2 tinjauan pustaka · kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan. arti...
Post on 11-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pesisir
Kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Arti wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara
darat dan laut. Wilayah pesisir ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering
maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,
angin laut, dan perembesan air asin. Wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian
laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 in Dahuri et
al. 2004). Bengen (2001) menyatakan kawasan pesisir dari sudut ekologis sebagai
lokasi dari beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan
produktif. Bila ditinjau dari garis pantai (coast line), wilayah pesisir memiliki dua
macam batas, yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang
tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuri et al. 2004).
Kawasan pesisir memiliki satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir.
Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan
habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara
habitat tersebut. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man-
made). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain terumbu
karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy
beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta.
Ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan
pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al.
2004). Menurut Nybakken (1992), wilayah pesisir dapat dilihat dari segi
horizontal dan vertikal (Gambar 2). Secara horizontal kawasan pelagik terbagi
menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang mencakup daerah paparan benua
dan laut lepas (lautan atau zona oseanik). Ekosistem pesisir mempunyai
kemampuan terbatas terhadap masukan limbah. Kemampuan tersebut sangat
tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut
8
melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem
dalam bentuk pencemaran akan terjadi.
Sumberdaya di kawasan pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat
pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih
meliputi sumberdaya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea,
mamalia laut), rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang.
Sumberdaya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir,
timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Pada kelompok
sumberdaya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut,
sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh potensi jasa-jasa
lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan wisata (Dahuri et al.
2004).
Gambar 2 Zonasi wilayah pesisir dan laut secara horizontal dan vertikal(Nybakken 1992).
Wilayah pesisir menarik untuk urbanisasi, industrialisasi, wisata, tujuan
liburan, perikanan, akuakultur dan banyak aktivitas lainnya. Akhir-akhir ini mulai
banyak timbul keinginan untuk melindungi lingkungan alam dan alam bawah laut.
9
Di kawasan pesisir sering terjadi konflik, konflik yang berlangsung antara
aktifitas manusia dan wilayah yang menjadi tempat hidup fauna. Salah satu
konflik yang penting yaitu berasal dari wisata komersial dan adanya keinginan
untuk melindungi alam (Bellan dan Bellan-Santini 2001).
Pantai berpasir dicirikan dengan adanya pasir, gelombang dan pasang surut,
dengan kisaran dari sempit dan terjal terhadap luas dan ada yang datar, pasir
menjadi lebih luas saat surut dan lebih sempit saat pasang, (Short 1999, Finkl
2004 in Defeo et al. 2009). Pantai berhubungan dengan ombak dan terdapat
transpor dan pergantian pasir (Komar 1998 in Defeo et al. 2009). Transpor pasir
dikendalikan oleh gelombang pada sisi basah dan angin pada sisi yang kering
(Defeo et al. 2009)
2.2 Pariwisata dan Ekowisata
2.2.1 Pariwisata
Pariwisata dalam arti luas merupakan kegiatan rekreasi di luar domisili
dengan tujuan untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana
lain (Damanik dan Weber 2006). Pariwisata juga dapat diartikan sebagai suatu
perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu
tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang
dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan. Wisata merupakan bentuk
pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan
manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan
pariwisata (Yulianda 2007).
Menurut Munasef (1995) in Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata terdiri
dari tiga unsur utama. Tiga unsur tersebut diantaranya:
1) Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan
maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam),
2) Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan
perjalanan,
3) Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan
dan tinggal di daerah tujuan wisata.
10
Berbagai istilah dalam pariwisata telah dikenal luas oleh masyarakat.
Dalam UU No 9 tahun 1990 (Menteri Sekretaris Negara 1990), beberapa istilah
yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain:
1) Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan
daya tarik wisata,
2) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata,
3) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di
bidang tersebut,
4) Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata,
5) Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata,
usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut,
6) Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata,
7) Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
Dalam kegiatan pariwisata aspek lingkungan merupakan bagian yang harus
diperhatikan (Dahuri 2003). Strategi pariwisata yang berhasil adalah terpenuhinya
manfaat maksimal ketika pelestarian lingkungan terlaksana dengan dengan baik.
Manfaat maksimal dari kegiatan pariwisata tersebut diindikasikan oleh adanya
sejumlah kunjungan turis atau wisatawan baik dari luar maupun dalam negeri
pada objek wisata yang dimaksud.
Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang-orang yang melakukan
perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan-perusahaan yang melayani
mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau
membuatnya lebih menyenangkan. Seorang wisatawan didefinisikan sebagai
seseorang yang berada jauh dari tempat tinggalnya dimana jarak jauhnya ini
berbeda-beda (Lunberg et al. 1997). Definisi wisatawan menurut WTO in
Marpaung (2002) sebagai berikut :
11
1) Pengunjung adalah setiap orang yang berkunjung ke suatu negara lain dimana
ia mempunyai tempat tinggal, dengan alasan melakukan pekerjaan yang
diberikan oleh negara yang dikunjunginya,
2) Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa
memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara
yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam dengan tujuan perjalanannya
dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut:
(1) memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan,
pendidikan, keagamaan dan olahraga,
(2) bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.
Dahuri et al. (2004) menyatakan, pariwisata pesisir adalah kegiatan rekreasi
yang dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur,
berperahu, menyelam, snorkling, beachombing/reef walking, berjalan-jalan atau
berlari sepanjang pantai, dan menikmati keindahan suasana pesisir. Dahuri (2003)
menyatakan bahwa pariwisata pesisir diasosiasikan dengan tiga “S” (sun, sea dan
sand) yaitu jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami
dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai berpasir bersih.
Hall (2001) in Adrianto (2006a) mengemukakan tentang konsep pariwisata
pesisir yang mencakup rentang penuh pariwisata, hiburan, dan kegiatan yang
berorientasi rekreasi yang terjadi di zona pantai dan perairan pantai. Pariwisata
pesisir juga termasuk di dalamnya pengembangan pariwisata pesisir seperti
akomodasi, restoran, industri makanan dan infrastruktur pendukung pembangunan
pesisir. Pariwisata juga mencakup kegiatan wisata seperti rekreasi berperahu,
rekreasi pantai dan laut berbasis ekowisata, kapal pesiar, berenang, memancing,
snorkling dan menyelam.
Kelly (1996) in Sulaksmi (2007) menyatakan klasifikasi bentuk wisata yang
dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang
kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain
ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan
(adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan wisata
budaya (cultural tourism). Menurut Gunn (1994) in Sulaksmi (2007), bentuk-
bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal-hal berikut:
12
1) Kepemilikan (ownship) atau pengelolaan areal wisata tersebut yang dapat
dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu sektor pemerintahan, sektor
organisasi nir laba, dan perusahaan konvensional,
2) Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) atau budaya (cultural),
3) Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/longstay),
4) Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan
(outdoor),
5) Wisatawan utama atau wisatawan penunjang (primary/secondary),
6) Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan tingkat penggunaan
pengunjung yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif.
Konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) merupakan hal-hal yang terkait
dengan kegiatan wisata, hal-hal yang menyenangkan dan aktivitas rekreasi yang
dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya (Hall 2001 in Adrianto 2006a).
Sementara itu, Orams (1999) in Adrianto (2006a) mendefinisikan pariwisata
bahari (marine tourism) sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan dari
satu tempat ke tempat lain dan fokus pada lingkungan pesisir (Gambar 3).
Gambar 3 Kerangka pariwisata pesisir dan bahari (Hall 2001 dan Orams 1999 inAdrianto 2006a).
Konsep pariwisata pesisir yang selama ini dilaksanakan telah mengalami
perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan yang ada.
Perkembangan konsep tersebut telah mendorong ditekankannya aspek
keberlanjutan dalam penerapan pariwisata persisir. Pariwisata pesisir
berkelanjutan (sustainable coastal tourism) adalah pariwisata yang dapat
memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada saat kini,
Pariwisata pesisirdan bahari
Aktivitas dipantai
Aktivitas di air
- Menyelam- Berperahu- Snorkling- dll
- Melihat pemandangan- Wisata pantai- dll
13
sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan
datang. Pariwisata berkelanjutan mengarah pada pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, estetika
dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas budaya, proses ekologi,
keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO 1980 in
Marpaung 2002). Pariwisata pesisir yang berkelanjutan harus dapat memenuhi
kebutuhan generasi saat ini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Pariwisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan
pantai sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang dikemas dalam paket wisata.
Pariwisata pantai meliputi semua kegiatan wisata yang berlangsung di daerah
pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga pantai, sun bathing,
piknik, berkemah dan berenang di pantai. Pada perkembangannya, jenis kegiatan
wisata yang dapat dilakukan di pantai sangat beragam tergantung pada potensi
dan arah pengembangan wisata di suatu kawasan pantai tertentu.
Jumlah wisatawan yang meningkat dapat memberikan dampak terhadap
penurunan jumlah kunjungan apabila melampaui daya dukung. Dampak wisata
terhadap masyarakat terdapat beberapa jenis sehingga terdapat enam kategori
(Diedrich dan Garcia-Buades 2009):
1. Dampak ekonomi (seperti: bertambahnya pendapatan (uang), bertambahnya
lapangan pekerjaan pekerjaan)
2. Perkembangan masyarakat (seperti: bertambahnya fasilitas, bertambahnya
infrastruktur)
3. Dampak negatif sosial (seperti: kejahatan, serakah)
4. Dampak positif sosial (seperti: sadar budaya)
5. Dampak positif lingkungan (sadar lingkungan)
6. Dampak negatif lingkungan (pencemaran)
2.2.2 Ekowisata
Ekowisata pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The
Ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang
dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat
setempat (Blangy dan Wood 1993 in Linberg dan Hawkins 1993). Ekowisata
14
merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan
perlindungan sumberdaya alam dan industri kepariwisataan (META 2002).
Kegiatan ekowisata dapat menciptakan dan memuaskan keinginan akan alam,
tentang eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan serta
mencegah dampak negatif terhadap ekosistem, kebudayaan, dan keindahan
(Western 1993 in Lindberg dan Hawkins 1993). Pada awalnya ekowisata
dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata
tetap utuh dan lestari, dimana budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap
terjaga. Ekowisata berkembang karena banyak disukai oleh wisatawan yang ingin
berkunjung ke daerah alami. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk
baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat
menciptakan industri pariwisata (Eplerwood 1999 in Fandeli dan Muchlison
2000).
Ekowisata dapat berkontribusi untuk melindungi keanekaragaman dan
fungsi ekosistem dalam pengelolaan (Goosling 1999). Ekowisata merupakan
kegiatan wisata yang berbasis kepada potensi keindahan alam dan secara
bersamaan membantu dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan utama
ekowisata adalah sebagai sumber pendapatan ekonomi baik bagi masyarakat lokal
maupun pemerintah tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan bersifat
berkelanjutan. Beberapa prinsip penting dalam pengembangan ekowisata yaitu (1)
berbasis lingkungan yang alami, (2) mendukung konservasi, (3) pemanfaatan
yang merujuk pada etika, (4) meminimalkan dampak, (5) memberikan manfaat
sosial-ekonomi kepada masyarakat, (6) kepuasan wisatawan dan (7) manajemen
pengelolaan yang mendukung seluruh unsur-unsur tersebut (Fennell 2001 in Tsaur
et al. 2006 ).
Sumberdaya yang dimanfaatkan dalam ekowisata terdiri atas sumberdaya
alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen
terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu (Fandeli 2000; META 2002):
1) Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan
pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya,
15
2) Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan
budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan,
3) Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism),
merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani
kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri
kepariwisataan.
From (2004) in Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar
tentang ekowisata. Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak
menimbulkan kerusakan lingkungan. Kedua, wisata ini mengutamakan
penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat kawasan
wisata. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan
alam dan budaya lokal. Ekowisata memiliki beberapa prinsip (TIES 2000 in
Damanik dan Weber 2006), yaitu sebagai berikut:
1) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan
dan budaya lokal akibat kegiatan wisata,
2) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di
destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku
wisata lainnya,
3) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun
penduduk lokal,
4) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi
melalui kontribusi,
5) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal
dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal,
6) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di
daerah tujuan wisata,
7) Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan
kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi
wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan
disepakati bersama dalam transaksi-transaksi wisata.
Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Menurut
16
Yulianda (2007), wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan
sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga dan
menikmati pemandangan, sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata
yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut (Tabel 1).
Wisata pantai lebih banyak melakukan aktivitas wisata di area pantai berpasir.
Wisata bahari lebih banyak melakukan aktivitas di perairannya seperti snorkling,
selam dan lainnya.
Tabel 1 Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan
Wisata Pantai Wisata Bahari
1. Rekreasi pantai2. Panorama3. Resort/peristirahatan4. Berenang, berjemur5. Olahraga pantai (volley pantai, jalan
pantai, lempar cakram, dll)6. Berperahu7. Memancing8. Wisata mangrove
1. Rekreasi pantai dan laut2. Resort/peristirahatan3. Wisata selam (diving) dan wisata snorkling4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca,
kapal selam5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan,
wisata pulau, wisata pendidikan, wisatapancing
6. Wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumba-lumba, burung, mamalia, buaya)
Sumber: Yulianda (2007)
Ekowisata tidak dapat dipisahkan dari wisata pesisir. Kegiatan ekowisata
selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap
lingkungan di sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan obyek wisata
alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak
negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan
pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan
wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya
pengetahuan, kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap
kelestarian lingkungan (Soeriaatmaja 1997).
Perkembangan ekowisata telah mampu memberikan keuntungan sosial,
ekonomi dan ekologi/lingkungan pada berbagai wilayah pesisir. Kecenderungan
wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah pesisir telah mendorong
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Berkembangnya kawasan pesisir
menjadi daerah ekowisata akan meningkatkan jumlah masyarakat yang terlibat
dalam kegiatan pariwisata dan secara tidak langsung akan memberikan dampak
positif terhadap peningkatan fasilitas dan aksesibilitas (Ulhaq 2006).
17
2.3 Perikanan
Dalam UU No. 31 Tahun 2004 junto UU No. 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan, definisi perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir dapat
dibedakan dalam 2 kategori utama yaitu perikanan tangkap dan perikanan
budidaya. Perikanan tangkap di Indonesia, menurut lokasi kegiatannya
dikelompokkan menjadi perikanan lepas pantai, perikanan pantai dan perikanan
darat. Perikanan pantai adalah kegiatan menangkap ikan, udang, kerang-kerangan
dan hewan air lainnya yang secara liar hidup di perairan sekitar pantai.
Komponen utama perikanan tangkap adalah unit penangkapan yang terdiri
atas alat tangkap, kapal dan nelayan. Unit penangkapan tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling mempengaruhi dan sangat menentukan terhadap
keberhasilan usaha perikanan tangkap. Menurut Kesteven (1973), komponen-
komponen perikanan tangkap terdiri atas sarana produksi, usaha penangkapan,
prasarana pelabuhan, unit pengolahan, unit pemasaran dan unit pembinaan.
1) Sarana produksi
Sarana produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang
berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain
penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi, air tawar, instalasi
listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja.
2) Usaha penangkapan
Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan, aspek legal dan unit
sumber daya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi
penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Aspek legal
menyangkut sistem informasi dan perijinan. Unit sumberdaya terdiri dari
spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta
musim.
3) Prasarana pelabuhan
Pembangunan pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan tanggung jawab
pemerintah. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk
18
meningkatkan produksi. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat
pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat
pendaratan ikan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil
tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat
pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.
4) Unit pengolahan
Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan yang bertujuan untuk
mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap
sempurna segar atau dalam wujud olahan, secara ekonomi nilai tambah
produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat dilakukan secara
tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun
dengan cara modern (Moeljanto 1996).
5) Unit pemasaran
Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa pemasaran merupakan
tindakan yang berkaitan dengan pergerakan barang-barang dan jasa dari
produsen ke tangan konsumen.
6) Unit pembinaan
Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan
produktivitas perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan
sektor perikanan. Pembinaan tersebut terdiri dari pembinaan usaha perikanan
dan pembinaan mutu hasil perikanan. Pembinaan usaha perikanan bertujuan
untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang merupakan bagian dari
dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha perikanan terdiri dari
pembinaan kelembagaan usaha perikanan, perkreditan dan permodalan dan
pembinaan perijinan usaha perikanan.
Permasalahan umum dalam perikanan tangkap saat ini antara lain penurunan
hasil tangkapan yang disebabkan adanya penangkapan berlebih, degradasi kualitas
fisik, kimia dan biologi lingkungan perairan (Dahuri et al. 2004). Berbagai
strategi telah dilakukan nelayan dalam rangka mempertahankan keberlanjutan
usahanya. Penurunan hasil tangkapan telah mendorong nelayan untuk mencari
pendapatan tambahan di luar pekerjaan utamanya menangkap ikan. Dalam upaya
penguatan mata pencaharian alternatif pada kegiatan perikanan berkelanjutan,
19
Smith et al. (2005) telah mengungkap beberapa strategi seperti disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Pengembangan strategi untuk peningkatan pendapatan pada kegiatanperikanan berkelanjutan
No Strategi Mata Pencaharian Fungsi mata pencaharian perikanan1 Bertahan Subsisten (produksi makanan dan pendapatan
Nutrisi (protein, mikronutrien, vitamin)2 Diversifikasi semi subsisten Konsumsi sendiri-nutrisi dan keamanan pangan
Tenaga kerja dalam pertanianSumber keruanganDiversifikasi untuk :
- Tenaga kerja dan konsumsi rokok- Pengurangan resiko- Strategi perlawanan terhadap stok
3 Spesialisaskbbii sebagai nelayan Pasar (produksi dan pendapatan)Akumulasi
4 Akumulasi diversifikasi AkumulasiPertahanan dari strategi akumulasi diversifikasiRekreasi
Sumber: Smith et al. (2005)
2.4 Penataan Ruang (Zonasi)
Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2007). Penataan
ruang (zonasi) merupakan pembentukan wilayah daratan dan perairan untuk
dialokasikan ke penggunaan yang lebih spesifik, wilayah dibagi dalam beberapa
zona dimana tiap zona direncanakan untuk penggunaan tertentu (Clark 1974).
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia 2007).
Zonasi didasarkan pada konsep pemisahan dan kontrol pemanfaatan yang
secara spasial tidak sesuai, diterapkan dalam berbagai situasi dan dapat di
sesuaikan dengan berbagai lingkungan ekologi, sosial ekonomi dan politik (Kay
dan Alder 2005). Penataan ruang merupakan kegiatan yang kompleks karena
bersifat multi sektor dan multi disiplin. Aspek yang dikaji dalam penataan ruang
pesisir antara lain aspek ekologi, sosial ekonomi, budaya dan kebijakan. Pada
prinsipnya, sistem zonasi merupakan pengaturan ruang untuk mengatur kegiatan
20
manusia dalam kawasan sehingga dapat saling mendukung dan dapat
mengakomodir semua kegiatan masyarakat di sekitar kawasan.
2.5 Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung dapat didefinisikan sebagai intensitas penggunaan terhadap
sumberdaya alam yang berlangsung terus menerus tanpa merusak alam (Pearce
dan Kirk 1986). Daya dukung dapat memperkirakan dampak dari perubahan
lingkungan yang sesuai dengan tujuan manajemen lingkungan. Konsep daya
dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas
maksimum untuk mendukung pertumbuhan suatu organisme (Bengen 2002).
Konsep ini berkembang untuk mencegah terjadinya degradasi sumberdaya alam
dan lingkungan. Daya dukung dapat dibedakan atas daya dukung ekologis, daya
dukung fisik, daya dukung ekonomi dan daya dukung sosial (Bengen 2002).
1) Daya dukung ekologis
Merupakan tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan dari segi jumlah
maupun kegiatan yang dilakukan di dalamnya sebelum terjadi penurunan
kualitas ekologis kawasan. Perhatian utama dalam daya dukung ekologis
adalah jenis ekosistem yang tidak dapat pulih seperti lahan basah (rawa).
Indikator kerusakan ekosistem dilakukan dengan pendekatan ekologis antara
lain dapat digambarkan dengan adanya kerusakan vegetasi, habitat, degradasi
tanah dan kerusakan obyek visual wisata alam.
2) Daya dukung fisik
Merupakan jumlah maksimum penggunaan yang dapat dilakukan dalam
kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan
tersebut secara fisik kawasan yang telah melampaui daya dukung secara fisik
dapat dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan, banyaknya
sampah kota, suhu kota yang meningkat, konflik sosial dan sebagainya.
Terlampauinya daya dukung fisik suatu kawasan akan memberikan dampak
negatif tidak hanya pada aspek fisik namun juga aspek lainnya seperti sosial,
ekonomi bahkan ekologis.
21
3) Daya dukung ekonomi
Merupakan tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum dan
ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan
parameter kelayakan usaha (secara ekonomi).
4) Daya dukung sosial
Merupakan gambaran persepsi seseorang dalam menggunakan ruang dalam
waktu bersamaan. Konsep ini terkait dengan tingkat kenyamanan pemakai
kawasan.
Daya dukung lingkungan dapat diketahui dengan memperhitungkan semua
potensi yang ada dalam kawasan yang bersangkutan serta kendala yang
mempengaruhi potensi tersebut dalam jangka panjang. Daya dukung lingkungan
terlampaui ditandai dengan kerusakan lingkungan. Batasan daya dukung untuk
manusia adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh luas sumberdaya dan
lingkungan. Konsep daya dukung awalnya dikembangkan untuk mempelajari
pertumbuhan populasi dalam suatu unit ekosistem. Penghitungan daya dukung
misalnya adalah penghitungan kapasitas ekologi yaitu jumlah individu yang dapat
ditampung oleh suatu habitat. Tujuan utama dari penghitungan daya dukung
adalah untuk mempertahankan potensi sumberdaya alam di areal tersebut pada
batas-batas penggunaan yang dimungkinkan serta untuk menentukan bentuk
pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap sumberdaya alam yang ada di suatu
wilayah.
Pengukuran daya dukung dibatasi untuk faktor yang bisa di ukur. Daya
dukung fisik umumnya mengukur jumlah maksimum pengunjung pada waktu
yang sama dimana ruang yang tersedia dapat mendukung. Faktor kuncinya yaitu
jumlah pengunjung, ruang yang tersedia adalah pada satu tempat (kondisi alami)
atau ditingkatkan melalui akomodasi infrastruktur atau bahkan lahan reklamasi
dalam kasus ekstrim (Tejada et al. 2009). Pantai memiliki nilai yang tinggi
sebagai sumberdaya wisata, oleh karena itu penentuan daya dukung perlu
dilakukan sebagai faktor yang harus ada untuk dapat melakukan pemanfaatan dan
pengelolaan yang memperhatikan lingkungan (Silva 2002).
22
2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Perpaduan antara sub model ekologi, ekonomi maupun sosial dapat
menggunakan model SIG. Konsep dasar SIG merupakan sistem yang
mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data
serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis
data secara simultan sehingga diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek
keruangan (Prahasta 2004).
Sistem informasi geografis dapat menampilkan dalam bentuk spasial yang
dapat digunakan untuk pengelolaan dan ilmu pengetahuan. Sistem informasi
geografis dapat menggambarkan secara abstrak dalam bentuk peta permukaan
bumi. Jenis data SIG terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial
(keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau tempat-tempat di
permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto udara dan
penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas. Data atribut (deskriptif), yaitu data
yang terdapat pada ruang atau tempat. Atribut menjelaskan suatu informasi. Data
atribut diperoleh dari statistik, sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang
disimpan dalam bentuk tabel) lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas,
misalnya kekuatan pohon. Dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah
pohon.
2.7 Ekologi Ekonomi
Ekologi ekonomi mengidentifikasi pentingnya tiga konsep yang sesuai
norma yaitu efisiensi ekonomi, keberlanjutan ekologi dan pemerataan sosial
dalam mengelola keterkaitan antara sistem ekologi dan ekonomi (Constanza dan
Folke 1997 in Wilson dan Howarth 2002). Pertanyaan penting berdasarkan
perspektif pemerataan sosial adalah bagaimana seharusnya mengevaluasi jasa dan
ekosistem dalam melibatkan perlakuan yang adil pada persaingan di kelompok
sosial. Estimasi nilai ekonomi dapat membantu pembuat kebijakan menentukan
isu dari pengelolaan konservasi, pengembangan berkelanjutan dan dukungan
keuangan untuk pengelolaan (Lee dan Mjelde 2007).
23
2.8 Pengelolaan berkelanjutan
Suatu kegiatan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut secara
ekologi, ekonomi dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara
ekonomi berarti kegiatan harus dapat menumbuhkan ekonomi, pemeliharaan
kapital dan menggunakan sumberdaya serta investasi secara efisien.
Berkelanjutan secara ekologis berarti kegiatan dapat mempertahankan integritas
ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya
alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity) sehingga diharapkan
pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan (Cicin-Sain dan Knecht 1998).
Pengelolaan merupakan indikator dalam pengembangan pengelolaan yang
berkelanjutan terdiri atas empat kelompok yaitu (1) menggambarkan adanya
tekanan-situasi-respons, dimana indikator spesifik terletak pada tekanan yang
diterima lingkungan dan pada dampak dan respons yang terjadi pada lingkungan.
(2) Indikator berdasarkan skala spasial, secara global, nasional dan lokal. (3)
Berkonsentrasi pada lingkungan sebagai indikator penengah seperti udara, air,
lahan dan lainnya. (4) Klasifikasi berdasarkan dimensi utama keberlanjutan
seperti lingkungan, lamanya pengembangan terhadap dampak lingkungan (Tsaur
2006).
Pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan memberikan makna bahwa
wilayah peisir dengan seluruh isinya perlu dihargai dan secara berencana dapat
dimanfaatkan, sehingga diperlukan upaya-upaya perlindungan makhluk hidup.
Perlu dilakukan penjagaan dan pelestarian wilayah pesisir dan laut yang sangat
rentan terhadap perubahan ekosistem, dimana diperlukan perhatian yang serius
dalam pengembangan dan pengelolaannya agar senantiasa berjalan secara
berkelanjutan dan lestari. Arah tujuan dari pengembangan dan pengelolaan
potensi sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan pengelolaan secara
terpadu dalam pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien, efektif yang
mengarah pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan.
Pengelolaan secara berkelanjutan berkembang dari pemeliharaan
sumberdaya alam untuk saat ini dan generasi yang akan datang. Pengelolaan
tersebut menekankan nilai yang berhubungan dengan budaya dan
keanekaragaman masyarakat, perhatian terhadap isu keadilan sosial yang
24
berorientasi terhadap stabilitas (Ahn et al. 2002). Hubungan antara pengelolaan
berkelanjutan dengan wisata seringkali muncul.dua aspek: a) banyak yang tidak
tahu mengenai hubungan wisata dengan lingkungan, b) masih jarang informasi
empiris yang menunjukkan dengan jelas bahwa wisata bisa mempengaruhi
keberlanjutan alam (Ahn et al. 2002). Wisata dan ekowisata yang berkelanjutan
dikenal dengan luas sebagai peningkatan pengembangan dimana terdapat
perlindungan lingkungan alam, tradisi dan warisan budaya (Carta di rimini 2001
in Sala 2010). Partisipasi pemerintah cukup bermanfaat untuk mengatasi isu
pengelolaan keberlanjutan dan untuk perencanaan strategi lokal pada pengelolaan
(Sala 2010).
top related