analisis framing pro kontra ruu ormas di media...
Post on 13-Jan-2020
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA
PEMBARUAN DAN REPUBLIKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi
Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Tiara Meizita
NIM 109051100010
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA
SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Tiara Meizita
NIM 109051100010
Dosen Pembimbing
Tantan Hermansah, MSi
NIP 19760617 200501 100 6
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 8 Januari 2014
Tiara Meizita
iii
iv
ABSTRAK
Tiara Meizita
Analisis Framing Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan
Republika
Undang-undang Organisasi Massa yang lama dianggap tidak sesuai
dengan kebutuhan saat ini. Maka dari itu, pemerintah kemudian mengajukan
Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat yang baru untuk mengantikan
Undang-Undang No.8 Tahun 1985. Rencana pemerintah tersebut ternyata menuai
pro kontra di kalangan masyarakat, tak terkecuali ormas Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama. Bagi kedua organisasi ini, RUU Ormas yang baru dianggap
hanya akan membangkitkan rezim otoriter terhadap kebebasan berserikat dan
berorganisasi. Di sisi lain, jika dilihat dari banyaknya ormas-ormas di Indonesia
rasanya wajar ada sistem yang mengatur mengenai hal tersebut. Isu terkait RUU
Ormas menjadi perhatian berbagai media massa, termasuk Republika dan Suara
Pembaruan. Republika dan Suara Pembaruan membingkai kasus pro kontra isu ini
dengan cara yang berbeda. Studi ini mengkaji media Republika dan Suara
Pembaruan dalam merekam dan berposisi pada isu tersebut.
Berdasarkan realitas tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana Suara
Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra
RUU Ormas? Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan
dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Bagaimana Suara
Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro
kontra RUU Ormas? Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh
media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial yang dilihat dari sisi
media massa dan politik. Secara umum teori konstruksi sosial membahas
mengenai bagaimana sebuah realitas yang ada di lingkungan sekitar masyarakat di
persepsikan oleh publik secara berbeda. Hal ini yang terjadi di media massa dalam
mengerjakan isi medianya. Pembentukkan realitas melalui simbol-simbol politik
dan bahasa berperan dalam mengkonstruksi berita di media massa.
Penelitian ini menggunakan metodologi paradigma konstruktivis dengan
pendekatan kualitatif. Model yang digunakan untuk menganalisa penelitian ini
adalah model analisis framing Robert Entman. Dalam konsepsi Entman, framing
merujuk pada empat struktur analisis yaitu Define Problem (Pendefinisian
masalah), Diagnose Cause (memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make
Moral Judgement (membuat keputusan moral), Treatment Recommendation
(menekankan penyelesaian).
Hasil studi menyimpulkan bahwa Suara Pembaruan dan Republika
cenderung melihat kasus pro kontra RUU Ormas pada sisi yang berbeda.
Republika melihat seluruh aspek kasus pro kontra RUU Ormas dengan
mengedepankan nilai-nilai agamais sesuai visi misi Republika sendiri. Sementara
Suara Pembaruan lebih membidik adanya nilai hukum diantara kasus-kasus yang
menjadi pro-kontra RUU Ormas baik itu terkait asas Pancasila maupun persoalan
pasal transparansi pendanaan yang menjadi dua permasalahan utama dalam
dibentuknya RUU Ormas yang baru.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW, sosok teladan sepanjang
zaman, beserta para sahabat, dan para pengikutnya, yang telah mengantar umat
manusia dari zaman kegelapan kepada zaman yang dihiasi dengan ilmu seperti
saat ini.
Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan,
M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan
II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan, Drs. Wahidin Saputra, M.A.
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Rubiyanah, M.A serta Sekertaris Jurusan
Kosentrasi Jurnalistik Ade Rina Farida, M.Si yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membantu menyelesaikan kuliah.
3. Dosen Pembimbing skripsi, Tantan Hermansah, M.Si yang telah
menyediakan waktu serta kesabarannya dalam membimbing dan
mengarahkan peneliti sehingga skripsi ini selesai dengan baik dan lancar.
vi
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi terimakasih
atas ilmu yang telah diberikan kepada Peneliti.
5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
6. Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain yang telah
menyediakan waktu disela kesibukannya untuk menjadi narasumber dalam
penelitian ini.
7. Harian Umum Republika khususnya kepada Fajriyan Zamzami selaku
Redaktur Rubrik Nasional, yang telah menyempatkan diri untuk menjadi
narasumber dalam penelitian ini. Serta kepada Harian Umum Media Suara
Pembaruan khususnya Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana, yang
disela kesibukannya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam
penelitian ini.
8. Kedua orangtua tercinta Ifdal Muchlis dan Nelmayanti terimakasih atas
segala do’a dan semangat yang telah diberikan selama ini sehingga
Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat peneliti yaitu Dwita Aprinta, serta Virlindayani Nur Maulida,
Hesty Tri Utami, Winda Dwi Astuti Zabua terimakasih atas persahabatan
yang indah, semoga persahabatan dan persaudaraan kita akan terus terjalin.
10. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Niken Wulandari, Makini
Mardan, teman-teman Jurnalistik angkatan 2009, teman-teman KKN
Anomali, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
sudah membantu, memberikan dukungan, saran kepada peneliti sampai
skripsi ini selesai dengan baik.
vii
Sepanjang kemampuan peneliti dalam menyusun skripsi ini, peneliti
menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun Peneliti telah
berusaha untuk semaksimal mungkin dengan baik. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Peneliti
Tiara Meizita
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Batasan danRumusanMasalah .................................................. 6
C. Tujuan danManfaatPenelitian. ................................................. 7
D. TinjauanPustaka ....................................................................... 8
E. Metodologi Penelitian .............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 15
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Undang-UndangOrganisasiKemasyarakatan ........................... 16
B. KonstruksiSosial ....................................................................... 20
1. KonstruksiSosial :Pemikiran Berger danLuckman ............. 20
2. KonstruksiSosial Media Massa ........................................... 24
C. Analisis Framing ...................................................................... 28
D. Analisis Framing Model Robert Entman ................................. 31
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Suara Pembaruan ............................................................ 35
1. Sejarah Singkat Suara Pembaruan ........................................ 35
2. Visi dan Misi Suara Pembaruan. .......................................... 36
3. Struktur Organisasi Suara Pembaruan .................................. 37
B. Profil Republika ....................................................................... 38
1. Sejarah Singkat Republika .................................................... 38
2. Visi dan Misi Republika ....................................................... 40
3. Struktur Organisasi Republika.............................................. 43
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media
Suara Pembaruan dan Republika .............................................. 49
B. Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media
Suara Pembaruan dan Republika .............................................. 54
C. Make Moral Judgement Kasus Pro Kontra RUU Ormas di
Media Suara Pembaruan dan Republika .................................. 56
D. Treatment Recommendation Kasus Pro Kontra RUU Ormas
di Media Suara PembaruandanRepublika ................................ 59
E. AnalisisPerbandingan Framing SuaraPembaruan
dan Republika .................................................................................. 61
ix
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 76
B. Saran ....................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………. 82
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan UU Ormas lama dengan UU Ormas baru .......................... 19
Tabel 2. Proses Konstruksi Sosial Media Massa ............................................... 26
Tabel 3. Defini Framing Menurut Beberapa Tokoh........................................... 30
Tabel 4. Framing Model Robert Entman ......................................................... 34
Tabel 5. Struktur Organisasi Suara Pembaruan ................................................. 38
Tabel 6. Struktur Organisasi Republika ............................................................. 44
Tabel 7. Pemberitaan Pro Kontra RUU Ormas Tahun 1985 .............................. 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah tengah sibuk mensosialisasikan
sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) baru kepada masyarakat. RUU ini
berkenaan dengan organisasi kemasyarakatan yang baru. RUU Ormas yang baru
ini memang sengaja dibuat untuk menggantikan Undang-Undang No.8 Tahun
1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Awal munculnya Undang-Undang No.8 Tahun 1985 adalah ketika orde baru
pada saat itu tidak peduli tentang fenomena sosial-politik dan kultural dengan
fenomena hukum. Maka muncullah Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan
1985 (UU No 8/1985) berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Tahun 1983. Berdasarkan undang-undang itu, Orde Baru mengharuskan ormas
“berhimpun dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis”
(Pasal 8-12) untuk dibina pemerintah (Pasal 13-14).1
Mudahnya mendirikan sebuah organisasi masyarakat menjadikan ormas
semakin lama semakin berkembang. Hal lain yang mendorong pertumbuhan
ormas begitu pesat adalah belum ada ketentuan dan larangan serta sanksi yang
jelas dan tegas bila ormas tersebut melakukan pelanggaran hukum atau tindak
pidana lainnya. Maka karena alasan tersebut, pemerintah perlu merancang suatu
undang-undang dimana segala pengaturan mengenai organisasi masyarakat
tertuang didalamnya.
1 http://nasional.kompas.com/read/2012/02/07/02041492/Mengupas.RUU.Ormas
2
Ternyata keputusan DPR untuk menggantikan UU Ormas yang lama dengan
yang baru, menuai pro kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Baik dari sisi
ormas-ormas itu sendiri , LSM, ataupun pihak-pihak yang tidak setuju adanya
RUU Ormas yang baru. Banyaknya aksi penolakan yang terjadi, membuat Panitia
Khusus (Pansus) RUU Ormas berfikir untuk merubah pasal-pasal yang dianggap
bermasalah.
Salah satu alasan adanya penolakan terhadap RUU Ormas yang baru karena
disebabkan adanya pasal asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas.
Menurut para ormas, pasal ini hanya akan membangkitkan rezim represif dan
otoriter serta membuka intervensi pemerintah terlalu dalam terhadap organisasi
kemasyarakatan.
Disisi lain, pemerintah menganggap bahwa UU Ormas No. 8 Tahun 1985
memang harus direvisi kembali, hal ini mengingat bahwa Undang-Undang Ormas
yang lama dianggap sudah tidak relevan dan tidak lagi bisa menyesuaikan kondisi
perkembangan Negara Indonesia. Banyak pasal-pasal di dalam UU No.8 Tahun
1985 tidak mengatur mengenai adanya peraturan ormas asing yang berkegiatan di
Indonesia, bahkan pasal mengenai transparansi mengenai pendanaan ormas.
Melihat situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini, sepertinya memang
sudah layak keberadaan ormas diatur oleh sebuah undang-undang. Banyak ormas
sering melakukan aksi kekerasan dan anarkis, bahkan ormas dijadikan sebagai alat
kepentingan dan melegalisasi keberadaan premanisme. Bahkan presiden Republik
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono sempat ditegur oleh pemimpin negara
Timur Tengah akibat tindak anarkis yang dilakukan ormas Islam di Indonesia.
“Menanggapi penjelasan tersebut, pejabat Timur Tengah tersebut
justru menegur dan meminta tindakan ormas anarkis harus dihentikan.
3
Menurut dia, tindakan ormas memberikan dua kerugian sekaligus.
"Merugikan Islam, karena Islam tidak anarkis. Kedua, merugikan Arab,
karena merusak dengan menggunakan pakaian Arab," kata Presiden.”2
Apabila dilihat dari pemberitaan diatas, ternyata kasus ormas yang bertindak
anarkis tidak hanya menjadi perhatian bagi pemerintah di Indonesia tetapi juga
menjadi sorotan bagi negara lain. Inilah sebabnya, pemerintah merasa perlu
membuat undang-undang ormas baru dimana undang-undang tersebut dapat
menjadi pegangan bagi pemerintah untuk bertindak atau membubarkan ormas
yang kerap melakukan aksi-aksi premanisme dalam melakukan aksinya di
masyarakat.
Selain masalah banyaknya kasus tindakan anarkis yang dilakukan ormas,
pemerintah juga menilai ormas tidak transparansi masalah kegiatan serta
pendanaan yang ada selama ini. Banyak ormas yang menentang masalah pasal
yang ada di RUU Ormas berkaitan dengan adanya transparansi soal pendanaan
ormas, pemerintah menganggap penentangan tersebut karena ketakutan sejumlah
ormas akan kemungkinan terkuaknya praktik haram di balik kegiatan ormas.
Menurut Direktur Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan, Budi Prasetyo
mengatakan aturan RUU yang memuat semangat transparansi seharusnya tidak
menjadi ketakutan apabila ormas menjalankan kegiatannya secara benar.
“Inilah paradoks demokrasi, dimana sering kali yang menyuarakan
demokrasi di ruang pubik sebenarnya juga tidak demokratis. Mereka ini yang
anti demokrasi”3
2 http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/078498902/SBY-Ditegur-Negara-Lain-Akibat-
Ormas-Anarkis berita diakses pada 17 Desember 2013 pukul 20:56
3 Republika, ”Ormas Dinilai Takut Transparan” tanggal 1 April 2013
4
Sampai dengan tulisan ini dibuat, konflik mengenai pro kontra RUU Ormas
ini terus berlanjut dengan seluruh dinamikanya dan tidak lepas dari pemberitaan
media baik media cetak mapun media elektronik. Media tersebut berperan aktif
dalam menyampaikan perkembangan dari peristiwa tersebut dalam perannya
sebagai penyampai pesan kepada khalayak banyak sebagai bagian dari
komunikasi massa.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan pada
ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang singkat. Pada masa
sekarang ini, komunikasi massa memberikan informasi, gagasan dan sikap pada
khalayak yang beragam dan besar jumlahnya dengan menggunakan media. Dari
definisi tersebut dapat diketahui bahwa “komunikasi massa itu harus
menggunakan media massa.”4
Media melaporkan berita dengan tujuan memberikan info tentang segala
peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Adapun cara melaporkan
atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang banyak, yang
lazimnya dilakukan dengan gaya yang diplomatis.5 Selain itu, media berperan
mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami dan dijelaskan secara
tertentu kepada khalayak. Berita adalah produk dari profesionalisme yang
menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi.6
Ketika menulis sebuah artikel atau pemberitaan baik di majalah atau koran,
baik cetak ataupun online, harus ditulis secara refrensial dengan visi intektual.
4 E. Ardianto dan Erdinaya L, 2005. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung :
Simbosia Rekatama Media. hal.3. 5Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik,
(Bandung: Nuansa, 2010), h. 104 6 Eriyanto. 2009. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta. PT. LKiS
Printing Cemerlang. hal. 80.
5
Maksudnya adalah merujuk pada kekuatan logika akal sehat (common sense),
bukan logika klenik atau mistik. Artikel yang ditulis secara referensial memiliki
ciri antara lain: logis, sistematis, analitis, akademis, dan etis.7
Tiap media memiliki kebijakan redaksinya masing-masing. Ini merupakan
dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberitakan atau
menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi dianggap penting bukan hanya
peristiwanya saja tapi bagaimana cara menyikapi suatu peristiwa. Dasar
pertimbangan itu bisa bersifat ideologis, politis dan bisnis.8 Ideologi, ekonomi,
politik, sosial, budaya dan agama tak dapat dipungkiri menjadi hal yang melatar
belakangi penulisan berita oleh suatu media.
Wartawan sebagai juru berita memegang peran memasukkan perpektifnya
sendiri ke dalam suatu realitas. Wartawan memiliki kekuatan dalam
mengungkapkan peristiwa melalui media massa sebagai wadah pembingkaian
(framing) berita. Melalui pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan
angel, penambahan gambar, maka berita yang ditulis wartawan menjadi menarik.9
Salah satu metode untuk mengetahui proses konstruksi adalah analisis
framing. Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam
literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan
penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.10
. Framing pada
akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang
kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita
7 Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana: Panduan Praktis Penulis dan
Jurnalis Profesional, cetakan ke 5, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 6 8 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 152
9 Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005), h. 67
10Alex Sobur. 2009. “Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Dan Analisis Framing”(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 162
6
melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan
tertentu atas suatu peristiwa
Adapun penulis menganggap penelitian ini penting karena untuk mengetahui
bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengkontruksi berita mengenai pro
kontra adanya RUU Ormas yang baru. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat
bagaimana suatu realitas yang sama dilihat oleh dua media yang mempunyai dua
sudut pandang ideologi yang berbeda. Sedangkan penelitan ini menarik karena
banyaknya pihak yang dibuat resah khususnya ormas-ormas Islam dan beberapa
pihak yang memang menyetujui adanya peraturan RUU Ormas agar tidak ada lagi
terjadi peristiwa anarkis yang dilakukan oleh berbagai macam ormas.
Penulis menganalisis pemberitaan pro kontra RUU Ormas dengan
menggunakan analisis framing. Model analisis ini digunakan penulis untuk
mengetahui bagaimana suatu media memaknai dan membingkai suatu peristiwa.
Sehingga dari analisa ini dapat diketahui bagaimana realitas dan konstruksi yang
dibangun oleh Suara Pembaruan dan Republika terhadap kasus pemberitaan RUU
ormas dengan menggunakan model analisis framing Robert N. Entman.
Bedasarkan fenomena dan penjelasan di atas maka penulis mengangkat judul
“ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA
PEMBARUAN DAN REPUBLIKA.”
B Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Melihat pada latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis
membatasi penelitian pada bagaimana media Suara Pembaruan dan Republika
7
membingkai berita mengenai pro kontra kasus RUU Ormas selama periode Maret
hingga April 2013.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan peneliti secara umum adalah
bagaimana surat kabar Republika dan Suara Pembaruan membingkai pemberitaan
pro kontra RUU Ormas. Sesuai dengan teori Robert Entman rumusan masalah
umum ini dapat diperinci dalam sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah
terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
2. Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan
Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
3. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral
terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas?
4. Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara
Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang digunakan peneliti, maka tujuan
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika
mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas.
8
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara
Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas.
c. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika
menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas
d. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan
oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra
RUU Ormas
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Memberi sumbangsih ilmiah dalam studi framing mengenai berita di
media cetak mengenai suatu kasus, yang dalam penelitian ini adalah berita
tentang kasus terjadinya pro kontra adanya RUU Ormas yang baru di surat
kabar Suara Pembaruan dan Republika. Selain itu, semoga penelitian ini
dapat mempermudah dan membantu peneliti lain yang nantinya bisa
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah penelitian
khususnya bagi mahasiswa.
b. Manfaat Praktis
Agar dapat memecahkan persoalan dalam mengetahui bagaimana posisi
masing-masing media massa dalam menggambarkan suatu kasus, sehingga
dapat diketahui adakah perbedaan antara setiap media massa dalam
membingkai suatu berita.
C. Tinjauan Pustaka
Skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian ini adalah
skripsi berjudul “ Pro Kontra Undang-Undang Pornografi di Media Cetak
9
(Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika)”
karya Alfan Bachtiar, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih skripsi tersebut untuk dijadikan sebagai
acuan karena perangkat penelitian yang digunakan sama dengan penelitian yang
penulis. Tentunya terdapat perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi
penulis, yakni mengenai kasus yang diangkat, media massa yang menjadi objek
penelitian, konsep yang digunakan, dan hasil temuan dan analisa data. .
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Dalam penelitian tentang wacana pemberitaan ini, peneliti menggunakan
paradigma konstruktivisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan
tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Rancangan
konstruktivis melihat pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.11
Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi
juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis
yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar
maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh subjek yang
mengemukakan suatu pernyataan.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian
kualitatif deskriptif dengan metode analisis framing Robert N. Entman. Peneliti
menganalisis pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas Pada Suara
Pembaruan dan Republika edisi Maret dan April 2013, dan menyimpulkan hasil
11
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan ke 3, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2004), h. 204
10
temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
memberikan gambaran tentang bagaimana Suara Pembaruan dan Republika
mengkonstruksi kasus pro kontra RUU Ormas dalam pemberitaannya dan
ideologi yang tercermin dari berita tersebut.
Penelitian Kualitatif memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif
yang berbasis pada paradigma positivistik (positivime-empiris).12
Menurut
Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti
kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasi. Kedua, peneliti kualitatif lebih
memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam
mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun
langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi lapangan. Keempat,
peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian,
interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.13
Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bersifat
umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosisal yang
menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum
tentang kenyataan-kenyataan tersebut.14
Teknik sampling pada penelitan kualitatif jelas berbeda dengan yang
nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel itu dipilih dari satu popuasi
sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-
benar mewakili ciri-ciri suatu populasi. Selain itu dalam penelitian kualitatif
12
Antonius Birowo, metode penelitian Komunikasi: teori dan Aplikasi,
(Yogyakarta:GITANYALI, 2004), h. 184. 13
Buhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Tekhnologi
Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. III. H. 303. 14
Rosady Ruslan, Metodologi penelitian publik relation dan komunikasi, (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada, 2003), h.215
11
sangat erat kaitanya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling
dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai
macam sumber dan bangunanya (contructions). Dengan demikian tujuannya
bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya
dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari
sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan
teori yang mucul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak,
tetapi sampel bertujuan (purposive sample).15
3. Subjek dan Objek Penelitian
Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapatkan data yang
valid maka subjek penelitian adalah Republika dan Suara Pembaruan. Objek yang
dimaksud adalah 4 berita mengenai kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi
Maret dan April 2013. Penulis memilih 4 berita tersebut karena penulis
menganggap 4 berita tersebut sudah mewakili gambaran konstruksi Republika dan
Suara Pembaruan terhadap kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi Maret dan
April 2013.
4. Sumber Data
Data yang diambil untuk dijadikan suatu sumber dalam penelitian ini
adalah :
a. Primer
Data primer bersumber dari pemberitaan pada Republika dan Suara
Pembaruan.
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarysa,2006). Cet-26, h.224.
12
b. Sekunder
Data sekunder adalah data-data pendukung lainnya yang diperoleh tidak
secara langsung. Data sekunder bisa berupa dokumen, arsip, maupun
laporan-laporan tertentu yang didapat oleh peneliti dari berbagai sumber.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di dua media. Pertama Republika yang beralamat di
Jl. Buncit raya No. 37, Jakarta 12510 pada tanggal 10 Desember 2013, dan
yang kedua Suara Pembaruan yang beralamat di BeritaSatu Plaza 11th
Floor, Suite 1102 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 35-36 Jakarta 12950 pada
tanggal 3 Desember 2013
6. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Penulis mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar Suara
Pembaruan dan Repubika yang memuat berita mengenai kasus pro kontra
RUU Ormas. Selain itu, penulis juga mengkliping data tertulis yang
terdapat pada surat kabar tahun 1985 yang memberitakan mengenai kasus
pro kontra RUU Ormas yang lama pada saat itu. Sebagai data pendukung,
penulis juga mencari data tentang subyek penelitian ini, yaitu Harian Suara
Pembaruan dan Republika.
b. Wawancara
13
Penulis juga melakukan wawancara dengan pihak redaksi tentang
kebijakan redaksional Suara Pembaruan dan Republika dalam mengenmas
pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas.
c. Studi Kepustakaan (Library Research)
Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber
bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan
mendukung penelitian.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasi
dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,
maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam
kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan
kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi
berbagai sumber data.16
Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU
Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Replubika memusatkan pada
penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan
pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra
Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara,
maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N.
Entman. Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil
dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,
16
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group : 2006), h. 192-193.
14
maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam
kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan
kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi
berbagai sumber data.17
Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU
Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Repubika memusatkan pada
penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan
pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra
RUU Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter,
wawancara, maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model
Robert N. Entman yakni : pertama, identifikasi masalah (problem Identification),
kedua, identifikasi penyebab masalah (causal interpretation), ketiga, evaluasi
moral (moral evaluation), keempat, saran penanggulangan masalah (treatment
recommendation).
8. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group : 2006), h. 192-193.
15
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, maka peneliti membagi sistematika
penyusunan ke dalam lima bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang teori konstruksi sosial, konseptual
berita, pengertian, efek dan fungsi media massa, serta teori
framing.
BAB III GAMBARAN UMUM
Membahas tentang berdirinya surat kabar Suara Pembaruan
dan Republika, Visi dan Misi Suara Pembaruan dan
Republika, Struktur Organisasi Redaksi Suara Pembaruan
dan Republika.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
Membahas tentang analisa mengenai konstruksi terhadap
pemberitaan pro kontra RUU Ormas yang akan disahkan
oleh pemerintah dalam media Suara Pembaruan dan
Republika dengan analisis framing.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari
penelitian mengenai hal-hal yang telah dianalisa.
16
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Undang Undang Organisasi Kemasyarakatan
Organisasi masa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di
Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis masa yang tidak bertujuan politis. Bentuk
organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat
dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan,
sosial. Ormas bukanlah suatu badan hukum, melainkan hanya status terdaftar
berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan Direktorat Jenderal
Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementrian Dalam Negeri Indonesia.
Setelah kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia, pembentukan ormas semakin
marak, terutama organisasi kemahasiswaan yang mencapai puncaknya pada era 70-
an. Namun seiring dengan menguatnya pemerintahan orde baru yang cenderung
represif terhadap perbedaan ide dan sikap kritis, peran organisasi masyarakat di
Indonesia mengalami kemunduran. Suara kritis organisasi masyarakat serta
penculikan sejumlah aktivis organisasi masyarakat yang kritis terhadap kebijakan.
Pemerintahan orde baru kala itu diperkuat dengan munculnya Undang –Undang
Nomor 8 Tahun 1985 (UU No 8/1985) tentang Organisasi Kemasyarakatan.1
Pemerintah menganggap Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8
Tahun 1985 sudah tidak relevan dan sudah tidak mampu mengakomodasi pesatnya
1 Suara Pembaruan, “Menadah Fungsi Ormas Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat”, tanggal 26
Februari 2013.
17
dinamika perkembangan yang terjadi pada belakangan ini. Oleh sebab itu, tentu
diperlukan kajian ulang dan evaluasi dengan dilakukan perubahan, sesuai dengan
tantangan dan perubahan zaman pada saat ini.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan sudah
dimulai pada tahun akhir tahun 2011 di DPR dan menghabiskan waktu tujuh kali
masa sidang. Akan tetapi, RUU Ormas ini mengemuka di awal tahun 2013 ketika
DPR-RI akan menggodok RUU Ormas untuk segera disahkan menjadi Undang-
Undang Organisasi Kemasyarakatan. Draft Rancangan Undang-Undang
Kemasyarakatan yang baru berisi 21 Bab dan 86 Pasal dimana sebelumnya hanya
berisi 9 Bab dan 20 Pasal. Berikut ini penulis akan memaparkan beberapa perbedaan
Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8 Tahun 1985 dengan
Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang baru menurut ketua
Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain.
18
Tabel 1
Perbedaan Undang-Undang Ormas yang lama
dengan RUU Ormas yang Baru.2
No.
Jenis Perbedaan
Penjelasan
1. Perbedaan asas.
Pada Undang-Undang (UU) No.8 Tahun
1985 asas yang berlaku adalah asas
tunggal. Asas ormas pada Undang-
Undang yang terdahulu berbunyi “Asas
Ormas berdasarkan Pancasila.”
Kemudian diubah menjadi asas yang
tidak memaksakan terhadap asas tunggal
dan berbunyi “Asas ormas tidak hanya
berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang 1945.”
Hal ini berarti bahwa dihapuskannya asas
tunggal pada Undang-Undang Organisasi
Kemasyarakatan yang baru.
2. Segi Pendaftaran Ormas
Di RUU Ormas yang baru pendaftaran
Ormas diatur lebih mudah karena
disediakannya empat golongan bagi para
ormas yang ingin mendaftarkan
organisasi mereka. Empat golongan itu
terdiri dari Yayasan, Perkumpulan, Surat
Keterangan Terdaftar (SKT), Surat
Keterangan Domisili. Dari empat
golongan tadi, para ormas berhak
memilih salah satunya. Jika ormas
tersebut berbadan hukum silahkan
memilih yayasan atau perkumpulan,
tetapi bagi ormas yang tidak berbadan
hukum silahkan mendaftar menggunakan
Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan
Surat Keterangan Domisili.
2 Hasil wawancara dengan Abdul Malik Haramain, Jakarta 17 September 2013.
19
3. Larangan dan Sanksi
Pada UU Ormas No.8 Tahun 1985,
larangan hanya bersifat umum dan tidak
secara mendetail sementara di RUU
Ormas yang baru ini sifatnya lebih detail.
Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan
RUU Ormas yang baru dianggap dapat
dengan mudah untuk dilanggar tanpa
adanya peraturan laranga yang lebih
mendetail. Berikutnya adalah perbedaan
sanksi bagi ormas yang melanggar aturan
dan larangan yang telah ditetapkan
langsung akan diproses memalui jalur
pengadilan. Hal ini berarti dari segi
prosedur sifat Rancangan Undang-
Undang yang baru sudah demokratis dan
berbeda dengan Undang-Undang yang
lama dimana UU Ormas lama lebih
bersifat fleksibel dan tidak mendetail
sehingga dikhawatirkan akan berbahaya
bagi kelangsungan orang-orang yang
berserikat dan berkumpul.
4. Pengaturan Ormas Asing
Undang-Undang Ormas yang lama, yaitu
UU No.8 Tahun 1985 memang sudah
tercantum peraturan mengenai ormas
asing namun dianggap belum cukup
bahkan sangat kurang. RUU Ormas yang
baru diatur sedemikian rupa bagaimana
Ormas asing itu diatur dan bagaimana
ormas asing itu beraktifitas. Selain itu,
juga terdapat pengertian ormas asing,
dan prosedur yang harus ditempuh oleh
Ormas asing apabila ingin menjalani
aktifitas di Indonesia.
Menurut Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi
Kemasyrakatan, Abdul Malik Haramain, mengatakan bahwa urgensi dari Penyusunan
Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan itu karena Organisasi
Kemasyarakatan yang ada di Indonesia sedemikian rupa, sangat beragam dan bersifat
20
dinamis, oleh sebab itu maka kita perlu mengatur dan mengelola agar Ormas lebih
produktif, dan tidak mengganggu kebebasan ormas lain atau pun menimbulkan
kekacauan yang dapat mengganggu stabilitas Negara Indonesia.3
Indonesia sangat memerlukan regulasi yang mengatur tentang ormas. RUU
Ormas diperlukan untuk menjamin hak asasi setiap ormas lain dan hak asasi individu
warga Negara lainnya. Oleh karena itu, pengaturan ormas diperlukan agar tidak
terjadi tirani atas nama kebebasan berorganisasi atau berkelompok dalam masyarakat.
Termasuk, menjaga agar tidak terjadinya monopoli kebenaran oleh ormas tertentu di
ruang publik. Dengan Undang-Undang baru, Ormas bisa memiliki badan hukum dan
memiliki kegiatan jelas, sesuai konstitusi, Pancasila serta semangat Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
B. Teori Konstruksi Sosial
1. Konstruksi Sosial Pemikiran Berger dan Luckman
Salah satu teori yang digunakan dalam metode analisis framing adalah
konstruksi sosial. Teori ini mengenai pembentukkan sebuah realitas yang dilihat dari
bagaimana sebuah realitas sosial itu mempunyai sebuah makna. Sehingga realitas
sosial di maknakan dan di konstruksikan oleh indvidu secara subjektif dengan
individu lainnya sehingga realitas tersebut dapat dilihat secara objektif. Pada akhirnya
individu akan mengkonstruksi realitas yang ada dan merekonstruksi kembali ke
dalam dunia realitas.
Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam
maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna ketika realitas
3 Hasil Wawancara dengan Abdul Malik Haramain, Jakarta 17 September 2013.
21
sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga
memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan
mengkonstruksikannya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan
subyektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.4
Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial
sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia
bebas. Teori Konstruksi ini menolak pandangan paradigma positivis yang
memisahkan antara subjek dan objek komunikasi sedangkan paradigma konstruktivis
tidak ada pemisah antara subjek dan objek komunikasi. Konstruksi realitas
memandang bahwa bahasa adalah alat untuk memahami suatu realitas objektif dan
subjek dianggap sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan sosialnya.
Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument
pokok untuk menceritakan realitas Lebih dari itu, terutama dalam media massa,
keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas,
melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas-realitas
media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah,
maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas
hasilnya.5
Membahas teori konstruksi sosial (social construction) tentu tidak bisa
terlepaskan dari buah pemikiran yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger dan
Thomas Luckmann. Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for Social
4 Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika
dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 90 5 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.13
22
Reserach, New York, sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of
Frankfurt. Pemikiran Berger dan Luckmann ini, mereka tulis dalam bukunya yang
berjudul “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of
Knowledge”. Kajian pokok Berger dan Luckman adalah manusia dan masyarakat.
Kajian ini menjelaskan tentang pemikiran manusia mengenai proses sosial. Berger
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi manusia, di mana
individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subjektif.6 Manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang
terlampau bebas dalam memberi pemaknaan kepada kenyataan yang dihadapinya.
Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon
terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Manusia memaknai dirinya dan objek di
sekelilingnya berdasarkan sifat-sifat atau sensasi yang dialaminya saat berhubungan
dengan objek tersebut. Pemaknaan tersebut timbul dari tindakan yang terpola dan
berulang-ulang yang kemudian mengalami objektifasi dalam kesadaran mereka yang
mempersepsikannya.
Konstruksi sosial dalam pandangan Berger dan Luckman tidak berlangsung
dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan.7 Bagi Berger,
realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan,
tetapi dibentuk dan dikonstruksi.
6 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media massa, Iklan
televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger &Thomas Luckman (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group : 2008), h. 13. 7 Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika
dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 91.
23
Peter L. Berger dan Thomas Luckman mengatakan realitas sosial
dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Pertama,
eksternalisasi, yaitu usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
mental maupun fisik. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mengekspresikan diri
dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas
dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah
dihasilkan suatu dunia – dengan kata lain, manusia menentukan dirinya sendiri dalam
suatu dunia.
Kedua, objektivasi, yaitu hasil mental dan fisik yang telah dicapai dari kegiatan
eksternalisasi tersebut. Hasilnya adalah realitas objektif yang bisa jadi akan
menghadapi si penghasil sendiri. Realitas objektif itu berbeda dengan realitas
subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap
orang.
Ketiga, internalisasi yang lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke
dalam kesadaran sedemikian rupa sehinggasubjektif individu dipengaruhi oleh
struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia luar yang telah terobjektiftkan
tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Dalam konstruksi realitas sosial, masyarakat seakan percaya dan menganggap
apa yang diterimanya melalui media massa adalah hal yang riil dan fakta apa adanya
yang diambil dari suatu peristiwa atau kejadia yang ada disekitar. Melalui sejumlah
peristiwa yang ada di masyarakat, media memilih peristiwa apa yang nantinya akan
24
diangkat dan dikonstruksikan kepada khalayak. Berita yang ada di media dapat
memberikan realitas yang sama sekali baru dan berbeda dengan realitas sosialnya.
Berita merupakan hasil rekonstruksi realitas yang subjektif dari proses kerja
wartawan.8
2. Konstruksi Sosial Media Massa
Konstruksi sosial media massa diambil dari pendekatan teori konstruksi sosial
atas realitas Peter L Berger dan Luckmann dengan melihat fenomena media massa
dalam proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Menurut perspektif ini
tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap
menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan
kosntruksi; dan tahap konfirmasi. 9 Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Tahap menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan
ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan
semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.
2. Tahap sebaran konstruksi : sebaran konstruksi media massa dilakukan
melalui strategi media massa. prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial
media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara
tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media,
menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
8 M. Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori, dan Aplikasi, (Jakarta: Gitnysli,
2004), h.168-169 9 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat,( Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 205-212
25
3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi
berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua
kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif.
4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa
maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.10
Tabel 2
Proses Konstruksi Sosial Media Massa11
Pada konteks media cetak ada tiga tindakan dalam mengkonstruksi realitas,
yang hasil akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan citra suatu realitas. Pertama
adalah pemilihan kata atau simbol. Sekalipun media cetak hanya melaporkan, tetapi
jika pemilihan kata istilah atau simbol yang secara konvensional memiliki arti
10
Ibid, hlm. 14 11
Ibid, hlm. 204
Objektivasi
Internalisasi
P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n
M
E
D
I
A
M
A
S
S
A
Eksternalisasi
Source Message Channel Receiver Effect
- Objektif
- Subjetif
- Inter Subjektif
Realitas Terkonstruksi:
- Lebih Cepat
- Lebih Luas
- Sebaran Merata
- Membentuk Opini Massa
- Massa Cenderung
Terkonstruksi
- Opini Massa Cenderung
Apriori
- Opini Massa Cenderung
Sinis
26
tertentu di tengah masyarakat, tentu akan mengusik perhatian masyarakat tersebut.
Kedua adalah pembingkaian suatu peristiwa. Pada media cetak selalu terdapat
tuntutan teknis, seperti keterbatasan kolom dan halaman atas nama kaidah jurnalistik,
berita selalu disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian atau framing. Ketiga
adalah penyediaan ruang. Semakin besar ruang yang diberikan maka akan semakin
besar pula perhatian yang akan diberikan oleh khalayak. 12
.
Dapat disimpulkan, menurut pandang kaum konstruksionis:
1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas
itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa
berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu
dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.
2. Media adalah agen konstruksi. Disini media dipandang sebagai agen
konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas lengkap dengan pandangan,
bias, dan pemihakannya..
3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia bukan menggambarkan realitas,
tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang
berita dengan peristiwa.
4. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas dimana pekerjaannya
bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi
fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita.
12
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, h.2-4
27
5. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian
yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa
peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral
serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
proses penelitian.
6. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Kaum
konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah subjek yang pasif,
melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton
ataupun didengar.
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan
peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan
berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai
peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna.
Pemberitaan yang sangat menarik dan menjadi perhatian media massa sebagai
bahan liputan mereka adalah peristiwa politik. Peristiwa politik memiliki nilai berita
yang tinggi dan dapat dijadikan perhatian khalayak. Apalagi saat ini banyak peristiwa
politik yang menyangkut partai politik. Kasus-kasus yang marak terjadi di dalam
partai politik saat ini menjadikan sasaran empuk media massa untuk meliput dan
memberitakannya. Media massa berfungsi sebagai menceritakan sebuah peristiwa,
keadaan, kejadian yang terjadi di kehidupan sosial, ekonomi, dan juga politik.
Pekerjaan utamanya adalah mengkonstruksi berbagai realitas tersebut menjadi sebuah
wacana yang memiliki makna yang kemudian disiarkan.
28
Pemberitaan politik memang rumit daripada berita-berita kehidupan lainnya.
Dalam pemberitaan politik akan ada suatu pembentukkan opini publik. Di mana ini
menjadi hal yang diinginkan oleh aktor politik dan wartawan. Pembentukkan opini
publik itu nantinya akan mempengaruhi khalayak melalui pesan politik yang
disampaikan oleh media massa.
Dalam kerangka pembentukkan opini publik ini, media massa umumnya
melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik
(language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing
strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function).
Tatkala melakukan tiga tindakan itu, boleh jadi sebuah media dipengaruhi oleh faktor
internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik,
kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan
politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa,
sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.13
C. Analisis Framing
Analisis framing adalah salah satu metode penelitian yang termasuk baru dalam
dunia ilmu komunikasi. Para ahli menyebutkan bahwa analisis framing ini merupakan
perpanjangan dari analisis wacana yang dielaborasi terus menerus ini, menghasilkan
suatu metode yang up to date untuk memahami fenomena-fenomena media
mutakhir.14
13
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Jakarta: Granit, 2004) h. 2-3.
14
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana. (Yogyakarta: LKiS, 2001) h. 23
29
Orang yang pertama kali melontarkan gagasan mengenai framing adalah Beterson
pada tahun 1955.15
Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan
wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan
realitas. Berikut beberapa definisi mengenai framing yang dikemukakan para
Tokoh:16
Tabel 3
Definisi Framing Menurut Beberapa Tokoh
TOKOH DEFINISI
Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas
sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu
lebih menonjol dibandingkan aspek lain.
Ia juga menyertakan penempatan
informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga sisi tertentu mendapatkan
alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.
William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang
teroganisir sedemikian rupa dan
menghadirkan konstruksi mana peristiwa-
peristiwa yang berkaitan dengan objek
suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk
dalam sebuah kemasan (package).
Kemasan itu semacam skema atau struktur
pemahaman yang digunakan individu
untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan
yang ia sampaikan, serta untuk
menafsirkan makna pesan-pesan yang ia
terima.
15
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009) h. 161.
16
Eriyanto, Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002) h. 67-68
30
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk
dan disederhanakan sedemikian rupa
untuk disampaikan kepada khalayak
pembaca. Peristiwa- peristiwa ditampilkan
dalam pemberitaan agar tampak menonjol
dan menarik perhatian khalayak pembaca.
Itu dilakukan dengan seleksi,
pengulangan, penekanan, dan presentasi
aspek tertentu dari realitas.
David E. Snow and Robert Benfort Pemberian makna untuk menafsirkan
peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame
mengorganisasikan system kepercayaan
dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,
anak kalimat, citra tertentu, sumber
informasi, dan kalimat tertentu.
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh
individu untuk mendapatkan, menafsirkan,
mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa
secara langsung atau tidak langsung.
Frame mengorganisir peristiwa yang
kompleks ke dalam bentuk dan pola yang
mudah dipahami dan membentuk individu
untuk mengerti makna peristiwa.
Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki Strategi konstruksi dan memproses berita.
Perangkat kognisi yang digunakan dalam
mengkode informasi, menafsirkan
peristiwa, dan dihubungkan dengan
rutinitas dan konvensi pembentukan
berita.
Dari definisi-definisi tersebut, definisi framing mengacu pada suatu cara
untuk menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedemikian rupa dengan
menggunakan symbol-simbol yang terpilih, diseleksi, diitekankan, dan ditonjolkan
sehingga peristiwa tertentu dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspektif
tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang
disampaikan bukanlah realitas yang utuh.
31
Analisis Framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa
peristiwa lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat
berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara
tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedangkan yang lain tidak?
Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain
yang diwawancarai?17
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari bagaimana media
massa membentuk dan mengkonstruksi realitas, yang membuat khalayak lebih mudah
mengingat aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan ditonjolkan oleh media massa
D. Analisis Framing Model Robert Entman
Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi
analisis framing untuk studi isi media, yang salah satunya ditulis dalam sebuah artikel
untuk Jurnal of Political Communication.18
Entman melihat framing dalam dua
dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu
dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih
bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih ingat oleh khalayak.19
Framing
didefinisikan Entman sebagai proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga
bagian tertentu peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga
menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga
sisis tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari sisi yang lain. Dalam praktiknya,
Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu dan mengabaikan isu yang
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group : 2006), h. 252. 18
Eriyanto. Analisis Framing, : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis.
2007) h. 185. 19
Ibid, h. 186.
32
lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi
wacana – penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan/bagian
belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/ peristiwa yang
diberitakan, asosiasi terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain.
Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat informasi lebih
diperhatikan, bermakna, dan berkesan.20
Suatu peningkatan dalam penonjolan
mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna
lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi
dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya atau pengulangan
atau mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal.
Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian
definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk
menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Frame
beriita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk
memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua perangkat
spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun suatu pengertian mengenai
peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra,
yang ada dala narasi berita yang memberi makna tertentu dari teks berita.21
Konsep framing dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah
cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Konsepsi mengenai
20
Eriyanto. Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002) h.185 21
Ibid, h.189.
33
framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditandakan oleh wartawan.
Tabel 4
Framing Model Robert Entman
Problem Identification (Pendefinisian
masalah)
Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat
dan didefinisikan? Sebagai apa atau
sebagai masalah apa?
Diagnose Causes (Memperkirakan
penyebab/sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa?
Apa yang dianggap sebagai penyebab
masalah? Siapa yang dianggap sebagai
penyebab masalah?
Make Moral Judgement (Membuat
keputusan moral/Penilaian atas penyebab
masalah)
Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah? Nilai moral apa
yang dipakai untuk melegitimasi dan
mendelegitimasi suatu tindakan? Penilaian
apa yang disajikan terhadap penyebab
masalah?
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan yang harus ditempuh
untuk mengatasi masalah?
Define Problems (pendefinisan masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat
kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan bingkai yang paling utama. Ia
menekankan bagaimana peristiwa yang dipahami oleh wartawan ketika ada masalah
atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama
dapat dipahami secara berbeda.
Diagnose Cause (memperkirakan penyebab masalah), ini merupakan elemen
framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai actor dari suatu peristiwa.
34
Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga bisa berarti siapa (who).
Bagaimana peristiwa dapat dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sumber masalah.22
Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang
dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah
yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah
ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan
tersebut gagasan yang diikuti berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal
oleh khalayak.23
Treatment recommendation (menekankam penyelesaian), elemen ini dipakai
untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk
menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada
bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab
masalah.24
22
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis,
2005), h. 189-190 23
Ibid, h. 191 24
Ibid, h. 191-192
35
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Suara Pembaruan
1. Sejarah Singkat Suara Pembaruan
Pada 27 April 1961, lahirlah harian umum Sinar Harapan yang beredar sore
hari. Sebagai Presiden Direktur yang pertama adalah I.D.Pontoan, dan Direkturnya
adalah H.G.Rorimpandey. Koran ini diterbitkan oleh PT Sinar Kasih. Meskipun
didukung Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Sinar Harapan bukan koran partai.
Mottonya adalah “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan
Perdamaian, Berdasarkan Kasih”.
Selama hayatnya, Sinar Harapan hidup penuh perjuangan. Sempat diberi sanksi
oleh pemerintah, yakni tiga kali mendapat teguran berupa penutupan atau pelarangan
terbit. Puncaknya pada 9 Oktober 1986, pemerintah mencabut Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP) Sinar Harapan, karena dianggap menyimpang dari ketentuan
pemerintah di bidang penerbitan. Tetapi pada 4 Februari 1987, terbitlah untuk
pertama kalinya Harian Umum Suara Pembaruan, sebagai kelanjutan dari Sinar
Harapan yang dibreidel pemerintah.
Suara Pembaruan diterbitkan sebagai alat perjuangan demi terwujudnya cita -
cita dan idealisme yang melatarbelakangi dan mendasarinya sesuai dengan visi dan
misi. Motivasi penerbitan Suara Pembaruan tidak terlepas dari cita-cita proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia yang pengejawantahannya terdapat dalam dasar
36
negara Pancasila dan UUD 1945. Memiliki tagline “Memihak pada kebenaran”
Suara Pembaruan ingin memberikan informasi kepada khlayak berdasarkan fakta-
fakta terhadap issue yang berkembang.
2. Visi dan Misi Harian Suara Pembaruan
Suara Pembaruan memiliki visi yaitu untuk menjadi Koran sore terbaik,
terbesar, dan terpercaya. Visi tersebut harus selalu dijadikan sasaran dan pendorong
sebagai kriteria penilaian keberhasilan. Sesuai dengan cita-cita dan idealism yang
mendasarinya, misi Suara Pembaruan adalah “Mewujudkan masyarakat Indonesia
yang majemuk, demokratis, adil dan sejahtera, berdasarkan Pancasila, UUD 1945,
dan nilai-nilai Kristiani.”1
Misi itu tercermin pula di dalam nama Suara Pembaruan dan motto, yaitu
“Memperjuangkan Harapan Rakyat Dalam Pembangunan Nasional Berdasarkan
Pancasila.” Dari nama itu dapat ditarik pemahaman bahwa surat kabar ini ingin
menyampaikan kepada khalayak pembaca hal-hal yang merupakan, atau setidak-
tidaknya dapat mendorong kearah terjadinya pembaruan/reformasi yang diperlukan di
dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara, demi semakin terwujudnya
pengalaman Pancasila.
1 Company Profile Suara Pembaruan
37
3. Struktur Organisasi Suara Pembaruan
Berdasasarkan data company profile Suara Pembaruan, berikut adalah susunan
redaksi harian tersebut:2
Tabel 5
Struktur Organisasi Suara Pembaruan
Pemimpin Redaksi Primus Dorimulu
Wakil Pemimpin Redaksi Petrus Christian Mboeik
Redaktur Pelaksana Aditya L Djono
Dwi Argo Santosa
Asisten Redaktur Pelaksana Anselmus Bata
Miko Napitupulu
Redaktur Asni Ovier Dengen Paluin, Alexander Suban,
Bernadus Wijayaka, Gatot Eko Cahyono,
Marselius Rombe Baan, M Zainuri, Paulus C
Nitbani, Syafrul Mardhy Pasaribu, Steven
Setiabudi Musa, Surya Lesmana, Unggul
Wirawan
Asisten Redaktur Agustinus Lesek, Adrianus Berthus Mandey,
Heri S Soba, Irawati Diah Astuti, Noinsen
Rumapea, Sumedi Tjahja Purnama, YC
Kurniantoro,Yuliantino Situmorang
Staf Redaksi Abimanyu, Ari Suprianti Rikin,Charles Ulag,
Daurina L Sinurat, Debora MJ Pesik, Elvira
Anna Siahaan, Endah Dwi Sotyati, Gardi
Gazarin, Hendro D Situmorang, Hotman
Siregar, Ignatius Liliek, Jeanny Aipassa, Jeis
Montesori, Kurniadi, Luther Ulag, Marthin
Brahmanto, Natasia Christy Wahyuni,
Robertus Wardi, Ruht Semiono, Siprianus Edi
Hardum, Willy Masaharu, Yeremia Sukoyo,
Yumeldasari Chaniago, Dewi Gustiana
(Tangerang), Laurensius Dami (Serang), Epi
Helpian (Bogor), Stefy Thenu (Semarang),
Teguh Lulus Rachmadi (Surabaya), Aries
2 Company Profile Pembaruan
38
Sudiono (Malang), Muhammad Hamzah
(Banda Aceh), Henry Sitinjak, Arnold H
Sianturi (Medan), Bangun Paruhuman Lubis
(Palembang), Radesman Saragih (Jambi),
Hermansyah Bermani (Bangka), Usmin
(Bengkulu), Margaretha Feybe Lumanauw
(Batam), I Nyoman Mardika (Denpasar)
Adhie Malehere (Kupang), Sahat Oloan
Saragih (Pontianak), Barthel B Usin
(Palangkaraya), M Kiblat Said (Makassar),
Fanny Waworundeng (Manado), Adi Marsiela
(Bandung), Fuska Sani Evani (Yogyakarta),
Robert Isidorus Vanwi (Papua), Vonny
Litamahuputty (Ambon)
Pjks Kepala Sekretariat Rully Satriadi
Kepala Litbang, Data dan
Informasi
Dhewasasri M Wardani
Koordinator Tata Letak. Robert Prihatin
Koordinator Grafis Antonius Budi Nurcahyo
B. Gambaran Umum Harian Republika
1. Sejarah Harian Republika
Harian Republika diterbitkan berdasarkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP) dari Departemen Penerangan Republik Indonesia nomor
283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992 tanggal 19 desember 1992. Harian Republika
diterbitkan di bawah PT Abdi Bangsa. PT Abdi Bangsa didirikan pada 28 November
1992 di Jakarta. Perusahaan ini merupakan bidang usaha penerbitan dan percetakan
pers.
PT. Abdi Bangsa merupakan perusahaan yang berada di bawah Yayasan Abdi
Bangsa. Pengelolaan perseroan dilakukan oleh Direksi di bawah Dewan Komisaris
yang anggotanya dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam mengelola
39
Perseroan, direksi dibantu oleh Pembina Manajemen. PT. Abdi Bangsa dalam upaya
penggalian dana untuk pengembangan usahanya melakukan penjualan saham kepada
masyarakat. Penjualan saham di PT Abdi Bangsa memang unik, satu lembar saham
hanya boleh dimiliki oleh satu keluarga. Maka dengan menawarkan 2,9 juta lembar
saham kepada masyarakat, berarti PT Abdi Bangsa akan dimiliki oleh 2,9 juta
kepada keluarga atau pemegang saham.
Pendiri Yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48 orang yang terdiri dari beberapa
menteri, pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha.
Mereka antara lain, Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H.harmoko, Ibnu Sutowo,
Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie, dan lain-
lain. Sedangkan Presiden Soeharto berperan sebagai pelindung yayasan. Prof. Dr. Ing.
B.J.Habibie yang menjabat sebagai ketua ICMI dipercaya pula untuk menjadi Ketua
Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa.
Harian Republika diterbitkan atas kehendak untuk mewujudkan media massa
yang mampu mendorong bangsa menjadi lebih kritis dan berkualitas. Bangsa
berkualitas dapat didefinisikan sebagai bangsa yang mampu sederajat dengan bangsa
maju lain di dunia, memegang nilai-nilai spiritualitas sebagai perwujudan Pancasila
sebagai filsafat bangsa, serta memiliki arah gerak seperti yang digariskan UUD 1945.
Keinginan tersebut sejalan dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia
(ICMI) yang dibentuk pada 5 Desember 1990. Salah satu program ICMI yang
disebarkan ke seluruh Indonesia, antara lain, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
40
program peningkatan 5K, yaitu: Kualitas Iman, Kualitas Hidup, Kualitas Kerja,
Kualitas Karya, dan Kualitas Pikir.
Untuk mewujudkan tujuan, cita-cita dan program ICMI di atas, maka beberapa
tokoh pemerintah, dan masyarakat yang berdedikasi dan berkomitmen pada
pembanguna bangsa dan masyarakat Indonesia, yang beragama Islam, membentuk
Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992, yang program utamanya adalah
sebagai berikut:
1. Pengembangan Islamic Center.
2. Pengembangan CIDES (Center for Information and Development Studies)
3. Penerbitan Harian Republika.
Pada zaman orde baru yang terkenal otoriter, Harian Republika merupakan
salah satu surat kabar yang cukup mudah untuk mendapatkan SIUPP karena adanya
kedekatan antara pengurus ICMI dengan Presiden Soeharto. Sebelumnya, surat kabar
ini akan diberi nama “Republik”. Nama Republika sendiri merupakan ide Presiden
Soeharto yang disampaikan ke beberapa pengurus ICMI Pusat menghadap padanya
untuk menyampaikan rencana peluncuran harian Umum tersebut.
2. Visi dan Misi
Harian Republika adalah suatu surat kabar yang lahir di tengah Indonesia yang
berubah secara cepat. Perubahan ini melanda hampir semua aspek kehidupan, baik
politik, ekonomi, iptek, sosial, dan budaya “keterbukaan” menjadi kata kunci.
Republika memilih pada posisi untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia
memasuki masa dinamis, tanpa perlu kehilangan segenap kualitas yang dimilikinya.
41
Motto Harian Republika yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”
menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru. Keterbukaan
dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah kembali, bila memang sepakat
untuk mencapai kemajuan. Meski demikian, mengupayakan perubahan yang juga
berarti pembaharuan tidak mesti harus mengganggu stabilitas yang telah susah payah
dibangun.3
2.1 Visi Republika
Sikap Umum atau visi yang dimiliki Republika sebagai landasan penerbitannya
adalah:
1. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
2. Membela, meliundungi, dan melayani kepentingan umat.
3. Mengkritisi tanpa menyakiti.
4. Mencerdaskan, menyelidik, dan mencerahkan.
5. Berwawasan kebangsaan.
2.2 Misi Republika
Dengan latar belakang tersebut, misi Republika di berbagai kehidupan adalah
sebagai berikut:
Bidang Politik
Dalam bidang politik, Republika memiliki beberapa misi yaitu:
1. Mengembangkan demokrasi;
2. Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara;
3. Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat;
3 Data resmi Harian Umum Republika.
42
4. Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik;
5. Penghargaan terhadap hak-hak sipil;
6. Mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih.
Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Republika memiliki beberapa misi yaitu;
1. Mendukung keterbukaan dan demokrasi ekonomi menjadi kepedulian
Republika;
2. Mempromosikan profesionalisme yang mengindahkan nilai-nilai
kemanusiaan dalam manajemen;
3. Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh globalisasi;
4. Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi;
5. Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis;
6. Mengembangkan ekonomi syari’ah;
7. Berpihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan koperasi (UMKMK).
Bidang Budaya
Dalam bidang budaya, Republika memiliki beberapa misi yaitu:
1. Mendukung sikap terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang
berkembang di masyarakat;
2. Mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat,
mencerdaskan, menghaluskan perasaan, dan mempertajam kepekaan
nurani;
43
3. Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral,
akidah, dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan;
Bidang Agama
Dalam bidang agama, Republika memiliki beberapa misi yaitu:
1. Mendorong sikap beragama yang terbuka sekaligus kritis terhadap realitas
sosial-ekonomi kontemporer;
2. Mempromosikan semangat toleransi yang tulus;
3. Mengembangkan penafsiran ajaran-ajaran ideal agama dalam rangka
mendapatkan pemahaman yang segar dan tajam;
4. Mendorong pencarian titik temu di antara agama-agama.
Bidang Hukum
1. Mendorong terwujudnya masyarakat sadar hukum;
2. Menjunjung tinggi supremasi hukum;
3. Mengembangkan mekanisme checks and balances pemerintah-
masyarakat;
4. Menjunjung tinggi HAM;
5. Mendorong pemberantasan KKN secara tuntas.
3. Struktur Organisasi Republika
Berdasasarkan data company profil Republika, berikut adalah susunan redaksi
harian tersebut:4
Tabel 6
Struktur Organisasi Republika
4 Data resmi Harian Umum Republika
44
Pemimpin Redaksi Nasihin Masha
Wakil Pemimpin Redaksi Arys Hilman Nugraha
Redaktur Pelaksana Koran Elba Damhuri
Redaktur Pelaksana Newsroom Maman Sudiaman
Redaktur Pelaksana Online M. Irwan Ariefyanto
Redaktur Senior Anif Punto Utomo
Wakil Redaktur Pelaksana Irfan Junaidi
Syahruddin El-Fikri
Kumara Dewantasari
Asisten Redaktur Pelaksana Fikrah Fansuri
Heri Ruslan
Johar Arief
Joko Sadewo
Nur Hasan Murtiaji
Subroto
Sekretaris Redaksi Hamidah Sagaf
Kepala Quality Control dan Bahasa Rakhmat Hadi Sucipto
Reporter Senior Harun Husein
Muhammad Subarkah
Nurul S. Hamami
Selamat Ginting
Siwi Tri Puji Budiwiyati
Teguh Setiawan
Kepala Desain Sarjono
Staf Redaksi Agus Yulianto, Alwi Shahab, Andi Nur
Aminah, Andri Saubani, Anjar
Fahmiarto, Asep K Nurzaman, Budi
Raharjo, Burhanuddin Bella, Darmawan
Sepriyosa, Dewi Mardianni, Didi,
Purwadi, Endro Yuwanto, EH Ismail,
Ferry Kisihandi, Fitriyan Zamzami, Heri
Purwata, Indira Rezkisari, Irwan Kelana,
Israr, Khoirul Azwar, M Ikhsan
Shiddiqiey, Nashih Nasrullah, Natalia
Endah Hapsari, Nidia Zuraya, Nina
Chairani Ibrahim, Priyantono Oemar,
Rahmat Budi Harto, Ratna Puspita, Reiny
Dwinanda, R Hiru Muhammad, Stevy
Maradona, Taufiqurahman Bachdari,
Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah,
Wulan Tunjung Palupi, Yeyen Rostiyani,
Yogi Ardhi Cahyadi, Yussuf Assidiq,
Zaki Al Hamzah, Edwin Dwi Putranto,
45
Abdullah Sammy, Agus Raharjo, Ahmad
Islamy Jamil, Ahmad Reza Safitri, Amri
Amrullah, Ani Nursalikah, A Syalabi
Ichsan, Bilal Ramadhan, Bowo Priadi
Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri,
Darmawan, Desy Susilawati, Djoko
Suceno, Ditto Papilanda, Dwi
Murdaningsih, Dyah Ratna Meta Novia,
Edi Setyoko, Eko Widiyanto, Erdy
Nasrul, Erik Purnama Putra, Esthi
Maharani, Fernan Rahardi, Fitria
Andayani, Friska Yolanda, Ichsan
Emerald Alamsyah, Indah Wulandari,
Irfan Fitrat Pribadi, Lilis Sri Handayani,
Lingga Permesti, Mansyur Faqih, Meilani
Fauziyah, Mohammad Akbar,
Muhammad Akbar Wijaya, Muhammad
Fakhruddin, Mutia Ramadhani, M Hafil,
Neni Ridarineni, Nur Aini, Qommaria
Rostanti, Rosita Budi Suryaningsih,
Rusdi Nurdiansyah, Satya Festiani, Sefti
Oktarianissa, Setyanaviditia
Livikacansera, Susie Evidia Yuvidianti,
Yoebal Ganesha Rasyid, Yulianingsih,
Tahta Aidilla, Aditya Pradana Putra,
Agung Supriyanto, Wihdan Hidayat,
Nian Poloan (Medan), Maspriel Aries
(Palembang), Ahmad Baraas (Bali).
Direktur Utama Daniel JP Wawengkang
Direktur Pemberitaan Ikhwanul Kiram Mashuri
Direktur Operrasional Mira R. Djarot
Direktur Business Development Tommy Tamtono
Komisaris Utama Adi Sasono
Wakil Komisaris Utama Erick Thohir
Komisaris R. Harry Zulnardy
Adrian Syarkawi
GM Keuangan Didik Irianto
GM Marketing dan Sales Yulianingsih
Manager Iklan Indar Wisnu Wardhana
Manager Produksi Nurrokhim
Manager Sirkulasi Darkiman Ruminta
Manager Keuangan Heri Setiawan
46
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Sejak dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas yang baru pada
tanggal 3 Oktober 2011 dengan tujuan untuk mengatur ulang Undang-Undang
Ormas No.8 Tahun 1985, hal ini banyak menimbulkan polemik ditengah
masyarakat Indonesia. Salah satu polemik yang terjadi adalah timbulnya
penolakan organisasi-organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama,
serta beberapa ormas-ormas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di
Indonesia.
Sebagian besar organisasi-organisasi masyarakat tersebut, menolak adanya
asas pancasila sebagai asas tunggal karena mereka menganggap hal ini akan
mengulang kembali sejarah kelam RUU Ormas dan membangkitkan rezim
represif otoriter terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul.Tidak hanya
masalah asas tunggal saja, tetapi Ormas-ormas baik Ormas dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) juga mengkritik adanya pasal di RUU Ormas yang
mengharuskan mereka untuk melaporkan data yang berkaitan dengan sumber-
sumber keuangan ormas, termasuk penggunaan, serta pertanggung jawabannya.
Menurut Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) pasal ini bertujuan agar
terciptanya transparansi dana ormas serta untuk mengontrol dana asing yang
masuk ke Indonesia melalui ormas.
Pemerintah menganggap bahwa memang peraturan mengenai Ormas
sangat diperlukan di Indonesia saat ini mengingat banyaknya ormas-ormas di
Indonesia baik ormas yang terdaftar, ataupun ormas asing berkegiatan di
47
Indonesia tanpa adanya sistem regulasi yang jelas mengenai peraturan mereka
selama berkegiatan di Indonesia. Selain itu, RUU Ormas yang baru berguna untuk
mengatur ormas-ormas yang liar karena belakangan ini banyak kasus anarkisme
dilakukan oleh Ormas tertentu sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat
serta pemerintah Indonesia.
Munculnya pro dan kontra ditengah masyarakat mengenai dibentuknya
Undang-Undang yang mengatur tentang Organisasi Masyarakat, ternyata bukan
baru pertama kali ini saja. Sebelumnya, pro kontra juga pernah terjadi pada tahun
1985 saat Undang-Undang Organisasi Masyarakat pertama kali dibuat. Saat itu,
banyak pemberitaan mengenai RUU Ormas di beberapa media massa. Berikut
adalah tabulasi mengenai beberapa pemberitaan Pro Kontra RUU Ormas lama,
tahun 1985.
Tabel 7
Pemberitaan Pro Kontra Mengenai RUU Ormas
di Media Massa Tahun 1985
No. Media Tema yang dibahas Narasumber
1. Kompas, 30
Mei 1985
Muhammadiyah belum
menentukan sikap menyangkut
diterima atau ditolaknya Pancasila
sebagai asas tunggal di
Rancangan Undang-Undang
Ormas 1985.
KH. AR Fakhruddin
selaku ketua PP
Muhammadiyah.
2. Suara Merdeka,
7 Mei 1985
Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan mengusulkan pasal
Ketua Panitia Khusus
RUU Ormas, Dr.
48
baru yang berisi mengenai
hubungan antara agama dengan
Pancasila.
Shardiman SE.
3. Sinar Harapan,
16 Mei 1985
Organisasi Masyarakat yang
memiliki atau tidak memiliki
badan hukum seperti Persekutuan
Gereja Indonesia (PGI), Majelis
Agung Waligereja Indonesia
(MAWI) dan Muhammadiyah
harus tunduk pada Undang-
Undang Organisasi
Kemasyarakatan.
H. Pamudji, juru bicara
Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia.
Saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menggantikan
UU No. 8 Tahun 1985 dengan RUU Ormas yang baru, banyak media-media baik
cetak maupun elektronik memuat berita pro kontra yang terjadi akibat hal
tersebut, tidak terkecuali media harian Suara Pembaruan (SP) dan Republika.
Tentunya, setiap media memiliki perbedaan dalam mengkonstruksi berita yang
akan dimuat sesuai dengan kepentingan masing-masing media. Republika yang
memiliki ideologi dan nilai-nilai keislaman pada setiap pemberitaannya, pasti
memiliki perbedaan dalam mengkonstruksi berita dengan Suara Pembaruan yang
mempunyai visi dan misi kristiani, meskipun kedua media tersebut pada setiap
pemberitaannya tetap bersifat universal. Karena itulah, penulis ingin melihat
49
kecenderungan sudut pandang Republika dan Suara Pembaruan terhadap pro
kontra RUU Ormas.
Peneliti mengambil empat judul judul berita yang ada di pemberitaan
harian umum Suara Pembaruan dan Republika periode Maret sampai April. Empat
judul tersebut dipilih karena peneliti menganggap judul-judul tersebut telah
mewakili pemberitaan pro kontra RUU Ormas. Empat judul berita tersebut,
Pancasila Bukan Asas Tunggal, Asas Utama Pancasila Final dan Mengikat,
Ormas Dinilai Takut Transparan, dan Ormas Asing Wajib Laporkan Sumber
Dana.
A. Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara
Pembaruan dan Republika
Suara Pembaruan dan Republika melihat dan mengidentifikasi kasus pro
kontra RUU Ormas dengan sudut pandang yang berbeda. Republika dan Suara
Pembaruan mengidentifikasi masalah pro kontra RUU Ormas karena adanya
pasal-pasal yang dianggap oleh sebagian ormas represif salah satunya adalah
pembahasan mengenai asas Pancasila sebagai asas tunggal. Tentu saja, dalam
mengemas pemberitaan yang ada antara Republika dan Suara Pembaruan
memiliki sudut pandang yang berbeda mulai dari judul berita, pemilihan
narasumber serta framing yang dibentuk oleh kedua media tersebut. Pada
pemberitaan 26 Maret 2013, Republika memberitakan mengenai asas Pancasila
yang menjadi kontroversi antara pemerintah dengan ormas dan LSM. Pada
pemberitaan tersebut Republika ingin memaparkan bahwa adanya penolakan dari
ormas Islam terhadap RUU Ormas hanya karena permasalahan pancasila sebagai
asas tunggal bukanlah semestinya, karena asas islam juga sesuai dengan asas
50
Pancasila begitupun dengan asas-asas yang menjadi landasan ormas agama lain.
Framing yang ingin dibentuk Republika adalah adanya asas pancasila bukanlah
suatu momok yang menakutkan bagi ormas-ormas islam atau agama lain karena
setiap ormas bebas mencantumkan asas yang sesuai dengan ideologi mereka.
Redaktur rubrik nasional Republika mengatakan bahwa ketakutan para ormas
agak berlebihan apabila pada zaman sekarang asas Pancasila dipandang sebagai
sarana dalam mengebiri kebebasan berserikat dan berorganisasi. Republika
menilai apabila RUU Ormas itu disahkan pada zaman yang memang dimana
semua orang, semua media bungkam mungkin RUU Ormas ini akan menjadi
suatu alat untuk mengebiri kebebasan para ormas dalam berorganisasi, tetapi lain
halnya apabila RUU Ormas disahkan pada saat semua orang memiliki kebebasan
untuk bersuara serta dapat mengakses informasi dari manapun,
“Kalaupun Undang-Undang ormas yang sekarang disahkan oleh
Kemendagri dan digunakan oleh orde baru mungkin dia akan menjadi
undang-undang tangan besi, tetapi saat ia dipergunakan di zaman sekarang
dimana informasi membanjir dimana mana, dimana setiap orang punya
mata, punya telinga, bisa punya mulut, bisa punya suara, semua ketakutan
itu berlebihan. Ketakutan ormas dimana itu akan dijadikan sebagai sarana
dalam mengembalikan rezim otoriter itu gila! Mereka pikir kita sebagai
media akan diam saja? Gak bakal lah, kita gak bakal diam. Ini konteks
waktu yang berbeda, kita sekarang berada dimana zaman semua orang
punya suara, semua orang bisa mengawasi.”1
Dari wawancara diatas, terlihat jelas bahwa Republika cenderung setuju
mengenai adanya asas Pancasila sebagai asas ormas. Republika melihat bahwa
asas Pancasila bukanlah sebuah hal yang harus ditakuti oleh ormas-ormas di
Indonesia karena adanya perbedaan zaman antara rezim orde baru dengan saat ini.
Dimana saat orde baru, mungkin asas Pancasila akan membelenggu setiap
kebebasan para ormas dan RUU Ormas sendiri akan menjadi sebuah undang-
1 Wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika,
Jakarta 10 Desember 2013.
51
undang “tangan besi”, tetapi hal itu berbeda apabila asas Pancasila diterapkan
pada era demokrasi saat ini dimana setiap orang memiliki ruang kebebasan untuk
memiliki pendapat dan menyuarakan pendapat mereka di ruang publik.
Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah bahwa asas Pancasila dapat
diterima oleh Muhammadiyah, selaku organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Dalam berita ini, frame yang dikembangkan oleh Suara Pembaruan adalah
mengenai asas Pancasila yang awal mulanya ditolak oleh beberapa ormas
termasuk Muhammadiyah kini mulai dapat diterima. Hal tersebut dapat dilihat
dari paragraf pertama :
“Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin
Muhammadiyah tidak ada masalah sama sekali, terhadap klausul dalam RUU
Ormas, yang menyatakan bahwa Pancasila, yang menjadi asas dasar
organisasi kemasyarakatan di Indonesia.”
Apabila diperhatikan dari segi lead pada berita diatas, lead Suara pembaruan
pada berita tersebut termasuk kedalam straight news lead yang dipakai untuk
melaporkan kejadian yang bersifat penting bagi pembaca. Oleh sebab itu, straight
news lead biasanya diawali dengan unsur what atau who. Unsur when, where, why
ataupun how tidak pernah menjadi unsur paling penting dalam suatu kejadian.2
Lead pada berita diatas juga tidak memiliki unsur-unsur lengkap berita
seperti 5W+1H, di berita tersebut hanya menunjukkan unsur what yaitu apa yang
sedang terjadi atau yang sedang diberitakan, disini adalah mengenai ormas
Muhammadiyah yang sama sekali tidak keberatan terhadap asas Pancasila dan
who yaitu siapa yang sedang diberitakan tentu saja pada berita ini adalah
Muhammadiyah.
2
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru. (Jakarta:Kalam Indonesia) hal.55
52
Dilihat dari pemberitaan secara keseluruhan, antara Suara Pembaruan
dengan republika memiliki persamaan dalam mengidentifkasi kasus pro kontra
RUU Ormas terkait adanya asas Pancasila. Republika pada pemberitaannya fokus
terhadap kontroversi asas Pancasila sementara Suara Pembaruan tidak hanya
melihat dari kasus asas Pancasila tetapi juga ada anak berita yang membahas
mengenai pembubaran lembaga amil zakat.
Selain permasalahan asas tunggal, yang menjadi pro kontra RUU Ormas
lainnya adalah mengenai adanya pasal transparansi pendanaan. Republika dalam
pemberitaan tentang pasal transparansi lebih mengangkat mengenai ketakutan
para ormas di Indonesia perihal adanya pasal yang mengatur transparansi
pendanaan setiap ormas dalam RUU Ormas yang disusun oleh pemerintah. Hal
tersebut bisa dilihat pada paragraf pertama yaitu :
“RUU Ormas yang kini digodok oleh DPR dinilai menjadi tantangan
berat bagi ormas yang dananya tidak jelas. Pemerintah menilai sikap
menolak pengosahan RUU Ormas menandakan ketakutan sejumlah ormas
akan kemungkinan terkuaknya praktik haram dibalik kegiatan ormas.”
Republika cenderung mencurigai adanya ormas-ormas yang memang tidak
ingin adanya pasal yang mengatur tentang pengelolaan dana ormas. Republika
mencurigai adanya ormas-ormas yang memang menerima bantuan dana asing
bahkan menyalahgunakan dana Bantuan Sosial (Bansos) sebagai lahan korupsi.
Oleh sebab itu, Republika sangat menyetujui adanya pasal transparansi dana
ormas yang terdapat dalam RUU ormas. Republika menganggap LSM yang
didanai oleh pemerintah perlu transparan dalam penggunaan dana tersebut
terhadap masyarakat hal ini berguna untuk menjaga ormas yang dikendalikan oleh
kepentingan asing dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
53
Menurut redaktur rubrik Nasional dan Politik, Fitriyan Zamzami, republika
memandang bahwa perlu adanya pengujian transparansi dalam dana ormas.3
“Pada saat akhir-akhir pembahasan dimana kemendagri telah
melakukan revisi telah melakukan akomodasi terhadap muhammadiyah
tetapi kemudian mereka tetap bersikeras gak mau gakmau kita tetap
gakmau diatur. Kita jadi bingung dan curiga dong, lah lo kenapa gakmau
diatur? Dapet pendanaan dari siapa lo? Nah dari situ kita mulai lebih
sedikit menyuarakan suara keberatan dari kaum Muhammadiyah terhadap
RUU Ormas. Oke kita anggaplah kita Muhammadiyah dan NU itu
kredibel, tetapi apakah seluruh LSM yang tergabung dalam Koalisi Akbar
Masyarakat Sipil itu kredibel? Apakah semuanya bisa mempertanggung
jawabkan pembiayaan mereka? Kemudian itu menjadi titik tolak
pemikiran kami, walau NU dan Muhammadiyah organisasi Islam terbesar
di Indonesia, walau Republika media Islam terbesar di Indonesia sorry to
say bukan masalah sepakat atau tidak sepakat tetapi kami tidak mau
membabi buta membela kepentingan Muhammadiyah dan NU.”
Sementara disisi lain, Suara Pembaruan mengidentifikasi bahwa Ormas
Asing yang ada di Indonesia wajib melaporkan semua pendanaannya ke
pemerintah. Ormas asing juga wajib mengumumkan sumber, jumlah, dan
penggunaan dana serta melaporkan hal tersebut secara berkala.
Framing Suara Pembaruan juga mengarahkan pemberitaannya tidak hanya
mengenai transparansi yang harus dilakukan para ormas saja, tetapi juga
menggiring pembaca terhadap adanya sanksi yang dapat diterima oleh ormas
apabila tidak melakukan pelaporan dana secara berkala kepada pemerintah. Sanksi
yang akan ditetapkan adalah penghentian kegiatan ormas sementara. Hal tersebut
dikemukakan Suara Pembaruan pada paragraf pertama :
“Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi
Massa Rahardi Zakaria menegaskan, DPR tetap akan mewajibkan ormas
maupun lembaga swadaya masyarakat asing melaporkan sumber
pendanaannya ke pemerintah. Jika dilanggar, ormas tersebut terancam
dihentikan sementara operasinya dan bisa dibubarkan.
3
Hasil wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika.
Jakarta 10 Desember 2013.
54
Dari segi karakter pemberitaan, Suara Pembaruan mencoba untuk tetap
bersifat faktual dan tidak berpihak kepada siapapun. Hal tersebut disampaikan
oleh Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan sebagai berikut :
“Yang pasti kita karakternya faktual ya kita tidak tendensis, kita tidak
tendensisme seseorang, kita harus berdasarkan fakta apalagi memicu
persoalan umum, dan yang lagi kita harus positif. Posisi kita mesti memberi
solusi. Apa yang mesti dihidupkan kembali dalam hal yang positif, membikin
sebuah fakta begitu. Dan ada juga persoalan yang lain itu ada juga suatu
harapan dibalik sebuah persoalan yang mesti kita dorong.”4
B. Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara
Pembaruan dan Republika
Republika melihat bahwa penyebab permasalahan atas permasalahan
mengenai pro kontra asas pancasila adalah ormas-ormas Islam yang tidak setuju
terhadap adanya asas pancasila sebagai asas dari RUU Ormas sehingga Republika
merasa perlu untuk memberitahukan kepada khalayak bahwa Islam dan Pancasila
bukanlah dua hal yang bertentangan.
Republika melihat awal penyebab permasalahan ini karena adanya ketakutan
dari para ormas bahwa asas Pancasila akan membangkitkan rezim orde baru,
dimana pada saat itu pemerintahan di Indonesia sangat membatasi kebebasan
berserikat dan berorganisasi para ormas sehingga ada rasa trauma akan terulang
kembali sejarah kelam asas Pancasila.
Adanya asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas menjadi salah
satu penyebab banyaknya aksi protes dari Ormas-ormas yang ada di Indonesia
termasuk Muhammadiyah. Suara Pembaruan melihat Muhammadiyah sebagai
4
Hasil Wawancara dengan Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan.
Jakarta 10 Desember 2013
55
salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia dapat menerima asas Pancasila
sebagai asas ormas karena tidak ingin adanya pertentangan antara Islam dan
Pancasila. Suara Pembaruan menuangkan hal tersebut pada hasil kutipan
wawancara dengan Din Syamsudin, pada paragraf kedua:
“Karena kita meyakini antara Islam dan Pancasila itu tidak ada
pertentangan, maka ketika UU No. 8 Tahun 1985, Muhammadiyah
mencantumkan asas Pancasila, walaupun kemudian pada era Reformasi
Muhammadiyah kembali mencantumkan asas Islam seperti yang sudah
dilakukannya sejak kelahirannya dulu. Atau jauh setelah kelahirannya.
Sekarang kalau ada UU baru mengharuskan seperti itu bolak-balik kan
sebuah kontraproduktif. Janganlah itu dipertentangkan karena kami berada di
garda terdepan untuk memberikan argumentasi bahwa tidak ada pertentangan
antara Islam dan Pancasila.”
Dari kutipan wawancara tersebut, Suara Pembaruan melihat bahwa
Muhammadiyah sebagai pihak yang awalnya banyak diberitakan tidak setuju
dengan asas Pancasila, namun ternyata Muhammadiyah dapat menerima asas
tersebut dengan alasan bahwa Islam dan Pancasila merupakan satu kesatuan.
Muhammadiyah juga meminta untuk tidak ada lagi kontroversi mengenai asas
Pancasila dengan asas Islam.
Sedangkan penyebab dari permasalahan pro kontra terkait pasal tranparansi
pendanaan menururt Republika adalah ormas-ormas dan LSM yang menolak
adanya pasal tersebut. Sehingga, ormas-ormas yang menolak pasal tersebut
mencoba untuk melakukan rekayasa dan berusaha untuk membelokkan isu
mengenai RUU Ormas yang dinilai akan menjadi aturan represif dan mengancam
demokrasi. Pasal transparansi pendanaan dinilai pemerintah akan membantu untuk
mencegah praktik ormas yang menjadi spionase. Hal tersebut bisa dilihat pada
paragraf ketiga dan ketujuh, dimana Republika mengutip pendapat Budi Prasetyo
selaku Direktur Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan:
56
“Menurut Budi, aturan RUU Ormas yang memuat semangat transparansi
seharusnya tidak menjadi kekuatan bila ormas menjalankan kegiatannya
secara benar. Namun, dia memahami adanya sejumlah ormas yang takut
dengan disahkannya karena sumber dananya tidak jelas.”
“Ia menambahkan negara Indonesia bukan ruang hampa. Ada nilai hidup
dimasyarakat yang harus dipatuhi ormas. Yang dibatasi RUU Ormas adalah
kejahatan yang berkedok dan dibungkus ormas.”
Suara Pembaruan menilai penyebab masalah utama dari permasalahan
transparansi pendanaan adalah Ormas serta LSM asing tidak sukarela melaporkan
mengenai pendanaan mereka kepada pemerintah, inilah yang menyebabkan timbul
kontroversi dalam RUU Ormas. Hal ini dijelaskan Suara Pembaruan pada paragraf
keenam:
“Syarif yang juga pengamat sosial ini mengatakan, upaya proaktif
pemerintah diperlukan karena ormas, baik lokal maupun asing tidak akan
dengan sukarela melaporkan aliran dana yang diterimanya dengan jujur. Dia
meminta pemerintah tegas terhadap organisasi asing yang terbukti melakukan
pelanggaran aturan.”
C. Make Moral Judgement Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media
Suara Pembaruan dan Republika
Nilai moral yang ingin disampaikan oleh Republika pada pemberitaannya
mengenai Pancasila sesungguhnya merupakan hasil ekstraksi dari berbagai
macam nilai-nilai sosial serta kebudayaan di Indonesia yang heterogen termasuk
agama-agama yang ada di Indonesia. Hal ini Republika paparkan pada kutipan
wawancara dengan Bahtiar, Kepala Subdirektorat Ormas Kemendagri, sebagai
berikut :
“Ia menyatakan, nilai-nilai Pancasila merupakan hasil abstraksi dari
nilai hidup dalam masyarakat Indonesia, baik nilai hukum, sosial, budaya
maupun agama. Dengan demikian, setiap ormas islam dapat mencamtumkan
asas Pancasila sebagai asas umum sekaligus asas Islam sebagai asas ciri
57
ormas Islam. Jadi, tidak benar jika asas Islam dilarang dengan adanya RUU
Ormas.”
Dalam kutipan wawancara tersebut, Republika mencoba untuk mengarahkan
pemberitaan bahwa asas Islam sebagai ciri ormas Islam tidak akan dilarang dalam
penggunaannya, walaupun asas dasar dari RUU Ormas adalah asas Pancasila.
Jelas disini Republika ingin menginformasikan bahwa asas Pancasila bukanlah
suatu masalah besar dari adanya RUU Ormas, sebab Pancasila sendiri sifatnya
bisa disesuaikan dengan asas ciri tiap ormas.
Menurut Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Aditya L. Djono
mengatakan bahwa apabila melihat dari historis Pancasila merupakan salah satu
alasan kenapa Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa menjaga keutuhannya
sampai saat ini. Jadi, alangkah baiknya apabila asas Pancasila dalam RUU Ormas
tidak dijadikan masalah karena Hal tersebut disampaikan oleh Aditya L. Djono
pada hasil wawancara berikut ini :
“Kita sih tidak ingin terjebak pada istilah asas tunggal atau apa ya, kalau
ini adalah kesepakatan historis, kesepakatan sejarah yang terbukti, proven.
Bisa menjaga NKRI sampai sekarang adalah pancasila, itu aja. Orang boleh
mempunyai, apa ya, kaitannya dengan sebuah keyakinan, keyakinan apapun
juga, tapi dengan segala perbedaan tersebut pada akhirnya kita mesti, saya
mesti melihat bahwa sejarah membuktikan semua bisa di atasi dengan
pancasila. Jadi menurut saya, marilah kita menjaga pancasila ini dan
alangkah baiknya ini menjadi fondasi pola pikir, pola tindak dan pola
kebijakan dari semuanya, baik individu maupun organiasi tanpa kita harus
mengorbankan dan mananggalkan atau mengurangi keyakinan kita terhadap
sebuah ideologi keagamaan maupun ideologi politik tertentu itu bisa tetep
menjalankan itu. Ayo soal pancasila ini kita jaga sama-sama ayo jangan
sampai kita menonjolkan ideologi keagamaan kita, ideologi kesukuan kita
ataupun ideologi politik kita berkampanye, saya kira itu tidak benar itu. Dan
saya kira semangat pancasila tetap seperti itu .”5
Dari hasil kutipan wawancara seperti diatas, penulis bisa menyimpulkan
Suara Pembaruan tidak ingin melihat asas Pancasila dalam RUU Ormas sebagai
5
Hasil Wawancara dengan Aditya L. DJono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan,
Jakarta, 3 Desember 2013
58
suatu hal yang besar sehingga bisa memecah kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Republika mencoba menggiring pemberitaan kasus mengenai penolakan
pasal transparansi dana ormas sebagai salah satu sikap yang sangat tidak
menjunjung demokrasi di Indonesia. Republika menuangkan pernyataan tersebut
dengan mengutip kutipan tidak langsung pendapat dari Kemendagri, seperti pada
paragraf kedua :
“Kemendagri menyatakan bahwa sikap menentang transparansi terhadap
kegiatan ormas justru merupakan bentuk kepanikan. Ormas yang menolak
RUU Ormas dipandang tidak menjunjung demokrasi.”
Apabila Republika melihat nilai moral dari permasalahan diatas adalah
karena para ormas tidak menjunjung nilai-nilai demokrasi, sementara Suara
Pembaruan tidak menjelaskan secara langsung nilai moral yang dilanggar akibat
kasus tersebut, tetapi Suara Pembaruan melihat adanya transparansi pendanaan
berguna untuk mengurangi praktik mata-mata yang dilakukan ormas untuk
kepentingan asing, tentu saja hal ini bisa mengganggu stabilitas Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), hal tersebut Suara Pembaruan utarakan pada paragraf
terakhir :
“Mereka juga diharamkan melakukan kegiatan spionase, politik praktis,
melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik, menggunakan
fasilitas pemerintah, dan menggalang dana dari pemerintah maupun
masyarakat Indonesia.”
59
D. Treatment Recommendation Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media
Suara Pembaruan dan Republika
Pada kasus terkait pro kontra asas Pancasila, republika melihat aspek
penyelesaian masalah adalah tidak boleh ada pemaksaan terhadap ormas-ormas
Islam yang ingin menggunakan asas Islamnya atau ormas yang memilki asas
Kristen untuk menggunakan asas Kristennya sehingga ormas-ormas merasa
pilihan mereka dihargai dan dapat menerima dicantumkannya asas Pancasila
sebagai asas ormas.
Republika juga memaparkan dalam pemberitaannya, bahwa ciri ormas tetap
harus disesusaikan dengan nilai-nilai dan prinsip yang terkandung dalam
Pancasila sehingga ormas bisa memakai apapun asas ciri mereka namun tetap
sesuai dan seiring dengan asas Pancasila.
Sementara Suara Pembaruan merekomendasikan bahwa asas pancasila
dengan asas Islam tidak perlu diperdebatkan karena hanya akan mengulang
kembali sejarah kelam mengenai perdebatan antara asas Pancasila dengan asas
Islam. Hal tersebut dikutip oleh Suara Pembaruan berdasarkan hasil wawancara
dengan ketua Muhammadiyah, Din Syamsudin :
“Kalau ada asas yang bertentangan dengan asas Pancasila dimana
menekankan pada Ketuhanan YME artinya harus ber-Tuhan. Paham ateisme
bertentangan dengan sila pertama Pancasila itu yang tidak diperbolehkan
tetapi kalau asas Islam yang tidak bertentangan dengan asas Pancasila ya
diperbolehkan, kecuali Islam bertentangan dengan Pancasila maka dilarang.
Bagi Muhammadiyah ini tidak persoalan, tapi bagi yang lain kami menasehati
untuk tidak buka luka lama yang jadi kontraproduktif.”
Suara Pembaruan juga melihat penyelesaian masalah mengenai asas
Pancasila tidak hanya dari sisi Muhammadiyah saja, tetapi Suara Pembaruan juga
membidik permasalahan pada Partai Keadilan Sosial (PKS), dimana PKS tidak
60
ingin adanya pemaksaan asas tunggal Pancasila terhadap ormas. Hal berikut Suara
Pembaruan tuangkan pada paragraf kelima:
“Sebelumnya, ketua DPP PKS Indra menyatakan asas tunggal Pancasila
tidak boleh dipaksakan kepada ormas dengan alasan tidak sesuai dengan
konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat
serta tidak sejalan dengan semangat reformasi.”
Republika dalam pemberitaannya mengenai pro kontra transparansi
pendanaan merekomendasikan untuk para ormas agar tetap transparan dalam
setiap pendanaan yang mereka dapatkan, untuk apa dana itu dipakai agar semua
kegiatan ormas di Indonesia dapat terkontrol dengan baik. Hal ini bertujuan agar
ormas-ormas di Indonesia tidak menyalahgunakan pendanaan yang mereka terima
untuk hal-hal diluar semestinya.
Suara Pembaruan melihat perlu adanya sanksi yang berlaku bagi para ormas
yang tidak mau melaporkan mengenai pendanaan mereka terhadap pemerintah.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada paragraf keempat :
“Rahardi juga mengungkapkan, dalam UU Ormas nanti, pemerintah dan
DPR tetap akan memegang prinsip keterbukaan dan kehati-hatian. Ketentuan
itu diharapkan akan membuat seluruh aliran dana yang masuk ke ormas bisa
diketahui. Menurutnya, harus ada sanksi tegas bagi ormas yang merongrong
keamanan mau pun stabilitas negara.”
Dari Suara Pembaruan dan Republika bisa terlihat perbedaan dalam hal
penyelesaiaan masalah terkait adanya pro kontra RUU Ormas perihal pasal
transparansi pendanaan. Suara Pembaruan melihat dan memberitakan bahwa jalan
keluar dari permasalahan ormas-ormas yang tetap menolak transparansi
pendanaan dengan memberikan sanksi penghentian sementara bahkan sampai
pembubaran ormas. Sedangkan, Republika tidak melihat dari sisi hukum tetapi
dari sisi moralitas para ormas yang dianggap tidak memiliki kredibilitas dalam
menggunakan dana bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah.
61
E. Analisis Perbandingan Framing Republika dengan Suara Pembaruan
Republika dan Suara Pembaruan memang memiliki ideologi media yang
sangat berbeda. Republika yang visi – misinya lebih mengedepankan nilai-nilai
Islam pada tiap pemberitaannya, sementara Suara Pembaruan bila dilihat dari visi-
misinya lahir dari ideologi Katolik. Meskipun antara Republika dengan Suara
Pembaruan memiliki ideologi yang bertentangan, tetapi pemberitaan antara
keduanya tetap bersifat universal.
Dari hasil temuan dengan perangkat Framing Entman yang telah penulis
dapatkan, penulis melihat adanya sudut pandang dan ideologi yang berbeda dari
Republika dan Suara Pembaruan pada kasus pro kontra RUU ormas. Suara
Pembaruan cenderung melihat kasus pro kontra RUU Ormas sebagai kasus
hukum.
Pemerintah menilai RUU Ormas sangat diperlukan mengingat banyaknya
aksi kekerasan yang dilakukan ormas belakangan ini. Tetapi, menurut Suara
Pembaruan untuk menyelesaikan masalah ormas-ormas yang anarkis tidak perlu
dengan dibuatnya Undang-Undang yang mengatur tentang Ormas. Sebab, untuk
mengatur ormas-ormas yang anarkis diperlukan adanya sistem hukum yang jelas
dan tegas. Disinilah, peran pemerintah harus lebih aktif dalam memberantas kasus
pelanggaran moral yang terjadi di masyarakat kita. Pasalnya, Suara Pembaruan
melihat ormas-ormas yang melakukan aksi premanisme karena membela sesuatu
yang menurut ideologi mereka salah, misalnya persoalan aqidah yang dimana
62
prostitusi merajalela tetapi pemerintah malah menjadikan hal tersebut sebagai
ladang uang.
Berikut berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Redaktur Pelaksana I
Suara Pembaruan, Aditya L. Djono perihal mengenai maraknya kasus anarkisme
yang dilakukan ormas :
“Bisa jadi ke dalam situasi Prokons itu pasti dibalik apa namanya
kepentingan pragmatis, ideologis pasti ada satu sisi moral sisi kesamaan
sehingga itu menjadi bahan sumber koreksi. Kita sekali lagi harus menyadari
bahwa yang buat RUU Ormas itu juga bukan malaikat, dia bisa saja melihat
dari satu sisi, sisi pemerintah katakanlah melihat kekacauan-kekacauan ormas
itu di satu sudut oh karena biang ini kerusuhan biangnya karena ormas tidak
bisa di atur. Tapi dia tidak tahu, kenapa masyarakat itu atau ormas itu berbuat
katakanlah di luar hukum, mungkin pesan moralnya kalo kalian polisi tegas,
kami ngga akan seperti ini, iya kan? Saya bisa melihat dari ini dalam kasus
RUU ormas, katakanlah seperti misalnya FPI, FBR, mereka turun ke jalan
oke mungkin kita lihat merisaukan,mereka membuat anarkis, mereka
berasalan menegakkan aqidah. Aparatnya tidak tegas, ada miras kok, ada
prostitusi di situ, didiamkan malah di pelihara jadi ATM nya aparat kok.”6
Dalam islam, kekerasan sangat tidak anjurkan oleh Allah meskipun
kekerasan yang dilakukan untuk membela sesuatu yang dilarang oleh Agama.
Karena pada hakikatnya, Islam adalah agama rahmatan lil „alamiin yang menjadi
rahmat bagi alam semesta, serta mengajarkan agar umat Islam mencintai
perdamaian. Larangan mengenai kekerasan dalam islam dijelaskan pada ayat
berikut ini:
6
Wawancara dengan Aditya L. Djono, selaku redaksi pelaksana I Suara Pembaruan,
Jakarta 3 Desember 2013 di kantor Suara Pembaruan.
63
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada Nya.” (QS. Ali Imran:159).
Ayat Al-Qur’an di atas dengan sangat jelas dan lugas bahwa Allah telah
yang menganugerahkan kepada kita semua sifat dan karakter kasih dan sayang,
sekaligus menegaskan bahwa menyelesaikan masalah dengan cara kasar dan
kekerasan, justru tidak menghasilkan apa-apa, bahkan hanya menimbulkan
kegagalan. Allah juga memberikan jalan lain yakni dengan dialog dan
bermusyawarah untuk menyelesaikan atau jalan keluar bagi segala konflik dan
ketegangan antar warga masyarakat.
Ada perbedaan yang menjadi inti bahasan antara Republika dan Suara
Pembaruan didalam pemberitaan mereka, apabila Suara Pembaruan melihat kasus
anarkisme dari sisi pemerintah dan sistem hukum yang tidak tegas, tetapi
Republika tidak melihat dari sisi kasus anarkis yang dilakukan para ormas,
melainkan membidik pasal-pasal dalam RUU Ormas itu sendiri. Oleh sebab itu,
64
penulis tidak mencantumkan berita perihal anarkisme ormas karena hanya akan
melihat dari sisi Suara pembaruan saja.
Pada penulisan skripsi ini, peneliti fokus pada dua permasalahan seputar
RUU Ormas yang menjadi kontroversi. Adanya asas Pancasila menjadi salah satu
yang menimbulkan polemik antara pemerintah dengan ormas-ormas, ataupun
LSM yang ada di Indonesia. Banyak ormas dan LSM menilai bahwa adanya asas
Pancasila malah akan membelenggu kebebasan berserikat dan berkumpul.
Suara Pembaruan dan Republika memiiki pandangan yang hampir sama
mengenai asas Pancasila dalam RUU Ormas. Republika melihat asas Pancasila
sebagai suatu hal yang tidak bertentangan dengan asas Islam ataupun asas ciri
ormas lainnya, begitupun dengan Suara Pembaruan memiliki pandangan yang
serupa.
Apabila dilihat dari sisi judul berita, Republika menggunakan judul
“Pancasila Bukan Asas Tunggal” sementara Suara Pembaruan memilih judul
“Asas Utama Pancasila, Final dan Mengikat” terlihat perbedaan dimana
Republika cenderung menonjolkan bahwa asas Pancasila bukan asas satu-satunya
dalam RUU Ormas sehingga ormas-ormas bisa menggunakan asas selain asas
Pancasila, berbeda dengan judul berita Suara Pembaruan lebih terkesan bahwa
asas Pancasila bersifat permanen dan tidak bisa diubah atau dikondisikan dengan
asas ciri ormas.
Ditinjau dari isi pemberitaan, Republika cenderung menonjolkan sisi-sisi
keislaman pada aspek Pancasila terlihat dalam pemberitaannya dimana Republika
membahas asas Islam lebih luas dibandingkan Suara Pembaruan., narasumber
berita yang dipakai Republika pun lebih banyak ketimbang Suara Pembaruan,
65
serta pernyataan narasumber-narasumbernya lebih mewakili sisi keislaman yang
ingin ditonjolkan Republika. Suara Pembaruan juga memberitakan mengenai asas
Pancasila dimana Suara Pembaruan menggunakan dua narasumber berita, yakni
Muhammadiyah dan Partai Keadilan Sosial. Dalam pemberitaannya tersebut,
Suara Pembaruan tidak fokus pada pemberitaan asas Pancasila saja, tetapi Suara
Pembaruan juga membidik persoalan mengenai pendapat Ronald Rofiandi bahwa
adanya RUU Ormas justru bisa mengakibatkan dampak pembubaran terhadap
Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Penggunaan narasumber yang berbeda tentu akan menghasilkan perbedaan
dalam mengkonstruksi berita yang ingin disampaikan oleh Republika dan Suara
Pembaruan. Dalam pemilihan narasumber berita, Suara Pembaruan memilih
narasumber yang mereka anggap dapat mewakili ketidak setujuan mereka
terhadap RUU Ormas sehingga pendapat dari narasumber tersebut sesuai dengan
framing yang ingin mereka bentuk terhadap isi pemberitaan. Kutipan narasumber
yang dipilih Suara Pembaruan kurang lebih akan menampilkan simbol yang bisa
mempengaruhi makna yang akan disampaikan.
“Pengelolaan issue itu dengan pemilihan narasumber itu kita mau apa dulu
terhadap issue tersebut. Ya karena kita sudah mempunyai inventaris,
inventarisasi narasumber, nah kan kita media punya agenda setting jadi kita
akan memilih narasumber yang sesuai dengan kearah mana atau sesuai
dengan agenda media kita dalam mengarahkan pemberitaan tersebut.”7
Berbeda dengan Suara Pembaruan, Republika dalam menentukan
narasumber melihat dari sumber yang lebih terdekat untuk berita peristiwa, tetapi
untuk berita politik Republika memilih narasumber yang layak dan dapat
7 Wawancara dengan Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan,
Jakarta 03 Desember 2013.
66
dipercaya. Berikut hasil wawancara penulis dengan Redaktur Rubrik Nasional
Republika, Fitriyan Zamzami :
“Misalkan lingkaran pertama untuk berita peristiwa mengenai sesuatu,
biasanya kita cari orang yang paling dekat dengan peristiwa itu yang paling
penting kalo ga ada kita cari ke lingkaran kedua. Berbeda lagi kalau berita
politik, politik itu biasanya kan perlu analisis nah selain orang-orang yang
berada dilingkaran pertama, lingkaran kedua kita juga perlu seorang pakar.
Pakarnya tentu aja yang berkecimpung soal bidang tersebut, dengan rentang
waktu tertentu, berasal dari institusi yang kredibel, kemudian pandangan-
pandangan dia kita anggap katakanlah layak dipercaya.”8
Dalam teori konstruksi realitas politik, pemberitaan mengenai peristiwa
politik menjadi hal yang sangat menarik bagi media massa. Liputan politik
memiliki banyak sisi yang terkait satu sama lain: ada kesadaran memilih bahasa
dan simbol politik, ada kiat tertentu dalam memilih fakta dan pengemasan pesan,
dan ada kesediaan memberi ruang atau agenda untuk merilisnya. Selain itu,
liputan politik juga mesti memperhitungkan berbagai faktor internal dan eksternal
masing-masing media, entah itu faktor idealisme, kepentingan ekonomi dan
politik maupun ideologis.9
Media massa menggunakan simbol-simbol atau bahasa-bahasa politik
yang dikonstruksikan dari sebuah peristiwa. Dalam hal pilihan kata (simbol)
politik sekalipun media melakukan pengutipan langsung atau yang biasa disebut
direct quotation atau menjadikan seorang komunikator politik sebagai sumber
berita, media massa tetap terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan pilihan
simbol yang digunakan sumber tersebut. Sebabnya adalah untuk setiap media
tersedia banyak pilihan (ucapan) narasumber yang dapat dikutip. Pengambilan
8
Hasil wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku Redaktur Rubrik Nasional Republika,
Jakarta 10 Desember 2013. 9 Ibnu Hamad, “Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa” (Jakarta: Granit, 2004),
hal. 6
67
narasumber tertentu didasarkan atas pertimbangan tertentu dan adapun simbol
yang dipilih media akan mempengaruhi makna yang muncul termasuk kutipan
wawancara, atau menentukan narasumber tertentu.10
Selain itu, media massa
memiliki kriteria-kriteria yang menjadi dasar-dasar pertimbangan untuk
memberitakan atau tidak memberitakan suatu peristiwa. Selain itu, ada
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat khusus, seperti angle (sudut pandang)
suatu peristiwa.11
Banyaknya aksi protes dari ormas-ormas lokal maupun asing, dan para LSM
mengenai asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas mengundang
perhatian Republika sebagai media massa untuk menginformasikan kepada
khalayak bahwa asas Pancasila tidak akan membelenggu dan mencederai
kebebasan ormas dalam berorganisasi. Ketakutan para ormas dinilai Republika
sangat berlebihan mengingat saat ini terdapat perbedaan zaman dengan zaman
saat rezim orde baru. Pada saat rezim orde baru, mungkin Undang-Undang Ormas
ini akan menjadi undang-undang yang membatasi setiap gerak-gerik para ormas di
Indonesia karena alat kontrol sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Republika sangat memahami ketakutan para ormas yang memiliki pandangan
bahwa RUU Ormas akan membangkitkan rezim order serta bersifat represif juga
tidak bisa disalahkan. Hal ini mengingat, bangsa Indonesia memiliki trauma dan
mempunyai sejarah panjang terhadap mengkebiri kebebasan dalam berorganisasi.
Oleh sebab itu, Republika kedepannya akan turut mengawasi RUU Ormas agar
kekhawatiran para ormas mengenai masalah membatasi hak berserikat dan
10
Ibid, hal.16
11 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru. (Jakarta: Kalam Indonesia) hal. 154
68
berkumpul tidak benar-benar terjadi, seperti yang dikemukakan oleh Redaktur
Rubrik Nasional dan Politik Republika dalam wawancara sebagai berikut:
“Begini ya, kita ini bangsa yang hidup dalam trauma sedemikian lama soal
pembubaran organisasi. Dulu Soekarno membubarkan Masyumi dan PKI,
bubarkan segala macam, jadi kita piker ketakutan dari kawan-kawan
berasalan soal thal tersebut. Kita punya sejarah panjang soal menciderai
kebebasan kita sendiri, kami melihatnya memang berlebihan tetapi kami
ngeliatnya juga tidak salah. Disitulah kami ada untuk mengawasi bahwa
regulasi yang ditetapkan pemerintah jangan sampai menciderai kebebasan
berserikat dan bernegara.”12
Sama dengan Republika, Suara Pembaruan melihat asas Pancasila juga bukan
sebagai suatu hal yang harus dipermasalahkan. Suara Pembaruan melihat negara
Indonesia memiliki persatuan yang kuat seperti saat ini berkat adanya Pancasila.
Tetapi, yang sangat penulis sayangkan dalam pemberitaan mengenai asas
Pancasila Suara Pembaruan tidak fokus memberitakan asas Pancasila saja, tetapi
juga memberitakan topik lain, yakni isu tentang pembubaran Lembaga Amal
Zakat (LAZ).
Pendapat dari Ronald Rofiandi mengenai adanya RUU Ormas mengancam
terjadinya pembubaran LAZ. Pendapat yang dikemukakan Ronald dalam berita ini
tentu saja bisa mengakibatkan kesalahpahaman bahkan bisa menimbulkan konflik.
Menurut Ramlan Surbakti, konflik adalah perbedaan pendapat, perdebatan,
persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya mendapatkan dan
atau mempertahankan nilai-nilai. Oleh karenanya, menurut pandangan konflik,
pada dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik
merupakan gejala yang serba hadir dalam masyarakat, termasuk dalam proses
12
Hasil Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, selaku redaktur Rubrik Nasional dan Politik
Republika. Jakarta 10 Desember 2013
69
politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat dalam setiap proses
politik.13
Di sinilah pemberitaan media massa yang menjadikan sebuah nilai berita
yang tinggi yaitu konflik. Apalagi, kalau konflik terjadi dalam dunia
perpolitikkan. Media massa menjadi saran informasi tentang hal-hal apa saja yang
terjadi di dunia ini. Seluruh fakta sosial yang dilihat dari perspektif konflik,
memiliki nilai tinggi dalam standar kelayakan berita.
Sebagai bagian integral dari kebudayaan Indonesia, Pancasila dengan
sendirinya merupakan teks terbuka. Sebagai teks terbuka, Pancasila adalah
ideologi terbuka. Menjadikan Pancasila sebagai teks tertutup melalui penunggalan
penafsiran atasnya sama saja mengingkari hukum kebudayaan yang bersifat
dinamis dan berubah sejalan dengan kehidupan manusia sebagai aktor pencipta
kebudayaan.
Dengan kata lain, Pancasila adalah tempat bersemayam beragam
kebudayaan (etnik, bahasa, agama, dan sebagainya) di mana tiap masyarakat
dengan adat istiadatnya mengalami dinamika sepanjang waktu. Dinamika pada
akhirnya akan memengaruhi cara pandang terhadap dasar negara, Pancasila.
Selama cara pandang tersebut tidak berlawanan dengan nilai-nilai universal
kemanusiaan dan prinsip persatuan dan kesatuan Indonesia, Pancasila dapat
dibenarkan.
Selain asas Pancasila yang menuai kontroversi, pasal yang dianggap
bermasalah lainnya adalah pasal mengenai transparansi pendanaan ormas. Dalam
hal ini, Republika dan Suara Pembaruan memiliki pandangan yang berbeda.
13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Widiasarna Indonesia).
H. 149-150.
70
Penulis melihat adanya kecurigaan Republika terhadap ormas-ormas mauun LSM,
terkait penolakan yang begitu kuat dari para ormas tersebut meskipun pasal-pasal
yang dianggap tadinya bermasalah telah diubah oleh pemerintah. Hal ini terbukti
dari adanya pemberitaan Republika terkait hal tersebut. Dalam pemberitaannya,
Republika mencurigai adanya ketakutan para ormas terhadap pasal yang
menyuruh semua ormas melakukan transparansi dana.
Para ormas yang pada akhirnya tetap melakukan aksi penolakan terhadap
RUU Ormas, dinilai hanya mencari-cari alasan agar RUU Ormas tersebut
dibatalkan. Kecurigaan Republika ini terkait banyaknya ormas di Indonesia
dijadikan mata-mata untuk kepentingan asing.
Berbeda dengan Suara Pembaruan yang cenderung kontradiktif dan
melihat ada aspek hukum dalam kasus ini, Republika sebagai media Islam
terbesar justru melihat aspek yang berbeda dari Suara Pembaruan, yakni menilai
dari sisi moralitas serta perihal transparansi pendanaan. Dalam keseluruhan berita
yang tekait pro kontra kasus RUU Ormas, awalnya Republika memang cenderung
berada pada posisi yang tidak memihak pihak manapun, baik itu pihak pembuat
undang-undang ataupun para ormas yang kontra. Tetapi, setelah adanya revisi
yang dilakukan DPR terhadap pasal-pasal yang dianggap bermasalah, Republika
agak bergeser dari ketentuan awal.
Fitriyan Zamzami, Redaktur Rubrik Nasional Republika, mengatakan
dalam memberitakan sebuah berita Republika berpegang pada nilai-nilai
keislaman yang harus mereka tegakkan. Republika dalam memberitakan dan
mengemas berita tidak hanya melihat berita tersebut sebagai sensasi belaka,
melainkan melihat esensi atau isi dari pemberitaan tersebut.
71
Dalam menentukan berita mana yang akan dimuat, Republika cetak berbeda
dengan Republika online. Apabila di online lebih mengutamakan aktualisasi
berita, berbeda dengan Republika cetak. Di cetak semua berita dari reporter
dikumpulkan menjadi satu, lalu berita tersebut dipilih dan diarahkan sesuai
dengan framing Rrpublika.
“Kami berbeda dengan koran online, kalau dari online apa yang
mereka dapatkan dari reporter langsung mereka naikkan menjadi berita
tetapi kalau kami tidak, apa yang dari reporter dikumpulkan dulu, kami
pilah, kami lihat apa fakta yang kurang, apa yang janggal, apa fakta yang
perlu diperdalam kita kita teruskan lagi ke reporter mereka mendalami
hasil akhir akan kami rancang lagi, kami susun lagi sesuai dengan framing
kita.”14
Dari wawancara diatas, penulis dapat simpulkan Republika ternyata tidak
memaparkan berita yang sebenarnya. Didalam isi berita yang dimuat ternyata
telah mengalami perubahan sesuai dengan agenda media yang republika ingin
tampilkan pada pemberitaan tersebut. Demikan dengan Suara Pembaruan juga
melakukan hal yang sama, mengkonstruksi kembali berita yang akan diangkat
susai dengan arah framing yang akan ditonjolkan. Intinya, setiap media pasti
mengkonstuksi kembali berita yang telah diperoleh di lapangan, karena dibalik
pemberitaan tersebut pasti memiliki agenda media yang berbeda serta framing
yang berbeda juga.
Menurut Eriyanto dalam menyajikan sebuah berita tidak semua peristiwa
dilaporkan. Berita yang akan di berikan pada publik harus di nilai terlebih dahulu,
berita mana yang mempunyai nilai berita yang tinggi. Jika dalam sebuah peristiwa
yang ada wartawan sudah dapat melihat ada bagian peristiwa yang menarik untuk
14
Wawancara dengan Fitriyan Zamzami selaku redaktur rubrik Nasional Republika,
Jakarta 10 Desember 2013.
72
dijadikan berita maka bagian itulah yang akan ditekankan untuk selalu
diberitakan.15
Peristiwa itu baru disebut mempunyai nilai berita dan karenanya layak
diberitakan, jika peristiwa itu berhubungan dengan elit atau orang yang terkenal,
memiliki nilai dramatis, terdapat unsur humor, human interest, dapat memancing
kesedihan, keharuan, dan sebagainya. Secara sederhana, semakin besar peristiwa
dan semakin besar dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung
sebagai berita. Bencana, perang, konflik, kejadian yang jarang, kelucuan atau
tragik-lebih memungkinkan dihitung sebagai berita. Peristiwa pembunuhan
mungkin sekarang tidak lagi berita, tetapi pembunuhan yang diikuti dengan
pemotongan bagian tubuh korban, atau pembunuhan yang melibatkan orang
terkenal, baru masuk dan dikategorika sebagai berita.16
Menurut Sieber, dalam hal ini posisi pers atau media seharusnya bisa lebih
mengungkapkan kepada masyarakat mengenai informasi yang bersifat jujur,
jernih dan seluas mungkin mengenai apa yang layak dan perlu diketahui oleh
masyarakat. Karena, nantinya pemberitaan di justru memperluas eskalasi konflik
dan kedua, dapat juga membantu meredakan dan menyelesaikan konflik.
Berbeda dengan pemberitaan Republika, apabila Republika lebih
mengutamakan pemberitaan yang berisi mengenai kecurigaan Republika terhadap
ormas-ormas yang tidak mau melaporkan pendanaan mereka tanpa melihat atau
menonjolkan aspek hukum yang berlaku. Suara Pembaruan cenderung melihat
kasus transparansi pendanaan ormas sebagai aspek hukum ada sanksi yang
15
Eriyanto, “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media”(Yogyakarta:
LKiS, 2002) 16
Ibid., h. 104-105.
73
dikenakan bagi ormas-ormas yang keberatan melaporkan pendanaan mereka
kepada pemerintah.
Untuk persoalan transparansi dana, Republika memng banyak
memberitakan mengenai hal tersebut. Berbeda dengan Suara Pembaruan
mengenai transparansi dana, Suara Pembaruan hanya membahas pada satu edisi
berita.
Pandangan Islam terdapat penjelasan mengenai transparansi pendanaan.
Harta yang ada pada manusia, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan
hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan
umat manusia, yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk
dipertanggungjawabkan, baik dari aspek produksi, distribusi dan konsumsi.
Shidiq (kejujuran) adalah suatu kewajiban. Dalam pengelolaan anggaran
kejujuran tersebut tidak bisa dijalankan kecuali dengan penerapan prinsip
transparansi anggaran. Berdasarkan kaidah tersebut maka, melakukan transparansi
anggaran adalah wajib. Hal ini berarti, dalam pandangan Islam, menghindari
transparansi anggaran adalah kemaksiatan. Penerapan shidiq sangat berkaitan
dengan amanah. Bila amanah kuat, maka berkembanglah shidiq. Dalam hal ini
shidiq berkaitan dengan proses informasi anggaranatau akuntabilitas anggaran
(pertanggungjelasan anggaran), sedangkan amanah berkaitan dengan kesetiaan
untuk mengalokasikan dan mendistribusikan anggaran kepada yang berhak dalam
rangka implementasi nilai-nilai kemanfaatan, kesejahteraan dan
pertanggungjawaban.
74
Menurut Stuart Hall, nilai berita adalah salah satu struktur yang paling buram
makna dalam masyarakat modern. Semua wartawan sejati seharusnya
memilikinya, beberapa dapat atau bersedia untuk mengidentifikasi dan
menentukan itu. Wartawan berbicara tentang berita seolah-olah peristiwa pilih
sendiri. Kami tampaknya menangani, maka, dengan struktur dalam yang
fungsinya sebagai perangkat selektif tidak transparan bahkan bagi mereka yang
profesional harus tahu bagaimana mengoperasikannya.17
Republika menganggap kasus pro kontra RUU ormas ini sebagai berita
penting dimana masyarakat harus tahu karena hal ini mencangkup kehidupan
masyarakat Indonesia yang madani, dan kasus ini dianggap akan berdampak pada
kehidupan masyarakat yang demokratis. Sementara, Suara Pembaruan
menganggap kasus pro kontra RUU Ormas sebagai aspek hukum yang seharusnya
pemerintah lebih tegas dalam bertindak kepada ormas-ormas yang melanggar
tertib hukum dan tertib sosial.
Hal tersebut merupakan awal dari bagaimana sebuah media
mengkonstruksi sebuah berita. Dalam teori framing akan terlihat bagaimana
realitas itu hadir di hadapan pembaca karena itu sangat potensial terjadi peristiwa
yang sama dikonstruksi secara berbeda. Inilah yang terjadi dalam pemberitaan di
kedua media massa yaitu Republika dan Suara Pembaruan.
Jadi dapat disimpulkan Republika dan Suara Pembaruan menonjolkan
berita yang berbeda. Berita sebagai proses konstruksi media tidak merefleksikan
17
Eriyanto, “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media”(Yogyakarta:
LKiS, 2002). Dikutip dari Pamela J. Shoemaker, “Hardwires for News: Using Biological and
Cultural Evolution to Explain the Surveillance Function”. Journal of Communication, Vol. 46.
No. 3, 1996, hlm. 37.
75
fakta tunggal dan objektif. Berita yang dibaca khalayak adalah hasil dari proses
panjang konstruksi yang dilakukan oleh awak media. Republika dan Suara
Pembaruan mempunyai pandangannya sendiri terhadap kasus pro kontra RUU
Ormas, hal tersebut dilandaskan dengan kebijakan serta ideologi yang berbeda di
masing- masing media. Jadi, baik Republika maupun Suara Pembaruan
memandang suatu peristiwa dengan berbeda dan mengkonstruksnya dengan
berbeda pula.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah meneliti, dan menganalisa apa yang telah dipaparkan pada bab IV dan
diperkuat dengan wawancara langsung, maka dapat disimpulkan hasil penelitian
menggunakan analisis framing Robert Entman sebagai berikut:
1. Define Problems
Dalam mengidentifikasi masalah, Republika dan Suara Pembaruan
mengidentifikasi masalah yang berbeda terhadap pro kontra RUU Ormas. Pada
pemberitaan mengenai kontroversi adanya asas Pancasila misalnya, Republika
dan Suara Pembaruan sama-sama mengangkat berita mengenai hal tersebut,
tetapi Suara Pembaruan melihat masalah ini sebagai suatu hal yang tidak perlu
didebatkan karena secara historis Pancasila membantu menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sampai saat ini. Sementara Republika melihat
adanya ketakutan para ormas karena asas Pancasila dianggap akan mengulang
sejarah kelam terhadap kebebasan berorganisasi, bukanlah hal yang semestinya
sebab terdapat perbedaan pada era orde baru dengan era demokrasi seperti saat
ini dimana semua orang berhak mengeluarkan suara dan pendapat masing-
masing. Republika dan Suara Pembaruan juga memiliki pandangan yang berbeda
dalam mengidentifikasi kontroversi mengenai pasal tranparansi pendanaan pada
RUU Ormas. Suara Pembaruan mengidentifikasi masalah transparansi
pendanaan oleh ormas sebagai masalah hukum yang harus ditegakkan. Menurut
77
pemberitaan pada Suara Pembaruan, harus ada sanksi yang berlaku bagi para
ormas yang tetap menolak untuk melaporkan pendanaan mereka kepada
pemerintah. Sementara Republika tidak melihat dari sisi sanksi yang berlaku,
tetapi Republika cenderung mempunyai kecurigaan terhadap ormas-ormas yang
tidak mau melaporkan pendanaan mereka kepada pemerintah dan masyarakat.
2. Diagnose Causes
Suara Pembaruan dan Republika sama-sama melihat aktor dari penyebab
masalah ini adalah ormas-ormas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat mengenai RUU Ormas yang baru.
Republika menilai penyebab masalah mengapa terjadi pro kontra terkait asas
Pancasila adalah ketakutan para ormas bahwa asas Pancasila akan membelenggu
kebebasan setiap ormas di Indonesia, sementara Suara Pembaruan melihat hal
yang berbeda Suara Pembaruan lebih mengangkat penyebab masalah mulanya
adalah Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar sempat menolak adanya
asas Pancasila. Untuk perihal pro kontra transparansi pendanaan, Suara
Pembaruan dan Republika sama memiliki pandangan adanya ormas asing yang
menolak melaporkan pendanaan mereka karena takut terkuaknya praktik haram
para ormas.
3. Make Moral Judgement
Nilai moral yang ingin disampaikan oleh Suara Pembaruan dan Republika pada
pemberitaannya terkait asas Pancasila adalah Pancasila sesungguhnya
merupakan hasil ekstraksi dari berbagai macam nilai-nilai sosial serta
78
kebudayaan di Indonesia yang heterogen termasuk agama-agama yang ada di
Indonesia, jadi Pancasila dan Islam ataupun agama lainnya merupakan satu
kesatuan yang tidak perlu diperdebatkan.
4. Treatment Recommendation
Baik Suara Pembaruan dan Republika merekomendasikan jalan untuk
menyelesaikan pro kontra RUU Ormas yang ada dengan cara bermusyawarah
atau berdialog dengan ormas-ormas serta LSM yang tidak setuju adanya RUU
Ormas.
B. Saran
1. Republika dan Suara Pembaruan sebagai harian umum nasional dengan
kelompok media besar sebagai pengelola sebaiknya mengkonstruksi isu tidak
hanya sekedar mengutamakan kepentingan ideologinya, namun tetap
menggunakan prinsip-prinsip keberimbangan dan kemanfaatan bagi
masyarakat. Masyarakat sebaiknya harus mampu menjadi audiens yang melek
media dan kritis dalam melihat pemberitaan media, karena tidak semua isi
pemberitaan media itu sesuai dengan realita yang sebenarnya.
2. Suara Pembaruan dan Republika sebagai media cetak nasional sudah
memberitakan pemberitaan yang berimbang tanpa meninggalkan sisi ideologi
dari kedua media tersebut. Tetapi, alangkah lebih baik apabila Suara
Pembaruan dan Republika lebih memperkaya narasumber untuk setiap
pemberitaannya, jadi tidak hanya pada satu narasumber.
79
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa : Suatu
Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.
Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gintavali, 2004.
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media
Massa, Iklan televisi dan keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap
Peter L berger & Thomas Luckman. Jakarat: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Raja Grafindo Persada,
2004 cet-III.
. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2007.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta:
Lkis, 2007.
. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS,
2011.
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Jakarta: Granit,
2004.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kenceana
Prenada Media Group, 2006.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosda
karya, cetakan ke 26, 2006.
Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunakasi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2003.
80
Setiani, Eni. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta: ANDI,
2005.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKis, 2001.
Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, Produk, dan
Kode Etik. Bandung: Nuansa, 2010.
Sumadiria, Haris. Menulis Artikel dan Tajuk Recana: Panduan Praktis Penulis
dan Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
cetakan ke lima, 2009.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana,
1999.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia, 2005.
Referensi Internet:
http://nasional.kompas.com/read/2012/02/07/02041492/Mengupas.RUU.Ormas
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/078498902/SBY-Ditegur-Negara-
Lain-Akibat-Ormas-Anarkis
http://forum.kompas.com/nasional/287732-sby-ditegur-negara-lain-akibat-ormas-
anarkis.html
Refrensi Koran
Kompas. 30 Mei 1985. “Muhammadiyah Belum Tentukan Sikap”, hal. 9
Suara Merdeka. 27 Mei 1985. “RUU Ormas Disetujui Pansus untuk Disahkan
Menjadi Undang-Undang,” hal. 1
Sinar Harapan. 16 Mei 1985. ”MAWI, PGI & Muhammadiyah Wajib Tunduk
Ketentuan UU Organisasi Kemasyarakatan,” hal. 12
81
Suara Pembaruan, 26 Februari 2013. “Menadah Fungsi Ormas Sebagai Wadah
Aspirasi Rakyat”, hal.7
Lain-lain:
Company Profile Suara Pembaruan
Company Profile Republika
Hasil wawancara dengan Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik
Haramain pada tanggal 17 Sepetember 2013.
Hasil wawancara dengan Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan, Aditya L.
Djono pada tanggal 3 Desember 2013.
Hasil wawancara dengan Redaktur Rubrik Nasional Republika, Fitriyan Zamzami
pada tanggal 10 Desember 2013.
Transkrip Wawancara
Narasumber : Abdul Malik Haramain selaku ketua Pansus RUU Ormas
Jakarta, 17 Sepetember 2013.
1. Bagaimana Proses Kelahiran RUU Ormas yang baru?
Sebetulnya, RUU ormas itu revisi atas Undang Undang lama No. 8 Tahun 1985
tentang ormas. Kenapa kita revisi karena undang – undang itu sudah nggak
relevan lagi dengan perkembangan atau situasi zaman yang lebih otoriter isinya
dan terus kemudian berbahaya bagi kelangsungan orang berkumpul dan
berorganisasi. Alasan kedua konstitusi dasar kita UUD 45 pasal 28 itu
mengakui bahwa adanya negara bahkan negara harus melindungi dan
menghargai kebebasan berkumpul dan berserikat. Jadi atas dasar itu kemudian
ruu ormas perlu itu dibuat bukan saja hanya kebutuhan revisi atau mengganti
yang lama tetapi juga agar ruu ormas yang baru ini bisa relevan dengan
perubahan zaman, dengan reformasi, dimana kebebasan perlu dikelola
kebebasan perlu diatur agar tidak mengancam kebebasan orang lain. Itu latar
belakangnya
2. Apa perbedaan signifikan RUU Ormas yang baru dengan UU ormas yang
lama?
Ya banyak ya. Pertama, masalah asas, asas yang tercantum di UU No. 8 itu asas
tunggal itu kemudian kita ubah menjadi asas yang tidak pemaksaan asas
tunggal. Misalkan kalo dulu bunyinya itu asas ormas berdasarkan satu satunya
pancasila kalo sekarang asas ormas yang baru bunyinya asas ormas tidak
bertentangan dengan pancasila dan UUD 45. Artinya ada perbedaan yang jauh
dan tajam kalo yang dulu itu pemaksaan asas tunggal kalo sekarang bukan
pemaksaan asas tunggal. Perbedaan yang kedua, dari sisi pendaftaran itu
diundang undang yang baru ini diatur lebih gampang. Kita sediakan 4 kamar
disitu ada yang beryayasan, kemudian ada yang perkumpulan, kemudian ada
yang SKT, kemudian ada yang surat keterangan domisili nah itu sifatnya dipilih
temen – temen terserah mau pilih yang mana . Yang mau berbadan hukum
silahkan pilih yayasan atau perkumpulan, yang gak mau berbadan hukum bisa
SKT atau cukup dengan surat keterangan domisili. Perbedaan yang lain lain itu
dilarangan di undang undang yang lama itu sifatnya umum kalo yang sekarang
lebih detail, kenapa lebih detail karena khawatir kita itu dianggap karet. Alasan
berikutnya di sanksi, sanksi yang ada di undang – undang sekarang itu melalui
pengadilan artinya by procedur sudah sangat demokratis dan berbeda dengan
undang – undang lama itu bersifat karet, dan itu berbahaya bagi kelangsungan
orang berserikat dan berkumpul. Yang lain itu juga tentang pengaturan ormas
asing, di undang – undang yang lama itu memang diatur tapi tidak cukup malah
sangat kurang nah di undang – undang ini diatur sedemikian rupa bagaimana
ormas asing itu diatur, bagaimana ormas asing itu beraktifitas, diundang undang
ini lengkap apa yang disebut asing dan seperti apa prosedur yang harus
ditempuh oleh ormas asing jika ingin beraktifitas di Indonesia. Kira – kira itu ya
yang saya ingat.
3. Bagaimana Mekanisme Public Hiring RUU Ormas yang baru? Siapa saja
yang terlibat dalam public hiring?
Sejak awal kita sadar dan kita paham bahwa Undang-Undang ini penting.
Penting artinya memang karena ini menyangkut hak asasi orang terutama hak
berkumpul dan berserikat maka kemudian kita berinisiatif untuk melibatkan
sekian banyak orang, sekian banyak ormas agar undang-undang ini tidak
distortif. Karena itu, waktu kita RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum)
memang tidak semua ormas kita undang, tetapi yang kita undang kita anggap
sudah menjadi representasi. Mulai dari ormas – ormas besar seperti Nahdatul
Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Irsyad, PERSIS (Persatuan Islam), bahkan
FPI juga kita undang. Kemudian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga
kita undang, kemudian LSM asing juga pernah kita undang. Akademi,
pengamat hukum terutama pakar – pakar hukum juga turut kita undang bahkan
kita turun ke beberapa kampus ke 9 daerah di seperti kota Medan, Yogyakarta,
NTB, Makassar, pokoknya ada Sembilan daerah disana kita bertemu dengan
aktivis akademika serta ormas – ormas daerah setempat dan dengan pemerintah
daerah setempat. Memang sejak awal kita mencoba untuk agar Undang –
Undang ini lebih partisipatif tertutama dalam pembahasannya karena sekali lagi
menyangkut itu, bahkan beberapa kali kita mengadakan RPDU tidak hanya
sekali dua kali kita juga ngundang Komnas HAM, kita juga ngundang polisi,
kita juga ngundang BIN, ongundang kemenlu, unsur – unsur yang berkaitan
dengan aktifitas orang atau ormas nasional dan asing itu semuanya kita undang.
4. Apa saja urgensi penyusunan Rancangan Undang – Undang Ormas yang
baru?
Ya itu dasarnya kan begini jadi urgensinya itu sebetulnya perintah dari UUD 45
kalo kamu cek nanti di pasal 28 poin J itu jelas dikatakan bahwa kebebasan itu
harus dibatasi dan pembatasan atas kebebasan itu harus diatur lewat undang –
undang itu yang pertama. Yang kedua, faktanya kebebasan siapapun apakah
perorangan ataupun secara berkelompok itu emang harus diatur, semua negara
mengatur tidak kemudian bebas tidak diatur. Karena itu, pengaturan tentang
kebebasan itu sebetulnya untuk melindungi kebebasan yang lain karena sangat
mungkin kebebasan orang lain baik secara individu atau kelompok seperti
ormas begitu, itu juga berpotensi mengganggu kebebasan orang lain. Contoh,
misalkan ada salah satu organisasi yang kemudian mengancam kebebasan orang
lain bahkan membahayakan eksistensi orang lain nah oleh karena itu kebebasan
itu perlu diatur tanpa kemudian mengancam kebebasan hakikatnya tetap orang
bebas, tetap ormas bebas tapi ada rambu – rambunya ada garisnya salah satu
garisnya adalah jangan sampai kebebasan yang mereka lakukan itu kemudian
menggangu dan mengancam kebebasan orang lain, jadi urgensinya disitu. Di
Indonesia itu ormas itu sedemikian rupa ya, banyak, beragam basisnya,
alirannya macem – macem banyak sekali dan beragam beda dengan negara lain
tidak sedinamis di Indonesia karena itu perlu kita mengatur dan mengelola
sekali lagi untuk agar ormas itu produktif, agar ormas dalam berkegiatan itu
menghormati ormas lain, agar dalam kegiatan ormas itu juga mengikuti aturan
main yang kita bikin, dan aturan itu justru untuk melindungi kebebasan orang
lain. Prisipnya tidak ada kebebasan yang tidak dikelola apakah itu di Indonesia
atau negara lain pasti kebebasan itu dikelola.
5. Apa saja pro kontra yang terjadi selama disusunnya RUU Ormas itu
sendiri?
Sebetulnya pembahasan undang undang pro kontra itu biasa. Tidak hanya uu
ormas banyak undang undang sebelumnya juga yang memunculkan pro dan
kontra. Saya paham, memahami kalau kemudian RUU ormas itu memunculkan
pro kontra yang luar biasa besar. Tentu saja, karena undang – undang ini
menyangkut eksistensi warga negara, menyangkut hak berserikat dan
berkumpul warga negara mungkin ada orang yang merasa terganggu dengan
aturan main ini, tetapi juga ada juga orang yang merasa membutuhkan aturan
main undang – undang ini. Tetapi lepas dari pro dan kontra itu negara saya kira
tetap harus punya aturan main untuk mengelola kebebasan itu prinsipnya. Tidak
ada negara, negara paling demokratis pun di dunia ini yang tidak mengatur
tentang kebebasannya karena itu pro kontra itu biasa dan saya sebagai pimpinan
pansus sudah melakukan upaya tidak hanya sosialisasi, tapi juga menerima
masukan dari Muhammadiyah, dari NU, dari temen2 LSM, dari pakar sekali
lagi untuk agar penerimaan masyarakat terhadap undang – undang ini bulat
meskipun kita sadar tidak sepenuhnya undang – undang ini diterima tetap saja
ada yang menerima, ada yang membutuhkan, tapi juga ada yang menolak dan
ada yang tidak merasa perlu membutuhkan. Karena itu, kita berdiri ditengah
antara bagaimana kebebasan itu tetap dijamin oleh negara tetapi kebebasan itu
juga dikelola oleh orang lain agar kebebasan itu tidak mengatur kebebasan
orang lain.
6. Kenapa para Ormas-Ormas Islam yang besar seperti Muhammadiyah,
NU, dll bersikeras menolak RUU ormas ini? Apa penyebabnya?
Ya banyak alasannya yang pertama tentang asas ya mereka tolak sebenarnya
penolakan itu masuk akal juga, tidak mengada-ada tetapi pada prinsipnya
kebebasan itu kan perlu dikelola. Yang paling banyak didebatkan oleh ormas
islam itu kan pancasila itu makanya mengapa pancasila kita pakai redaksi
seperti tidak bertentangan dengan pancasila itu, karena kita sadar tidak mungkin
lagi ormas dipaksa hanya untuk menerima pancasila. Yang kita mau itu,
kalaupun mereka tidak nyantumin pancasila tapi asas yang mereka pakai itu
tidak kontradiktif dengan pancasila dan akhirnya semua menerima itu. Ada juga
yang mengatakan bahwa RUU ormas ini berpotensi mengancam kebebasan
berpotensi represif dan sebagainya ya alasan itu tidak sepenuhnya benar karena
kalau kita baca detil pasal per pasal tidak ada sebetulnya upaya untuk
merepresifkan atau membuat negara represif. Contoh misalkan syarat membuat
ormas itu kan gampang Cuma tiga orang kalau dibilang represif saya pikir
enggak kalo mau kita buat represif kenapa tiga orang kenapa gak seratus orang,
seribu orang itu sebenernya bisa aja kita lakukan tetapi kita menghormati
kebebasan jangan sampai undang – undang ini mempersulit orang bahkan
mengancam orang untuk membuat organisasi, prinsipnya itu. Contohnya lagi
misalnya tentang pembubaran ormas nah disitu pembubaran ormas lewat
pengadilan misalnya ada ormas yang udah gak bisa dibenerin, dibina gak bisa,
selalu bikin kacau bahkan selalu memunculkan korban saya kira negara harus
bertindak karena kalo negara tidak bertindak nanti bakalan jadi anarkis kan
tetaapi tindakan negara harus by procedur harus demokratis nah karena itu kita
kasih ke pengadilan nah nanti pengadilan yang nentuin apakah ormas itu layak
dibubarkan atau tidak. Sebelum dibawa ke pengadilan sebelumnya diberikan
sanksi seperti surat peringatan ya sekali dua kali, kalo masih begitu
diberhentikan sementara kegiatannya karena mungkin berbahaya, kalo masih
tetap saja melanggar dan berpotensi mengancam kebebasan orang lain saya
pikir negara harus menghentikan itu.
7. Perubahan pasal – pasal apa saja yang dilakukan pansus RUU Ormas agar
undang-undang ini dapat diterima oleh khalayak khususnya bagi para
ormas?
Banyak perubahan yang luar biasa sebelum Undang – Undang ini disahkan,
contoh kayak asas tadi berubah, banyak tuntutan dari teman – teman syaratnya
jangan diperberat. Seperti prosedur pendaftaran, kita kasih kesempatan suruh
milih yang mau berbadan hukum silahkan ke Kumham, yayasan atau
perkumpulan, yang tidak mau berbadan hukum silahkan minta SKT ke
Mendagri, bahkan yang mau berkegiatan tapi tidak mau capek capek mau
ngurus silahkan pake surat domisili dari kecamatan artinya apa kita ingin agar
ormas memilih yang terpenting bahwa mereka harus terdaftar, masa mereka
beraktifitas dalam kabupaten, dalam provinsi dalam negara mereka tidak
terdaftar padahal mereka juga mengakses APBD, APBN. Makanya sejak awal
saya sudah sampaikan ke teman – teman upaya dialog sudah kita lakukan,
pendekatan sudah kita lakukan, bahkan usulan dari teman – teman sudah kita
masuka tetapi masih saja yang mereka anggap kurang pas misalnya satu pasal
ada yang mereka anggap kurang pas silahkan gugat ke mahkamah konstitusi
meskipun akomodasi politik sudah kita lakukan tidak hanya satu LSM, satu
ormas tetapi melibatkan banyak orang.
Transkrip Wawancara
Narasumber : Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan
Jakarta, 3 Desember 2013.
1. Apa saja yang menjadi ketentuan redaksi saat pemilihan tema, fakta dan
narasumber?
Yang pasti kita harus menguasai dulu issue yang kita sebutkan tadi saat kita
membicarakan issue bukan issue seperti gossip ya, issue itu adalah tema
pemberitaan sebenarnya, pemberitaann itu sendiri kita harus tau kasusnya
seperti apa fakta sesungguhnya seperti apa dan kemana issue ini akan bergerak.
Nah dari situ kita memang intinya kita harus menguasai benar issue yang akan
kita angkat begitu.
2. Siapa yang berhak menentukan berita itu layak diterbitkan?
Jadi, untuk halaman 1 atau halaman utama itu tanggung jawab redaktur
pelaksana dalam hal ini juga pimpinan redaksi pasti kami saya itulah yang
berwenang layak atau tidaknya berita itu muncul untuk halaman utama bersama
dengan pemimpin redaksi, kalau kita turunkan ke bawah masing-masing itukan
ada halaman khusus ada yang halaman (penuhi) halaman olahraga, halaman
metropolitan, itu ada di tanggung jawab redaktur masing – masing dan asisten
redaktur. Tapi meskipun demikian itu semua harus di laporkan ke atas, jadi tadi
kami baru saja selesai rapat redaksi seperti biasa, disitulah redaktur saya
kumpulkan untuk melaporkan apa menu yang di sajikan untuk besok, mereka
masing- masing melaporkan misal kalau ada hal yg perlu kita uji sama-sama,
akan kita uji apa pentingnya issue itu kita angkat, apa pentingnya untuk
pembaca, mungkin kita memberi masukan untuk mengarahkan disitulah
dilaporkan pada redpel ataupun pemred, jadi meskipun mereka yang berwenang
tapi tetep di dalam pantauan kita dan di laporkan ke kita meskipun saat selesai
me layout kita, di edit dan melay-out sebelum masa percetakan itu wajib di
laporkan kepada repel kemudian di approve oleh saya dan redpel hendak
mempersiapkan halaman satu, saya harus berdiskusi dengan pemred beritanya
seperti ini, arahnya seperti ini, narasumbernya seperti ini, judulnya pun kita
konsultasikan, karena judulnya juga ada (pendelivasian) tema untuk
pemberitaan di halaman masing-masing tetep aja keluar itu tanggung jawab
utama itu ada di pemred pertama, jadi semua harus sepengetahuan pemimpin
redaksi begitu. Termasuk misalnya kalo ada yang di larang terbit, untuk alasan
tertentu misalnyaberita ini kalau kita blowup kan kita juga harus
memepertimbangkan faktor-faktor apa dampaknya di masyarakat. Selain bisa
membuat rusak masyarakat, bisa membuat konflik horizontal, konflik
antarsuku, apalagi konflik sara, misalnya ataukah diturunkan dengan mengemas
cara yang lebih halus, mesti kita lihat juga.
3. Bagaimana karakter pemberitaan yang ingin dimunculkan Suara
Pembaruan?
Yang pasti kita karakternya faktual ya kita tidak tendensis, kita tidak
tendensisme seseorang, kita harus berdasarkan fakta apalagi memicu persoalan
umum, dan yang lagi kita harus positif. Posisi kita mesti memberi solusi. Apa
yang mesti dihidupkan kembali dalam hal yang positif, membikin sebuah fakta
begitu. Dan ada juga persoalan yang lain itu ada juga suatu harapan dibalik
sebuah persoalan yang mesti kita dorong.
4. Bagaimana cara Suara Pembaruan dalam mengkonstruksi berita politik?
Gimana ya, ya intinya sih semua berita berdasarkan fakta, jadi tidak hanya
politik memang pada akhirnya politik itu kita mencoba memberikan suatu
prediksi kepada masyarakat arahannya pasti kesana memberikan sesuatu yang
jauh di depan masyarakat.
5. Bagaimana penyeleksian suara pembaruan dalam menyeleksi narasumber
berita? Dan dari sisi apa narasumber itu layak dijadikan sumber berita
khususnya terkait pemberitaan RUU Ormas?
Yah semua berlatar kita mau apa untuk menentukan narasumber, jadi kalo di
dalam pengelolaan issue itu dengan pemilihan narasumber itu kita mau apa dulu
terhadap issue tersebut Nah suatu waktu sudah mempunyai agenda setting, anda
tahu kan agenda setting itu apa? Agenda setting kita misalnya terkait kasus ini
harus A, untuk mengarahkan ke A itu siapa yang kira-kira narasumber seperti
apa yang harus di pilih? Seperti itu untuk mendapatkan suatu penyikapan untuk
mengendorse suatu penyikapan yang sudah dipilih untuk suara pembaruan.
6. Menurut Suara Pembaruan, apakah perlu adanya undang-undang yang
mengatur ormas Indonesia?
Ya, dalam pandangan kami perlu. Karena dari banyak, meskipun itu kebebasan
berserikat dan berkumpul yang merupakan spirit dari kebebasan ormas sudah di
jamin oleh institusi tetapi melihat kecendrungan saat ini memang perlu kita
merasa perlu ada pengaturan yang sifatnya bukan pembungkaman yah, tapi
mengarahkan supaya ormas ini sehat gitu, karena tidak bisa di pungkiri dalam
prakteknya banyak ormas -ormas yang karena tidak berdaya, tapi justru malah
meresahkan masyarakat. Banyaklah contohnyalah. Ya mungkin yang
mengusung bendera agama, bendera suku, tertentu, justru itu yang yah kita kan
begini kenapa harus ada ormas persekutuan atau sektariat yang mengusung
bendera agama ya harus mengutamakan jiwa damai begitu kan ya. Disitu kita
liat, dan memang perlu bahwa memang harus di atur. Di atur dalam arti ini di
arahkan dan dapat meberikan ketenangan pada masyarakat
7. Bagaimana harian suara pembaruan memandang pro kontra terjadi saat
adanya RUU ormas yg baru untuk menggantikan RUU yang lama?
Oke jadi saya tidak membidik pasal per pasal ya, yang penting, saya tidak
begitu mengusasai, kita liat semangatnya bahwa kita melihat prokons
masyarakat sudah di jelaskan tadi, tidak hanya ormas lah tidak hanya RUU
ormas, pasti ada Prokons, dari semua prokorsi kita punya agenda setting ya, bisa
di jelaskan tadi bahwa agenda kita ialah ingin ormas itu juga tertib, ya artinya
lah kita juga memprokors menginput memprovokasi masyarakat dengan
pemberitaan kita dengan konten-konten pemberitaan yang sifatnya pendidikan
dan penyadaran bahwa, oke jaminan kebebasan yang diberikan oleh konstitusi
terhadap setiap warga Negara untuk berserikat melalui ormas itu bukan tanpa
batas, bukan tanpa aturan bukan sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya.
Tapi kebebasan yang ada tertib sosial dan tertib hukum yang harus di junjung
tinggi. Itu cara kita menyikapi prokors dengan memprovokasi tadi dengan cara
yang elegan cara yang edukatif melalui pemberitaan-pemberitaan kita. Gini loh
jadi lebih banyak pemberitaan yang kita istilahnya mudharatnya lebih banyak
ormas itu yang tidak di atur daripada yang di atur itulah mengapa kita perlu
RUU perlindungan ormas.
8. Menurut Suara Pembaruan, apa yang menyebabkan ormas-ormas sangat
menolak adanya RUU Ormas yang baru?
Karena itu tadi saya kira, mungkin di khawatirkan akan mengganggu
kepentingan itu tadi, ada kepentingan ideologis, ada kepentingan pragmatis.
Saya kira ada semacam itu, mengapa anda menolak? Sesuatu hal gitu, pasti
anda merasa terganggu itu di berlakukan, merasa terganggu kan? Dalam
konteks RUU ormas menurut saya sih lingkungannya ada di lingkungan
ideologis atau lingkungan pragmatis, pragmatis tadi ekonomi atau politik.
Politik kekuasaan atau ya seperti itulah. Ideologis ya jelas tadi terikat ini
kemudian larinya ke asas tunggal tadi kan. Tapi sebenarnya sih kalo saya, kita
tidak perlu berdasarkan satu asas tadi ini sudah inheren terinternalisasi saya kira
ya tidak perlu lagi, dengan melihat kenyataan kita menyelami kehidupan ini ya
inilah Indonesia, dan Indonesia adalah Indonesia yang dibangun dengan
pancasila misalnya kita berbeda suku, itu menjadi hambatan buat saya dengan
anda, kita berbeda agama itu menjadi hambatan buat anda dengan saya, saya
kira itu tidak kan. Nah tanpa harus melihat itu tanpa kita sadari saya rasa sudah
terinternalisasi. Dan kenapa anda dan saya bisa bertemu siang ini, yak arena
tidak kita sadari selama ini pancasila sudah kita jalankan, ideology NKRI sudah
kita jalankan, bisa berelasi dengan banyak orang tanpa sekatan, kita bisa tahu
mereka, mereka bisa tahu anda, karena secara tidak langsung so what gitu loh
persoalannya.
9. Dalam kasus pro kontra RUU Ormas, menurut harian Suara Pembaruan
nilai moral apa yang dilanggar?
Nilai moral… ya bisa iya bisa engga juga ya. Katakanlah anda, maksut
pertanyaan anda ada sebuah koreksi moral yang perlu kita lakukan terhadap
RUU Ormas, bisa jadi, sekali lagi saya tidak membedah pasal demi pasalnya ya.
Bisa jadi ke dalam situasi Prokons itu pasti dibalik apa namanya kepentingan
pragmatism ideologis pasti ada satu sisi moral sisi kesamaan sehingga itu
menjadi bahan sumber koreksi atau perbaikan itu pasti, itu pasti. Kita sekali lagi
harus menyadari bahwa yang buat RUU Ormas itu juga bukan malaikat, dia bisa
saja melihat dari satu sisi, sisi pemerintah katakanlah, melihat kekacauan-
kekacauan ormas itu di satu sudut, oh Karena biang ini kerusuhan biangnya
karena ormas tidak bisa di atur, di satu sisi. Tapi dia tidak tahu, kenapa
masyarakat itu atau ormas itu berbuat katakanlah di luar hukum, mungkin pesan
moralnya kalo kalian polisi tegas, kami ngga akan seperti ini, iya kan? saya bisa
melihat dari ini dalam kasus RUU ormas, katakanlah seperti itu. Misalnya FPI,
FBR, Forum Betawi Rembuk apalagi, Forum betawi itu apalagi segala macem
itu. Itu mereka turun ke jalan. Oke mungkin kita lihat merisaukan mereka
membuat anarkis mereka berasalan menegakkan aqidah. Karena tidak ada apa,
tapi mereka beralasan lain, aparatnya tidak tegas, ada miras kok, ada prostitusi
di situ, didiamkan malah di pelihara jadi ATM nya aparat kok. Pesan moral
dimana? Jadi kalo kita lihat kemana rantainya, ini kita lihat RUU ormas ini, oke
susahnya apasih? Mengapa harus di atur? Karena selama ini lihat, karena perlu
di atur, karena apa? Karena aparat perlu mengatur. Ini ormas, inilah pesan
moralnya, ini kalo kita lihat spasialnya ya. Penjelasan saya tadi soal RUU
Ormas perlu ada karena perlu aturan. Ya kan, karena perlu di atur. Logikanya
kan karena selama ini tidak mau di atur. Tidak teratur alias liar. Dan fakta
memang seperti itu begitu FPI FBR, masyarakat resah. Mengapa dia liar? Kita
telusuri lagi kan, karena aparat diam, ada pelanggaran moral, pelanggaran
norma, pelanggaran di depan mata di diamin. Ini alasan mereka menjadi liar.
Jadi mereka mencari legitimasi, ini menjadi legitimasi sebab di biarin. Nah, ini
kan kontra kan, kontra dari RUU ormas kan. Kalo di atur gua jadi ga bisa liar
kan. Tapi dia kan bisa alasan, pak polisi pak TNI pak ABRI, kalo anda nggak
diam kita nggak akan anarkis, karena anda diam, saya jadi merasa menertibkan.
Dengan cara saya, meskipun ini menyalahi aturan, bisa kita logiknya ada
bermain kesana gitu, bisa di cari legitimasi logiknya kesana. Ada satu moral
lesson yang harus di utamakan pemerintah mengenai RUU ormas ini. Ini saya
kasih satu contoh ya pesan moralnya juga terhadap ormas, kalau yang tadi kan
hanya kepada pembuat undang-undang, kalian jadi Ormas jangan liar dong kan
gitu. Kalian juga harus tertib sosial. Ya rata-rata itu.
10. Pesan yang ingin di sampaikan Suara Pembaruan terhadap adanya Pro
Kontra RUU Ormas?
Ya sebetulnya seperti yang kita jelaskan tadi segala sesuatunya harus di atur
tidak bisa didiamkan, tidak bisa di biarkan tidak jaminan undang-undang itu kan
hanya payung yang sifatnya umum. Berserikat dan berkumpul itu adalah
kemerdekaan. Dan hak asasi manusia. Tetapi kan harus ada stau aturan yang
mengatur, kita kan tentu kamu sudah paham kan, tata tertib tertinggi itu ya
Undang-Undang Dasar. Turunannya Undang-Undang, turunannya lagi,
peraturan pelaksanaannya ada peraturan menteri, pelaksanaan menteri,
peraturan presiden, keputusan presiden. Ya itulah segala sesuatunya harus
seperti itu bahwa, Undang-undang itu mengatur hal yang sifatnya umum begitu.
untuk urusan pelaksan ada dibawahnya, undang-undang ada di bawahnya.
Kalau saya sih melihat tidak ada, di dunia ini satupun di dunia ini tidak mau di
atur jangan sampe. Karena sekali lagi di dalam aspek kehidupan, agama apalagi
yang ada pada masyarakat seperti kita di pastikan ada sebuah kesepakatan harus
ada ini dong pengaturan – pengaturan. Supaya ada harmonisasi kehidupan
beragama yang tidak slaing merugikan, ada batas – batas yang tidak boleh di
langgar. Terutama manakala itu sudah masuk ke ranah publik. Jadi kalau saya
sih melihat tidak ada yang tidak bisa di atur di republik ini. Apalagi kita adalah
Negara hukum kan. Juga semuanya harus ada ini.
11. Apakah menurut Suara Pembaruan RUU ormas itu akan mencederai
kebebasan berorganisasi?
Inilah fungsinya Prokons tadi, misalnya saya melarang anda sesuatu pasti anda
akan kesel kan, Adanya larangan yang membuat tidak nyaman pasti anda
merasa terganggu dan kamu merasa bahwa aturan yang saya berikan tadi itu
mencederai, kebebasan kamulah, apalah yang kamu alami. Dari prokons itulah
kita harapkan terjadi sebuah dialog yang mempertemukan isi yang tadi. Nah itu
makanya. Dalam perumusan sebuah undang – undang ada namanya konsultasi
dan uji public, itu pentingnya untuk menjembatani atau menambah kekurangan-
kerungan dari sudut pandang yang selama ini tidak dimiliki oleh lembaga –
lenmbaga Undang – Undang.
12. Menurut Suara Pembaruan solusi apa yang harus ditempuh terkait
menyikapi kasus RUU Ormas?
Dialog, nah kalo itu harus dialog, dialog. Ketemu kok, makanya yang saya tahu,
bahwa setiap perundangan-perundangan iru prosesnya melalui uji dan
konsultasi public, forumnya bisa macem-macem, bisa pemerintah ngundang
dahulu para para pemangku kepentingan, stakeholder, oke kalo kita bicara RUU
ormas, saya sebagai pemerintah saya panggil dulu para ormas –ormas itu
termasuk yang katakanlah sebagai biang kericuhan tadi FPI, FBR atau siapapun
ayolah ita bicarakan, ini begini saya ada point baru ini tujuan saya ini, tidak ada
maksut lain, tidak ada hal lain kecuali ini karena melihat fakta saat ini seperti ini
sehingga perlu mengeluarkan aturan baru yang memang seperti ini, gimana
komentar anda? Kita sodorkan ke mereka, sett. Mereka baca cukup,oh saya
menolak pak gini gini gini, kenapa kok anda menolak? Karena gini gini gini
kenapa anda gitu gini gini? Ya sudah, ada titik temu atau forum bisa di DPR
mana kala rancangan sudah di DPR, DPR lah yang memanggil mereka, gimana
pandangan FPI, pandangan Muhammadiyah, NU, apa PMTRI, PMR PMI atau
apa ormas ormas itu. Ini ada aturan dari pemerintah seperti ini apa pandangan
anda, aturannya seperti ini. Ya begini sudah, baru disitu dirumuskan. Harus ada
prokons, tapi memang ada prokons yang bisa di dialogkan, ada juga yang tidak
seperti prokons pemilu, masa di dialogkan kalo dia ga terima? Ya prokons
disitu, ya artinya kita melihat dalam konteks ini ya.
Transkrip Wawancara
Narasumber : Fitriyan Zamzami selaku Redaktur Rubrik Nasional Republika
Jakarta, 10 Desember 2013.
1. Apa yang melatar belakangi lahirnya sejarah harian Republika?
Kami berdiri tahun 1992 dan waktu itu didirikan oleh tokoh – tokoh islam ilmu
yang tergabung dalam ICMI. Latar belakang pendiriannya waktu itu tokoh di
Ismi merasa umat isalam perlu memiliki media sendiri, media alternatif
dibandingkan koran – koran yang waktu itu beredar seperti misalnya Kompas
yang lebih cenderung pada suara – suara lain dari suara islam. Kebetulan pada
saat itu ada kebangkitan umat islam, islam di Indonesia sedang bangkit pada
saat itu jadi pada tahun 1992 berdirilah Republika dengan dana dari umat dan
berjalannya dengan disokong oleh B.J Habibie pada saat itu dan pak Soeharto
kebetulan juga memberikan dukungan jadi pada tahun 1998 saat rezim orde
baru selesai itu agak ada sedikit ketimpangan karena kita kehilangan pendanaan
dan akhirnya pada tahun 2005 diambil alih oleh Mahaka Media oleh Erik Tohir
dan sejak itu pula kami benar – benar merdeka dalam artian benar benar tanpa
beban kecuali untuk umat. Keumatannya tetap kita pegang bahwa ini tetap
menjadi media yang cenderung kepada keislam namun dengan keberpihakan
yang jelas, metode yang jelas kita tetap menggunakan metode jurnalisme yang
professional, misalnya kalau kita bandingkan dengan media – media islam yang
lain dimana mereka menggunakan metode yang subjektif terkadang mereka
cuma menggunakan satu sumber tanpa adanya sumber yang lain nah kalau di
republika kita tetap menggunakan metode jurnalisme yang professional, yang
etis, yang sesuai dengan kode etik namun tetap memperjuangkan apa yang kami
anggap perlu diperjuangkan.
2. Apa saja yang harus dipersiapkan redaksi saat pemilihan tema, fakta, dan
narasumber?
Jadi saya ceritakan alur beritanya saja ya, biasanya pada saat malam hari itu
reporter yang dilapangan mengirimkan listing berita apa yang mau mereka
garap besok, apa yang akan mereka proyeksikan untuk dikerjakan besok harinya
jadi mereka listing sama kita biasanya kita langsung approve tapi kemudian ada
rapat pagi sekitar jam sepuluh pagi yang dirapatkan adalah apa yang mau kita
prioritaskan untuk dimuat di halaman-halaman tertentu misalnya halaman satu,
apa yang mau kita angkat hari ini misalnya kecelakaan kereta bintaro seperti itu
karena itu kan aksi accidential ada hal – hal seperti itu yang harus kita rapatkan
dari situ. Dengan bidang lain juga, selain halaman satu itu kita proyeksikan apa
saja listing yang dari reporter misalnya oh ini menarik oke kita proyeksikan taro
di halaman satu, dua atau halaman tiga nasional, ekonomi, olahraga, politik,
kemudian baru kita asssign kan ke news room. Disini ada yang namanya news
room, news room adalah sebuah desk yang akan mendisployee seluruh orderan
dari redaktur – redaktur, editor ke reporter, news room ini dia akan menyuplai
berita dari koran ke koran online jadi koran online mereka memesan apa yang
mereka ingin reporter cari hari ini dikasih ke news room lalu news room
kemudian menyebarkan ke reporter per orang per orang dan kemudian apa yang
mereka dapatkan kita rapatkan kembali jam dua siang. Setelah itu baru kita
selesaikan berita kita dalam tulisan yang jadi. Jadi, itu mekanisme pemberitaan
kami untuk menjaga bahwa berita yang kami turunkan itu kredibel, kemudian
bermanfaat bagi masyarakat dan kemudian penting dan tidak sekedar
sensasional. Kami berbeda dengan koran online, kalau dari online apa yang
mereka dapatkan dari reporter langsung mereka naikkan menjadi berita tetapi
kalau kami tidak, apa yang dari reporter dikumpulkan dulu, kami pilah, kami
lihat apa fakta yang kurang, apa yang janggal, apa fakta yang perlu diperdalam
kita kita teruskan lagi ke reporter mereka mendalami hasil akhir akan kami
rancang lagi, kami susun lagi sesuai dengan framing kita atau sesuai dengan
etika jurnalistik atau sesuai dengan kearah mana berita ini berjalan.
3. Siapa yang berhak menentukan berita itu layak atau tidak untuk
diterbitkan?
Kami redaktur yang berhak menentukan. Saya kebetulan redaktur di desk
politik nasional. Itu penentu pertama mana yang layak atau tidak, tetapi
kemudian ada lagi persetujuan dari redaktur pelaksana biasanya berhenti disitu
berita layak atau tidak kecuali untuk halaman depan, kalau untuk halaman satu
kadang-kadang ada perdebatan mana yang layak atau tidak itu bisa sampai
melibatkan pimpinan redaksi tapi biasanya berhenti di redaksi pelaksana.
Redpel sudah approve, berita baru jalan.
3. Karakter pemberitaan seperti apa yang ingin dimunculkan oleh
Republika?
Jadi sebenarnya kalau untuk zaman sekarang, karena kita paham dunia sudah
demikian cepat, kalau prinsip koran zaman dulu mungkin berita yang paling
aktual dan yang paling terkini yang harus dimuat kan, tetapi kalau zaman
sekarang kita sudah punya online dan banyak media lain sudah punya media
online jadi kita lebih selektif kita sekarang lebih memilih substansi daripada
sensasi. Jadi berita-berita yang diberitakan di koran adalah berita-berita yang
kami anggap berguna bagi masyarakat, memang masyarakat perlu tahu
walaupun itu kadang dengan sangat terpaksa itu tidak begitu menarik buat
mereka tetapi apabila kami merasa itu sangat penting untuk dietahui, itu sangat
layak untuk diperjuangkan, kami merasa itu punya manfaat bagi masyarakat itu
yang kami tayangkan. Itu tadi kalau di koran, beda dengan di online begitu juga
dengan republika online tentu mereka akan mengejar berita yang paling aktual,
berita yang bombastis, berita yang sensasional, berita-berita dengan prinsip
jurnalisme lama lah. Kalau kami di koran kami lebih mengejar kedalaman, lebih
mengejar substansi, dan lebih mengejar esensi atau isi dari pemberitaan itu
sendiri.
4. Bagaimana Republika dalam memilih dan menentukan narasumber untuk
setiap pemberitaannya?
Tergantung beritanya. Misalkan lingkaran pertama untuk berita peristiwa
mengenai sesuatu, biasanya kita cari orang yang paling dekat dengan peristiwa
itu yang paling penting kalo ga ada kita cari ke lingkaran kedua. Berbeda lagi
kalau berita politik, politik itu biasanya kan perlu analisis nah selain orang-
orang yang berada dilingkaran pertama, lingkaran kedua kita juga perlu seorang
pakar. Pakarnya tentu aja yang berkecimpung soal bidang tersebut, dengan
rentang waktu tertentu, berasal dari institusi yang kredibel, kemudian
pandangan-pandangan dia kita anggap katakanlah layak dipercaya.
5. Menurut Republika apakah perlu adanya RUU Ormas yang baru untuk
menggantikan UU Ormas yang lama?
Soal pro kontra RUU Ormas itu posisi Republika benar-benar berada di tengah-
tengah. Di RUU Ormas kita lihat ada dua kubu, Kementrian Dalam Negeri
(Kemendagri), Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), Dewan Perwailan
Rakyat (DPR) ditengah-tengah kadang dia kesana kadang dia kesini. Kalau
Republika tepat ditengah-tengah posisinya karena argument kedua kubu
tersebut sama-sama kuat. Pertama, Kemendagri melihat keberadaan ormas perlu
check and balance, perlu transparansi, perlu ijin, perlu regulasi segala macem
ya kami pikir begitu ga mungkin kita ada di negara demokrasi ada lembaga
yang bisa jalan begitu aja tanpa diperiksa itu gila itu konyol, sangat ga masuk
akal. Tapi disisi lain Muhammadiyah berpendapat RUU Ormas ini berpotensi
membuat negara kembali lagi menjadi otoriter gak salah pandangan tersebut,
karena kebetulan memang ada pasal-pasal dalam RUU Ormas yang
melimpahkan kewenangan, pembekukan kepada daerah misalnya itu berada di
tangan yang salah, formula itu akan sangat berbahaya sekali. Tetapi, pada saat
akhir-akhir pembahasan Kemendagri sudah melakukan revisi, sudah melakukan
akomodasi tetapi mereka tetap bersikeras bahwa gakmau kita gakmau diatur
tetep gakmau kita jadi curiga dong lah elo kenapa gakmau diatur? Dapet dana
dari siapa lo? Nah dari situ kita mulai lebih sedikit menyuarakan keberatan dari
kaum Muhammadiyah. Oke kita anggaplah kita Muhammadiyah dan NU itu
kredibel, tetapi apakah seluruh LSM yang tergabung dalam Koalisi Akbar
Masyarakat Sipil itu kredibel? Apakah semuanya bisa mempertanggung
jawabkan pembiayaan mereka? Kemudian itu menjadi titik tolak pemikiran
kami, walau NU dan Muhammadiyah organisasi Islam terbesar di Indonesia,
walau Republika media Islam terbesar di Indonesia sorry to say ini bukan
masalah sepakat atau tidak sepakat tetapi kami tidak mau all out kami tidak mau
membabi buta membela kepentingan Muhammadiyah dan NU. Memang dalam
hal ini kami perasa perlu adanya check and balance, pengujian, adanya
transparansi, kemudian soal adanya ormas asing yang sering digunakan sebagai
instrument buat intelegen misalnya, itu fakta dan beneran ada yang seperti itu.
6. Bagaimana Republika memandang permasalahan dari kasus pro kontra
tersebut? Republika melihat kasus tersebut sebagai apa?
Kami melihat berita pro kontra RUU Ormas itu sebagai hal yang memang perlu
disampaikan ke masyarakat karena ini mencangkup kehidupan kita sebagai
masyarakat madani jadi kami rasa ini berita penting dan berita yang perlu
disorot oleh masyarakat. Alhamdulillah ada juga mahasiswa yang melihat
demikian.
7. Apa pandangan Republika mengenai asas Pancasila yang tercantum dalam
RUU Ormas?
Kita harus melihat konteks waktu disini. Dulu di zaman Soeharto, dia bisa
bebas bekukan ormas karena tidak ada media yang control, tidak ada parlemen
yang mengontrol, tidak ada lembaga masyarakat yang bisa angkat suara akan
hal itu. Jadi, kalau undang-undang yang sekarang disahkan oleh Kemendagri,
digunakan oleh orde baru mungkin dia akan jadi undang-undang tangan besi
tetapi kalau digunakan dizaman sekarang dimana informasi udah kayak
membanjir dimana mana. Dimana semua orang punya mata, semua orang punya
telinga, semua orang punya mulut bisa bersuara ga akan bisa apa apa, ketakutan
itu berlebihan. Ketakutan ormas dimana itu akan dijadikan sebagai sarana dalam
mengembalikan rezim otoriter itu gila! Mereka pikir kita sebagai media akan
diam saja? Gak bakal lah, kita gak bakal diam. Ini konteks waktu yang berbeda,
kita sekarang berada dimana zaman semua orang punya suara, semua orang bisa
mengawasi media punya daya tawar yang luar biasa, kita bisa lihat seperti itu
sekarang kan. Jadi, saya pikir ketakutan itu agak over reacted kita bicara
tentang masa yang berbeda, masa dimana masyarakat sudah luar biasa terbuka
jadi konyol kalau mereka menganggap ada hal apapun yang bisa
mengembalikan rezim otoriter.
8. Adakah nilai moral yang dilanggar pada kasus RUU Ormas yang terjadi?
Saya pikir kalau nilai moral tidak ada ya cuma memang ada dua sisi dimana
kedua kubu tersebut teguh pada pendapat masing-masing, ya itu sebenernya kita
kan seneng dengan berita konfrontasi. Kita melihat tidak ada nilai moralitas
yang dilanggar sebenernya, tetapi ini lebih kepada sebuah sistem yang
permanen yang bisa menjamin keterbukaan, yang bisa menjamin kemaslahatan
di masa depan.
9. Menurut Republika, adakah aktor yang memang terkait terhadap pro
kontra yang terjadi? Adakah pihak yang seharusnya bertanggung jawab
akan hal tersebut?
Hemm siapa yaa, ya mungkin Kemendagri, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia,
ormas-ormas besar Islam itu tadi kan awalnya mereka yang mengemukakan
masalah ini sebenernya karna ini masalah besar yang kita tangkap, bukan kita
yang mencari-cari masalah ini tetapi masalah ini yang dating kekita.
10. Menurut Republika, apakah adanya RUU Ormas memang akan
membatasi kebebasan berserikat dan berkumpul seperti yang ditakutkan
oleh para ormas?
Begini ya, kita ini bangsa yang hidup dalam trauma sedemikian lama soal
pembubaran organisasi. Dulu Soekarno membubarkan Masyumi dan PKI,
bubarkan segala macam, jadi kita pikir ketakutan dari kawan-kawan beralasan
soal hal tersebut. Kita punya sejarah panjang soal menciderai kebebasan kita
sendiri, kami melihatnya memang berlebihan tetapi kami ngeliatnya juga tidak
salah. Disitulah kami ada, bahwa regulasi yang ditetapkan pemerintah dia
jangan sampai menciderai kebebasan berserikat dan bernegara. Misalnya,
mereka punya ketakutan RUU itu akan mengkebiri kebebasan mereka posisi
kami apapun yang terjadi dengan RUU ini kami akan menjaga hak kalian.
11. Apa pesan yang Republika ingin sampaikan kepada khalayak mengenai
pemberitaan pro kontra RUU Ormas?
Garis besarnya yang ingin kami sampaikan semuanya butuh transparansi.
Dalam RUU Ormas ini yang saya ingat yang pertama masuk ke halaman
depan itu mengenai perlunya pengawasan sumbangan dari luar negeri. Jadi
kami pikir yang perlu kami sampaikan, hemm sebenernya kami bukan
menyampaikan tetapi menginformasikan kepada masyarakat terserah
masyarakat menangkap apa yang yang kami informasikan, tetapi yang kami
ingin mengampanyekan lo jangan sembunyi-sembunyilah, kita masyarakat yang
demokratis dimana kita butuh transparansi dan regulasi yang jelas.
1.Wawancara dengan Aditya L. Djono,Redaktur Pelaksana I Suara Pembaruan
2. Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Rubrik Nasional Politik
3. Wawancara dengan Abdul Malik Haramain, selaku ketua Pansus RUU Ormas
top related