1 16 laporan pjbl apendisitis fix
Post on 22-Dec-2015
55 Views
Preview:
TRANSCRIPT
APENDISITIS
DEFINISI
Menurut Smeltzer dan Bare (2003) apendiks berisi makanan dan secara
teratur dikosongkan ke dalam cecum. Pengosongan yang tidak efektif dan
lumen yang kecil, appendix cenderung untuk obstruksi dan mudah untuk
terjadinya infeksi yang disebut apendisitis. Apendisitis dapat terjadi karena
tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses, akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya. Inflamasi menyebabkan
apendiks membengkak dan nyeri yang dapat menimbulkan gangrene karena
suplai darah terganggu. Apendiks dpat pecah yang biasanya terjadi 36 dan
48 jam setelah awitan gejala (Corwin, 2009).
KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis berdasarkan klinik patologisnya.
1. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan
rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks
terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
2. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas
di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum.
3. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding
appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.
4. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya.
5. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,dan
pelvic.
6. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi
oleh jaringan nekrotik.
7. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi
rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis
kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal,
sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan
serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
EPIDEMIOLOGI
Diagnosis apendisitis yang terlambat merupakan resiko tinggi
terjadinya perforasi yang meningkatkan angka kesakitan dan kematian.
Ketika apendisitis terlambat didiagnosis, sekitar 20% kasus apendisitis terjadi
perforasi (Ranniger & Manfredi, 2013). Apendisitis merupakan
kegawatdaruratan abdominal akut yang paling umum di negera berkembang
dan apendisitis adalah kasus yang paling umum dilakukannya abdominal
surgical emergency di US. Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling
sering di Negara-negara Barat. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
2 tahun jarang dilaporkan. Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur
20-30 tahun, setelah umur 30 tahun insiden apendisitis mengalami
penurunan jumlah. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden laki-laki lebih sering
(Pieter,2005).
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Kuman
yang sering ditemukan dalam apendiks belum diketahui secara pasti. Lumen
yang sering ditemukan dalam apendiks ditemukan dalam apendiks yang
meradang adalah E. Coli dan streptococus. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks. Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh
obstruksi atau penyumbatan akibat:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas,
fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang
paling sering terjadi. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan
mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan
semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan
infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif
yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain infeksi,
appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks (Mansjoer et.al.,
2005 ; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).
Penyebabnya yang juga hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh
apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras) yang akhirnya merusak suplai
darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi, parasit (biasanya
cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain
(Subanada, dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).
PATOFISIOLOGI(terlampir)
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri pada bagian epigastrium atau pada bagian periumbilical berlanjut
sampai nyeri di bagian RLQ dan biasanya diikuti dengan demam rendah,
mual dan kadang-kadang disertai muntah. Nafsu makan yang turun. Jika
terjadi rupture pada bagian appendix, maka nyeri lebih menyebar, distensi
abdomen karena paralisis ileus dan kondisi pasien yang semakin memburuk.
Konstipasi dapat terjadi karena proses akut apendisitis. Pemberian laxative
dapat menyebabkan perforasi pada appendix yang inflamasi. Pada umumnya
laxative atau cathartic seharusnya tidak diberikan pada orang yang
mengalami demam, mual atau nyeri (Smeltzer & Bare, 2003).
Awitan mendadak atau secara bertahap nyeri difus di daerah
epigastrum atau peri-umbilikus sering terjadi.
Dalam beberapa jam, nyeri menjadi terlokalisasi dan dapat dijelaskan
sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah abdomen.
Nyeri lepas (nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari
bagian yang sakit) merupakan gejala yang klasik peritonitis dan umum
ditemukan pada apendisitis.
Terjadi defens muscular atau pengencangan perut.
Demam.
Mual-muntah.
(Corwin,2009).
Manifestasi klinis apendisitis akut (Pieter, 2005) :
Tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan
anoreksia.
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik McBurney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
Dr.Laurens 1996, dalam bukunya Sistim Skor Diagnosis Appendicitis akut
membagi gejala appendicitis akut menurut histopatologinnya, yaitu :
a. Appendicitis akut mukosal
Nyeri periumbilikal ( nyeri viseral )
Leukositosis
Peningkatan neutrofil
b. Appendicitis akut kompleta simplek
Nyeri periumbilikal ( nyeri viseral )
Leukositosis
Peningkatan neutrofil
c. Appendicitis akut purulenta
Nyeri Mac Burney / perut kanan bawah ( nyeri somatik )
Demam
Mual dan Muntah
Rangsangan peritonial
Defans muskuler lokal
Lekositosis
Peningkatan neutrofil
d. Appendicitis akut gangrenosa
Nyeri Mac Burney / perut kanan bawah ( nyeri somatik )
Demam
Mual dan Muntah
Rangsangan peritonial
Defans muskuler lokal
Lekositosis
Peningkatan neutrofil
e. Appendicitis akut perforata
Nyeri abdomen ( nyeri somatik ) meluas
Demam
Mual dan Muntah
Rangsangan peritonial
Defans muskuler lokal
Lekositosis
Peningkatan neutrofil
Sedangkan gambaran klinis appendicitis menurut Sjamsuhidajat, De
Jong: 2004, diantarannya
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya
terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu
jelas dan tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke
arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan fisik
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit
tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis
abdomen kuadran kanan bawah
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri
tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound
tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan
abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di
kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada
abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya
nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan
muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi
bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah
dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi
peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan
colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12
(Departemen Bedah UGM: 2010).
Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
Urinalisis – untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih.Analisa urin
bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto abdomen – lengkung tulang belakang konkaf ke
kanan, fekalit berkalsifikasi.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan
Computed Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-
97%.
Ultrasonografi – fekalit tidak berkalsifikasi, apendiks tidak berperforasi,
abes apendiks.
Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus
buntu yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya
kotoran (skibala) di dalam lumen usus buntu Indikasi dilakukannya
pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis kronis atau akut.
Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan appendicogram
adalah pasien dengan kehamilan trimester I atau pasien yang dicurigai
adanya perforasi.
Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)
merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling
(parsial appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan
appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara total
(positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal.
Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut,
karena merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat
memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang
tinggi (Sanyoto, 2007).
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado (Burkitt, Quick, Reed, 2007) yaitu
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Mansjoer dkk. (2000), penatalaksanaan apendisitis terdiri dari:
Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
Rehidrasi
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena.
5 – 6 possible7 – 8 probable≥ 9 very probable
Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh
darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
Operasi
Apendiktomi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata
bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan
Pasca Operasi
Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernafasan.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan
makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.Edisi 3. Halaman 607-608.
Jakarta: EGC.
2. Smeltzer, C.S & Bare, Brenda. 2003. Brunner & Suddarth’s Textbook
of Medical Surgical Nursing. 10th Edition.page: 1034-1035.
Philadelphia: Lippincott.
3. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. 2011. Bab 2
Landasan Toeri. (online)
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/ 207311015/BAB
%20II.pdf Diakses pada tanggal 25 Februari 2014.
4. Universitas Sumatera Utara. 2011. Bab 2 Tinjauan Pustaka. (online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapter
%20II.pdf Diakses pada tanggal 25 Februari 2014.
top related