ahp kadar abu
Post on 31-Dec-2015
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISA MUTU DAN HASIL PERTANIAN
LAPORAN ANALISA KADAR ABU
Oleh :
Nama : Sigit Satria P
NIM : 121710101111
Kleas : THP - C
Kelompok :2 / C2 Shift 1
Hri / Tgl Praktikum : 08 Oktober 2013
Hrai / Tgl Pengumpulan : 22 Oktober 2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan
dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik
terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat.
Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila
akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang
dikenal dengan pengabuan Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral
dari sampel bahan makanan.
Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada
suhu sekitar 500-800°C. dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah dengan
cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600-750 oC hingga bahan berwarna abu-abu
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian.
Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode
pengabuan kering.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Pengabuan Kering dan Basa
Penentuan kandungan mineral dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan penentuan abu total dan penentuan individu komponen mineral (makro
& trace mineral) menggunakan titrimetrik, spektrofotometer, AAS (atomic absorption
spectrofotometer).( A.L.Underwood. 1989).
Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan dalam anailisis
elemen-elemen mineral (individu). Metode pengabuan terdiri dari dua cara yaitu:
a. Pengabuan cara kering
Pengabuan ini menggunakan panas tinggi dan adanya oksigen. Biasanya digunakan
dalam analisis kadar abu (analisis proksimat). Metode pengabuan cara kering banyak dilakuakan
untuk analisis kadar abu. Caranya adalah dengan mendestruksi komponen organik contoh dengan
suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk
abu berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam
udara bertindak sebagai oksidator. Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 500-
6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu contoh.
Beberapa hal yang oerlu diperhatikan dalam pengabuan cara kering ini adalah sebagai
berikut.
1) Cawan Pengabuan
Cawan biasanya terbuat dari porselin, silika, kuarsa, nikel, platina (kapasitas 25-100ml).
Pemilihan cawan disesuaikan sifat bahan yang akan dianalisis. Cawan porselin (bagian dalam
dilapisi silika) merupakan bahan bersifat asam. Cawan nikel digunakan untuk analisa abu untuk
contoh dalam jumlah besar. Cawan kuarsa dapat dipanaskan sampai 9000C, tahan asam, tidak
tahan basa. Cawan platina biasanya untuk bahan bersifat basa.
Cawan porselen sering digunakan untuk pengabuan karena cepat mencapai berat konstan,
harga relatif murah, namun mudah retak dan pecah jika dipanaskan pada suhu tinggi dengan tiba-
tiba.
2) Contoh/bahan
Untuk contoh basah (kadar air tinggi) dan cairan dikeringkan dahulu dalam oven
pengering atau dapat juga dengan hotplate atau penangas air. Tahap pengeringan ini dapat pula
dilakukan untuk menentukan kadar air contoh. Contoh yang mudah berbuih dilakukan pra-
pengabuan di atas api terbuka sampai mengering dan tidak mengeluarkan asap lagi atau dapat
ditambahkan anti buih (parafin, olive). Bahan berlemak banyak dan mudah menguap memiliki
suhu mula-mula rendah, kemudian dinaikkan ke suhu pengabuan.
3) Suhu pengabuan
Suhu pengabuan ini sangat penting karena elemen abu (K, Na, S, Ca, ) dapat menguap
pada suhu tinggi serta dekomposisi senyawa K2CO3, CaCO3, MgCO3. Suhu pengabuan berbeda-
beda tergantung komponen mineral dalam contoh.
4) Pengabuan
Dalam pengabuan menggunakan tanur (furnace) sehingga suhu dapat diatur. Jika
menggunakan pemanas bunsen suhu tidak dapat diatur. Secara visual warna api merah membara
menandakan suhu sekitar 5500C (cawan porselin). Lama pengabuan sekitar 2-8 jam. Residu
pengabuan berwarna putih keabuan & berat konstan pada selang waktu 30 menit. Setelah itu
dilakukan penimbangan pada kondisi dingin. Bahan dimasukkan oven 1050C supaya suhu turun,
lalu dimasukkan dalam desikator sampai dingin.
b. Pengabuan cara basah
Pengabuan ini menggunakan oksidator-oksidator kuat (asam kuat). Biasanya digunakan
untuk penentuan individu komponen mineral. Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh.
Pengabuan cara basah ini dilakukan dengan mendestruksi komponen-komponen organik
(C, H, dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat. Pengabuan cara ini dilakukan untuk
menentukan elemen-elemen mineral. Cara ini lebih baik dari cara kering karena pengabuan cara
kering lama dan terjadi kehilangan mineral karena suhu tinggi (Harrizul, 1995).
Prinsip pengabuan cara basah adalah memberi reagen kimia (asam kuat) pada bahan
sebelum pengabuan. Bahan tersebut dapat berupa:
1. Asam sulfat
Bahan pengoksidasi kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi.
2. Campuran asam sulfat & potasium sulfat
K2SO4 menaikkan titik didih H2SO4 menyebabkan suhu pengabuan tinggi sehingga
pengabuan berlangsung cepat.
3. Campuran asam sulfat & asam nitrat
Campuran ini banyak digunakan selain itu capuran ini merupakan oksidator kuat.
Memiliki suhu difesti dibawah 3500C.
4. Campuran asam perklorat & asam nitrat
Untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi campuran ini baik untuk digunakan karena
pengabuan sangat cepat ± 10 menit. Perklorat bersifat mudah meledak.
Residu anorganik dari proses pengabuan (cara kering dan basah) terdiri dari bermacam-
macam mineral yang komposisi dan jumlahnya tergantung pada jenis bahan pangan dan metode
analisis yang digunakan. Analisis atau penentuan kadar mineral dalam bahan pangan dapat
dilakukan dengan berbagai jenis metode: metode titrimetrii, spektrofotometer, dan atomic
absorption spectrofotometer (AAS).
2.2 Bahan baku
2.2.1 Kopi
Kopi merupakan suatu minuman stimulan yang didapatkan dari biji yang tanamn kopi yang
dipanggang, pada umumnya disebut biji kopi. Saat ini, kopi merupakan minuman yang sangat
populer di seluruh dunia. Pernyataan ini disampaikan oleh Villanueva, Cristina M.; Cantor,
Kenneth P.; King, Will D.; Jaakkola, Jouni J. K.; Cordier, Sylvaine; Lynch, Charles F.; Porru,
Stefano; Kogevinas, Manolis (2006).dalam judul "Total and specific fluid consumption as
determinants of bladder cancer risk". International Journal of Cancer 118 (8): 2040–2047. Pada
awalnya kopi dikonsumsi pada abad ke-9 di dataran tinggi Ethiopia 12 kemudian menyebar ke
Mesir dan Yaman, seterusnya pada abad ke-15 telah mencapai Azerbaijan, Persia, Turki, dan
Afrika Utara, Italia, benua Eropa, Indonesia, dan Amerika. (Meyers, 2007)
Selain dikonsumsi sebagai stimulant, kopi juga digunakan dalam ritual-ritual agama,
kepentingan politik, dan sebagai jamuan untuk tamu-tamu agung. (FAO, 2004)
Senyawa kimia yang terkandung didalam biji kopi dapat dibedakan atas senyawa volatil
dan non volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap, terutama apabila terjadi
kenaikan suhu. Senyawa volatil yang berpengaruh terhadap aroma kopi antara lain dari golongan
aldehid, keton dan alkohol, sedangkan senyawa non volatil yang berpengaruh terhadap mutu
kopi antara lain kafein, chlorogenic acid dan senyawa-senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji
kopi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan
karbohidrat merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi, kadarnya bisa
mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi juga terdapat gula pereduksi
sekitar 1 %. Berkurangnya gula pereduksi yang disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi
akan menyebabkan turunnya mutu kopi seduhan yang dihasilkan, karena gula merupakan salah
satu komponen pembentuk aroma. Golongan asam juga dapat mempengaruhi mutu kopi, karena
merupakan salah satu senyawa pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi
adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5% pada kopi sangrai. Selama
penyangraian sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa menjadi asam kafeat dan
Quinic acid. Selain itu terdapat juga kafein yang merupakan unsur terpenting pada kopi yang
berfungsi sebagai stimulant, sedangkan kafeol merupakan faktor yang menentukan rasa. Kafein
merupakan suatu alkaloid dari metil xantin yaitu 1,3,7 trimetil xantin.
2.2.2 Tepung Tapioka
2.3 Prinsip Analisa
Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan
semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000
C dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan
ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar air
tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan
zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula
rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki.
Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu
dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin.
Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang
terbuat dari porselin, silika, quartz, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml).
Pemilihan bahan ini disesuaikan dengan bahan yang akan diabukan (Apriantono,1989).
Mengingat adanya berbagai komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi atau
bahkan menguap pada suhu yang tinggi maka suhu pengabuan untuk tiap-tiap bahan dapat
berbeda-beda tergantung komponen yang ada dalam bahan tersebut. Pengabuan dilakukan
dengan muffle yang dapat diatur suhunya., tetapi bila tidak tersedia dapat menggunakan pemanas
bunsen. Bila menggunakan bunsen sulit diketahui ataupun dikendalikan suhunya untuk ini dapat
digunakan pengamatan secara visual yaitu kelihatan membara merah berarti suhu lebih kurang
5500
C (bila menggunakan krus porselin). Kadangkala pada proses pengabuan terlihat bahan hasi
pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya terdapat noda hitam, ini
menunjukkan pengabuan belum sempurna maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang
dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. (Warna abu ini tidak selalu abu-abu atau
putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan (Apriantono,1989).
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan
dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan
beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan
dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari dalam
muffle harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 ?C agar supaya suhunya
turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampi dingin.
Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika
gel atau kapur aktif atau kalsium khlorida, sodium hidroksida. Agar supaya eksikator mudah
digeser tutupnya maka permukaan gelas diolesi dengan vaselin (Apriantono,1989).
Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar abu cara kering adalah bobot sampel
sebelum diabukan(dalam gram) dikurangi bobot sampel ditambah cawan sesudah diabukan
(dalam gram) dibagi bobot cawan kosong (dalam gram) dikali 100 persen.
2.4 Mengapa Pengabuan penting bagi sebagian produk makanan
Sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri atas bahan organik dan air. Sisanya terdiri
atas unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai bahan anorganik atau kadar abu.
Kadar abu atau mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat
keringnya (Acker, L. 1969)Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat,
pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk
menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu
atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya (Gunawan,2004).
Kandungan dan komposisi bahan abu atau mineral tergantung dari jenis bahan dan
pengabuannya. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat
dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan dihasilkan. Bahan makanan dibakar
dalam suhu yang tinggi dan menjadi abu. Pengukuran kadar abu bertujuan untu mengetahui
besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan. Penentuan abu total dapat
dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau
cara tidak langsung (Gunawan, 2004)
BAB III
BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA
3.1Alat dan Bahan
o Alat :
1. Tanur pengabuan/mufle
2. Eksikator beserta silika gelnya
3. Kurs porselen
4. Neraca analitik
5. Penjepit kurs
6. Spatula
o Bahan :
1. Tepung tapioka
2. Kopi fermentasi
3. Kopi tanpa fermentasi
4. Label
2.3. Prosedur Analisa
Oven 15 menit, 100oC
Eksikator 5 menit
Timbang (a gram)
Masukkan tanur
Atur suhu pada skala 30-40 selama 1 jam atau asapnya habis
Naikkan suhu skala menjadi 60-80 selama 4 jam
Timbang (c gram)
Kurs Porselen
3 gram tepung tapioka (3X) (b
gram)
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Kopi Sangrai Tanpa Fermentasi
Pengulangan Berat Kurs
Porselin (gr)
Berat Bahan
(gr)
Berat Kurs
Porselin + Bahan
(gr)
Berat Kurs Porselin +
Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
Berat Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
Kadar abu
(g/100 g, %bb)
1 18,240 3,007 21,247 18,369 0,129 4,289
2 11,842 3,035 14,877 11,967 0,125 4,118
3 8,532 3,001 11,533 8,666 0,134 4,465
Rata - rata 4,291
SD 0,1735
RSD 3,885
4.1.2 Kopi Sangrai Fermentasi
Pengulangan Berat Kurs
Porselin (gr)
Berat Bahan
(gr)
Berat Kurs
porselin + Bahan
(gr)
Berat Kurs Porselin +
Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
BeratBahan Setelah
Pengabuan (gr)
Kadar abu (g/100 g,
%;bb)
1 10,702 3,021 13,723 10,851 0,149 4,932
2 10,972 3,043 14,015 11,116 0,144 4,732
3 7,994 3,039 11,033 8,142 0,148 4,870
Rata – rata 4,844
SD 0,1024
RSD 2,113
4. 1.3 Tepung Tapioka
Pengulangan (1, 2, 3)
Berat Kurs
Porselin (gr)
Berat Bahan
(gr)
Berat Kurs
porselin + Bahan
(gr)
Berat Kurs Porselin +
Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
Kadar abu (%, bb)
Kadar abu (%;bk)
1 13,871 3,016 16,887 13,872 0,0331 % 0,0387 %
2 12,952 3 15,952 12,953 0,0333 % 0,0389 %
3 14,825 3,012 17,837 14,827 0,0641 % 0,0749 %
Rata – rata 13,882 3,009 16,892 13,884 0,0435 % 0,0508 %
SD 0,936 % 0,008 % 0,942 % 0,937 0,0178 % 0,0208 %
RSD 6,742 % 0,265 % 5,576 % 6,748 40,9195 % 40,9448 %
4.2 Pembahasan
Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan semua
zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000
C dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan
ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar air
tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan
zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula
rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki.
Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu
dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin.
Kandungan dan komposisi bahan abu atau mineral tergantung dari jenis bahan dan
pengabuannya. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat
dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan dihasilkan. Bahan makanan dibakar
dalam suhu yang tinggi dan menjadi abu. Pengukuran kadar abu bertujuan untu mengetahui
besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan. Penentuan abu total dapat
dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau
cara tidak langsung (Gunawan, 2004)
Pada praktikum anaisa kadar abu yang telah dilakukan terdapat prosedur-prosedur
(tahapan) yang harus dilakukan selama analisa dilakukan. Didapatkan hasilnya yaitu:
Bahan kopi sangrai tanpa fermentasi mempunyai nilai rata-rata kadar abu sebesar 4,291 %
(bb). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan mineral pada kopi sangrai tanpa
fermentasi mempunyai kandungan mineral sebanyak 4,291%.
Sedangkan pada nilai RSD pada data pengamatan yang dipaparkan diatas diperoleh nilai
sebesar 3,885%.
Dari bahan kopi sangri fermenatsi nilai kadar abu yang diperoleh dari proses analisa
sebesar 4,844%. Dimana dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa kandungan mineral yang ada
pada kopi sangrai dengan fermentasi sebesar 4,844%, hai ini dikarenakan nilai kadar abu yang
diperoleh diartikan sebagai kandungan mineral pada bahan.
Untuk nilai RSD pada data pengamatan didapatkan nilai 2,113%. Dimana nilai tersebut
menunjukan bahwa keakurasian data yang diperoleh selama praktikum sangat bagus.
Kemudian untuk bahan tepung tapioka diperoleh data nilai rata-rata kadar abu sebesar
0,0508%. Dimana data tersebut menunjukan kandungan mineral yang terkandung pada tepung
tapioka. Namun data pengamatan yang diperoleh selama praktikum mendapatkan hasil RSD
yang sangat besar yaitu dengan nilai 40,94%. Dimana dengan nilai RSD yang sebesar itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa data pengamatan yang telah diperoleh memiliki tingkat keakurasian
yang sangat buruk. Hal ini dikarenakan nilai RSD yang sangat jauh melebihi 5%. Oleh karena itu
kemungkinan data nilai kadar abu yang digunakan untuk menetapkan kadar mineral yang
terkandung didalam bahan juga tidak akurat.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari serangkaian praktikum analisa kadar abu pada beberapa bahan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan mengoksidasikan semua
zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000
C dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
Kandungan dan komposisi bahan abu atau mineral tergantung dari jenis bahan dan
pengabuannya.
Nilai keakurasian data yang paling tinggi (bagus) ada pada data pengamatan analisa kadar
abu dengan bahan tepung tapioka
Nilai RSD yang paling besar adalah pada sampel bahan kopi sangrai tanpa perlakuan proses
fermentasi
5.2 Saran
Praktikan yang bertugas harus lebih teliti dan akurasi dalam mencampurkan larutan
sampel agar tidak terjadi kesalahan dan deviasi dalam praktikum.
Sebaiknya praktikum dilakukan oleh semua praktikan agar lebih memahami konsep
tentang cara penetapan kadar abu yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Acker, L. 1969. Water Activity and Enzime Activity. Food Technol. 23,1257-1270
Alexeyev. V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow : MIR Publishers
Apriantono,A. dan D.Fardiaz.1989.Analisa Pangan .Bogor:Depatemen
Barus . P. 2005. Studi Penentuan Kandungan Karbohidrat, Protein danineral dalam Air
Rebusan Beras sebagai Minuman Pengganti Susu. USU: Medan (Jurnal Sains Kimia vol
9, No.3.2005)
Gunawan, A. 2004. Copper (zat tembaga) Mineral Penguat Tulang dan Sistem Syaraf.
Harrizul, 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Erlangga
LAMPIRAN
Perhitungan kopi
Kopi sangria tanpa fermentasi
Kopi sangria fermentasi
Perhitungan tepung tapioca
1. Kadar Abu (%, bb)
(Berat kurs porselen + bahan setelah pengabuan – berat kurs porselen) / berat bahan x 100%
- Pengulangan I : rata-rata X = 0,0331+0,0333+0,0641/3
13,872 – 13,871/3,016 x 100% = 0,0331% = 0,0435 %
- Pengulangan II :
12,953 – 12,952/3 x 100% = 0,0333 %
- Pengulangan III :
14,827 – 14,825/3,012 x 100% = 0,0641 %
2. Kadar Abu (%, bk)
(Kadar abu %bb) / (100-kadar air bb) x 100%
- Pengulangan I :
0,0331 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0387 % rata-rata X = 0,0387+0,0389+0,0749/3
- Pengulangan II : = 0,0508%
0,0333 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0389 %
- Pengulangan III :
0,0641 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0749 %
Kadar abu (%bb)
SD = √(0,0331-0,0435)2 + (0,0333-0,0435) 2 + (0,0641-0,0435) 2
2
= √0,00031828 = 0,0178 %
RSD = SD/ X x 100
= 0,0178/ 0,0435 x 100 = 40,9195 %
Kadar abu (%bk)
SD = √ (0,0387-0,0508)2+(0,0389-0,0508)2+(0,0749-0,0508)2
2
= √0,000434415 = 0,0208 %
RSD = SD/ X x 100
= 40,9448 %
top related