Alamat Perusahaan : Jl. Pangeran Asogiri RT/RW : 002/004
Kelurahan Tanah Baru-Bogor Utara
5. Nomor Telepon/ Fax : 0251-83 70 800
6. Website : www.lapisbogor.co.id
7. Tahun Berdiri : September 2011
8. Brand Produk : LBS
4.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. AR yang baru dikukuhkan secara resmi menjadi Perseroan Terbatas (PT)
pada tanggal 8 Maret 2013 dengan berdasarkan Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) nomor : 517/270/PK/B/BPPTPM/VI/2013. Perusahaan yang telah berdiri
pada bulan September tahun 2011 mengalami perkembangan usaha yang sangat
pesat. Diawali dari industri rumah tangga dengan kemampuan dan pasar yang
sangat minim. Jumlah total karyawan PT. AR pada awalnya hanya 2 orang staff
produksi, saat ini jumlah karyawannya mencapai 218 orang, dimana 169 orang
merupakan staff produksi, helper dan teknisi, 31 orang adalah staff pemasaran,
customer service dan distribusi, 9 orang di tingkat manajemen perusahaan, 3
orang bertugas sebagai sopir dan 9 orang security.
52
Usaha lapis talas yang dijalankan PT. AR berawal dari ide ibu Rizka Wahyu
Romadhona (29), wanita kelahiran Surabaya, ia terinspirasi dari lapis Surabaya.
Dengan konsep mengangkat konten lokal khas Bogor yakni talas sebagai salah
satu bahan bakunya. Sumber bahan baku talas sendiri di Bogor sangat banyak.
Sentra produksi talas tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Bogor. Potensi ini
masih belum dimaksimalkan oleh masyarakat Bogor, banyak pelaku usaha di
Bogor yang hanya menjual talas dalam bentuk umbinya tanpa memberikan nilai
tambah. Potensi ini kemudian diambil oleh PT. AR dalam membangun bisnisnya
di bidang oleh-oleh khas Bogor. Hal ini membuat perbedaan yang sangat
signifikan dibandingkan dengan produk-produk yang ada di pasar. Bogor yang
merupakan salah satu tujuan pariwisata di Jawa Barat merupakan potensi pasar
yang baik untuk pemasaran produk LBS.
PT. AR saat ini memiliki empat gerai outlet tempat menjual produk-
produknya yaitu di Jl. Soleh Iskandar No 100, Jl. Pajajaran No 20 O, Komplek
Ruko Bantar Kemang, Jl Raya Puncak No 113 Cibogo dan di Jl. Raya Bogor-
Jakarta Ruko Galaxy Kav. B. Keempat tempat ini dipilih karena letaknya yang
sangat strategis dan biaya sewanya lebih murah dibandingkan dengan ruko-ruko
yang lain.
PT. AR menjajakan produk hasil olahannya sebelum memulai membuka
outlet melalui sistem pemasaran dari mulut ke mulut yang dimulai dari tetangga
rumahnya. Setelah sukses menjual produknya di beberapa komunitas, seperti
komunitas pengajian, komunitas pengusaha dan lain lain, PT. AR mulai menjalin
kerja sama dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian dalam bentuk pasokan
kue untuk acara-acara tertentu. PT. AR mendapatkan kesempatan untuk
53
memasarkan produknya dari satu pameran ke pameran lainnya, sehingga mulai
banyak masyarakat yang mengenal. PT. AR mendapat kesempatan menjalin kerja
sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Berkat kerja sama tersebut, PT.
AR dapat menjalin kerja sama yang lebih luas dengan Persatuan Hotel dan
Restoran Indonesia serta mendapat kesempatan untuk mempromosikan produknya
di hotel dan tempat pariwisata yang ada di Bogor. PT. AR juga membuat sistem
reseller dengan memberikan potongan harga sebesar 20% kepada mitra yang
ingin menjual produk olahannya. PT. AR memiliki tim “marketing freelance”
yang membantu memasarkan produk LBS dengan sistem reseller ini.
4.3 Visi dan Misi
PT. AR memiliki visi yaitu “Menjadi Pelopor Cakery dan Pastry Kelas Dunia
dengan Kenyamanan, Kepuasan dan Kebahagiaan Bersama”. PT. AR
mengutamakan cita rasa, kualitas dan mutu produk berkelas dunia agar kepuasan
pelanggan terpenuhi, mengedepankan budaya dan kode etik antara lain rasa
memiliki antar karyawan dan pelanggan, komunikasi yang baik dari tingkat
direksi, manajemen dan karyawan dengan pelanggan, pelayanan yang tulus dan
mengutamakan cita rasa dan kepuasan pelanggan, kualitas dan mutu produk
berkelas dunia yang diminati seluruh lapisan masyarakat serta inovasi yang terus
dikembangkan sehingga menjadikan produk ini berbeda dan memiliki daya saing
yang tinggi dengan kompetitor lainnya.
PT. AR memiliki misi sebagai berikut :
1. Mempersembahkan produk dan pelayanan dengan kualitas terbaik
2. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, efisien dan komunikatif demi
kesejahteraan dan kebahagiaan bersama
54
3. Menggunakan bahan-bahan pilihan dan bermutu sehingga tercipta produk
yang sehat dan berkualitas
4. Terus menerus melakukan inovasi untuk menciptakan cakery dan pastry
kelas dunia
PT. AR berkomitmen untuk meningkatkan semangat kerja tinggi, tulus dan
positif, berusaha mencapai target bersama, menjunjung tinggi budaya, kode etik,
visi dan misi, bertanggung jawab terhadap tugas, kewajiban, konsisten dan
peristen menjalankan action-plan serta melayani dengan tulus.
4.4 Struktur Organisasi
Kemajuan industri menuntut adanya keterpaduan antara sistem organisasi
dengan sistem manajemen. Hal ini berkaitan dengan kebijaksanaan atau peraturan
dalam mencapai hasil produksi yang baik dan efektif. Keadaan ini perlu didukung
oleh organisasi yang mantap.
Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan
dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan
bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi (Prajudi, 1985).
Struktur organisasi PT. AR belum tertata rapi, dari awal berdiri dan
dikukuhkan menjadi PT, perusahaan ini masih menggunakan jasa konsultan bisnis
untuk membenahi manajemen. Saat ini pada setiap divisi hanya dipimpin oleh
seorang manajer atau supervisor dikarenakan kekosongan posisi. Tetapi untuk
55
jobdesk masing-masing posisi sudah tertera dengan jelas. Struktur organisasi PT.
AR dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.4.1 Uraian Tugas
Tugas dari masing-masing jabatan di PT. AR, yaitu :
1. Presiden Direktur
Presiden Direktur di PT. AR adalah sekaligus pemilik perusahaan.
Direktur merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap gerak
majunya suatu perusahaan karena di sini Presiden Direktur merencanakan
semua kegiatan yang akan dilaksanakan dalam sebuah perusahaan.
2. General Manager
General Manager bertanggung jawab memastikan sistem di setiap
departement store dan produksi berjalan sesuai Standar Operasional
Prosedur (SOP), Melakukan forecast terkait peningkatan penjualan dan
fasilitas yang dibutuhkan setiap departemen, mengawasi budget plan yang
dibuat oleh store dan production manager danmengawasi target profit
disetiap departemen.
3. Research and Development (R & D) Manager
Research and Development (R & D) Managerbertanggung jawab terhadap
pengembangan dan inovasi produk demi menunjang kinerja dan kualitas
perusahaan.
4. Manajer Produksi (Production Manager)
Manajer Produksi bertanggung jawab mengontrol biaya produksi,
menekan, mengevaluasi penyebab angka reject dan melakukan tindakan
perbaikan, meningkatkan dan memastikan kualitas produk terjaga,
56
mengawasi dan mengontrol pencapaian target, membuat forecasting target
produksi dan penyediaan bahan baku
5. Store Manager
Bertanggung jawab terhadap operasional store keseluruhan, mencakup
buka dan tutup store, opening store baru, peningkatan pelayanan,
inventory, kebersihan store, kewajiban administrasi store, perubahan
harga, marketing plan & budget,
6. Supervisor Pemasaran (Marketing Supervisor)
Marketing supervisormerencanakan, mengkoordinasikan proses penjualan
dan pemasaran untuk mencapai target penjualan dan mengembangkan
pasar secara efektif dan efisien, serta mengombinasikan antara produk, tata
interior agar tercipta tata letak yang eksklusif, menarik dan nyaman
7. Supervisor Distribusi (Distribution Supervisor)
Distribution supervisor mengawasi dan mengontrol proses pendistribusian
ke setiap store.
8. Finance & Accounting (FA) Supervisor
Finance & Accounting (FA) Supervisorbertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan keuangan perusahaan meliputi arus kas masuk dan
keluar, pengendalian internal keuangan, pengontrolan atas anggaran
keuangan (cash flow) perusahaan dan melaksanakan sinkronisasi data atau
dokumen adminitrasi keuangan dengan data atau dokumen akuntansi
sesuai dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan.
57
9. Kaizen Supervisor
Kaizen Supervisor melakukan dan mengawasi SOP (Standar Operating
Procedures)/improvement yang telah dibuat dan yang telah diaplikasikan
di setiap divisi terkait.
10. Human Resource & General Affair (HR GA) Supervisor
Human Resource & General Affair (HR GA) Supervisormerencanakan
dan mengembangkan kebijakan dan sistem pengelolaan Sumber Daya
Manusia (SDM), serta mengkoordinasikan dan mengontrol pelaksanaan
fungsi manajemen SDM di seluruh perusahaan, serta bertanggung jawab
terhadap pengadaan barang dan jasa yang mendukung aktivitas
operasional perusahaan.
11. Procurement Supervisor
Procurement Supervisormerencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan
pergudangan, pengiriman, persediaan, dan pembelian agar proses
permintaan dan pengadaan barang dapat terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, tepat waktu, efisien, dan efektif.
4.5 Manajemen Sumber Daya Manusia
Karyawan yang bekerja di PT. AR saat ini berjumlah 208 karyawan dengan
jam kerja yang terbagi atas 3 shift dengan 8 jam kerja untuk staff produksi. Shift 1
diberlakukan pukul 07.30 - 16.00 kemudian ada shift 1 middle pukul 08.00 -
17.00, untuk shift 2 diberlakukan pukul 16.00 - 01.00, adapun shift 2 middle yaitu
pukul 17.00 – 02.00 dan untuk shift 3 diberlakukan pukul 24.00 – 07.00.
Tim admin hanya ada 1 shift saja yaitu diberlakukan pada pukul 08.00 pagi
hingga pukul 16.00 dan untuk customer service terdapat 2 shift yaitu untuk shift 1
58
diberlakukan pukul 07.00-15.00 dan untuk shift 2 diberlakukan pukul 12.00-
20.00. Penerapan jam lembur diberlakukan hanya pada tim produksi dan customer
service, tergantung kondisi jumlah karyawan pada setiap shiftnya, jika terjadi
kekurangan dikarenakan karyawan tidak masuk maka jam lembur berlaku untuk
menyelesaikan target pekerjaan. Kelebihan 1 jam atau lebih dari jam kerja untuk
menyelesaikan pekerjaan sudah dapat dikatakan lembur dan gaji dibayarkan per-
jam lembur.
Karyawan di PT. AR merupakan karyawan yang di kontrak selama masa
training yaitu 3 bulan, setelah masa training dijalani dan kinerja karyawan
dikatakan baik maka ada perpanjangan kontrak kerja selama 1 tahun, sedangkan
masa perpanjangan kontrak diberlakukan 6 bulan saja untuk kinerja karyawan
yang kurang baik dan masih perlu pelatihan. Mereka dibayarkan berdasarkan hari-
harinya bekerja yaitu 6 hari dalam 1 minggu tetapi upah diakumulasikan sampai
satu bulan sekali yang diterima setiap tanggal 1.
Pelatihan karyawan PT. AR menggunakan jasa konsultan bisnis untuk
membenahi manajemen dan pengelolaan SDM agar sistem manajemen memiliki
standar produksi dan manajemen yang profesional.
4.5.1 Sistem Perekrutan Karyawan
Sistem penerimaan tenaga kerja sebagian besar karyawan adalah anak-
anak putus sekolah yang hanya lulus SD dan SMP untuk posisi helper, lulusan
SMK untuk admin manajemen, produksi dan teknisi sedangkan untuk tingkat
manager adalah lulusan strata-1.
59
4.5.2 Jenjang Karir atau Prestasi Karyawan
Jenjang karir yang dimaksud adalah kenaikan pangkat. Jenjang karier di
PT. AR dilakukan dengan memberikan training bagi karyawan dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan skill karyawan. Kenaikan pangkat akan
dilakukan jika seorang karyawan ulet, berjiwa pemimpin dan memiliki ide kreatif
dalam mengoptimalisasi kinerja. Contohnya kenaikan pangkat dari staff produksi
menjadi team leader produksi yang tugasnya mengawasi, mengontrol target
produksi agar sesuai dengan target yang dibuat manajer produksi dan mengawasi,
mengontrol anggota produksinya agar menekan angka reject. Kenaikan pangkat
dilihat dari loyalitas kinerja karyawan.
4.5.3 Kesejahteraan Karyawan
1. Hak karyawan
Setiap karyawan di PT. AR memiliki hak masing-masing, hak-hak yang
akan dipenuhi oleh perusahaan adalah :
a. Hak Cuti
Setiap karyawan memiliki hak untuk cuti yakni 12 hari cuti setiap
tahun. Apabila dalam 1 tahun karyawan tidak mengambil cuti maka ada
pengakumulasian hak cuti untuk tahun berikutnya.
b. Tunjangan Makan
Perusahaan memberikan fasilitas makan kepada seluruh karyawan yang
bekerja pada jam dan hari kerja. Karyawan mendapat satu kali jatah
makan untuk setiap hari kerja.
c. Tunjangan Kesehatan
60
Perusahaan menyediakan obat-obatan sebagai Pertolongan Pertama
pada Kecelakaan (P3K) pada tiap-tiap bagian tempat kerja, selain itu
perusahaan juga memberikan tanggung jawab kesehatan dan jaminan
sosial tenaga kerja. Apabila karyawan sakit dan memerlukan
pengobatan yang khusus, maka akan dibantu dengan Asuransi Astra
Garda Medika dengan mengunjungi rumah sakit yang telah ditetapkan
perusahaan sebagai sarana pengobatan.
2. Kewajiban Karyawan
Setiap karyawan wajib menaati peraturan yang berlaku di perusahaan,
antara lain :
a. Bekerja sesuai dengan aturan dan pembagian shift
b. Karyawan dilarang merokok di lokasi perusahaan
c. Karyawan dilarang memakai aksesoris yang berlebihan atau
meminimalkan pemakaian aksesoris
d. Karyawan diwajibkan memakai pakaian kerja, topi, masker, dan sepatu
boot yang sudah disedikan perusahaan saat akan memasuki area
produksi
e. Karyawan diwajibkan mencuci tangan saat akan memasuki area
produksi
f. Karyawan yang datang terlambat akan mendapat teguran atau
peringatan dari kepala bagiannya masing-masing dan keterlambatan
yang sering dilakukan oleh karyawan akan mendapatkan sanksi dari
perusahaan sesuai dengan peraturan yang telah dibuat.
61
4.5.4 Fasilitas
Fasilitas yang disediakan oleh perusahaan bagi karyawan, yaitu :
1. Mushola
2. Koperasi
3. Kamar mandi dan ruang Ganti
4. Perlengkapan Kerja (topi, masker, pakaian kerja dan sepatu boot)
5. Ruangan istirahat
6. Video game dan televisi di ruangan istirahat
62
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Rantai Pasokan Bahan Baku LBS
Rantai pasokterbentuk dari interaksi semua pihak yang terlibat, baik langsung
maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai
pasokan meliputi tidak saja produsen (manufacturer) dan supplier, namun juga
trasportir, pedagang besar (wholesaler), toko ritel, bahkan termasuk juga
konsumen (Chopra dan Meindl 2001). Pada penyediaan bahan baku perusahaan,
PT. AR berinteraksi dengan banyak supplier bahan baku untuk memenuhi
kebutuhan produksi setiap harinya. Perusahaan harus mampu menyediakan
kebutuhan dengan cepat agar proses produksi tidak terhambat. Komunikasi antara
PT. AR dengan supplier harus berjalan dengan baik, agar kontinuitas pemenuhan
kebutuhan bahan baku untuk proses produksi dapat sesuai target yang telah
direncanakan sebelumnya.
Supplier-supplier yang dipilih PT. AR sebelumnya melalui proses pemilihan
yang harus dilakukan oleh departemen PPIC (Planning Production And Inventory
Control) khususnya bagian purchasing. Orientasi harga terendah masih dijadikan
patokan bagian purchasing untuk memilih supplier. Waktu pengiriman bahan
baku juga ditentukan dan dipengaruhi oleh kapasitas gudang dan kebutuhan
produksi. Telur dikirim setiap hari 2 kali pengiriman, sedangkan bahan baku
lainnya sesuai periode masing-masing kebutuhan bahan baku yang telah
direncanakan sebelumnya. Beberapa supplier menyediakan lebih dari satu bahan
baku, terutama untuk bahan kondimen yang merupakan bahan tambahan
pembuatan LBS, supplier yang menyediakan bahan baku lebih dari satu
diantaranya adalah PT. HS, KJ dan UD. YOE. Hal tersebut dapat membuat
63
supplier yang terlibat semakin sedikit, karena dengan sedikitnya supplier yang
terlibat dalam rantai pasokan, maka kontrak kerjasama dapat lebih ditingkatkan
dan loyalitas dari para supplier dapat meningkat. Tabel12 menyajikan berbagai
jenis varian rasa lapis talas yang diproduksi oleh PT. AR.
Tabel 12. ProdukLBSPT. AR
No Varian Rasa Lapis Talas Kode 1 Lapis Talas Bogor Original Keju LK
2 Lapis Talas Bogor Edisi Teh Hijau GT
3 Lapis Talas Bogor Edisi Full Talas FT
4 Brownies Talas Keju BK
5 Brownies Talas Polos BP
6 Lapis Talas Bogor Rasa Cappuccino LCAP
7 Lapis Talas Bogor Rasa Cokelat LC
8 Lapis Talas Bogor Rasa Bluberry LB
9 Lapis Talas Bogor Rasa Tiramisu LT
10 Lapis Talas Bogor Rasa Strawberry LS
Sumber : Departemen ProduksiPT. AR (2013)
Gambar 5 menggambarkan identifikasi rantai pasok yang terjadi di PT. AR
dan gambar 6 menunjukkan aliran barang, finansialdan informasi pada rantai
pasokan PT. AR.
64
Gambar 5. Rantai pasokan PT. AR Sumber : Data PT. AR (diolah)
Gambar 5menggambarkan aktivitas rantai pasokanyang terjadi pada aliran
barang, keuangan (finansial) dan informasi dalam proses bisnis di PT. AR. Aspek
rantai pasokan yang terjadi terbatas pada anggota rantai pasok mulai dari supplier
hingga perusahaan, yaitu para supplier bahan baku yang bekerjasama dengan
perusahaan menyediakan dan mengirimkan bahan baku kepada PT. AR, kemudian
bahan baku disalurkan kepada departemen inventory untuk diproses lebih lanjut,
yaitu dilakukan penyimpanan persediaan pada gudang bahan baku.
Para Supplier PT. AR
(Petani Talas, Peternak
Telur, Industri gula,
terigu, dan lain-lain)
Departemen
PPICPT.
AGRI-
NESIA
RAYA
Outlet 1
Sales Office
(Marketing)
Outlet 2
Outlet 3
Outlet 4
Distribution
Channel
Kemitraan
Hotel &
Tempat
Pariwisata
Institusi
pemerintah
Sponsorship
KO
NS
UM
EN
65
Aktivitas selanjutnya yaitu persiapan bahan baku untuk kebutuhan produksi
yang menghasilkan produk jadi siap jual. Selanjutnya, produk mengalir ke
departemen marketing untuk di distribusikan ke 4 outlet penjualan LBS,
distribution channel yang terdiri dari agen-agen penjualan, kemitraan, institusi
pemerintahan, hotel, bandara dan menyediakan produk untuk kebutuhan
sponsorship acara-acarayang ditawarkan oleh institusi-institusi pendidikan
maupun pemerintahan. Produk jadi (LBS) berakhir proses penyalurannya hingga
sampai pada konsumen akhir.
Gambar 6 menunjukkan skema aliran barang, keuangan (finansial) dan
informasi pada rantai pasok PT. AR. Pertama, aliran bahan baku yang mengalir
dari hulu ke hilir yaitu dari para supplier bahan baku, kemudian mengalir ke
departemen PPIC (Planning Production and Inventory Control) lalu berjalannya
aktivitas produksi untuk diproses menjadi produk jadi, kemudian produk jadi
dialirkan kepada marketing untuk kemudian dijual hingga sampai pada konsumen
akhir melalui outlet-outlet dan distribution channel yang sudah bekerja sama
dengan perusahaan. Kedua, aliranfinansial yang mengalir dari hilir ke hulu, uang
secara kredit maupun tunai yang berasal dari para konsumen akhir mengalir mulai
dari outlet-outlet dan distribution channel kepada departemen marketing (sales
office) disalurkan kepada bagian finance, kemudian uang secara tunai maupun
kredit tersebut disalurkan kembali kepada para supplier bahan baku sebagai
bentuk pembayaran. Ketiga adalah aliran informasi mengenai data penelitian
pasar, rekayasa dan desain produk serta arus pesanan produk yang mengalir dari
hulu ke hilir maupun hilir ke hulu, aliran informasi dari konsumen yaitu sebagai
bahan evaluasi terhadap desain produk yang lebih diinginkan konsumen,
66
informasi pesanan konsumen dari outlet dan distribution channel lainnya mengalir
kepada departemen marketing untuk selanjutnya diproses di departemen
inventory, yaitu mulai dari bagian purchasing melakukan forcasting bahan baku
sesuai kebutuhan, kemudian bagian finance melakukan pembayaran kepada para
supplier bahan baku.
Keterangan :
= Aliran Barang = Aliran Informasi
= Aliran Finansial
Gambar 6. Skema Aliran Barang, Finansial dan Informasi pada Rantai Pasok
PT. AR Sumber : Data PT. AR (diolah)
PT. AR SUPPLIER Outlet &
Distribution
Channel
K
O
N
S
U
M
E
N
A
K
H
I
R
Marketing
Purchasing
Finance
Produksi
Departemen PPIC
67
5.2 Proses Penerimaan Supplier
Proses penerimaan supplier di PT. ARadalah sebagai berikut :
Gambar 7. Alur Proses Penerimaan Supplier PT. AR Sumber : Data PT. AR (diolah)
Gambar 7 menunjukkan alur proses penerimaan supplierdimulai dari
penerimaan perkenalan/penawaran calon supplier kemudian dilanjutkan dengan
penerimaan sample produk bahan baku. Bahan baku diterima kemudian
diserahkan pada bagian Research & Development (R&D) untuk dilakukan trial.
Trial yang dilakukan bagian R & D dinyatakan setuju apabila tidak ada masalah
dalam kualitas dan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan perusahaan,
sedangkan sample tidak disetujui ketika bahan tidak sesuai spesifikasi. Proses
penerimaan berakhir dan kembali pada penerimaan perkenalan/penawaran calon
Penerimaan Perkenalan/Penawaran
Calon Supplier
Mulai
Penerimaan Sample produk
dari calon supplier
Trial oleh bagian Research
& Development (R&D)
Setuju
Negosiasi Biaya (harga produk
dan tempo pembayaran) dengan
Bagian Purchasing
TIDAK
YA
OK
Input List
Supplier&Pengadaan Bahan
Baku
Selesai
Proses Persetujuan
General Manager
68
supplier. Bahan baku yang sudah disetujui spesifikasinya oleh R & D kemudian
dilakukan negosiasi biaya oleh bagian purchasing yaitu terdiri atas negosiasi
harga produk dan tempo pembayaran, kemudian dilakukan proses persetujuan
dengan General Manager, jika sudah disetujui maka dilakukan proses pengadaan
barang.
5.3 AnalisisProses Pengadaan dan Pembelian Bahan Baku LBS
Mekanisme pengadaan bahan baku yang dilakukan PT. AR yaitu dengan
melihat persediaan bahan baku yang ada digudang setiap hari (stock opname
daily), kemudian secara periodik divisi PPIC (planning production and inventory
control) khususnya bagian purchasing akan melakukan forcasting bahan baku
yang dibutuhkan untuk jangka waktu tertentu.Proses persediaan (inventory) bahan
baku di PT. ARmerupakan langkah awal dalam menjalani kegiatan produksi demi
menghasilkan produk yang berkualitas. Proses penyediaan dan pengadaan bahan
baku di PT. ARtelah diatur sedemikian rupa agar alokasi barang di gudang
persediaan bahan bakudapat memenuhi kebutuhan, efektif, dan tepat waktu.
Gambar 8 menunjukkan bagan alir proses pembelian bahan baku PT. AR.
69
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Gambar 8. Bagan Alir Proses Pembelian Bahan Baku PT. AR
Sumber : Data PT. AR (diolah)
Departemen PPIC Departemen
Purchasing
Supplier Finance Accounting Bagian Gudang
Bahan Baku
Didaftarkan untuk
Persetujuan
(Presdir, GM & FA)
Purchase
Requisition
Proses Penerbitan
Proses MRP
(Material
Requirement
Planing)
RETUR Proses
Verifikasi
Tidak
Setuju
Pengiriman PO ke
Supplier
Purchase Order
Menerima Hasil
MRP
Setuju
Penerimaan PO
Konfirmasi
Pemesanan/Retur
Proses Pengiriman
Bahan Baku
Pengiriman Invoice
Pembayaran
Tagihan
Setuju
Penerimaan Invoice
Penerimaan PO
Persetujuan MRP
dan PO
Sesuai
Penerimaan bahan
baku
Penerimaan form
kedatangan bahan
baku
Penataan bahan
baku di gudang
70
Langkah-langkah penyediaan bahan bakudalam bagan alir proses pembelian
bahan baku PT. AR (Gambar 8) yaitu :
1. Departemen PPIC, aktivitasnya mencakup :
a. Melakukan forcasting bahan baku dalam lembar kerjaMaterial
Requirement Planning ( MRP) untuk jangka waktu satu bulan,
b. Membuat purchase requisition(PR)dan didaftarkan untuk
persetujuankepada Presiden Direktur dan General Manager, setelah
disetujui maka diteruskan kepada departemen purchasingdan
Departemen finance accounting.
2. Departemen purchasing, aktivitasnya mencakup :
a. Menerima hasil MRP dari departemen PPIC,
b. Melakukan proses verifikasi terhadapforcasting safety
stock(persediaanpengaman) dan disesuaikan dengan sisa stock opname
bulan sebelumnya,
c. Menerbitkan Purchase Order(PO) kepada masing-masing supplier
bahan baku,jika proses verifikasi tidak disetujui maka hasil MRP akan
dikembalikan kepada departemenPPIC untuk di revisi.
3. Supplier, aktivitas setelah penerimaan PO dari departemen purchasing PT.
AR dilakukan persetujuan, jika disetujui maka supplier akan konfirmasi
pemesanan, waktu pengiriman dan penyerahan invoice.Jika tidak disetujui
maka sesuai kesepakatan PO akan dikembalikan.
4. Departemen finance accounting, aktivitasnya mencakup :
a. Melakukan persiapan dana dan waktu pembayaran sesuai MRP yang
diterbitkan oleh departemen PPIC,
71
b. Menerima terusan PO dari departemen purchasing,
c. Menerima invoice (tagihan) dari masing-masing supplier,
d. Melakukan pembayaran tagihan sesuai tempo pembayaran yang sudah
disepakati antara PT. AR dan supplier.
5. Bagian gudang bahan baku, aktivitasnya mencakup :
a. Menerima form kedatangan bahan baku dari departemen purchasing,
b. Menerima pengiriman bahan baku dari masing-masing supplier dan
bekerjasama dengan quality control (QC) untuk melakukan pengawasan
kualitas bahan baku,
c. Melakukan pengecekan kuantitas sesuai dengan form kedatangan bahan
baku,
d. Menata bahan baku sesuai pada tempatnya dan mengawasi sistem First
In First Out (FIFO) berjalan baik,
5.4 Analisis Rantai Nilai
Rantai nilai adalah model yang digunakan untuk membantu
menganalisisaktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan
keuntungan kompetitif bagi organisasi. Analisis rantai nilai memperlihatkan
organisasi sebagai sebuah proses yang berkelanjutan dalam kegiatan penciptaan
nilai. Analisis dilakukan dengan cara mempelajari potensi penciptaan nilai (Anam,
2013).
Aktivitas dalam rantai nilai terbagi menjadi dua kategori yaitu, aktivitas
utama dan aktivitas pendukung.Aktivitas utama akan dikaji dari sisi pengadaan
bahan baku dari masing-masing supplier bahan baku dan pelayanan yang
diberikan masing-masing supplier, operasidan pemasaran. Adapun aktivitas
72
pendukung terdiri dari penyiapan infrastruktur penunjang industri, pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan pengadaan.
Rantai nilai menampilkan nilai keseluruhandan terdiri dari aktivitas nilai dan
marjin. Aktivitas nilai merupakan aktivitas nyata secara fisik dan teknologi yang
dilakukan perusahaan, yaitu dengan membangun blok dimana perusahaan
menciptakan sebuah produk yang berharga bagi pembelinya. Marjin merupakan
selisih antara nilai total dan biaya kolektif yang dilakukan dari aktivitas
nilai.Penjelasan mengenai aktivitas terkait dalam rantai nilai pengolahan LBS
ditunjukkan dalam Lampiran 4 dan 5.
Penjabaran rantai nilai PT. AR digunakan perusahaan untuk memahami posisi
biaya dan mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
implementasi dari strategi tingkatbisnisnya.Rantai nilai menunjukkan bagaimana
sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku ke pelanggan akhir. Analisis rantai
nilai PT. ARmenggambarkan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk membawa
produk atau jasa dari konsepsimelalui berbagai tahapan produksi (melibatkan
kombinasi transformasi fisik dan masukan dari berbagai produsen jasa),
pengiriman pada konsumen akhirdan pembuangan akhir setelah digunakan.
Model rantai nilai PT. ARberguna untuk mendefinisikan kompetensi inti
perusahaan dimana perusahaan dapat mengejar keunggulan kompetitif sebagai
berikut:
1. Keunggulan Biaya : dapat lebih baik memahami dan menekan biaya
keluar dariaktivitas penambahan nilai.
73
2. Differensiasi : fokus pada aktivitas-aktivitas yang berhubungan
dengan kompetensi inti dan kemampuan untuk melakukannya lebih baik
daripada pesaing.
Penjabaran rantai nilai PT. AR diidentifikasidari hulu ke hilir. Aktivitas
utama dimulai dari departemen Procurement (pembelian/pengadaan), aktivitasnya
antara lain untuk membeli input-input yang diperlukan untuk memproduksi
produk LBS. Inputpembelian meliputi item-item yang dikonsumsi selama proses
manufaktur produk LBS. Inputpembelian bahan baku yang berkualitas baik akan
berdampak pada bagian hilir yang akan menghasilkan produk akhir dengan
kualitas yang sama baiknya.
Aktivitas pendukung dalam rantai nilai PT. AR terdiri dari penyiapan
infrastruktur penunjang industri,pengembangan teknologi dan pengembangan
sumber daya manusia. Aktivitas-aktivitas pengembangan teknologi (technology
development) yang dilakukan terdiri dari perbaikan produk dan proses yang
digunakan perusahaan untuk memproduksi produk LBS. Pengembangan teknologi
dapat dilakukan dalam bermacam-macam bentuk, misalnya peralatan proses,
desain riset, pengembangan dasar dan prosedur pemberian servis. Pengembangan
teknologi yang dilakukan di PT. AR tidak terlepas dari bagian Research and
Development (R & D) yang secara berkala melakukan trial untuk terus melakukan
pengembangan dan inovasi produk maupun bahan baku serta peralatan proses
yang digunakan.Aktivitas pendukung lainnya yaitu manajemen sumber daya
manusia(human resources management), aktivitas-aktivitas yang melibatkan
perekrutan, pelatihan, pengembangandan pemberian kompensasi kepada pekerja.
74
Analisis rantai nilai dilakukan setelah dijelaskantahapan proses penting dalam
usaha pengolahan LBS. Uraian proses tersebut dianalisis untuk melihat seberapa
pentingnya sumber daya, teknologi dan kapabilitas tersebut dalam membentuk
kemampuan bersaing perusahaan. Analisis tersebut ditunjukkan dalam Gambar 9.
75
LOGISTIK
MASUK
Gambar 9. Rantai Nilai
Pengolahan LBS Sumber : Data PT. AR (diolah)
INFRASTRUKTUR PT. AR
(Gedung produksi, gudang persediaan dan akses jalan
menuju lokasi memadai)
OPERASI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
(SDM di departmenPPIC dan purchasingdan pengolahan
LBS dilatih oleh tenaga ahli sehingga memiliki
kemampuan yang dibutuhkan untuk pengolahan LBS)
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
(Teknologi yang digunakan dalam pembuatan produk
olahan tepung talas LBS tergolong semi modern dan masih
membutuhkan tenaga manusia untuk mengoperasikannya)
PENGADAAN
(Bahan baku utama, penolong, tambahan, alat/mesin yang
digunakan untuk memproduksi produk olahan tepung talas
LBS didapat dari wilayah Bogor dan sekitarnya, luar P.
Jawa dan impor dari luar negeri)
Pengadaan
Bahan
Baku
Pasokan
Macam-
Macam Jenis
Bahan Bahan
Baku Dari
Sekumpulan
Supplier
Pengolahan
Bahan Baku
Utama yaitu
Tepung
Talas, Bahan
Baku
Tambahan
serta
Penolong
menjadi
Lapis Bogor
Sangkuriang
Produk
Olahan
Tepung
Talas
LBS
Agen-Agen
Kemitraan
AKTIVITAS
PENUNJANG
AKTIVITAS
UTAMA
MA
RG
IN
LOGISTIK
KELUAR PEMASARAN
Persiapan
Bahan Baku
Proses Mixing
Proses Steam
Pencetakan
dalam Loyang
Pemberian
Topping
Pendinginan &
Pengemasan
Distribution
Channel
Hotel &
Tempat
Pariwisata
Sponshorship
Event
Konsumen
Pasar Lokal
76
5.5 Pemilihan Supplier Bahan Baku Produk LBS
Berikut jenis bahan baku yang dibutuhkan PT. AR beserta supplier-supplier
bahan baku LBS yang selama ini pernah atau masih bekerja sama dengan PT. AR
(Tabel 13). Supplier-supplier tersebut belum ditetapkan menjadi supplier tetap
dikarenakan masih dalam proses pemilihan. Supplier yang bekerjasama dengan
perusahaan selama ini dipilih dengan patokan harga terendah dan memiliki waktu
tunggu yang relatif singkat, tetapi kenyataannya perusahaan sering mengalami
kendala supplier yang dipilih perusahaan terlambat atau bahkan tidak bisa
mengirim bahan baku sesuai perjanjian yang dibuat sebelumnya, maka dari itu
bagian purchasingperusahaan harus memiliki beberapa alternatif supplier dan
dipilih yang terbaik untuk dijadikan supplierutama untuk jangka waktu yang
panjang.
77
Tabel 13. Bahan Baku dan Supplier untuk Produksi LBS pada PT. AR
No Bahan Baku Supplier
1 Tepung Talas
KWT. MA
KWT. ME
KWT. LI
2 Tepung Terigu
UD. YU
KJ
PT. LNFM
CV. KI
3 Telur
CV. BN
CV. GI
KT
GH
4 Gula
PT. ITT
PT. KCS
RB
CV. KI
5 Susu
PT. UJ
PT. AT
CV. KI
6 Vegetable Oil
KJ
PT. SM
CV. KI
7 Shortening
PD. ABD
PT. ITT
UD. YOE
MKY
8 Cokelat Rasa
PT. AA
PT. FM
PT. NL
CV. SE
9 Keju
PT. MBR
PT. ITT
PT. ME
10
Bahan Kondimen (Garam, Vanili, Cake
Emulsifier, Leavening Agent,Condensed,
dan Lain-Lain)
PT. HS
CV. DSI
KJ
UD YOE
11 Box (Kemasan Karton) Lapis Bogor
PT. KP
PT. MAP
BOP
PT. GMU
Sumber :Departemen PurchasingPT. AR, 2014
5.5.1 Penentuan Kriteria Supplier Bahan Baku
Tahap penentuan supplier bahan baku yang akan dipilih untuk dijadikan
supplierutama/tetap PT. AR diseleksi dari beberapa alternatif supplier-supplier
yang pernah bekerja sama dengan perusahaan. Seleksi supplier tetap
78
menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE adalah salah satu
metode untuk menentukan prioritas alternatif keputusan dari kriteria jamak.
Analisis pendapat pakar dilakukan untuk menginventarisir dan melakukan
pembobotan terhadap kriteria yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan
alternatif supplier bahan baku yang akan dijadikan supplierutama/tetap untuk
jangka waktu yang panjang.
Sebanyak 21 kriteria yang akan dinilai kepentingannya oleh pakar sekaligus
praktisi dalam industri pangan, pengambil keputusan internal perusahaan dan
supplier yang paling lama bekerja sama dengan perusahaan.Masing-masing
responden berperan dalam memberikan perspektif yang berbeda serta memberikan
rekomendasi kriteria supplier lainnya yang dianggap perlu sebagai bahan acuan
dalammemandang kasus seleksi supplier.
Kriteria-kriteria yang digunakan adalahsebagai berikut (Tabel 14).
79
Tabel 14. Kriteria-Kriteria Supplier
No Kriteria
1 Kelengkapan Dokumen Keamanan Pangan
a. Sertifikat Halal
b. Sertifikat GMP dan HACCP
c. Sertifikat P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga)
2 Kualitas
a. Kesesuaian Teknis
b. Reliabilitas Produk
c. Standar dan Jaminan Kualitas
d. Rasio Ketertolakan Produk
3 Pengiriman
a. Lead time singkat
b. Ketepatan Waktu
c. Kontinuitas
4 Pelayanan dan Manajemen Organisasi
a. Aksesibilitas
b. Fleksibilitas
c. Status/Kondisi Finansial
d. Kepercayaan
e. Tingkat Kemudahan Komunikasi
f. Prosedur Komplain dan Responsibilitas
g. Traceabiliy(Kemampuan telusur)
h. Label Standar nasional Indonesia(SNI)
5 Biaya
a. Harga Produk
b. Kemampuan Memberikan Diskon
c. Mekanisme Pembayaran Mudah
Sumber : Kombinasi kriteria supplier yang ideal mengacu pada GMP dan HACCP, kriteria
supplier untuk industri bakery yang diadaptasi dari PT. Nippon Indosari Corpindo dan formulir
kriteria seleksi dan evaluasi supplier yang telah dirancang oleh Vincent Gasperz (2012)
Keseluruhan kriteria merupakan hasil observasi lapang, kajian pustaka dan
wawancara mendalam (indepth interview) dengan para pakar dan internal
perusahaan . Pakar yang dipilih penilaian tingkat kepentingan kriteria adalah :
1. Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM (Dosen sekaligus praktisi dalam Industri
Pangan Fakultas Sains dan Teknologi, Prodi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
2. Drh. Zulmanery, MM (Dosen sekaligus praktisi dalam Industri Pangan
Fakultas Sains dan Teknologi, Prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
80
3. Ir. Sri Purwanti, MS (Dosen sekaligus praktisi dalam Industri Pangan
Fakultas Sains dan Teknologi, Prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Penjelasan dari masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :
1. Kelengkapan Dokumen Keamanan Pangan
Dokumen-dokumen persyaratan layak edar dari lembaga sertifikasi
berstandar internasional yang menunjukkan pengetahuan, kesadaran dan
pemahaman supplier bahan baku pangan tentang perlindungan konsumen
terhadap keamanan pangan dan implikasi hukum pelanggaran peraturan
keamanan pangan yang berlaku.
Dokumen-dokumen tersebut meliputi :
a. Sertifikat Halal
Sertifikat ini dikeluarkan badan internasional kehalalan produk di
Indonesia yaitu Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia(LPPOM MUI), sertifikat ini
menunjukkan produk pangan halal dikonsumsi. Kriteria ini termasuk
dalam kriteria yang harus dimiliki oleh setiap supplier karena PT. AR
merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang pengolahan
pangan yang harus mengutamakan kehalalan produk yang mereka olah.
b. Sertifikat GMP dan HACCP
Sertifikat ini diberikan kepada industri pangan melalui kegiatan audit
atas penerapan GMP atau Cara Pengolahan Pangan Olahan yang Baik
(CPPOB) dalam mencegah bahaya keamanan pangan pada setiap titik
kritis aktivitas produksi. Sertifikat ini dikeluarkan oleh lembaga
81
sertifikasi standar internasional seperti Sucofindo. Kriteria ini termasuk
dalam kriteria yang harus dimiliki oleh setiap supplier bahan pangan
karena PT. AR merupakan salah satu industri yang bergerak dalam
bidang pangan yang harus mengutamakan pencegahan atas bahaya
keamanan pangan olahan.
c. Sertifikat P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga)
Sertifikat ini dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat untuk skala
industri rumah tangga yang memproduksi bahan pangan. Kriteria ini
diperuntukkan kepada perusahaan supplier berskala Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) yaitu supplier tepung talas yang diutamakan
memiliki sertifikat P-IRT sebagai bukti bahwa perusahaan telah
menerapkan produksi bersih dan aman dalam pengolahan bahan baku
yang akan dipasok kepada PT. AR.
2. Kualitas
Kriteria kualitas dalam memilih supplier berarti keseluruhan ciri dan
karakter-karakter dari sebuah produk yang menunjukkan kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan tersirat (American Society for Quality
Control, 2009). Hal-hal yang dinilai dalam kualitas bahan baku yang
dipasok adalah sebagai berikut :
a. Kesesuaian teknis
Penilaian untuk menyatakan kesesuaian produk terhadap standar
tertentu, khususnya SNI.Penilaian kesesuaian teknis pada masing-
masing bahan baku di PT. AR saat ini adalah sebagai berikut (Tabel
15).
82
Tabel 15. Penilaian Kesesuaian Teknis Bahan Baku pada PT. AR
No Jenis Bahan
Baku
Kesesuaian Teknis
1 Tepung Talas Tidak berkutu, tercantum tanggal kadaluarsa dan menggunakan
kemasan karung berkapasitas 25 Kg
2 Tepung Terigu Tidak berkutu, tercantum tanggal kadaluarsa dan menggunakan
kemasan karung berkapasitas 25 Kg
3 Telur Telur ayam ras lokal berwarna kecoklatan dengan kondisi fresh
on farm, ukuran telur disesuaikan dengan tray berukuran 30
butir telur per 1 tray dan diikat per-8 tray, keseluruhan telur
berisi ±240 butir dengan berat 15 Kg
4 Susu Susu sapi segar berukuran 450ml kemasan botol, menggunakan
kemasan karton berkapasitas 24 botol
5 Gula Putih Berwarna putih bersih, tercantum tanggal kadaluarsa dan
menggunakan kemasan karung berkapasitas 50Kg
6 Shortening Kemasan karton dengan kapasitas 15 Kg, tercantum tanggal
kadaluarsa
7 Keju Spesifikasi kualitas keju yang diminta perusahaan yaitu
memiliki tanggal produksi minimal 1 bulan sebelum digunakan
dan berkapasitas 16 Kg per-Karton
8 Cokelat Cokelat batangan rasa cokelat, blueberry, strawberry,
cappuccino dan tiramisu dengan kapasitas 12 Kg per-karton
Sumber : Departemen Produksi PT. AR, 2014
Penilaian kesesuaian teknis dalam PT. AR belum menggunakan acuan pada
SNI, hanya berdasarkan fisik dari bahan bakunya. Kriteria kesesuaian teknis
bahan baku yang mengacu pada SNI dilampirkan dalam Lampiran 6, agar menjadi
panduan perusahaan dalam proses seleksi supplier.
Kesesuaian teknis pada kemasan pangan yaitu standarisasi yang dikeluarkan
oleh Balai Besar Kimia dan Kemasan Kementerian Perindustrian (Bpkimi,
Kemenperin) mengenai persyaratan kemasan pangan dengan tujuan melindungi
produk pangan dari bahaya keamanan pangan.Fungsi kemasan menurut Bpkimi,
Kemenperin (2012) adalah sebagai wadah, perlindungan fisik, perlindungan
barrier, komunikasi, keamanan dan kenyamanan. Ketentuan dan persyaratan yang
berkaitan dengan kemasan adalah sebagai berikut :
a) Penandaan (labelling)
Peraturan yang terkait dengan penandaan (Labelling) umumnya
diaplikasikan terhadap kemasan retail dengan maksud memberikan
83
informasi penting kepada konsumen mengenai isi yang terkandung
dalam kemasan serta untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahan
interpretasi atau pengertian terhadap produk yang dikemas.Dalam
Undang-Undang mengenai labelling biasanya mengharuskan
sedikitnya 4 hal yaitu nama umum dari produk yang dikemas, isi/
berat bersih, kandungan dan namadan alamat perusahaaan yang
bertanggungjawabterhadap produksi, pengawasan dan distribusi.
Hal lain yang diwajibkan (dibeberapa negara) adalah masasimpan
produk, kondisi penyimpanan khusus, instruksiuntuk persiapan atau
penggunaan, barcode, simbol halaldan sebagainya.
b) Pelestarian lingkungan
Persyaratan kemasan yang berhubungan dengan pelestarian
lingkungan yaitu pengurangan bahan kemasan dari kandungan bahan
berbahaya dan kemasan buangan harus dapat di recovery/daur ulang.
c) Standarisasi ukuran kemasan
Menggunakan kemasan yang ekonomis, memiliki kekuatan optimal
serta penanganan yang tepat. Khusus untuk kemasan kotak karton,
Sifat-sifat yang perlu dimiliki olehmenurut Bpkimi, Kemenperin
(2012) yaitu kekedapan terhadap uap air, gas, aroma
(plastik,kaleng,gelas), memiliki kekuatan fisik (tahan jatuhan, tahan
tarikan,tahan tusukan, tahan sobek) dan memiliki daya serap air.
b. Reliabilitas produk
Probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau
tidakdalam periode waktu tertentu, semakin kecil kemungkinan
84
terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan (Mullins,
Orville dan Boyd, 2005 : 422). Reliabilitas produk bahan baku dinilai
dari kesesuaian dengan tanggal kadaluarsa karena berhubungan dengan
tingkat kerusakan produk.
c. Standar dan jaminan kualitas
Perusahaan supplier memberikan jaminan kepada perusahaan pembeli
apabila bahan baku yang diterima oleh pembeli termasuk kriteria rusak
(reject) yaitu dilakukan penukaran (retur) bahan baku.Standar dan
jaminan kualitas dilihat dari pelayanan yang diberikan perusahaan
supplier terhadap produk yang dipasok jika terdapat spesifikasi yang
tidak sesuai standar perusahaan.
d. Rasio ketertolakan produk
Pengukuran yang digunakan untuk menilai perusahaan supplier ketika
memasok produknya pada perusahaan pembeli yang ditandai dengan
seberapa banyak supplier menyediakan produk yang tidak memenuhi
standar kesesuaian teknis (Pujawan, 2005).
3. Pengiriman
Kegiatan mengirimkan (pendistribusian) bahan baku sesuai pesanan dari
supplier kepada perusahaan pembeli. Kegiatan pengiriman ini merupakan
hal yang vital terhadap masing-masing supplier, karena pengiriman bahan
baku berhubungan dengan kegiatan produksi, jika salah satu bahan baku
saja mengalami kendala dalam pengiriman, kegiatan produksi dapat
berhenti dan perusahaan mengalami kerugian.Penilaian kriteria pengiriman
pada masing-masing bahan baku adalah sebagai berikut :
85
a. Lead time singkat
Kemampuan supplier memberikan jangka waktu tunggu pengiriman
pasokan bahan baku yang relatif singkat (Gaspersz, 2012).
b. Ketepatan waktu
Kemampuan supplier mengirim tepat waktu dengan lot pengiriman
kecil. Ini akan dinilai dari jarak antara supplier dengan perusahaan,
kapasitas produksi dan keadaan historis mereka dalam mengirim tepat
waktu (Eka, 2011).
c. Kontinuitas
Kemampuan supplier untuk mengirimkan bahan baku yang dibutuhkan
secara kontinu (Rukmi, dkk. 2014).
4. Pelayanan dan manajemen organisasi
Bentuk pelayanan dan sistem manajemen yang diberikan oleh perusahaan
supplier dalam rangka memenuhi pesanan kebutuhan bahan baku.Penilaian
kriteria pelayanan dan manajemen organisasi pada masing-masing bahan
baku adalah sebagai berikut :
a. Aksesibilitas
Konsep yang menggabungkan pengaturan tata guna lahan secara
geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya.
Dengan perkataan lain aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan
bagaimana lokasi tataguna lahan berinteraksi satu dengan yang lain dan
bagaimana mudah dan susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem
jaringan transportasi (Black dan Conroy, 1977).
86
b. Fleksibilitas
Kemampuan untuk beradaptasi secara cepat dan efektif terhadap
kebutuhan yang terus berubah, pergantian yang cepat dari satu produk
ke produk lain, respon yang cepat terhadap permintaan yang terus
berubah (Evans & Lindsay, Pengantar Six Sigma, h.202).
c. Status/kondisi finansial
Kondisi keuangan Perusahaan supplier pada saat akan bekerjasama
dengan Perusahaan pembeli harus diketahui agar tidak terjadi
kekekeliruan mekanisme pembayaran antar Perusahaan.
d. Kepercayaan
Kondisi terciptanya hubungan kerja antar industri yang penuh
kepercayaan (Evans & Lindsay, Pengantar Six Sigma, h.279).
e. Tingkat kemudahan komunikasi
Kondisi mudahnya hubungan komunikasi antar industri dagang yang
saling menguntungkan, khususnya dalam hal pengadaan bahan baku.
f. Prosedur komplain dan responsibilitas
Kemampuan supplier dalam menangani keluhan-keluhan perusahaan
pembeli terhadap pelayanan yang diberikan perusahaan supplier dan
bentuk tanggung jawab supplier terhadap produk yang dipasoknya.
g. Traceabiliy (kemampuan telusur)
Codex Alimentarius (CAC/GL 60-2006) menyatakan bahwa traceabiliy
adalah kemampuan untuk mengikuti pergerakan dari makanan selama
tahap proses produksi dan distribusi. The International Organization for
Standarization 9001:2008 (ISO 9001:2008) mendefinisikan traceabiliy
87
sebagai kemampuan untuk menelusuri sejarah, aplikasi, atau lokasi dari
hal dibawah pertimbangan, dan catatan yang dapat menghubungkan
produk dengan asal bahan dan sejarah proses produk, serta distribusi
produk.
General Food Law Regulation 178/2002 Uni Eropa pada artikel 3
nomor 15 mendefinisikan traceabiliy sebagai kemampuan menelusuri
makanan atau pakan atau bahan baku produksi makanan atau pakan,
dalam setiap tahap proses produksi dan distribusi.
h. Label SNI
Label Standar Nasional Indonesia yang tercantum dalam setiap
kemasan produk yang dipasok. Label SNI menunjukkan bahwa produk
memiliki kesesuaian terhadap standar keamanan pangan.
5. Biaya
Uang tunai atau kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang
diharapkan dapat memberikan laba baik untuk masakini maupun masa
mendatang (Kuswadi, 2006:60). Penilaian kriteria biaya pada masing-
masing bahan baku adalah sebagai berikut :
a. Harga produk
Kemampuan supplier dalam memberikan harga yang sesuai dengan
kualitas bahan baku yang ditawarkan.
b. Kemampuan memberikan diskon
Supplier dapat memberikan potongan harga atau diskon kepada pembeli
apabila memesan bahan baku dengan kuantitas yang besar.
88
c. Mekanisme pembayaran yang mudah
Supplier memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi
pembayaran dan jangka waktu yang sesuai.
Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1-3,
yaitu 3 sangat penting, 2 = penting dan 1 = tidak penting. Hasil analisis penilaian
tingkat kepentingan kriteria supplier bahan bakuLBS PT. AR disajikan pada Tabel
16.
Tabel 16. Analisis Tingkat Kepentingan Kriteria Supplier Bahan Baku LBS
PT.AR
No Kriteria Kode
Kriteria Bobot Peringkat
A Kelengkapan Dokumen Keamanan
Pangan
1 Sertifikat Halal Q1 2.85 1
2 Sertifikat GMP Dan HACCP Q2 2.35 2
3 Sertifikat P-IRT Q3 2.20 3
B Kualitas
4 Kesesuaian Teknis Q5 2.60 3
5 Reliabilitas Produk Q6 2.50 4
6 Standar Dan Jaminan Kualitas Q7 2.90 1
7 Rasio Ketertolakan Produk Q8 2.35 5
C Pengiriman
8 Lead Time Singkat Q9 2.35 3
9 Ketepatan Waktu Q10 2.80 1
10 Kontinuitas Q11 2.60 2
D Pelayanan Dan Manajemen Organisasi
11 Aksesibilitas Q12 2.50 3
12 Fleksibilitas Q13 2.40 4
13 Status/Kondisi Finansial Q14 2.30 6
14 Kepercayaan Q15 2.90 1
15 Tingkat Kemudahan Komunikasi Q16 2.55 2
16 Prosedur Komplain dan Responsibilitas Q17 2.40 4
17 Traceabiliy Q21 1.83 7
18 Label SNI Q22 2.33 5
E Biaya
19 Harga Produk Q18 2.30 1
20 Kemampuan Memberikan Diskon Q19 1.80 2
21 Mekanisme Pembayaran yang Mudah Q20 2.30 1
Sumber : Data Primer (diolah)
89
Penjelasan analisis tingkat kepentingan kriteria supplier bahan baku LBS PT.
AR (Tabel 16) adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Kelengkapan Dokumen Keamanan Pangan
Kelengkapan dokumen keamanan pangan yang menjadi prioritas pertama
dengan bobot 2,85 adalah sertifikat halal. Kriteria ini menjadi
pertimbangan PT. AR karena merupakan perusahaan yang bergerak dalam
pengolahan pangan yang mengutamakan kehalalan produk. Sertifikat halal
menjadi salah satu dokumen penting yang harus dimiliki setiap supplier
yang akan bekerjasama dengan PT. AR. Kriteria-kriteria yang menjadi
prioritas selanjutnya dalam memilih supplier bahan baku secara berturut-
turut adalah kelengkapan dokumen sertifikat GMP dan HACCP (2,35) dan
kelengkapan dokumen sertifikat P-IRT (2,20) untuk bahan baku tertentu
yang diproduksi oleh skala IKM, contohnya tepung talas.
2. Kriteria Kualitas
Standar dan jaminan kualitas yang termasuk dalam kriteria kualitas
menjadi prioritas pertama dengan bobot 2,90 yang dipertimbangkan PT.
AR untuk memilih supplier bahan baku, hal ini disebabkan standar dan
jaminan kualitas merupakan hal awal yang dilihat dari masing-masing
supplier, bagaimana setiap supplier memberikan jaminan kualitas bahan
baku yang sesuai standar dan spesifikasi yang diinginkan PT.AR sebagai
kliennya. Kriteria yang menjadi prioritas kedua yaitu kesesuaian teknis
(2,60) bahan baku yang dipasok, sebelumnya PT. AR telah menetapkan
spesifikasi masing-masing bahan baku yang harus dipenuhi setiap
supplier, kesesuaian teknis dengan standar dan spesifikasi yang telah
90
ditetapkan menjadi pertimbangan PT. AR untuk memilih supplier.
Kriteria-kriteria yang menjadi prioritas selanjutnya dalam memilih
supplier bahan baku secara berturut-turut adalah reliabilitas produk (2,50)
dan rasio ketertolakan produk (2,35).
3. Kriteria Pengiriman
Kriteria yang menjadi prioritas pertama dalam pengiriman adalah
ketepatan waktu (2,80), ketepatan waktu dalam kegiatan pengiriman bahan
baku merupakan hal yang vital dalam persediaan bahan baku, karena PT.
AR merupakan pabrik pengolahan yang beroperasi 24 jam dan bergantung
pada persediaan bahan baku. Departemen PPIC telah mengatur re-order
point sesuai kapasitas gudang dengansafety stock 1 hari untuk masing-
masing bahan baku, sehingga jika terjadi keterlambatan dalam hitungan 1
(satu) hari saja dalam pengiriman bahan baku pada saat re-order point,
maka akan berdampak pada terhambatnya kegiatan produksi atau bahkan
pemberhentian produksi. Hal tersebut menyebabkan perusahaan
mengalami kerugian. Kriteria-kriteria yang menjadi prioritas selanjutnya
dalam memilih supplier bahan baku secara berturut-turut adalah
kontinuitas (2,60) dan lead time singkat (2,35)
4. Kriteria Pelayanan dan Manajemen Organisasi
Kriteria yang menjadi prioritas pertama dalam pelayanan dan manajemen
organisasi adalah kepercayaan (2,90), hal ini dilihat dari kinerja historis
selama supplier bekerjasama dengan perusahaan. Bagaimana supplier
mematuhi kesesuaian teknis dan kriteria-kriteria lainnya sesuai permintaan
perusahaan. Kriteria-kriteria yang menjadi prioritas selanjutnya dalam
91
memilih supplier bahan baku secara berturut-turut adalah tingkat
kemudahan komunikasi (2,55) dalam hal pemesanan dan kegiatan
distribusi bahan baku, aksesibilitas (2,50) masing-masing supplier yang
memudahkan kedua belah pihak dalam kegiatan distribusi. Kriteria
fleksibilitas supplier dalam pelayanan yang diberikan dan prosedur
komplain dan responsibilitas yang mudah, kedua kriteria tersebut memiliki
bobot yang sama yaitu 2,40, hal ini menegaskan bahwa kedua kriteria
tersebut merupakan elemen yang sama pentingnya dalam kriteria
pelayanan dan manajemen organisasi. Kriteria-kriteria yang menjadi
prioritas selanjutnya dalam memilih supplier bahan baku secara berturut-
turut adalah Label SNI (2,33), status/kondisi finansial supplier (2,30) dan
prioritas terakhir yaitutraceabiliy (1,83).
5. Kriteria Biaya
Kriteria yang menjadi prioritas pertama dalam biaya adalah harga produk
yang sama pentingnya dengan mekanisme pembayaran yang mudah yaitu
memiliki bobot sebesar 2,30. Kriteria selanjutnya yang menjadi prioritas
kedua yaitu kemampuan memberikan diskon (1,80), kriteria ini memiliki
bobot terendah dari semua kriteria karena dianggap tidak terlalu
berpengaruh. Harga produk dan mekanisme pembayaran yang mudah
merupakan kriteria dengan bobot kedua terendah setelah kemampuan
memberikan diskon dari semua kriteria supplier yang dipertimbangkan
olehPT. AR, harga bukan merupakan prioritas utama dalam memilih
supplier bahan baku LBS di PT. AR. Harga menjadi prioritas dibawah
kualitas, sertifikat pendukung keamanan pangan dan pengiriman karena
92
besarnya harga bergantung pada kualitas bahan baku dan beberapa
variabel lainnya sesuai dengan kriteria prioritas.
Tabel 17 menunjukkan urutan kriteria global dari yang memiliki bobot
terbesar hingga yang terkecil. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kualitas dan
pelayanan manajemen organisasi menjadi faktor pertimbangan utama, dimana
standar dan jaminan kualitas (2,90) dan kepercayaan (2,90) menduduki peringkat
teratas kemudian sertifikat halal (2,85) menjadi peringkat kedua.
Kriteria turunan dari kualitas, pelayanan manajemen organisasi, kelengkapan
dokumen keamanan pangan dan pengiriman semuanya berada pada sepuluh
peringkat teratas dengan bobot terbesar. Kriteria pelayanan manajemen organisasi
menjadi faktor kriteria terbanyak yang diperhatikan dalam sepuluh peringkat
teratas antara lain kepercayaan (2,90), tingkat kemudahan komunikasi (2,55),
aksesibilitas (2,50), fleksibilitas (2,40) dan prosedur komplain dan responsibilitas
(2,40). Kriteria kedua terbanyak yang diperhatikan yaitu kualitas, faktor tersebut
yaitu standar dan jaminan kualitas (2,90), kesesuaian teknis (2,60), reliabilitas
produk (2,50), dan rasio ketertolakan produk (2,35).
Tabel 17. Urutan Peringkat Bobot Global Kepentingan Kriteria
No Kriteria Kode
Kriteria Bobot Peringkat
1 Standar dan jaminan kualitas Q7 2.90 1
2 Kepercayaan Q15 2.90 1
3 Sertifikat halal Q1 2.85 2
4 Ketepatan waktu Q10 2.80 3
5 Kesesuaian teknis Q5 2.60 4
6 Kontinuitas Q11 2.60 4
7 Tingkat kemudahan komunikasi Q16 2.55 5
93
No Kriteria Kode
Kriteria Bobot Peringkat
8 Reliabilitas produk Q6 2.50 6
9 Aksesibilitas Q12 2.50 6
10 Fleksibilitas Q13 2.40 7
11 Prosedur komplain dan responsibilitas Q17 2.40 7
12 Sertifikat GMP dan HACCP Q2 2.35 8
13 Rasio ketertolakan produk Q8 2.35 8
14 Lead time singkat Q9 2.35 8
15 Label SNI Q22 2.33 9
16 Status/kondisi finansial Q14 2.30 10
17 Harga produk Q18 2.30 10
18 Mekanisme pembayaran yang mudah Q20 2.30 10
19 Sertifikat P-IRT Q3 2.20 11
20 Traceabiliy Q21 1.83 12
21 Kemampuanmemberikan diskon Q19 1.80 13
Sumber : Data Primer (diolah)
5.5.2 Aplikasi MPE pada Masalah Seleksi Supplier
Prinsip dasar pengadaan yang baik adalah bahwa kerjasama antara pembeli
dengan supplier dapat menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada
dua pihak yang bekerja sendiri-sendiri. Kerjasama yang solid ini kiranya hanya
dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai hubungan jangka panjang
dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan
mendorong supplier untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan
yang dihadapi oleh pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat
meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara kedua belah pihak. Kemampuan
seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barang-barang langsung
(direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya
94
dibangun dengan para supplier barang-barang strategis dan kritis (Chopra dan
Meindl 2001).
Analisis penilaian alternatif supplier bahan baku LBS yang akan dijadikan
supplier utama oleh PT.AGRINESIA RAYA menggunakan teknik MPE (Metode
Perbandingan Eksponensial). Supplier dengan nilai tertinggi akan diprioritaskan
menjadi supplier utama bahan baku LBS. Data dan hasil pengolahan untuk kasus
seleksi supplier bahan baku secara lengkap tersaji pada Tabel 18. Proses
seleksinya didasarkan pada pertimbangan faktor-faktor yang telah ditentukan
bobot kepentingannya, yaitu kelengkapan dokumen keamanan pangan, kualitas,
pengiriman, pelayanan dan manajemen organisasi, biaya dan kriteria rekomendasi
dari para pakar berikut dengan kriteria turunannya.
Tabel 18. Aplikasi MPE pada kasus seleksi supplier bahan baku LBS
pada PT. AR
No Bahan baku Perusahaan Supplier Nilai MPE Ranking
1 Tepung talas
KWT. MA 262,39 1
KWT. ME 145,84 2
KWT. LI 66,43 3
2 Tepung Terigu
UD. YU 115,24 4
KJ 126,64 3
PT. LNFM 184,67 2
CV. KI 286,40 1
3 Telur
CV. BN 269,32 1
CV. GI 104,99 3
CV. KT 165,18 2
GH 32,29 4
4 Gula
PT. ITT 156,05 3
PT. KCS 256,80 1
RB 78,00 4
95
No Bahan baku Perusahaan Supplier Nilai MPE Ranking
CV. KI 254,80 2
5 Susu
PT. UJ 229,76 2
PT. AT 134,72 3
CV. KI 269,37 1
6 Vegetable oil
KJ 149,51 3
PT. SM 173,07 2
CV. KI 260,98 1
7 Shortening
PD. ABD 126,12 4
PT. ITT 269,29 1
UD. YOE 206,79 3
MKY 265,23 2
8 Cokelat
PT. AA 259,77 2
PT. FM 251,74 3
PT. NL 266,28 1
CV. SE 124,19 4
9 Keju
PT. MBR 247,63 1
PT. ITT 179,34 2
PT. ME 127,63 3
10 Bahan Kondimen
PT. HS 244,13 2
CV. DSI 260,02 1
KJ 138,26 3
UD. YOE 133,92 4
11 Box (kemasan
Karton) LBS
PT. KP 202,64 3
PT. MAP 195,44 4
BOP 273,13 1
PT. GMU 248,52 2
Sumber : Data Primer (diolah)
96
Berdasarkan Tabel 18, hasil analisis seleksi supplier masing-masing bahan
baku yang dibutuhkan PT.AGRINESIA RAYA untuk memproduksi LBS adalah
sebagai berikut :
1. Tepung Talas
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
supplier KWT. MA memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier
lainnya yaitu dengan nilai MPE 262,39, KWT. ME (145,84) dan KWT. LI
(66,43). Dari ketiga alternatif supplier tepung talas, KWT. MA dapat
dipertimbangkan perusahaan menjadi supplier utama tepung talas.
KWT. MA menjadi peringkat pertama karena memiliki nilai bobot tinggi
(3) dalam kriteria pemenuhan sertifikat halal dan P-IRT, standar dan
jaminan kualitas, rasio ketertolakan produk, lead time yang singkat,
ketepatan waktu, aksesibilitas, fleksibilitas, kepercayaan, tingkat
kemudahan komunikasi, prosedur komplain dan responsibilitas serta
traceabiliy. KWT. ME menjadi peringkat kedua karena hanya unggul
dalam pemenuhan sertifikat halal dan P-IRT, ketepatan waktu dan
traceabiliy, sedangkan KWT. LI tidak memiliki nilai bobot tinggi dalam
kriteria manapun.
2. Tepung Terigu
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
CV. KI memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 286,39, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 184, 67 untuk PT. LNFM, KJ (126,64) dan UD. YU (115,24). Dari
97
keempat alternatif supplier tepung terigu, CV. KI dapat dipertimbangkan
perusahaan menjadi pemaosk utama tepung terigu.
Keempat supplier tersebut sama-sama memiliki nilai bobot tertinggi
terhadap kriteria sertifikat halal, sertifikat GMP dan HACCP, mekanisme
pembayaran yang mudah dan traceabiliy, CV. KI lebih unggul karena
hanya memiliki nilai terendah terhadap kriteria prosedur komplain dan
responsibilitas (1,71) serta harga produk (1).
3. Telur
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
CV. BN memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 269,32, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 165,18 untuk CV. KT, CV. GI (104,99) dan GH (32,29). Dari
keempat alternatif supplier telur, CV. BN dapat dipertimbangkan
perusahaan menjadi supplier utamatelur.
CV. BN lebih unggul karena dari 18 kriteria yang dinilai hanya memiliki
nilai terendah terhadap kemampuannya memberikan diskon (2,29)
sedangkan CV. GH memiliki nilai keputusan terendah karena hanya
memiliki nilai bobot tertinggi dalam kriteria reliabilitas produknya saja
(2,14).
4. Gula
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
PT. KCS memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 256,80, sementara supplier lainnya memiliki nilai
98
MPE 254,80 untuk CV. KI, PT. ITT (156,05) dan RB (78,00). Dari
keempat alternatif supplier gula.
PT. KCS dapat dipertimbangkan perusahaan menjadi supplier utama gula.
Keempat supplier sama-sama memiliki nilai tertinggi dalam kriteria
sertifikat halal (3). PT. KCS menjadi peringkat pertama karena unggul
dalam kriteria pemenuhan sertifikat GMP dan HACCP, kesesuaian teknis
kualitas, reliabilitas produk, rasio ketertolakan produk, lead time singkat,
status/kondisi finansial, kemampuan memberikan diskon, traceabiliy dan
label SNI. PT. ITT menjadi peringkat kedua karena hanya memiliki nilai
bobot tertinggi dalam 6 kriteria dari 20 kriteria yang dinilai yaitu sertifikat
halal, GMP dan HACCP, kesesuaian teknis, reliabilitas produk, rasio
ketertolakan produk serta label SNI.
5. Susu
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
CV. KI memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 269,37, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 229,76 untuk PT. UJ dan nilai MPE 134,72 untuk PT. AT. Dari
ketiga alternatif supplier susu, CV. KI dapat dipertimbangkan perusahaan
menjadi supplier utama susu.
Ketiga supplier yang dinilai sama-sama unggul dalam pemenuhan
sertifikat halal, GMP dan HACCP, kesesuaian teknis, reliabilitas produk
dan traceabiliy. CV. KI menjadi peringkat pertama karena unggul juga
dalam kriteria standar dan jaminan kualitas dan ketepatan waktu,
99
sedangkan PT. AT menjadi peringkat kedua karena hanya unggul dalam
kriteria standar dan jaminan kualitas.
6. Vegetable Oil
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
CV. KImemiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya yaitu
dengan nilai MPE 260,98, sementara supplier lainnya memiliki nilai MPE
173,07 untuk PT. SM dan nilai MPE 149,51 untuk KJ. Dari ketiga
alternatif suppliervegetable oil, CV. KI dapat dipertimbangkan perusahaan
menjadi supplier utamavegetable oil.
Ketiga supplier yang dinilai sama-sama unggul dalam dalam pemenuhan
sertifikat halal, GMP dan HACCP, kesesuaian teknis, reliabilitas produk
dan standar dan jaminan kualitas. CV. KI dan PT. SM memiliki nilai bobot
tertinggi dalam kriteria traceabiliy, CV. KI menjadi peringkat pertama
karena ke-14 kriteria sisanya lebih unggul dari PT. SM
7. Shortening
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
PT. ITT memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 269,29, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 265,23 untuk MKY, UD. YOE (206,79) dan PD. ABD (126,12).
Dari keempat alternatif suppliershortening, PT. ITT dapat
dipertimbangkan perusahaan menjadi supplier utama shortening.
Keempat supplier unggul dalam pemenuhan sertifikat halal, GMP dan
HACCP, kesesuaian teknis dan reliabilitas produk. PT. ITT unggul juga
100
dalam kriteria fleksibiitas, status/kondisi finansial, tingkat kemudahan
komunikasi, mekanisme pembayaran yang mudah dan traceabiliy.
8. Cokelat
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
PT. NL memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 266,28, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 259,77 untuk PT. AA, PT. FM (251,74) dan CV. SE (124,19). Dari
keempat alternatif suppliercokelat, PT.NL dapat dipertimbangkan
perusahaan menjadi supplier utama cokelat.
Keempat supplier yang dinilai sama-sama unggul dalam dalam
pemenuhan sertifikat halal, GMP dan HACCP, kesesuaian teknis,
reliabilitas produk dan standar dan jaminan kualitas. PT. NL menjadi
peringkat pertama karena memiliki nilai bobot tinggi dalam kriteria
kepercayaan, tingkat kemudahan komunikasi,mekanisme pembayaran
yang mudah, traceabiliy dan label SNI serta dalam kriteria lainnya
memiliki nilai bobot lebih besar dari supplier lainnya.
9. Keju
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
PT. MBR memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 247,63, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 179,34 untuk PT. ITT dan nilai MPE 127,63 untuk PT. ME. Dari
ketiga alternatif supplierKeju, PT. MBR dapat dipertimbangkan
perusahaan menjadi supplier utama keju.
101
Ketiga supplier yang dinilai sama-sama unggul dalam dalam pemenuhan
sertifikat halal, GMP dan HACCP, kesesuaian teknis, reliabilitas produk
dan standar dan jaminan kualitas. PT. MBR menjadi peringkat pertama
karena unggul juga dalam kemampuannya memberikan diskon, traceabiliy
dan label SNI dibandingkan dengan supplier lainnya.
10. Bahan Kondimen
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
CV. DSI memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya
yaitu dengan nilai MPE 260,02, sementara supplier lainnya memiliki
nilai MPE 244,13 untuk PT. HS, KJ (138,26) dan UD. YOE (133,92).
Dari keempat alternatif supplierbahan kondimen, CV. DSI dapat
dipertimbangkan perusahaan menjadi supplier utama bahan kondimen.
Keempat supplier yang dinilai sama-sama unggul dalam dalam
pemenuhan sertifikat halal, GMP dan HACCP, kesesuaian teknis,
reliabilitas produk dan standar dan jaminan kualitas dan traceabiliy. CV.
DSI unggul juga dalam kriteria aksesibilitas, tingkat kemudahan
komunikasi, prosedur komplain dan responsibilitas, kemampuan
memberikan diskon dan traceabiliy.
11. Box (Kemasan Karton) LBS
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan teknik MPE pada Tabel 18,
BOP memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan supplier lainnya yaitu
dengan nilai MPE 273,13, sementara supplier lainnya memiliki nilai
MPE 248,52 untuk PT. GMU, PT. KP (202,64) dan PT. MAP (195,44).
Dari keempat alternatif supplierBox (kemasan karton) LBS, BOP dapat
102
dipertimbangkan perusahaan menjadi supplier utama Box (kemasan
karton) LBS.
Keempat supplier dinilai berdasarkan 19 kriteria, BOP menjadi peringkat
pertama karena unggul dalam 17 kriteria dibandingkan dengan supplier
lainnya, tetapi semua supplier dinilai rendah dalam kontinuitas dan
traceabiliy.
5.6 Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian, faktor kesuksesan kritis dalam seleksi supplier
sangat mungkin berbeda antara barang yang satu dengan yang lain, antara suatu
industri dengan industri yang lain. Hal tersebut dikarenakan tuntutan fokus dan
tujuan yang juga berbeda-beda dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya.
Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002) memberikan salah satu kesimpulan
menarik lewat risetnya bahwa semakin kompleks suatu produk/jasa yang dibeli,
maka cenderung semakin banyak faktor yang dipertimbangkan.Pada kasus
semacam ini, menurutnya, harga kemudian menjadi faktor yang agaknya relatif
kurang atau tidak penting.
Faktor kesuksesan kritis untuk bahan baku LBS ditentukan dari besarnya
bobot kepentingan masing-masing kriteria, kriteria tersebut antara lain adalah
kriteria turunan dari kualitas, pelayanan manajemen organisasi dan pengiriman.
Implikasi dari hal ini yaitu bahwa meningkatkan kinerja supplier pada 3 aspek
tersebut akan memberikan dampak yang lebih efektif dalam meningkatkan
keseluruhan kinerja supplier dibandingkan dengan kriteria lainnya. Selaras dengan
kesimpulan Dickson (1996), hasil pembobotan yang memberikan nilai tinggi bagi
faktor kualitas, pelayanan manajemen organisasi dan pengiriman mengindikasikan
103
bahwa produksi LBS dapat dikatakan sebagai produk yang kompleks karena
membutuhkan banyak bahan baku dalam proses pembuatannya. Faktor biaya atau
harga menjadi faktor dibawah kriteria turunan dari kualitas, pelayanan manajemen
organisasi dan pengiriman untuk dipertimbangkan dalam penentuan suppliernya.
Kriteria yang menjadi faktor kesuksesan kritis dalam kasus seleksi supplier
bahan baku LBS di PT. AR dapat digunakan sebagai bahan monitoring kinerja
supplier. Perusahaan pembeli (PT. AR) dapat membatu supplier utamanya dalam
meningkatkan kinerja mereka dengan memberikan informasi masukan tentang
kriteria faktor kesuksesan kritis yang teridentifikasi tersebut. Dengan demikian,
supplier akan lebih fokus melakukan perbaikan yang terkait dengan kriteria yang
menjadi faktor kesuksesan kritisnya. Ketika supplier utama sudah mampu
mencapai tingkat kinerja ideal, maka secara bertahap hal tersebut juga
akanmeningkatkan kualitas proses pengadaan perusahaan secara keseluruhan.
Pada tahap lebih lanjut, hubungan dengan supplier ini dapat diarahkan menuju
hubungan jangka panjang yang lebih menguntungkan.
Penggunaan aplikasi MPE pada kasus seleksi supplier ini kriteria untuk
pemilihan supplier dapat didefinisikan dengan jelas. Aplikasi MPE ini
memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan
kelemahan setiap supplier dengan membandingkannya terkait kriteria yang
ditekankan.Hasil yang diperoleh dari aplikasi MPE ini juga dapat diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manajemen hubungan dengan supplier.
Nilai keputusan dan peringkat masing-masing supplier yang didapatkan dari
hasil MPE diimplementasikan sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan.
Supplier peringkat 1 yang memiliki nilai keputusan tertinggi dapat diberikan
104
kuota pasok sebanyak 60%, supplier peringkat 2 sebanyak 20%, peringkat 3
sebanyak 15%, peringkat 4 sebanyak 5%. Tujuannya kembali kepada
meningkatkan kualitas manajemen hubungan dengan supplier.
Implikasi manajerial dari hasil penelitian dalam perusahaan dapat dijadikan
panduan untuk dibuat prosedur klasifikasi dan seleksi supplier (Lampiran 11)
bahan baku untuk PT. AR karena sebelumnya peneliti menganalisis rantai nilai
yang terjadi dari hulu ke hilir. Selain itu, penelitian ini dapat diimplementasikan
pada masing-masing departemen, mulai dari departemen pengadaan bahan bahan
baku khususnya purchasing yang berhubungan langsung dengan para supplier,
departemen produksi hingga pemasaran produk (Lihat Tabel 19).
105
Tabel 19. Implikasi Manajerial yang dapat diterapkan oleh PT. AR
No Tujuan
Penelitian Purchasing Proses Produksi Pemasaran
1 Struktur rantai
pasokan
- Mengetahui bahwa kualitas
produk keluaran ditentukan
pertama kali oleh bagian
pengadaan barang, ketidaktepatan
kualitas bahan baku sesuai
spesifikasi yang dibutuhkan akan
menghasilkan produk keluaran
yang tidak tepat.
- Mengetahui perencanaan dan
peramalan (forcasting) kebutuhan
bahan baku, kapan harus
menerbitkan Purchase Order
(PO) karena sebelumnya analisis
pasar telah diketahui dari bagian
pemasaran untuk menghindari
kekurangan, keterlambatan dan
ketidaktepatan penerbitan
Purchase Order (PO)
- Mengetahui bahwa produk LBS
merupakan produk yang
kompleks karena membutuhkan
banyak bahan baku untuk
memproduksinya. Oleh karena
itu, pemborosan pada proses
dapat terjadi antara lain : scrap
dan pekerjaan ulang (rework),
proses yang tidak efisien,
proses yang kuno/usang dan
proses yang tidak andal.
Mengetahui struktur rantai
pasokan dapat meminimalisir
pemborosan yang terjadi
- Mengetahui kejelasan prosedur
dan instruksi kerja untuk
menghindari waktu terbuang
dari pekerja (worker idle time)
- Mengetahui perlunya pelatihan
bagi karyawan bagian produksi
untuk menghindari waste
- Mengetahui tambahan
penggunaan input (tenaga kerja,
bahan baku, peralatan dan
mesin-mesin produksi.
- Mengetahui keadaan dan
kebutuhan pasar untuk
meningkatkan volume
penjualan
- Mengetahui proses
pemasaran untuk
menghindari kesalahan-
kesalahan dalam proses
pesanan dari pelanggan
- Mengetahui dan dapat
menekan biaya aktual
penjualan per-pesanan yang
melebihi biaya standar yang
ditetapkan
- Mengetahui bahwa analisis
pasar yang dilakukan bagian
pemasaran akan menjadi
informasi yang penting bagi
bagian pengadaan dan
produksi untuk melakukan
pekerjaannya.
2 Kriteria-kriteria
supplier bahan baku
LBS
- Mengetahui bahwa supplier
merupakan organisasi eksternal
yang perlu diorganisir dengan
baik, kualitas yang buruk,
kesalahan-kesalahan dalam
pengiriman, keterlambatan
pengiriman, selisih perhitungan
bahan baku yang dikirim dengan
106
No Tujuan
Penelitian Purchasing Proses Produksi Pemasaran
pesanan pembelian, kelebihan
persediaan (overstocking),
kelebihan material yang tidak
terpakai (cacat, usang), kelebihan
persediaan pengaman (safety
stock/buffer inventories),
pekerjaan ulang (rework) serta
ongkos-ongkos yang tinggi dapat
teridentifikasi dan dilakukan
analisis dan evaluasi kinerja
supplier
3 Proses pemilihan
supplier
- Mengetahui prosedur klasifikasi
dan seleksi supplier, sehingga
ketidaktepatan dalam pemilihan
supplier yang akan bekerjasama
dengan perusahaan dapat
dihindari
107
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan seleksi
supplier bahan baku LBS di PT. AR adalah sebagai berikut :
1. PT. AR berinteraksi dengan banyak supplierdalam penyediaan bahan baku
untuk memenuhi kebutuhan produksi setiap harinya. Anggota rantai pasok
pada PT. AR, umunnya terdiri atas para supplier bahan baku LBS
(produsen tepung talas, terigu, gula, susu, vegetable oil, shortening, bahan-
bahan kondimen, keju dan produsen box (kemasan kotak karton) LBS.
2. Perancangan model seleksi supplier pada rantai pasokan LBS
menghasilkan kriteria dan kriteria turunannya dengan bobot masing-
masing sebagai berikut:
a. Kelengkapan dokumen keamanan pangan, dengan kriteria turunan
sertifikat halal, sertifikat GMP dan HACCP dan sertifikat P-IRT.
b. Kualitas, dengan kriteria turunan kesesuaian teknis, reliabilitas produk,
standar dan jaminan kualitas dan rasio ketertolakan produk.
c. Pengiriman, dengan kriteria turunan lead time singkat, ketepatan waktu
dan kontinuitas.
d. Pelayanan dan manajemen organisasi, dengan kriteria turunan
aksesibilitas, fleksibilitas, status/kondisi financial, kepercayaan, tingkat
kemudahan komunikasi dan prosedur complain dan responsibilitas.
e. Biaya, dengan kriteria turunan harga produk, kemampuan memberikan
diskon dan mekanisme pembayaran yang mudah.
108
f. Kriteria lainnya yaitu kesesuaian standar kemasan pangan, Traceability
(kemampuan telusur) dan Label SNI.
3. Hasil proses pemilihan supplier bahan baku LBS adalah sebagai berikut :
a. Dimulai dari penerimaan perkenalan/penawaran calon supplier
kemudian dilanjutkan dengan penerimaan sample produk bahan baku.
Bahan baku diterima kemudian diserahkan pada bagian Research &
Development (R&D) untuk dilakukan trial. Trial yang dilakukan bagian
R & D disetujui apabila tidak ada masalah dalam kualitas dan sesuai
dengan spesifikasi yang diinginkan perusahaan, sedangkan sample tidak
disetujui ketika bahan tidak sesuai spesifikasi. Proses penerimaan
berakhir dan kembali pada penerimaan perkenalan/penawaran calon
supplier. Bahan baku yang sudah disetujui spesifikasinya oleh R & D
kemudian dilakukan negosiasi biaya oleh bagian purchasing yaitu
terdiri atas negosiasi harga produk dan tempo pembayaran, jika sudah
disetujui maka dilakukan proses pengadaan barang.
b. Proses pengadaan dan pembelian bahan baku dimulai dari proses MRP
yang dilakukan oleh departemen PPIC, kemudian departemen
purchasing menerima hasil MRP dan dilakukan forcasting bahan baku
untuk kebutuhan jangka waktu tertentu. Purchase Order (PO)
diterbitkan departemen purchasing yang sudah disetujui oleh finance
accounting kepada masing-masing supplier bahan baku. Supplier
menerima purchase order kemudian melakukan konfirmasi pesanan
kepada PT. AR, setelah itu dilakukan proses pengiriman bahan baku.
Bahan baku diterima oleh PT. AR terlebih dahulu dilakukan
109
pengecekan ulang oleh Quality Control (QC), kemudian bahan baku
diserahkan kepada bagian gudang untuk ditata pada masing-masing
pallet.
c. Hasil analisis seleksi supplier bahan baku LBS menggunakan aplikasi
MPE menunjukkan supplier-supplier yang memiliki nilai MPE tertinggi
dan memenuhi kriteria dan dapat dipertimbangkan oleh perusahaan
untuk menjadi supplier utama/tetap. Supplier-supplier tersebut antara
lain : supplier tepung talas yang memiliki nilai MPE tertinggi yaitu
KWT. MA, supplier tepung terigu; CV. KI, supplier telur ; CV. BN,
supplier gula ; PT. KCS, supplier susu ; CV. KI, suppliervegetable oil ;
CV. KI, suppliershortening ; PT. ITT, supplier cokelat ; PT. NL,
supplier keju ; PT. MBR, supplier bahan-bahan kondimen ; CV. DSI
dan supplier box (kemasan karton LBS) ; BOP.
6.2 Saran
Saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil seleksi supplier bahan
baku LBS adalah sebagai berikut :
1. Pelibatan pakar dari kalangan praktisi (perusahaan) dan penerapan model
dalam masalah empiris lapangan perlu dilakukan untuk menguatkan
aplikabilitas model MPE yang digunakan
2. Penelitian lanjutan dapat diarahkan pada identifikasi parameter-parameter
untuk setiap kriteria turunan, terkait dengan tingkat kinerja supplier.
3. Integrasi model dalam sebuah sistem penunjang keputusan seleksi supplier
akan sangat berguna untuk meningkatkan kemudahan proses.
110
4. Dilakukannya evaluasi terhadap kinerja supplier setiap jangka waktu
tertentu, misal setiap 6 bulan sekali akan meingkatkan loyalitas masing-
masing supplier dan kerjasama saling menguntungkan akan tercipta
dengan baik.
111
DAFTAR PUSTAKA
Abror, 2011. Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok Pada Rantai Pasokan Kertas
(Studi Kasus di PT. Kertas Leces (PTKL) Probolinggo) [Skripsi]. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
BPS, 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2014. Diakses dari http://bps.go.id
pada Tanggal 23 Juli 2014 Jam 11.04.
Bungsu, 2010. Kajian Kriteria Pemilihan Pemasok Buah-buahan dengan Proses
Hirarki Analitis (Studi Giant Hypermarket Botani Square Bogor). Fakultas
Sains dan Teknologi - Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Chopra S. dan Meindl P. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning,
and Operation (3rd Edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Eka, 2011. Analisis Kesesuaian Pemasok Bahan Baku Roti Tawar Spesial (RTS)
dengan Kriteria yang Ditetapkan oleh Perusahaan (Studi Kasus: PT.
Nippon Indosari Corpindo) [Skripsi]. Fak. Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Eko Indrajit, R dan Djokopranoto, R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain :
Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta :
Grasindo.
Evan & Lindsay. 2007. Pengantar Six Sigma. Jakarta : Salemba Empat.
Gaspersz, Vincent. 2012. All-In-One Practical Management Excellence : Contoh
Aplikasi Pada Bisnis dan Industri Modern. Bogor : Vinchristo Publication.
Hariyadi, 2011. Pengindustrian Aneka Ragam Pangan : Menuju Ketahanan
Pangan Nasional Berbasis Sumber Daya Indigenus [Jurnal]. Institut
Pertanian Bogor.
Heizer, J. dan B. Render. 2006. Manajemen Operasi (Terjemahan). Salemba
Empat, Jakarta.
Lee EK, Ha S, Kim SK. 2001. Supplier Selection and Management System
Considering Relationship In Supply Chain Management. IEEE
Transactions on Engineering Management 48 (3): 307-318.
Marimin dan Maghfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor
Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
112
Porter, Michael. E. 1992. Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan
Mempertahankan Kinerja Unggul. Erlangga. Jakarta.
Profil Investasi Bidang Industri dan Perdagangan diakses dari
http://www.kotabogor.go.id/investasi/industri pada tanggal 23 juli 2014
jam 11.25
Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Surabaya : Guna Widya.
Riduwan. 2010. Dasar-Dasar Statistika. Bandung : Alfabeta, 2010.
Russel, Roberta S dan Taylor, Bernard W. 2011. Operations Management :
Creating Value Along The Supply Chain. US : John Willey and Sons, inc.
Sandi, dkk. 2013. Penerapan Metode ANP untuk Pemilihan Supplier Bahan Baku
CV.TX [Skripsi]. Universitas Katolik Parahyangan.
Sholikhin. 2006. Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri Kecil
di Kawasan Agropolitan (Studi Kasus di Kota Batu, Jawa Timur) [skripsi].
Institut Pertanian Bogor.
Susila. 2009. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan
Pengembangan Agroindustri Berbasis Lidah Buaya (Aloe Vera Lina) Di
Kabupaten Bogor [Skripsi]. Institute Pertanian Bogor.
Tias. 2012. Teori Keputusan dan Lingkup Keputusan [Jurnal] diakses dari
library.binus.ac.id pada Tanggal 25 Juli 2014 Jam 18.23.
Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan. MBrio Press, Bogor.
113
Lampiran 1. Definisi Operasional
Dimensi Variabel Deskripsi Indikator Parameter Manajemen
Hubungan Pemasok
(Supplier
Relationship
Management) :
semua proses yang
berfokus pada
interaksi antara
Perusahaan dengan
pemasoknya. (Chopra
dan Meindl (2001))
Seleksi pemasok : salah satu kegiatan
bagian pengadaan yang merupakan
keputusan strategis pertama yang
menentukan kesuksesan
implementasi manajemen rantai
pasokan (Pujawan, 2005)
Kriteria Pemasok :
1. Kelengkapan
Dokumen Keamanan
Pangan
Dokumen-dokumen persyaratan
layak edar dari lembaga
sertifikasi berstandar
internasional yang menunjukkan
pengetahuan, kesadaran dan
pemahaman pemasok bahan
baku pangan tentang
perlindungan konsumen
terhadap keamanan pangan dan
implikasi hukum pelanggaran
peraturan keamanan pangan
yang berlaku
Pemasok terbukti melampirkan
dokumen-dokumen kelengkapan
keamanan pangan pada saat akan
bekerjasama dengan perusahaan
pembeli
a. Sertifikat Halal Sertifikat yang dikeluarkan
badan internasional kehalalan
produk LPPOM MUI
Pemasok bahan baku pangan
terbukti melampirkan dokumen
sertifikat halal dari lembaga
internasional kehalalan di
Indonesia (LPPOM MUI)
b. Sertifikat GMP
dan HACCP
Sertifikat yang diberikan kepada
industri pangan melalui kegiatan
audit atas penerapan GMP dan
Pemasok bahan baku pangan
terbukti melampirkan dokumen
sertifikat GMP dan HACCP dari
114
Dimensi Variabel Deskripsi Indikator Parameter HACCP dalam mencegah
bahaya keamanan pangan pada
setiap titik kritis aktivitas
produksi dari lembaga sertifikasi
standar internasional
lembaga sertifikasi standar
internasional di Indonesia.
Misalnya dari Sucofindo
c. Sertifikat P-IRT Sertifikat yang dikeluarkan oleh
Dinas Kesehatan setempat untuk
skala industri rumah tangga yang
memproduksi bahan pangan
Pemasok bahan baku pangan
skala industri rumah tangga
seperti tepung talas terbukti
melampirkan dokumen sertifikat
P-IRT
2. Kualitas Keseluruhan ciri dan karakter-
karakter dari sebuah produk
yang menunjukkan
kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan tersirat
(American Society for Quality
Control, 2009)
Pemasok bahan baku Lapis
Bogor Sangkuriang terlihat
mematuhi standar-standar
kualitas yang dipesan PT.
AGRINESIA RAYA
a. Kesesuaian Teknis Penilaian untuk menyatakan
kesesuaian produk terhadap
standar tertentu, khususnya SNI
(BSN)
Pemasok bahan baku Lapis
Bogor Sangkuriang terlihat
mematuhi kesesuaian teknis
mengenai kualitas bahan baku
yang dipasok
b. Reliabilitas
Produk
Probabilitas bahwa produk akan
bekerja dengan memuaskan atau
tidak dalam periode waktu
tertentu, semakin kecil
kemungkinan terjadinya
kerusakan maka produk tersebut
dapat diandalkan (Mullins,
Orville dan Boyd, 2005 : 422)
Tingkat keandalan pemasok
bahan baku terhadap produk
yang dipasok sehingga
kemungkinan terjadinya
kerusakan dalam hal kualitas
semakin kecil
c. Standar dan
Jaminan Kualitas
Perusahaan pemasok
memberikan jaminan kepada
Pemasok bahan baku Lapis
Bogor Sangkuriang terlihat
115
Dimensi Variabel Deskripsi Indikator Parameter perusahaan pembeli apabila
bahan baku yang diterima oleh
pembeli termasuk kriteria rusak
(reject) yaitu dilakukan
penukaran (retur) bahan baku
mampu memberikan standar dan
jaminan kualitas terhadap
kesesuaian teknis kualitas yang
diminta perusahaan
d. Rasio
Ketertolakan Produk
Pengukuran yang digunakan
untuk menilai perusahaan
pemasok ketika memasok
produknya pada perusahaan
pembeli yang ditandai dengan
seberapa banyak pemasok
menyediakan produk yang tidak
memenuhi standar kesesuaian
teknis (Pujawan, 2005)
Tingkat ketertolakan bahan baku
Lapis Bogor Sangkuriang yang
dipasok, banyaknya produk
dengan status reject
e. Standar Kemasan
Pangan
Standar yang dikeluarkan oleh
Balai Besar Kimia dan Kemasan
Kementerian Perindustrian
mengenai persyaratan kemasan
pangan dengan tujuan
melindungi produk pangan dari
bahaya keamanan pangan
(Bpkimi, Kemenperin, 2012)
Pemasok kemasan kotak karton
untuk Lapis Bogor Sangkuriang
terlihat sesuai standar kemasan
pangan, salah satunya labelling
yaitu tercantumnya nama umum
produk yang dikemas, isi berat
bersih, komposisi bahan, masa
simpan produk, kondisi
penyimpanan khusus, barcode
dan simbol halal (Bpkimi,
Kemenperin, 2012)
3. Pengiriman Kegiatan mengirimkan
(pendistribusian) bahan baku
sesuai pesanan dari pemasok
kepada perusahaan pembeli
Tingkat kecepatan dan ketepatan
pengiriman bahan baku Lapis
Bogor Sangkuriang menuju PT.
AGRINESIA RAYA
a. Lead Time Singkat Kemampuan pemasok
memberikan jangka waktu
tunggu pengiriman pasokan
bahan baku yang relatif singkat
Pemasok terlihat mampu
memberikan jangka waktu
tunggu pengiriman pasokan
bahan baku Lapis Bogor
116
Dimensi Variabel Deskripsi Indikator Parameter (Gaspersz, 2012) Sangkuriang yang relatif singkat
b. Ketepatan Waktu Kemampuan pemasok mengirim
tepat waktu dengan lot
pengiriman kecil. Ini akan dinilai
dari jarak antara pemasok
dengan Perusahaan, kapasitas
produksi dan keadaan historis
mereka dalam mengirim tepat
waktu (Eka, 2011)
Pemasok terlihat mampu
menepati waktu pengiriman
bahan baku Lapis Bogor
Sangkuriang
c. Kontinuitas Kemampuan pemasok (supplier)
untuk mengirimkan bahan baku
yang dibutuhkan secara kontinu
(Rukmi, dkk. 2014)
Pemasok terlihat mampu
mengirimkan bahan baku Lapis
Bogor Sangkuriang yang
dibutuhkan secara kontinu
4. Pelayanan dan
Manajemen Organisasi
Bentuk pelayanan dan sistem
manajemen yang diberikan oleh
perusahaan pemasok dalam
rangka memenuhi pesanan
kebutuhan bahan baku
Tingkat sistem manajemen
pelayanan yang diberikan
perusahaan pemasok bahan baku
Lapis Bogor Sangkuriang
a. Aksesibilitas Konsep yang menggabungkan
pengaturan tata guna lahan
secara geografis dengan sistem
jaringan transportasi yang
menghubungkannya. Dengan
perkataan lain aksesibilitas
adalah suatu ukuran kenyamanan
bagaimana lokasi tataguna lahan
berinteraksi satu dengan yang
lain dan bagaimana mudah dan
susahnya lokasi tersebut dicapai
melalui sistem jaringan
transportasi (Black dan Conroy,
1977)
Pemasok terlihat memiliki
kemampuan aksesibilitas yang
dapat diandalkan dalam kegiatan
pendistribusian bahan baku
Lapis Bogor Sangkuriang
kepada PT. AGRINESIA RAYA
117
Dimensi Variabel Deskripsi Indikator Parameter
b. Fleksibilitas Kemampuan untuk beradaptasi
secara cepat dan efektif terhadap
kebutuhan yang terus berubah,
pergantian yang cepat dari satu
produk ke produk lain, respon
yang cepat terhadap permintaan
yang terus berubah (Evans &
Lindsay, Pengantar Six Sigma,
h.202)
Tingkat fleksibilitas perusahaan
pemasok terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi, dapat
mudah menyesuaikan dengan
kondisi kebutuhan bahan baku
produk Lapis Bogor
Sangkuriang yang tujuannya
menguntungkan kedua belah
pihak
c. Status/Kondisi
Finansial
Kondisi keuangan Perusahaan
pemasok pada saat akan
bekerjasama dengan Perusahaan
pembeli harus diketahui agar
tidak terjadi kekekeliruan
mekanisme pembayaran antar
Perusahaan
Pemasok terbukti tidak memiliki
permasalahan keuangan internal
maupun eksternal perusahaan
d. Kepercayaan Kondisi terciptanya hubungan
kerja antar industri yang penuh
kepercayaan (Evans & Lindsay,
Pengantar Six Sigma, h.279)
Tingkat kepercayaan antar
perusahaan pemasok dan
perusahaan pembeli khususnya
dalam pengadaan bahan baku
yang terlihat dari data historis
kemampuan memenuhi pesanan
e. Tingkat
Kemudahan Komunikasi
Kondisi mudahnya hubungan
komunikasi antar industri
dagang yang saling
menguntungkan, khususnya
dalam hal pengadaan bahan baku
Tingkat kemudahan pelayanan
komunikasi dari perusahaan
pemasok bahan baku dan PT.
AGRINESIA RAYA sebagai
pembeli khususnya mengenai
kegiatan pengadaan bahan baku
118
f. Prosedur Komplain dan
responsibilitas
Kemampuan pemasok dalam
menangani keluhan-keluhan
perusahaan pembeli terhadap
pelayanan yang diberikan
perusahaan pemasok dan bentuk
tanggung jawab pemasok terhadap
produk yang dipasoknya
Pemasok terbukti bertanggung jawab
dalam menangani komplain-
komplain mengenai pengadaan bahan
baku produk Lapis Bogor
Sangkuriang, prosedur komplain
yang diberikan tidak rumit
5. Biaya Uang tunai atau kas yang
dikorbankan untuk barang atau jasa
yang diharapkan dapat
memberikan laba baik untuk
masakini maupun masa mendatang
(Kuswadi, 2006:60)
Tingkat biaya yang dikeluarkan
untuk pengadaan bahan baku Lapis
Bogor Sangkuriang
a. Harga Produk Kemampuan pemasok dalam
memberikan harga yang sesuai
dengan kualitas bahan baku yang
ditawarkan
Pemasok terbukti dapat memberikan
harga yang sesuai dengan kualitas
bahan baku yang ditawarkan kepada
perusahaan pembeli
b. Kemampuan memberikan
diskon
Pemasok dapat memberikan
potongan harga atau diskon kepada
pembeli apabila memesan bahan
baku dengan kuantitas yang besar
Pemasok terbukti dapat memberikan
potongan harga atau diskon kepada
PT. AGRINESIA RAYA apabila
memesan bahan baku Lapis Bogor
Sangkuriang dengan kuantitas yang
besar
c. Mekanisme Pembayaran
Mudah
Pemasok memberikan kemudahan
dalam melakukan transaksi
pembayaran dan jangka waktu
yang sesuai
Pemasok bahan baku Lapis Bogor
Sangkuriang terbukti memberikan
kemudahan dalam melakukan
transaksi pembayaran dan jangka
waktu yang sesuai kepada PT.
AGRINESIA RAYA
119
Stuktur Organisasi
PT AGRINESIA RAYA
120
Lampiran 3. Pemeriksaan Operasional Perusahaan (Depth Interview)
Daftar Pertanyaan Pemeriksaan Sistem Pengadaan dan Pengendalian Bahan Baku
PT. Agrinesia Raya, Bogor, Jawa Barat
Narasumber :
Jabatan :
1. Apakah perusahaan mempunyai suatu sistem pembelian terpusat ?
2. Apasaja pertimbangan bagian pembelian untuk memilih supplier bahan
baku ?
3. Apa pertimbangan bagian pembelian memutuskan jumlah supplier untuk
setiap bahan baku ?
4. Jika menggunakan lebih dari satu supplier, Apa saja pertimbangan
bagian pembelian memutuskan untuk memakai lebih dari satu supplier ?
5. Jika hanya menggunakan satu supplier, Apa saja pertimbangan bagian
pembelian memutuskan hanya memakai satu supplier ?
6. Jika terjadi penolakan penawaran pihak supplier untuk menjadi mitra,
Apa pertimbangan penolakan tersebut ?
7. Bagaimana kriteria supplier bahan baku yang diinginkan perusahaan ?
8. sudahkah ada konrak dimuka untuk setiap supplier bahan baku ?
9. Jika ada, kontrak seperti Apa yang dibuat untuk kepentingan dan
kenyamanan kedua belah pihak (perusahaan dan supplier)?
10. Jika belum ada, pertimbangan Apa saja yang menyebabkan kontrak
tersebut belum dilakukan ?
11. Adakah salah satu atau banyak bahan baku yang tergantung hanya dari
satu supplier dan tidak bisa digantikan ?
12. Bagaimana perusahaan menyiasati Jika suatu ketika supplier tidak bisa
mengirim bahan baku sesuai pesanan ?
13. Apakah supplier meminta persyaratan tertentu kepada perusahaan untuk
menunjang kelancaran pasokan ? (misalnya dalam hal waktu
pembayaran)
14. Apakah fungsi pembelian terpisah dari fungsi penerimaan ?
15. Apakah untuk setiap pembelian selalu dipergunakan pesanan pembelian
(purchase order)?
121
16. Apakah bagian pembelian selalu mengusahakan harga dan suplai yang
terbaik atas barang yang diperlukan ? (bagian pembelian melakukan
negosiasi harga, melihat kualitas sebelum dibeli)
17. Apakah dalam pembelian ditetapkan persetujuan jumlah rupiahnya ?
(kontrak persetujuan harga)
18. Apakah bagian-bagian lain selalu memandang bagian pembelian sebagai
sumber informasi dalam memecahkan setiap permasalahan mengenai
barang ?
19. Apakah permintaan pembelian selalu dilayani tepat pada waktunya ?
20. Apakah bagian pembelian selalu berorientasi kepada pelayanan? (Apakah
bagian pembelian melayani dengan baik bagian perencanaan produksi,
begitupun kepada supplier?)
21. Apakah persediaan selalu mencukupi ? Jika tidak, dalam setahun berApa
kali terjadi kekurangan persediaan ?
22. Apakah persediaan selalu diusahakan dalam jumlah optimal ? (jumlah,
safety stock tepat dan biaya yang minimal)
23. Berapa lama jangka waktu yang diperlukan untuk memproses suatu
permintaan pembelian ? (lead time pesanan)
24. Apa saja biaya-biaya yang dihitung dalam biaya pesan bahan baku ?
berapa biaya per-order pembelian?
25. Apakah supplier menyediakan catalog-katalog harga bahan baku yang
tengah berrlaku ?
26. Apakah ada suatu sistem pengendalian persediaan ?
a. Pergudangan dilaksanakan oleh pihak berwenang
b. Pesanan sesuai kebutuhan optimal
c. Tindakan keika penyerahan tidak sesuai
d. Bagian penerimaan bekerja setelah mendapat lembaran PO
e. Kuantitas, kualitas, persyaratan, harga, ketelitian, administrasi
diyakini pesanan bahan baku disesuaikan sebelum dilakukan
pembayaran
f. Kapan barang retur diperhitungkan penagihan kembali kepada
supplier
122
g. Pesan kembali pada saat mencApai batas keamanan minimum
27. Apakah pernah diadakan evaluasi produk ? (misalnya melihat standar
produk yang dihasilkan, melihat bahan baku yang dipesan sesuai standar
perusahaan) Apakah petugas pembelian ikut menjadi anggotanya ?
28. Apakah biaya yang diinvestasikan untuk persediaan selalu diketahuai
setiap saat ?
29. Apakah untuk menilai prestasi pembelian dipergunakan analisa varian
harga pembelian ? (misalnya pembelian selama 1 periode dianalisa
kembali optimal atau tidaknya)
30. Apakah fasilitas fisik gudang penyimpanan cukup memadai ? (misalnya
ada fasilitas penyimpanan bahan-bahan yang perishable tercukupi) Jika
tidak, Apa saja yang dirasakan kurang memadai ?
31. Apakah peralatan yang dimiliki dapat mendukung kelancaran tugas ?
32. Apakah bagian pembelian mempunyai hubungan baik dengan
departemen-departemen lainnya ?
33. Apakah bagian pembelian selalu berkomunikasi dengan bagian
penerimaan dan bagian keuangan ?
34. Apakah petugas bagian keuangan selalu dApat memperoleh informasi
yang mereka butuhkan dari bagian pembelian ?
35. Apakah bagian pembelian tau mengenai anggaran pembelian masing-
masing departemen ? (departemen kebersihan dan teknisi misalnya)
36. Apakah bagian pembelian memiliki petunjuk atau pedoman kebijakan
dan prosedur ?
37. Apakah perusahaan memiliki standar pembelian yang berlaku
menyeluruh sehingga setiap departemen mendapat perlakuan yang sama
? (standar pembelian bahan baku sama dengan standar pembelian alat-
alat kantor atau kebersihan misalnya)
38. Apakah ada prosedur khusus untuk pembelian peralatan modal?
(misalnya peralatan kantor dan kebersihan)
39. Apakah sebelum dipersiapkan pesanan pembelian disyaratkan harus ada
permintaan pembeliannya ?
123
40. Apakah ada suatu sistem otorisasi faktur sehingga perbedaan-
perbedaannya dengan pesanan dapat diketahui ?
41. Apakah ada satu komisi standarisasi untuk mengendalikan proliferasi
produk ? (adanya manajemen QC bahan baku atau produk jadi)
42. Apakah bagian pembelian menggunakan semacam formula khusus
kuantitas pembelian ekonomis ? (adanya perhitungan khusus)
43. Apakah bagian pembelian selalu mencoba untuk membeli produk yang
dApat memenuhi kebutuhan beberApa departemen ketimbang menimbun
beberapa jenis barang yang hamper sama ? (digunakan teknik lot for lot
untuk salah satu jenis bahan baku)
44. Apakah perusahaan selalu mengusahakan persediaan serendah mungkin
tetapi juga mempertimbangkan kelangkaan barang di masadepan?
Bagaimana cara perusahaan mengatasinya?
45. Apakah bagian pembelian pernah melaksanakan QC sehingga dapat
diketahui bahwa barang yang datang benar-benar barang yang
diinginkan?
46. Apakah bagian pembelian selalu memanfaatkan diskon ?
47. Apakah bagian pembelian selalu mencoba untuk memusatkan pembelian
pada perusahaan tertentu untuk mendApatkan diskon kuantitas?
48. Apakah pembelian mendesak selalu dihindari ?
49. Apakah bagian pembelian selalu meminta penawaran dari pemasok
bahan baku ?
50. Apakah syarat-syarat penawaran selalu dipertimbangkan dengan
seksama, seperti misalnya mengenai pengangkutan, diskon dan
layanannya ?
51. Apakah penetApan pemasok bahan baku selalu didasarkan pada nilai
optimal ?
52. Apakah permintaan penawaran benar-benar dialamatkan kepada
beberapa pemasok yang berbeda-beda ?
53. Apakah ada suatu prosedur tindak lanjut atas barang-barang yang
diterima tidak tepat pada waktunya ?
124
54. Apakah pembelian back-order selalu dimonitor ?
55. Apakah pesanan pembelian juga berisikan harga ?
56. Apakah catatan selalu dapat merekam terutama bilamana harga beli
actual berbeda dengan harga beli taksiran ?
57. Apakah digunakan suatu jumlah penggunaan rata-rata untuk setiap jenis
barang agar persediaan tetap baik (tidak aus)?
58. Apakah tingkat persediaan pengaman untuk masing-masing jenis barang
telah diperhitungkan?
59. Apakah moral karyawan pembelian dan persediaan benar-benar
memuaskan ?
60. Apakah para karyawan memiliki pengetahuan yang cukup memadai
mengenai produk yang mereka tangani?
61. Apakah para karyawan selalu berusaha untuk memperoleh informasi
mengenai adanya jenis barang yang baru ? (misalnya ada bahan baku
baru untuk produk baru )
62. Apakah perusahaan selalu mengadakan pendidikan dan latihan yang
kontinu untuk karyawan pembelian dan persediaan ?
63. Bagaimana perputaran karyawan bagian pembelian ?
64. Bagaimana tingkat absensi karyawan ?
65. Apakah hanya supplier yang dapat diandalkan saja yang dipilih?
66. Apakah ada suatu arsip mengenai prestasi pemasok bahan baku untuk
dijadikan petunjuk mana yang paling dipercaya dalam situasi mendesak ?
67. Apakah para pemasok bahan baku selalu dicegah untuk berhubungan
dengan pimpinan departemen lainnya ?
68. Apakah ada suatu kebijakan mengenai hadiah-hadiah yang diterima dari
pemasok bahan baku ?
69. Apakah daftar pemasok selalu diperbarui dengan frekuensi yang layak ?
70. Apakah blanko formulir pesanan pembelian di pranomori ? (dibuat
rencana pembelian lalu di nomori sesuai jadwal beli)
71. Apakah ada suatu ruang yang cukup pada setiap formulir (khususnya
untuk pesanan pembelian dan permintaan pembelian) untuk menuliskan
semua informasi yang dibutuhkan? (adanya tab keterangan informasi)
125
72. Apakah permintaan penawaran dibuatkan formulir tersendiri yang
tercetak ?
73. Apakah ruang yang tersedia pada formulir cukup mendukung kemudahan
dan kebenaran pengetikan ?
74. Apakah laporan pembelian dibuat secara bulanan ? Apakah ada seorang
pejabat yang selalu mengevaluasinya dengan seksama ?
75. Apakah bagian pembelian membuat suatu buku catatan perlengkapan
yang memuat daftar peralatan modal ? (misalnya alat-alat kantor dll)
76. Apakah blanko formulir pembelian selalu dijaga keamanannya ?
77. Apakah catatan-catatan diselenggarakan secara efisien dan efektif ?
78. Apakah pesanan pembelian dibuat tercetak ?
79. Apakah nampak barang-barang tertimbun tanpa alasan ditempat
penerimaan ?
80. Apakah pekerja-pekerja pabrik selalu siap menerima barang ?
81. Apakah pergerakan barang selalu terjadi ?
82. Apakah ada karyawan pengelola barang yang cukup ahli yang
dipekerjakan pada bagian yang kurang memerlukan keahliannya, dalam
arti bahwa terdApat biaya tenaga kerja yang tinggi yang dipergunakan
dalam bidang pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian ?
83. Apakah barang-barang yang rentan selalu terjaga keutuhannya dalam
pemindahannya ?
84. Apakah daerah produksi terbebas dari gangguan barang-barang yang
akan dipergunakan atau akan dipergunakan pada kegiatan berikutnya?
85. Apakah barang-barang dibongkar secara mekanis atau dengan bantuan
mesin ?
86. Jika tidak, Apakah barang-barang dibongkar dengan tangan secara cukup
layak ?
87. Apakah dipergunakan karton-karton kemasan untuk memudahkan
perhitungan dan pengelolaan barang ?
88. Apakah perusahaan selalu merasa berkewajiban untuk memenuhi setiap
pesanan pembelian dan perintah pengiriman ?
126
89. Apakah kuantitas bahan baku dicek dengan dokumen pengirimannya ?
(ketika pengiriman tiba bagian penerimaan richeck dokumen pengiriman)
90. Apakah harga dicek dengan petunjuk yang ada dan dengan perintah
pengirimannya ? (disesuaikan dengan dokumen pesanan)
91. Apakah perhitungan-perhitungan matematis yang ada juga selalu dicek ?
92. Apakah tagihan-tagihan yang datang selalu dilunasi dalam jangka waktu
yang telah ditentukan ?
93. Apakah teknik-teknik pengendalian telah diterapkan, seperti misalnya
pengendalian untuk mencegah pembayaran ganda atas tagihan ?
a. Berikan uraian mengenai teknik-teknik yang ada.
94. Apakah pengendalian atas pembayaran biaya pengangkutan cukup
memadai ? (Jika tidak ada biaya pengangkutan abaikan pertanyaan ini)
95. Jika tidak tindakan-tindakan korektif Apa yang diperlukan ?
96. Apakah laporan mengenai pengangkutan selalu dibuat secara teratur?
(adanya form pengankutan lengkap dengan jenis dan waktu
pengangkutannya)
97. Apakah dalam periode pemeriksaan penerimaan bahan baku terjadi
demurrage (biaya kelebihan) ? Berapa kali dalam 1 periode)
98. Tetapkan jumlah demurrage yang harus dibayar. Catat disini_____
99. Apa saja yang menjadi sebab demurrage?
100. Apakah telah dirancang cara-cara khusus untuk memanfaatkan kredit
perjanjian demurrage ? (mengatasi biaya kelebihan)
101. Tindakan korektif Apa yang telah dilakukan untuk mengurangi biaya
demurrage ?
102. Lakukan pengujian-pengujian atas tuntutan akibat kerusakan barang dan
kerugian-kerugian lainnya, dan cobalah untuk melihat Apakah kerusakan
dan kerugian itu memiliki pola tertentu. Jika ya Apakah dApat segera
ditanggulangi ?
103. Apakah tuntutan-tuntutan selalu diselesaikan dengan cepat ? (misalnya
tuntutan atas barang retur)
104. Apakah pernah ada perbedaan antara data pada dokumen angkut dengan
data pada faktur? Jika ya, Apakah hal itu disebabkan oleh penerApan
127
harga yang salah? Atau karena pedoman pemesanan yang keliru ?
Apakah pelanggan dibebani jumlah pengangkutan yang benar ?
105. Apakah pengelolaan barang merupakan suatu aktifitas khusus atau suatu
unit dalam perusahaan, dimana sedikitnya ada satu orang yang bekerja
secara penuh untuk menangani aktifitas tersebut (pengelolaan gudang) ?
106. Jika ya, Apakah pengarahan dan kualitas jasa pengelolaan barang
tanggung jawabnya berada ditangan satu orang ?
107. Apakah perencanaan produksi dapat dipergunakan oleh petugas
penyimpan bahan baku sebagai pemberitahuan tentang barang-barang
yang akan dibutuhkan ?
108. Apakah petugas gudang atau penyimpan barang selalu diberitahu
sebelumnya bila mana terjadi perubahan-perubahan rencana persediaan ?
109. Apakah ada indikasi bahwa perusahaan menggunakan berbagai macam
bahan baku sehingga memerlukan standarisasi?
110. Jika ya, Apakah perusahaan menerapkan teknik penilaian (standarisasi)
tertentu terhadap masing-masing BB ?
111. Apakah terdApat timbunan barang yang tengah menunggu reparasi,
pengerjaan kembali, atau retur ke pemasok ?
112. Apakah catatan persediaan cukup dapat diandalkan misalnya dapat
dipergunakan sebagai dasar pembelian barang atau untuk menyusun
jadwal produksi ?
113. Apakah ada seseorang yang diserahi tugas untuk menerapkan metode
baru pengelolaan barang ? (Jika perusahaan menerapkan metode
pengelolaan tersebut)
114. Apakah persediaan merupakan komponen penting dalam investasi
perusahaan ?
115. Apakah kualitas manajemen persediaan banyak mempengaruhi
pendApatan perusahaan ?
116. Apakah semua barang yang dibeli disimpan digudang pusat, dan tidak
diserahkan langsung ke unit produksi?
128
117. Jika ya, Apakah gudang memiliki sistem pencatatan yang dikerjakan oleh
karyawan-karyawan yang secara fungsional independen terhadap para
petugas gudang ?
118. Apakah ada pihak yang bertanggung jawab langsung atas pengelolaan
persediaan ?
119. Jika ya, Apakah ada pihak lain yang bertanggung jawab atas kegiatan
verifikasi persediaan ?
120. Apakah tingkat perputaran persediaan selalu diketahui dengan mudah ?
121. Apakah tingkat perputaran untuk berbagai jenis persediaan juga dapat
diketahui dengan mudah ?
122. Jika ya, Apakah cukup layak bila dibandingkan dengan standar industry
yang ada, tingkat perputaran di masa lalu dan lain-lainnya?
123. Apakah untuk setiap jenis persediaan diselenggarakan pencatatan secara
perpetual (setiap pada saat keluar masuk bahan baku dicatat)
124. Jika tidak, Apakah memang diperlukan pencatatan secara perpetual ?
125. Apakah pada tiap-tiap kantung atau lokasi barang selalu dibuat catatan-
catatan tertentu yang diperlukan ?
126. Jika tidak, Apakah memang seharusnya demikian ?
127. Jika ya, Apakah memang benar-benar diperlukan ?
128. Apakah setiap unsur persediaan dipesan, disimpan, dikeluarkan dan
dikendalikan dengan cara yang sama ?
129. Jika ya, Apakah nampak adanya barang yang sebenarnya tidak mahal tapi
dApat diperlakukan pencatatan dan pengelolaan yang berlebihan ?
130. Apakah ukuran atau alat pengaman untuk mencegah kecurangan telah
diterapkan dalam pengelolaan persediaan ? (misalnya kecurangan yang
terjadi di bagian pembelian untuk menentukan pemasok bahan baku
untuk perusahaan )
131. Apakah unsur-unsur persediaan telah diidentifikasikan menurut nomor-
nomor barang ?
132. Apakah hasil perhitungan pemasok dicek kembali oleh bagian
penerimaan ?
129
133. Apakah catatan-catatan persediaan selalu di cek dengan jumlah fisiknya
sedikitnya sekali setahun ?
134. Jika ya, Apakah penyesuaian –penyesuaian atas catatan dilakukan dengan
cepat ?
135. Jika ya, Apakah perhitungan fisik (pencatatan persediaan) itu dilakukan
oleh karyawan gudang atau selain dari mereka? Siapa?
136. Apakah untuk penyesuaian catatan persediaan fisik itu diperlukan
persetujuan tertulis oleh pihak yang bertanggung jawab? Berapa kali
penyesuaian terakhir dilakukan? Lantas Apa yang dilakukan setelah
penyesuaian itu ? (beri catatan seperlunya)
137. Apakah ada pencatatan mengenai persediaan bahan baku yang memiliki
gerakan lambat, usang, berlebihan? SiApa yang melakukan tugas tersebut
?
a. Berikan catatan mengenai tindakan-tindakan yang diambil dalam
enam bulan terakhir
138. Apakah kelompok-kelompok barang berikut ini cukup mendapat porsi
pengendalian akuntasi:
a. Konsinyasi keluar
b. Barang yang berada ditangan pensuplai
c. Barang yang dikirim dengan memorandum
d. Konsinyasi masuk
139. Apakah perusahaan memiliki instruksi tertulis sebagai pedoman bagi
karyawan yang melaksanakan perhitungan fisik akhir tahun ?
140. Apakah prosedur perhitungan persediaan itu sendiri sudah cukup dapat
diandalkan ?
130
Lampiran 4. Penjelasan Rantai Nilai Pengolahan Tepung Talas menjadi Lapis Talas (Aktivitas Utama)
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Utama Logistik Masuk Operasi
Logistik
Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan Aktivitas - Penyediaan bahan baku LBS yang terdiri atas :
Tepung talas
Terigu
Telur
Gula
Vegetable oil
Shortening
Susu
Cokelat Rasa
Keju
Bahan Kondimen
Box Kemasan
- Transportasi/pendistribusian masing-masing
bahan baku dari para supplier kepada PT.
AR
- Pelayanan yang diberikan oleh supplier
kepada PT. AR adalah jaminan kualitas
kerusakan fisik atau ketidaksesuaian dengan
dengan spesifikasi yang diminta, kemudian
dilakukan penukaran (retur) bahan baku
yang akan diproses pada pengiriman
selanjutnya.
- supplier bertanggung jawab terhadap
ketertolakan bahan baku yang dipasok
- Terdapat pelayanan yang cukup memadai
- Sebelum didistribusikan kepada
PT. AR. Departemen PPIC
(Planning Production and
Inventory Control) membuat
MRP (Material Requirement
Planning) masing-masing bahan
baku yang dibutuhkan untuk 1
bulan.
- Departemen PPIC melakukan
forcasting bahan baku (MRP)
yang diperlukan kemudian
diterbitkan kepada bagian
purchasing untuk dibuat
purchase order yang kemudian
dikirimkan pada masing-masing
supplier
- Masing-masing bahan baku
mempunyai lead time,
contohnya untuk bahan baku
seperti tepung talas, tepung
terigu, shortening, coklat, bahan
kondimen dan kotak karton
kemasan memiliki jangka waktu
tunggu 3 hari setelah pengiriman
PO sedangkan untuk telur
dilakukan sistem just in time,
- Distribusi
produk hasil
olahan
tepung talas
LBS
- Produk hasil olahan
tepung talas LBS
dipasarkan melalui
outlet-outlet milik PT.
AR, kemitraan-
kemitraan dan
distribution channel
- Produk olahan tepung
talas LBS dipasarkan
dalam kemasan kotak
karton berukuran 15 x
23 cm dan tersedia
dalam berbagai varian
rasa yaitu original keju,
greentea keju, full talas
keju, coklat talas keju,
coklat talas polos,
cappuccino, tiramisu,
blueberry, strawberry.
131
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Utama Logistik Masuk Operasi
Logistik
Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan untuk jaminan retur (pengembalian) bahan
baku yang tidak sesuai spesifikasi yang
diminta, yaitu barang retur akan diganti pada
saat pengiriman selanjutnya
- Negosiasi mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kerjasama antara PT.
AR dan supplier dilakukan setiap periode
untuk mengetahui fluktuasi harga,
kontinuitas pengiriman, jadwal pengiriman
serta evaluasi lainnya untuk kepentingan
masing-masing pihak.
yaitu dilakukan pengiriman 2
kali sehari untuk 3 shiift
produksi.
- Ketika bahan baku telah
diterima, bagian quality control
mengambil sampel masing-
masing bahan baku untuk
dilakukan pengecekan fisik
untuk melihat kualitas bahan
baku, kegiatan selanjutnya yaitu
penimbangan bahan baku, lalu
diserahkan kepada bagian
gudang untuk dilakukan
penataan di setiap pallet.
- Pengolahan (pencampuran)
bahan baku menjadi Lapis Talas
- Pengemasan Lapis Talas
menggunakan box kemasan
kertas karton
132
Lampiran 5. Penjelasan Rantai Nilai Pengolahan Tepung Talas menjadi Lapis Talas (Aktivitas Pendukung)
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Pendukung Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan Infrastruktur - Akses jalan dari dan menuju PT.
AR sudah cukup memadai.
Pabrik pengolahan sekaligus
gudang penyimpanan bahan baku
terletak tidak jauh dari pusat kota
dan tidak jauh dari akses jalan tol
- Pabrik pengolahan memiliki
gudang persediaan yang tidak
cukup luas, tetapi kebutuhan
bahan baku tercukupi untuk
kegiatan produksi, pemesanan
kembali bahan baku telah diatur
sedemikian rupa agar tidak terjadi
kekurangan bahan baku
- Alat-alat perlengkapan untuk
pengangkutan bahan baku
menggunakan trolley khusus
- Timbangan disediakan ditempat
penerimaan bahan baku sebagai
alat perlengkapan yang
dibutuhkan divisi quality control
untuk melakukan penimbangan
ulang bahan baku yang datang
kemudian disesuaikan
kuantitasnya dengan form
- Alat-alat persiapan bahan
baku di ruang persiapan
seperti mesin pengayak
tepung, timbangan untuk
menakar bahan baku,
wadah takaran untuk
terigu, gula, susu dan
bahan baku lainnya.
- Berbagai macam alat dan
mesin yang digunakan
untuk memproduksi LBS,
seperti mesin steamer,
mesin mixer, timer,
loyang stainless untuk
mencetak kue, konveyor,
mesin parutan keju dan
coklat, dan lain-lain.
- Terdapatsarana transportasi
menggunakan kendaraan
bermotor roda 2 maupun roda
4 dan akses jalan yang cukup
memadai untuk
mendistribusikan LBS dari
lokasi perusahaan ke outlet-
outlet PT. AR, kemitraan-
kemitraan serta distribution
channel lainnya.
- Terdapat agen-agen yang
merupakan mitra dari PT.
AR yang memasarkan
produk LBS
menggunakan kendaraan
bermotor roda 2 dan roda
4
- Terdapat 4 outlet yang
tersebar di wilayah Bogor
untuk menjual produk
LBS
133
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Pendukung Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan Purchase Order
- Bahan baku diangkut menuju
gudang persediaan menggunakan
trolley yang disediakan supplier
- Penataan bahan baku di gudang
persediaan diatur berdasarkan
konsep FIFO (First In First Out)
yaitu barang yang masuk lebih
dahulu akan digunakan terlebih
dahulu untuk kegiatan produksi
- Didalam gudang persediaan
terdapat pallet-pallet yang terbuat
dari baja tersusun 2 tingkat.
- Penataan bahan baku diatur
berdasarkan jenis bahan baku,
bahan baku kering seperti tepung
talas, terigu serta bahan baku
dengan kemasan kotak karton
disimpan dalam pallet yang
berdampingan, sedangkan untuk
telur dan bahan-bahan kondimen
dengan kemasan pail disimpan
dalam pallet yang berjauhan
dengan penyimpanan bahan baku
kering.
- Terdapat sarana komunikasi dan
134
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Pendukung Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan teknologi informasi yang
memadai sebagai sarana
komunikasi mengenai purchase
order ataupun invoice dari pihak
perusahaan kepada para supplier.
Sumber Daya
Manusia - Departemen PPIC khususnya bagian
purchasing yang mengatur rantai pasok
bahan baku. Tenaga kerja dibagian
departemen Planning Production And
Inventory Control (PPIC) memiliki
kemampuan melakukan forcasting
kebutuhan bahan baku, mengatur waktu
pemesanan kembali bahan baku yang
telah mendekati titik kritis, melakukan
negosiasi mengenai kerjasama seperti
apa yang akan dibentuk antar kedua
belah pihak, menerima penawaran-
penawaran kerjasama dari berbagai
perusahaan bahan baku serta menjaga
hubungan yang baik dengan para
supplier
- Para supplier bahan baku
- Tenaga kerja pengangkutan bahan baku
yang disediakan oleh perusahaan
supplier dari tempat penerimaan bahan
baku
- Tenaga kerja pada bagian
produksi LBS dilatihlangsung
oleh tenaga ahli yang juga
merupakan formulator sekaligus
R&D produk LBS
- Tenaga kerja memiliki
kemampuan masing-masing
dalam kegiatan persiapan bahan
baku, pengolahan hingga
finishing produk
- Pendistribusian produk olahan
tepung talas LBS
menggunakan kendaraan
bermotor roda 2 atau roda 4
- Produkolahan tepung
talas LBS dipasarkan
melalui outlet-outlet,
agen mitra serta
distribution channel
lainnya yang bekerjasama
dengan PT. AR
- SDM dibagian pemasaran
telah memiliki
pengetahuan tentang
produk yang dipasarkan
135
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Pendukung Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan - Quality Control (QC) memiliki
kemampuan dalam mengendalikan
kesesuaian teknis(re-check) bahan baku
yang diterima dari para supplier
- Tenaga kerja yang melakukan penataan
bahan baku di gudang persediaan
- Tenaga kerja yang melakukan persiapan
bahan baku
- Tenaga kerja untuk memproduksi LBS
- Tenaga kerja yang melakukan finishing
produk
- Jenis kelamin tenaga kerja kombinasi
antara pria dan wanita
- Tingkat pendidikan tenaga kerja
bervariasi dari SD hingga Sarjana
Pengembangan
Teknologi
- Adanya alat telekomunikasi yang dapat
membantu dalam proses pemesanan dan
pendistribusian masing-masing bahan baku
dari perusahaan supplier kepada PT. AR.
Komunikasi antar perusahaan supplier, bisa
melalui jaringan telepon, chat messanger
maupun email
- Teknologi yang digunakan dalam proses
pemesanan dan pelayanan dari supplier
yaitu komputer/laptop untuk mencatat data
pemesanan dan lain-lain.
- Alat yang digunakan dalam pemasaran
- Pengolahan tepung talas menjadi
LBS masih banyak menggunakan
tenaga manusia meskipun sudah
menggunakan mesin
- Adanya tenaga ahli yang melatih
dan mengawasi proses pengolahan
tepung talas menjadi LBS
- Adanya alat telekomunikasi yang
dapat membantu dalam proses
pemesanan dan pendistribusian
produk olahan tepung talas LBS
- Transportasi yang digunakan
untuk mendistribusikan produk
olahan tepung talas LBS yaitu
kendaraan roda 2 atau roda 4
- Terdapat sarana komunikasi
dan teknologi informasi yang
memadai untuk memasarkan
produkLBS kepada masing-
masing outlet, agen mitra
dan konsumen, baik melalui
media social, website atau
jaringan telepon
- Teknologi yang digunakan
dalam pemasaran yaitu
komputer/laptop untuk
mencatat data penjualan dan
136
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Pendukung Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan bahan baku dari perusahaan supplier
menggunakan kendaraan pick up tertutup
ataumenggunakan kendaraan bermotor roda
2
- Teknologi yang digunakan dalam
pendistribusian bahan baku dari para
supplier bahan baku kepada PT. AR adanya
alat timbangan digital, trolley dan bidang
miring untuk memudahkan pengangkutan
bahan baku dari tempat penerimaan.
- Masing-masing bahan baku memiliki
teknologi pengemasan/pengepakan yang
berbeda, utnuk menghindari kerusakan
bahan baku selama dalam perjalanan
menuju PT. AR yaitu :
- Tepung talas, tepung terigu dan gula
menggunakan karung berkapasitas 25Kg
sedangkan gula 50 Kg dengan satuan bal
- Telur menggunakan kerat renggang (16,5
Kg/8 kerat) dan kerat rapat (15 Kg/8 kerat)
masing-masing berisi telur ± 230 butir.
- Shortening, vegetable oil, susu, keju dan
cokelat menggukan kemasan karton yang
berkapasitas 15 Kg (shortening), 18 Kg
(vegetable oil), 48 Kaleng susu kental
manis, 16 Kg (Keju), 12 Kg (Cokelat)
- Kemasan kotak karton LBS berisi 200 pcs
perkarton
- Alat yang digunakan untuk pengangkutan
lain-lain.
137
Produk LBS
Perusahaan PT. AR
Aktivitas
Pendukung Logistik Masuk Operasi Logistik Keluar
Pemasaran,
Penjualan dan
Pelayanan bahan baku dari tempat penerimaan hingga
penataan bahan baku di gudang persediaan
- Teknologi yang digunakan dalam
pembuatan produk olahan tepung talas LBS
tergolong semi modern (adanya mesin
pengayak tepung, mesin pencampur adonan,
mesin steamer, konveyor dan mesin parutan
keju) dan masih membutuhkan tenaga
manusia untuk mengoperasikannya.
Pengadaan - Bahan baku LBS dari masing-masing
supplier diperoleh dari banyak supplier
yang bekerjasama dengan PT. AR
- Supplier bahan baku kebanyakan memiliki
lokasi sekitar JABODETABEK agar waktu
pengiriman lebih efektif
- Alat atau teknologi yang digunakan untuk
pengiriman bahan baku dan mengendalikan
kualitas bahan baku yang diterima
disediakan oleh supplier maupun PT. AR.
- Alat atau mesin yang digunakan untuk
memproduksi produk olahan tepung talas
LBS didapat dari wilayah Bogor dan
sekitarnya, luar jawa dan impor dari luar
negeri
- Bahan baku utama, tambahan dan
penolong untuk memproduksi LBS
didapat dari wilayah Bogor dan
sekitarnya
- Kebutuhan transportasi untuk
pendistribusian produk LBS
sudah memadai
- Ketersediaan produk olahan
LBS belum mencukupi
permintaan konsumen
karena keterbatasan
kapasitas produksi dan
tenaga kerja.
138
Lampiran 6. Standar Nasional Indonesia Bahan Baku Utama yang digunakan PT.
Agrinesia Raya
1. Tepung Talas
Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan
a. Bau Agak Menyengat
b. Warna Coklat Muda
c. Bentuk Serbuk Halus
Air % b/b 8,58
Abu % b/b 16,82
Kadar Protein % b/b 1,73
Besi (Fe) ppm 80,20
Seng (Zn) ppm 170,8
Cemaran Mikroba
a. Angka lempeng total Koloni/g -
b. E. Coli Koloni/g -
c. Kapang Koloni/g 8,1 x 102
d. Total bakteri Koloni/g 2,8 x 108
e. Total Coliform Koloni/g 4,6 x 105
f. Fecal coliform Koloni/g < 3 x 100
Sumber : BSN (2006)
2. Telur Ayam
No. Faktor Mutu Tingkatan Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III 1. Kondisi Kerabang
a. Bentuk
b. Kehalusan
c. Ketebalan
d. Keutuhan
e. Kebersihan
Normal
Halus
Tebal
Utuh
Bersih
Normal
Halus
Sedang
Utuh
Sedikit noda kotor
Abnormal
Sedikit Kasar
Tipis
Utuh
Banyak noda
dan sedikit
kotor
2. Kondisi Kantung Udara (di lihat dengan peneropong)
a. Kedalaman kantong
udara
b. Kebebasan bergerak
<0,5 cm
Tetap
ditempatnya
0,5 cm-0,9 cm
Bebas bergerak
>0,9 cm
Bebas bergerak
dan dapat
terbentuk
gelembung
udara
3. Kondisi putih telur
a. Kebersihan
b. Kekentalan
c. Indeks
Bebas bercak
darah, atau benda
asing lainnya
Kental
0,134-0,175
Bebas bercak
darah, atau
benda asing
lainnya
Sedikit encer
0,092-0,133
Ada sedikit
bercak darah,
tidak ada benda
asing lainnya
Encir, kuning
telur belum
tercampur
dengan putih
telur
0,050-0,091
139
No. Faktor Mutu Tingkatan Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
4. Kondisi Kuning Telur
a. Bentuk
b. Posisi
c. Penampakan batas
d. Kebersihan
e. Indeks
Bulat
Di tengah
Tidak jelas
Bersih
0,458-0,521
Agak pipih
Sedikit bergeser
dari tengah
Agak jelas
Bersih
0,394-0,457
Pipih
Agak kepinggir
Jelas
Ada sedikit
bercak darah
0,330-0,393
5. Bau Khas Khas Khas
Sumber: SNI 01-3926-2008 (BSN, 2008).
3. Gula Kristal Rafinasi
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
I II 1 Polarisasi Z Min. 99,80 Min. 99,70
2 Gula Reduksi % Maks.0,04 Maks. 0,04
3 Susut Pengeringan % Maks. 0,05 Maks. 0,05
4 Warna Larutan %, b/b Maks. 45 Maks. 80
5 Abu Mg/Kg Maks. 0,03 Maks. 0,05
6 Sedimen Mg/Kg Maks. 7,0 Maks. 10,0
7 Belerang Dioksida (SO2) Mg/Kg Maks. 2,0 Maks. 5,0
8 Timbal (Pb) Mg/Kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
9 Tembaga (Cu) Mg/Kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
10 Arsen (As) Mg/Kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
11 Angka Lempeng Total (ALT) Koloni/10 G Maks. 200 Maks. 250
12 Kapang Koloni/10 G Maks. 10 Maks. 10
13 Khamir Koloni/10 G Maks. 10 Maks. 10
Catatan Z = Zuiker = Sukrosa; IU = ICUMSA UNIT
Sumber : SNI 01-3140.2-2006
4. Tepung Terigu
Jenis Uji Satuan Persyaratan Keadaan :
A. Bentuk - Serbuk
B. Bau - Normal (Bebas dari Bau
Asing)
C. Warna - Putih, Khas Terigu
Benda Asing - Tidak Ada
Serangga dalam Semua
Bentuk Stadia dan Potongan-
Potongannya yang Tampak
- Tidak Ada
Kehalusan, Lolos Ayakan
212 Μm (Mesh No. 70) (b/b)
% Maksimal 95
Kadar Air (b/b) % Maksimal 14,5
Kadar Abu (b/b) % Maksimal 0,70
Kadar Protein (b/b) % Minimal 7,0
Keasaman Mg Koh/100g Maksimal 50
Falling Number (Atas Dasar
Kadar Air 14%)
Detik Minimal 300
140
Jenis Uji Satuan Persyaratan Besi (Fe) Mg/Kg Minimal 50
Seng (Zn) Mg/Kg Minimal 30
Vitamin B1 (Tiamin) Mg/Kg Minimal 2,5
Vitamin B2 (Riboflavin) Mg/Kg Minimal 4
Asam Folat Mg/Kg Minimal 2
Cemaran Logam :
A. Timbale (Pb) Mg/Kg Maksimal 1,0
B. Raksa (Hg) Mg/Kg Maksimal 0,05
C. Cadmium (Cd) Mg/Kg Maksimal 0,1
Cemaran Arsen Mg/Kg Maksimal 0,50
Cemaran Mikroba :
A. Angka Lempeng Total Koloni/G Maksimal 1 X 106
B. Escherichia Coli Apm/G Maksimal 10
C. Kapang Koloni/G Maksimal 1 X 104
D. Bacillus Cereus Koloni/G Maksimal 1 X 104
Sumber : SNI (2009)
5. Susu Segar
No Karakteristik Satuan Syarat
a. Berat Jenis (Pada Suhu 27,5
oc)
Minimum G/Ml 1,0270
b. Kadar Lemak Minimum % 3,0
c. Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak
Minimum % 7,8
d. Kadar Protein Minimum % 2,8
e. Warna, Bau, Rasa, Kekentalan - Tidak Ada
Perubahan
f. Derajat Asam OSH 6,0 – 7,5
g. Ph - 6,3 – 6,8
h. Uji Alcohol (70 %) V/V - Negative
i.
Cemaran Mikroba, Maksimum :
1. Total Plate Count CFU/ml 1 X 106
2. Staphylococcus Aureus CFU/ml 1 X 102
3. Enterobacteriaceae CFU/ml 1 X 103
j. Jumlah Sel Somatis Maksimum Sel/ml 4 X 105
k.
Residu Antibiotika (Golongan
Penisilin, Terasiklin, Aminoglikosida,
Makrolida)
- Negatif
l. Uji Pemalsuan - Negative
m. Titik Beku Oc -0,520 S/D -0,560
n. Uji Peroxidase - Positif
o.
Cemaran Logam Berat, Maksimum : Μg/ml
1. Timbal (Pb) Μg/ml 0,02
2. Merkuri (Hg) Μg/ml 0,03
3. Arsen (As) Μg/ml 0,1
Sumber : SNI 3141.1 : 2011
141
Lampiran 7. Kuisioner Penelitian ( K-1 & K-2)
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER) PRODUK LAPIS
BOGOR SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA,
BOGOR, JAWA BARAT
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia :
Jabatan :
Lama Bekerja :
No.Telp :
Email : Oleh :
Nurul Fitriani
NIM 1110092000006
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
PENGANTAR
Kepada Responden yang Terhormat,
Saya Nurul Fitriani, mahasiswa S1 Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian
tentang ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER)PRODUK
LAPIS BOGOR SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA,
BOGOR, JAWA BARAT dibawah bimbingan Drh. Zulmanery, MM
dan Rizki Adi Puspita Sari, MM. Dalam rangka menyelesaikan
studi/tugas akhir ini, diperlukan dukungan serta kesediaan Bapak/Ibu
untuk mengisi kuisioner ini.
Pengisian kuisioner ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi
kriteria-kriteria pemasok produk Lapis Bogor Sangkuriang yang
harus dipertimbangkan PT. AGRINESIA RAYA sebagai salah satu
perusahaan yang bergerak dalam industri pangan dan untuk menilai
tingkat kepentingan masing-masing kriteria yang akan digunakan
untuk seleksi pemasok tetap produk Lapis Bogor Sangkuriang PT.
AGRINESIA RAYA, Bogor, Jawa Barat. Kuisioner ini menggunakan
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Pengisian kuisioner ini
diharapkan berdasarkan pengalaman dan penilaian yang dirasakan oleh
Bapak/Ibu selaku pakar untuk memberikan perspektif dari sisi yang
berbeda dibandingkan dengan perspektif pelaku usaha dalam memandang
kasus seleksi pemasok.
Demi tercapainya hasil penelitian yang diinginkan, mohon
kesediaan waktu Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini. Informasi yang
didapatkan dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk keperluan akademik. Atas kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan
terimakasih.
Contact Person : Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Nurul
Fitriani, NIM 1110092000006, dengan nomor handphone 08568692774
dan emailnuruulfitriani@gmail.com
142
PETUNJUK PENGISIAN 1. Responden diharapkan melakukan pengisian kuisioner pada satu
waktu secara tuntas, untuk menghindari inkonsistensi antar
jawaban
2. Berilah tanda centang (√) pada kriteria-kriteria pemasok produk
Lapis Bogor Sangkuriang yang harus dipertimbangkan PT.
AGRINESIA RAYA
3. Jika menurut anda ada kriteria lain yang harus dipertimbangkan,
mohon mengisi kolom Rekomendasi Kriteria yang harus
Dipertimbangkan
4. Selanjutnya anda diminta memberikan nilai tingkat kepentingan
masing-masing kriteria dengan mengisi setiap kolom Tingkat
Kepentingan dengan skala angka 1-3 sesuai dengan pendapat
masing-masing. Definisi dari skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kepentingan kriteria pemasok sebagai berikut:
Skala Makna Skala
1 Kurang Penting
2 Penting
3 Sangat Penting
No Kriteria
(√) Tingkat
Kepentingan 1 Kelengkapan Dokumen Keamanan
Pangan
d. Sertifikat Halal
e. Sertifikat GMP dan HACCP
f. Sertifikat P-IRT (Pangan
Industri Rumah Tangga)
3 Kualitas
e. Kesesuaian Teknis
f. Reliabilitas Produk
g. Standar dan Jaminan Kualitas
h. Rasio Ketertolakan Produk
4 Pengiriman
d. Lead Time Singkat
e. Ketepatan Waktu
f. Kontinuitas
5 Pelayanan dan Manajemen Organisasi
i. Aksesibilitas
j. Fleksibilitas
k. Status/Kondisi Financial
l. Kepercayaan
m. Tingkat Kemudahan
Komunikasi
n. Prosedur Komplain dan
Responsibilitas
6 Biaya
d. Harga Produk
e. Kemampuan Memberikan
Diskon
f. Mekanisme Pembayaran
Mudah
Rekomendasi Kriteria Lain :
1
2
3
4
5
K-1
143
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS SELEKSI PEMASOK PRODUK LAPIS BOGOR
SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA RAYA, BOGOR, JAWA
BARAT
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia :
Jabatan :
Lama Bekerja :
No.Telp :
Email : Oleh :
Nurul Fitriani
NIM 1110092000006
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
PENGANTAR
Kepada Responden yang Terhormat,
Saya Nurul Fitriani, mahasiswa S1 Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian
tentang ANALISIS SELEKSI PEMASOK (SUPPLIER) BAHAN
BAKU LAPIS BOGOR SANGKURIANG PADA PT. AGRINESIA
RAYA, BOGOR, JAWA BARAT dibawah bimbingan Drh.
Zulmanery, MM dan Rizki Adi Puspita Sari, MM. Dalam rangka
menyelesaikan studi/tugas akhir ini, diperlukan dukungan serta kesediaan
Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini.
Pengisian kuisioner ini memiliki tujuan untuk menilai kesesuaian
kriteria-kriteria pemasok bahan baku Lapis Bogor Sangkuriang dan
selanjutnya dipilih pemasok terbaik dengan nilai tertinggi yang akan
dipertimbangkan PT. AGRINESIA RAYA, Bogor, Jawa Barat sebagai
salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri pangan untuk
dijadikan pemasok tetap. Kuisioner ini menggunakan Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE) sebagai model pengambilan
keputusan seleksi pemasok. Pengisian kuisioner ini diharapkan
berdasarkan pengalaman dan penilaian yang dirasakan oleh Bapak/Ibu
selaku pengambil keputusan pada PT. AGRINESIA RAYA khususnya
dalam kegiatan pengadaan bahan baku.
Demi tercapainya hasil penelitian yang diinginkan, mohon
kesediaan waktu Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini. Informasi yang
didapatkan dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk keperluan akademik. Atas kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan
terimakasih.
Contact Person : Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Nurul
Fitriani, NIM 1110092000006, dengan nomor handphone 08568692774
dan emailnuruulfitriani@gmail.com
144
Petunjuk Pengisian
Dibawah ini terdapat tabel kriteria yang akan digunakan dalam pemilihan pemasok (supplier) untuk
PT.AGRINESIA RAYA. Silahkan Bapak/Ibu mengisi setiap kolom dengan angka 1-3 sesuai dengan
pendapat masing-masing.
Skala Makna Skala
1 Kurang Baik
2 Baik
3 Sangat Baik
Tabel 1. Pemilihan Pemasok Tepung Talas yang akan dijadikan pemasok tetap oleh PT.AGRINESIA RAYA
No Kriteria Kode
Kriteria 1 Kelengkapan Dokumen Keamanan
Pangan
a. Sertifikat Halal Q1
b. Sertifikat GMP dan HACCP Q2
c. Sertifikat P-IRT (Pangan Industri
Rumah Tangga)
Q3
2 Kesesuaian Standar Kemasan Pangan Q4
3 Kualitas
a. Kesesuaian Teknis Q5
b. Reliabilitas Produk Q6
c. Standar dan Jaminan Kualitas Q7
d. Rasio Ketertolakan Produk Q8
4 Pengiriman
a. Lead Time Singkat Q9
b. Ketepatan Waktu Q10
c. Kontinuitas Q11
5 Pelayanan dan Manajemen Organisasi
a. Aksesibilitas Q12
b. Fleksibilitas Q13
c. Status/Kondisi Financial Q14
d. Kepercayaan Q15
e. Tingkat Kemudahan Komunikasi Q16
f. Prosedur Komplain dan Responsibilitas Q17
6 Biaya
a. Harga Produk Q18
b. Kemampuan Memberikan Diskon Q19
c. Mekanisme Pembayaran Mudah Q20
7 Traceability Q21
8 Label SNI Q22
K-2
145
146
147
148
149
Lampiran 11. Prosedur Klasifikasi dan Seleksi Supplier
Prosedur Klasifikasi dan Seleksi Supplier
1. Tujuan
Prosedur ini dibuat sebagai pedoman pemesanan dan pembelian bahan
baku untuk menunjang aktifitas bagian Purchasing PT. Agrinesia Raya
2. Ruang Lingkup
Prosedur ini diterapkan untuk pengadaan bahan baku yang terkait dengan
PT. Agrinesia Raya, mulai dari permintaan bahan baku sampai dengan
barang diterima di PT. Agrinesia Raya dan prosedur ini digunakan untuk
klasifikasi dan seleksi supplier berdasarkan kriteria yang dipertimbangkan
PT. Agrinesia Raya sebagai syarat yang harus dipenuhi supplier yang akan
bekerjasama dengan PT. Agrinesia Raya
3. Definisi
PT. AR : PT. Agrinesia Raya
LBS : Lapis Bogor Sangkuriang
Supplier : Rekanan penyedia bahan baku
4. Referensi
Kriteria diadaptasi dari:
a. Kriteria yang mengacu pada GMP dan HACCPdalam FG. Winarno, 2004.
b. Kriteria yang digunakan PT. NIC sebagai industri yang bergerak dalam
bidang bakerydalam Eka, 2011.
c. Formulir kriteria seleksi dan evaluasi supplier yang telah dirancang oleh
Vincent Gasperz dan telah digunakan oleh banyak indusri di Indonesia
150
5. Uraian Prosedur
A. Uraian prosedur pembelian bahan baku dijelaskan dalam bagan alir
proses:
a) Bagan Alir Proses Pembelian Bahan Baku PT. AR dapat dilihat pada
Gambar 1.
b) Bagan Alir Proses Pembelian Finishing Product Percetakan (Box
kemasan, Plastik, Brosur, dll) PT. AR dapat dilihat pada Gambar 2.
c) Pencarian supplier, Purchasing mencari informasi tentang supplier
yang akan menjual bahan baku yang di perlukan PT. AR. Informasi
dapat diperoleh dari kartu nama, iklan, internet, pameran, relasi
ataupun sumber lainnya. Supplier baru juga bisa berasal dari
penawaran kepada PT. AR.
B. Klasifikasi Supplier
a) Setelah mendapatkan nama dan alamat supplier maka tahap
selanjutnya adalah Purchasing mendata dalam form data supplier
b) Dasar dalam pendataan Purchasing adalah supplier di klasifikasikan
berdasarkan jenis bahan baku dan data ini dipisahkan dengan form
data supplier yang berbeda
151
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Gambar 1.
Bagan Alir
Proses
Pembelian
Bahan Baku
PT. AR Sumber : Data PT.
AR (diolah)
Purchasing Dir. Keu, Dir. Op &
GM Supplier R & D
Bagian Gudang Bahan
Baku Finance Accounting
Didaftarkan untuk
Persetujuan (penerbitan
PR)
PemilihanSupplier
Mencari Pembanding
Supplier (min. 2)
Penerimaan Penawaran
Bahan Baku (email/
langsung)
RETUR
Proses
Verifikasi
Tidak
Setuju
Monitoring
Pengiriman PO ke
Supplier cc : GM,
bag. Keu
Persetujuan PR
Setuju
Penyerahan Sample
Konfirmasi
Pemesanan/Retur
Proses Pengiriman
Bahan Baku
Pengiriman Invoice
Pembayaran
Tagihan
Sesuai
Penerimaan Invoice
Penerimaan Sample
Trial
Sesuai
Penerimaan bahan
baku
Penerimaan form
kedatangan bahan
baku
Penataan bahan
baku di gudang
Kaji semua
Penawaran
Penerimaan &
Penyerahan Sample kpd
R&D
Penerimaan PO
Penerimaan PO
Didaftarkan untuk
Persetujuan
Form. Kedatangan
Bahan Baku
152
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Gambar 2.
Bagan Alir
Proses
Pembelian
Finishing
Product
Percetakan
(Bx, Plastik,
Brosur, dll)
PT. AR Sumber : Data PT.
AR (diolah)
Purchasing Dir. Keu, Dir. Op &
GM Supplier Product Designer Logistik Finance Accounting
Didaftarkan untuk
Persetujuan (penerbitan
PR)
PemilihanSupplier
Mencari Pembanding
Supplier (min. 2)
Penerimaan Penawaran
Percetakan (email/
langsung)
RETUR
Proses
Verifikasi
Tidak
Setuju
Monitoring
Pengiriman PO ke
Supplier cc : GM,
bag. Keu
Persetujuan PR
Setuju
Penyerahan Sample
Konfirmasi
Pemesanan/Retur
Proses Pengiriman
Hasil Percetakan
Pengiriman Invoice
Pembayaran
Tagihan
Sesuai
Penerimaan Invoice
Penerimaan Sample
Kaji Ulang
Sesuai
Penerimaan Hasil
Percetakan
Penerimaan form
kedatangan Hasil
Percetakan
Penataan Hasil
percetakan
Kaji semua
Penawaran
Penerimaan &
Penyerahan Sample kpd
Product Designer
Penerimaan PO
Penerimaan PO
Didaftarkan untuk
Persetujuan
Form. Kedatangan
Hasil Percetakan
153
C. Seleksi Supplier
a) Purchasing melengkapi data dari form data supplier dengan mengisi
kolom seleksi supplier dan memastikan sudah ada supplier
pembanding.
b) Seleksi supplier akan dinilai menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) yang masing-masing kriteria telah memiliki
bobot hasil penilaian dari pakar sekaligus akademisi dan praktisi
serta bagian internal perusahaan yang memiliki kepentingan dalam
kasus seleksi supplier PT. AR. Skala penilaian dapat dilihat dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Skor Skala Penilaian pada MPE
Kriteria Skor Tidak Baik 1
Baik 2
Sangat Baik 3
Supplier akan diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut (Tabel 2) :
Tabel 2. Kriteria-Kriteria Supplier
No Kriteria Skor Keterangan
1 Kelengkapan Dokumen
Keamanan Pangan
a. Sertifikat Halal, 1 Belum memiliki sertifikat halal
3 Memiliki sertifikat halal
b. Sertifikat GMP dan
HACCP
1 Belum memiliki sertifikat GMP dan HACCP
3 Memiliki sertifikat GMP dan HACCP
c. Sertifikat P-IRT
1 Supplier bahan baku tingkat industri yang
belum memiliki sertifikat P-IRT
3 Supplier bahan baku tingkat industri yang
memiliki sertifikat P-IRT
2 Kualitas
a. Kesesuaian Teknis 1
Kesesuaian produk yang dipasok supplier
terhadap standar tertentu tidak memenuhi
persyaratan dan dibawah supplier
pembanding
2 Kesesuaian produk yang dipasok
154
No Kriteria Skor Keterangan supplierterhadap standar tertentu memenuhi
persyaratan sama dengan supplier
pembanding
3
Kesesuaian produk yang dipasok supplier
terhadap standar tertentu memenuhi
persyaratan lebih dari supplier pembanding
b. Reliabilitas Produk
1
Supplier belum mampu menjaga reliabilitas
produk yang dipasok kepada PT. AR dan
kerusakan yang terjadi lebih dari 0% bahkan
mencapai 20-50% kerusakan pada bahan
baku yang dipasok jauh dibawah supplier
pembanding
2
Supplier mampu menjaga reliabilitas produk
yang dipasok kepada PT. AR dan kerusakan
yang terjadi 0% sama dengan supplier
pembanding
3
Supplier mampu menjaga reliabilitas produk
yang dipasok kepada PT. AR dan kerusakan
yang terjadi 0% tetapi lebih baik dari supplier
pembanding
c. Standar dan Jaminan
Kualitas
1
Supplier belum mampu dalam memberikan
standar dan jaminan kualitas yang baik
bahkan dibawah supplier pembanding
2
Supplier mampu dalam memberikan standar
dan jaminan kualitas yang baik sama dengan
supplier pembanding
3
Supplier mampu dalam memberikan standar
dan jaminan kualitas yang baik lebih dari
supplier pembanding
d. Rasio Ketertolakan
Produk
1 Ketertolakan produk akibat reject yang
dipasok supplier mencapai lebih dari 20%
2 Ketertolakan produk akibat reject yang
dipasok supplier mencapai 10%-20%
3
Ketertolakan produk akibat reject produk
yang dipasok supplier mencapai 1% bahkan
0%
3 Pengiriman
a. Lead time singkat
1 5 HK lebih lama dari supplier pembanding
2 Sama dengan supplier pembanding
3 5 HK lebih cepat dari supplier pembanding
b. Ketepatan Waktu
1 Lebih lama dari supplier pembanding
2 Sama dengan supplier pembanding
3 Lebih cepat dari supplier pembanding
c. Kontinuitas 1
Supplier tidak kontinu mengirimkan bahan
baku sesuai pesanan dan tidak mematuhi
jadwal pengiriman
155
No Kriteria Skor Keterangan
2
Supplier kontinu mengirimkan bahan baku
sesuai pesanan dan sesuai jadwal pengiriman
sama dengan supplier pembanding
3
Supplier kontinu mengirimkan bahan baku
sesuai pesanan dan sesuai jadwal pengiriman
lebih baik dari supplier pembanding
4 Pelayanan dan Manajemen
Organisasi
a. Aksesibilitas
1
Akses supplier untuk mencapai PT. AR
memiliki banyak kendala dari pada supplier
pembanding
2 Aksesibilitas supplier untuk mencapai PT.
AR sama dengan supplier pembanding
3
Akses supplier untuk mencapai PT. AR tidak
memiliki kendala apapun dan lebih dapat
diandalkan dari pada supplier pembanding
b. Fleksibilitas
1
Supplier memiliki respon yang lambat
terhadap pergantian ketika ada
pengembangan/inovasi produk dari satu
produk ke produk lain dan tidak dapat
diandalkan dari supplier pembanding
2
Supplier memiliki respon yang cepat terhadap
pergantian ketika ada pengembangan/inovasi
produk dari satu produk ke produk lain dalam
waktu singkat sama dengan supplier
pembanding
3
Supplier memiliki respon yang cepat terhadap
pergantian ketika ada pengembangan/inovasi
produk dari satu produk ke produk lain dalam
waktu singkat lebih dapat diandalkan dari
supplier pembanding
c. Status/Kondisi
Financial
1
Kondisi financial supplier terkendala jika
terjadi keterlambatan pembayaran dari PT.
AR, sehingga mengganggu pasokannya
kepada PT. AR
2
Kondisi financial supplier tidak memiliki
kendala apapun sama dengan supplier
pembanding
3
Kondisi financial supplier tidak memiliki
kendala apapun sehingga jika terjadi
keterlambatan pembayaran dari PT. AR,
supplier tidak memiliki kesulitan yang berarti
atau tidak mengganggu pasokannya dan lebih
dapat diandalkan dari supplier pembanding
d. Kepercayaan 1
Supplier sering mengecewakan pihak PT. AR
dalam segala aspek yang berkaitan dengan
kualitas maupun pengiriman
156
No Kriteria Skor Keterangan
3
Supplier lebih dapat dipercaya dari pada
supplier pembanding dalam segala aspek
yang berkaitan dengan kualitas maupun
pengiriman karena terbukti tidak sekalipun
mengecewakan pihak PT. AR
e. Tingkat Kemudahan
Komunikasi
1
Supplier tidak memiliki kemudahan dalam
komunikasi yang berkaitan dengan pasokan
bahan bakunya kepada PT. AR dan tidak
dapat diandalkan dari pada supplier
pembanding
2
Supplier memiliki kemudahan dalam
komunikasi yang berkaitan dengan pasokan
bahan bakunya kepada PT. AR sama dengan
supplier pembanding
3
Supplier memiliki kemudahan dalam
komunikasi yang berkaitan dengan pasokan
bahan bakunya kepada PT. AR dan lebih
dapat diandalkan dari pada supplier
pembanding
f. Prosedur Komplain
dan Responsibilitas
1
Komplain PT. AR terhadap bahan baku yang
dipasok supplier tidak dilayani dengan baik
dan bentuk responsibilitasnya tidak
memuaskan, dibawah dari supplier
pembanding
2
Komplain PT. AR terhadap bahan baku yang
dipasok supplier dan bentuk
responsibilitasnya sama dengan supplier
pembanding
3
Komplain PT. AR terhadap bahan baku yang
dipasok supplier dilayani dengan baik dan
bentuk responsibilitasnya sangat memuaskan,
lebih dari supplier pembanding
g. Traceability(Kemampu
an telusur
1
Kemampuan telusur supplier yang mampu
terintegrasi hanya pada tahapan produsen
bahan baku
3 Kemampuan telusur supplier yang mampu
terintegrasi hingga pada tahapan budidaya
h. Label SNI
1 Supplier memasok produk yang belum
memiliki label SNI
3 Supplier memasok produk yang sudah
memiliki label SNI
5 Biaya
a. Harga Produk)
1 Diatas 10% lebih mahal dari supplier
pembanding
2 Sama dengan harga supplier pembanding
3 Diatas 10% lebih murah dari
157
No Kriteria Skor Keterangan supplierpembanding
b. Kemampuan
Memberikan Diskon
1 Supplier tidak mampu memberi diskon
2 Diskon yang diberikan sama dengan supplier
pembanding
3 Supplier mampu memberi diskon diatas 10%
dari supplier pembanding
c. Mekanisme
Pembayaran Mudah
1 Cash and carry
2 Tempo pembayaran 7 hari dari barang datang
3 Tempo pembayaran lebih dari 30 hari dari
barang datang
158
Form Seleksi Supplier
PT. AGRINESIA RAYA
Jl. Raya pangeran sogiri RT/RW : 02/04,
Kelurahan Tanah Baru, Bogor Utara
Tel. (0251) 8666-262
Website : www.lapisbogor.co.id
Supplier Selection Form
No. Form :
Rev. :
Tanggal :
Jenis Supplier :
Nama Perusahaan Supplier :
KodeSupplier :
No Kriteria Kode
Kriteria Bobot
Nilai Total Nilai
(nilai^bobot) 1 2 3
A
Kelengkapan Dokumen Keamanan
Pangan
1 Sertifikat Halal Q1 2.85
2 Sertifikat GMP Dan HACCP Q2 2.35
3 Sertifikat P-IRT Q3 2.20
B Kualitas
4 Kesesuaian Teknis Q5 2.60
5 Reliabilitas Produk Q6 2.50
6 Standar Dan Jaminan Kualitas Q7 2.90
7 Rasio Ketertolakan Produk Q8 2.35
C Pengiriman
8 Lead Time Singkat Q9 2.35
9 Ketepatan Waktu Q10 2.80
10 Kontinuitas Q11 2.60
D Pelayanan Dan Manajemen Organisasi
11 Aksesibilitas Q12 2.50
12 Fleksibilitas Q13 2.40
13 Status/Kondisi Finansial Q14 2.30
159
No Kriteria Kode
Kriteria Bobot
Nilai Total Nilai
(nilai^bobot) 1 2 3
14 Kepercayaan Q15 2.90
15 Tingkat Kemudahan Komunikasi Q16 2.55
16 Prosedur Komplain dan Responsibilitas Q17 2.40
17 Traceability Q21 1.83
18 Label SNI Q22 2.33
E Biaya
19 Harga Produk Q18 2.30
20 Kemampuan Memberikan Diskon Q19 1.80
21 Mekanisme Pembayaran yang Mudah Q20 2.30
TOTAL
- Supplier yang memperoleh nilai paling tinggi adalah supplier yang akan diterima oleh perusahaan.
Diajukan oleh : Disetujui oleh :
Purchasing& Procurement General Manager
top related