aditia (3)

68
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS I Nama Mahasiswa : Gabriel Klemens Pembimbing :dr.Harmon , SpA NIM : 030.08.107 Tanda tangan : IDENTITAS PASIEN Nama :Aditia Nugraha Jenis Kelamin : Laki-laki Umur :1 tahun 1 bulan Suku Bangsa : Indonesia Tempat / tanggal lahir :Jakarta, 13 Oktober 2009 Agama : Islam Alamat : Kampung Jembatan, gang nangka A no 17 Jakarta Timur Pendidikan : - Orang tua / Wali Ayah : Ibu : Nama :Tn. H Nama : Ny. Y Umur :32 Umur : 29 Alamat :Jakarta Timur Alamat :Jakarta Timur Pekerjaan :Wiraswasta Pekerjaan : ibu rumah tangga Penghasilan :Rp.2.000.000,00 Penghasilan : Suku bangsa :Indonesia Suku bangsa : Indonesia 1

Upload: cory-young

Post on 24-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: aditia (3)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Gabriel Klemens Pembimbing :dr.Harmon , SpA

NIM : 030.08.107 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama :Aditia Nugraha Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur :1 tahun 1 bulan Suku Bangsa : Indonesia

Tempat / tanggal lahir :Jakarta, 13 Oktober 2009 Agama : Islam

Alamat : Kampung Jembatan, gang nangka A no 17 Jakarta Timur

Pendidikan : -

Orang tua / Wali

Ayah : Ibu :

Nama :Tn. H Nama : Ny. Y

Umur :32 Umur : 29

Alamat :Jakarta Timur Alamat :Jakarta Timur

Pekerjaan :Wiraswasta Pekerjaan : ibu rumah tangga

Penghasilan :Rp.2.000.000,00 Penghasilan :

Suku bangsa :Indonesia Suku bangsa : Indonesia

Agama :Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien

Lokasi : Bangsal lantai V Timur, kamar 514

Tanggal / waktu : Rabu,6/11/2013 pk. 18.30

Tanggal masuk : Rabu, 6/11/2013 pk.18.00

Keluhan utama : BAB cair sejak 4 hari SMRS

Keluhan tambahan :

Kembung, Nyeri Perut, Nafsu makan dan minum menurun, Lemas (Sejak 2

November 2013)

1

Page 2: aditia (3)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang ke IGD RSUD BA dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan

BAB cair sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (Rabu, 6 November 2013), BAB cair yang

dialami pasien disertai ampas, berbentuk air, berbau asam, berwarna kuning pucat, sebanak

kurang lebih setengah gelas dalam sekali BAB, BAB cair disertai dengan demam, perut

kembung dan lemas.

4 Hari Sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami BAB berbentuk cair, berwarna

kuning pucat, berbau asam, sedikit berlendir, disertai dengan ampas, kurang lebih sebanyak

setengah gelas sekali BAB , BAB dialami 8 kali dalam waktu satu hari, disertai dengan perut

kembung, Pasien tidak mau makan dan minum,orang tua os mengakui memberikan ASI, Air

putih dan oralit tetapi os selalu memuntahkannya.

3 Hari sebelum masuk rumah sakit os dibawa orang tua os ke klinik24 jam, lalu

dokter memberikan os pengobatan berupa obat sirup untuk demam dan diare tetapi orang tua

os mengakui lupa nama obatnya dan berapa banyak memberikannya, setelah obat diberikan

dan dikonsumsi os, os tidak mengalami perubahan, keluhan tetap dirasakan dan kondisi

pasien tidak membaik.

1 hari sebelum masuk rumah sakit, kondisi pasien semakin memburuk, os menjadi

sangat lemas, os tidak mau berbicara, os tidak mau makan dan minum, BAB cair 6 kali dalam

sehari dengan konsistensi yang sama, lalu orang tua os membawa os ke IGD RSUD budhi

Asih.

B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (+) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien pernah dirawat di Rumah

Sakit Siloam Karawaci karena diare dan dehidrasi berat, os dirawat tanggal 2 oktober

2013.

2

Page 3: aditia (3)

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), DM (-),Keputihan (-)

Asma (-), Kejang (-)

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke klinik puskesmas 1

bulan sekali oleh bidan dan sudah

mendapat imunisasi vaksin TT Lengkap

KELAHIRAN

Tempat persalinan Rumah Sakit

Penolong persalinan Dokter

Cara persalinanSectio Secaria

Atas indikasi Post Term dan Bekas SC

Masa gestasi Lebih Bulan

Keadaan bayi

Berat lahir : 3800 gr

Panjang lahir : 50 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis ( + )

Kemerahan ( + )

Nilai APGAR : 9/10

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik ( + )

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada ( )

Psikomotor

Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)

Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : belum

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)

3

Page 4: aditia (3)

E. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI - - -

2 – 4 ASI - - -

4 – 6 ASI - - -

6 – 8 ASI - - -

8 – 10 ASI + + -

10 -12 ASI + + +

Umur diatas 1 tahun ( )

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi / pengganti 3 x / hari 1 mangkok

Sayur 3x/ hari (7x Seminggu)

Daging Daging ayam diblender 3x/ hari (1x Seminggu)

Telur Telur ayam,1 x / minggu

Ikan 1 potong untuk 3x/ hari (1x Seminggu)

Tahu 1 tahu 3x/ hari (2x Seminggu)

Tempe 1 tempe 3x/ hari (2x Seminggu)

Susu (merk / takaran) Susu Lactogen 1-3 tahun

Lain – lain --

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, tidak sulit makan

Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan baik

F. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 1 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan

Campak - - 9 bulan

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar pasien lengkap.

4

Page 5: aditia (3)

G. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

NoTanggal lahir

(umur)

Jenis

kelaminHidup

Lahir

matiAbortus

Mati

(sebab)

Keterangan

kesehatan

1.4 tahun 6 bulan

Perempuan + - - -Sehat Kaka pasien

21 tahun 1 bulan

Laki-laki +Sakit ( Pasien )

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. S Ny. A

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 28 tahun 26 tahun

Pendidikan terakhir SMA SMa

Agama Islam Islam

Suku bangsa Indonesia Indonesia

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak Ada anggota keluarga yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Ibu dan

ayah tidak menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung dan kencing manis .

Kesimpulan Riwayat Keluarga : pasien anak ke 2dari 2 bersaudara, Tidak ada anggota

keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, nenek, kakek dan kaka perempuannya, Sumber air

dari PAM, air dimasak sebelum diminum, terdapat 3 jendela,pencahayaan cukup, tempat

sampah dibelakang rumah, sirkulasi udara baik, lingkungan rumah tidak padat, masih bisa

dilewati mobil, rumah os tidak mempunyai halaman

Terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Dengan rumah yang kecil,

Kesimpulan : lingkungan rumah pasien tidak baik.

5

Page 6: aditia (3)

I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp.1.500.000,- /bulan.

Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut

cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 6 November 2013 jam 19.00 WIB)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang.

Kesadaran : compos mentis

Kesan Gizi : Kurang

Keadaan lain : anemis ( - ), ikterik ( - ), sianosis ( - ), dyspnoe ( - )

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 8,9 kg Lingkar Kepala :47 cm

Lingkar Lengan Atas : 15 cm Tinggi Badan : 76 cm

Lingkar Dada : 46 cm

Status Gizi

- BB / U = 8,9 / 10,2 x 100 % = 87,25 %( Gizi baik )

- TB / U = 76/77,5 x 100 % = 98,1 % ( Gizi Baik )

- BB / TB = 8,9/10,2 x 100% = 87,25 % ( Gizi kurang )

- Kehilangan BB = tidak diketahui

MAURICE KING SCORE

- KU = 0

- Turgor = 0

- Mata = 1

- Nafas = 2

- Mulut = 0

- Nadi = 1

Total Score : 4 (Dehidrasi Sedang)

Tanda Vital

6

Page 7: aditia (3)

Nadi : 120 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg

Nafas : 20 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2

Suhu : 37 O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup, ubun-ubun cekung -

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal

WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :

Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/-

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda,

hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)

TENGGOROKAN : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring

tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,

tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di

tengah.

7

Page 8: aditia (3)

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan

yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya

retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding

dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,

vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea

midclavicularis kiri, denyut kuat

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II

reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-),

gallop (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : perut rata, tidak ada efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit

keriput (- ) gerakan peristaltik ( - )

Palpasi : supel, nyeri tekan +

Hepar : tidak teraba membesar

Lien : tidak teraba membesar

Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen ( + ) di seluruh

lapang abdomen

Auskultasi : bising usus (+ ), frekuensi 3 x / menit

ANOGENITALIA : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura

ani (-), Bokong (Lecet, kemerah merahan)

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

8

Page 9: aditia (3)

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat /

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain oedem (-) oedem (-)

Rumple leed (-)

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain oedem (-) oedem (-)

KULIT : warna sawo matang merata, ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab,

pengisian kapiler < 3 detik, petechie (-)

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 6/11/ 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

GDS

Natrium

Kalium

Clorida

17,9 ribu/μL

9,9 g/dL

31%

338 ribu/ μL

104 mg/dl

138 mmol/L

2,1 mmol/L

105 mmol/L

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

229-553

60-100

135-155

3,6-5,5

98-109

9

Page 10: aditia (3)

Tanggal 9/11/ 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

LED

Natrium

Kalium

Clorida

6,1 ribu/μL

10,2 g/dL

32%

352 ribu/ μL

10 mm/jam

141 mmol/L

5,0 mmol/L

109 mmol/L

5,5-15,5

10,8-12,8

35-43

229-553

0-10

135-155

3,6-5,5

98-109

Tanggal 9/11/ 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Warna

Karakteristik

Lendir

Darah

Leukosit

Eritrosit

Amoeba Coli

Amoeba Histolitica

Telur Cacing

Lemak

Amilum

Serat

Sel Ragi

Kuning

Lunak

Negatif

Negatif

-

-

-

-

-

+

-

+

-

Coklat

Lunak

Negatif

Negatif

-

-

-

-

-

-

-

-

-

IV. RESUME

Anak laki-laki usia 1 tahun, gizi baik, BAB Cair sejak 4 hari SMRS, BAB

berbentuk cair, disertai ampas, berwarna kuning pucat, berbau asam, jumlahnya

setengah gelas dalam satu kali BAB, disertai demam, kembung, lemas dan nafsu

10

Page 11: aditia (3)

makan dan minum menurun, 2 Hari SMRS os sangat lemas dan mata tampak pasien

matanya cekung. Pasien dibaw ke puskesmas tetapi kondisi tidak membaik, 1 hari

SMRS os sangat lemah dan tidak ada keluhan tidak membaik, Pada pemeriksaan fisik

didapatkan tekanan darah 100/60 mmhg, nadi 120x/menit, rr 20x/menit, suhu 37,0 C,

gizi kurang, ubun ubun cekung, mata cekung, rambut tidak merata,mudah dicabut,

bokong pasien tampak lecet berwarna kemerahan. Dari pemeriksaab laboratorium

leukosit meningkat (17,9 ribu/ml), Hb Menurun (9,9 g/dl), Kalium menurun (2,1

mmol/L), hematokrit Menurun (31%), Pada pemeriksaan tinja warna kuning dengan

konsistensi lunak, disertai lender (+), Serat (+)

V. DIAGNOSIS BANDING

Gastroenteritis akut dehidrasi ringan

Hipokalemi

Gizi Kurang

VI. DIAGNOSIS KERJA

Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Analisa feses

VII. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Tirah baring,

Ukur urin dan minum /24 jam

Cukup minum

Medikamentosa

IVFD KN3B + KCL 20 meq ( 3cc / KGBB/ Jam) 27cc/Jam/IP

Inj Ceftriakson 2 x 250 mg

Dialac 3x1/2 bungkus

Candistin 4x1cc

Paracetamol 80 mg

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam

11

Page 12: aditia (3)

Ad Fungtionam : ad bonam

FOLLOW UP

Tgl S O A P

Rabu

6/11/2013

BB 15 kg

Minum :

ASI +

500cc

Urine :

610 gram

BAK, 730

gram

campuran

BB : 8,7

kg

Mencret 4 kali

berbusam

berwarna

kuning pucat

berbau asam,

berbentuk cair,

berampas.

Muntah isi

makanan 1

kali.

KU : TSS/CM

S : 37 RR 20x

N 120x

TD : 100/70 mmHg

Kepala : ubun Ubun

cekung

Bibir : Kering

Mata : CA -/-SI -/-

Thoraks :

c/ Bj I/II reg m- g-

p/ SN Ves +/+ r- w-

Abdomen :

Datar, Supel

BU + 3x/m

Hepar :

Tidak teraba

membesar

Lien : tidak teraba

membesar

Ekstremitas :

Hangat tidak terlalu

hangat pada ke-4

ekstremitas, CR <2”

GEA dengan

dehidrasi

sedang

Hipokalemi

Gizi Kurang

Vomitus

Observasi

Tirah baring

Oksigen 2l/menit

IVFD KN3B + KCL 20

meq (3cc/KGBB/jam)

27cc / J / IP

Injeksi Ceftriakson

2x250 mg

Dialac 3x1/2 bungkus

Candistin 4x1cc

Paracetamol 80 mg

Kamis

7/11/2013

BB 15 kg

Minum :

ASI +

500cc

Mencret

sebanyak

setengah gelas

dengan

konsistensi

yang sama ,

KU : TSS/CM

S : 38,3RR 20x

N 120x

TD : 100/70 mmHg

Kepala : ubun Ubun

cekung

GEA dengan

dehidrasi

sedang

Hipokalemi

Gizi Kurang

Vomitus

Observasi

Tirah baring

Oksigen 2l/menit

IVFD KN3B + KCL 20

meq (3cc/KGBB/jam)

27cc / J / IP

12

Page 13: aditia (3)

Urine :

120 gram

BAK.

BB : 8,7

kg

berbusa,

sedikit

berlemak,

muntah dua

kali , demam.

Bibir : Kering

Mata : CA -/-SI -/-

Thoraks :

c/ Bj I/II reg m- g-

p/ SN Ves +/+ r- w-

Abdomen :

Datar, Supel

BU + 3x/m

Hepar :

Tidak teraba

membesar

Lien : tidak teraba

membesar

Ekstremitas :

Hangat tidak terlalu

hangat pada ke-4

ekstremitas, CR <2”

Injeksi Ceftriakson

2x250 mg

Dialac 3x1/2 bungkus

Candistin 4x1cc

Paracetamol 80 mg

Jumat

8/11/2013

BB 15 kg

Minum :

ASI +

500cc

Urine :

610 gram

BAK, 730

gram

campuran

BB : 8,7

kg

Mencret 3 kali

Muntah isi

makanan 1

kali.

KU : TSS/CM

S : 37 RR 20x

N 120x

TD : 100/70 mmHg

Kepala : ubun Ubun

cekung

Bibir : Kering

Mata : CA -/-SI -/-

Thoraks :

c/ Bj I/II reg m- g-

p/ SN Ves +/+ r- w-

Abdomen :

Datar, Supel

BU + 3x/m

Hepar :

Tidak teraba

GEA dengan

dehidrasi

sedang

Hipokalemi

Gizi Kurang

Vomitus

Observasi

Tirah baring

Oksigen 2l/menit

IVFD KN3B + KCL 20

meq (3cc/KGBB/jam)

27cc / J / IP

Injeksi Ceftriakson

2x250 mg

Dialac 3x1/2 bungkus

Candistin 4x1cc

Paracetamol 80 mg

13

Page 14: aditia (3)

membesar

Lien : tidak teraba

membesar

Ekstremitas :

Hangat tidak terlalu

hangat pada ke-4

ekstremitas, CR <2”

Sabtu

9/11/2013

BB : 9 kg

Mencret

berkurang

Tidak ada

muntah, tidak

ada demam.

Tidak ada

nyeri perut

KU : TSS/CM

S : 37 RR 20x

N 120x TD : 100/70

mmHg

Kepala : ubun Ubun

cekung

Bibir : Kering

Mata : CA -/-SI -/-

Thoraks :

c/ Bj I/II reg m- g-

p/ SN Ves +/+ r- w-

Abdomen :

Datar, Supel, BU +

3x/m

Hepar :

Tidak teraba

membesar

Lien : tidak teraba

membesar

Ekstremitas :

Hangat tidak terlalu

hangat pada ke-4

GEA dengan

dehidrasi

dengan

perbaikan

Kalium

mengalami

perbaikan

Muntah

mengalami

perbaikan

Pasien

mengalami

peningkatan

berat badan

Observasi

Tirah baring

Oksigen 2l/menit

IVFD KN3B + KCL 20

meq (3cc/KGBB/jam)

27cc / J / IP

Injeksi Ceftriakson

2x250 mg

Dialac 3x1/2 bungkus

Candistin 4x1cc

Paracetamol 80 mg

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

14

Page 15: aditia (3)

Di negara berkembang, diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas anak1,2. Pada sebagian besar kasus penyebab adalah infeksi akut intestinum yang

disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, namun demikian berbagai penyakit lain juga

dapat menyebabkan diare akut seperti sindroma malabsorpsi1. Diare yang disebabkan oleh

virus bersifat self-limiting, sehingga aspek terpenting adalah mencegah terjadinya dehidrasi

yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah

gangguan pertumbuhan akibat diare2. Diare memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan

kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena

adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila

episodenya berlangsung cukup lama akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan

anak2

1.2 Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,

disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang

berlangsung kurang dari satu minggu1,2. Pada bayi yang sedang mengkonsumsi ASI, tidak

jarang buang air besarnya lebih dari 3 - 4 kali per hari. Keadaan ini tidak dapat disebut diare,

tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal

tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intolerensi laktosa sementara akibat belum

sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif

definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya

menjadi cair yang menurut ibunya tidak seperti biasanya1.

1.3 Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk

di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,

terutama usia di bawah 5 tahun2. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya

karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang1. Sebagai

gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil

Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang

terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk dolongan 1-4 tahun penyebab

kematian karena diare 25.2% dibandingkan pneumonia 15.5%2.

1.4 Cara Penularan dan Faktor Risiko

15

Page 16: aditia (3)

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui makanan

atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan

dengan penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung

melalui lalat2. Penularan ini dapat dibagi atas empat cara/4F (finger, flies, fluid, field) 1.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak

memberikan ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya

penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),

kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang

tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik2. Selain hal - hal tersebut beberapa faktor

penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,

imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita

campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.

1. Faktor umur. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.

Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 - 11 bulan pada saat diberikan

makanan pendamping ASI1. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan

kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang

mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau

binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang

paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang

membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan

pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik. Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi

asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas

aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau

minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius.

Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak

enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga

kebersihan, dan berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

3. Faktor musim. Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.

Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,

sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim

dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus

16

Page 17: aditia (3)

dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,

sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

4. Epidemi dan pandemi. Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat

menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas

dan mortalitas pada semua golongan usia1. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan

oleh V.Cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara - negara di Afrika,

Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan

Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab

wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan.

Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan

epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

1.5 Etiologi

Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme

yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare

umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh

karena infeksi adalah non imflammatory dan inflammatory1.

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin

oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh

dan /atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh

bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai

berikut1:

Penyebab diare akut infeksi

Golongan Bakteri Aeromonas Bacillus cereus

Campylobacter jejuni

Clostridium perfringens Clostridium difficile Escherichia

coli

Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella

Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio

parahemolyticus

Yersinia enterocolitica

Golongan Virus Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric

17

Page 18: aditia (3)

adenovirus

Coronavirus Rotavirus Norwalk

virus

Cytomegalovirus* Herpes simplex virus*

Golongan Parasit Balantidium coli Blastocystis homonis

Cryptosporidium parvum

Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli

Trichuris trichiura Strongyloides stercoralis

* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita immunocompromised

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak

yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan

Cryptosopridium1.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan

diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus

pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan

infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak

berkolerasi dengan gejala - gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare.

Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”,

walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.

Virus menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus

halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel - sel epitel usus halus

yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga

fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan

makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan

meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hipereristaltik usus sehingga cairan

beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare

osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna1.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel - sel yang terdiferensiasi, yang

mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti

transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam

amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai

enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan

demikian infeksi virus selektif sel - sel ujung villus usus menyebabkan (1)

18

Page 19: aditia (3)

ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi

karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan

pengaturan transpor ion dalam sel - sel usus cAMP, cGMP, dan Ca-dependen. Patogenesis

terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh

virus tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel

mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat

masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri

ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak

antara lain1:

Penyebab diare non infeksi

1. Kesulitan makan

2. Defek anatomis Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atofi

mikrovilli

3. Malabsorpsi Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa,

Cholestosis, Celiac

4. Endokrinopati Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital

5. Keracunan makanan Logam berat, Mushrooms

6. Neoplasma Neuroblastoma, Phaeochromocytoma, Sindroma Zollinger-Ellison

7. Lain - lain Alergi susu sapi, Chron’s disease, Infeksi non-GIT, Defisiensi

imun, Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra

1.6 Mekanisme Diare

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau

sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:

1. Pembagian diare menurut etiologi

2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan :

a. Absorbsi

b. Gangguan sekresi

3. Pembagian diare menurut lamanya diare:

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non - infeksi.

c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

19

Page 20: aditia (3)

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling

tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:

1. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.

Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac

sprue, atau karena:

a. mengkonsumsi magnesium hidroksida

b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih

besar

c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus

halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan

hiperosmolaritas1. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah

maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeable, air akan mengalir

kearah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus.

Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan

terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Natrium yang normal.

Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap

tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti

Magnesium, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi

kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan - bahan seperti

karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah

berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.

2. Malabsorbsi umum.

Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino,

dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan

sel (yang secara normal akan menyerap Natrium dan air) dapat disebabkan virus atau

kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter1. Sel tersebut juga dapat rusak

karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin, atau obat - obat tertentu.

Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah

atrofi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis,

dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal

membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein

20

Page 21: aditia (3)

lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas

menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.

Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan

kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,

malabsorbsi, dan akhirnya menyebabkan diare osmotik1. Steatorrhe berbeda dengan

malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,

tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi ion

klorida sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena

kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi kongenital

laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian magnesium hydroxide (misalnya

susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon

iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan

kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi karbohidrat, setelah mengalami

diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan

mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan

absorpsi nutrisi laktose.

3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik.

a. Hiperplasia kripta

Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi

intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi1.

b. Luminal secretagogues

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan

bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy,

serta asam lemak rantai panjang.

Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi

intrasel cAMP, cGMP, atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase1.

Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga

mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan ion klorida di kripta keluar.

Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus

bersama ion klorida.

Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.

Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan

permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat

21

Page 22: aditia (3)

menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit

Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan

konsentrasi garam empedu, lemak.

c. Blood-borne secretagogues

Diare sekretorik pada anak - anak di negara berkembang, umumnya disebabkan

enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara

maju,diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau

tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti

VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non -

beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma

watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA) 1. Diare yang disebabkan tumor ini

termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral

berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa

usus dalam keadaan normal.

4. Diare akibat gangguan peristaltik.

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan

motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan

motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan

bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat - obatan atau

nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan

stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjungasi garam empedu, dan malabsorbsi. Diare

akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena

hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi1. Gangguan motilitas mungkin

merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan

berbagai penyakit lain.

5. Diare inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.

Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam

pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan

seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk di lumen. Biasanya diare

akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare

sekretorik.

22

Page 23: aditia (3)

Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,

menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi.

Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan

fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes

J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada

perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada

cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen

tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida

yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.difficile akan menginduksi

kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi

proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight

junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

6. Diare terkait imunologi

Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan

IV1. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.

Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV

terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen

yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya

akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi

aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan

mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III

terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang

mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan

Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas

berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat

peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke

sel Th 1 yang MHC-II dependen1. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF,

dan IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan

kerusakan jaringan.

Berbagai mediator diatas kan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat

kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.

1.7 Manifestasi Klinis

23

Page 24: aditia (3)

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila

terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal

bisa berupa diare, kram perut, dan muntah1. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi

tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion

natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah

dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,

asidosis metabolis dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya

karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular, dan kematian bila tidak

diobati dengan tepat1. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi

isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat

dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain:

vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,

hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. Gejela neurologik dari infeksi usus bisa

berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan

kelemahan otot (C.botulinum) 1.

Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya

sembuh, contoh1:

Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait

Manifestasi Enteropatogen terkait

Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter, Clostridium

difficile

Guillain Barre Syndrome Camphylobacter

Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella

IgA nephropathy Camphylobacter

Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella

Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia

Hemolytic Uremic

Syndrome

S. dysentrie, E. coli

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas

badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat

24

Page 25: aditia (3)

dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya

usus besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin

disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:

enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptpsporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare8. Biasanya penderita tidak

panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan

bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien imunocompromise

memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis

sangat penting1.

Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC KoleraMasa tunas 17 -72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jamPanas + ++ ++ - ++ -Mual muntah Sering Jarang Sering + - SeringNyeri perut Tenesmus Tenesmus

crampTenesmus

kolik- Tenesmus

crampCramp

Nyeri kepala - + + - - -Lamanya sakit

5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari

Sifat tinjaVolume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit BanyakFrekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus

menerusKonsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek CairDarah - Sering Kadang - + -Bau Langu ± Busuk + - AmisWarna Kuning hijau Merah hijau Kehijauan Tak berwarna Merah hijau Air cucian

berasLeukosit - + + - - -Lain - lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi

sistemik±

*ETEC: enterotoxigenic eschericia coli,, EIEC: enteroinvasive eschericia coli

1.8 Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,

volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:

volume dan frekuensinya5. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 - 8

25

Page 26: aditia (3)

jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau

penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah

dilakukan ibu selama anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke

Rumah Sakit dan obat - obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya5.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut

jantung dan pernapasan serta tekanan darah9. Selanjutnya perlu dicari tanda - tanda utama

dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda - tanda tambahan

lainnya: ubun - ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air

mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah5,9.

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik5 . Bising

usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu

karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi1.

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu

dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan

menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lain - lain dapat

dilihat pada table berikut.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20031

Simptom Minimal atau tanpa dehidrasi

kehilangan BB < 3%

Dehidrasi ringan-sedang

kehilangan BB 3 – 9%

Dehidrasi berat

kehilangan BB >9%Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah,

irritableApatis, letargi, tidak sadar

Denyut jantung

Normal Normal - meningkat Takikardi, bradikardi pada kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal - melemah Lemah, kecil, tidak teraba

Pernapasan Normal Normal - cepat Dalam Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekungAir mata Ada Berkurang Tidak adaMulut dan lidah

Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detikCapillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimalExtremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotikKencing Normal Berkurang Minimal

26

Page 27: aditia (3)

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951,11

Penilaian A B CKeadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau

tidak sadarMata Normal Cekung Sangat cekung dan

keringAir mata Ada Tidak ada Kering Mulut dan lidah Basah Kering Sangat keringRasa haus Minum biasa tidak

haus*Haus, ingin minum banyak

*Malas minum atau tidak bisa minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat lambatHasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan /

sedang Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain

Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan - Maurice King (1974) 1

Bagian tubuh yang diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk

Mengigau, koma atau syok

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurangMata Normal Sedikit cekung Sangat cekungUbun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekungMulut Normal Kering Kering dan sianosisDenyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

* Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0,1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian

dijumlahkan

Nilai 0 - 2 = tanpa / dengan dehidrasi ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12=

Berat

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,

hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak

diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi

berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada sepsis atau infeksi

saluran kemih.

27

Page 28: aditia (3)

Pemeriksaan laboratorium yang kadang - kadang diperlukan pada diare akut: 1

Darah Darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan tes

kepekaan terhadap antibiotika.

Urin Urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

Tinja Makroskopik

Mikroskopik

Tinja: Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare

meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus

atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh

infeksi diluar saluran gastrointestinal4,6.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang

menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau

parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapatdarah biasanya

bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada

permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis - garis darah pada tinja. Tinja yang

berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan

Strongyloides6.

Tinja: Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi

tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit

dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.

Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman

yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.

enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides1.

Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit

mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang

terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang

menyebabkan diare pada umuumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak.

Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat

28

Page 29: aditia (3)

riwayat baru saja berpergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen,

diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai

menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan

strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi, atau biopsi duodenum atau

yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian

atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan specimen tinja. Biopsi duodenum adalah

metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis, dan protozoa

yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik

tinja segar4. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada

tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.

Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.

Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi. Serologis

test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic

Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada

penderita immunocompromised1.

Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. enterocolitica, V. cholerae, V.

Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7, dan Campylobacter

membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada

label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi4. Deteksi toksin C.

difficile sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin

membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau

penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan

laboratorium pendahuluan.

Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen1:

Tes Laboratorium Organisme diduga / identifikasiMikroskopik : Lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksinTrophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytica, Cryptosporidium, I. belli,

Cyclospra Rhabditiform larva StrongyloidesSpiral atau basil Gram - berbentuk S

Camphylobacter jejuni

Kultur tinja Standard E. coli, Shigella, Salmonella, Camphylobacter jejuniSpesial Y. enterocolitica V. cholerae, V. parahaemolyticus, C.

difficile, E. coli O 157:H7Enzyme imunoassay atau latex Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C. difficile

29

Page 30: aditia (3)

aglutinasiSerotyping E. coli O 157:H7, EHEC, EPECLatex aglutinasi setelah broth enrichment

Salmonella, Shigella

Tes yang dilakukan di laboratorium riset

Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC, PCR untuk genus yang virulen

1.9 Terapi

Rehidrasi bukanlah satu - satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Tujuan terapi

adalah untuk memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk

mengobati pasien. Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi

semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang

dirawat di rumah sakit, yaitu1:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua

I. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit

formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama

disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh,

terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir - akhir ini dengan tingkat

sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus1. Diare karena virus tersebut

tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, pada ahli diare

mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah8.

Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan

risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah2. Keamanan oralit ini

sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada

oralit formula lama. Oralit baru dengan osmolaritas yang rendah ini juga menurunkan

kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20%

serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah

direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non - kolera pada anak1.

30

Page 31: aditia (3)

Komposisi Oralit Baru Osmolaritas Rendah

Mmol/liter

Natrium 75Klorida 65

Glucose, anhydrous 75Kalium 20Sitrat 10

Total Osmolaritas 245

Ketentuan pemberian oralit formula baru2:

1. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.

2. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24

jam.

3. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50 - 100 ml tiap kali BAB.

b. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100 - 200 ml tiap BAB.

4. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan

harus dibuang.4

II. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu

makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan

secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien1. Lebih lanjut lagi, ditemukan

bahwa pemberian zinc pada anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah

tinja/cairan yang dikeluarkan.

Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan

yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk

pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,

adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan1. Zinc juga berperan dalam system kekebalan

tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada

efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap

proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat

meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi

epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang

31

Page 32: aditia (3)

mempercepatkan pembersihan patogen dari usus1. Pemberian zinc dapat menurunkan

frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi

pada anak.

Dosis zinc untuk anak - anak: 1

Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan : 20 (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10 - 14 hari berturut - turut meskipun anak telah sembuh dari

diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk

anak - anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau

oralit.

III. ASI dan makanan tetap diteruskan

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada

waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.

Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan

menandakan fase penyembuhan.

IV. Antibiotik selektif

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.

Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena

akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan

menyebabkan diare sulit disembuhkan3. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional

akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan

yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan

resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,

dan trimetoprim sulfametosazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi

melalui mekanime berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,

perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik, dan perubahan permeabilitas

membrane terhadap antibiotik.

V. Nasihat pada ibu atau pengasuh

Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,

sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari1,3.

32

Page 33: aditia (3)

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu

penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit

dan memberantas organism penyebab. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi

terdapat beberapa pertimbangan terapi:

1. Terapi cairan dan elektrolit.

2. Terapi diit.

3. Terapi non spesifik dengan antidiare.

4. Terapi spesifik dengan antimikroba.

Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara

berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya malah dalam

keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih

berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan

dari 1 000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam

keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai

komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data

diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara

sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per - oral serta melanjutkan pemberian

makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan terapi

antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara

parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.

A. Pengobatan diare tanpa dehidrasi ~ Terapi Rehidrasi Oral (TRO)

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga untuk

mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya.

Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan

adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50 - 100 ml, 1 - 5 tahun adalah 100

- 200 ml, 5 - 12 tahun adalah 200 - 300 ml dan dewasa adalah 300 - 400 ml setiap BAB1,6.

Untuk anak dibawah 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1

sendok setiap 1 sampai 2 menit3. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir

atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit

kemudian mulai lagi perlahan - lahan misalnya 1 sendok setiap 2 - 3 menit. Pemberian cairan

ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan

33

Page 34: aditia (3)

yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit - sedikit tetapi sering

(lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah - buahan diberikan terutama pisang.

Makanan yang merangsang (seperti makanan yang pedas, asam, atau terlalu banyak lemak)

jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan

pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan anak bertambah

berat serta jatuh dalam dehidrasi ringan - sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi

ringan - sedang.

B. Pengobatan diare dehidrasi ringan - sedang ~ Terapi Rehidrasi Oral (TRO)

Penderitadiare dengan dehidrasi ringan - sedang harus dirawat di sarana kesehatan

dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam

pertama 75 cc/kgBB1,6. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat,

perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu:

untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1 - 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml

dan dewasa adalah 2400 ml3,6. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang

sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda -

tanda dehidrasi.

Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberikan lagi. Sebaliknya

bila dengan volume di atas, kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus

dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata

sudah hilang dapat diberikan lagi.

Apabila karena sesuatu hal, pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per - oral,

oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20

ml/kgBB/jam1. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau

memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat

dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada

pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan

dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik

adalah pemberian cairan parenteral.

C. Pengobatan diare dehidrasi berat ~ Terapi Rehidrasi Parenteral (TRP)

Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.

Pengobatan terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parentral. Pasien yang masih dapat minum

meskipun hanya sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infuse terpasang. Semua anak

34

Page 35: aditia (3)

harus diberikan oralit selama pemberian cairan intravena (± 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat

minum dengan baik, biasanya dalam 3 - 4 jam (untuk bayi) atau 1 - 2 jam (untuk anak yang

lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang

mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk

rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara

pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70

cc/kgBB. Diatas 1 tahun ½ jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70

cc/kgBB1,6.

Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat dipercepat.

Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan

selanjutnya yang sesuai yaitu: pengobatan diare dengan dehidrasi ringan - sedang atau

pengobatan diare tanpa dehidrasi7.

D. Seng (Zinc)

Defisiensi seng sering didapatkan pada anak - anak di negara berkembang dan

dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi

yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang

penting antara lain untuk sintesis DNA7,13. Pada sistematik review dari 10 RCT yang

semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi

seng dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat

menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih

sama dengan hasil yang dicapai upaya preventif yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi

dan pemberian ASI13. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan

seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg perhari selama 10 - 14 hari, dan pada bayi <

6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 10 - 14 hari1,13.

E. Pemberian makanan selama diare

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.

Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak yang anak mampu

menerima1. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya akan timbul kembali

setelah dehidrasi teratasi7. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepatkan

kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi

berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak

35

Page 36: aditia (3)

dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan

sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan

yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai, dan pola

makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak

diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak yang sehat. Bayi yang minum ASI harus

diberikan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus

diberikan susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau

penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila

pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi

dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan

terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap

dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya

diminum secara bertahap selama 2 - 3 hari.

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau

padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari

makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk

untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada

umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih

besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat, misalnya nasi,

kentang, roti, gandum, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat

ditambahkan 5 - 10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit

sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan

kacang - kacangan dan sayur - sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan.

Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau

makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan,

minuman ringan sebaiknya dihindari.

F. Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak yang dia mau selama diare, beberapa

kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia bera1t. Oleh

karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah

sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan

pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada

36

Page 37: aditia (3)

keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori

dari biasanya7.

G. Terapi medikamentosa

Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika,

antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat

mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik

sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak dengan usia kurang dari 2 - 3

tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat - obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan

diare akut.

(i). Antibiotik

Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena

sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat

dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 - 20%) yang disebabkan oleh

bakteri patogen seperti V. Cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. Coli, Salmonella,

Camphylobacter dan sebagainya1.

Antibiotik pada diare1

Penyebab Antibiotik Pilihan AlternatifKolera Tetrasiklin

12,5 mg/kgBB4x sehari selama 3 hari

Erythromycin12,5 mg/kgBB4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentery Ciprofloxacin15 mg/kgBB2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam20 mg/kgBB4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxon50 - 100 mg/kgBB1x sehari IM selama 2 - 5 hari

Amoebiasis Metronidazole10 mg/kgBB3x sehari selama 5 hari atau 10 hari pada kasus berat

Giardiasis Metronidazole5 mg/kgBB3x sehari selama 5 hari

(ii). Obat antidiare

Obat - obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis

dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat -

obat ini diantaranya:

37

Page 38: aditia (3)

Adsorben (kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine)

Obat - obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya

untuk mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang

menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan untuk melindungi

mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari

penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas (loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropin,

tinctura opii, paregoric, codein)

Obat - obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan

tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan

ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan

memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada

dosis normal. Tidak satupun dari obat - obatan ini boleh diberikan pada bayi dan

anak dengan diare.

Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada

anak dengan diare akut sebanyak 30%. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan.

(iii). Antiemetik

Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat

menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh

karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena

biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.

1.10 Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa

diantaranya membutuhkan pengobatan khusus1.

Gangguan Elektrolit

(i). Hipernatremia

38

Page 39: aditia (3)

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan

berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan - lahan.

Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat

menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara

terbaik dan paling aman.

Koreksi rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan caitan 0.45% saline - 5%

dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi.

Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila

sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk

rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10

mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya

pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap

BAB, sampai diare berhenti.

(ii). Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung

sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi pada

anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan

efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatemi. Bila tidak berhasil, koreksi

Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau

Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksan dikalikan

0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16

jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam1.

(iii). Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium

glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v pelan - pelan dalam 5 - 10 menit dengan monitor detak

jantung1.

(iv). Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika

kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L

maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya:

39

Page 40: aditia (3)

(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian

20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB) 1,10.

Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi

ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi

dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan

sesudah diare berhenti.

1.11 Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral

Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya

pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak

dapat minum, kembung, dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan -

keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.

Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang

sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena

hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia,

kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40ºC, hipernatremi atau hiponatremi1.

1.12 Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara10:

1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.

Kuman - kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral.

Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran

ini.

Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar.

b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.

c. Penggunaan air bersih yang cukup.

d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air

besar dan sebelum makan.

e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.

f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).

40

Page 41: aditia (3)

Cara - cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan

dapat mengurangi risiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan

dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

c. Imunisasi campak.

1.13 Probiotik dan Prebiotik

Akhir - akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam

pencegahan diare.

A. Probiotik

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang

difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora

intestinal yang lebih baik12,13. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian

probiotik dalam waktu yang panjang terutama untukbayi yang tidak minum ASI. Pada

sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (European Society of

Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan -

laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk

tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi

dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus bila diberikan pada bayi

dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka

kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada

kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik12. Penelitian Phuapradit P.

dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula

yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus

lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus13.

Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di

Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare

terutama pada anak - anak usia 18 - 29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9

episode/anak/tahun dengan p = 0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia

tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu

formula yang disuplementasi dengan probiotik12.

D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama -

sama dengan antibiotika mengurangi resiko “antibiotic-associated diarrhea”.

41

Page 42: aditia (3)

Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui:

perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba

terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen

pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus

melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi12.

Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif

terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk

efektivitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada

percobaan klinis dikatakan aman.

B. Prebiotik

Prebiotik bukan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya

kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora

intestinal yang menguntungkan kesehatan.

Oligosakarida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik

oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria dalam

kolon bayi yang minum ASI12. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih

rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun

2003, bayi - bayi dikomunitas yang diberi sereal yang disuplementasi dengan

Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare12.

Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT

yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukan

adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat

FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.

Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu

menunggu penelitian - penelitian selanjutnya.

Tinjauan Pustaka

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-

Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi

IDAI. 2010:87-110

42

Page 43: aditia (3)

2. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:

Sagung Seto. 2007:1-24

3. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi

Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53

4. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition. United

Stated of Amrica, Lippincot wiliams

5. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and

Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based

Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of

Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.

6. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan

Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.

7. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the tight

junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam http:www.glut.bmj.com.

[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].

8. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman

Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO

Indonesia.2009.

9. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta

Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.

10. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea and

respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.

11. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and inflammation.

Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159

12. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita

Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111

13. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated Guidelines for

use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.

14. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban

population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.

15. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.

Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

43