abc
Post on 07-Dec-2015
212 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SKENARIO A BLOK 17
Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan disertai
BAK seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada. 10 hari yang lalu Nn. Anita
mengalami demam tinggi terus menerus. Nn. Anita hanya mengkonsumsi obat penurun
panas dan keluhan demam berkurang. Ibu dan Nn. Anita diketahui mengidap Hepatitis B
sejak 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran kompos mentis, BB : 50 kg, TB : 158 cm.
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 90x/menit, Pernapasan : 20x/menit, Suhu : 36,70 C.
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala : Sklera Ikterik +/+, konjungtiva tidak anemis
Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : inspeksi datar, palpasi lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus costae,
tepi tumpul, konsistensi lunak, nyeri tekan (+), perkusi shifting dullness (-).
Ekstremitas : palmar erythema (-), akral pucat (-), edema perifer (-).
Pemeriksaan Laboratorium:
- Hb : 12,3 g/dl - Ht : 36 vol%
- Leukosit : 8.800/mm3 - Trombosit : 267.000/mm3
- LED : 104 mm/jam - Bil tot : 9,49 mg/dl
- Bil direk : 8,94 mg/dl - Bil Indirek : 0,55 mg/dl
- SGOT : 295 u/l - SGPT : 376 u/l
- HBsAg (+) - Anti HBs (-)
- Anti HAV IgM (-)
- HBeAg (-) - Anti HBc IgM (-)
I. ANALISIS MASALAH
1. Nn. Anita, seorang mahasiswi, usia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat
RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan
disertai BAK seperti teh tua. Keluhan BAB dan gatal-gatal tidak ada.
a. Apa hubungan umur dan jenis kelamin pada kasus ini?
b. Bagaimana mekanisme BAK seperti teh tua pada kasus ini?
Pada penyakit hepatoseluler (hepatitis dan sirosis) biasanya terdapat gangguan
pada ketiga tahap yang penting dalam metabolisme bilirubin, yaitu ambilan,
konjugasi, dan ekskresi. Namun demikian, ekskresi merupakan tahap yang
membatasi kecepatan metabolisme dan biasanya sebagian besat akan terganggu.
Terganggunya ekskresi bilier bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan
menimbulkan reentry pigmen ini ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul
hiperbilirubinemia yang didominasi oleh bentuk terkonjugasi dan bilirubinuria.
Mekanisme reentry tersebut tidak diketahui, sekalipun kemungkinan besar
gangguan eksresi kanalikuler menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi di dalam sel yang kemudian berdifusi atau diangku lewat sinusoid ke
dalam darah. Disamping itu, nekrosis hepatoseluler dapat mempermudah ruptur
kanalikuli biliaris hingga terjadi refluks langsung getah empedu ke dalam sinusoid
hepar.
2. 10 hari yang lalu Nn. Anita mengalami demam tinggi terus menerus. Nn. Anita hanya
mengkonsumsi obat penurun panas dan keluhan demam berkurang.
a. Bagaimana mekanisme demam tinggi pada kasus ini?
3. Pemeriksaan Laboratorium:
- Hb : 12,3 g/dl - Ht : 36 vol%
- Leukosit : 8.800/mm3 - Trombosit : 267.000/mm3
- LED : 104 mm/jam - Bil tot : 9,49 mg/dl
- Bil direk : 8,94 mg/dl - Bil Indirek : 0,55 mg/dl
- SGOT : 295 u/l - SGPT : 376 u/l
- HBsAg (+) - Anti HBs (-)
- Anti HAV IgM (-)
- HBeAg (-) - Anti HBc IgM (-)
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab?
Pada Kasus Nilai Normal Interpretasi
Hemoglobin 12,3 g/dl 12-15,8 g/dl Normal
LED 104 mm/jam 0-20 mm/jam Meningkat
Hematokrit 36% 35,4-44,4 % Normal
Trombosit 267.000/ mm3 165.000-
415.000/mm3
Normal
Leukosit 8.800/ mm3 3.500-9.000/mm3 Normal
Bilirubin Total 9,49 mg/dl 0,3-1,3 mg/dl Meningkat
Bilirubin Direk 8,94 mg/dl 0,1-0,4 mg/dl Sangat meningkat
Bilirubin Indirek 0,55 mg/dl 0,2-0,9 mg/dl Normal
SGOT/ AST 295 u/l 12-38 u/l Meningkat
SGPT/ ALT 376 u/l 7-41 u/l Meningkat
HBsAg (+) (-) Abnormal
b. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Fungsi hati sebagai penghasil bilirubin
80% bilirubin yang beredar berasal dari sel darah merah yang tua. Setelah eritrosit
dalam sirkulasi darah mencapai akhir rentangan usia normalnya yaitu 120 hari, sel-sel
tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloemdotelial. Oksidasi sebagian heme
yang berdisosiasi hemoglobin ini akan menghasilkan biliverdin yang selanjutnya
dimetabolisme menjadi bilirubin.
Bilirubin tidak terkonjugasi akan terikat erat tetapi secara nonkovalen dengan
albumin. Anion organik tertentu seperti sulfonamid dan salisilat bersaing dengan
bilirubin untuk mendapatkan tempat-tempat pengikatan pada albumin. Bilirubin tidak
terkonjugasi ini akan dibawa ke hepar.
Hepar mempunyai peranan sentral dalam metabolisme pigmen-pigmen empedu.
Proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1. Ambilan hepatik
Bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat pada albumin akan dibawa ke dalam sel
hepar tempat kompleks tersebut berdisosiasi dan bilirubin nonpolar memasuki
hepatosit melalui difusi atau transport melintasi membran plasma. Proses ambilan dan
penyimpanan bilirubin selanjutnya dalam hepatosit meliputi pengikatan bilirubin pada
protein pengikat-anion sitoplasmik, khususnya ligandin (glutation-S-transferase-B)
yang mencegah aliran bilirubin kembali ke plasma.
2. Konjugasi
Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali
bila jenis ini terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin.
Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi
derivat yang larut air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama
dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukoronat hingga terbentuk
bilirubin glukoronid. Reaksi konjugasi terjadi di dalam retikulum endoplasmik
hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosil transferase dalam reaksi
dua tahap.
Bilirubin bilirubin monoglukoronid bilirubin diglukoronid
3. Ekskresi ke dalam empedu
Pada keadaan normal, hanya bilirubin terkonjugasi yang dapat diekskresikan ke
dalam empedu. Meskipun keseluruhan proses belum dipahami dengan jelas, ekskresi
bilirubin tampaknya merupakan proses dependen-energi yang terbatas pada membran
kanalikularis.
Setelah diekskresikan ke dalam empedu, bilirubin terkonjugasi diangkut melalui
saluran bilier ke duodenum. Bilirubin terkonjugasi tidak diabsorbi kembali oleh
mukosa usus. Bilirubin ini akan diekskresikan tanpa perubahan ke dalam feses atau
dimetabolisme oleh bakteri ileum dan kolon menjadi urobilinogen serta produk yang
ada hubungannya. Urobilinogen dapat diserap kembali dari usus halus serta kolon dan
memasuki sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen portal diambil oleh hepar dan
diekskresikan kembali ke dalam empedu, sisanya akan memintas hepar serta
diekskresikan oleh ginjal.
2. Hepatitis B
Definisi Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.31 Infeksi virus
hepatitis B suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati
yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi,
imunoserologik, dan morfologik.
Struktur Virus Hepatitits B
Virus Hepatitis B tampak dibawah mikroskop elektron sebagai partikel dua lapis
berukuran 42 nm yang disebut partikel Daen. Lapisan luar virus ini terdiri atas
antigen, disingkat HbsAg. Antigen permukaan ini membungkus bagian dalam virus
yang disebut partikel inti atau core.
Partikel inti ini berukuran 27 nm dan dalam darah selalu terbungkus oleh antigen
permukaan. Sedangkan antigen permukaan selain merupakan pembungkus patikel inti,
juga terdapat dalam bentuk lepas berupa partikel bulat berukuran 22 nm dan partikel
tubular yang berukuran sama dengan panjang berkisar antara 50 – 250 nm. Struktur
virus dapat dilihat seperti dibawah ini :
Epidemiologi
Indonesia digolongkan sebagai negara dengan kategori endemisitas sedang sampai
tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan dari 10.391
serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg positif 9,4% yang berarti 1 dari 10 penduduk
Indonesia pernah terinfeksi hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk
Indonesia maka jumlah penduduk hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang
(Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data Depkes RI (2010), resiko penularan pada hepatitis B sebesar 27%-
37%. Berdasarkan data WHO (2011), dari 35 juta petugas kesehatan di seluruh dunia,
3 juta diantara nya menerima paparan perkutan dari spesimen darah yang patogen
setiap tahunnya ; 2 juta diantaranya menerima paparan virus hepatitis B. Paparan ini
menghasilkan sekitar 70.000 infeksi hepatitis B. Lebih dari 90% infeksi ini terjadi di
negara berkembang.
Sumber dan Cara Penularan Hepatitis B
1. Darah
2. Saliva
3. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
4. Feces dan urine
5. Lain-lain: Sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk
atau serangga penghisap darah.
Patologi
Hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-
mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan
mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari
nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA
tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk membentuk protein
bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke
peredaran darah, mekanisme terjadinyakerusakan hati yang kronik disebabkan karena
respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada
atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai
infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis
akut fulminan.
Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal
dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten.
Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah
portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi
hepatitis kronik aktif.
\
Hepatitis B Akut
Perjalanan hepatitis B akut terjadi dalam empat (4) tahap yang timbul sebagai akibat
dari proses peradangan pada hati yaitu :
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi yang merupakan waktu antara saat penularan infeksi dan saat
timbulnya gejala/ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, biasanya 60-75 hari. Panjangnya
masa inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan,
makin besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi.
2. Fase Prodromal
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala dan ikterus. Keluhan yang sering terjadi seperti : malaise, rasa lemas, lelah,
anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan pada indera perasa dan penciuman, panas
yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di abdomen, dan
perubahan warna urine menjadi cokelat, dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul
ikterus, fase prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.
3. Fase Ikterus
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan
berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih terus berlangsung, dan nyeri
abdomen kanan atas bertambah. Untuk deteksi ikterus, sebaliknya dilihat pada sklera
mata. Lama berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu.
4. Fase Penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan,
walaupun rasa malaise dan cepat lelah kadang masih terus dirasakan, hepatomegali
dan rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya berkisar antara 2-21
minggu.
Hepatitis B Kronis
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari
enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.Perjalanan hepatitis B kronik
dibagi menjadi tiga (3) fase penting yaitu :
1. Fase Imunotoleransi Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun
tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi, tetapi
tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB ada dalam fase
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi. 2. Fase Imunoaktif (Fase clearance)
Pada sekitar 30% individu dengan persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi
VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan
konsentrasi Alanine Amino Transferase (ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai
kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut
akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel
hati yang berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi
negatif dan anti HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.
Penderita infeksi VHB kronis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Pengidap HBsAg positif dengan HBeAg positif
Pada penderita ini sering terjadi kenaikan ALT (eksaserbasi) dan kemudian penurunan
ALT kembali (resolusi). Siklus ini terjadi berulang-ulang sampai terbentuknya anti
HBe. Sekitar 80% kasus pengidap ini berhasil serokonversi anti HBe positif, 10%
gagal serokonversi namun ALT dapat normal dalam 1-2 tahun, dan 10% tetap
berlanjut menjadi hepatitis B kronik aktif.
2. Pengidap HBsAg positif dengan anti HBe positif Prognosis pada pengidap ini
umumnya baik bila dapat dicapai keadaan VHB DNA yang selalu normal. Pada
penderita dengan VHB DNA yang dapat dideteksi diperlukan perhatian khusus oleh
karena mereka berisiko menderita kanker hati.
3. Pengidap hepatitis B yang belum terdiagnosa dengan jelas. Kemajuan pemeriksaan
yang sangat sensitif dapat mendeteksi adanya HBV DNA pada penderita dengan
HBsAg negatif, namun anti HBc positif.
HIPOTESIS
Nn. Anita 21 tahun menderita Hepatitis B.
top related