59996541-tugas-farmakologi-antiretik
Post on 30-Dec-2014
70 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS FARMAKOLOGI ANTIPIRETIK
DISUSUN OLEH :
1. ANINDITA FITRI MANGESTI (10092 FB)
2. FITRIA TOKI RISWIANI (10105 FB)
3. FAUZI IKA CAHYANINGRUM (10103 FB)
4. GARINA CAESAR KALTIMURTI(10107 FB)
5. HILDA INDRAYANI EKAPUTRI (10111 FB)
6. LESTYANA YUNITA SUCININGRUM (10117 FB)
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………. 1.
A. Mengenal analgetik,antipiretikdan demam……………………….. …………… 1.
B. Demam dan penggunaan Antipiretik pada anak…………………. …………… 3.
II. DEFINISI ANTIPIRETIK DAN MEKANISME PENGOBATAN DEMAM…….. 4.
A. Definisi Antipiretik………………………………………………….……….. 4.B. Mekanisme Pengobatan……………………………………………….……… 5.
III. PENGGOLONGAN OBAT ……………………………………………………….. 20.1. Salisilat…………………………………………………………………..…… 20.2. Salisilamid……………………………………………………………………. 24.3. Para Aminofenol…………………………………………………………..…. 25.4. Pirazolon dan Derivatnya…………………………………………………… 30.
IV. MEKANISME KERJA OBAT ( FARKOMODINAMIK ) ………………………. 35.
V. ANALGESIK ANTIPIRETIK ANTI INFLAMASI NON STEROID LAINNYA……39.
Vl DAFTAR PUSTAKA.
I. PENDAHULUAN
A. Mengenal Analgesik, Antipiretik dan Demam
Analgesik adalah obat penghilang rasa sakit atau nyeri, seperti sakit kepala atau
sendi. Obat-obatan analgesik mempunyai efek antipiretik, yakni mampu
menstabilkan suhu tubuh dan meredakan demam.Kondisi inilah yang
menyebabkan beberapa obat analgesik disebut analgesik-antipiretik, seperti:
aspirin, parasetamol, dan antalgin. Analgesik- Antipiretik biasanya digunakan
untuk mengobati penyakit dengan gejala demam (suhu tubuh meningkat) dan
nyeri seperti influenza dan selesma. Karena mempunyai efek samping yang
ringan, obat golongan analgesik- antipiretik dijual bebas dipasaran. Saat
dikonsumsi, obat analgesik ini bekerja di pusat pengatur suhu yang terletak pada
batang otak. Selain itu mampu melebarkan pembuluh darah kulit dan memicu
produksi keringat sehingga semakin banyak panas yang dibuang. Selain bekerja
pada susunan syaraf pusat, analgesik- antipiretik dapat mencegah pembentukan
prostaklandin, yakni zat yang menimbulkan rasa adalah obat penghilang rasa sakit
atau nyeri, seperti sakit kepala atau sendi. Obat-obatan analgesik mempunyai efek
antipiretik, yakni mampu menstabilkan suhu tubuh dan meredakan
demam.Kondisi inilah yang menyebabkan beberapa obat analgesik disebut
analgesik-antipiretik, seperti: aspirin, parasetamol, dan antalgin. Analgesik-
Antipiretik biasanya digunakan untuk mengobati penyakit dengan gejala demam
(suhu tubuh meningkat) dan nyeri seperti influenza dan selesma. Karena
mempunyai efek samping yang ringan, obat golongan analgesik- antipiretik dijual
bebas dipasaran. Saat dikonsumsi, obat analgesik ini bekerja di pusat pengatur
suhu yang terletak pada batang otak. Selain itu mampu melebarkan pembuluh
darah kulit dan memicu produksi keringat sehingga semakin banyak panas yang
dibuang. Selain bekerja pada susunan syaraf pusat, analgesik- antipiretik dapat
mencegah pembentukan prostaklandin, yakni zat yang menimbulkan rasa nyeri
dan peningkatan suhu tubuh. Analgesik- antipiretik terdiri dari empat golongan,
yaitu:
1. SALISILAT
Salisilat dipasaran dikenal sebagai aspirin. Dalam dosis tinggi, aspirin
mempunyai khasiat antiradang sehingga sering digunakan untuk mengobati
radang sendi (rematik). Obat ini juga bersifat mengurangi daya ikat sel- sel
pembeku darah sehingga penting untuk segera diberikan pada penderita angina
(serangan jantung), untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah jantung
karena penggumpalan/ pembekuan darah. Aspirin dapat menimbulkan nyeri dan
pendarahan lambung, karena itu sebaiknya dikonsumsi setelah makan. Dosis yang
berlebihan dapat menyebabkan telinga berdenging, tuli, penglihatan kabur,
bahkan kematian.
2. ASETAMINOFEN
Asetaminofen di pasaran dikenal sebagai parasetamol. Obat ini
mempunyai khasiat antiradang yang jauh lebih lemah dari aspirin sehingga
tidak bisa digunakan untuk mengobati rematik. Asetaminofen tidak
merangsang lambung sehingga dapat digunakan oleh penderita sakit
lambung.
3. PIRALOZON
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin,dan novalgin.
Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri.
Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni
agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan
analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.
4. ASAM-MEFENAMAT
Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai
NSAID (Non steroidal antiinflammatory drugs). Asam mefenamat
digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering
diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit
ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat dapat
menyebabkan efek samping.Salah satu efek samping asam mefenamat
yang paling menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab
itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang
mengidap gangguan lambung.
B. Demam dan Penggunaan Antipiretik pada Anak
Demam pada anak merupakan keluhan tersering yang membuat orangtua khawatir
dan membawa anaknya ke dokter atau petugas kesehatan. Banyak orang tua yang
memberikan obat antipiretik (penurun panas) meskipun anak hanya menderita
sedikit demam atau bahkan tidak sama sekali, karena orangtua merasa khawatir
dan selalu menganggap bahwa anak harus tetap dalam suhu normal. Demam,
bagaimanapun bukanlah suatu penyakit primer tetapi merupakan sebuah
mekanisme fisiologis yang berguna untuk menangani suatu infeksi. Sampai saat
ini tidak ada bukti bahwa demam dapat memperburuk perjalanan suatu penyakit
atau menyebabkan komplikasi neurologis jangka panjang. Sehingga tujuan utama
penanganan demam pada anak adalah untuk meningkatkan kenyamanan anak
secara keseluruhan daripada terfokus pada menormalkan suhu tubuh anak.
Yang paling penting diterangkan kepada orangtua adalah untuk
memperhatikan kondisi umum anak secara keseluruhan, pengawasan tanda bahaya
seperti anak demam tinggi (>39C), anak gelisah atau rewel, malas minum, kaki
teraba dingin, penurunan kesadaran dan kejang. Orangtua juga harus menyadari
pentingnya peningkatan pemberian cairan pada anak serta penggunaan obat
antipiretik secara rasional.
Pemberian antipiretik Bukti penelitian saat ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan substansial dalam keamanan dan efektivitas antara acetaminophen dan
ibuprofen. Dokter tetap harus menjelaskan kapan perlunya penggunaan antipiretik
pada anak.
Parasetamol
Pemberian parasetamol dibatasi pada anak umur LEBIH dari 2 bulan yang
menderita demam tinggi >39C dan gelisah atau rewel karena demam tinggi
tersebut. Dosis parasetamol 10 mg/kgBB per 6 jam
Obat lainnya Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama
karena dikaitkan dengan sindrom Reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun
serius yang menyerang hati dan otak. Hindari memberi aspirin pada anak yang
menderita cacar air, demam dengue, dan kelainan hemoragik lainnya. Obat lainnya
tidak direkomendasikan karena sifat toksiknya dan tidak efektif (dipiron,
fenilbitazon)
Perawatan penunjang Anak dengan demam sebaiknya berpakaian tipis, dijaga
tetap hangat namun ditempatkan pada ruangan dengan ventilasi baik dan dibujuk
untuk banyak minum. Kompres air hangat hanya menurunkan suhu badan selama
pemberian kompres
II. DEFINISI ANTIPIRETIK DAN MEKANISME PENYAKIT DEMAM.
A. DEFINISI ANTIPIRETIK
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam ( suhu tubuh yang tinggi ).
Pada umumnya sekitar 90% analgesic mempunyai efek antipiretik.
Obat analgetik, antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan
salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep
dokter. Obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia.
Obat-obat ini memiliki banyak kesamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering
disebut sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like drugs).
Klasifikasi kimiawi AINS,tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada AINS dari
subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda,sebaliknya ada obat AINS
yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Klasifikasi yang lebih
bermanfaat untuk diterapkan di klinik yaitu berdasarkan selektivitasnya terhadap
siklooksigenase (COX).
Dengan adanya kemajuan penelitian memberi penjelasan mengapa kelompok
heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Sebagian
besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis
prostaglandin (PG).
B. MEKANISME PENYAKIT DEMAM
Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme ( virus,
bakteri, parasit ). Demam juga bisa disebabkan disebabkan oleh faktor non infeksi
seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau
bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit
melepaskan zat penyebab demam ( pirogen endogen ) yang selanjutnya memicu
produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan
nilai ambang temperature dan terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus
cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi
410 C.
Beberapa bukti penelitian ‘in-vitro’ (tidak dilakukan langsung terhadap tubuh
manusia) menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja baik pada
temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen endogen lainnya
akan “mengundang” lebih banyak leukosit dan meningkatkan aktivitas mereka
dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga memicu
pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon (zat
yang membantu leukosit memerangi mikroorganisme).
Demam, Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya
panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam
keseimbangan ini terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip-
aspirin. Bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali
penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin misalnya interleukin-1 (IL-1)
yang memacu penglepasan Prostaglandin (PG) yang berlebihan di daerah preoptik
hipotalamus. Selain itu PGE2 (Prostaglandin E2) terbukti menimbulkan demam
setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus.
Obat mirip-aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis
Prostaglandin (PG). Demam yang timbul akibat pemberian prostaglandin (PG)
tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan peningkatan suhu oleh sebab lain
misalnya latihan fisik. Analgesik dan Antipiretik Melibatkan protein transmitter
golongan eicosanoid. Protein transmitter itu adalah:
1. Prostaglandin
2. Prostasiklin
3. Leukotrien
4. Tromboksan
Semua protein transmitter di atas berasal dari golongan asam arachidonat.
Enzim yang terlibat dalam analgetik dan antipiretik adalah siklooksigenase dan
lipooksigenase.
Prostaglandin
Apabila prostaglandin dilepaskan maka akan terjadi efek. Efek yang diakibatkan
adalah:
1. Nosiseptor: pada bagian nosiseptor, prostaglandin akan meningkatkan
sensitivitas saraf sensorik sehingga stimulus sakit meningkat.
2. Menstruasi: prostaglandin bertanggung jawab terhadap iskemi nekrosis
endometriosis sehingga timbul rasa sakit.
3. Renal blood flow: prostaglandin akan meningkatkan vasodilatasi
pembuluh darah.
4. Gastrik (saluran pencernaan): prostaglandin menyebabkan peningkatan
sekresi mukus dan penurunan produksi H+ (asam lambung).
5. Uterus: prostaglandin akan meningkatan kontraksi pada dinding uterus
sehingga memudahkan persalinan.
6. Termoregulasi: prostaglandin akan meningkatkan set point termoregulasi
di hipotalamus sehingga suhu tubuh naik dan menyebabkan demam.
Bagaimana dapat menyebabkan demam? Demam akan menyebabkan tubuh
menggigil. Menggigilnya tubuh ini diakibatkan karena suhu di tubuh tinggi
sedangkan suhu di luar lebih rendah daripada suhu tubuh sehingga tubuh menggigil,
maka panas dapat dikeluarkan dari dalam tubuh. Apabila suhu tubuh kembali
turun/normal, maka termoregulasi melihat suhu tubuh dingin, oleh karena itu
termoregulasi akan meningktakan suhu kembali. Begitu pula apabila yang terjadi
sebaliknya.
Analog prostaglandin: kerjanya agonis prostaglandin. Bagaimana telah disebutkan
di atas, bahwa kerja prostaglandin, diantaranya:
1. untuk persalinan: induksi prostaglandin akan mempercepat proses persalinan.
2. untuk tukak lambung: dapat meningkatkan sekresi mukus.
Penggunaan analog prostaglandin diantaranya adalah:
a. untuk persalinan: dinoprost, dinoprostol, mifeprostol.
b. untuk tukak lambung: misoprostol.
c. untuk glaukoma (efek lokal): latanoprost.
d. sering digunakan penyalahgunaan obat mifeprostol: aborsi
e. efek samping: mual, muntah, diare, sakit kepala.
Tromboksan
Tromboksan berperan dalam proses pembekuan darah. Jika ada luka, tromboksan
akan aktif sehingga mengaktifkan sel-sel darah, yaitu trombosit. Aktifnya trombosit
akan menyebabkan benang fibrin aktif sehingga benang fibrin akan
mengikattrombosit yang satu dengan trombosit yang lain.
Leukotrien
Leukotrien bertanggung jawab dalam reaksi imunologi.
Prostasikslin
Membantu kerja prostaglandin dan tromboksan.Transmitter di atas berefek lokal
dan sistemik.
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh melawan
infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada manusia
hidup subur pada suhu 37 derajat C. Meningkatnya suhu tubuh beberapa derajat
dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih, membuat lebih
banyak antibodi dan membuat lebih banyak zat-zat lain untuk melawan infeksi
(Wibowo, S., 2006). Suhu tubuh normal bervariasi tergantung masing-masing
orang, usia dan aktivitas. Rata-rata suhu tubuh normal adalah 37 derajat C.
Suhu tubuh kita biasanya paling tinggi pada sore hari. Suhu tubuh dapat meningkat
disebabkan oleh aktivitas fisik, emosi yang kuat, makan, berpakaian tebal, obat-
obatan, suhu kamar yang panas, dan kelembaban yang tinggi. Ini terutama pada
anak-anak. Suhu tubuh orang dewasa kurang bervariasi. Tetapi pada seorang wanita
siklus menstruasi dapat meningkatkan suhu tubuh satu derajat atau lebih (Wibowo,
S., 2006). Yang mengatur suhu tubuh kita adalah hipotalamus yang terletak di otak.
Hipotalamus ini berperan sebagai thermostat. Thermostat adalah alat untuk
menyetel suhu seperti yang terdapat pada AC. Hipotalamus kita mengetahui berapa
suhu tubuh kita yang seharusnya dan akan mengirim pesan ke tubuh kita untuk
menjaga suhu tersebut tetap stabil (Wibowo, S., 2006). Pada saat kuman masuk ke
tubuh dan membuat kita sakit, mereka seringkali menyebabkan beberapa zat
kimiawi tertentu beredar dalam darah kita dan mencapai hipotalamus. Pada saat
hipotalamus tahu bahwa ada kuman, maka secara otomatis akan mengeset
thermostat tubuh kita lebih tinggi. Misalnya suhu tubuh kita harusnya 37 derajat C,
thermostat akan berkata bahwa karena ada kuman maka suhu tubuh kita harusnya
38,9 derajat C. Ternyata dengan suhu tubuh yang lebih tinggi adalah cara tubuh kita
berperang dalam melawan kuman dan membuat tubuh kita menjadi tempat yang
tidak nyaman bagi kuman (Wibowo, S., 2006). Demam yang berarti suhu tubuh di
atas batas normal biasa dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh
zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penakir bakteri,
tumor otak, atau dehidrasi (Arthur C. Guyton, 2001). Pada umumnya demam
adalah juga suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri.Kini, para ahli
bersependapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh
terhadap infeksi.Pada suhu diatas 37oC limfosit dan makrofag menjadi lebih
aktif.Bila suhu melampaui 40-41oC, barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi
fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh (Tjay, T.H., dan Kirana Rahardja,
2002).
Banyak protein, hasil pemecahan protein, dan zat-zat tertentu, seperti toksin
lipopolisakaridayang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel
thermostat hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan efek ini dinamakan
pirogen. Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang
dikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama
sakit. Bila titik setek thermostat hipotalamus meningkat lebih tinggi dari normal,
semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh bekerja, termasuk konservasi
panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jamsetelah thermostat
diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat tersebut
(Arthur C. Guyton, 2001). Untuk memberikan suatu gambaran efek pirogen yang
sangat kuat dalam mengubah thermostat hipotalamus, beberapa nanogram pirogen
endogen murni yang disuntikkan ke binatang dapat menyebabkan demam berat
(Arthur C. Guyton, 2001). Bila pengaturan thermostat dengan mendadak diubah
dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat kerusakan
jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi, suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa
jam untuk mencapai suhu yang baru. Misalnya, setelan thermostat hipotalamus
dapat segera meningkat sampai 103o F. karena suhu darah lebih rendah daripada
setelan suhu thermostat hipotalamus, terjadi respon otonom yang biasanya
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Selama periode ini orang akan menggigil,
selama mana ia merasakan sangat dingin, walaupun suhu tubuhnya sudah melebihi
suhu normal. Kulitnya juga dingin sebab vasokonstriksi, dan ia gemetar karena
menggigil. Menggigil terus berlangsung sampai suhu tubuhnya ke tingkat ‘setting’
hipotalamus yaitu 103o F. kemudian, bila suhu tubuh mencapai nilai ini, ia tidak
lagi menggigil tetapi sebagai gantinya ia tidak merasa dingin atau panas. Selama
factor yang menyebabkan thermostat hipotalamus di ste pada nilai yang tinggi,
efeknya terus berlangsung, suhu tubuh kurang lebih diatur dengan cara normal
tetapi pada tingkat suhu yang lebih tinggi (Arthur C. Guyton, 2001).
Bila factor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan,
thermostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai yang rendah – mungkin
malahan kembali ke tingkat normal. Pada keadaan ini, suhu darah tetap 103o F,
tetapi hipotalamus mencoba mangatur suhu tubuh pada 98,6o F, keadaan ini analog
dengan pemanasan berlebihan area preoptika, yang mneyebabkan berkeringat yang
berlebihan dan pembentukan kulit yang panas dengan mendadak karena terjadi
vasodilatasi di seluruh tubuh. Perubahan peristiwa yang mendadak ini pada
penyakit demam disebut “krisis” atau, yang lebih tepat “flush” (Arthur C. Guyton,
2001).
Prostaglandin adalah senyawa mediator yang penting pada kejadian nyeri dan
radang. Secara kimia ia adalah turunan asam prostanoat yang dibentuk invivo dari
asam arakhidoklat, suatu asam lemak C-20 dengan empat ikatan rangkap oksidasi
dan siklisasi asam arakidonat yang dikatalisis oleh protagladin sintetase,
menghasilkan suatu endoperoksida siklik yang sebagai zat kunci diisomerisasi
menjadi prostagladin E2 (PGE2) atau menjadi prostagladin lain. Zat seperti asam
asetil salisilat atau indometasin mewujudkan kerja analgetik dan antiflogistiknya
pada dasarnya melalui hambatan prostagladin sintetase yang terdapat pada jaringan
perifer (Schunack, W., 1990). Daya kerja antipiretik bertentangan dengan efek
analgetik dan antipiretik, dikembalikan pada penghambatan mekanisme sentral.
Bila pusat panas yang terletak dihipotalamus dianggap sebagai termostat, maka zat-
zat yang menimbulkan demam (pirogen) bekerja meninggikan nilai ambang melalui
stimulasi sintesis prostagladin. Penurunannya dan dengan demikian penurunan suhu
tubuh dapat diharapkan dari zat zat inhibiton prostagladin-sintetase yang dapat
mempermeasi dengan baik ke dalam SSP (Schunack, W., 1990).
Asetaminofen adalah salah satu obat yang terpenting untuk pengobatan nyeri ringan
sampai sedang, bila efek anti-inflamasi tidak diperlukan. Asetaminofen merupakan
metabolik fenasetin yang bertanggung jawab atas efek analgesiknya. Obat ini
adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jarinagn perifer dan tidak
memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna (Katzung, B.G., 1998).
Asetaminofen diberikan peroral. Absorpsi tergantung pada kecepatan pengosongan
lambung, dan kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60
menit. Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian
dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat
dan glukuronida, secara farmakologi tidak aktif. Kurang dari 5 % diekskrasikan
dalam bentuk tidak berubah. Suatu metabolik minor tetapi sangat aktif (N-asetil-p-
benzo-kuinon), penting pada dosis besar, karena toksisitasnya terhadap hati dan
ginjal. Waktu paruh asetaminofen 2-3 jam dan relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi
ginjal. Pada jumlah toksis atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya bisa
meningkat 2 kali lipat atau lebih (Katzung, B.G., 1998).
Walaupun efek analgesik dan antipiretiknya setara dengan aspirin, asetaminofen
berbeda karena tidak adanya efek anti-inflamasi. Obat ini tidak mempengaruhi
kadar asam urat dan tidak mempunyai sifat menghambat trombosit. Obat ini
berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca
persalinan dan keadaan lain, dimana aspirin efektif sebagai analgesik.
Asetaminofen sendiri tidak ade kuat untuk terapi keadaan peradangan seperti atritis
rematoid, walaupun dapat digunakan sebagai analgesik tambahan pada terapi anti-
inflamasi (Katzung, B.G., 1998). Untuk analgesia ringan, asetaminofen merupakan
oabt yang lebih disukai pada penderita yang alergi dengan aspirin atau jika salisilat
tidak dapat ditoleransi. Obat ini lebih disukai daripada aspirin. Pada penderita
hemofilia atau dengan riwayat tukak lambung dan pada penderita yang mendapat
bronkospasme yang dicetuskan oleh aspirin. Tidak seperti aspirin, asetaminofen
tidak mengantagonis efek obat urikosurik; dapat diberikan bersama dengan
probenesid pada pengobatan gout (Katzung, B.G., 1998). Efek antipiretik dari
Aspirin
Demam terjadi jika “set point” pada pusat pengatur panas di hipotalamus anterior
meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh sintesis PGE2, yang dirangsang bila suatu
zat penghasil demam endogen (pirogen) seperti sitokin dilepaskan dari sel darah
putih yang diaktivasi oleh infeksi, hipersenitivitas, keganasan atau inflamasi.
Salisilat menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan jalan menghalangin
sintesa dan penglepasan PGE2. Aspirin mengembalikan “thermostat” kembali ke
normal dan cepat menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan meningkatkan
pengeluaran panas sebgai akibat vasodilatasi perifer dan berkeringat. Aspirin tidak
mempunyai efek pada suhu tubuh normal (Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P.
C.2001).
Penggunaan klinik: Pada antipiretik dan analgesic: Natrium salisilat, kolin salisilat
(dalam formula liquid), kolin magnesium salisilat dan aspirin digunakan sebagai
antipiretik dan analgesic pada pengobatan gout, demam rematik, dan atritis
rematoid. Umumnya mengobati kondisi-kondisi ini memerlukan analgesia termasuk
nyeri kepala, artralgia, dan mialgia (Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P. C.,
2001). Setelah hipotalamus mengeset suhu baru untuk tubuh kita, maka tubuh kita
akan bereaksi dan mulai melakukan pemanasan. Jadi setelah hipotalamus mengeset
pada suhu 38,9 derajat C misalnya, maka suhu tubuh kita yang tadinya 37 derajat C,
oleh tubuh kita akan dinaikkan menjadi 38,9 derajat C. Pada saat tubuh menuju ke
suhu baru kita akan merasa menggigil. Kita dapat pula merasa sangat dingin
meskipun ruangan tidak dingin dan bahkan meskipun kita sudah memakai baju
tebal dan selimut. Jika tubuh sudah mencapai suhu barunya, katakanlah 38,9 derajat
C maka kita tidak akan merasa dingin lagi (Wibowo, S., 2006).
Banyak orangtua takut bahwa demam akan menyebabkan kerusakan otak.
Kerusakan otak dari demam umumnya tidak akan terjadi kecuali demam melebihi
42 derajat C. Kebanyakan orangtua juga takut bahwa demam yang tidak diobati
akan semakin tinggi dan semakin tinggi. Demam yang tidak diobati yang
disebabkan oleh infeksi jarang yang melebihi 40,6 derajat C kecuali anak tersebut
diberikan pakaian yang berlebihan atau terjebak dalam suatu tempat yang panas.
Thermostat di otak akan menghentikan demam agar tidak melebihi 41,1 derajat C
(Wibowo, S., 2006). Setelah penyebab yang menimbulkan demam lenyap, maka
hipotalamus akan mengeset semuanya kembali seperti sediakala. Pada saat obat
untuk radang tenggorokan kita sudah mulai bekerja misalnya, maka suhu tubuh kita
akan mulai turun dan kembali ke normal. Kita akan merasa hangat dan perlu
melepaskan panas yang berlebihan yang masih ada di tubuh. Kita akan berkeringat
dan ingin memakai pakairan yang lebih tipis (Wibowo, S., 2006).
Demam bukan suatu penyakit. Jauh dari sebagai musuh, demam adalah suatu
bagian penting dari pertahanan tubuh kita melawan infeksi. Banyak bayi dan anak-
anak menjadi demam tinggi oleh penyakit-penyakit virus ringan. Jadi demam
memberitahukan kepada kita bahwa suatu peperangan mungkin sedang terjadi di
dalam tubuh kita, demam berperang untuk kita, bukan untuk melawan kita
(Wibowo, S., 2006). Banyak bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada
manusia hidup subur pada suhu 37 derajat C. Meningkatkan suhu tubuh beberapa
derajat dapat membantu tubuh memenangkan pertempuran melawan bakteri dan
virus tadi. Selain itu demam akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk
membuat lebih banyak sel darah putih, antibodi dan zat-zat lain untuk melawan
infeksi (Wibowo, S., 2006). Banyak orangtua takut bahwa demam akan
menyebabkan kerusakan otak. Kerusakan otak dari demam umumnya tidak akan
terjadi kecuali demam melebihi 42 derajat C. Kebanyakan orangtua juga takut
bahwa demam yang tidak diobati akan semakin tinggi dan semakin tinggi. Demam
yang tidak diobati yang disebabkan oleh infeksi jarang yang melebihi 40,6 derajat C
kecuali anak tersebut diberikan pakaian yang berlebihan atau terjebak dalam suatu
tempat yang panas. Thermostat di otak akan menghentikan demam agar tidak
melebihi 41,1 derajat C. Heatstroke atau hyperthermia tidak sama dengan demam,
oleh karena peningkatan suhu tubuh yang terjadi bukan disebabkan hipotalamus
menaikkan set pointnya. Ini dapat terjadi akibat berolahraga terlalu lelah tanpa
minum yang cukup atau terpapar dengan lingkungan yang panas, dan bisa juga
disebabkan oleh beberapa obat-obatan tertentu. Hyperthermia dapat membahayakan
jiwa (Wibowo, S., 2006). Demam yang tidak dapat dijelaskan yang berlangsung
selama beberapa hari atau beberapa minggu disebut dokter sebagai FUO (fever of
undetermined origin). Kebanyakan disebabkan oleh suatu infeksi yang tersembunyi
(Wibowo, S., 2006).Penyebab Umum :
1. • Infeksi virus dan bakteri;
2. Flu dan masuk angin;
3. Radang tenggorokan;
4. Infeksi telinga
5. Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus.
6. Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing
7. Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang
laring)
8. Obat-obatan tertentu
9. Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti
pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak.
10. Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim panas
atau pada lingkungan yang panas.
11. Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile
rheumatoid arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV
dan AIDS, Inflammatory bowel disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis,
Kanker, Leukemia, Neuroblastoma, penyakit Hodgkin, Non-Hodgkin's
lymphoma (Wibowo, S., 2006). Beberapa petunjuk untuk minum obat:
a. Acetaminophen (paracetamol) dan ibuprofen dapat mengurangi demam pada
anak dan dewasa. Beberapa merek dagang acetaminophen: Panadol,
Tempra, Sanmol, Praxion, dll. Beberapa merek dagang ibuprofen: Proris,
Rhelafen, Bufect, dll. Minum acetaminophen setiap 4 – 6 jam. Obat ini
bekerja cepat dengan cara menurunkan thermostat otak. Minum ibuprofen
setiap 6 – 8 jam. Seperti aspirin, ibuprofen membantu melawan peradangan
pada sumber demam. Kadang-kadang dokter menganjurkan anda untuk
menggunakan kedua macam obat ini bergantian. Sebenarnya hal ini belum
didukung data mengenai keamanan dan keefektifannya. Ibuprofen tidak
boleh dipakai untuk bayi denga usia kurang dari 6 bulan.
b Aspirin sangat efektif untuk mengobati demam pada orang dewasa.
JANGAN memberikan aspirin pada anak-anak.
c. Obat-obatan penurun panas tersedia dalam konsentrasi yang berbeda-beda,
jadi selalu perhatikan instruksi pada kemasan.
d. Jangan berikan obat-obatan apapun untuk menurunkan demam pada bayi
berusia 3 bulan ke bawah tanpa petunjuk dokter (Wibowo, S., 2006).
Batasan suhu normal Suhu normal rectal pada anak kurang dari 3 tahun
sampai 380C, sedangkan suhu normal oral (mulut) sampai 37,50C. Pada
anak berumur lebih dari 3 tahun suhu normal oral (mulut) sampai 37,20C,
sedangkan suhu normal rectal sampai 37,80 C. American Academy of
Pediatrics (AAP) menganjurkan bila anak berumur kurang dari 2 bulan
dengan suhu rectal lebih dari 37,90 C segera menghubungi dokter.
Demikian pula bila bayi berumur 3-6 bulan dengan suhu rectal lebih dari
38,30 C atau berumur lebih dari 6 bulan dengan suhu lebih dari 39,40 C
secepatnya anak diperiksakan ke dokter (Hardaningsih, G., 2007).
Demam pada bayi yang masih sangat muda (bayi baru lahir sampai usia di
bawah 8 minggu) harus mendapat perhatian khusus, dan mungkin
membutuhkan perawatan rumah sakit untuk mencari penyebab demam
karena kemungkinan besar infeksi didapat dari proses persalinan, ataupun
penyebab lain. Pada anak usia berapa pun bila terdapat peningkatan suhu
tubuh lebih dari 40,5 0 C harus segera dibawa ke dokter (Hardaningsih, G.,
2007).
Pada anak berumur kurang dari 3 tahun, semakin tinggi demam semakin
serius penyebabnya. Bila anak tampak tidur berlebihan, kesadaran berubah,
menolak minum susu, iritabel, perubahan perilaku dan bicara, terdapat
gejala penyerta seperti gelisah, sakit kepala hebat kesulitan pernafasan, sakit
perut, mual muntah, timbul rash pada kulit, telinga mengeluarkan cairan
atau gejala lainnya yang tidak dapat dijelaskan segera menghubungi dokter
secepatnya. Semakin tampak sakit, semakin besar kemungkinan demam
berhubungan dengan proses infeksi berat (Hardaningsih, G., 2007).
Sebanyak 2 persen - 5 persen demam pada anak dapat mengakibatkan
kejang. Kejang demam merupakan salah satu keadaan yang serius dan
merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua atau orang yang
melihatnya (Hardaningsih, G., 2007)
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (380C, rectal) biasanya terjadi pada bayi dan anak
antara umur 6 bulan dan 5 tahun yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Hardaningsih, G., 2007).
Perhatian dan kewaspadaan khusus diberikan bila demam muncul kembali
pada anak yang pernah mengalami kejang demam, sehingga demam harus
segera diturunkan karena diperkirakan cepatnya peningkatan temperatur
menjadi pencetus untuk terjadinya kejang. (Hardaningsih, G., 2007).
Parasetamol (Asetaminofen) merupakan salah satu obat yang paling banyak
digunakan sehari-hari. Obat ini berfungsi sebagai pereda nyeri dan penurun
panas. Setelah berpuluh tahun digunakan, parasetamol terbukti sebagai obat
yang aman dan efektif (Anonim, 2008)..
Tetapi, jika diminum dalam dosis berlebihan (overdosis), parasetamol dapat
menimbulkan kematian. Parasetamol dapat dijumpai di dalam berbagai
macam obat, baik sebagai bentuk tunggal atau berkombinasi dengan obat
lain, seperti misalnya obat flu dan batuk. Antidotum overdosis parasetamol
adalah N-asetilsistein (N-acetylcysteine, NAC). Antidotum ini efektif jika
diberikan dalam 8 jam setelah mengkonsumsi parasetamol dalam jumlah
besar. NAC juga dapat mencegah kerusakan hati jika diberikan lebih dini.
Overdosis parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati (Anonim, 2008).
Dampak Negatif demam:
Pertama, kemungkinan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Ketika mengalami
demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan
cairan.
Kedua, kekurangan oksigen. Saat demam, anak dengan penyakit paru-paru atau
penyakit jantung-pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga
penyakit paru-parau atau kelainan jantungnya infeksi saluran napas akut (Isakan
semakin berat.
Ketiga, demam di atas 42 derajat selsius bisa menyebabkan kerusakan neurologis
(saraf), meskipun sangat jarang terjadi. Tidak ada bukti penelitian yang menunjukkan
terjadinya kerusakan neurologis bila demam di bawah 42 derajat selsius.
Terakhir, anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di antara 6 bulan
dan 3 tahun, berada dalam risiko kejang demam (febrile convulsions), khususnya
pada temperatur rektal di atas 40 derajat selsius. Kejang demam biasanya hilang
dengan sendirinya, dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf).
Demam seringkali disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, nafsu makan
menurun (anoreksia), lemas, dan nyeri otot. Sebagian besar di antaranya
berhubungan dengan zat penyebab demam tadi.
SKEMA EFEK SAMPING OBAT ANALGESIK ANTIPERETIK
III. PENGGOLONGAN OBAT
A. SALISILAT
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretikdan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan
dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam
menilai efek obat sejenis.
Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat
justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam
dan hiperhidrosis. Pada penyakit demam reumatik aspirin masih belum dapat
digantikan oleh AINS yang lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi
perbandingan penyakit arthritis reumatoid.
Efek salisilat pada pernapasan penting dimengerti,karena pada gejala pernapasan
tercermin seriusnya gangguan keseimbangan asam basa dalam darah. Salisilat
merangsang pernapasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dosis
terapi salisilat mempertinggi konsumsi CO2. Efek terhadap asam basa, dalam
dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsioksigen dan
produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif.
CO2 yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernapasan
sehingga CO2 dalam darah tidak meningkat.
Aspirin tidak boleh didiberikan pada pasien dengan kerusakan hati berat,
hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin k dan hemophilia, sebab dapat
menimbulkan perdarahan. Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada pasien
dengan hipofelimia atau gagal jantung. Perdarahan lambung berat dapat terjadi
pada dosis besar dan pemberian kronik. Pada pemberian oral sebagian salisilat
diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar
diusus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah waktu
pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan
disolusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung.
Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau
4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 ja. Berdasar asosiasi
penggunaan aspirin dengan sindroma Reye, aspirin dikontraindikasikan sebagai
antipiretik pada anak dibawah 12 tahun.
FARMAKODINAMIK;pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorbsi dengan
cepat dalam bentuk utuh dilambung.tetapi sebagian besar diusus halus bagian
atas.Kadar tertinggi dicapai kira kira 2 jam setelah pemberian.Kecepatan
absorbsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet,pH
permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung.Absorbsi pada pemberian
secara rectal lebih lambat dan tidak sempurna sehingga cara ini tidak
dianjurkan.Asam salisilat diabsorbsi cepat oada kulit sehat,bila dipakai sebagai obat
gosok dan salepMetil salosilat juga diabsorbsidengan cepat melalui kulit utuh,tetapi
penyerapan dilambung lambat dan lama bertahan dilambung.oleh karna itu bila
terjadi keracunan,bilas lambung masih berguna walaupun obat sudah tertelan
selama 4jam.Setelah diabsorbsi salisilat segera menyebar keseluruh jaringan tubuh
dan cairan transseluler sehingga ditemukan dalam cairan sinovial,cairan
spinal,cairan peritoneal,liur dan air susu.Obat ini mudah menembus sawar darah
otak dan sawar uri.Kira kira 80% sampai 90% salisilat plasma terikat pada
albumin.Aspirin diserap dalam bentuk utuh dihidrolisis menjadi asam
salisilatterutama dalam hati,sehingga hanya kira kira 30menit terdapat dalam
plasma. Biotransformasi salisilat terjadi dibanyak jaringan terutama dimikrosom
dan mitokondria hati.Salisilat di ekskresi dalam bentuk metabolitnya terutama
melalui ginjal,sebagian kecil melalui keringat dan empedu.
SEDIAAN;Aspirin(asam asetil salisilat)dan natrium salisilat merupakan sediaan
yang paling banyak digunakan.Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100mg untuk
anak anak dan tablet 500mg untuk dewasa.Metil salisilat (minyak
wintergreen)hanya untuk obat luar dengan dosis terapi sebagai counter iritan.Asam
salisilat dalam bentuk bubuk digunakan sebagai keratolitik dengan dosis tergantung
dari penyakit yang diobati.
INDIKASI ANTIPIRESIS;.Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325mg-
650ng,diberikan secara oral tiap 3atau 4 jam.untuk anak 15-20 mg/kgBB,diberikan
tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 g per hari.ANALGESIK;Untuk
mengobati nyeri yang tidak spesifik seperti sakit kepala,nyeri sendi,nyeri
haid,neuralgia dan mialgia.Dosis sama seperti penggunaan pada
antipiresis.DEMAM REUMATIK AKUT;dalam waktu 24-48 jam setelah
pemberian obat yang cukup terjadi pengurangan
nyeri,kekakuan,pembengkakan,rasa panas dan memerahnya jaringan setempat.Suhu
badan menurun dan penderita merasa lebih enak.Dosis untuk dewasa 5-8 g
perhari.diberikan 1 gram perkali.Dosis untuk anak 100-125
mg/kgBB/hari,diberikan tiap 4-6 jam,selama seminggu,Setelah itu tiap minggu
dosis berangsur diturunkan sampai 60mg/kgBB/hari.ARTRITIS
REUMATOID;walaupun telah banyak ditemukan.salisilat masih banyak
digunakan.Dosisnya 4-6 g/hari,tetapi dosis 3 gram sehari kadang cukup
memuaskan.Penggunaan lain aspirin digunakan untuk mencegah thrombus coroner
dan thrombus vena dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi
trombosit.laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang
diminum tiap hari dapat mengurangi insiden infrak miokard akut dan kematian pada
penderita angina tidak stabil.
INTOKSIKASI. Salisilat sering digunakan untuk mengobati segala keluhan tak
berarti sehingga banyaj terjadi penggunasalahan (misuse) atau penyalahgunaan
(abuse) obat bebas ini.
Keracunan salisilat yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya
keracunan salisilat bersifat ringan. Metil-salisilat jauh lebih toksik daripada
natrium-salisilat dan intoksinasinya sering terjadi pada anak-anak. Empat milimeter
Metil-salisilat dapat menyebabkan kematian pada anak.
Salisilismus mirip sinkonismus dengan gejala nyeri kepala, pusing, tinitus,
gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung, lemas, rasa kantuk,
banyak keringat, haus, mual, muntah dan kadang-kadang diare.Pada intoksikasi
yang lebih berat gejala SSP menjadi lebih jelas disertai timbulnya kegelisahan,
iritatif, inkoherensi, rasa cemas, vertigo, tremor, diplopia, delirium yang maniakal,
halusinasi, konvulsi umum dan koma. Juga terjadi erupsi kulit, dan gangguan
keseimbangan asam basa.
Suatu eksantem berupa pestula akneiform, yang mirip eksantem pada bromismus,
dapat timbul jika terapi salisilat lebih dari seminggu. Salisilat juga dapat
menimbulkan kelainan kulit berupa eritem, eksantem skalatiniform, pruritus,
eksantem ekzamatoid atau deskuamasi. Yang jarang terjadi adalah eksantem berupa
bula atau purpura.
Gangguan keseimbangan asam basa dan gangguan elektrolit plasma diduga
berdasarkan pengaruh salisilat terhadap SSP, sehingga timbul hiperventilasi sentral
yang mengakibatkan alkalosis respirator. Alkalosis ini bisa hebat hingga
timbulgejala tetani disertai perubahan EKG yang khas. Ginjal kemudian
mengadakan kompensasi untuk memperkecil bahaya akibat kehilangan CO2 dengan
mengeluarkan kation sehingga pH serum menurun. Tetapi terjadinya asidosis ini
tergantung dari hebat dan lamanya hiperventilasi, kegagalan pernapasan dan
pengaruh kompensasi oleh ginjal. Dugaan bahwa asidosis metabolik ini
berdasarkan gangguan metabolisme karbohidrat, diperkuat dengan ditemukannya
hipoglikemia dan ketosis pada beberapa penderita.
Gejala demam sangat mencolok terutama pada anak. Dehidrasi dapat terjadi karena
hiperhydrosis, muntah dan hiperventilasi. Sering timbul gejala saluran cerna
misalnya rasa tidk enak di epigastrium, mual, muntah, anoreksia dan kadang-
kadang nyeri perut. Gejala ini timbul sama seringnya, baik pada pemberian natrium
salisilat IV atau oral. Jelaslah bahwa gejala ini timbul secara sentral, tidak
disebabkan oleh iritasi lokal pada mukosa lambung. Umumnya 50% penderuta pada
konsentrasi salisilat dalam darah melebihi 300 mog/ml akan mengalami mual.
Gejala saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat.
Kadang-kadang terjadi perdarahan yang sering ditemukan berupa petekia pada
autopsi mayat penderita yang mati karena intoksikasi salisilat. Salisilat dapat
menyebabkan purpura trombositopenik sekunder, walaupun sangat jarang.
Stimulasi sentral pada intoksikasi berat akan disusul oleh depresi SSP dengan
gejala sopor dan koma. Akhirnya terjadi kolaps kardiovaskular dan insufisiensi
pernafasan, kadang-kadang timbul konvulsi akibat asfiksia pada stadium terminal.
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan penafasan. Bau khas dapat tercium
dari hawa napas, urin dan muntahan penderita.
Terapi intoksikasi mencakup bilas lambung dan koreksi gangguan cairan dan
elektrolit. Bilas lambung dilakukan untuk mengeluarkan semua obat yang ditelan.
Pada intoksikasi metil salisilat tindakan ini dilakukan sampai tidak tercium bau
minyak wintergreen dalam cairan bilasan. Untuk mengatasi demam, kulit diusap
dengan alkohol.
B. SALISILAMID
Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgetik
antipiretik mirip asetosal , walaupun dalam badan tidak diubah menjadi salisilat.
Efek analgetik entipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat.
Salisilamid adalah amida asam salisifat yang memperlihatkan efek analgetik dan
antipiretik mirip aseotosal, walaupun dalam badan salisamid tudak diubah menjadi
salisilat. Efek analgesik antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilad, karena
salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga
hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. Obat
ini mudah di absorpsi usus dan cepat didistrinusi kejaringan. Obat ini menghambat
gluklonidasi dan obat analgesik lain di hati misalnya salisifat dan asetaminofen,
sehingga pemberian bersama dapat meningkatkan efek terapi dan toksisitas obat
tersebut. Salisilamid dijual bebas dalam bentuk obat tunggal atau kombinasi tetap.
Dosisi analgesik antipiretik untuk orang dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari, untuk
anak 65 mg/kg BB/hari diberikan 6 kali/hari. Untuk febris reumatik diperlukan
dosis oral 3-6 kali 2 g sehari.
DIFLUNISAL
Oabat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisilat, tetapi vivo tidak
diubah menjadi asam salisilat. Bersifat analgesik dan anti-inflamasi tetapi hampir
tidak bersifat antipiretik. Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3
jam. Sembilan puluh sembilan persen diflunisal terikat albumin plasma dan waktu
paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi diflunisal hanya sebagai analgesik ringan sampai
dengan dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam. Untuk osteo artritis
dosis awal 2 kali 250-500 mg dengan dosis penunjang tidak lebih dari 1,5 gram
sehari. Efek sampingnya lebih ringan dari asetosal dan tidak menyebabkan
gangguan pendengaran.
C. PARA AMINOFENOL
Paracetamol/acetaminophen
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak
digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong.
Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan
efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
Derivat para aminovenol adalah fenasetin dan asetaminofen. Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenasetin tidak digunakan lagi dalam
pengobatan karena penggunaannya dikaitkan terjadinya analgesic nefropati, anemia
hemolitik dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen lebih dikenal dengan
nama parasetamol. Di Indonesia parasetamol digunakan sebagai analgesic
antipiretik. Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
/ mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Jika
dalam dosis terapi tidak member manfaat , biasanya dosis besar tidak menolong.
Karena hamper tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasi dengan
AINS untuk efek analgesik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paracetamol mungkin bermanfaat
melindungi arteri dari perubahan yang mengarah pada pengerasan pembuluh darah,
yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung atau penyakit kardiovaskuler.
Hal ini karena paracetamol dapat mencegah proses pembentukan plak arteri dengan
menghambat oksidasi LDL (kolesterol buruk). Beberapa bukti lain menunjukkan
paracetamol mungkin juga bermanfaat melindungi terhadap kanker ovarium.
Paracetamol direkomendasikan untuk pasien yang kontraindikasi NSAID (obat
anti-inflamasi non-steroid), termasuk mereka yang memiliki asma atau tukak
lambung/maag dan mereka yang sensitif terhadap aspirin. Namun, paracetamol
tidak memiliki sifat anti-inflamasi sehingga tidak berguna untuk mengurangi
peradangan atau pembengkakan pada kulit atau sendi.
Derivat para amino fenol yaitu fanasetin dan asetaminofen dapat dilihat
setrukturnya pada gambar 15-4. asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit
fanasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893.
Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia
lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Walau
demikian, laporan kerusakan fatal hepar akibat overdosis akut perlu diperhatikan.
Tetapi perlu diperhatikan, pemakai mapun dokter bahwa efek anti-inflamasi
parasetamol hampir tidak ada.
Asetaminoten Fenasetin
Gambar 15-4. rumus bangun asetamenofen dan fenasetin
FARMAKODINAMIK. Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan
salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berupa
efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol dan fanasetik
tidak digunakan sebagai anti reumatik. Parasetamol merupakan penghambat
biosintesisi PG yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak
terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan keseimbangan asam
basa.
FARMAKOKINETIK. Parasetamol dan fanasetin diarbsorpsi cepat dan sempurna
melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½
jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan
tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol dan 30% fanasetin terikat protein plasma.
Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen
NHCOCH3
OC2H5
NHCOCH3
OH
(80%) dikonjugasi oleh asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam
sulfat. Selain itu kedua obat ini juga dapat menglami hidroksilasi. Metabolit hasil
hedroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit.
Kedua obat ini diekskresi malalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%)
dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
INDIKASI. Di Indonesia pengguna parasetamol sebagaianalgesik dan antipiretik,
telah menggantikan penggunaan slisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya
tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberikan manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Penggunaannya sebagai peredam demam tidak seluas penggunaannya
sebagai analgesik.
SEDIAAN DAN POSOLOGI. Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal,
berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5 ml. Selain itu
parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun
cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg – 1 g per kali, dengan maksimum 4
g per hari; untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg per kali, dengan maksimum 1,2
g/hari. Untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali dan bayi di bawah umur 1 tahun : 60
mg/kali; pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari.
EFEK SAMPING. Reaksi alergi terhadap derivbat para-aminofenol jarang terjadi.
Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa
demam dan lesi pada mukosa.
Fanasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik.
Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimum, defisiensi enzim
G6PD dan adanya metabolit yang abnmormal.
Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada
dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb.
Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak.
Insiden nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan fanasetin. Tetapi
karena fanasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat
sulit disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan
ginjal lebih mudah terjadi akibat asetosal daripada fanasetin. Penggunaan semua
jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat
menyebabkan nefropati analgesik.
Toksitasi akut. Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis
tubuli renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotolsisitas dapat
terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol.
Gejala pada hari pertama kerasunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya
yang megancam. Anoreksi, mual dan muntah serta sakit perut terjadi selama 24 jam
pertamam dan dapat terjadi selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dapat
terajadi pada hari ke dua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transminase,
laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas
alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat
menyebabkan ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat
pulih dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
Masa paruh parasetamol pada hari pertama keracucnan merupakan petunjuk
beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan
terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan
terjadinya koma hepatik. Penentuan kadar parasetamolsesaat kurang peka untuk
meramalkan terjadinya kerusakan hati. Kerusakan ini tidak hanya disebabkan oleh
parasetamol, tetapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang
berikatan secara kovalen dengan makro molekul vital sel hati. Maka dari itu
hepatotoksisitas meningkat pada penderita yang juga mendapat barbiturat,
antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis. Kerusakan yang timbul berupa
nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut ini biasanya diobati secara sintomatik dan
suportif, tetapi pemberian senyawa shulfhidril tampaknya dapat bermanfaat, yaitu
dengan memperbaiki cadangan glutation hati. N-aetilsistein cukup efektif bila
diberikan per oral diberikan setelah minum dosis parasetamol.
Efek paracetamol
Tubuh menyerap paracetamol dengan cepat. Paracetamol dalam bentuk larutan
lebih cepat diserap daripada tablet padat. Efek paracetamol biasanya akan mencapai
puncaknya antara setengah jam sampai dua jam setelah konsumsi, dengan efek
analgesik berlangsung selama sekitar empat jam. Setelah itu, paracetamol akan
dikeluarkan dari tubuh.
Paracetamol aman untuk ibu hamil. Lembaga pengawasan obat AS (FDA)
menetapkan kategori B untuk penggunaan paracetamol pada masa kehamilan.
Artinya, penelitian pada reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko terhadap janin
atau studi pada reproduksi hewan telah menunjukkan dampak buruk yang tidak
dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita hamil di trimester pertama (dan
tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya).
Paracetamol aman untuk ibu menyusui. Sebuah studi menemukan bahwa dosis
puncak paracetamol dalam ASI dicapai setelah satu sampai dua jam sang ibu
mengambilnya secara oral. Dengan asumsi bayi menelan susu 90 ml pada 3, 6, dan
9 jam setelah konsumsi paracetamol ibunya, jumlah paracetamol yang tersedia
untuk konsumsi kurang dari 0,23% dari dosis ibu. American Academy of Pediatrics
mengklasifikasikan paracetamol sebagai obat yang “biasanya aman untuk ibu
menyusui”.
D. PIRAZOLON DAN DERIVATNYA
Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilbutazon , oksivenbutazon, antipirin,
dan aminopirin.
ANTIPIRIN, AMINOPIRIN, DAN DIPIRON
Antipirin (fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2,3-dimetilpirazolidin. Aminopirin
(amidopirin) adalah derivat 4-dimetilamino dari antipirin ( lihat gambar 15-5 ).
Dipiron adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air
dan dapat diberikan secara suntikan.
Antipirin Aminopirin
Gambar 15-5. rumus bangun antipirin dan aminopirin
Indikasi. Saat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesik-antipiretik karena
efek anti-inflamasinya lemah. Sedangkan antipirin dan aminopirin tidak
digunakan lagi karena lebih toksik daripada dipiron. Karena keamanan obat ini
diragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-
antipiretik suntikan atau bila pasien tidak tahan analgesik-antipiretik yang lebih
aman. Pada beberapa kasus penyakit Hodgkin periarteritis nodosa, dipiron
merupakan obat yang masih dapat digunakan untuk merdakan demam yang sukar
diatasi oleh obat lain. Dosis untuk dipiron ialah Tiga kali 0,3-1 gram sehari.
Dipiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang
mengandung 500 mg/ml.
Efek samping dan intoksikasi. Semua derivar pirazolon dapat menyebabkan
agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia. Di beberapa negara
N
N
C
O
CH3
C
CCH3
(CH3)2 N
N
N
C
O
CH3
HC
CCH3
Amerika Serikat, efek samping ini banyak terjadi dan berskifat fatal, sehingga
pemakaiannya sangat dibatasi atau dilarang sama sekali. Di Indonesia frekuensi
pemakaian dipiron cukup tinggi dan agranulositosis telah dilaporkan pada
pemakaian obat ini, tetapi belum ada data tentang angka kejadiannya. Kesan
bahwa orang Indonesia tahan terhadap dipiron tidak dapat diterima begitu saja
mengingat sistem pelaporan data efek samping belum memadai sehingga mungkin
kematian oleh agranulositosis tercatat sebagai akibat penyakit infeksi. Maka pada
pemakaian dipiron jangka panjang, harus diperhatikan kemungkinan diskrasia
darah ini. Dipiron juga dapat menimbulkan hemolisis, undem, tremor, mual dan
muntah, perdarahan lambung dan anuria.
Aminopirin, tidak lagi diizinkan beredar di Indonesia sejak tahun 1977 atas dasar
kemungkinan membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik.
FENILBUTAZON DAN OKSIFENBUTAZON
Fenilbutazon adalah 3, 5 – diokso – 1, 2 – difenil – 4 – butilpirazolidin dan
oksifenbutazon adalah derivat oksifenilnya (Gambar 15. 6). Fenilbutazon
digunakan untuk mengobati artritis reumatoid dan sejenisnya sejak tahun 1949,
kemudian secara berturutan ditemukan turunan fenilbutazon lainya yaitu
oksifenbutazon sulfinbutazon dan ketofenilbutazon.
Gambar 15-6. rumus bangun fenilbutazon
Farmakodinamik. Efek anti –inflamasi fenilbutazon untuk penyakit artristis
reumatoid dan sejenisnya sama kuat dengan salisilat, tetapi efek toksiknya
N
N
CH3CH2CH2CH2
berbeda. Efek analgesik terhadap nyeri yang sebabnya nonreumatik lebih lemah
dari salisilat. Walaupun memperlihatkan efek analgesik – antipiretik, fenilbutazon
tidak digunakan sebagai antipiretik dan analgetik karena toksisitasnya.
Fenilbutazon memperlihatkan efek urikosurik ringan dengan menghambat
reabsorpsi asam urat melalui tubuli. Dosis kecil mengurangi sekresi asam urat
oleh tubuli. Sulfinpirazon, efek urikosuriknya lebih kuat sehingga digunakan
untuk mengobati penyakit pirai (gout) kronik.
Fenilbutazon menyebabkan retensi natrium dan klorida yang nyata, disertai
dengan pengurangan diuresis dan dapat menimbulkan udem. Pertambahan volume
plasma dapat mencapai 50 % sehingga dapat terjadi payah jantung.
Farmakokinetik. Fenilbutazon diabsorpsi dengan cepat dan sempurna pada
pemberian per oral. Kadar tertinggi dicapai dalam waktu 2 jam. Dalam dosis
terapi, 98 % fenilbutazon terikat pada protein plasma, bila kadar lebih tinggi
pengikatan dengan plasma protein mungkin hanya 90 %. Waktu paruh
fenilbutazon 50 – 65 jam.
Biotransformasi fenilbutazon oleh sistem mikrosom hati menghasilkan
oksifenbutazon dan gama – hidroksi – fenilbutazon. Oksifenbutazon juga
memperlihatkan efek antireumatik, retensi air dan garam; afinitasnya pada protein
plasma sama dengan fenilbutazon, dan masa paruhnya beberapa hari.
Fenilbutazon dan oksifenbutazon diekskresi melalui ginjal secara lambat, karena
ikatanya dengan protein plasma membatasi filtrasi glomerulus. Selain itu pKa
kedua obat ini relatif tinggi sehingga zat – zat tersebut banyak direabsorpsi di
tubuli distal. Hanya kira – kira 4 % fenilbutazon diekskresi dalam bentuk asal.
Interaksi obat. Karena afinitasnya terhadap protein plasma lebih kuat dari pada
obat lain, maka fenilbutazon dan oksifenbutazon dapat menggeser obat lain dari
ikatanya dengan protein. Obat – obat yang dapat mengalami pergeseranikatan
protein ini ialah antikoagulan oral, hipoglikemik oral, sulfonamid dan beberapa
obat anti – inflamasi lain. Pemakaian fenilbutazon dan oksifenbutazon bersama
dengan antikaogulan oral dan hipoglikemik oral haruslah diawasi secara ketat.
Sediaan. Fenilbutazon tersedia sebagai tablet bersalut gula 100 mg dan 200 mg.
Juga ada dalam bentuk suntikan. Oksifenbutazon tersedia dalam bentuk tablet 100
mg.
Indikasi. Dalam klinik fenilbutazon dan oksifenbutazon digunakan untuk
mengobati penyakit pirai (gout) akut, artritis reumatoid dan gangguan sendi otot
lainya misalnya spondilitis ankilosa, osteoartritis. Karena toksisitasnya,
fenilbutazon dan oksifenbutazon hanya digunakan bila obat lain yang lebih aman
tidak efektif lagi.
Pada penyakit pirai akut diberikan 800 mg/hari selama dua hari atau hari pertama
800mg/hari, disusul 300mg/hari untuk 3 hari berikutnya. Boleh juga diberikan
dosis awal 400 mg, disusul 100 mg tiap 4 jam sampai gejala inflamasi berkurang.
Alternatif lain, pada hari pertama diberikan 3 atau 4 kali 200 mg, disusul dosis
yang lebih kecil untuk 2 atau 3 hari. Pengobatan ini hendaknya diberikan tidak
lebih dari 7 hari.
Dosis untuk artritis reumatoid ialah 3 – 4 kali 100 mg/hari, diberikan selama
seminggu. Bila dosis penunjang sebesar 100 – 200 mg/hari mencukupi,
pengobatan dapat diberikan dalam jangka lebih lama dengan pengawasan.
Pemakaian jangka lama hendaknya dihindari.
Efek nonterapi. Alergi terhadap fenilbutazon dan oksifenbutazon sering terjadi
berupa reaksi kulit seperti urtikaria, udem angioneurotik, eritema eksfolaitiva dan
lain – lain. Juga dapat terjadi anemia aplastik, agranulositosis, leukopenia,
trombosito – penia, nefritis, hepatitis, dan stomatitis ulseratif.
Kedua obat ini mengiritasi lambung cukup kuat sehingga sering menimbulkan
keluhan pada epigastrium, bahkan dapat menyebabkan korosi lambung, tukak
lambung akut atau kronik dan perdarahan lambung. Efek samping lain seperti
vertigo, insomnia, eurofi, hematuria dan pengelihatan kabur pernah dilaporkan.
Intoksikasi fenilbutazon atau oksifenbutazon dapat menimbulkan koma, trimus,
kejang tonik dan klonik, syok, asidosis, metabolik, depresi sumsum tulang,
proteinuria, hematuria, oliguria, gagal ginjal dan ikterus hepatoselular.
Kontraindikasi. Fenilbutazon dan oksifenbutazon dikontraindikasi pada
penderita dengan hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan gangguan
fungsi hati sehubungan dengan sifatnya yang menyebabkan retensi air dan
natrium. Juga pada penderita dengan riwayat tukak peptik dan alergi terhadap
kedua obat.
IV. MEKANISME KERJA OBAT ( FARMAKODINAMIKA )
Mekanisme kerja yang berhubungan dengan system biosintesis Prostaglandin (PG) mulai
dilaporkan pada tahun 1971 yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah
aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik Prostaglandin (PG).
Prostaglandin akan meningkat bila sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat
AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokimiawi lainnya, hubungannya dengan
efek analgesik, antipiretik dan antiinflamasinya belum jelas.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform
disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan
ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan
berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran
cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin
yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors).
Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskulardan
pada proses perbaikan jaringan.
Aspirin 166b kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada COX-2. Penghambat COX-2
dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri
yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan perdarahan.
Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah
kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3,
suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya terdapat di otak. Aspirin sendiri
menghambat dengan mengasetilasi gugus aktiv serin 530 dari COX-1 trombosit sangat
rentan terhadap enzim karena trombosit tidak mampu mensintesis enzim baru. Dosis
tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit
manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berarti bahwa pembentukan
trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan darah 205 aktivitas
siklooksigenase mencukupi sehingga pembekuan darah tetap dapat berlangsung.
Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Ada perbedaan
aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali.
Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan suhu badan dalam keadaan
demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak
semuanya berguna sebagai antipiretik karena sifat toksik bila digunakan secara rutin atau
terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama
COX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat.
Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik
atas alasan tersebut.
menghambat enzim siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien, sehingga
produksi prostaglandin turun, jumlah prostaglandin turun sehingga set point mengatur
suhu tubuh. Obat: paracetamol, peroksikam, fenilbutazon, diklofenak, ibuprofen
(neoremasil), metamizol (antalgin), asetosal (aspirin), indometasin, dan naproxen.
Kenapa punya efek terhadap terhadap lambung? karena dapat menurunkan jumlah
prostaglandin sehingga menurunkan sekresi mukus. Yang mempunyai masalah dengan
lambung sebaiknya minum obat parasetamol saja.
Hal-hal penting yang terkait dengan obat analgetik/antipiretik adalah:
1. Efek samping penggunaan NSAID: gangguan lambung, gangguan kulit, dan gangguan
darah pada pembekuan darah.
2. Penggunaan paracetamol yang lama/berlebih dapat menyebabkan hepatotoksik.
3. Efek antiagregasi pada penggunaan aspirin dapat dipakai sebagai obat kardiovaskular.
4. Pada asetosal dapat menyebabkan pseudoalergi (aspirin asma).
5. Hati-hati penggunaan NSAID yang lama karena dapat menyebabkan penurunan renal
blood flow, menyebabkan gagal ginjal. Asam arachidonat apabila dihambat oleh
siklooksigenase, akan melewati jalur lipooksigenase sehingga mempengaruhi
leukotrien. Apabila mempengaruhi pada saluran nafas akan menyebabkan asma.
Inhibitor siklooksigenase (COX 2)
• 2 jenis isoenzim siklooksigenase: COX 1 dan COX 2.• COX 1: ada di seluruh
tubuh. COX 2: hanya terdapat di daerah inflamasi. Di induksi oleh enzim penyebab
inflamasi.Dampak:
• Inhibitor COX 1: semua efek akibat hambatan prostaglandin terjadi diantaranya
analgesik/antiinflamasi, tukak lambung,hipoksia ginjal, dll.
• Inhibitor COX 2: efek hambatan prostaglandin terjadi pada daerah inflamasi. Obat:
colecoxib, rofecoxib, veldecoxib, lumiracoxib. Informasi terbaru: hati-hati terhadap
efek kardiovaskular.Pengembangan obat: menurunkan efek samping terhadap tukak
lambung dan ginjal. DEMAM.Suhu tubuh diatur oleh keseimbangan antara
produksi dan hilangnya panas.Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus.Pada
keadaan demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan kenormal
oleh obat mirip aspirin,ada bukti bahwa peningkata suhu tubuh pada keadaan
patologik diawali penglepasa n suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti
interleukin -1(IL-1) yang memacu penglepasa PG yang berlebihan didaerah
preoptik hipotalamus.Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah
diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan kedaerah hipotalamus.Obat mirip
aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG .tetapi
demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi.demikian pula
peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik.
V. ANALGESIK ANTIPIRETIK ANTI-INFLAMASI NON STEROID LAINNYA
Beberapa AINS dibawah ini bersifat anti inflamasi,analgesic dan antipiretik.Efek
antipiretiknya baru terlihat pada dosis yang lebih besar daripada efek analgesiknya.AINS
lebih toksik daripada analgesic klasik.Beberapa obat yang termasuk AINS yang bisa
digunakan dalam pengobata antipiretik yaitu:
ASAM MEFENAMAT METKLOFENAMAT
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetik,anti inflamasi dan antipiretik tapi kurang
efektif dibandingkan aspirin.meklofenamat digunakan sebagai obat inflamasi pada terap
arthritis rheumatoid dan osteoarthritis.Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein
plasma.Dengan nemikian interaksi obat dengan antikoagulan harus diperhatikan.Efaek
samping pada saluran cerna sering timbul seperti dyspepsia dan gejala iritasi lain pada
mukosa lambung.Pada orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih sering
dilaporkan.Efak samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah erithem kulit dan
bronkroskontriksi.Anemia hemolitik juga pernah dilaporkan. Dosis asam mefenamat
adalah 2-3 kali 250-500mg sehari. Sedangkan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit
sendi adalah 200-400mg sehari. Karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk
diberikan kepada anak dibawah usia 14 tahun dan wanita hamil dan pemberian tidak lebih
dari 7 hari.
IBUPROFEN
Ibuprofen merupakan derivate asam propionate yang pertama kali di banyak Negara .
Obat ini bersifat analgesic dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat.Efek
analgesiknya sama seperti aspirin. Efek analgesic antipiretiknya sama dengan salisilat.
Efek anti inflamasinya pada dosis 1200-2400 mg sehari. Efek antipiretiknya pada dosis 3
kali sehari 200mg. efek analgesiknya pada dosis 4 kali sehari 400mg. Absorbsinya cepat
melaui lambung dan kadarmaksimum dalam plasma sekitar 2 jam. 90% terikat pada
protein plasma.Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira kira 90% dari dosis
yang diabsorbsi akan diekskresi melaui urin sebagai metabolit atau konjugatnya.
Metabolit utama merupakan hasil hidroksillasi dan karboksilasi. Obat AINS derivate
asam propionate hampir seluruhnya terikat dalam protein plasma,efek interaksi misalnya
pergeseran obat warfarin dan obat hipoglikemik hampir tidak ada. Tetapi pemberian
dengan warfarin harus tetap waspda Karena ada ganngguan fungsi trombosit yang
memperpanjang masa pendarahan,Derivat asampropionat dapat mengurangi efek diueris
dan natriueris furosemid dan tiazid ,juga mengurangi efek antti hipertensi obat beta
bloker ,prazosin dan kaptopril .Efek ini mungkin akibat hambata biosintesis PG
ginjal.efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan
aspirin,indometasin dan naproksen.Efek samping lainnya yang jarang ialah eritema
kulit,sakit kepala dan,trombositopenia,ambliopia toksik yang reversibal.
INDOMETASIN
Merupakan derivate indol asam asetat .Wlaupunobat ini efektif teaoi karena toksik maka
penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek analgesic antipiretik sebanding
denga aspirin. Absorbsiindometasi setelah pemberian oral cukup baik:92%-99%
indometasin terikat dalam protein plasma.Metabolismenya terjadi di hati. Indometasin
dieksksresi dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urin dan empedu.Waktu paruh
plasma kira kira 2-4 jam.Efek samping indometasin tergantung dosis dan insidennnya
cukuo tinggi.Pada dosis terapi sepertiga penderita menghentikan pengobatan karena efek
samping.Efek samping saluran cerna berupa nyeri abdomen,diare, pendarahan lambung
dan pankrealitis.Sakit kepala hebat dialami kira kira 20-25% penderita,dan sering disertai
pusing depresi dan rasa bingung.Halusinasi dan psikosis pernah dilaporkan . Indometasin
juga pernah melaporkan menyebabkan agranulasitosis,anemia aplastik dan
trombositopenia. Vaskonstriksi pembuluh darah koroner pernah dilaporkan. Hiperkalemia
dapat terjadi karena hambatan yang kuat terhadapbiosintesis PG di ginjal. Alergi dapat
pula timbul dengan manifestasi urtikaria,gatal dan serangan asma, Obat ini mengurangi
efek natriuretik dari diuretic tiazid dan furosenid,serta memperlemah efekhipotensif obat
beta bloker. Karena toksiksitanya indometasin tidak dianjurkan bagi wanita hamil,anak
penderita gangguan psikiatris dan penderita penyakit lambung.Dosis indometasin yang
lazim 2-4 kali 25 mg sehari .Untuk mengurangi gejala reumatik di malam hari
indometasin diberikan 50-100 mg sebelum tidur.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2008). Keracunan Parasetamol. www.wartamedika.com.
Guyton,A.C., Hall, J.T. (1996). Texbook Medical Physiology. Nineth Edition.
Mississippi : W.B. Saundes Company. Pages 1146-1148.
Hardaningsih, G. (2007). www.wawasandigital.com
Katzung, B.G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 574-575.
Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P. C. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar.
Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Hal. 221-223.
Tjay, T.H., K. Rahardja. (2002).Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 297-298.
Schunak. W. (1990). Senyawa Obat. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Hal. 290.
Wibowo, S. (2006). Demam. www.suryo-wibowo.blogspot.com.
Edisi 5 th 2009,departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran UI.
Rdinfar.worpress.co,/2009/12/23/bahaya-obat-analgetik-da-antipiretik.
Edisi 4 th 2001 farmakologi dan terapi.bagian farmakologi fakultas kedokteran UI.
Herman Pustaka Populer Obat.Jakarta.2004.
http;//idshovoong.com/medicine and
health/213866-obat-penurun-demam-antipiretik/#ixzz10244n9ki.
top related