2. tinjauan pustaka 2.1 rumah perawatan paliatif 2.1.1 ... · pada perawatan paliatif yaitu...
Post on 18-Oct-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Petra
8
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Perawatan Paliatif
2.1.1 Perawatan Paliatif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Paliatif memiliki arti cara,
ikhtiar yang melunakkan, meringankan, mengurangi penderitaan. Sementara menurut
kamuskesehatan.com terapi paliatif atau terapi simptomatik adalah pengobatan yang
diarahkan hanya untuk menghilangkan gejala pasien, membuat pasien merasa lebih
baik tanpa harus mengubah perjalanan alami penyakit.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2002, perawatan paliatif
adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga
yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik,
psikososial dan spiritual. (KMK RI no. 812, 2007). Menurut WHO beberapa prinsip
yang perlu dipegang dalam perawatan paliatif adalah:
• Menguatkan semangat hidup dan menghormati kematian sebagai proses
yang normal dan alami.
• Tidak mempercepat maupun menunda kematian.
• Menyediakan perawatan anti nyeri dan gejala lain yang mengganggu.
• Meningkatkan kebutuhan psikis dan spiritual pasien.
• Menawarkan dukungan untuk membantu pasien seaktif mungkin sampai
akhir hayatnya.
• Menawarkan dukungan bagi keluarga pasien selama pasien menderita
penyakit dan kehilangan yang mereka rasakan. (Forman et al., 2003, p.
8)
Sementara hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium
terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang
harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit,
tetapi dapat memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada,
dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri. (KMK RI no. 812, 2007)
Universitas Kristen Petra
9
Perbedaan perawatan paliatif dan hospis adalah pasien yang ditangani,
perawatan paliatif dapat menampung semua pasien penderita kanker tanpa
memanadang tingkatan stadium yang mereka derita, sementara hospis dikhususkan
untuk pasien dengan stadium lanjut yang kasusnya telah dilepas oleh tim medis.
Namun secara garis besar, fasilitas yang ditawarkan dan perawatan yang diberikan
tidak jauh berbeda.
Satu tujuan utama yang dituju bagi hospis dan perawatan paliatif adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga pasien di masa akhir hidup pasien.
(Forman et al. xvii)
2.1.2 Pasien Rumah Perawatan Paliatif
Umumnya pasien yang datang ke Rumah Perawatan Paliatif adalah pasien yang
telah divonis tidak dapat sembuh oleh tim medis, atau dianggap tidak dapat menerima
pengobatan secara kuratif lagi, tetapi seiring berjalannya waktu tumbuh konsep baru
pada perawatan paliatif yaitu kesadaran akan pentingnya integrasi perawatan paliatif
lebih dini agar masalah fisik, psikososial, dan spiritual dapat diatasi dengan baik.
(KMK RI no. 812, 2007)
Pasien penderita kanker dapat menerima perawatan paliatif di empat tempat di
bawah ini:
• Rumah Sakit: umumnya semua pasien penderita kanker akan menerima
perawatan di rumah sakit untuk menerima perawatan kuratif baik berupa
terapi ataupun operasi. Pasien yang dirawat di rumah sakit masih
membutuhkan tindakan khusus, peralatan khusus, dan pengawasan ketat.
• Puskesmas: untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
• Rumah Singgah / panti (hospis): untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus, atau peralatan khusus, tetapi belum
dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan dari
tenaga kesehatan. Pasien yang datan ke Hospis juga dapat pasien yang
melakukan rawat jalan dan mencari ketenangan melalui kelompok
sharing atau terapi-terapi sampingan.
• Rumah Pasien: untuk pasien yang sudah tidak membutuhkan
pengawasan ketat, bisa karena pasien sudah dapat melakukan rawat jalan
atau bahkan pasien yang dinyatakan tidak dapat sembuh dan kasusnya
Universitas Kristen Petra
10
telah dilepas oleh tim medis yang menanganinya. (KMK RI no 812,
2007)
Perawatan paliatif didesain untuk menyediakan kenyamanan dan dukungan
daripada menyembuhkan penyakit. Umumnya, 80% dari pasien melakukan rawat
jalan dan tidak lebih dari 20% yang melakukan rawat inap. (Forman et al. 47)
2.1.3 Sumber Daya Manusia
Tim yang berkerja di dalam rumah perawatan paliatif umumnya adalah tim-tim
yang memiliki rasa empati yang tinggi. Tidak perlu merasa kasihan atau iba, mereka
perlu menunjukan simpati dan empati pada pasien. Pelaksana perawatan paliatif
adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan, keluarga, dan relawan. (Forman
et al. 14)
Tim inti yang melayani Rumah Perawatan Paliatif adalah: tim medis, perawat,
relawan, dan tim konsultasi. Sumber daya manusia lain yang dapat membantu dalam
menjalankan Rumah Perawatan Paliatif ini adalah spiritualis, cleaning service,
apoteker, relawaan, terapis, manager dan staff.
2.1.4 Fasilitas yang Diakomodasi
• Ruang Multifungsi (Ruang Sharing)
• Ruang Aktifitas
• Ruang Makan / Cafetaria
• Perpustakaan
• Tempat untuk Hewan
• Ruang Tidur
• Ruang Mandi
• Ruang Perawat (Nurse Station)
• Ruang Terapi
• Ruang Ibadah
• Ruang Konsultasi
• Loby / Lounge
(Verderber 65)
Universitas Kristen Petra
11
2.2 Kanker dan Tumor
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Banyak orang beranggapan bahwa kanker
dan tumor adalah penyakit yang sama. Nyatanya, tidak semua tumor adalah kanker,
tetapi kebanyakan semua kanker adalah tumor.
Tumor adalah segala bentuk benjolan yang tidak normal yang terjadi pada tubuh
kita. Tumor terbagi menjadi tumor ganas dan tumor jinak. Kanker adalah istilah
umum untuk semua jenis tumor ganas.
Kanker dapat menimpa semua manusia tidak peduli bentuk fisik dan umur. Pada
umumnya, kanker menyerang manusia yang berusia 40 tahun ke atas. (Yayasan
Kanker Indonesia)
2.2.1 Jenis-jenis Kanker
• Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks)
• Kanker Payudara
• Penyakit Trofoblas Ganas
• Kanker Kulit
• Kanker Paru-paru
• Kanker Hati
• Kanker Kelenjar Getah Bening
• Kanker Usus Besar
• Kanker Darah (Leukimia)
(Yayasan Kanker Indonesia)
2.2.2 Faktor yang Meningkatkan Resiko Kanker
• Bahan Kimia (asap rokok, asap industri)
• Penyinaran Berlebihan (sinar matahari berlebihan, sinar radio aktif, sinar X,
sinar radiasi)
• Virus Onkogenik / Virus Kanker
• Hormon
• Makanan (makanan yang lama tersimpan dan berjamur dapat tercemar oleh
afatoxin)
• Genetik (Yayasan Kanker Indonesia)
Universitas Kristen Petra
12
2.2.3 Tingkat Stadium Kanker
• Stadium 0
Dalam stadium ini sel kanker masih berada di tempat dimana dia mulai
berkembang. Sel kanker masih belum menyebar ke jaringan lain di sekitarnya.
Pada tahap ini pasien masih sangat mungkin disembuhkan karena masih dalam
tahan tumor jinak yang dapat dihilangkan melalui operasi. Operasi ini
ditujukan untuk mengangkat semua tumor yang ada. Umumnya tahap ini,
pasien masih kurang menyadari adanya perubahan dalam dirinya.
• Stadium 1
Pada stadium ini sel kanker atau tumor masih belum mengakar dalam pada
jaringan dimana dia berada. Sel kanker juga belum menyebar ke daerah getah
bening dan ke bagian tubuh yang lain. Tahap ini sering disebut sebagai tahap
awal kanker.
• Stadium 2 & 3
Tahap ini ditandai dengan jaringan yang mulai berubah menjadi tumor. Pada
tahap ini sel kanker mulai mengakar dalam pada jaringan terdekat. Pada
stadium ini, sel kanker mulai menyebar ke getah bening tetapi belum sampai
menyebar ke bagian tubuh lain.
• Stadium 4
Stadium ini menandakan bahwa kanker telah menyebar ke organ atau bagian
tubuh lain. Umumnya disebut sebagai kanker stadium lanjut atau metastatic
cancer. Kanker stadium ini biasanya paling susah untuk disembuhkan.
(“Stages” par. 4)
2.2.4 Pemeriksaan dan Pengobatan Kanker
Pemeriksaan awal yang umumnya dilakukan pada pasien yang curiga dirinya
mengidap kanker adalah:
• Pemeriksaan sitologi dan patologi anatomi
• Tes-tes pertanda kanker dalam darah
• Rontgen
• Mamografi (rontgen khusus untuk payudara)
• Ultrasonografi / USG (memotret alat tubuh bagian dalam)
• Endoskopi (peneropongan alat tubuh bagian dalam)
Universitas Kristen Petra
13
• Kolposkopi (peneropongan leher rahim)
• Laparoskopi (peneropongan rongga perut)
• Pemotretan lapisan-lapisan tubuh dengan alat CT Scan, MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
Kanker pada stadium tertentu dapat diobati. Beberapa alternatif pengobatan atau
kombinasi pengobatanyang biasanya dilakukan oleh pasien adalah sebagai berikut:
• Pembedahan (operasi)
• Penyinaran (Radio-terapi)
• Pemakaian obat-obat pembunuh sel kanker (sitostatika/kemoterapi)
• Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi)
• Pengobatan dengan hormon
• Transplantasi organ.
• Stem Cell
Hasil pengobatan terutama tergantung pada stadium atau tingkatan kanker. (Yayasan
Kanker Indonesia)
2.2.5 Karakteristik Pasien
Pasien kanker tidak mengenal ras, budaya, fisik, dan umur. Pasien berasal dari
semua jenis kalangan, latar belakang budaya, dan etnis. Umumnya pasien yang datang
ke Rumah Sakit Khusus Onkologi atau sub bagian Rumah Sakit Umum Onkologi ini
telah menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit kanker karena gejala yang sudah
dialami seperti rambut rontok, lesi, dan disorientasi tubuh. Berikut adalah rangkuman
mengenai karakteristik pasien yang datang ke rumah sakit onkologi:
• Pasien dari semua kalangan: latar belakang budaya dan etnis, maupun anak-
anak.
• Pasien telah menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit kanker karena
gejala yang sudah ada seperti rambut rontok, lesi, cacat.
• Pasien dengan keterbatasan mobilitas karena umur maupun keadaan—baik
secara klinis, gejala sakit, muntah, dan lain-lain.
• Tekanan secara emosional—marah, kesedihan, kehilangan—baik pasien
maupun keluarga.
Universitas Kristen Petra
14
• Gangguan pada kegiatan sehari-hari. Pasien rawat jalan menjalani proses
radiotherapy secara berkala selama 6-8 minggu. Ada pasien yang masih
bekerja maupun datang dari tempat yang jauh.
Dalam menjalani proses penyembuhan, melalui kemoterapi atau radiasi, pasien
kanker akan mengalami beberapa efek samping yang tidak bisa dihindari. Beberapa
efek samping tersebut adalah: (“Side” par. 4)
• Anemia
• Kehilangan Nafsu Makan
• Gangguan pada perhatian,
pemikiran, dan ingatan
• Pendarahan
• Gangguan pencernaan
• Gangguan Pembekuan Darah
• Dehidrasi
• Masalah mulut dan gigi
• Diare
• Susah Menelan
• Mulut Kering
• Rambut Rontok
• Sakit Kepala
• Infeksi
• Menopause
• Osteoporosis
• dl
Gangguan-gangguan yang membayangi pasien ini jelas menjadi momok
tersendiri bagi para pasien. Tekanan mental dan status berat akan disandang pasien
kanker. Faktor ini merupakan faktor utama yang menjadi stressor bagi pasien
penderita kanker.
Menurut beberapa penelitian terkini menyatakan bahwa ribuan pasien kanker
yang mengalami depresi klinis tidak mendapat terapi psikologi karena terlalu
berfokus pada aspek fisik mereka. Sebuah penelitian di Skotlandia yang dilakukan
oleh peneliti dari Universitas Edinburg dan Universitas Oxford menyatakan bahwa
depresi bukanlah bagian alami dari gejala kanker.
Melalui penelitiannya yang melibatkan 21.000 pasien, sebanyak 1.200–2.700
pasien menderita depresi klinis dan sebanyak 75% dari mereka tidak mendapatkan
perawatan psikologi. (Walker et al. 343-349)
Universitas Kristen Petra
15
Tabel 2.1. Edmonton Functional Assesment Tool (EFTA) 0
Functional 1
Minimal Dysfunction
2 Moderate
Dysfunction
3 Maximum
Dysfunction Communication Independent Effective>50%
but <100% of time
Effective <50% of time
Unable to Communicate
Mental Status—six task on memory and orientation
Oriented with intact memory
2-6 tasks impaired but follows simple commands
3-4 tasks impaired or responds inconsistently
5-6 tasks impaired or unresponsive to verbal commands
Pain No impact on function
Inhibits function minimally
Inhibit function moderately
Unable to perform any activity
Dyspnea No SOB (Shortness of Breath)
Urgency with counting of SOB on exertion or intermittent O2 use
One extre breath with counting or O2 at 1-3 liters
>2 breaths with counting or O2 at >4 liters
Balance (sitting or standing)
Independent Requires equipment or 1 person; minimal safety risk
Requires moderate assistance (≥ 1 persons); unsafe on own
Requires maximum assistance or unable to evaluate
Mobility (bed mobility and transfer)
Independent and safe
Requires 1 assistant to move safely
Requires 2 persons to walk or assistance with wheelchair.
Unable to walk; dependent wheelchair management
Locomotion (walking or wheelchair)
Independent Requires walking aid or 1 person to walk or wheelchair supervision
Requires 2 persons to walk or assistance with wheelchair
Unable to walk; dependent wheelchair management
Fatigue Rarely needs to rest
Rests <50% of the time
Rests >50% of the day
Bedridden due to fatigue
Motivation Participates in all activities
Participates >50% of the time
Participates <50% of the time
No desire to participate
ADL (Activities of Daily Living)
Independent Independent using equipment
Requires some assistance
Totally dependent
Performance Status
Independent Independent with minimal assistance
Requires moderate assistance
Requires maximal assistance
Sumber: Forman, et al. (2003, p. 131)
Universitas Kristen Petra
16
2.3 Pendekatan Healing Environment
Healing Environment adalah physical setting dan organizational culture yang
mendukung kebutuhan pasien dan keluarga pasien untuk menghadapi tekanan mental
atau stress yang dialami pasien selama menjalani perawatan medis. Konsep ini
menerapkan bahwa lingkungan di sekitar pasien yang sesuai atau positif dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan pasien dari berbagai macam treatment
yang dilakukannya. (Stichler 1-20)
Healing tidak sama dengan curing. Curing adalah memperbaiki masalah,
pemberantasan penyakit, dan mengurangi gejala. People can be healed even if they
are not cured. Semisal, wanita dengan kanker payudara walaupun sudah disembuhkan
bisa saja tetap mengalami kesedihan yang mendalam atas kehilangannya. Healing
environment didesain untuk harmonisasi antara pikiran, jiwa, dan raga. (Zborowsky,
Kreitzer)
Ahli Neurologi menyatakan bahwa di dalam otak kita hormone kecemasan,
endokrin, dan system imun terus berinteraksi satu sama lain. Apa yang kita pikirkan
saat ini dapat mengubah biochemistry dalam badan kita. (Pert par. 25)
2.3.1 Latar Belakang Healing Environment
Proses penyembuhan tidak hanya bergantung pada aktivitas medis yang
diterima oleh pasien, tetapi juga berdasar pada lingkungan yang ditempatinya.
Kehadiran suasana ruang tertentu diharapkan dapat mereduksi dan mengurangi stress
yang mengganggu psikologis pasien. Pasien yang mengalami stress saat proses
penyembuhan berlangsung dapat menggagalkan proses penyembuhan itu sendiri
(Kaplan et al.). Kontribusi lingkungan kepada proses penyembuhan pasien mencapai
40%, sedangkan faktor medis hanya 10%, faktor genetis 20%, dan faktor lainnya
30%. (Kaplan et al.).
Selama 20 tahun belakangan ini, para ahli telah melakukan penelitian mengenai
desain yang dapat berkontribusi pada hubungan sosial dan kesehatan.
“We tend not to think of building design in terms of social and psychosocial
terms. We tend not to think about cohesion, trust and tolerance and sense of
attachment to health. These all seem to be vitally important for health.”
(Marmot 244-248)
Universitas Kristen Petra
17
Sebuah ilustrasi dari Michele Petrone, pelukis dan seorang pasien:
The journey of illness and dying is not just medical, and places of healthcare
are not just for medical provision ... Where does a patient go to cry when he
has been given bad news? All too often, patients are left to sob in corridors or
in waiting rooms while other patients nervously wait for their news. In all the
talk about doctors breaking bad news, we tend to forget that patients have to
break bad news too.
Pasien dalam rumah sakit bukanlah orang-orang yang ‘dikubur’ dalam tempat
tidurnya, walaupun mereka sakit mereka adalah orang-orang yang masih mempunyai
kehidupan yang tetap berjalan di luar rumah sakit. Mengapa tidak menciptakan area
dimana pasien dapat berkontemplasi, menemui keluarganya, atau bahkan bekerja.
(“Clinical” 297)
Penelitian mengemukakan pendapat bahwa pemandangan akan alam—taman—
dapat mengurangi ketergantungan pasien pada obat penahan rasa sakit atau lama
seorang pasien pasa operasi tinggal di dalam rumah sakit. (Critchlow, Allen). Peneliti
lain mengungkapkan bahwa 90% staff percaya bahwa bekerja pada rumah sakit yang
poorly designed dapat meningkatkan tingkat stress. (Commision for Architecture and
the Built Environment).
2.3.2 Pengaruh Lingkungan terhadap Manusia
Manusia dan lingkungannya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Manusia dapat membentuk bangunan dan bangunan dapat membentuk manusia.
Jalinan tersebut disebut jalinan transactional interpendency. Lingkungan interior
dapat memberi sebuah stimulus pada indera manusia untuk menciptakan sebuah
sensasi dan filter bagi proses persepsi sebelum manusia memberi respon. Proses
tersebut disebut Stimulus-Organism-Response. Manusia menyesuaikan respon
terhadap rangsang yang datang dari luar, sedangkan stimulus tersebut dapat diubah
sesuai kebutuhan manusia. (Wohlwill).
Elemen dasar penyebab manusia memberikan resepon terhadap lingkungannya
adalah:
o Stressor: elemen lingkungan (stimuli) seperti kebisingan, suhu, kepadatan,
dan suasana yang merangsang manusia.
Universitas Kristen Petra
18
o Stress: tekanan atau ketegangan jiwa. Hubungan antara stressor dengan
reaksi yang ditimbulkan oleh efek lingkungan dalam diri manusia.
Bagaimana lingkungan dapat mempengaruhi tubuh kita menurut penjelasan
medis? Kebisingan, lingkungan rumah sakit yang membingungkan tidak hanya
membuat pasien merasa cemas, sedih, helpless, tetapi juga meningkatkan tekanan
darah dan detak jantung sekaligus ketegangan otot (Blomkvist et al. 62). Lingkungan
yang tidak nyaman tersebut membuat tubuh manusia beradaptasi sehingga dapat
memproduksi hormone yang bisa menekan system imunitas pasien, yang dapat
menggagalkan proses penyembuhan yang sedang dijalaninya. (Kiecolt-Glaser et al.
346).
Oleh karena itu lingkungan yang ‘healing’ dapat membantu mempercepat
proses penyembuhan pasien dengan meredus stressor-stressor yang ada di sekeliling
pasien. Lingkungan yang mendukung selain mempercepat penyembuhan pasien,
dapat mengurangi perasaan sedih, menciptakan dan menambah kenyamanan serta
mengurangi stress dan depresi.
2.3.3 Prinsip Healing Environment
Beberapa hal yang menjadi perhatian Healing Environment adalah sosial,
ekologi, psikologi, fisik, spiritual, dan kebiasaan. Interior desain yang baik bagi
sebuah rumah sakit adalah interior yang entertaining, transparan, mudah berpindah,
cahaya, colorful, multi-function, happening. (Hartadi).
PARAMETER HEALING ENVIRONMENT:
• Noise Control
o Sound of footsteps in corridor
o Slamming doors, clanking latches.
o Loudspeaker paging system
o Staff conversatuibs from nurse stations for staff lounge
o Other patients’ televisions and radios
o Clanking of dishes on food chart
• Air Quality
o Need for fresh air, solarium, or roof garden
Universitas Kristen Petra
19
o Avoidance of noxious off gassing from synthetic materials, including
certain types of paint.
o Avoidance of odiferous cleaning agents.
o Adequate number of air changes
• Thermal Comfort
o Ability to control room temperature, humidity, & air circulation to suit
personal needs.
• Privacy
o Ability to control view of the outdoors.
o Ability to control social interaction & view of patient in adjacent bed.
o Secure place for personal belongings
o Place to display personal mementos (family photos, get well soon card,
flower)
• Light
o Nonglare lighting in patient room
o Ability to control intensity of light
o Good reading light
o Window should below enough for patient to see outdoors while lying
o Patient room lighting should be full spectrum
• Communication
o Ability to contact staff when needed
o Comfortable places to visit with family
o TV, radio, telephone available as needed
• View of Nature
o View of trees, flowers, mountaints, or ocean from patient rooms &
lounges.
o Indoor landscaping
• Color
o Careful use of color to create mood, lift spirit, & make room cheerful.
o Use in bed linens, bedspreads, gowns, personal hygiene kits,
accessories, and food trays.
• Texture
Universitas Kristen Petra
20
o Introduce textural variety in wall surface, floors, ceilings, furniture,
fabrics, and artwork
• Accomodation for Families
o Provide place for family member to make them feel welcome, rather
than intrusive
o Provide visitor lounges & access to vending machine, telephone &
cafetaria. (Malkin 54)
Secara singkat kata kunci dalam membangung sebuah konsep Healing
Environment adalah:
• Efficiency
• Minimizing Risk
• Improving Well-Being
• The Provision of Access
(Zborowsky, Kreitzer)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Dalam mendesain sebuah
healthcare yang berbasis healing environment beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah
o Evidence Base Design
§ Pemandangan dan akses ke alam.
§ Pencahayaan yang sesuai.
§ IAQ yang baik
§ Lingkungan yang meditative.
§ Sense of Control.
o Patient Safety & Quality Resolution
§ Transparansi.
§ Meningkatkan keamanan pasien: infeksi kontrol, kualitas
udara, hand washing.
§ Meningkatkan desain secara psikologi dan klinis melalui
pencahayaan alami, mengurangi polusi suara, memasukan
keluarga, dan ergonomis.
(Hartadi).
Universitas Kristen Petra
21
2.3.4 Teori yang Dapat Mendukung Healing Environment
Yang diperhatikan adalah elemen dan prinsip desain, selain itu proxemics,
ergonomic, building codes, green guidelines, research-based design / evidence-based
design. Teori-teori yang dapat mendukung pembentukan healing environment adalah
• Environmental Preference: teori ini menyatakan bahwa manusia lebih
menyukai sesuatu yang menarik daripada sesuatu yang terlalu simple dan
membosankan. Desainer yang mengikuti teori ini bertujuan untuk:
o Coherence (making sense)
o Legibility (the promise of making sense)
o Complexity (involvement)
o Mystery (the promise of involvement)
• Gasalt Theory: teori ini memadai tentang manusia yang secara umum
menyukai tampilan visual dan desainer perlu mengikuti beberapa peraturan
sebagai berikut:
o Law of closure: we want things to look finished
o Law of similarity: we tend to group similar things together.
o Law of proximity: the closer things are, the more we want to group
them.
o Law of continuity: we see points that are connected by straight or
curving lines as belonging together in a way that follows the smoothest
path.
o Law of foreground: we can only see the positive or negative aspects of
an item one at a time (i.e. drawings where can see an old woman
outline in black and a young woman in white)
• FengShui: teori Cina kuno ini menerangkan tentang peletakan dan pengaturan
ruang untuk mencapai harmoni. Konsep yang diikuti adalah
o The Five Elements: kayu, api, tanah, metal, dan air. Desain sebaiknya
mengikuti 3 dari 5 elemen tersebut. Baik dengan elemen yang
sesungguhnya maupun representasi dari elemen tersebut. Setiap
elemen juga diwakili oleh warna-warna yang melambangkan kelima
elemen tersebut. Sebuah desain yang baik sebaiknya menyeimbangkan
elemen-elemen tersebut.
Universitas Kristen Petra
22
o Qi adalah energy yang mengalir. Desain sebaiknya ‘be the wind and
disperse’ atau ‘be the water and define.’
o Ying and Yang. Desain sebaiknya menyediakan keseimbangan antar
elemen untuk menciptakan harmoni. Teori ini dikenal dengan
menggambarkan keseimbangan antara dua hal yang bertolak belakang.
(Kreitzer par. 14-17)
2.4 Desain Interior Rumah Perawatan Paliatif
2.4.1 Site
Hospis bisa kita temukan dimana saja, baik di daerah perdesaan maupun daerah
perkotaan. Masing-masing tempat memiliki kelebihan dan kekurangan. Di daerah
perdesaan, kelebihannya hospis memiliki pemandangan yang langsung tertuju pada
alam, memiliki lapangan terbuka yang lebih luas daripada di daerah perkotaan dengan
lahan terbatas. Sementara, di dearah perkotaan memiliki kelebihan hospis akan lebih
mudah dikenal banyak orang dan memiliki koneksi yang lebih banyak dibanding di
daerah perdesaan. (Verderber 60)
Desain hospis yang baik menyesuaikan dengan budaya dan lingkungan di
sekitarnya. Dengan bertoleransi dengan lingkungan di sekitarnya, maka suasana yang
tercipta akan lebih nyaman. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam membangun
sebuah hospis juga sebaiknya diperhatikan dan mengikuti standarisasi ukurang
ruangan di daerah setempat. (Verderber 60)
Hospis adalah tempat yang sunyi. Hal ini ditujukan agar pasien dapat
berkontemplasi dan mendapat ketenangan yang mereka butuhkan. Umumnya hospis
berada di daerah yang agak jauh dari keramaian atau desain bangunan yang dapat
mengurangi kebisingan suara dari luar. (Verderber 61)
2.4.2 Sirkulasi
Sebisa mungkin sirkulasi pasien mulai dari pintu masuk sampai ke area yang
ingin mereka tuju tidak membingungkan, simple, dan tidak bertabrakan dengan
sirkulasi lain seperti sirkulasi darurat. Sirkulasi ini dapat dibantu dengan signage.
Sirkulasi pasien rawat jalan dan rawat inap sebaiknya tidak disamakan karena akan
berdampak pada psikis pasien. Memisahkan pasien dari daerah logistik dan servis
juga diperlukan. (Robertsm 108)
Universitas Kristen Petra
23
Sirkulasi dibedakan menjadi 4, yaitu:
• Sirkulasi Pasien
o Rawat Jalan
o Rawat Inap
• Sirkulasi tim medis (dokter dan perawat)
• Sirkulasi Servis
• Sirkulasi Pengunjung
Berikan batasan-batasan kepada pengguna agar tidak memasuki sirkulasi atau
daerah dimana mereka tidak seharusnya berada di sana agar mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan. Sirkulasi juga termasuk peletakan lift untuk servis dan lift untuk
manusia.
2.4.3 Aksesibilitas
Aksesibilitas sebaiknya mengutamakan desain universal karena pengguna yang
diakomodasi adalah pengguna dengan keterbatasan fisik yang beragam. Pemberian
signage di setiap sudut rumah perawatan juga diperlukan agar pasien maupun
pengunjung tidak tersesat dan tidak bingung berada di mana. Akses diatur sedemikian
rupa agar sistem kerja an penanganan pada pasien dapat efisien dan efektif. (Roberts
108)
Sebisa mungkin akses antara pasien dan staff dipisahkan supaya tidak
menghalangi satu sama lain.
Zoning dan grouping juga perlu diperhatikan untuk menciptakan aksesibilitas
yang baik dan tidak terkesan menyeramkan dan pengap. Golongkan dan dekatkan
ruangan yang saling berhubungan satu sama lain.
2.4.4 Pencahayaan
Penggunaan lampu pada ruang-ruang rumah sakit ini disesuaikan dengan
kebutuhan dan penggunaan ruang tersebut. Penerangan utama sebaiknya
menyesuaikan konsep rumah sakit, apakah rumah sakit berkonsep tropis yang
mengutamakan material kayu didukung dengan pencahayaan dengan warna warm
white, ataukah menggunakan pencahayaan putih terang dengan lampu daylight.
(Roberts 115)
Universitas Kristen Petra
24
Gambar 2.1. Pengaruh konsep dalam pencahyaan rumah sakit
Sumber: Google.com
Sistem pencahayaan juga memperhatikan material yang digunakan, apakah
material tersebut reflektif atau menyerap cahaya. Namun sebaiknya dinding tidak
memantulkan cahaya, setidaknya setinggi mata, ketika staff bekerja. Lampu pada
ruangan-ruangan tersebut sebaiknya dapat diatur sesuai keinginan pasien agar
menimbulkan konsep sense of control yang dibutuhkan pasien. (Roberts 115)
Sebisa mungkin perbanyak memasukan cahaya alami ke dalam ruangan untuk
menciptakan suasana terbuka dan pasien tidak merasa terkurung dalam satu ruangan.
Tetapi hal ini relatif pada keinginan pasien, karena pasien yang mendekati masa akhir
hidupnya cenderung untuk menyukai suasana gelap. (Verderber 70)
2.4.5 Penghawaan
Beberapa ruangan perlu dikontrol dengan menggunakan exhaust fan agar
sirkulasi keluar masuk udara terjaga sehingga ruangan tidak pengap dan alat-alat
medis juga terjaga kesterilannya.
Pengaturan penghawaan alami juga diperlukan, sebisa mungkin angin tidak
langsung menerpa pasien.
Untuk meminimalisir penurunan konsentrasi dan menjaga kenyamanan pasien
selama beraktivitas, suhu temperatur yang baik antara 16oC - 25oC. Untuk keamanan
smoke detector diperlukan untuk ruangan-ruangan tertentu dengan jenis yang tidak
sesitif pada radiasi (photoelectric). (Roberts 114)
2.4.6 Akustik
Pada bagian akustik perlu diperhatikan kontrol pada suara-suara yang tidak
diinginkan, seperti suara-suara dari jalan raya yang berisik, suara iklan-iklan di jalan,
Universitas Kristen Petra
25
suara industrial, suara hewan peliharaan, alarm, klakson, dan lain-lain. Pasien yang
datan pada rumah perawatan ini, umumnya telah mengalami stress dalam menghadapi
penyakit yang mereka derita, telah mengalami kesusahan dalam tidur dan relaks,
sehingga suara-suara seperti ini sebisa mungkin diminimalisir agar tidak menganggu
kebutuhan ‘tenang’ yang ingin mereka capai. (Verderber 62)
Beberapa ruang yang memerlukan perhatian dalam desain akustik khusus
adalah ruang konsultasi, ruang staff, dan ruang istirahat pasien. Kedua ruang ini perlu
diperhatikan secara akustik agar tida terganggu maupun mengganggu ruang-ruang di
sekitar mereka. (Roberts 110)
2.4.7 Warna
Ada Sembilan alat indera yang dapat memberikan stimulus pada manusia:
penglihatan, pendengaran, kinestetis, vestibular, perabaan, temperature, rasa sakit,
perasa, serta penciuman. Salah satu stimulus terkuat adalah visual. Yang
dikategorikan ke dalam stimulus visual adalah warna, iluminasi, bentuk, dan skala.
Warna sebagai stimulus visual dari jaman Mesir Kuno sering kali dipercaya
dapat menyembuhkan penyakit. Secara psikologis warna mempunyai pengaruh kuat
terhadap suasana hati dan emosi manusia.
Ditinjau dari efek kejiwaan dan sifat khas yang dimilikinya, warna dipilah
menjadi 2 kategori yaitu golongan warna panas (berpuncak pada jingga) dan warna
dingin (berpuncak pada biru kehijauan)
• Warna panas memberi pengaruh psikologis panas, menggembirakan,
menggairahkan, dan merangsang.
• Warna dingin, hijau dan biru, memberi pengaruh psikologis
menenangkan, damai.
• Warna ungu membawa pengaruh menyedihkan.
• Warna putih memberi pengaruh bersih, terbuka, dan terang.
• Warna hitam memberi pengaruh berat, formal, dan tidak menyenangkan.
Tidak ada warna yang secara langsung dihubungkan dengan perawatan paliatif.
Tetapi para peneliti mengusulkan untuk menggunakan warna hangat sebagai palet
dalam desain ruang public pada rumah perawatan dengan tujuan untuk menstimulasi
interaksi sosial satu sama lain. Sementara untuk ruang semi private dan private lebih
diusulkan warna-warna dingin sebagai palet. Warna merah mudah, mauves, dan taupe
Universitas Kristen Petra
26
adalah warna yang efektif untuk mengurangi kecemasan di antara pasien yang berada
di dalam rumah perawatan. Hindari warna kuning dan warna-warna kusam dan merah
karena menurut penelitian akan menganggu pasien termasuk anak-anak. (Verderber
66)
2.4.8 View dan vegetasi
Pemandangan diutamakan bagi ruang-ruang pasien, seperti ruang kamar dan
ruang meditasi. Pemandangan ke alam dapat menjadi terapi tersendiri bagi pasien
untuk memberikan informasi tidak langsung pada cuaca dan keadaan di luar sana.
Menggunakan kaca dengan ukuran penuh dapat membantu memasukan lebih banyak
cahaya dan pemandangan dari luar.
Namun sering kali terjadi kendala pada bangunan rumah perawatan yang berada
di kota yaitu keterbatasan akan view ke alam. Hal ini dapat dimanipulasi dengan
menghadirkan mural pada dinding dan gambaran-gambaran akan alam.
Kehadiran vegetasi yang rindang pada landscape hospis sangat
direkomendasikan pada desain hospis di perkotaan. Namun perlu diperhatikan akan
kesesuaian desain. Misalnya dengan terlalu banyak screening menggunakan vegetasi
dapat menunjukan atau mengesankan bahwa hospis ini tertutup dan tidak untuk
umum. Hal ini perlu dihindari agar hubungan hospis dengan lingkungan di sekitarnya
pun terjaga sebagaimana mestinya. Think-outside-to-inside dan sebaliknya.
(Verderber 76)
2.4.9 Kenyamanan dan Keamanan
2.4.9.1 Keamanan Material
Perhatian akan keamanan material bagi desain rumah perawatan tidak sedetail
pada perhatian material pada rumah sakit. Tetapi tetap saja perlu diperhatikan
beberapa keamanan material yang umumnya pada desain lantai.
Desain lantai untuk rumah perawatan paliatif perlu diperhatikan seperti
kelicinan lantai, durability lantai, dan maintenance lantai. Tekstur yang dihadirkan
pada desain lantai ruang perawatan paliatif dapat beragam, seperti dengan
menghadirkan tekstur rumput, pasir, tanah, batu alam, dan lain-lain. Dapat juga
menghadirkan bentukan imajiner seperti air yang bukan air dan desain-desain
imajiner lainnya.
Universitas Kristen Petra
27
Secara khusus material yang digunakan untuk fasilitas kesehatan juga tidak
boleh sembarangan. Salah satu kualifikasinya adalah tidak boleh berpori atau
homogenus style. Cat yang digunakan juga cat khusus yang dapat mematikan bakteri.
(Roberts 114)
Menghadirkan material-material alam seperti kayu, pohon yang tumbuh alamiah
yang jelas menunjukan lingkaran tahun menunjukan pergantian musim. Menjadikan
material kayu menjadi pilihan utama dalam mendesain rumah perawatan. (Verderber
80)
2.4.9.2 Infection Control
Beberapa pasien memiliki status yang masih tidak diketahui. Beberapa pasien
juga memiliki antibody yang lemah sehingga semua body liquid sebaiknya
diperlakukan sebagai ancaman infeksi. Secara desain yang dapat diakukan adalah:
• Layout yang meminimalisir cross contamination pada ruang kerja.
• Detail dan sirkulasi kerja yang efisien.
• Material dan finishing yang sesuai.
• Menambahkan sebanyak mungking tempat cuci tangan.
• Sistem pembuangan dan pembersihan yang sesuai.
• Ruangan-ruangan isolasi dengan system ventilasi yang terbatas.
(Roberts 109)
2.4.9.3 Sistem Keamanan dan Komunikasi
Sistem keamanan yang digunakan sesuai dengan standard ruangan yang berlaku
seperti keamanan sistem kebakaran: smoke detector, fire alarm, APAR & sprinkle,
sistem keamanan: CCTV, panggilan emergency, kamera untuk mengontrol pasien saat
pasien sendirian, dan lain-lain.
• Voice / data system.
• Telepon dan kapasistas untuk video conferencing
• Panggilan emergency
• CCTV
• Radiotherapy information.
• Server room.
• Alarm system, kulkas untuk obat, and medical gases.
Universitas Kristen Petra
28
• Kamera untuk mengontrol pasien saat pasien sendirian di treatment area.
(Roberts 117)
2.4.9.4 Kebersihan dan Sanitasi
Kebersihan dan Sanitasi pada rumah perawatan palitif tidak terlalu spesial, jadi
perlu disesuaikan. Yang benar sebaiknya dapat dengan mudah dibersihkan dan
menggunakan finishing material yang kuat dan tahan lama. Sistem kebersihan yang
sesuai adalah menggunakan material yang tidak mudah menangkap bakteri dan
mudah untuk dibersihkan.
Keberadaan cleaning service sangatlah krusial yang dapat membantu dalam
menjaga kebersihan rumah perawatan. Penggunaan material khusus pada ruang
tertentu agar tidak menyimpan bakteri dan menyebabkan infeksi. Material yang
antimicrobial juga perlu diperhitungkan. (Pudjirahardjo)
2.4.10 Standarisasi Ruang
2.4.10.1 Resepsionis
Area resepsionis adalah area pertama yang ditemui oleh pasien dan menjadi
kesan pertama yang ditangkap pasien akan rumah perawatan yang akan mereka
tinggali atau mencari pengobatan. Area resepsionis harus memiliki signage yang jelas
dan aura yang hangat dan ‘menyambut’ pasien, bukannya mengancam.
Arahan yang jelas akan alur yang ada di resepsionis, seperti tanda pasien
harus menunggu, tanda giliran pasien tiba, dan lain-lain harus lah jelas agar pasien
merasa diterima dan nyaman selama melakukan proses administrasi. Kesan bahwa
kehadiran tim akan selalu menolongnya kapan pun mereka butuhkan di rasa penting
pada kesan area resepsionis. (Verderber 64)
Area ini disaranakan untuk berdekatan dengan area file dan ruang yang
berhubungan dengan administrasi, agar ruangan ‘kehidupan’ pasien dapat terhindar
dari area administrasi.
2.4.10.2 Kamar Pasien
Kamar pasien harus mudah diakses oleh area perawat sehingga ketika
mereka membutuhkan bantuan pasien dapat dijangkau oleh perawat secepat mungkin.
Universitas Kristen Petra
29
Kamar pasien merupakan bagian paling krusial dalam rumah perawatan paliatif.
Semuanya terpusat pada ruangan ini. Di tempat ini lah pasien menghabiskan sebagian
besar waktunya.
Ruangan ini sebaiknya tidak memiliki tampak seperti ruangan dalam
rumah sakit. Ruangan ini sebaiknya didesain senatural mungkin, mirip dengan
desain kamar tidur pada rumah-rumah pada umumnya.
Pasien mungkin tidak seutuhnya sadar akan keadaan di sekeliling mereka,
tetapi pada pagi hari pasien mungkin menyadari pemandangan dan banyaknya cahaya
yang masuk ke dalam ruangan. Ruangan private ini sebaiknya memiliki ukuran 20-
25% lebih besar dari ruangan pada rumah sakit. Karena ruangan ini tidak hanya
mengakomodasi pasien, tetapi juga kegiatan sosial.
Untuk alat-alat medis seperti medical gasses dan alat bantu oksigen dapat
disembunyikan pada panel-panel kayu di belakang kasur dengan penutup kayu
misalnya. (Verderber 69)
Kamar pasien juga memungkinkan untuk dibagi dua dengan menggunakan
dinding sekat yang dapat ditarik sehingga kamar menjadi lebih kecil.
2.4.10.3 Ruang Sharing / Group Session Rooms
Kebanyakan hospis memiliki ruang untuk berkumpul atau melakukan
kegiatan bersama, seperti sharing. Untuk memastikan privacy dan mengurangi
gangguan dari luar, sebaiknya di desain dengan perhatian akustik dan visual isolation
dengan furnitur khas rumah. Ruangan ini biasanya digunakan untuk ruang serba guna
dimana desain sesuai umur pengguna perlu diperhatikan.
Misalnya dapat menyediakan dinding rendah yang dapat dipindahkan dengan
mudah untuk menyediakan tempat untuk konsultasi kecil atau sharing dengan
kelompok kecil. Yang terpenting adalah menyediakan nuansa rumah yang jauh dari
kesan rumah sakit pada ruang-ruang yang sering digunakan oleh pasien. (Verderver
81)
2.4.10.4 Ruang Konsultasi
Desain ruangan konsultasi biasanya digunakan untuk memperbarui kabar
mengenai kondisi penyakit pasien. Walaupun terdapat kabar baik juga, mengantisipasi
Universitas Kristen Petra
30
yang terburuk adalah pilihan terbaik untuk mendesain ruang konsultasi ini. Ruangan
ini dikhususkan untuk menyampaikan kabar yang kurang menyenangkan baik pada
pasien maupun keluarga kerabat pasien.
Sebaiknya disediakan ruangan dengan setting terbuka. Saat berbicara pada
pasien yang memiliki penyakit parah dan keluarganya, penting adanya setting
lingkungan yang tepat dan bagaimana cara menyampaikan hal tersebut.
• Kurangi adanya barang yang menghalangi antara pasien dengan pemberi
kabar, dalam hal ini umunya dokter. Jangan ada meja atau barang apapun
yang menghalangi.
• Duduk sejajar mata ke mata dengan jarak dimana memungkinan tangan
pemberi kabar menjangkau tangan pasien.
• Memberi kabar dengan menyandarkan punggung pada sandaran kursi di
rasa tidak sopan dan menunjukan arogansi. Sebaiknya dihindari. Memberi
kabar dengan membungkukan badan ke depan dengan jarak dekat yang
mampu menenangkan pasien maupun keluarganya dirasa sangat perlu
diaplikasikan. (Forman et al. 73)
2.4.10.5 Ruang Terapi
2.4.10.5.1 Akupuntur
Seperti yang sering kita tau, akupuntur adalah terapi sampingan lainnya
yang menggunakan jarum steril yang ditekankan pada titik-titik khusus pada tubuh.
Efek yang diterima adalah ketenangan pada emosional dan menghilankan stress pada
tubuh untuk memaksimalkan kemampuan tubuh untuk me-recovery dirinya.
Desain ruang akupuntur dikhususkan untuk private sehingga pasien dapat
‘lari’ sejenak dari kehidupan yang mereka jalani. (“Therapy” 14)
2.4.10.5.2 Massage Therapy
Seperti terapi-terapi sebelumnya, pijat juga membantu pasien
menghilangkan stress dan sakit pada tubuhnya. Teknik yang dihadirkan pun
bermacam-macam tetapi tetap memiliki satu tujuan yaitu meningkatkan perilaku,
relaksasi, menghilangkan stress, kekakuan, dan kesakitan.
Universitas Kristen Petra
31
Pasien kanker merespon baik pada terapi ini—terutama pada teknik yang
lembut. Beberapa juga mengatakan bahwa terapi pijat dapat menghilangkan sakit
setelah operasi. (“Therapy” 17)
2.4.10.5.3 Aromatherapy
Terapi aroma tidak memerlukan ruangan khusus, bisa diletakan dimana
pun di ruangan aktivitas pasien. Terapi aroma dihadirkan melalui campuran minyak-
minyak wangi sehingga menghasilkan wewangian khusus yang dapat mestimulus otak
untuk menghasilkan hormon endorphin.
Wewangian juga dapat mengurangi kecemasan dan mual dan muntah pada
pasien penderita kanker. Wewangian dapat menimbulkan kebahagiaan dan perasaan
relaksasi yang diinginkan oleh pasien. (“Therapy” 21)
2.4.10.5.4 Reflexology
Berbeda dengan terapi pijat, reflexology adalah teknik menekan titik-titik
tertentu pada bagian kaki dan tangan sehingga melepaskan ketegangan atau kelelahan
pada bagian tubuh yang lain. Dipercaya kaki memiliki segala pembuluh darah di
seluruh tubuh kita sehingga saat bagian tertentu pada tubuh ditekan, maka akan
menghilangkan kelelahan atau sakit pada bagian tbuh yang lain.
Biasanya saat melakukan reflexology tidak seperti pada terapi pijat
dimana pasien tidur, pada terapi reflexology pasien diminta duduk untuk melakukan
terapi. Sehingga hanya dibutuhkan kursi yang nyaman dan penyekat ruangan untuk
menjaga privacy pasien. (“Therapy” 25)
Tabel 2.2 Tabel Efek Terapi Sampingan pada Perubahan Perilaku Pasien
Universitas Kristen Petra
32
Sumber: Briscoe (2013, p.19)
2.4.10.6 Healing Garden
Alam memberi efek menenangkan bagi manusia. Sama halnya seperti
manusia pergi berlibur untuk sejenak menenangkan diri dari himpitan kewajiban yang
mereka miliki. Sebuah studi oleh peneliti Marcus dan Barnes menemukan bawa 2/3
manusia memilih untuk mencari alam sebagai tempat berdiam sejenak. Di penelitian
lain, 95% dari sample mengatakan menghabiskan waktu di alam dapat meningkatkan
mood mereka. Banyak penelitian mengatakan bahwa alam menghasilkan efek tenang
seperti menurunkan tekanan darah, meningkatkan pernafasan, aktivitas otak, dan
menurunkan hormon stress, dan meningkatkan suasana hati. (Kreitzer 6)
Menurut Eckerling, definisi Healing Garden adalah “a garden in a healing
setting designed to make people feel better.” Sebenarnya semua taman bisa menjadi
Healing Garden, yang membuatnya berbeda adalah apakah pengkondisian taman
tersebut didasarkan psikologis pengguna ataukah hanya ala kadarnya. Tujuan Healing
Garden adalah membuat manusia merasa lebih aman, mengurangi stress, dan
meningkatkan kenyamanan penggunanya. (Molly 3)
Beberapa persyaratan yang digunakan untuk mendesain Healing Garden
bagi fasilitas hospis menurut Furgeson Molly dalam artikelnya yang berjudul Healing
Garden adalah
• Menyediakan ruang transisi antara ruang indoor dan outdoor untuk
penyesuaian pada cahaya matahari.
• Menyediakan bunyi-bunyian alam pada taman.
Universitas Kristen Petra
33
• Menyediakan tempat untuk duduk dan berkontemplasi.
• Menyediakan berbagai jenis tanaman dengan beragam texture untuk
memberi pengalaman ruang yang beragam bagi penggunanya.
• Menyediakan pemandangan ke luar dari kamar pasien yang tidak dapat
keluar kamar.
• Menyediakan fasilitas air yang sangat mendukung suasana meditasi saat
berdoa atau efek terapi sendiri bagi penggunanya. (Molly 12)
2.4.10.7 Ruang Meditasi
Pasien, keluarga, dan staff juga memerlukan istirahat, penghiburan, dan
meditasi. Terkadang menyenangkan untuk menyendiri dan menghindar dari segala
aktivitas dan sosialisasi untuk sejenak berdiam diri dan merenung. Biasanya tempat
yang digunakan untuk menyindiri adalah fasilitas keagaaman seperti kapel atau
mushola.
Tidak perlu desain ruangan yang besar. Desain ruangan kecil dengan stained
glass window yang menghadapkan pada pemandangan taman yang tenang dan
nyaman dirasa cukup untuk menghadirkan ketenangan untuk bermeditasi sejenak
menarik diri dari keramaian. (Verderber 76)
2.4.10.8 Kafetaria dan Perpustakaan
Ruangan Lain yang dapat ditambahkan pada rumah perawatan paliatif adalah
cafeteria dan perpustakaan. Ruang kafetaria dapat digunakan untuk berinteraksi dan
bertukar pengalaman baik antar pasien maupun antar keluarga pasien. Sangat penting
untuk menciptakan area kafetaria yang fleksibel dan dapat digunakan untuk sendiri
maupun bersama-sama. Pilihan untuk outdoor dan indoor juga diperlukan untuk
menghadirkan sense of control bagi pasien. Hal terpenting dalam mendesain sebuah
ruang kafetaria yang ideal adalah desain yang mencerminkan suasana rumah.
(Verderber 67)
Ruang kafetaria juga merupakan tempat bagi pasien dan keluarga untuk
makan. Melalui kafetaria yang dikelola secara pribadi oleh badan khusus, makanan
yang disajikan dapat disaring dan ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Semisal dalam
rumah perawatan paliatif, makanan yang disajikan tidak sembarang makanan,
Universitas Kristen Petra
34
melainkan makanan yang telah diperhitungkan nutrisi dan komposisinya. Dengan
begitu pasien dapat dikontrol juga melalui makanan yang dimakannya.
Adanya kafetaria mendorong adanya dapur yang diperlukan untuk mengelola
makanan. Dapur yang diterapkan pada ruang kafetaria berkapasitas kecil minimal 9
m2 dengan perhitungan hanya untuk mengelola masakan untuk ±30 orang.
Perpustakaan juga dapat ditambahkan bagi pasien yang gemar membaca dan
dapat menghabiskan waktunya berada di sana. Tentu prsentase luasan perpustakaan
tidak sebesar perpustakaan pada umumnya, tetapi di rasa pas untuk mengakomodasi
buku-buku yang perlu disediakan bagi pasien. (Verderber 68)
top related