ambil 1

14
860 PERBANDINGAN PARAMETER STANDARISASI EKSTRAK DAUN KANGKUNG DARAT HASIL PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo Prodi Farmasi, FMIPA, Universitas Islam Indonesia email: [email protected] ABSTRAK Tanaman kangkung (Ipomoea reptans, Poir) adalah salah satu obat herbal yang memiliki aktivitas antihiperglikemik.. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan parameter ekstrak daun kangkung darat hasil budidaya organik dan non organik dengan acuan. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 96% etanol. Setelah ekstraksi, ekstrak diukur parameter spesifik dan nonspesifik. Parameter spesifik terdiri dari uji organoleptik, dan pengukuran β karoten sebagai senyawa marker. Parameter yang diukur terdiri dari parameter bobot jenis, kadar air, kadar abu, kontaminasi logam berat, pestisida, mikroba, dan sisa uji pelarut (etanol) . Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan hasil pertanian organik dan non organik degan nilai a rata-rata kadar β-karoten dalam ekstrak adalah 3,9% (b / b); kadar air kurang dari 30%; abu total kurang dari 8,6%; tidak ada kontaminasi logam timbal (Pb), tidak ada residu pestisida; tidak ada pelarut sisa dalam ekstrak etanol, dan tingkat kontaminasi mikroba dalam ekstrak berada di bawah standar maksimum yang ditetapkan oleh BPOM dan BSN (SNI). Kata kunci : standardisasi ekstrak, kangkung, Ipomoea reptans ABSTRACT Ipomoea reptans Poir is the one of herbal medicine that has antihyperglycemic activity. The purpose of this study is to determine the values of specific and nonspecific standardization parameter and to compare the extract parameters with the guidence from BPOM and other references. Extraction performed by maceration method using 96% of ethanol. After extraction, the extract is measured by specific and nonspecific parameters. The specific parameters consist of organoleptic test, and measurement of β caroten as marker compound. The nonspecific parameters consist of density test, moisture content test, total ash content test, metal contamination test, pesticide test, microbial contamination test, mold and yeast contamination test, estimated the numbers of coliform contamination test, and the remaining solvent test (ethanol). The result of standardization showed that the average of β-carotene content in extracts was 3.9 %(w/w); moisture content is less than 30%; total ash is less than 8.6%; there is no metal contamination of lead (Pb), there is no residual pesticide; there is no residual solvent in the ethanol extract, and microbial contamination rates both total plate count, mold and yeast number, and the number of coliform in the extract are under the maximum standards set by BPOM and BSN (SNI). Keywords: standardization of extract, Ipomoea reptans Poir, kangkung.

Upload: ellam-embong-bulan

Post on 02-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

mjk

TRANSCRIPT

Page 1: ambil 1

860

1

PerbanDIngan Parameter stanDarIsasI eKstraK Daun KangKung Darat HasIl PertanIan organIK Dan non-organIK

farida Hayati, Pinus jumaryatno, ari Wibowo

Prodi Farmasi, FMIPA, Universitas Islam Indonesia email: [email protected]

abstraK Tanaman kangkung (Ipomoea reptans, Poir) adalah salah satu obat herbal yang

memiliki aktivitas antihiperglikemik.. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan parameter ekstrak daun kangkung darat hasil budidaya organik dan non organik dengan acuan. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 96% etanol. Setelah ekstraksi, ekstrak diukur parameter spesifik dan nonspesifik. Parameter spesifik terdiri dari uji organoleptik, dan pengukuran β karoten sebagai senyawa marker. Parameter yang diukur terdiri dari parameter bobot jenis, kadar air, kadar abu, kontaminasi logam berat, pestisida, mikroba, dan sisa uji pelarut (etanol) . Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan hasil pertanian organik dan non organik degan nilai a rata-rata kadar β-karoten dalam ekstrak adalah 3,9% (b / b); kadar air kurang dari 30%; abu total kurang dari 8,6%; tidak ada kontaminasi logam timbal (Pb), tidak ada residu pestisida; tidak ada pelarut sisa dalam ekstrak etanol, dan tingkat kontaminasi mikroba dalam ekstrak berada di bawah standar maksimum yang ditetapkan oleh BPOM dan BSN (SNI).

Kata kunci : standardisasi ekstrak, kangkung, Ipomoea reptans

abstract

Ipomoea reptans Poir is the one of herbal medicine that has antihyperglycemic activity. The purpose of this study is to determine the values of specific and nonspecific standardization parameter and to compare the extract parameters with the guidence from BPOM and other references. Extraction performed by maceration method using 96% of ethanol. After extraction, the extract is measured by specific and nonspecific parameters. The specific parameters consist of organoleptic test, and measurement of β caroten as marker compound. The nonspecific parameters consist of density test, moisture content test, total ash content test, metal contamination test, pesticide test, microbial contamination test, mold and yeast contamination test, estimated the numbers of coliform contamination test, and the remaining solvent test (ethanol). The result of standardization showed that the average of β-carotene content in extracts was 3.9 %(w/w); moisture content is less than 30%; total ash is less than 8.6%; there is no metal contamination of lead (Pb), there is no residual pesticide; there is no residual solvent in the ethanol extract, and microbial contamination rates both total plate count, mold and yeast number, and the number of coliform in the extract are under the maximum standards set by BPOM and BSN (SNI).

Keywords: standardization of extract, Ipomoea reptans Poir, kangkung.

Page 2: ambil 1

8612

PenDaHuluan Hasil penelitian di Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan 5,7% dari populasi penduduk

dewasa di Indonesia menderita Diabetes Mellitus (Pramono et al., 2010). Alternatif pengobatan DM

selain terapi menggunakan obat seperti golongan sulfonil urea, biguanida atau insulin lain adalah

pengobatan dengan menggunakan bahan alam (Deng, R, 2012), dan salah satu bahan alam yang

dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah kangkung (Hayati et al., 2010, Hayati et al., 2012).

Malalavidhane et al. melaporkan bahwa ekstrak kangkung air (Ipomoea aquatica) dari

Srilangka memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan efektivitas yang sama dengan tolbutamide

dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus Wistar (Malalavidhane et al., 2000; Malalavidhane

et al., 2001). Selanjutnya, peneliti yang sama juga melaporkan aktivitas antihiperglikemia ekstrak

kangkung air terhadap tikus Wistar yang diinduksi oleh streptozotocin (Malalavidhane et al., 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Hayati et al., menunjukkan bahwa kangkung darat (Ipomoea reptans

Poir.) dari Indonesia mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit dengan dosis 2,23 g/kgBB,

4,464 g/kgBB, dan 8,928 g/kgBB (Hayati et al., 2010), dan hasil uji toksisitas menunjukkan

keamanan ekstrak kangkung darat pada mencit (Hayati et al., 2012). Hal ini menunjukkan

kangkung memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat alternatif untuk mengatasi DM.

Data WHO menyebutkan bahwa 80% populasi di Afrika dan Asia pada tataran pelayanan

kesehatan primer masih bergantung pada penggunaan obat tradisonal (Sahoo et al., 2010).

Penggunaan obat herbal yang tinggi di negara berkembang bukan sekedar karena faktor harga yang

lebih terjangkau, tapi juga karena faktor budaya, dan minimnya efek samping yang ditimbulkan (Pal

and Shukla, 2003). Permasalahan pada penggunaan obat tradisional di beberapa negara berkembang

antara lain adalah tidak terstandarnya bahan baku dan proses pengolahan obat (Sahoo et al., 2010).

Pengembangan produk obat herbal terstandar akan didahului dengan proses standarisasi

ekstrak tumbuhan, yang kemudian dilanjutkan dengan uji keamanan dan keefektifannya pada hewan

coba. Data terkait standardisasi ekstrak daun kangkung darat belum tersedia di BPOM sebab daun

kangkung baru dikenal sebagai tanaman sayur dan belum banyak yang mengetahui khasiat daun

kangkung. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk dapat melengkapi data standardisasi

ekstrak herbal khususnya daun kangkung darat (Ipomoea reptans Poir).

Kandungan kimia dari tumbuhan obat sebagai hasil pertanian maupun tumbuh secara liar

tentu tidak menjamin selalu konstan. Hal ini dikarenakan adanya variabel bibit, tempat tumbuh,

iklim, dan kondisi (umur dan cara panen). Menurut hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa

kondisi lingkungan tempat tumbuh mempengaruhi hasil nilai parameter spesifik dan parameter non

spesifik (Isnawati dkk, 2006).

Page 3: ambil 1

862

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

3

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan hasil ekstraksi daun kangkung darat dari tiga

wilayah budidaya berbeda dengan pertanian organik (wilayah Balangan, Sleman) dan non organik

(Candisari, Sleman, dan Gantiwarno, Klaten).

metoDe PenelItIan

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung darat yang diperoleh

dari daerah Balangan (Kab. Sleman), Candisari (Kab. Sleman), dan Gantiwarno (Kab. Klaten).

Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%, akuabidestilata, etanol pa, asam nitrat P, natrium klorida

0,9 %, plat KLT silica gel 60 F254, aseton pa, metanol pa, akuades, plate count agar, czapek dox

agar, brilliant green lactose bile broth, xilen pa, petroleum eter, dan standar betakaroten.

alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, timbangan analitik makro (Mettler

Toledo), timbangan analitik semi mikro (Mettler Toledo), pengaduk kaca, pisau, lemari pengering,

toples kaca, Rotary Evaporator (Heidolph- L4000), Erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, labu ukur,

corong, kertas saring, desikator, piknometer, termometer, kruss porselen, pemijar (Vulcan A-550),

pemanas, Alat hitung koloni, inkubator, Laminar Air Flow (Esco airstream), alat destilasi, tabung

reaksi, tabung reaksi tertutup, tabung durham, mikropipet, pipet tetes, pipet volume, instrument

AAS (Perkin-Elmer 5100 PC), instrument GC-MS (Shimadzu QP2010SE), chamber KLT,

microsyiringe (Hamilton), instrumen KLT Densitometri (Camag TLC Scanner 3), furnace (Thermo

Scientific), instrumen spektrofotometer UV-Vis (UV-1800 Shimadzu).

cara penelitian

Tahapan penelitian terdiri atas proses ekstraksi daun kangkung darat, proses standarisasi

spesifik dan non spesifik ekstrak daun kangkung darat. Analisis hasil pengamatan parameter

dibandingkan dengan nilai acuan yang telah ditetapkan oleh BPOM atau referensi terkait lain.

Pengumpulan, sortasi, dan pengeringan daun kangkung

Proses pemanenan dilakukan pada pagi hari menggunakan tangan, lalu hasil panen dicuci

dari sisa tanah. Pelaksanaan determinasi tumbuhan kangkung darat dilakukan di Laboratorium

Biologi Farmasi Universitas Islam Indonesia.Tumbuhan yang telah dipanen kemudian dicuci

dengan air bersih dan disortasi antara batang dan daunnya, bagian tumbuhan yang dipakai hanyalah

bagian daunnya saja. Daun yang telah disortasi kemudian dirajang halus dan dikeringkan pada

Page 4: ambil 1

863

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

4

lemari pengering. Simplisia kering yang didapat kemudian dihaluskan dengan blender, dan diayak

untuk memperoleh serbuk simplisia derajat halus.

ekstraksi simplisia

Simplisia kering diekstraksi menggunakan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96

%. Proses ektraksi dilakukan kurang lebih selama 6 hari. Dilakukan pemekatan ekstrak cair yang

diperoleh menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ektrak kental yang

didapat akan digunakan untuk dilakukan uji parameter spesifik dan non spesifik (Wibowo et al.,

2012).

uji parameter spesifik

a. organoleptik

Uji ini dilakukan sebagai pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin. Uji

dilakukan dengan menggunakan panca indera meliputi pengenalan bentuk, bau, rasa, dan warna dari

ekstrak (Anonim, 2000).

c. Kadar senyawa marker

Uji kromatografi lapis tipis digunakan fase gerak petroleum eter : aseton (7:3). Fase diam

menggunakan silica gel 60 F254. Pengukuran dilakukan dengan mengukur nilai AUC dari spot yang

dihasilkan dengan KLT densitometri (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo et al., 2012).

uji parameter non spesifik

a. bobot jenis

Pengukuran bobot jenis ekstrak dilakukan dengan menggunakan alat piknometer pada suhu

kamar (25oC). Piknometer yang telah dikalibrasi, bersih dan kering digunakan untuk menetapkan

bobot piknometer dan air yang telah dididihkan pada suhu 25oC. Suhu ekstrak cair diatur hingga

suhu dibawah 20oC kemudian dimasukkan ke dalam piknometer. Piknometer yang telah diisi, diatur

suhunya hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak yang ada dibuang dan ditimbang. Hasil perolehan

bobot jenis ekstrak cair adalah dengan mengurangkan bobot piknometer kosong dari bobot

piknometer yang telah diisi (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo et al., 2012).

b. Kadar air

Untuk pengukuran kadar air dilakukan dengan metode destilasi azeotrop. Pereaksi yang

digunakan xilene jenuh air, xilene dikocok dengan sedikit air, biarkan memisah dan lapisan airnya

dibuang. Tabung penerima dan pendingin dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan dalam

lemari pengering. Ekstrak yang digunakan sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang

kering. Xilene jenuh air sejumlah 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, rangkaian alat

Page 5: ambil 1

864

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

5

dipasang dan dipanaskan selama 15 menit. Xilene mulai mendidih dan terjadi penyulingan. Setelah

semua tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan xilene jenuh air, penyulingan dilanjutkan

selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan hingga suhu ruang. Diperoleh volume air setelah

terjadi pemisahan antara air dan xilene secara sempurna. Kadar air dihitung dalam % v/b. Proses

diulangi sebanyak 3 kali (Anonim, 2009; Wibowo et al., 2012).

c. Kadar abu total dan abu yang tidak larut asam

Timbang seksama ekstrak yang telah halus 2,002 g dengan seksama. Dimasukkan pada kurs

silica yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditara, kemudian ratakan. Dipijarkan secara perlahan

dengan suhu 700ºC hingga arang habis, kemudian dinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Jika

arang tidak habis, maka dapat ditambahkan air panas dan dilakukan penyaringan dengan kertas

saring bebas abu. Sisa kertas dan kertas saring dipijakan pada kurs yang sama. Masukkan filtrat

kedalam kurs dan uapkan. Pijarkan kembali hingga bobot tetap, selanjutnya timbang dan hitung

kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Dari penetapan kadar abu di atas akan diperoleh abu yang kemudian dididihkan

menggunakan asam nitrat 30% sebanyak 25 ml selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan dan disaring melalui kurs kaca masir atau kertas saring bebas abu. Cuci dengan air

panas, pijarkan hingga bobot tetap kemudian lakukan penimbang dan hitung kadar abu yang tidak

larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 2009; Wibowo et al.,

2012).

d. cemaran logam berat

Alat yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah spektrofotometri serapan atom (SSA)

dengan metode kurva kalibrasi. Dibuat kurva baku timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dengan

konsentrasi 1000 ppm. Dilakukan pengenceran bertahap hingga didapatkan konsentrasi 1 ppm.

Dibuat seri kadar kadar 1; 5; 10; 15 ppm untuk timbal (Pb) dan 0,2; 0,4; 0,6; dan 1 ppm untuk

kadmium (Cd). Ditimbang seksama ekstrak sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam kruss

porselen. Dipijarkan hingga arang habis, dinginkan dan ditimbang. Hasil destruksi ditambahkan

asam nitrat 30% sebanyak 5 ml dan dipanaskan jika perlu untuk melarutkan residu. Larutan disaring

menggunakan kertas whatman ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan akuabides hingga tanda

batas. Pengukuran logam Pb, larutan sampel 5 mL dimasukkan kemudian ditambahkan larutan

standar Pb 10 ppm hingga tanda batas. Pengukuran kadar Cd, larutan sampel 5 mL dimasukkan

kedalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan larutan standar Cd 0,6 ppm hingga tanda batas.

Ditetapkan cemaran logam dan dilakukan tiga kali replikasi (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo

et al., 2012).

e. uji pestisida

Page 6: ambil 1

865

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

6

Uji pestisida dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Fase diamnya

menggunakan plat silika gel 60 F254, fase gerak aseton : n-heksan dengan perbandingan 1:4. Adapun

pembanding pestisida yang digunakan adalah golongan organoklor dan organofosfat.

f. cemaran mikroba

Larutan pengencer dibuat dengan melarutkan 0,9 gram NaCl ke dalam 100 ml air.

Disiapkan lima buah tabung reaksi untuk masing-masing dituangkan 9 ml NaCl 0,9 %. Tabung

tersebut dihomogenisasi sebanyak 10 ml atau pengenceran 10-1. Semua peralatan yang akan

digunakan termasuk media agar disterilisasi dengan alat autoklaf pada suhu 121ºC selama 30 menit.

Setelah proses sterilisasi, media agar dituangkan kedalam 11 cawan petri masing-masing sebanyak

20 ml. Segera cawan petri digoyang dan diputar hingga suspensi tersebar secara merata. Dari 11

cawan petri ini satu cawan digunakan sebagai control dan sepuluh lainnya digunakan sebagai

perlakuan yang dituangkan masing-masing 1 ml dari tiap-tiap pengenceran. Semua prosen

penuangan dilakukan diladalam Laminar Air Flow (LAF) dan secara aseptik. (Wibowo et al.,

2012).

g. uji sisa pelarut etanol

Alat yang digunakan untuk menguji sisa pelarut etanol ini menggunakan alat GC-MS.

Dilakukan pengenceran ektrak pekat hingga konsentrasi 0,1% dengan pelarut metanol. Sampel

diinjeksikan kedalam alat GC-MS pada suhu 70ºC hingga 200ºC. Analisis adanya gugus etanol

melalui similar index dan pola kromatogram yang dihasilkan (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo

et al., 2012).

HasIl Dan PembaHasan

Standarisasi simplisia dan ekstrak merupakan langkah awal pengembangan tumbuhan obat

yang akan dikembangkan menjadi sediaan obat tradisional, baik berupa obat herbal terstandar

maupun fitofarmaka. Untuk memperoleh ekstrak yang terstandar, perlu diperhatikan kondisi

wilayah asal tumbuhan, proses pemanenan, sortasi, pasca panen, hingga metode ekstrasi simplisia,

karena semua hal tersebut dapat mempengaruhi keajegan mutu ekstrak yang diperoleh (Departemen

Kesehatan RI, 2000).

Penelitian ini menggunakan tumbuhan kangkung darat yang telah dibudidayakan oleh petani

pada lahan tersendiri (tidak bercampur dengan tumbuhan lain) dan diperoleh dari 3 (tiga) lokasi

pertanian dengan kondisi topografis yang berbeda.

Page 7: ambil 1

866

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

7

Tabel 1. Perbedaan topografis wilayah dan jenis pertanian asal tumbuhan kangkung darat no Kondisi

topografisdan jenis pertanian

balangan candisari gantiwarno

1. Ketinggian wilayah (meter dpl)

500 – 999 220 100 – 200

2. Curah hujan (mm per hari)

34,66 - 229,69

3. Kecepatan angin (knots)

3,0 – 6,0 - -

4. Suhu (derajat celcius)

24 – 32 22 – 33 23 – 32

5. Kelembaban udara (%)

97 22 – 97 -

6. Jenis tanah Regosol - Regosol coklat

kekelabuan

Proses pemanenan dilakukan secara tradisional, tumbuhan hingga akar dicabut

menggunakan tangan. Satu kali proses pemanenan dari ketiga lokasi tersebut dapat menghasilkan

100 – 150 kg kangkung darat segar. Simplisia segar yang diperoleh dicuci, selanjutnya dilakukan

sortasi daun, perajangan, dan pengeringan lalu dimaserasi.

A

B

Gambar 1. Proses pemanenan (A) dan penglayuan (B) daun kangkung darat

Pengeringan dilakukan pada lemari pengering dengan suhu 25ºC – 30ºC selama 1 hingga 2

hari. Proses pengeringan menggunakan lemari pengering untuk menghindari kontak daun dengan

sinar matahari langsung yang memiliki suhu tidak stabil dan berpotensi untuk merusak kandungan

senyawa kimia (Anonim, 2013).

Daun kangkung darat yang telah kering selanjutnya diserbuk dengan menggunakan alat

miller untuk memperkecil ukuran simplisia agar dapat meningkatkan luas permukaan saat proses

ekstraksi. Diharapkan dengan semakin besar luas permukaan maka kontak simplisia dengan pelarut

semakin meningkat pula, sehingga senyawa aktif dapat yang dapat ditarik dapat meningkat.

Page 8: ambil 1

867

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

8

Tabel 2. Hasil rendemen ekstrak daun kangkung darat

Parameter pengujian

balangan candisari gantiwarno

rendemen(% b/b)

8,14 9,55 9,36

organoleptis ekstrak

Pengujian dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk

warna, bau, dan rasa. Hal ini bertujuan sebagai pengenalan awal dan pemastian secara kualitatif

untuk ekstrak kental daun kangkung darat.

Tabel 3. Hasil pengamatan uji organoleptik

Parameter organoleptik

balangan candisari gantiwarno

Warna Hitam kehijauan

Hitam kehijauan

Hitam kehijauan

bau Khas kangkung

Khas kangkung

Khas kangkung

rasa Asam, pahit

Asam, pahit

Asam, pahit

bentuk Kental Kental Kental

Kadar betakaroten dalam ekstrak

Tabel 5. Kandungan betakaroten ekstrak daun kangkung darat

Parameter pengujian

balangan candisari gantiwarno

betakaroten (% b/b)

2,8 5,7 3,2

standarDeviasi (sD)

0,64 0,70 1,6

Pengukuran parameter non spesifik ekstrak terstandar

bobot jenis

Pengujian ini memberikan informasi tentang kemurnian (ada tidaknya kontaminan) ekstrak

yang diuji. Hasil pengukuran bobot jenis pada Tabel 4 menunjukkan ekstrak kental daun kangkung

darat dari berbagai wilayah budidaya memiliki nilai yang hampir sama.

Page 9: ambil 1

868

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

9

Tabel 6. Hasil pengukuran bobot jenis ekstrak kangkung darat

Ekstrak (replikasi)

Bobot jenis (g/ml) Balangan Candisari Gantiwarno

1 0,8210 0,8340 0,8216 2 0,8232 0,8333 0,8195 3 0,8220 0,8349 0,8283

Rata-rata ( ) 0,8221 0,8341 0,8232 Standar

Deviasi (SD) 0,0011 0,0008 0,0046

Kadar air

Besarnya kandungan air pada ekstrak akan mempengaruhi kualitas ekstrak, yaitu

mempermudah pertumbuhan mikroba jamur yang dapat menurunkan aktivitas biologis ekstrak.

Perbedaan kadar air dapat disebabkan pengaruh kondisi topografis lahan budidaya. Hasil pengujian

kadar air ekstrak dari ketiga wilayah budidaya masih memenuhi persyaratan kadar air yang

diperbolehkan dalam ekstrak kental yaitu 5-30 % (Farmakope Herbal Indonesia).

Tabel 7. Hasil pengujian kadar air ekstrak kangkung darat

Ekstrak (replikasi)

Kadar Air (%) Balangan Candisari Gantiwarno

1 10,53 20,84 11,13 2 11,75 20,30 10,90 3 11,59 20,66 11,13

Rata-rata ( ) 11,29 20,60 11,05 Standar

Deviasi (SD) 0,66 0,27 0,13

Kadar abu total

Kandungan mineral dari ekstrak daun kangkung darat dapat ditunjukkan dari hasil

pengukuran kadar abu total pada ekstrak. Kandungan mineral yang dimaksud dapat berasal dari

internal maupun eksternal (cemaran), termasuk unsur anorganik pada ekstrak (Pertamawati, et al).

Mineral yang terkandung dapat berupa garam organik seperti garam-garam asam malat, oksalat,

asetat, pektat, dan garam angorganik seperti garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat

(Marliani, et al., 2011). Hasil pengujian menunjukkan kadar abu ekstrak daun kangkung darat telah

sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih

dari 8,6%.

Page 10: ambil 1

869

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

10

Tabel 8. Hasil pengujian kadar abu total ekstrak kangkung darat

Ekstrak (replikasi)

Kadar abu total (%) Balangan Candisari Gantiwarno

1 7,6392 3,2973 7,4542 2 7,7092 3,3671 7,1014 3 7,6142 3,3220 6,7450

Rata-rata ( ) 7,6542 3,3288 7,1002 Standar

Deviasi (SD) 0,0492 0,0354 0,3546

Kadar abu tidak larut asam

Pengujian kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk menunjukkan zat anorganik khususnya

kandungan seperti pasir, silika, lumpur, dan lain sebagainya (Marliani, et al., 2011). Selain

dipengaruhi oleh kondisi topografis lahan (tanah) budidaya dengan kandungan senyawa tersebut

cukup tinggi, proses pencucian, pengeringan, maupun penyimpanan juga dapat mempengaruhi

besar kecilnya kadar zat anorganik tersebut. Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam dari ketiga

wilayah menunjukkan kadar yang lebih tinggi dibandingkan persyaratan yang telah ditetapkan di

Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 1%.

Tabel 9. Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam ekstrak kangkung darat

Ekstrak (replikasi)

Kadar abu tidak larut asam (%) Balangan Candisari Gantiwarno

1 1,07 2,29 1,34 2 1,28 2,65 1,50 3 1,38 2,41 1,12

Rata-rata ( ) 1,25 2,45 1,32 Standar

Deviasi (SD) 0,16 0,19 0,19

uji cemaran logam

Hasil penetapan kadar logam Cd dan Pb ekstrak kangkung darat dari ketiga wilayah

budidaya bernilai lebih kecil dibandingkan nilai Limit of Detection (0,0095 ppm untuk Cd dan

0,0113 ppm untuk Pb), sehingga tidak bisa dikuantitasikan. Adapun kandungan logam Cd ekstrak

kangkung darat yang berasal dari Daerah Candisari tidak memenuhi persyaratan Badan Standarisasi

Nasional SNI 01-7387-2009 mengenai cemaran logam pada pangan yakni Pb <10 mg/kg bahan dan

Cd <0,5 mg/kg bahan (Badan Standarisasi Nasional, 2009).

Page 11: ambil 1

870

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

11

Cemaran logam Cd dapat berasal tanah maupun dari pemakaian pupuk. Kadmium

terkandung paling banyak pada pupuk kandang dan pupuk fosfat. Adanya logam kadmium dalam

pupuk kandang menurut literatur disebabkan adanya kontaminasi logam berat yang masuk ke dalam

tubuh ternak melalui aditif pakan. Bahan baku batuan fosfat yang digunakan untuk membuat pupuk

fosfat dapat mengandung logam berat kadmium (Setyorini, dkk., 2003 dan Sofyan, dkk., 2011).

Sedangkan cemaran logam Pb biasanya berasal dari debu yang tercemar oleh Pb atau cemaran asap

kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin (Naria, 2005).

Tabel 10. Hasil pengujian kadar logam Cd ekstrak kangkung darat

Ekstrak (replikasi)

Kadar logam Cd (ppm) Balangan Candisari Gantiwarno

1 ND 0,8507 0,026 2 ND 0,4980 ND 3 ND 0,3774 ND

Rata-rata ( ) - 0,5754 - Standar

Deviasi (SD) - 0,246 -

Keterangan: ND (not detected), dibawah nilai Limit of Detection.

Nilai LoD untuk Cd = 0,0095 ppm

Tabel 11. Hasil pengujian kadar logam Pb ekstrak kangkung darat

Ekstrak (replikasi)

Kadar logam Pb (ppm) Balangan Candisari Gantiwarno

1 ND 0,0933 ND 2 ND ND ND 3 ND ND ND

Rata-rata ( ) - - - Standar

Deviasi (SD) - - -

Keterangan: ND (not detected), dibawah nilai Limit of Detection.

Nilai LoD untuk Pb = 0,0113 ppm

residu pestisida

Pestisida yang ditetapkan adalah golongan organoklor dan organofosfat. Metode yang digunakan

untuk menganalisis residu pestisida adalah dengan kromatografi lapis tipis yang dibandingkan

dengan standar yang ada. Standar organoklorin yang dibandingkan adalah DDT, lindan, aldrin,

dieldrin, endrin, dan khlordan, sedangkan standar organofosfat yang digunakan adalah diazinon,

regent, curacron, malathion, dan dursban.

Page 12: ambil 1

871

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

12

Hasil pengujian menunjukkan ekstrak daun kangkung darat tidak mengandung pestisida

golongan tersebut. Hasil ini memenuhi persyaratan batas minimal residu pestisida menurut SNI

7313:2008 bahwa residu pestisida setiap golongan antara 0,01-1 ppm.

Tabel 12. Hasil pengujian residu pestisida ekstrak kangkung darat

Senyawa pestisida

Hasil Uji Balangan Candisari Gantiwarno

Organofosfat Dursban Negatif Negatif Negatif Regent Negatif Negatif Negatif

Curacron Negatif Negatif Negatif Diazinon Negatif Negatif Negatif Malathion Negatif Negatif Negatif Fenitrotion Negatif Negatif Negatif Fenthion Negatif Negatif Negatif

Organoklorin DDT Negatif Negatif Negatif

Endrin Negatif Negatif Negatif Dieldrin Negatif Negatif Negatif

Chlordane Negatif Negatif Negatif Aldrin Negatif Negatif Negatif Lindan Negatif Negatif Negatif

Diklorvos Negatif Negatif Negatif Keterangan: digunakan pereaksi semprot bromfenol blue dan asam asetat 5% (untuk organofosfat)

dan perak nitrat 0,5% dalam etanol 96% (untuk organoklor).

cemaran mikroba

uji angka lempeng total

Hasil penetapan angka lempeng total pada ekstrak etanol kangkung darat memenuhi persyaratan

batasan maksimum mikroba menurut SNI 7388:2009, yaitu dengan batas maksimum mikroba

sebesar 105 koloni/gram.

Tabel 13. Hasil pengujian angka lempeng total, cemaran kapang khamir, dan angka koliform

ekstrak kangkung darat

Hasil pengamatan

Hasil Uji Balangan Candisari Gantiwarno

Angka Lempeng

Total

< 105 koloni/g

< 105 koloni/g

< 105 koloni/g

KesImPulan

Page 13: ambil 1

872

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

13

Hasil uji pemeriksaan menunjukkan tidak adanya perbedaan antara pertanian organik dan

non organik yang ditunjukkan melalui persamaan parameter spesifik : bentuk, warna, bau, rasa

ekstrak adalah khas, serta parameter non-spesifik yang meliputi bobot jenis ekstrak, kadar air, kadar

abu total, cemaran logam timbal, cemaran pestisida, cemaran mikroba menunjukkan ekstrak daun

kangkung darat memenuhi persyaratan sebagai bahan baku obat herbal terstandar.

ucaPan terImaKasIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang

melalui Program Hibah Penelitian Unggulan telah membiayai penelitian ini.

Daftar PustaKa

Anonim, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hlm 257,262.

Anonim , 2009, Farmakope Herbal Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2013, Teknologi Pasca Panen Tanaman Obat, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes DepKes RI), 2008, Riset Kesehatan Dasar 2007, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia , Jakarta : Halaman 15-18

Badan Standarisasi Nasional, 2008, SNI 7313-2008, Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian, Badan Standardisasi Nasional Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 01-7387-2009, Batas Maksimum Cemaran Logam berat dalam Pangan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 7388-2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta

Deng, R., 2012, A Review of the Hypoglycemic Effects of Five Commonly Used Herbal Food Supplements, Recent Pat Food Nutr Agric. 2012 April 1; 4(1): 50–60

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (Dirjen POM DepKes RI), 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta: Halaman 1, 3-5, 10-12.

Hayati, F; Widyarini, S, Helminawati, 2010, Efek Antihiperglikemik Infusa Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) pada mencit jantan galur Swiss yang diinduksi Streptozotocin, Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol 7 No1 th. 2010, 13-22

Hayati, F., Murwanti, R., Ningrum, L. S., 2012, Acute Toxicity Test Of Ipomoea Reptans, Poir. Ethanolic Extract In DDY Male Mouse, Proceeding 1st International Pharmacy Conference on Research and Practice “Toward Excellent In Natural Products: Preserving Traditions, Embracing Innovations”, Yogyakarta

Malalavidhane, T. S., Wickramasinghe, S. M., Jansz, E. R., 2001, An Aqueous Extract of The Green Leafy Vegetable Ipomoea aquatic is as Effective as The Oral Hypoglycemic Drug Tolbutamide in Reducing The Blood Sugar Levels of β Rats, Phytother., 15, 635-637.

Malalavidhane, T. S., Wickramasinghe, S. M., Jansz, E. R., 2000, Oral Hypoglycemic Activity of Ipomoea aquatic, J. Ethnopharmacol. 72, 293-298.

Page 14: ambil 1

873

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

14

Malalavidhane, T. S., Wickramasinghe, S. M., Perera, M. S., Jansz, E. R., 2003,. Oral Hypoglycemic Activity of Ipomoea aquatic in Streptozotocin-Induced, Diabetic Wistar Rats and Type II Diabetes, Phytother. 17, 1098-1100.

Marliani, L., Nawawi, As’ari., Faizal, F., 2011, Pemanfaatan Ekstrak Pegagan Sebagai Minuman Kesehatan Dalam Bentuk Jelly, Prosiding Snu PP Sains, Teknologi dan Kesehatan, hlm 201-206.

Naria, E., 2005, Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) Di Lingkungan Terhadap Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara, Jurnal Komunikasi Penelitian, 17 (4), hlm 66-72.

Pal, S. K., Shukla, Y., 2003, Herbal Medicine: Current Status and The future, Asian Pacific J. Cancer Prev., 4, 281-288

Pertamawati, Ningsih, S., Wibowo, A. E., Nuralih, Rosidah, I., Marwoto, B., Chaidir, Pengembangan Formula Obat Herbal Terstandar (OHT) Untuk Indikasi Hiperurisemia, Laporan Penelitian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Banten, hlm 8-26.

Pramono, L.A., Setiati, S., Soewondo, P., Subekti, I., Adisasmita, A., Kodim, N., Sutrisna, B., 2010, Prevalence and Predictors of Undiagnosed Diabetes Mellitus in Indonesia, Acta Med Indones-Indones J Intern Med, 216-223

Prasad, K. N., Shivamurthy, G. R., Aradhya, S. M., 2008, Ipomoea aquatica, An Underutilized Green Leafy Vegetable: A Review. Int. J. Bot., 4, 123-129

Saha, P., Selvan, V. T., Mondal, S. K., Mazumder, U. K., Gupta, M., 2008, Antidiabetic dan Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ipomoea reptans Poir. Aerial Parts in Streptozotocin Induced Diabetic Rats, Pharmacologyonline, 1, 409-421

Sahoo, N., Manchikanti, P., Dey, S., 2010, Herbal Drugs: Standards and Regulation, Fitoterapia, 81, 462–471

Setyorini, D., Soeparto., Sulaeman, 2003, Kadar logam berat dalam pupuk. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Sofyan, A., Ramli, N., Titisari., Supriadin, J., Manaf, A, 2011, Taraf Toleransi Logam Berat (Pb, Cd) dalam Aditif Pakan Terhadap Performan dan Kualitas Karkas Ayam Broiler, Institut Pertanian Bogor.

Wibowo, J.T., Djuwarno E.N., Hayati, F., Prabowo, H., 2012, Standardization of kangkong (Ipomoea reptans Poir..) Ethanolic Extract., proceeding in The 1st International Pharmacy Conference on Research and Practice “Toward Excellent In Natural Products: Preserving Traditions, Embracing Innovations”, 13-14 November 2012, Yogyakarta