analisis kultivasi jamur tiram putih ( pleurotus … · dibanding menggunakan sebuk gergaji...
Post on 14-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS KULTIVASI JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus
ostreatus) PADA LOG DAN RANTING KAYU KARET,
LAMTORO, RANDU DAN BALSA
ABDUL MUHYI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Kultivasi
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Log dan Ranting Kayu Karet,
Lamtoro, Randu dan Balsa” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Abdul Muhyi
NIM E44120022
ABSTRAK
ABDUL MUHYI. Analisis Kultivasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada
Log dan Ranting Kayu Karet, Lamtoro, Randu dan Balsa. Dibimbing oleh ELIS
NINA HERLIYANA.
Log dan ranting jenis kayu lamtoro (Leucaena leucocephala), karet (Hevea
brasiliensis), randu (Ceiba pentandra) dan balsa (Ochroma bicolor) dapat
digunakan sebagai media kultivasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) untuk
meningkatkan nilai tambah dari keempat jenis kayu tersebut. Penelitian bertujuan
untuk menganalisis potensi kultivasi jamur tiram putih pada media log dan ranting
empat jenis kayu tersebut, kandungan gizi jamur dan kelayakan usaha. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 9 perlakuan
media log dan ranting dari ke empat jenis kayu serta baglog berupa serbuk gergaji
sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata bobot basah tubuh buah
pada media karet dan lamtoro (kayu berat) yaitu mencapai 213 gram, tidak berbeda
nyata dengan kontrol (262 gram) dan lebih besar dibanding rata-rata bobot basah
tubuh buah pada media randu dan balsa (kayu ringan) (130 gram). Efisiensi biologis
media ranting lebih tinggi (29.6 ̶ 36%) dan berbeda nyata dibanding efisiensi biologi
media log (11 ̶ 20.5%). Fase vegetatif pada media log dan ranting randu tidak
berbeda nyata dan lebih cepat (14 hari) dibanding fase vegetatif media lain. Fase
generatif (reproduktif) log randu (62 hari) dan rantingnya (44 hari) lebih lama dan
berbeda nyata dengan media lain. Kandungan gizi jamur tiram putih semua jenis
media tergolong baik dan layak dikonsumsi. Usaha budidaya jamur tiram putih
menggunakan media log dan ranting layak dikembangkan untuk jangka panjang.
Kata kunci: Ceiba pentandra, Hevea brasiliensis, kultivasi jamur tiram putih,
Leucaena leucocephala, Ochroma bicolor.
ABSTRACT
ABDUL MUHYI. Cultivation analysis of white oyster mushrooms (Pleurotus
ostreatus) on the log and twig Wood of rubber, lamtoro, randu and balsa.
Supervised by ELIS NINA HERLIYANA.
Log and twigs wood of lamtoro (Leucaena leucocephala), rubber (Hevea
brasiliensis), randu (Ceiba pentandra) and balsa (Ochroma bicolor) can be used as
cultivation media of white Oyster Mushrooms (Pleurotus ostreatus) to increase the
value added for these four wood types. The research aims to analyze the potential
for the cultivation of white oyster mushrooms on log and twig media of four wood
types, the nutrient content of mushrooms and business feasibility. This Research
used completely randomized design (CRD) single factor with 9 media treatment of
logs and twigs from four wood types, and sawdust of baglog as control. The results
showed fresh weight average of fruiting body on media rubber and lamtoro (hard
wood) reached 213 grams and not significant different with the control (262 grams),
but larger than fresh weight average of fruiting body on media randu and balsa (light
wood) (130 grams). The efficiency of the biological twig media is higher (29.6 ̶
36%) and significant different than efficiency of the biological log media (11 ̶
20.5%). Vegetative phase in the log and twig media of randu is not significant
differently and faster (14 days) than vegetative phase other media. Generative
(reproductive) phase randu (62 days) and its twigs (44 days) is longer and
significant different with generative (reproductive) phase other media. Nutrient
content of white oyster mushrooms on all media types are categorized as very good
and worthy for consumption. White oyster mushroom cultivation that used log and
twig media deserves to be developed for the long term.
Keywords: Ceiba pentandra, cultivation of white oyster mushrooms, Hevea
brasiliensis, Leucaena leucocephala , Ochroma bicolor.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
ANALISIS KULTIVASI JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus
ostreatus) PADA LOG DAN RANTING KAYU KARET,
LAMTORO, RANDU DAN BALSA
ABDUL MUHYI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Alhamdulillahirrobil‘alamin puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala limpahan nikmat, karunia dan kehendak-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan November 2015 hingga Juni 2016 ini ialah jamur konsumsi, dengan judul
Analisis Kultivasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Log dan Ranting
Kayu Karet, Lamtoro, Randu dan Balsa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku
pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing, membantu, mengarahkan dan
memberikan saran kepada penulis hingga saat ini. Tak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada pak Engkus, dan mas Ahmad atas segala bantuannya.
Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
penulis, Bapak KH Hasan Basri (Alm) dan Ibu Hj Siti Masdodeh yang telah sabar
dalam membesarkan, mendidik dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih
sayang, serta perjuangan, pengorbanan dan doa-doa beliau untuk anak-anaknya.
Penulis ucapkan terima kasih kepada kakak-kakak dan semua keponakan yang telah
menjadi penyemangat hidup. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada seluruh
keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
mendukung dan mendoakan dengan sepenuh hati.
Penulis juga berterima kasih kepada temen-temen Beskem SVK 49 yang telah
membantu dalam penelitian. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada teman-
teman Lab Patologi Hutan dan Silvikultur 49 yang senantiasa memberikan
dukungan, semangat, doa dan bantuannya dalam melakukan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2016
Abdul Muhyi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Lokasi 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur Kerja 2
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih 5
Pengaruh Media Terhadap Fase Vegetatif dan Generatif (Produktif) 5
Pengaruh Media Terhadap Bobot Basah dan Efisiensi Biologis 7
Pengaruh Media Terhadap Karakter Morfologi Tubuh Buah 9
Hasil Analisis Uji Proksimat Tubuh Buah Jamur Tiram 11
Hama dan Penyakit pada Media dan Tubuh Buah Jamur 12
Analisis Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih Pada Media Log dan Ranting 13
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan jamur 5
2 Total bobot basah tubuh buah dan efisiensi biologis pada berbagai media 7 3 Persentase C/N rasio log pra dan pasca kultivasi 9 4 Karakter morfologi jamur tiram pada berbagai media 9
5 Hasil analisis uji proksimat tubuh buah jamur tiram 11
6 Analisis usaha jamur tiram pada log atau ranting kayu 14
DAFTAR GAMBAR
1 Fase vegetatif dan generatif jamur tiram putih pada berbagai media 6 2 Morfologi tubuh buah jamur tiram putih pada berbagai media 10 3 Hama dan penyakit yang menyerang media dan tubuh buah 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi pertumbuhan fase vegetatif dan generatif 18
2 Rekapitulasi bobot basah tubuh buah jamur tiram 19
3 Rekapitulasi jumlah rumpun per panen 20
4 Rekapitulasi jumlah tudung per panen 21
5 Rekapitlasi rata-rata diameter tudung per panen 22
6 Rekapitlasi rata-rata panjang tangkai per panen 23
7 Rekapitulasi suhu dan kelembaban 24
8 Rekapitulasi bobot kering dan kadar air media 24
9 Uraian biaya produksi budidaya jamur tiram pada log dan ranting 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki hutan cukup luas
dengan keanekaragaman yang tinggi dan berbagai manfaat di dalamnya. Hutan
memberikan manfaat berupa hasil hutan kayu dan non kayu serta jasa lingkungan.
Salah satu hasil hutan non kayu yang dapat dimanfaatkan yaitu jamur pangan (jamur
konsumsi). Jamur konsumsi (edibel mushroom) merupakan komoditi yang cukup
berkembang dan dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Selain rasanya yang
lezat, jamur merupakan bahan makanan yang banyak mengandung nilai gizi cukup
tinggi dan baik untuk kesehatan tubuh. Jamur umumnya mengandung protein 19 ̶
35% lebih tinggi dibandingkan dengan beras (7.38%) atau gandum (13.2%)
(Maulana 2012). Jamur yang telah dibudidayakan sejak tahun 1980an dan saat ini
dikembangkan masyarakat yaitu jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus).
Kandungan utama jamur tiram putih yaitu 26.46% protein, 48.50% karbohidrat,
5.61% serat, 9.75% abu dan 2.41% lemak (Adriani 2015).
Teknologi yang digunakan dalam budidaya (kultivasi) jamur sangat beragam
dari cara tradisional sampai modern, skala rumah tangga sampai komersial. Media
tumbuh yang digunakan dalam budidaya jamur tiram secara umum yaitu campuran
serbuk gergaji dengan bekatul, dedak, kapur dan gips (Suryani dan Nurhidayat
2011). Secara ekologisnya, jamur tiram putih termasuk dalam jenis jamur kayu
yang dapat tumbuh pada berbagai substrat seperti substrat kayu bulat baik yang
keras maupun lunak, potongan kayu gergajian, limbah jerami padi, limbah jerami
gandum, limbah kulit kopi, limbah batang dan bonggol jagung, kertas/kardus serta
bahan-bahan yang mengandung selulosa dan lignoselulosa lainnya (Maulana 2012).
Petani jamur di beberapa negara seperti Cina, Thailand, Vietnam dan Jepang masih
menggunakan substrat kayu bulat (log) sebagai media kultivasi jamur kayu
dibanding menggunakan sebuk gergaji (Suriawiria 2010). Menurut Mahmud (2014),
kultivasi jamur dengan menggunakan batang kayu memiliki keunggulan dari segi
kualitas rasa, aroma, penampilan dan harga jualnya lebih tinggi. Berdasarkan hasil pengumpulan material herbarium oleh Balai Penelitian
Hutan di berbagai wilayah hutan Indonesia, diperkirakan terdapat 4 000 jenis kayu
baik yang bernilai ekonomis tinggi maupun rendah (Martawijaya et al. 2005). Jenis
kayu lamtoro (Leucaena leucocephala), karet (Hevea brasiliensis), randu (Ceiba
pentandra) dan balsa (Ochroma bicolor) merupakan jenis kayu yang saat ini
penggunaannya masih cukup rendah. Kayu karet termasuk dalam kelas kuat II ̶ III,
memiliki berat jenis 0.61 dan mangandung holoselulosa 67.38%, lignin 20.68%,
pentosa 19 ̶22%, abu 0.65 ̶ 1.3% dan zat ekstraktif 4.58% (Boerhendhy et al. 2001
dalam Boerhendhy dan Agustina 2006). Kayu lamtoro termasuk dalam kelas kuat II
dan kelas awet III, memiliki berat jenis 0.85 (Damanik 2009) dan mengandung
selulosa 43.69%, hemiselulosa 39.87%, lignin 27.47% dan zat ekstraktif 1.98%
(Irawati dan Sutapa 2013). Kayu randu mengandung selulosa 40 ̶ 50%,
hemiselulosa 24 ̶ 40% dan lignin 26 ̶ 32% (Mujnisa 2007 dalam Maksiola 2015).
Kayu balsa termasuk ke dalam kelas kuat dan kelas awet V serta memiliki berat jenis
antara 0.16-0.21, mengandung holoselulosa 48.5%, lignin 30.8%, pentosa 16.3%, abu
0.8% dan silika 0.1% (Muslich et al. 2013).
2
Sebagian dari keempat jenis kayu tersebut bernilai ekonomis rendah bahkan
hanya sebagai limbah namun populasinya saat ini cukup tinggi. Dalam rangka
meningkatkan nilai guna dari jenis kayu karet, lamtoro, randu maupun balsa perlu
dilakukan pemanfaatan terhadap keempat jenis kayu tersebut. Pemanfaatan dapat
berupa penggunaan log maupun ranting keempat jenis kayu tersebut sebagai media
kultivasi jamur tiram putih.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi kultivasi jamur tiram
putih (P. ostreatus) yang menggunakan jenis perlakuan berupa media/substrat log
dan ranting kayu yaitu kayu karet, balsa, lamtoro dan randu. Analisis pada tubuh
buah jamur tiram dilakukan untuk mengetahui kandungan gizinya. Analisis usaha
dilakukan untuk melihat kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih menggunakan
media log dan ranting kayu tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
log dan ranting kayu karet, lamtoro, randu dan balsa sebagai media kultivasi jamur
tiram putih, sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari keempat jenis kayu
tersebut.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan yaitu pada bulan November 2015
sampai dengan bulan Juni 2016. Lokasi penelitian yaitu Kumbung Jamur
Hegarmanah, Gunung Batu Bogor Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu label, timbangan analitik, botol bunsen,
alkohol 70%, spirtus, korek api, sprayer, plastik kemasan, meteran jahit, gergaji,
golok, thermometer wet-dry, Laminar Air Flow, tabungan elpiji, drum, ember,
higrometer, alat tulis dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
bibit jamur tiram putih (F1 dan F2), log dan ranting kayu karet, lamtoro, randu dan
balsa.
Prosedur Kerja
Penyiapan dan Perendaman Log dan Ranting
Log dan ranting karet, lamtoro, randu dan balsa yang akan digunakan berasal
dari pohon yang ada di sekitar kampus IPB. Log berdiamter 10 ̶ 15 cm dengan
panjang 20 cm, sedangkan rantingnya berdiameter 3 ̶ 6 cm dengan panjang 20 cm
kemudian disusun sehingga memiliki diameter 10 ̶ 15 cm. Kontrol berupa baglog
3
dengan ukuran 1 kg. Perendaman log dan ranting dilakukan selama 3 hari di dalam
drum yang berisi air. Tujuan perendaman untuk meningkatkan kadar air dalam kayu
dan menghilangkan zat ekstraktifnya.
Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan dengan uap panas atau pengukusan menggunakan drum
sebagai pengganti autoklaf. Log dan ranting yang sudah direndam kemudian
diangkat dan ditiriskan. Log dan ranting dimasukkan ke dalam kantong plastik
kemudian disusun di dalam drum. Pengapian diberikan di bawah drum
menggunakan tabung gas elpiji berukuran 3 kg. Sterilisasi dilakukan selama 12 jam
pada suhu 90 ̶ 1000C.
Inokulasi dan Inkubasi
Inokulasi dilakukan dalam ruangan khusus yang steril dan menggunakan
lamina air flow. Bibit jamur tiram putih dimasukan ke dalam setiap log dan ranting
sebanyak kurang lebih 100 gram. Bagian ujung plastik ditutup dengan kapas dan
diikat dengan karet. Setelah proses inokulasi selesai, media dipindahkan ke ruang
inkubasi agar miselium jamur tumbuh menyebar keseluruh bagian media.
Pemindahan ke Kumbung Jamur
Setelah masa inkubasi selesai, media dipindahkan ke kumbung jamur dan
tutup bagian ujung dibuka. Lingkungan kumbung dikondisikan dengan suhu antara
20 ̶ 300C dan kelembaban 80 ̶ 90% dengan cara dilakukan penyiraman agar
kelembaban tetap terjaga.
Pemeliharaan dan Pengamatan
Pemeliharaan dilakukan dengan perendaman, log dan ranting diletakkan di
dalam ember plastik berukuran 60x25 cm yang berisi air. Air bekas rendaman
diganti secara rutin yaitu tiga hari sekali. Media dibersihkan dari hama dan
cendawan kontaminan dengan cara pencucian. Pengamatan dilakukan selama fase
vegetatif dan fase (generatif) reproduktif. Fase vegetatif diamati saat hari pertama
inkubasi hingga seluruh media penuh oleh miselium atau full growth mycelium.
Fase reproduktif diamati selama empat bulan sejak plastik sebagai pembungkus
media dibuka. Pengamatan dilakukan terhadap hasil panen. Hasil panen yang
diukur berupa waktu panen, bobot basah tubuh buah, jumlah rumpun, jumlah tubuh
buah, diameter tudung, panjang tangkai dan nilai Efisiensi Biologi. Nilai EB 100%
memiliki arti 1 kg bobot basah tubuh buah jamur dapat dihasilkan dari 1 kg bobot
kering substrat (Madan et al. 1987 dalam Mahmud 2014). Rumus mengukur nilai
Efisiensi Biologi (EB):
EB = Bobot basah tubuh buah jamur segar X 100%
Bobot kering substrat
Uji Proksimat Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan protein, karbohidrat,
lemak, serat kasar, abu dan kadar air jamur tiram putih. Uji proksimat dilakukan di
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB.
4
Analisis Rasio Carbon dan Nitrogen (C/N) Analisis kandungan C/N rasio dilakukan di Laboratorium Pengukuran
Karbon dan Nitrogen, Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian IPB, Bogor. Tujuannya untuk menguji kadar karbon dan nitrogen yang
terdapat pada media baik pra inokulasi maupun pasca inokulasi.
Analisis Usaha Jamur Tiram Putih pada Media Log dan Ranting
Analisis usaha dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya jamur
tiram putih menggunakan media log atau ranting. Indikator yang biasa digunakan
untuk melihat kelayakan usaha budidaya jamur adalah pendapatan, keuntungan,
Break Event Point (BEP), R/C ratio dan Payback Period (PP) (Nurjayadi dan
Martawijaya 2011). Pendapatan dan keuntungan dapat diketahui menggunakan
rumus di bawah ini (Santoso et al. 2013):
TR (Pendapatan) = Py (Harga produksi) x Y (Jumlah produksi)
π (Keuntungan) = TR (Pendapatan) – TC (Total biaya produksi)
dimana, TC = FC (Biaya tetap) + VC (Biaya variabel)
Reveneu cost ratio (R/C ratio) digunakan untuk melihat pendapatan relatif
suatu usaha dalam 1 tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha
(Wardhani 2011). Nilai R/C ratio dapat dicari dengan rumus di bawah ini:
R/C ratio = Total pendapatan
Total biaya produksi
Break event point (BEP) digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi
atau volume produksi suatu usaha untuk mencapai titik impas (tidak untung dan
tidak rugi). BEP terdiri atas BEP produksi dan BEP harga. Secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
BEP Produksi = Total biaya produksi
Harga per kg
BEP Harga = Total biaya produksi
Total produksi
Payback Period (PP) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan modal dalam suatu usaha. Secara matematis PP dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PP = I (total biaya produksi)
Ab (keuntungan setiap tahunnya)
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal berupa penggunaan media yang terdiri dari 9
perlakuan yaitu kontrol, log lamtoro (LL), log karet (LK), log randu (LR), log balsa
5
(LB), ranting lamtoro (RL), ranting karet (RK), ranting randu (RR) dan ranting
balsa (RB). Model persamaan umum pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yij= μ + πi + εij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada isolat taraf ke-i dan ulangan ke-j
μ = rataan umum
πi = pengaruh media taraf ke-i
εij = pengaruh acak pada isolat taraf ke-i dan ulangan ke-j
Perbedaan pengaruh dari jenis media terhadap parameter dapat diketahui dengan
uji Duncan. Pengolahan data menggunakan aplikasi komputer program SPSS 20.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan Jamur
Variabel pertumbuhan dan produksi merupakan indikasi kemampuan
tanaman dalam tumbuh dan berkembang baik secara vegetatif maupun generatif.
Variabel pertumbuhan jamur tiram putih yaitu meliputi lama penyebaran miselium
(fase vegetatif), munculnya tubuh buah (fase generatif/reproduktif), rata-rata
diameter tudung buah dan rata-rata panjang tangkai. Sedangkan untuk variabel
produksi jamur tiram putih, yaitu meliputi frekuensi panen, total bobot basah tubuh
buah, jumlah rumpun dan interval panen (Hariadi et al. 2013). Pengaruh media
terhadap pertumbuhan jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan jamur
Pengaruh
Fase
vegetatif
(hari)
Fase
reproduktif
(hari)
Total
bobot
basah
(gram)
Jumlah
rumpun
(buah)
Jumlah
tudung
(buah)
Diameter
tubuh
buah
(cm)
Panjang
tangkai
(cm)
Efisiensi
biologis
(%)
Media 0.012* 0.011* 0.001* 0.085tn 0.001* 0.035* 0.021* 0.000*
Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah nilai F hitung: *perlakuan berbeda nyata pada taraf
5%; tn: perlakuan tidak berpengaruh.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media memberikan pengaruh
nyata terhadap fase vegetatif, fase generatif (reproduktif), total bobot basah jamur,
jumlah tudung, diameter tudung, panjang tangkai dan Efisiensi Biologis namun
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rumpun.
Pengaruh Media terhadap Fase Vegetatif dan Generatif (Produktif)
Fase pertumbuhan dalam budidaya jamur tiram terdiri dari dua fase yaitu fase
vegetatif dan fase generatif (reproduktif). Fase vegetatif atau yang dikenal dengan
masa inkubasi yaitu fase pertumbuhan miselium dari awal inokulasi sampai
memenuhi seluruh permukaan media/substrat (full growth mycelium) ( Herliyana et
al. 2008). Miselium akan membentuk bintil kecil yang kemudian berkembang
6
menjadi pin head dan akhirnya membentuk tangkai dan tubuh buah jamur atau yang
disebut dengan fase generatif (reproduktif) (Ginting et al. 2013).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor media
berpengaruh terhadap fase vegetatif dan generatif pertumbuhan jamur (Tabel 1).
Hasil uji Duncan pengaruh jenis media terhadap lama waktu fase vegetatif dan
generatif dapat dilihat pada Gambar 1. Lama waktu fase vegetatif seluruh media
secara umum tidak berbeda nyata dan berkisar antara 14 ̶ 30 hari. Lama waktu fase
vegetatif diseragamkan menjadi 60 hari (2 bulan). Penyeragaman bertujuan untuk
meyakinkan bahwa miselium sudah masuk dalam media kayu. Pertumbuhan fase
vegetatif media randu lebih cepat dibanding pertumbuhan fase vegetatif media lain
yaitu 14 hari. Media yang memiliki fase vegetatif paling lama adalah kontrol
(serbuk gergaji) yang mencapai 30 hari. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor
teknik inokulasi. Penaburan bibit pada media kontrol hanya pada salah satu
permukaan, sedangkan pada media lain ditabur menyebar pada seluruh permukaan
(Mahmud 2014).
Gambar 1 Fase vegetatif dan generatif jamur pada berbagai media Keterangan: Angka-angka dalam gambar adalah hasil perhitungan uji lanjut Duncan
dari nilai rataan hari. Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5%;
LK = log karet, LL = log lamtoro, LR = log randu, LB = log balsa, RK = ranting karet,
RL = ranting lamtoro, RR = ranting randu, RB = ranting balsa, Kontrol = serbuk gergaji.
Rata-rata lama waktu panen pada fase generatif (produktif) seluruh media
tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 30 ̶ 45 hari, kecuali pada media LR (log
randu) yaitu 60 hari (Tabel 1). Hal ini diduga karena log randu mengandung kadar
air yang cukup tinggi (jenuh air) sehingga menghambat pertumbuhan tubuh buah
jamur. Kadar air dalam media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan jamur tiram (Fauzia et al. 2014). Kadar air optimum dalam media
jamur tiram yaitu sekitar 60%. Apabila kadar air terlalu sedikit yaitu kurang dari
45% maka pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur akan terganggu
bahkan dapat terhenti. Sebaliknya bila terlalu banyak air maka miselium akan
membusuk dan mati (Suriawiria (1986) dalam Ginting et al. 2013). Selain itu,
diduga karena dalam kayu randu terdapat kandungan lignin yang tinggi yaitu 26 ̶
32% (Mujnisa (2007) dalam Maksiola 2015). Menurut Fengel dan wegent (1995)
0
10
20
30
40
50
60
70
Kontrol LK LL LR LB RK RL RR RB
Hari
Jenis media
fase vegetatif fase generatif
7
dalam Maksiola (2015), kandungan lignin kayu ringan lebih besar dibanding
kandungan lignin kayu keras. Lignin merupakan senyawa nonkarbohidrat yang
memiliki sifat tahan terhadap penguraian biologis, akibatnya kayu dengan
kandungan lignin tinggi proses penguraiannya lambat (Mutakin 2006).
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif maupun generatif
jamur tiram putih yaitu suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban selama
penelitian tidak diatur sedemikian rupa. Suhu dan kelembaban di ruang inkubasi
pada fase vegetatif adalah 27 ̶ 330C (rata-rata 29.60C) dan 83 ̶ 91% (rata-rata
88,93%), sedangkan pada fase generatif yaitu 25 ̶ 310C (rata-rata 28.30C) dan 90 ̶
91% (rata-rata 91%). Menurut Wiardani (2010), suhu dan kelembaban terbaik
dalam pembentukan miselium antara 20 ̶ 300C dan kelembaban 80 ̶ 85%, sedangkan
dalam pembentukkan tubuh buah lebih rendah atau sama dengan 260C dengan
kelembaban antara 84 ̶ 90%. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa jamur tiram
dapat tumbuh dan berkembang dalam berbagai suhu lingkungan. Stamets (1987)
dalam Tisdale (2004) merekomendasikan suhu untuk pengembangan budidaya
jamur tiram berkisar antara 10 ̶ 200C. Pettiper (1987) dalam Tislade (2004) yang
berhasil menumbuhkan jamur tiram putih dengan suhu harian antara 8 ̶ 330C.
Pengaruh Jenis Media Terhadap Total Bobot Buah dan Efisiensi Biologis
Jenis media dalam pertumbuhan jamur tiram putih berpengaruh nyata
terhadap total bobot basah dan efisiensi biologis (Tabel 1). Hasil uji lanjut Duncan
pengaruh jenis media terhadap total bobot basah dan efisiensi biologis dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Total bobot basah tubuh buah dan efisiensi biologis pada berbagai media
Jenis media Total bobot basah (gram) Efisiensi Biologis (%)
Kontrol (Serbuk Gergaji) 262.00d 87.67
d
LK (Log Karet) 185.67bc
11.00a
LL (Log Lamtoro) 226.00cd
15.00ab
LR (Log Randu) 106.67a 18.00
ab
LB (Log Balsa) 145.67ab
20.50abc
RK (Ranting Karet) 219.33cd
29.30bc
RL (Ranting Lamtoro) 226.00cd
33.30c
RR (Ranting Randu) 134.67ab
35.20c
RB (Ranting Balsa) 169.33abc
36.00c
Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah hasil perhitungan uji lanjut Duncan dari nilai rataan
bobot basah dan efisiensi biologis. Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda nyata pada taraf 5%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa total bobot basah tubuh buah berkisar antara
106.67 ̶ 262 gram. Total bobot basah terkecil pada perlakuan LR yaitu 106.67 gram
dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan LB, RR dan RB berturut-turut yaitu
145.67 gram, 134.67 gram dan 169.33 gram. Total bobot basah terbesar pada
perlakuan kontrol yaitu 262 gram dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan LL,
RK dan RL berturut-turut yaitu 226 gram, 219.33 gram dan 226 gram. Media
kontrol memiliki total bobot basah terbesar dikarenakan media tersebut berupa
8
serbuk gergaji yang diberi tambahan nutrisi berupa dedak, kapur dan gips.
Penambahan dedak dapat mendorong perkembangan tubuh buah (Parjimo dan
Andoko (2007) dalam Seswati et al. 2013) dan dapat meningkatkan nutrisi media
tanam terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon (C) serta nitrogen (N)
(Anggraeni 2015; Tisdale 2004). Kekerasan suatu kayu dilihat dari nilai berat
jenisnya. Karet dan lamtoro termasuk dalam jenis kayu berat sedangkan randu dan
balsa termasuk jenis kayu ringan. Kayu karet memiliki berat jenis 0.61(Suheryanto
dan Heryanto 2009) dan kayu lamtoro memiliki berat jenis 0.85 (Damanik 2009)
lebih tinggi dibanding kayu balsa dan randu (BJ 0.16 ̶ 0.20) . Rata-rata total bobot
basah jenis kayu berat lebih tinggi (213 gram) dibanding rata-rata total bobot basah
jenis kayu ringan (130 gram). Hal ini diduga kandungan selulosa dan hemiseluosa
pada kayu berat lebih tinggi dibanding kandungan selulosa dan hemiselulosa pada
kayu ringan. Maulana (2012) menyatakan bahwa semakin berat suatu kayu yang
digunakan untuk media budidaya jamur maka semakin tinggi potensi produksi yang
dihasilkan.
Nilai total bobot basah tubuh buah dapat digunakan untuk perhitungan nilai
Efisiensi Biologis (EB). Menurut Herliyana (2007), EB adalah presentase efisiensi
jamur dalam menggunakan substrat untuk membentuk tubuh buah. Nilai EB
merupakan perbandingan antara total bobot basah tubuh buah dengan bobot kering
substrat dikali seratus persen dan dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan
budidaya jamur (Anggraeni 2015). Nilai EB pada industri jamur tiram yaitu antara
40 ̶90%, artinya penggunaan suatu media dapat dikatakan layak jika nilai EB dari
media tersebut lebih besar dari 40% dan semakin tinggi nilai EB semakin baik
budidaya jamur tersebut (Suriawiria 2002). Hasil perhitungan nilai EB
menunjukkan bahwa kontrol memiliki nilai EB tertinggi (87.67%) dan berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya yang masih tergolong rendah antara 11 ̶ 36% (Tabel
2). Hal ini dikarenakan perlakuan kontrol merupakan media serbuk gergaji dengan
campuran dedak, kapur, dan gips. Sehingga miselium jamur lebih mudah
mendegradasi media dan memanfaatkan nutrisi serta memproduksi jamur lebih
banyak. Jenis media ranting memiliki nilai EB antara 29 ̶ 36% lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan nilai EB jenis media log (11 ̶ 20.5%). Hal ini diduga karena
pada media log miselium hanya menyebar di permukaan dan belum masuk
kedalamnya sehingga proses pelapukan yang terjadi cukup lambat dan
mempengaruhi munculnya tubuh buah jamur tiram putih serta bobot basah dari
jamur tiram tersebut. Rendahnya nilai EB log dan ranting dibandingkan media
kontrol dikarenakan pengambilan data hanya dilakukan selama empat bulan.
Bentuk log dan ranting pasca pengambilan data secara umum masih utuh dan
berdasarkan pengamatan, log dan ranting tersebut masih menghasilkan tubuh buah
jamur sedangkan pada media kontrol sudah tidak menghasilakan tubuh buah.
Diduga produktivitas media log dan ranting tersebut masih tinggi dalam
menghasilkan jamur.
Dugaan tersebut dianalisis melalui uji kandungan C/N rasio pada media log
baik pra maupun pasca inokulasi. Kandungan C/N rasio pada suatu bahan dapat
menunjukkan tingkat pelapukan yang terjadi pada bahan tersebut. Semakin tinggi
nilai C/N ratio suatu bahan maka semakin lambat proses pelapukannya. Kandungan
C/N rasio pra inokulasi pada empat media menunjukkan nilai yang tinggi berkisar
antara 174.50 ̶ 482.42 dan C/N rasio pasca inokulasi berkisar antara 53.5 ̶ 176
(Tabel 3). Nilai C/N rasio tersebut baik pra maupun pasca inokulasi lebih tinggi
9
dibanding nilai C/N rasio media kontrol berupa serbuk gergaji (69.33) (Hariadi et
al. 2013). Apabila nilai C/N rasio tinggi berarti nilai C tinggi dan nilai N rendah
sehingga energi yang digunakan dalam pembentukan tubuh buah lebih banyak
dibanding nilai C/N rasio yang rendah. Jamur membutuhkan sumber karbon dalam
bentuk senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin (senyawa karbohidrat ikatan β -
1,4-glikosidik) sebagai sumber nutrisi utama (Wahidah dan Saputra 2015).
Tabel 3 Persentase C/N rasio log pra dan pasca kultivasi
Perlakuan
% C-org %N Total Rasio C/N
Pra
Inokulasi
Pasca
Inokulasi
Pra
Inokulasi
Pasca
Inokulasi
Pra
Inokulasi
Pasca
Inokulasi
Kontrol* 49.78 - 0.72 - 69.33 -
Karet 57.01 55.10 0.18 0.38 308.17 144.42
Lamtoro 56.49 55.64 0.32 1.04 174.50 53.50
Randu 56.81 54.97 0.28 0.31 204.74 176.08
Balsa 55.78 54.69 0.12 0.55 482.42 98.54
Keterangan: *Hasil analisis C/N rasio serbuk gergaji pra inokulasi (Hariadi et al. 2013)
Nilai C/N ratio pada kontrol (serbuk gergaji), kayu karet, lamtoro, randu
maupun balsa secara umum lebih tinggi dibandingkan nilai C/N rasio beberapa
bahan seperti limbah cair dari hewan (0.8), limbah ikan (4 ̶ 5), limbah minyak biji-
bijian (3 ̶5), tulang (8), rumput (12), limbah rumah tangga (10 ̶ 16), kulit biji kopi
(8), eceng gondok (20), millet (70), jerami gandum (80), daun-daunan (40 ̶ 80),
limbah tebu (150) dan jerami padi 43.94 (FAO 1987 dalam Setyorini et al. 2006).
Penurunan nilai C/N rasio pada setiap media dari pra sampai pasca inokulasi
menunjukkan tingkat pelapukan yang terjadi cukup tinggi. Meskipun demikian,
tubuh buah yang dihasilkan dari media tersebut masih belum maksimal dikarenakan
faktor yang paling menentukan dalam pembentukkan tubuh buah yaitu lingkungan
(suhu dan kelembaban).
Pengaruh Jenis Media Terhadap Karakter Morfologi Tubuh Buah Jamur
Hasil uji lanjut Duncan pengaruh jenis media terhadap karakter tubuh buah jamur
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakter morfologi jamur tiram putih pada berbagai media
Jenis media Jumlah tudung
(buah)
Diameter tudung
(cm)
Panjang tangkai
(cm)
Kontrol (Serbuk Gergaji) 22d 6.83a 4.74d
LK (Log Karet) 13bc 8.16abc 3.47ab
LL (Log Lamtoro) 10ab 9.46d 4.32cd
LR (Log Randu) 5a 9.21cd 3.96abc
LB (Log Balsa) 12bc 7.21a 3.20ab
RK (Ranting Karet) 18cd 7.43ab 3.19ab
RL (Ranting Lamtoro) 20d 7.60abc 2.91a
RR (Ranting Randu) 15bcd 6.68a 3.53ab
RB (Ranting Balsa) 15bcd 7.64abc 2.86a
Keterangan: Angka-angka dalam tabel adalah hasil perhitungan uji lanjut Duncan dari nilai rataan
jumlah tudung, diameter tudung dan panjang tangkai. Taraf yang berbeda huruf artinya berbeda
nyata pada taraf 5%.
10
Karakter tubuh buah yang diamati dan diukur berupa jumlah tudung, diameter
tudung dan panjang tangkai. Morfologi tubuh buah jamur tiram yang normal
dicirikan oleh ukuran tangkai yang pendek dan diameter tudung yang lebar
(Sumarsih 2002 dalam Steviani 2011). Jumlah tudung pada media secara umum
tidak berbeda nyata, namun media log menghasilkan jumlah tudung lebih sedikit
yaitu 5 ̶ 13 buah dibanding jumlah tudung media ranting (15 ̶20 buah) dan kontrol
(22 buah). Hal tersebut diduga karena media ranting memiliki ukuran diameter yang
kecil dan hifa mudah mendegradasi media tersebut, sehingga proses pelapukan
(dekomposisi) berlangsung cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chang (1978)
dalam Steviani (2011) bahwa jamur akan tumbuh subur pada bahan-bahan yang
telah lapuk atau terdekomposisi.
Jumlah tudung buah jamur memengaruhi lebar diameter tudung jamur. Secara
umum semakin sedikit jumlah tudung buah maka semakin lebar diameter
tudungnya (Kartika et al. (1995) dalam Anggraeni 2015). Media LL dan LR
menghasilkan tudung buah paling sedikit yaitu 10 dan 5 buah serta memiliki rata-
rata diameter tudung paling lebar yaitu 9.46 cm dan 9.21 cm. Sedangkan kontrol
menghasilkan jumlah tudung paling banyak yaitu 22 buah dengan rata-rata diameter
6.83 cm. Hasil pengukuran diameter tudung setiap perlakuan antara 4 ̶ 18 cm
dengan rata-rata 6 ̶ 9.46 cm.
Gambar 2 Morfologi tubuh buah jamur tiram pada berbagai media: a) kontrol, b) log karet,
c) log lamtoro, d) log randu, e) log balsa, f) ranting karet, g) ranting lamtoro, h)
ranting randu dan i) ranting balsa.
c a b
d e f
g h i
11
Menurut Djarijah dan Djarijah (2001) menjelaskan bahwa tubuh buah
Pleurotus sp. memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus
berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5 ̶ 15 cm dan permukaan bagian bawah
berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak. Tangkai berukuran 2 ̶ 6 cm
tergantung kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Pleurotus ostreatus
memiliki tudung dengan diameter 4 ̶15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung
kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong. Tangkai biasanya
pendek, kokoh dan tidak di pusat atau lateral (tetapi kadang-kadang di pusat),
panjang 0.5 ̶ 4.0 cm, gemuk padat, kuat dan kering (Gunawan 2001 dalam Mutakin
2006).
Hasil pengukuran panjang tangkai pada setiap media antara 2 ̶ 5 cm. Ukuran
tangkai terpanjang pada media kontrol yaitu 4.74 cm tidak berbeda nyata dengan
ukuran tangkai media LL (4.32 cm) namun berbeda nyata dengan jenis media
lainnya. Ukuran tangkai terpendek pada media RB yaitu 2.82 cm yang tidak berbeda
nyata dengan media lainnya. Ukuran tersebut sudah termasuk dalam ukuran
panjang tangkai jamur tiram secara umum.
Hasil Analisis Uji Proksimat Tubuh Buah Jamur Tiram
Analisis Proksimat adalah suatu metode analisis kimia yang digunakan untuk
mengindentifikasi kandungan zat pada suatu bahan (Novianty 2014). Selain sebagai
bahan makanan, jamur tiram dikategorikan sebagai jamur yang berkhasiat obat
dikarenakan memiliki kandungan nutrisi yang tergolong tinggi seperti protein,
karbohidrat, serat, dan nilai kalor. Kandungan vitamin dan mineralnya berupa
thamin, riboflavin, kalsium, fosfor, besi dan natrium (Mutakin 2006). Hasil analisis
proksimat tubuh buah jamur tiram dari berbagai media disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis uji proksimat tubuh buah jamur tiram
Media Kadar Air
(%)
Abu
(%)
Lemak
(%)
Protein
(%)
Serat Kasar
(%)
Karbohidrat
(%)
Kontrol* 7.54 9.75 2.41 26.46 5.61 48.50
Karet 9.68 8.15 2.21 21.03 7.20 61.41
Lamtoro 10.27 8.32 1.81 23.89 7.71 58.27
Randu 10.36 8.52 2.18 22.50 8.00 58.80
Balsa 10.77 8.28 1.41 22.32 8.21 59.78
Keterangan: * Hasil uji proksimat jamur tiram putih pada serbuk gergaji sengon
(Andriani 2015)
Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa kandungan nutrisi pada tubuh buah
setiap media sudah termasuk baik. Kadar abu (8.15 ̶ 8.52%), lemak (1.41 ̶ 2.21%),
protein (21.03 ̶ 23.89%), serat kasar (7.2 ̶ 8.21%) dan karbohidrat (58.27 ̶ 61.41%).
Kadar dari setiap nutrisi sudah berada dalam kisaran kadar nutrisi jamur tiram putih
(P. Ostreatus) secara umum. Suriawiria (2010) menyatakan bahwa kandungan
nutrisi jamur tiram putih (P. Ostreatus) yaitu kadar abu (6.1 ̶ 9.8%), lemak (1.6 ̶
2.2%), protein (10.5 ̶ 30.4), serat (7.5 ̶ 8.7%), karbohidrat (57.6 ̶ 81.8%), dan kalori
(245 ̶ 367 kal). Asam amino yang terdapat pada jamur tiram ada 9 jenis dari 20 asam
amino yang dikenal yaitu lysin, methionin, tryphtofan, theonin, valin, leusin,
isoliusin, histidin, dan fenilalanin. 86% asam lemak yang terkandung dalam jamur
12
tiram yaitu asam lemak jenuh dan 14% asam lemak tidak jenuh. Kandungan serat
pada jamur tiram antara 7.4 ̶ 24.6% sangat baik bagi sistem pencernaan manusia
(Maulana 2012). Karbohidrat dalam suatu bahan makanan mengandung β-glukan
yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Kandungan β-glukan merupakan homopolimer
glukosa yang diikat melalui ikatan β-1-3 dan α-(1-6)-glukosida (Ha et al. 2002 dalam
Nurfajarwati 2006). Kandungan β-glukan memiliki berbagai aktivitas biologis sebagai
antitumor, antioksidan, antikolesterol, anti-aging, dan peningkat sistem imun (Lee et
al. 2001 dalam Anggraeni 2015). Selain itu senyawa β-glukan juga dimanfaatkan
sebagai zat aditif atau bahan tambahan pangan dalam industri makanan. Kandungan β-
glukan dapat diproduksi oleh beberapa bakteri atau pun dapat diekstraksi dari sumber
lain seperti khamir, tanaman gandum dan jamur tertentu setelah proses fermentasi
(Anggraeni 2015). Di Jepang kandungan β-glukan digunakan untuk memperbaiki
tekstur berbagai makanan seperti mie, sosis, selai, jeli dan dadih kedelai (Sutherland
1999 dalam Anggraeni 2015). Jamur tiram yang dihasilkan dari media karet, lamtoro,
randu dan balsa memiliki kandungan nutrisi yang tergolong baik sehingga layak
untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan.
Hama dan Penyakit pada Media dan Tubuh Buah Jamur
Salah satu faktor yang menjadi kendala dan dapat menurunkan produktifitas
dalam budidaya jamur tiram yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Hama dan
pengakit yang muncul pada media maupun tubuh buah bisa disebabkan oleh
perawatan media dan kumbung yang kurang baik. Selama pengamatan, ditemukan
beberapa hama yang hanya menyerang tubuh buah saja seperti ulat, laba-laba dan
kerusakan berupa bekas gigitan pada tubuh buah jamur yang diduga tanda gigitan
tikus. Tubuh buah yang rusak akibat serangan tikus dikarenakan media diletakkan
di dasar lantai sehingga sangat mudah bagi tikus untuk menjangkau tubuh buah dari
media tersebut. Pengendalian yang dilakukan berupa pembersihan sarang laba-laba
yang terdapat di dalam kumbung dan meletakkan racun tikus di areal kumbung guna
meminimalisir serangan hama tersebut.
Penyakit yang menyerang media dan tubuh buah dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti virus, bakteri, fungi dan kapang (Utoyo 2010). Selama
pengamatan, serangan penyakit hanya ditemukan pada media saja. Jenis jamur
parasit yang menyerang pada media yaitu Stemonitis sp., Trichoderma sp.,
Physarium Spp., Daldinia concentrica, dan Stemonitis sp. fase plasmodium. Trichoderma menghasilkan zat beracun dan enzim hidrolitik yang dapat mematikan
miselium jamur dan menurunkan hasil panen jamur (Achmad et al. 2012). Stemonitis
sp. fase plasmodium merupakan jenis kontaminan yang banyak ditemukan pada
media. Plasmodium akan berkembang menjadi plasmodium dewasa dan kemudian
membentuk tubuh buah dan spora hasil reproduksi seksual (Gambar 4c) (Herliyana
2014).
Faktor penyebab serangan penyakit bisa melalui spora yang terbawa oleh air,
udara maupun manusia. Pengendalian yang dilakukan untuk meminimalisir serangan
penyakit pada media yaitu membuang dan membersihkan jamur kontaminan yang
menempel pada media dengan cara digosok menggunakan sikat kemudian disiram air.
13
Gambar 3 Hama dan penyakit yang menyerang media dan tubuh buah: (a)
kerusakan serangan tikus (b) tungau (c) Stemonitis sp. (d) Trichoderma
sp., (e) Physarium Spp., (f) Daldinia concentrica dan (g) Stemonitis sp.
fase plasmodium.
Analisis Usaha Jamur Tiram Menggunakan Log dan Ranting
Analisis usaha jamur tiram mengunakan media log dan ranting diperlukan
untuk menentukan apakah usaha tersebut layak dikembangkan atau sebaliknya.
Adapun dalam analisis usaha ini digunakan beberapa asumsi yaitu: (a) lahan yang
digunakan milik sendiri, (b) kumbung dibuat dengan ukuran 6 m x 6 m dengan
masa pakai hingga 4 tahun dan mampu menampung 2 500 log ( AgroMedia 2010),
(c) lama budidaya jamur tiram 2 tahun, (d) persentase keberhasilan produksi 95%
dengan produktivitas 1 kg/log, (e) harga jual jamur tiram segar Rp 12 000.00/kg
dan (f) log atau ranting merupakan kayu bakar dengan harga 1 m3 kayu bakar adalah
Rp. 90 000.00 dan dapat menghasilkan 480 log berdiameter 10 cm dan panjang 20
cm (Saputra 2014). Hasil perhitungan analisis usaha jamur tiram menggunakan
media log dan ranting disajikan dalam Tabel 6.
Total biaya produksi untuk 2 500 log yaitu sebesar Rp. 8 410 500.00 yang
terdiri dari biaya penyusutan dan biaya operasional satu periode produksi (Tabel 6).
Rincian setiap biaya dapat dilihat pada lampiran 8. Asumsi keberhasilan produksi
sebesar 95% dari 2 500 log artinya sekitar 2 375 log yang dapat berproduksi
menghasilkan jamur. Masing-masing log menghasilkan 1 kg jamur tiram segar,
sehingga total produksinya mencapai 2 375 kg. Harga jamur tiram segar dipasaran
a b c
d e f
g
14
saat ini rata-rata Rp. 12 000.00/kg, sehingga pendapatan yang diperoleh mencapai
Rp. 28 500 000.00 dengan keuntungan sebesar Rp. 20 089 500.00 dalam satu
periode produksi sekitar 2 tahun.
Tabel 6 Analisis usaha jamur tiram pada log dan ranting
Kelayakan usaha dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai R/C ratio. Hasil
perhitungan menunjukkan nilai R/C ratio lebih besar dari 1 yaitu 3.4 artinya usaha
tersebut layak dikembangkan. Hal ini sesuai pernyataan Wardhani (2011) bahwa
suatu usaha dikatakan layak untuk dikembangkan jika nilai R/C Ratio > 1, semakin
tinggi nilainya maka tingkat keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Hasil
perhitungan BEP produksi dan BEP harga berturut-turut yaitu 701 kg dan Rp. 3
541.00 artinya usaha tidak akan mengalami untung maupun rugi (impas) ketika
produksi jamur yang dihasilkan minimal 701 kg atau harga jamur tiram segar
dipasaran sebesar Rp. 3 541.00.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kultivasi jamur tiram putih pada log dan ranting kayu karet, lamtoro, randu
dan balsa memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Jenis media
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jamur tiram yaitu fase vegetatif dan
generatif, bobot basah, jumlah tudung, diameter tudung, panjang tangkai dan
efisiensi biologis. Rata-rata bobot basah tubuh buah jamur tiram mencapai 213
gram pada media kayu karet dan lamtoro (jenis kayu keras) baik pada log maupun
rantingnya. Jenis kayu ringan (randu dan balsa) menghasilkan bobot basah tubuh
buah jamur mencapai 130 gram. Jenis media ranting memiliki nilai efisiensi
Uraian Jumlah Satuan Harga (Rp) Keterangan
Biaya produksi
biaya investasi 1 Unit 7 426 000
biaya penyusutan 1 Unit 3 713 000
biaya operasional 2 500 Log 4 697 500
total biaya produksi 8 410 500
Pendapatan
keberhasilan produksi log 95% 2 375 Log
produksi jamur segar/log 1 kg
harga jamur segar 1 kg 12 000
Penerimaan kg 28 500 000
Keuntungan 20 089 500
Kelayakan usaha
R/C Ratio 3.4 Layak
(R/C > 1) BEP produksi kg 701
BEP harga Rupiah 3 541
Payback Period (PP) Tahun 1.2
15
biologis lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan nilai efisiensi biologi media
log. Lama pertumbuhan fase vegetatif dan generatif secara umum pada semua
media tidak berbeda nyata. Fase vegetatif media randu lebih cepat dibanding fase
vegetatif media lainnya, sedangkan fase generatifnya lebih lama dibanding fase
generatif media lain. Kandungan nutrisi tubuh buah jamur tiram putih dari semua
jenis media tergolong baik dan layak untuk dikonsumsi. Penggunaan log dan
ranting sebagai media dalam usaha budidaya jamur tiram layak dikembangkan
untuk jangka panjang, mengingat produktivitas jamur yang dihasilkan dari media
log dan ranting tergolong tinggi dengan biaya produksi lebih murah dan dapat
dijadikan sebagai alternatif pengganti media serbuk gergaji.
Saran
Pengamatan dalam penelitian ini perlu dilakukan lebih lama, minimal 1 tahun
atau sampai media tidak berproduksi lagi sehingga dapat diketahui produktivitas
maksimum dari media log dan ranting tersebut dalam menghasilkan jamur. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjutan terkait kultivasi jamur tiram seperti teknik
inokulasi dengan pengeboran log, kultivasi langsung di bawah tegakan dan kultivasi
jamur tiram putih pada jenis kayu lain.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Mugiono, Arlianti T, Azmi C. 2012. Panduan Lengkap Jamur. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Agromedia. 2010. Buku Pintar Bertanam Jamur Konsumsi. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka.
Andriani F. 2015. Kultivasi empat isolat jamur tiram (Pleurotus) pada substrat
sengon (Falcataria moluccana) dan jabon (Anthrocephalus cadamba) serta
analisisi komposisi kimia jamur[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
IPB.
Anggraeni R. 2015. Potensi media log dan ranting jabon (Anthocephalus cadamba)
untuk kultivasi jamur kuping, tiram dan Lentinus serta komposisi kimia jamur
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Boerhendhy I dan Agustina DS. 2006. Potensi pemanfaatan kayu karet untuk
mendukung peremajaan perkebunan karet rakyat. Jurnal Litbang Penelitian.
25(2):61-67.
Damanik SE. 2009. Studi sifat hasil pembakaran arang dari enam jenis kayu. Jurnal
Habonaron do Bona. 1(1):1-6.
Djarijah NM dan Djarijah AS. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Fauzia , Yusran, Irmasari. 2014. Pengaruh media tumbuh beberapa limbah serbuk
kayu gergajian terhadap pertumbuhan jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus). Warta Rimba. 2(1):45-53.
16
Ginting AR, Herlina N, Tyasmono SY. 2013. Studi pertumbuhan dan produksi
jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh gergaji kayu
sengon dan bagas tebu. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2):17-24.
Hariadi N, Setyobudi L, Nihayati E. 2013. Studi pertumbuhan dan hasil produksi
jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) pada media tumbuh jerami padi dan
serbuk gergaji. Jurnal Produksi Tanaman. 1(1):47-53.
Herliyana EN. 2007. Potensi ligninolitik jamur pelapik kayu kelompok Pleurotus
[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. IPB.
Herliyana EN, Nandika D, Ahmad, Sudiman LL, Wirarti AB. 2008. Biodegradasi
substart gergajian kayu sengon oleh jamur kelompok Pleurotus asal Bogor.
Jurnal Tropikal dan Ilmu Teknologi Kayu. 6(2): 75-84. Herliyana EN. 2014. Biodiversitas dan Potensi Cendawan di Indonesia. Bogor (ID):
IPB Press.
Irawati D dan Sutapa JPG. 2013. Pengaruh jenis media kayu terhadap pertumbuhan dua
jenis jamur sebagai prapelakuan pada pemanfaatannya untuk energi. Yogyakarta
(ID): Fakultas Kehutanan UGM.
Mahmud AA. 2014. Analisis kultivasi jamur kuping (Auricularia sp.) pada log kayu
dan ranting sengon, jabon dan jati [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
IPB.
Maksiola M. 2015. Modifikasi adsorben berbasis kayu randu menggunakan NaOH
untuk menjerap zat warna methyl violet dalam limbah industri batik [skripsi].
Semarang (ID): Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia
Jilid I. Bogor (ID): Departemen Kehutanan, Balai Penelitian Dan
Pengembangan Kehutanan.
Maulana E. 2012. Panen Jamur Tiap Musim, Panduan Lengkap Bisnis dan
Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta (ID): Lily Publisher. Muslich M et al. 2013. Atlas Kayu Indonesia Jilid IV. Bogor (ID): Departemen
Kehutanan, Balai Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Mutakin J. 2006. Uji kultivasi dan efisiensi biologi jamur tiram (Pleurotus sp.) liar dan
budidaya [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Novianty N. 2014. Kandungan bahan kering bahan organik protein kasar ransum
berbahan jerami padi daun gamal dan urea ineral molases liquid dengan
perlakuan yang berbeda [skripsi]. Makassar (ID): Fakultas Peternakan UNHAS.
Nurfajarwati W. 2006. Produksi β-glukan dari Saccharomyces cerevisiae dengan
variasi sumber nitrogen [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB.
Nurjayadi MY dan Martawijaya EI. 2011. Sukses Bisnis Jamur Tiram di Rumah
Sendiri. Bogor (ID): IPB Press.
Santoso R, Fitriaya L, Gunawan I. 2013. Analisis pendapatan usahatani dan saluran
pemasaran jamur tiram (Pleoratus ostreatus) di Desa Tapung Jaya (studi
kasus Bapak Miftahul) Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal
Sungkai. 1(1):57-63.
Saputra W. 2014. Budidaya Jamur Merang. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Seswati R, Nurmiati, Periadnadi. 2013. Pengaruh pengaturan keasaman media
serbuk gergaji terhadap pertumbuhan dan produksi jamur tiram cokelat
(Pleurotus cystidiosus O.K. Miller.). Jurnal Biologi Universitas Andalas.
2(1): 31-36.
17
Setyorini D, Saraswati R, Anwar EK. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.
Bogor(ID): Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Steviani S. 2011. Penambahan molase dalam berbagai media pada jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus)[skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Pertanian UNS.
Suheryanto D dan Haryanto T. 2009. Pemanfaatan kayu karet untuk furniture.
Prosiding seminar nasional penelitian, pendidikan dan penerapan MIPA;
2009 Mei 16. Yogyakarta(ID): Universitas Negeri Yogyakarta. Hlm 1-8.
Suriawiria U. 2010. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu: Shitake, Kuping, Tiram.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Suryani R dan Nurhidayat. 2011. Untung Besar dari Bisnis Jamur Tiram. Jakarta
(ID): PT Agromedia Pustaka.
Tisdale TE. 2004. Cultivation of the oyster mushroom (Pleurotus sp.) on wood
substrat in Hawai[thesis]. Hawai (US): University of Hawai. Utoyo N. 2010. Bertanam Jamur Kuping di Lahan Sempit. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka.
Wahidah BF dan Saputra FA. 2015. Perbedaan pengaruh media tanam serbuk gergaji
dan jerami padi terhadap pertumbuhan jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus). Biogenesis. 3(1):11-15.
Wardhani RM. 2011. Pengembangan usaha jamur tiram (Pleurotus sp.) ditinjau dari
pendapatan. Agri-tek. 12(2):69-77.
Wiardani I. 2010. Budidaya Jamur Konsumsi. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
18
LAMPIRAN
1. Rekapitulasi pertumbuhan vegetatif dan generatif (reproduktif)
Perlakuan Ulangan Fase
Vegetatif
Lama panen ke- (hari) Rataan
(hari) 1 2 3 4 5
Kontrol 1 30 38 31 37 - - 35
2 30 31 20 55 - - 35
3 30 9 36 53 - - 33
LL 1 20 54 18 29 - - 34
2 20 38 20 14 26 - 25
3 20 51 40 19 - - 37
LK 1 26 58 27 25 - - 37
2 26 41 28 45 - - 38
3 11 61 21 - - - 41
LR 1 14 47 41 - - - 44
2 14 80 - - - - 80
3 14 61 - - - - 61
LB 1 26 75 13 22 - - 37
2 26 36 35 - - - 36
3 26 33 15 28 - - 25
RL 1 11 44 31 12 23 - 28
2 19 9 29 18 - - 19
3 26 34 9 39 - - 27
RK 1 19 42 15 - - - 29
2 26 33 9 14 24 21 20
3 26 31 5 11 18 18 17
RR 1 14 33 12 27 22 - 24
2 15 36 37 - - - 37
3 14 71 - - - - 71
RB 1 11 47 22 18 14 - 25
2 11 28 26 42 - - 32
3 26 28 18 17 19 - 21
19
2. Rekapitulasi bobot basah tubuh buah jamur tiram
Perlakuan Ulangan
Bobot total panen per
substrat (gram) Total
(gram) 1 2 3 4 5
Kontrol 1 168 35 30 - - 233
2 195 51 35 - - 281
3 167 85 20 - - 272
LL 1 28 99 30 - - 157
2 57 24 60 107 - 248
3 40 12 100 - - 152
LK 1 33 16 149 - - 198
2 23 142 90 - - 255
3 104 121 - - - 225
LR 1 25 105 - - - 130
2 50 - - - - 50
3 140 - - - - 140
LB 1 8 20 117 - - 145
2 51 90 - - - 141
3 82 41 28 - - 151
RL 1 89 80 22 82 - 273
2 58 57 100 - - 215
3 40 65 65 - - 170
RK 1 67 126 - - - 193
2 22 52 77 37 89 277
3 33 6 77 27 65 208
RR 1 52 42 30 38 - 162
2 67 65 - - - 132
3 110 - - - - 110
RB 1 56 54 21 48 - 179
2 99 71 15 - - 185
3 35 31 36 42 - 144
20
3. Rekapitulasi jumlah rumpun
Perlakuan Ulangan
Jumlah rumpun per panen per
substrat Total
1 2 3 4 5
Kontrol 1 2 1 1 - - 4
2 2 1 1 - - 4
3 1 2 1 - - 4
LL 1 1 2 1 - - 4
2 1 3 1 2 - 7
3 3 1 2 - - 6
LK 1 1 1 4 - - 6
2 1 1 3 - - 5
3 1 1 - - - 2
LR 1 1 1 - - - 2
2 2 - - - - 2
3 1 - - - - 1
LB 1 1 1 6 - - 8
2 1 1 - - - 2
3 2 3 1 - - 6
RL 1 1 2 3 4 - 10
2 1 1 4 - - 6
3 1 2 2 - - 5
RK 1 1 3 - - - 4
2 1 3 3 2 8 17
3 2 1 3 1 3 10
RR 1 1 1 1 1 - 4
2 1 4 - - - 5
3 5 - - - - 5
RB 1 3 1 2 3 - 9
2 1 1 2 - - 4
3 1 3 2 1 - 7
21
4. Rekapitulasi jumlah tudung
Perlakuan Ulangan
Jumlah tudung per panen per
substrat Total
1 2 3 4 5
Kontrol 1 10 4 5 - - 19
2 17 3 6 - - 26
3 13 6 3 - - 22
LL 1 2 8 4 - - 14
2 7 3 4 3 - 17
3 3 1 3 - - 7
LK 1 1 3 10 - - 14
2 1 5 3 - - 9
3 4 4 - - - 8
LR 1 3 2 - - - 5
2 2 - - - - 2
3 8 - - - - 8
LB 1 2 4 9 - - 15
2 5 3 - - - 8
3 6 5 3 - - 14
RL 1 4 8 3 4 - 19
2 6 7 6 - - 19
3 4 5 7 - - 16
RK 1 5 8 - - - 13
2 1 5 6 5 10 27
3 3 2 7 1 7 20
RR 1 2 4 4 3 - 13
2 6 12 - - - 18
3 15 - - - - 15
RB 1 6 4 2 4 - 16
2 10 3 2 - - 15
3 3 5 5 2 - 15
22
5. Rekapitulasi rata-rata diameter tudung
Perlakuan Ulangan
Rata – rata diameter tudung per
panen per substrat (cm) Rataan
1 2 3 4 5
Kontrol 1 7.9 6.25 5.4 - - 6.52
2 6.35 9 5.58 - - 6.98
3 6.3 7.67 7 - - 6.99
LL 1 9.5 7.75 5.5 - - 7.58
2 4.85 6.67 9.25 12.6 - 8.34
3 8.33 8 9.33 - - 8.55
LK 1 9 5.67 7.15 - - 7.27
2 11 10.4 10 - - 10.47
3 10.79 10.5 - - - 10.65
LR 1 6 12 - - - 9
2 10 - - - - 10
3 8.625 - - - - 8.63
LB 1 5.5 4 7.6 - - 5.70
2 6.8 11.67 - - - 9.24
3 7.83 6.6 5.67 - - 6.70
RL 1 10 6.875 7.5 8.75 - 8.28
2 7 5.57 8.33 - - 6.97
3 6.75 7.4 7 - - 7.05
RK 1 7.6 7.875 - - - 7.74
2 11 7.6 8.16 6.4 6.6 7.95
3 7 3 7.75 11 6.86 7.12
RR 1 10 6.5 5.5 8.33 - 7.58
2 7.5 5.67 - - - 6.59
3 5.87 - - - - 5.87
RB 1 6.5 8 8 9 - 7.88
2 6.4 10.6 6 - - 7.67
3 8.3 5.2 6 10 - 7.38
23
6. Rekapitulasi rata-rata panjang tangkai
Perlakuan Ulangan
Rata –rata panjang tangkai per
panen per substrat (cm) Rataan
1 2 3 4 5
Kontrol 1 5.3 4 4 - - 4.43
2 5 5.33 3.38 - - 4.57
3 5 5.67 5 - - 5.22
LL 1 4.5 3.25 2.25 - - 3.33
2 3.71 2.67 35 3.33 - 3.30
3 3.67 3 4.67 - - 3.78
LK 1 3 4 3.9 - - 3.63
2 4 3.6 4.67 - - 4.09
3 5.25 5.25 - - - 5.25
LR 1 3.3 3 - - - 3.15
2 3.5 - - - - 3.50
3 5.25 - - - - 5.25
LB 1 3 4 3.25 - - 3.42
2 3.4 4.33 - - - 3.87
3 4 2 1 - - 2.33
RL 1 3.5 3.5 2.5 3.25 - 3.19
2 3.5 3 2.67 - - 3.06
3 3.75 3.2 3 - - 3.32
RK 1 3.2 3.5 - - - 3.35
2 3 2.4 3 3 2.55 2.79
3 2.6 1 3 4 2.43 2.61
RR 1 3 3.5 3.75 2.67 - 3.23
2 2.6 3.75 - - - 3.18
3 4.2 - - - - 4.20
RB 1 2.8 4 3 2 - 2.95
2 3.4 4 2.5 - - 3.30
3 2.5 2.4 2.4 2 - 2.33
24
7. Rekapitulasi suhu dan kelembaban
No
Fase vegetatif Vase generatif (reproduktif)
Padi Siang Sore Pagi Siang Sore
Suhu
(0C)
RH
(%)
Suhu
(0C)
RH
(%) Suhu
(0C)
RH
(%)
Suhu
(0C)
RH
(%)
Suhu
(0C)
RH
(%)
Suhu
(0C)
RH
(%)
1 27 91 33 83 33 83 27 91 27 91 27 91
2 28 91 33 83 32 83 25 90 32 91 30 91
3 28 91 28 91 28 91 25 90 31 91 28 91
4 27 91 28 91 28 91 27 91 31 91 26 91
5 28 91 33 83 31 91 27 91 31 91 26 91
6 28 91 33 83 31 91 27 91 32 91 28 91
7 28 91 32 91 30 83 27 91 31 91 27 91
8 28 91 30 91 29 91 27.5 91 32 91 27 91
9 27 91 29 91 28 91 28 91 32 91 26 91
8. Rekapitulasi berat kering dan kadar air pada berbagai media
Jenis media BK awal (gram) BK akhir (gram) KA(%)
Kontrol 300 37 233
Lamtoro 1 733 1 548 13
Karet 1 487 1 265 88
Randu 593 486 125
Balsa 781 635 33
Ranting Lamtoro 758 539 14
Ranting Karet 694 468 30
Ranting Randu 405 270 87
Ranting Balsa 477 307 19
25
9. Rincian biaya produksi budidaya jamur tiram pada log dan ranting
Uraian Satuan Harga
(Rp) Jumlah Biaya (Rp)
Penyusutan
(Rp)
Biaya tetap
Kumbung unit 3 028 000 1 3 028 000 1 514 000
Ruang inokulasi unit 3 028 000 1 3 028 000 1 514 000
Drum buah 150 000 5 750 000 375 000
Gergaji buah 80 000 3 240 000 120 000
Golok buah 50 000 3 150 000 75 000
Tangki gendong buah 150 000 1 150 000 75 000
Thermometer buah 75 000 1 75 000 37 500
Botol buah 500 10 5 000 2 500
Total biaya tetap 7 426 000 3 713 000
Biaya operasional
Log
kayu/ranting m3 90 000 0.25 22 500
Bibit botol 20 000 1 20 000
Gas elpiji buah 20 000 3 60 000
Plastik PP kg 21 000 2.5 52 500
Spirtus liter 15 000 0.5 7 500
Karet gelang kg 30 000 0.1 3 000
Alkohol 70% liter 15 000 0.5 7 500
kapas kg 10 000 0.25 2 500
Tenaga kerja orang 50 000 1 50 000
jumlah log 1 879 120 175 500
Total biaya
operasional log
1 879 2500 4 697 500
Total biaya produksi 8 410 500
Pendapatan = Jumlah baglog x % keberhasilan produksi x Produktivitas/log x
Harga jamur segar
= 2 500 x 0.95 x 1 x Rp 12 000
= Rp. 28 500 000
Keuntungan = Pendapatan – Total biaya produksi
= Rp. 28 500 000 – 8 410 500
= Rp. 20 089 500
26
Kelayakan usaha
R/C ratio = Pendapatan
= Rp. 28 500 000
= 3.4
(Layak, >1) Total biaya produksi RP. 8 410 500
BEP
produksi =
Total biaya produksi =
RP. 8 410 500 = 701 kg
Harga produksi/kg Rp. 12.000/kg
BEP harga = Total biaya produksi
= RP. 12 583 000
= Rp. 3 541/kg Volume produksi 2375 kg
Payback Period (PP) =
I (Investasi dan biaya operasional) x 1 tahun
Ab (Keuntungan dalam 1 tahun)
=
(Rp. 7 426 000+ Rp. 4 697 500)
Rp. 10 044 750
= 1.2 tahun
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 9 Mei 1993 dari
pasangan Bapak KH. Hasan Basri (Alm) dan Ibu Hj. Masdodeh. Anak bungsu dari
12 bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Ciomas pada tahun
2009-2012, kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Kehutanan, Departemen Silvikultur melalui jalur undangan Seleksi Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) pada tahun 2012.
Selama perkuliahan, penulis aktif dalam kepanitiaan dan organisasi di dalam
maupun di luar kampus. Kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain Panitia Masa
Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru IPB angkatan 50 (2013), Masa Perkenalan
Departemen Silvikultur (2014), Tree Grower Community in Action (2013-2015),
Eksplorasi (2015), Ketua Pelaksana kegiatan TOBI (tryout bareng anak IPB-UI)
IMB (2014), Ketua Pelaksana kegiatan penanaman 1000 mangrove di Muara Angke
(2016) dan kegiatan kepanitiaan lainnya. Organisasi yang pernah diikuti antara lain
Anggota Utama Ikatan Mahasiswa Bogor (2012-2015), Staf Humas Muslim Teens
Club Kecamatan Ciomas (2014-sekarang), Anggota Gugus Disiplin Asrama TPB
IPB (2012-2013), Staf Project Divition Tree Grower Community (2013-2015),
Ketua Group Agroforestry Tree Grower Community (2014-2015), Staf Cross-E
DKM Ibaadurrahman Fahutan IPB (2013-2014) dan Staf PSDM Ibaadurrahman
Fahutan IPB (2014-2015).
Selain aktif dalam organisasi, penulis juga mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa bidang Penelitian (2015). Penulis juga berkesempatan mengikuti study
eksplorasi di Taman Nasional Lore Rindu, Palu Sulawesi Tengah (2015), pelatihan
Manajemen Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai,
Kuningan Jawa Barat dalam acara Tree Grower Community In Action 2015. Penulis
telah melaksanakan kegiatan Magang Mandiri Fakultas Kehutanan IPB di beberapa
Perhutani seperti KPH Kebonharjo dan KPH Kediri (2014), serta di Lembaga
Penelitian yaitu Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan (BBPBPTH), Sleman Yogyakarta (2015). Penulis melaksanakan Praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang Barat tahun 2014,
tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi. Pada bulan Januari-Maret 2016
penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di IUPHHK-HT PT Bina Silva Nusa
Kalimantan Barat.
Penulis menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
IPB dengan judul skripsi “Analisis Kultivasi Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus) pada Log dan Ranting Kayu Karet, Lamtoro, Randu dan Balsa” di bawah
bimbingan Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi.
top related