repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 23253 › chapter...
Post on 26-Feb-2020
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Tumbuhan
Tumbuhan gambas berasal dari India kemudian menyebar ke berbagai
negara yang beriklim tropis. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Cina, Jepang
serta negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan
Filipina (Rukmana, 2000)
Tumbuhan gambas berbatang lunak dengan bentuk segi lima, tumbuh
merambat atau menjalar, serta mempunyai sulur yang digunakan sebagai alat
untuk merambat. Sulur muncul dari ketiak daun, berbentuk spiral dan mempunyai
bulu yang lebih panjang dari pada bulu-bulu batang. Daunnya tunggal berwarna
hijau tua, bentuk lonjong (silindris) dengan pangkal mirip bentuk jantung, puncak
daun meruncing dan permukaan daun kasar. Daun berukuran panjang 10 cm - 25
cm dan bertangkai sepanjang 5 cm – 10 cm, tulang daun menonjol pada
permukaan bawah. Bunganya berkelamin satu (monoecus) yaitu bunga jantan dan
betina terdapat dalam satu tanaman. Bunganya berwarna kuning, dapat menyerbuk
sendiri (self pollination) dan menyerbuk silang (cross pollination). Buah gambas
berbentuk bulat panjang dengan bagian pangkal kecil. Buah berukuran panjang
15–60 cm, lebar 5–12 cm dengan diameter 5–8 cm. Tiap buah berbiji banyak dan
tiap biji berukuran 11-13 mm x 7–9 mm dengan struktur kulit agak keras
(Rukmana, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Buah yang sudah tua berwarna hijau kecoklatan hingga kuning coklat, dan
kulit biji berwarna hitam dan keras. Buah yang sudah tua mengandung serat-serat
kasar yang sering dipergunakan sebagai spons (Stephens, 2003).
Sistematika tumbuhan gambas adalah sebagai berikut (Rukmana, 2000):
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Sympetalae
Bangsa : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Luffa
Spesies : Luffa acutangula (L.) Roxb.
2.2. Uraian Kimia
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit,
banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang
umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.
Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit
menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah
dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan
Mulyani, 2004).
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya
dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin
steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin
triterpenoida (Farnsworth, 1966)
Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur
aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe steroida dan
tipe triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-
3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan
satuan-satuan isoprenoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Tipe aglikon senyawa saponin dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Farnsworth,
1966):
COOH
Saponin steroida terdapat pada tumbuhan monokotil maupun dikotil,
contohnya diosgenin yang terdapat pada Dioscorea hispida, dan hecogenin yang
terdapat pada Agave americana (Gunawan dan Mulyani, 2004).
HO HO
sapogenin steroida sapogenin triterpenoida
a. Saponin Steroida
Universitas Sumatera Utara
Saponin triterpenoida banyak terdapat pada tumbuhan dikotil seperti:
gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp., dan asam glisiretat terdapat pada
Glycyrrhiza glabra (Gunawan dan Mulyani, 2004).
HO HO
Diosgenin Hekogenin
b. Saponin Triterpenoida
H
HO HO
Gipsogenin Asam glisiretat
2.3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
tertentu (Depkes, 2000).
Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak, merupakan sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
(Depkes, 2000).
CHO
COOH
COOH
Universitas Sumatera Utara
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu (Depkes,
2000):
A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik, sedangkan maserasi yang dilakukan dengan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses
perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat).
B. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
2. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan terus-menerus pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan menggunakan alat Soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o
Kromatografi kolom adalah kromatografi serapan yang dilakukan di dalam
kolom, merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran
dalam jumlah besar. Campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita
C
selama waktu 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur sampai
titik didih air selama 30 menit atau lebih.
2.4. Metode pemisahan dan pemurnian
Teknik yang paling umum dipakai untuk pemisahan dan pemurnian suatu
senyawa adalah cara kromatografi antara lain kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis.
2.4.1. Kromatografi kolom
Universitas Sumatera Utara
dibagian atas fase diam yang berada pada tabung kaca. Fase gerak dibiarkan
mengalir melalui kolom yang disebabkan oleh gaya grafitasi. Pita senyawa yang
terlarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan
dikumpulkan berupa fraksi-fraksi pada saat keluar dari bawah kolom (Gritter,
1991).
Fase gerak yang digunakan pada kromatografi kolom haruslah sudah
ditentukan sebelumnya agar didapatkan pemisahan yang diinginkan. Hal ini
disebabkan karena kromatografi kolom memerlukan waktu lama dan bahan yang
cukup banyak. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah
ini yaitu dengan penelusuran pustaka, menerapkan data KLT dan pemakaian elusi
landaian umum mulai dari pelarut non polar sampai pelarut polar
(Sastrohamidjojo, 1990).
2.4.2. Kromatografi lapis tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi serapan dimana fase
diam berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) berupa lapisan tipis dan
fasa gerak berupa zat cair yang disebut larutan pengembang. KLT dapat dipakai
untuk 2 tujuan, yaitu (Gritter, dkk, 1991):
1) sebagai metode untuk mendapatkan hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif,
2) dipakai untuk mengetahui sistem pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi
kolom.
Fasa diam (penyerap) dapat dibagi dua, jenis polar dan non polar.
Penyerap polar meliputi berbagai oksida organik seperti silika, alumina, magnesia,
magnesia silikat. Penyerap non polar yang biasa digunakan adalah arang. Fasa
Universitas Sumatera Utara
diam ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan berupa
bercak atau pita. Setelah plat diletakkan didalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama
pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi (Gritter, dkk, 1991)
Pada KLT yang penting diperhatikan dari penyerapnya adalah ukuran
partikel dan homogenitasnya. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25
mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah
menggunakan penyerap yang butirannya halus.Beberapa contoh penyerap yang
biasa digunakan untuk pemisahan dalam KLT adalah silika gel, alumina, selulosa,
dan pati (Sastrohamidjojo, 1990).
Pada umumnya dipakai larutan 0,1-1%. Pelarut yang terbaik untuk
melarutkan campuran adalah pelarut yang bertitik didih antara 50-1000
Rf = jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan
jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1990):
C karena
pelarut yang demikian mudah menguap dari lapisan (Gritter, 1991).
Dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi digunakan harga
Rf yang didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,1990):
1. Struktur kimia
2. Sifat dari penyerap
Universitas Sumatera Utara
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
4. Pelarut dan derajat kemurniannya
5. Derajat kejenuhan bejana pengembangan
6. Teknik percobaan
7. Jumlah cuplikan yang digunakan
8. Suhu
9. Kesetimbangan
2.5. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)
Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel. Sebagai sumber cahaya
biasanya digunakan lampu hidrogen. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan
dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator.
Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan
menyebabkan elektron terluarnya tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi
(Dachriyanus, 2004).
Energi keseluruhan dari suatu molekul adalah jumlah energi elektroniknya,
energi getar dan energi rotasi. Energi yang diserap dalam transisi elektronik suatu
molekul dihasilkan dari transisi elektron valensi dalam molekul-molekul tersebut.
Transisi ini terdiri dari eksitasi dari suatu elektron suatu orbital yang ditempati ke
orbital berikutnya yang berenergi lebih tinggi. Hubungan antara energi yang
diserap dalam transisi elektronik dinyatakan dengan:
ΔE = h v = λ
h c
Universitas Sumatera Utara
dimana ΔE = energi yang diserap
h = tatapan Planck (6,6 x 10-27 erg detik)
c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
v = frekuensi (Hz)
λ = panjang gelombang
Energi yang diserap bergantung pada perbedaan energi antara tingkat dasar
dan tingkat tereksitasi. Semakin kecil perbedaan energi semakin besar panjang
gelombang dari serapan. Kelebihan energi dalam tingkat tereksitasi dapat
dihasilkan dalam disosiasi atau ionisasi dari molekul-molekul atau mungkin
dipancarkan sebagai panas atau cahaya (Silverstein, 1986).
2.6. Spektrofotometri Inframerah (IR)
Sinar inframerah adalah spektrum elektromagnetik yang terletak diantara
daerah tampak dan spektrum radio, yaitu antara bilangan gelombang 4000-400
cm-1
Bagi kimiawan organik sebagian besar kegunaannya terbatas antara
bilangan gelombang 4000 cm
. Bila sinar inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan senyawa organik
maka sejumlah sinar dengan bilangan gelombang tertentu diserap, sedangkan
sinar dengan bilangan gelombang yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa
diserap (Noerdin, 1986).
-1 dan 666 cm-1. Letak pita di dalam spektrum
inframerah dinyatakan dengan ukuran bilangan gelombang (cm-1) yang secara
langsung berbanding lurus dengan energi getaran. Intensitas pita dinyatakan
dengan transmitan (T) atau absorbansi (A). Transmitan adalah perbandingan
Universitas Sumatera Utara
antara kuat sinar yang ditransmisikan oleh sebuah cuplikan dan kuat sinar yang
diterima oleh cuplikan tersebut sedangkan absorban adalah kebalikan transmitan
(Silverstein, 1986).
Dalam molekul sederhana beratom dua atau tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi
tersebut dengan energi serapan. Tapi untuk molekul-molekul beratom banyak,
analisa jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama
sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat-pusat vibrasi
melainkan juga karena harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi
(interaksi) beberapa pusat vibrasi. Vibrasi molekul dibagi atas:
1. Vibrasi regang: terjadi perubahan jarak anatar dua atom dalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada 2 macam, yaitu: vibrasi regang simetris
dan tak simetris.
2. Vibrasi lentur: terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Vibrasi
lentur ada 4 macam, yaitu: scissoring, rocking, waging dan twisting
(Noerdin, 1986).
Daerah penyerapan terpenting dalam spektrum inframerah:
1. Daerah vibrasi regang hidrogen: 3700-2700 cm-1
Daerah bilangan gelombang 3700-3100 cm-1 adalah serapan oleh vibrasi
regang OH dan N-H. Serapan oleh vibrasi lentur OH biasanya terdapat pada
bilangan gelombang lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih
lebar dari pita serapan N-H. Daerah bilangan gelombang 3200-2850 cm-1 adalah
daerah vibrasi regang C-H alifatis.
Universitas Sumatera Utara
2. Daerah vibrasi ikatan rangkap tiga: 2250-2100 cm-1
daerah yang termasuk pada daerah vibrasi ikatan rangkap tiga adalah C≡N
2250-2225 cm-1, C≡C : 2260-2190 cm-1.
3. Daerah ikatan rangkap dua: 1950-1550 cm-1
Keton, aldehid, asam-asam, amida, karbonat, semuanya mempunyai
puncak serapan disekitar 1700 cm-1. Sering tidak mungkin untuk menentukan
dengan pasti gugus karbonil jenis apa yang ada, bila hanya didasarkan pada
adanya puncak serapan disekitar 1700 cm-1 itu saja. Tapi dengan memperhatikan
serapan di bagian lain dari spektrumnya, biasanya dapat diperoleh data lebih
lanjut untuk melakukan identifikasi vibrasi regang ikatan rangkap dua.
4. Daerah sidik jari (finger print): 1500-700 cm-1
Didaerah ini perbedaan-perbedaan sedikit saja dari molekul, adanya
substitusi dengan gugus fungsional yang berbeda akan menyebabkan perubahan
yang menyolok pada distribusi puncak serapannya. Spektrum di daerah sidik jari
ini rumit bentuknya, sehingga sukar untuk melakukan interpretasi spektrum yang
tepat di daerah ini. Akan tetapi, kerumitan tersebut menjadikan spektrum di
daerah ini khas untuk suatu senyawa, hingga sangat berguna untuk keperluan
identifikasi. Beberapa frekuensi gugusan juga bisa ditemukan di daerah sidik jari
ini. Gugus (ikatan) C-O-C dalam eter, ester kira-kira 1200 cm-1, vibrasi regang C-
Cl pada 700-800 cm-1. Pada bilangan gelombang dibawah 1200 cm-1 terdapat
puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti sulfat, fosfat, nitrat
dan karbonat (Noerdin, 1986).
Universitas Sumatera Utara
top related