aditia (3)
Post on 24-Oct-2015
28 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Gabriel Klemens Pembimbing :dr.Harmon , SpA
NIM : 030.08.107 Tanda tangan:
IDENTITAS PASIEN
Nama :Aditia Nugraha Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur :1 tahun 1 bulan Suku Bangsa : Indonesia
Tempat / tanggal lahir :Jakarta, 13 Oktober 2009 Agama : Islam
Alamat : Kampung Jembatan, gang nangka A no 17 Jakarta Timur
Pendidikan : -
Orang tua / Wali
Ayah : Ibu :
Nama :Tn. H Nama : Ny. Y
Umur :32 Umur : 29
Alamat :Jakarta Timur Alamat :Jakarta Timur
Pekerjaan :Wiraswasta Pekerjaan : ibu rumah tangga
Penghasilan :Rp.2.000.000,00 Penghasilan :
Suku bangsa :Indonesia Suku bangsa : Indonesia
Agama :Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien
Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 514
Tanggal / waktu : Rabu,6/11/2013 pk. 18.30
Tanggal masuk : Rabu, 6/11/2013 pk.18.00
Keluhan utama : BAB cair sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Kembung, Nyeri Perut, Nafsu makan dan minum menurun, Lemas (Sejak 2
November 2013)
1
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke IGD RSUD BA dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan
BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (Rabu, 6 November 2013), BAB cair yang
dialami pasien disertai ampas, berbentuk air, berbau asam, berwarna kuning pucat, sebanak
kurang lebih setengah gelas dalam sekali BAB, BAB cair disertai dengan demam, perut
kembung dan lemas.
4 Hari Sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami BAB berbentuk cair, berwarna
kuning pucat, berbau asam, sedikit berlendir, disertai dengan ampas, kurang lebih sebanyak
setengah gelas sekali BAB , BAB dialami 8 kali dalam waktu satu hari, disertai dengan perut
kembung, Pasien tidak mau makan dan minum,orang tua os mengakui memberikan ASI, Air
putih dan oralit tetapi os selalu memuntahkannya.
3 Hari sebelum masuk rumah sakit os dibawa orang tua os ke klinik24 jam, lalu
dokter memberikan os pengobatan berupa obat sirup untuk demam dan diare tetapi orang tua
os mengakui lupa nama obatnya dan berapa banyak memberikannya, setelah obat diberikan
dan dikonsumsi os, os tidak mengalami perubahan, keluhan tetap dirasakan dan kondisi
pasien tidak membaik.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, kondisi pasien semakin memburuk, os menjadi
sangat lemas, os tidak mau berbicara, os tidak mau makan dan minum, BAB cair 6 kali dalam
sehari dengan konsistensi yang sama, lalu orang tua os membawa os ke IGD RSUD budhi
Asih.
B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (+) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien pernah dirawat di Rumah
Sakit Siloam Karawaci karena diare dan dehidrasi berat, os dirawat tanggal 2 oktober
2013.
2
C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), DM (-),Keputihan (-)
Asma (-), Kejang (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke klinik puskesmas 1
bulan sekali oleh bidan dan sudah
mendapat imunisasi vaksin TT Lengkap
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinanSectio Secaria
Atas indikasi Post Term dan Bekas SC
Masa gestasi Lebih Bulan
Keadaan bayi
Berat lahir : 3800 gr
Panjang lahir : 50 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis ( + )
Kemerahan ( + )
Nilai APGAR : 9/10
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik ( + )
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada ( )
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : belum
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)
3
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 ASI - - -
8 – 10 ASI + + -
10 -12 ASI + + +
Umur diatas 1 tahun ( )
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / pengganti 3 x / hari 1 mangkok
Sayur 3x/ hari (7x Seminggu)
Daging Daging ayam diblender 3x/ hari (1x Seminggu)
Telur Telur ayam,1 x / minggu
Ikan 1 potong untuk 3x/ hari (1x Seminggu)
Tahu 1 tahu 3x/ hari (2x Seminggu)
Tempe 1 tempe 3x/ hari (2x Seminggu)
Susu (merk / takaran) Susu Lactogen 1-3 tahun
Lain – lain --
Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, tidak sulit makan
Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan baik
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 1 bulan - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan
Campak - - 9 bulan
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar pasien lengkap.
4
G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
NoTanggal lahir
(umur)
Jenis
kelaminHidup
Lahir
matiAbortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1.4 tahun 6 bulan
Perempuan + - - -Sehat Kaka pasien
21 tahun 1 bulan
Laki-laki +Sakit ( Pasien )
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. S Ny. A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 28 tahun 26 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMa
Agama Islam Islam
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada anggota keluarga yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Ibu dan
ayah tidak menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung dan kencing manis .
Kesimpulan Riwayat Keluarga : pasien anak ke 2dari 2 bersaudara, Tidak ada anggota
keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, nenek, kakek dan kaka perempuannya, Sumber air
dari PAM, air dimasak sebelum diminum, terdapat 3 jendela,pencahayaan cukup, tempat
sampah dibelakang rumah, sirkulasi udara baik, lingkungan rumah tidak padat, masih bisa
dilewati mobil, rumah os tidak mempunyai halaman
Terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Dengan rumah yang kecil,
Kesimpulan : lingkungan rumah pasien tidak baik.
5
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp.1.500.000,- /bulan.
Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 6 November 2013 jam 19.00 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis
Kesan Gizi : Kurang
Keadaan lain : anemis ( - ), ikterik ( - ), sianosis ( - ), dyspnoe ( - )
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 8,9 kg Lingkar Kepala :47 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm Tinggi Badan : 76 cm
Lingkar Dada : 46 cm
Status Gizi
- BB / U = 8,9 / 10,2 x 100 % = 87,25 %( Gizi baik )
- TB / U = 76/77,5 x 100 % = 98,1 % ( Gizi Baik )
- BB / TB = 8,9/10,2 x 100% = 87,25 % ( Gizi kurang )
- Kehilangan BB = tidak diketahui
MAURICE KING SCORE
- KU = 0
- Turgor = 0
- Mata = 1
- Nafas = 2
- Mulut = 0
- Nadi = 1
Total Score : 4 (Dehidrasi Sedang)
Tanda Vital
6
Nadi : 120 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg
Nafas : 20 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 37 O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup, ubun-ubun cekung -
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda,
hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROKAN : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah.
7
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya
retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding
dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea
midclavicularis kiri, denyut kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II
reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-),
gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut rata, tidak ada efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit
keriput (- ) gerakan peristaltik ( - )
Palpasi : supel, nyeri tekan +
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen ( + ) di seluruh
lapang abdomen
Auskultasi : bising usus (+ ), frekuensi 3 x / menit
ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura
ani (-), Bokong (Lecet, kemerah merahan)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
8
Inguinal : tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat /
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
Rumple leed (-)
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
KULIT : warna sawo matang merata, ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab,
pengisian kapiler < 3 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 6/11/ 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
17,9 ribu/μL
9,9 g/dL
31%
338 ribu/ μL
104 mg/dl
138 mmol/L
2,1 mmol/L
105 mmol/L
5,5-15,5
10,8-12,8
35-43
229-553
60-100
135-155
3,6-5,5
98-109
9
Tanggal 9/11/ 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
Natrium
Kalium
Clorida
6,1 ribu/μL
10,2 g/dL
32%
352 ribu/ μL
10 mm/jam
141 mmol/L
5,0 mmol/L
109 mmol/L
5,5-15,5
10,8-12,8
35-43
229-553
0-10
135-155
3,6-5,5
98-109
Tanggal 9/11/ 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Warna
Karakteristik
Lendir
Darah
Leukosit
Eritrosit
Amoeba Coli
Amoeba Histolitica
Telur Cacing
Lemak
Amilum
Serat
Sel Ragi
Kuning
Lunak
Negatif
Negatif
-
-
-
-
-
+
-
+
-
Coklat
Lunak
Negatif
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
-
IV. RESUME
Anak laki-laki usia 1 tahun, gizi baik, BAB Cair sejak 4 hari SMRS, BAB
berbentuk cair, disertai ampas, berwarna kuning pucat, berbau asam, jumlahnya
setengah gelas dalam satu kali BAB, disertai demam, kembung, lemas dan nafsu
10
makan dan minum menurun, 2 Hari SMRS os sangat lemas dan mata tampak pasien
matanya cekung. Pasien dibaw ke puskesmas tetapi kondisi tidak membaik, 1 hari
SMRS os sangat lemah dan tidak ada keluhan tidak membaik, Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 100/60 mmhg, nadi 120x/menit, rr 20x/menit, suhu 37,0 C,
gizi kurang, ubun ubun cekung, mata cekung, rambut tidak merata,mudah dicabut,
bokong pasien tampak lecet berwarna kemerahan. Dari pemeriksaab laboratorium
leukosit meningkat (17,9 ribu/ml), Hb Menurun (9,9 g/dl), Kalium menurun (2,1
mmol/L), hematokrit Menurun (31%), Pada pemeriksaan tinja warna kuning dengan
konsistensi lunak, disertai lender (+), Serat (+)
V. DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis akut dehidrasi ringan
Hipokalemi
Gizi Kurang
VI. DIAGNOSIS KERJA
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Analisa feses
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Tirah baring,
Ukur urin dan minum /24 jam
Cukup minum
Medikamentosa
IVFD KN3B + KCL 20 meq ( 3cc / KGBB/ Jam) 27cc/Jam/IP
Inj Ceftriakson 2 x 250 mg
Dialac 3x1/2 bungkus
Candistin 4x1cc
Paracetamol 80 mg
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
11
Ad Fungtionam : ad bonam
FOLLOW UP
Tgl S O A P
Rabu
6/11/2013
BB 15 kg
Minum :
ASI +
500cc
Urine :
610 gram
BAK, 730
gram
campuran
BB : 8,7
kg
Mencret 4 kali
berbusam
berwarna
kuning pucat
berbau asam,
berbentuk cair,
berampas.
Muntah isi
makanan 1
kali.
KU : TSS/CM
S : 37 RR 20x
N 120x
TD : 100/70 mmHg
Kepala : ubun Ubun
cekung
Bibir : Kering
Mata : CA -/-SI -/-
Thoraks :
c/ Bj I/II reg m- g-
p/ SN Ves +/+ r- w-
Abdomen :
Datar, Supel
BU + 3x/m
Hepar :
Tidak teraba
membesar
Lien : tidak teraba
membesar
Ekstremitas :
Hangat tidak terlalu
hangat pada ke-4
ekstremitas, CR <2”
GEA dengan
dehidrasi
sedang
Hipokalemi
Gizi Kurang
Vomitus
Observasi
Tirah baring
Oksigen 2l/menit
IVFD KN3B + KCL 20
meq (3cc/KGBB/jam)
27cc / J / IP
Injeksi Ceftriakson
2x250 mg
Dialac 3x1/2 bungkus
Candistin 4x1cc
Paracetamol 80 mg
Kamis
7/11/2013
BB 15 kg
Minum :
ASI +
500cc
Mencret
sebanyak
setengah gelas
dengan
konsistensi
yang sama ,
KU : TSS/CM
S : 38,3RR 20x
N 120x
TD : 100/70 mmHg
Kepala : ubun Ubun
cekung
GEA dengan
dehidrasi
sedang
Hipokalemi
Gizi Kurang
Vomitus
Observasi
Tirah baring
Oksigen 2l/menit
IVFD KN3B + KCL 20
meq (3cc/KGBB/jam)
27cc / J / IP
12
Urine :
120 gram
BAK.
BB : 8,7
kg
berbusa,
sedikit
berlemak,
muntah dua
kali , demam.
Bibir : Kering
Mata : CA -/-SI -/-
Thoraks :
c/ Bj I/II reg m- g-
p/ SN Ves +/+ r- w-
Abdomen :
Datar, Supel
BU + 3x/m
Hepar :
Tidak teraba
membesar
Lien : tidak teraba
membesar
Ekstremitas :
Hangat tidak terlalu
hangat pada ke-4
ekstremitas, CR <2”
Injeksi Ceftriakson
2x250 mg
Dialac 3x1/2 bungkus
Candistin 4x1cc
Paracetamol 80 mg
Jumat
8/11/2013
BB 15 kg
Minum :
ASI +
500cc
Urine :
610 gram
BAK, 730
gram
campuran
BB : 8,7
kg
Mencret 3 kali
Muntah isi
makanan 1
kali.
KU : TSS/CM
S : 37 RR 20x
N 120x
TD : 100/70 mmHg
Kepala : ubun Ubun
cekung
Bibir : Kering
Mata : CA -/-SI -/-
Thoraks :
c/ Bj I/II reg m- g-
p/ SN Ves +/+ r- w-
Abdomen :
Datar, Supel
BU + 3x/m
Hepar :
Tidak teraba
GEA dengan
dehidrasi
sedang
Hipokalemi
Gizi Kurang
Vomitus
Observasi
Tirah baring
Oksigen 2l/menit
IVFD KN3B + KCL 20
meq (3cc/KGBB/jam)
27cc / J / IP
Injeksi Ceftriakson
2x250 mg
Dialac 3x1/2 bungkus
Candistin 4x1cc
Paracetamol 80 mg
13
membesar
Lien : tidak teraba
membesar
Ekstremitas :
Hangat tidak terlalu
hangat pada ke-4
ekstremitas, CR <2”
Sabtu
9/11/2013
BB : 9 kg
Mencret
berkurang
Tidak ada
muntah, tidak
ada demam.
Tidak ada
nyeri perut
KU : TSS/CM
S : 37 RR 20x
N 120x TD : 100/70
mmHg
Kepala : ubun Ubun
cekung
Bibir : Kering
Mata : CA -/-SI -/-
Thoraks :
c/ Bj I/II reg m- g-
p/ SN Ves +/+ r- w-
Abdomen :
Datar, Supel, BU +
3x/m
Hepar :
Tidak teraba
membesar
Lien : tidak teraba
membesar
Ekstremitas :
Hangat tidak terlalu
hangat pada ke-4
GEA dengan
dehidrasi
dengan
perbaikan
Kalium
mengalami
perbaikan
Muntah
mengalami
perbaikan
Pasien
mengalami
peningkatan
berat badan
Observasi
Tirah baring
Oksigen 2l/menit
IVFD KN3B + KCL 20
meq (3cc/KGBB/jam)
27cc / J / IP
Injeksi Ceftriakson
2x250 mg
Dialac 3x1/2 bungkus
Candistin 4x1cc
Paracetamol 80 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
Di negara berkembang, diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak1,2. Pada sebagian besar kasus penyebab adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, namun demikian berbagai penyakit lain juga
dapat menyebabkan diare akut seperti sindroma malabsorpsi1. Diare yang disebabkan oleh
virus bersifat self-limiting, sehingga aspek terpenting adalah mencegah terjadinya dehidrasi
yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah
gangguan pertumbuhan akibat diare2. Diare memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan
kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena
adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila
episodenya berlangsung cukup lama akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan
anak2
1.2 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu1,2. Pada bayi yang sedang mengkonsumsi ASI, tidak
jarang buang air besarnya lebih dari 3 - 4 kali per hari. Keadaan ini tidak dapat disebut diare,
tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal
tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intolerensi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya
menjadi cair yang menurut ibunya tidak seperti biasanya1.
1.3 Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun2. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya
karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang1. Sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil
Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang
terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk dolongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25.2% dibandingkan pneumonia 15.5%2.
1.4 Cara Penularan dan Faktor Risiko
15
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
dengan penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat2. Penularan ini dapat dibagi atas empat cara/4F (finger, flies, fluid, field) 1.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang
tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik2. Selain hal - hal tersebut beberapa faktor
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 - 11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI1. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik. Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas
aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.
Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan, dan berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim. Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim
dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus
16
dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi. Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas
dan mortalitas pada semua golongan usia1. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan
oleh V.Cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara - negara di Afrika,
Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan
Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab
wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan.
Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan
epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.
1.5 Etiologi
Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare
umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non imflammatory dan inflammatory1.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin
oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh
dan /atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai
berikut1:
Penyebab diare akut infeksi
Golongan Bakteri Aeromonas Bacillus cereus
Campylobacter jejuni
Clostridium perfringens Clostridium difficile Escherichia
coli
Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella
Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio
parahemolyticus
Yersinia enterocolitica
Golongan Virus Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric
17
adenovirus
Coronavirus Rotavirus Norwalk
virus
Cytomegalovirus* Herpes simplex virus*
Golongan Parasit Balantidium coli Blastocystis homonis
Cryptosporidium parvum
Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli
Trichuris trichiura Strongyloides stercoralis
* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita immunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosopridium1.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus
pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan
infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkolerasi dengan gejala - gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare.
Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”,
walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.
Virus menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus
halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel - sel epitel usus halus
yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hipereristaltik usus sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna1.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel - sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam
amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan
demikian infeksi virus selektif sel - sel ujung villus usus menyebabkan (1)
18
ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi
karbohidrat kompleks, terutama laktosa.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel - sel usus cAMP, cGMP, dan Ca-dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain1:
Penyebab diare non infeksi
1. Kesulitan makan
2. Defek anatomis Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atofi
mikrovilli
3. Malabsorpsi Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa,
Cholestosis, Celiac
4. Endokrinopati Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital
5. Keracunan makanan Logam berat, Mushrooms
6. Neoplasma Neuroblastoma, Phaeochromocytoma, Sindroma Zollinger-Ellison
7. Lain - lain Alergi susu sapi, Chron’s disease, Infeksi non-GIT, Defisiensi
imun, Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra
1.6 Mekanisme Diare
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan :
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare:
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non - infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
19
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
1. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih
besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas1. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah
maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeable, air akan mengalir
kearah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus.
Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti
Magnesium, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan - bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorbsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino,
dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan
sel (yang secara normal akan menyerap Natrium dan air) dapat disebabkan virus atau
kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter1. Sel tersebut juga dapat rusak
karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin, atau obat - obat tertentu.
Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah
atrofi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis,
dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal
membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein
20
lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas
menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorbsi, dan akhirnya menyebabkan diare osmotik1. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi ion
klorida sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi kongenital
laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian magnesium hydroxide (misalnya
susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi karbohidrat, setelah mengalami
diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan
mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik.
a. Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi
intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi1.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy,
serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP, atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase1.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan ion klorida di kripta keluar.
Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus
bersama ion klorida.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat
21
menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit
Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu, lemak.
c. Blood-borne secretagogues
Diare sekretorik pada anak - anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara
maju,diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau
tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti
VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non -
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma
watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA) 1. Diare yang disebabkan tumor ini
termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral
berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa
usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik.
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan
bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat - obatan atau
nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjungasi garam empedu, dan malabsorbsi. Diare
akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi1. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk di lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik.
22
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi.
Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan
fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes
J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada
perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada
cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen
tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida
yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV1. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV
terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen
yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya
akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi
aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan
mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III
terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang
mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan
Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas
berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat
peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke
sel Th 1 yang MHC-II dependen1. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF,
dan IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan
kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas kan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.
1.7 Manifestasi Klinis
23
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal
bisa berupa diare, kram perut, dan muntah1. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolis dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular, dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat1. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. Gejela neurologik dari infeksi usus bisa
berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan
kelemahan otot (C.botulinum) 1.
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya
sembuh, contoh1:
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
Manifestasi Enteropatogen terkait
Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter, Clostridium
difficile
Guillain Barre Syndrome Camphylobacter
Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia
Hemolytic Uremic
Syndrome
S. dysentrie, E. coli
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat
24
dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya
usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:
enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptpsporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare8. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan
bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien imunocompromise
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis
sangat penting1.
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC KoleraMasa tunas 17 -72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jamPanas + ++ ++ - ++ -Mual muntah Sering Jarang Sering + - SeringNyeri perut Tenesmus Tenesmus
crampTenesmus
kolik- Tenesmus
crampCramp
Nyeri kepala - + + - - -Lamanya sakit
5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
Sifat tinjaVolume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit BanyakFrekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerusKonsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek CairDarah - Sering Kadang - + -Bau Langu ± Busuk + - AmisWarna Kuning hijau Merah hijau Kehijauan Tak berwarna Merah hijau Air cucian
berasLeukosit - + + - - -Lain - lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi
sistemik±
*ETEC: enterotoxigenic eschericia coli,, EIEC: enteroinvasive eschericia coli
1.8 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya5. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 - 8
25
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke
Rumah Sakit dan obat - obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya5.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah9. Selanjutnya perlu dicari tanda - tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda - tanda tambahan
lainnya: ubun - ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air
mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah5,9.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik5 . Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi1.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lain - lain dapat
dilihat pada table berikut.
Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20031
Simptom Minimal atau tanpa dehidrasi
kehilangan BB < 3%
Dehidrasi ringan-sedang
kehilangan BB 3 – 9%
Dehidrasi berat
kehilangan BB >9%Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah,
irritableApatis, letargi, tidak sadar
Denyut jantung
Normal Normal - meningkat Takikardi, bradikardi pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal - melemah Lemah, kecil, tidak teraba
Pernapasan Normal Normal - cepat Dalam Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekungAir mata Ada Berkurang Tidak adaMulut dan lidah
Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detikCapillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimalExtremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotikKencing Normal Berkurang Minimal
26
Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951,11
Penilaian A B CKeadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau
tidak sadarMata Normal Cekung Sangat cekung dan
keringAir mata Ada Tidak ada Kering Mulut dan lidah Basah Kering Sangat keringRasa haus Minum biasa tidak
haus*Haus, ingin minum banyak
*Malas minum atau tidak bisa minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambatHasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan /
sedang Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain
Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan - Maurice King (1974) 1
Bagian tubuh yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk
Mengigau, koma atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurangMata Normal Sedikit cekung Sangat cekungUbun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekungMulut Normal Kering Kering dan sianosisDenyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140
* Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0,1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian
dijumlahkan
Nilai 0 - 2 = tanpa / dengan dehidrasi ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12=
Berat
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.
27
Pemeriksaan laboratorium yang kadang - kadang diperlukan pada diare akut: 1
Darah Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
Urin Urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja Makroskopik
Mikroskopik
Tinja: Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus
atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal4,6.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapatdarah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis - garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides6.
Tinja: Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides1.
Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang
terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umuumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat
28
riwayat baru saja berpergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen,
diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai
menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan
strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi, atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian
atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan specimen tinja. Biopsi duodenum adalah
metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis, dan protozoa
yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik
tinja segar4. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada
tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi. Serologis
test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada
penderita immunocompromised1.
Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. enterocolitica, V. cholerae, V.
Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7, dan Campylobacter
membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada
label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi4. Deteksi toksin C.
difficile sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin
membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau
penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium pendahuluan.
Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen1:
Tes Laboratorium Organisme diduga / identifikasiMikroskopik : Lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksinTrophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytica, Cryptosporidium, I. belli,
Cyclospra Rhabditiform larva StrongyloidesSpiral atau basil Gram - berbentuk S
Camphylobacter jejuni
Kultur tinja Standard E. coli, Shigella, Salmonella, Camphylobacter jejuniSpesial Y. enterocolitica V. cholerae, V. parahaemolyticus, C.
difficile, E. coli O 157:H7Enzyme imunoassay atau latex Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C. difficile
29
aglutinasiSerotyping E. coli O 157:H7, EHEC, EPECLatex aglutinasi setelah broth enrichment
Salmonella, Shigella
Tes yang dilakukan di laboratorium riset
Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC, PCR untuk genus yang virulen
1.9 Terapi
Rehidrasi bukanlah satu - satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Tujuan terapi
adalah untuk memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk
mengobati pasien. Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu1:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
I. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama
disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh,
terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir - akhir ini dengan tingkat
sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus1. Diare karena virus tersebut
tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, pada ahli diare
mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah8.
Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan
risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah2. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada
oralit formula lama. Oralit baru dengan osmolaritas yang rendah ini juga menurunkan
kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20%
serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non - kolera pada anak1.
30
Komposisi Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Mmol/liter
Natrium 75Klorida 65
Glucose, anhydrous 75Kalium 20Sitrat 10
Total Osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru2:
1. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
2. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24
jam.
3. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50 - 100 ml tiap kali BAB.
b. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100 - 200 ml tiap BAB.
4. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang.4
II. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan
secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien1. Lebih lanjut lagi, ditemukan
bahwa pemberian zinc pada anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah
tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan
yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan1. Zinc juga berperan dalam system kekebalan
tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap
proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi
epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
31
mempercepatkan pembersihan patogen dari usus1. Pemberian zinc dapat menurunkan
frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi
pada anak.
Dosis zinc untuk anak - anak: 1
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10 - 14 hari berturut - turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk
anak - anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau
oralit.
III. ASI dan makanan tetap diteruskan
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.
Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase penyembuhan.
IV. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan3. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,
dan trimetoprim sulfametosazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi
melalui mekanime berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik, dan perubahan permeabilitas
membrane terhadap antibiotik.
V. Nasihat pada ibu atau pengasuh
Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,
sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari1,3.
32
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit
dan memberantas organism penyebab. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi
terdapat beberapa pertimbangan terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit.
2. Terapi diit.
3. Terapi non spesifik dengan antidiare.
4. Terapi spesifik dengan antimikroba.
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara
berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya malah dalam
keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih
berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan
dari 1 000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam
keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai
komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per - oral serta melanjutkan pemberian
makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan terapi
antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara
parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.
A. Pengobatan diare tanpa dehidrasi ~ Terapi Rehidrasi Oral (TRO)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan
adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50 - 100 ml, 1 - 5 tahun adalah 100
- 200 ml, 5 - 12 tahun adalah 200 - 300 ml dan dewasa adalah 300 - 400 ml setiap BAB1,6.
Untuk anak dibawah 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok setiap 1 sampai 2 menit3. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir
atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan - lahan misalnya 1 sendok setiap 2 - 3 menit. Pemberian cairan
ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan
33
yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit - sedikit tetapi sering
(lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah - buahan diberikan terutama pisang.
Makanan yang merangsang (seperti makanan yang pedas, asam, atau terlalu banyak lemak)
jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan
pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan anak bertambah
berat serta jatuh dalam dehidrasi ringan - sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi
ringan - sedang.
B. Pengobatan diare dehidrasi ringan - sedang ~ Terapi Rehidrasi Oral (TRO)
Penderitadiare dengan dehidrasi ringan - sedang harus dirawat di sarana kesehatan
dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam
pertama 75 cc/kgBB1,6. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat,
perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu:
untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1 - 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml
dan dewasa adalah 2400 ml3,6. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang
sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda -
tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberikan lagi. Sebaliknya
bila dengan volume di atas, kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus
dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata
sudah hilang dapat diberikan lagi.
Apabila karena sesuatu hal, pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per - oral,
oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20
ml/kgBB/jam1. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat
dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan
dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik
adalah pemberian cairan parenteral.
C. Pengobatan diare dehidrasi berat ~ Terapi Rehidrasi Parenteral (TRP)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parentral. Pasien yang masih dapat minum
meskipun hanya sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infuse terpasang. Semua anak
34
harus diberikan oralit selama pemberian cairan intravena (± 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat
minum dengan baik, biasanya dalam 3 - 4 jam (untuk bayi) atau 1 - 2 jam (untuk anak yang
lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang
mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk
rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70
cc/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70
cc/kgBB1,6.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat dipercepat.
Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan
selanjutnya yang sesuai yaitu: pengobatan diare dengan dehidrasi ringan - sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi7.
D. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak - anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi
yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang
penting antara lain untuk sintesis DNA7,13. Pada sistematik review dari 10 RCT yang
semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi
seng dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih
sama dengan hasil yang dicapai upaya preventif yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi
dan pemberian ASI13. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan
seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg perhari selama 10 - 14 hari, dan pada bayi <
6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 10 - 14 hari1,13.
E. Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak yang anak mampu
menerima1. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya akan timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi7. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepatkan
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi
berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
35
dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan
sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan
yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai, dan pola
makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak
diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak yang sehat. Bayi yang minum ASI harus
diberikan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus
diberikan susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau
penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila
pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi
dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan
terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya
diminum secara bertahap selama 2 - 3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari
makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk
untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada
umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih
besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat, misalnya nasi,
kentang, roti, gandum, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat
ditambahkan 5 - 10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit
sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan
kacang - kacangan dan sayur - sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan.
Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan,
minuman ringan sebaiknya dihindari.
F. Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak yang dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia bera1t. Oleh
karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah
sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan
pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada
36
keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori
dari biasanya7.
G. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak dengan usia kurang dari 2 - 3
tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat - obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan
diare akut.
(i). Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 - 20%) yang disebabkan oleh
bakteri patogen seperti V. Cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. Coli, Salmonella,
Camphylobacter dan sebagainya1.
Antibiotik pada diare1
Penyebab Antibiotik Pilihan AlternatifKolera Tetrasiklin
12,5 mg/kgBB4x sehari selama 3 hari
Erythromycin12,5 mg/kgBB4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin15 mg/kgBB2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam20 mg/kgBB4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxon50 - 100 mg/kgBB1x sehari IM selama 2 - 5 hari
Amoebiasis Metronidazole10 mg/kgBB3x sehari selama 5 hari atau 10 hari pada kasus berat
Giardiasis Metronidazole5 mg/kgBB3x sehari selama 5 hari
(ii). Obat antidiare
Obat - obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis
dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat -
obat ini diantaranya:
37
Adsorben (kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine)
Obat - obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya
untuk mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang
menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan untuk melindungi
mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas (loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropin,
tinctura opii, paregoric, codein)
Obat - obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan
tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan
ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan
memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada
dosis normal. Tidak satupun dari obat - obatan ini boleh diberikan pada bayi dan
anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada
anak dengan diare akut sebanyak 30%. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
(iii). Antiemetik
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh
karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena
biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
1.10 Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus1.
Gangguan Elektrolit
(i). Hipernatremia
38
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan - lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara
terbaik dan paling aman.
Koreksi rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan caitan 0.45% saline - 5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi.
Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10
mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap
BAB, sampai diare berhenti.
(ii). Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi pada
anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan
efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatemi. Bila tidak berhasil, koreksi
Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau
Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksan dikalikan
0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16
jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam1.
(iii). Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v pelan - pelan dalam 5 - 10 menit dengan monitor detak
jantung1.
(iv). Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika
kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L
maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya:
39
(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB) 1,10.
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.
1.11 Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak
dapat minum, kembung, dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan -
keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena
hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia,
kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40ºC, hipernatremi atau hiponatremi1.
1.12 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara10:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman - kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).
40
Cara - cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi risiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisasi campak.
1.13 Probiotik dan Prebiotik
Akhir - akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam
pencegahan diare.
A. Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik12,13. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian
probiotik dalam waktu yang panjang terutama untukbayi yang tidak minum ASI. Pada
sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (European Society of
Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan -
laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk
tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi
dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus bila diberikan pada bayi
dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka
kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada
kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik12. Penelitian Phuapradit P.
dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula
yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus
lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus13.
Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di
Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare
terutama pada anak - anak usia 18 - 29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9
episode/anak/tahun dengan p = 0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia
tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu
formula yang disuplementasi dengan probiotik12.
D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama -
sama dengan antibiotika mengurangi resiko “antibiotic-associated diarrhea”.
41
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui:
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen
pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus
melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi12.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk
efektivitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada
percobaan klinis dikatakan aman.
B. Prebiotik
Prebiotik bukan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora
intestinal yang menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik
oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria dalam
kolon bayi yang minum ASI12. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih
rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun
2003, bayi - bayi dikomunitas yang diberi sereal yang disuplementasi dengan
Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare12.
Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT
yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukan
adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat
FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu
menunggu penelitian - penelitian selanjutnya.
Tinjauan Pustaka
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi
IDAI. 2010:87-110
42
2. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
3. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
4. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams
5. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based
Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
6. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
7. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the tight
junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam http:www.glut.bmj.com.
[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
8. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.
9. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
10. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and
respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
11. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.
Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
12. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita
Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
13. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for
use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
14. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban
population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
15. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31
43
top related