aliran teolohehehgi asy'ariyah dan maturidiyah

41
Kata Pengantar Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, kesejahteraan dan keselamatan semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga sahabat dan semua pengikutnya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, agar terselesaikan dengan baik. Makalah ini merupakan tugas dari dosen pembimbing pada mata kuliah Teologi Islam dan kami akan segera mendiskusikan makalah yang kami buat ini. Dalam menyelesaikan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan hasil yang terbaik sehingga makalah ini bisa membantu proses belajar teman-teman sekalian. Dengan terselesainya makalah kami, semoga apa yang telah kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan dapat memperkaya wawasan bagi siapa saja yang membacanya. Amin. Malang, 12 april 2011 Penyusun 1

Upload: imam-mufid

Post on 20-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hehehe

TRANSCRIPT

Kata PengantarAlhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, kesejahteraan dan keselamatan semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga sahabat dan semua pengikutnya.Terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, agar terselesaikan dengan baik. Makalah ini merupakan tugas dari dosen pembimbing pada mata kuliah Teologi Islam dan kami akan segera mendiskusikan makalah yang kami buat ini. Dalam menyelesaikan makalah ini tentu tidak luput dari kesalahan, tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin memberikan hasil yang terbaik sehingga makalah ini bisa membantu proses belajar teman-teman sekalian.Dengan terselesainya makalah kami, semoga apa yang telah kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan dapat memperkaya wawasan bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Malang, 12 april 2011

Penyusun

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGBerdasarkan sejarah yang ada bahwa teologi islam muncul sejak adanya politik diantara umat islam. Sehingga menimbulkan perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan peceraian antar umat islam dengan banyaknya pembagian aliran-aliaran teologi dalam islam.Dan diantara aliran itu ada yang disebut Ahlussunnah wal jamaah. Aliran ini terdapat dua imam yang tidak sama dalam bidang pemikirannya. Yaitu Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sampai sekarang ada yang dinamakan aliran Asyariyah dan Maturidiyah. Term ahlusunnah wal jamaah ini kelihatannya timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham golongan Mutazilah yang telah dijelaskan sebelumnya dan terhadap siksa mereka dalam menyiarkan ajaran-ajaran itu. Adapun ungkapan Ahlusunnah (sering juga disebut Sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian,yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah. Dalam pengertian ini, Mutazilah-sebagaimana juga Asyariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asyariyah dan merupakan lawan Mutazilah. Pengertian kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.Selanjutnya, term Ahlusunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asyariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran -ajaran Mutazilah. Harun Nasution-menjelaskan bahwa aliran ahlusunnah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan Al-Asyari sekitar tahun 300 H.Aliran Asyariyah ini sebagai penentang aliran Mutazilah, karena golongan mutazilah merupakan golongan yang minoritas dan tidak kuat berpegang pada sunnah. Inilah yang menimbulkan term ahlisunnah wal jamaah yaitu golongan yang berpegang pada sunnah dan merupakan mayoritas, sebagai lawan dari golongan Mutazilah yang tak kuat dalam memegang sunnah.Pada makalah ini yang akan dibahas tentang aliran Asyariyah dan maturidiyah. Sekilas diatas sebagai pendahuluan yang akan dibahas selanjutnya pada bab pembahasan tentang aliran Ahlusunnah wal jamaah Al-Asyari dan Al-Maturidi.B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana riwayat hidup Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur Al-Maturidi ?2. Apa pemikiran Al-Asyari dan Al-Maturidi ?3. Siapakah tokoh-tokoh aliran Al-Asyari dan Al-Maturidi besrta apa pemikiran-pemikirannya ?C. TUJUAN1. Mengetahui riwayat hidup Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur Al-Maturidi2. Mengetahui pemikiran-pemikiran Al-Asyari dan Al-Maturidi3. Mengetahui tokoh-tokoh aliran Al-Asyari dan Al-Maturidi beserta pemikiran-pemikirannya

BAB IIPEMBAHASANA. AL-ASYARIYAH1. Riwayat singkat Al-AsyariNama aliran Asyariyah adalah dinisbahkan kepada nama pendirinya yaitu Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asyari keturunan dari Abu Musa Al-Asyari. Al-Asyari ketika kira-kira usia 10 tahun sampai 40 tahun berguru kepada seorang tokoh Mutazilah yang bernama Jubbai. Karena itu pada mulanya Al-Asyari adalah pengikut Mutazilah yang setia, tetapi oleh sebab tidak jelas Al-Asyari sungguhpun telah puluhan tahun menganut faham Mutazilah pada akhirnya meninggalkan ajaran Mutazilah. Karena merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mutazilah dalam soal al-salah wa al-aslah dalam arti Tuhan wajib mewujudkan yang baik bahkan terbaik untuk kemaslahatan manusia.Karena Al-Asyari merasa ragu akan kebenaran doktrin Mutazilah yang selama ini ia anut. Kemudian ia mengasingkan diri di rumah selama lima belas hari untuk memikirkan ajaran-ajaran Mutazilah.Menurut Ahmad Mahmud Subhi perasaan syak dalam diri Al-Asyari yang kemudian Syafii. Yang konsep teologinya berlainan dengan ajaran-ajaran Mutazilah. Sebagaimana dalam pernyataan al Syafii bahwa Al-Quran adalah tidak diciptakan tetapi bersifat Qadim dan Tuhan dapat dililhat di akhirat nanti.Di samping itu Al-Asyari melihat adanya perpecahan di kalangan kaum Muslimin yang dapat melemahkan mereka,kalau tidak segera diakhiri. Dan ia sangat khawatir,kalau-kalau Al-Quran dan hadist-hadist Nabi menjadi korban faham faham aliran Mutazilah yang menurut pendapatnya itu tidak dibenarkan karena di dasarkan atas pemujaan akal pikiran. Maka melihat keadaan demikian itu, Al-Asyari mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan textualist dan ternyata dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin.Dan Al-Asyari menerima Ilmu Kalam bukan cuma dalam pembicaraan dan perdebatan, melainkan juga dengan menulis berbagai buku, ada yang menyebutkan kira-kira 90 buah buku karangan yang yang berkaitan dengan ilmu Kalam, tapi yang paling terkenal dikatakan oleh A. Hanafi MA ada tiga yaitu :1) Maqalat al Islamiyyin (pendapat golongan-golongan Islam),Yaitu kitab yang petama kali dikarang tentang kepercayaan golongan Islam dan merupakan sumber terpenting karena ketelitian dan kejujuran pengarangnya.2) Al-Ibanah an Ushul Addiyanah (keterangan tentang dasar-dasar agama),Kitab ini menguraiakan kepercayaan ahli sunnah dengan pujian terhadap Ahmad bin Hanbal dan menyebutkan kebaikan-kebaikannya.3) Alluma (sorotan),Isinya untuk membantah lawan-lawannya dalam persoalan Ilmu Kalam.

Dalam usaha positif beliau adalah mengambil jalan tengah antara mempertahankan kepercayaan dan penggunaan akal dalam memahami masalah keTuhanan. Sikap sintesis ini sangat besar pengaruhnya dan menyebabkan kaum Muslimin tidak mengetahui benturan-benturan yang berarti dengan kemajuan-kemajuan dan penemuan-penemuan modern. Sikap kaum Mutazialh yang mengkultuskan akal dapat dinetralisir dalam Asyariyah.

2. Tokoh-tokoh Al-AsyariAl-Ayari sebagai pendiri aliran Asyariyah nama lengkapnya Abdul Hasan bin Ismail al Asyari lahir di Basrah (Iraq) pada tahun 260 H/873 M, wafat tahun 324 H/935 M. Ia selain sebagai seorang pendiri aliran Asyariyah juga dikenal sebagai orang yang mempunyai komulatif keilmuan yang sangat luas, pandai berdebat, shalih dan taqwa, sehingga dalam waktu singkat mendapat kepercayaan dari kaum muslimin.Factor yang menyebabkan kemajuan aliran asyariyah dn cepat mendapatkan simpati di kalangan kaum muslimin pada waktu itu antara lain : Mempunyai tokoh-tokoh kenamaan yang dapat mengkonstruksi ajaran-ajarannya atas dasar filsafat metafisika. Kaum muslimin pada waktu itu telah bosan menghadapi dan mendengar diskusi atau perdebatan-perdebatan pada perbedaan pendapat pertentangan persoalan al-quran khususnya yang dicetuskan oleh aliran mutazilah, sehingga menyebabkan tidak simpatinya terhadap aliran tersebut. Mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan tekstualis dan ternyata jalan tersebut dapat di terima oleh mayoritas kaum muslimin. Sejak masa khalifah al-mutawakkil ( Bani Abbasiyah ) pada tahun 848 M, khalifah mmbatalkan peakaian aliran mutazilah sebagai mahzab Negara, sehingga kaum muslimin pun tidak menganut aliran yang di telah dibatalkan ( ditinggalkan ) oleh khalifah.Adapun tokoh-tokoh aliran Asyariyah lainnya yang terkenal,di antaranya :1. Al Baqillani (wafat 403 H)2. Ibnu Faurak (wafat 406 H)3. Ibnu Ishak al Isfaraini (wafat 418 H)4. Abdul Kahir al Baghdadi (wafat 429 H)5. Imam al Haramain al Juwaini (wafat 473 H)6. Abdu Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H)7. Al Ghazali (wafat 505 H)8. Ibnu Tumart (wafat 524 H)9. As Syihristani (wafat 548 H)10. Ar Razi (1149-1209 H)11. Al Iji wafat 756 H/ 1359 M)12. Al Sanusi (wafat 895 H)

3. Doktrin-doktrin Al-AsyariFormulasi pemikiran Al-Asyari, secara esensial, menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim disatu sisi dan Mutazilah disisi lain. Dari segi etosnya, pergerakan pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks. Aktualitas formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap Mutazilah, sebuah reaksi yang tidak dapat dihindari. Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut Watt, barangkali dipengaruhi teologi kullabiah (teologi sunni yang dipelopori Ibn Kullab).Pemikiran-pemikiran Al-Asyari yang terpenting adalah berikut ini:a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya.Kaum Asyariyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Kata Asyariyah mustahil Tuhan mengetahui dengan dzat-Nya. Karena dengan demikian dzad-Nya dan pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan, Tuhan bukan pengetahuan tetapi yang mengetahui dan pengetahuan bukanlah dzad-Nya karena Asyariyah mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan bukan pula lain dari dzad-Nya, bukan dzad-Nya berarti sifat-sifat Tuhan itu bukan dzad-Nya akan tetapi bukan lain dari dzad-Nya. Berarti sifat itu menjadi satu dengan dzad-Nya.Menurut asyariyah tidak dapat di ingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatannya, disamping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa dan sebagainya juga menyatakan bahwa Ia mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya. Dan menurut Al-Baghdadi, terdapat consensus dikalangan kaum Asyariyah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kamauan, pendengaran, penglihatan dan sabda Tuhan adalah kekal. Kaum asyariyah juga mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan. Karena dari sifat-sifat tidak lain dari Tuhan, adanya sifat-sifat tidak membawa kepada faham adanya banyakhal yang kekal.Perbedaan pendapat di kalangan Mutakallimin mengenai sifat-sifat Allah tak dapat dihindarkan walaupun mereka setuju bahwa mengesakan Allah adalah wajib. Al-Asyari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Di satu pihak ia berhadapan dengan kelompok Mujassimah (antropomorfis) dan kelompok musabbihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah dan sifat-sifat itu harus difahami menurut arti harfiyah. Di lain pihak, ia berhadapan dengan kelompok mutazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain selain esensi-Nya. Adapun tangan, kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara harfiyah, melainkan harus dijelaskan secara alegoris.Menghadapi dua kelompok tersebut, Al-Asyari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiyah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiah). Selanjutnya, Al-Asyari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.Al-Asyariyah berpendapat dengan cara memalingkan makna yang seungguhnya kepada makna yang lain. Jika yadun arti yang sesungguhnya adalah tangan, maka mereka mentakwil atau memalingkan makna yang sesungguhnya itu (tangan) kepada makna yang lain yaitu qudroh yang berarti kekuasaan. Dengan demikian mereka mengartikan ayat yang berbunyi yadullahi fauqa aidihim dengan kekuasaan Allah berada diatas kekuasaan mereka. Sikap atau pemahaman yang seperti ini muncul disebabkan oleh kehati-hatian mereka terhadap kesucian sifat Allah. Sebab, jika yadd tetap diartikan dengan tangan, berarti Allah punya tangan, jika Allah punya tangan berarti Allah sama dengan makhluk-Nya, padahal Allah tidak pernah sama dengan makhluk-Nya. Karena tiada satu pun makhluk-Nya yang sama dengan-Nya. Sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam surat Asy-Syuraa ayat 11:

Artinya:(Dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.Sepintas, apa yang dikemukakan oleh pendapat ini cukup logis, masuk akal. Namun, jika dicermati akan tampak dengan jelas bahwa pendapat ini terhitung berani. Ini dapat ditinjau dari beberapa hal:1. Berani memalingkan makna ayat yang sesungguhnya kepada makna yang lain tanpa mendasarkan pada dalil wahyu, baik dari al-Quran maupun dari hadits Rasulullah yang shahih.2. Menolak makna yadd dengan tangan, berarti mereka menolak bahwa Allah Dzat Yang Maha Kaya ini mempunyai tangan.3. Menafikan Allah punya tangan, merupakan paham yang sangat lancang terhadap kekuasaan dan kekayaan Allah.

b. Kebebasan dalam berkehendak (Free-Will)Dalam hal apakah manusia memiliki kemampuan untuk memilih, menentukan, serta mengaktualisasikan perbuatannya? Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni Jabariyah yang fatalistic dan menganut faham pradeterminisme semata-mata dan Mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri, Al-Asyari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbutan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).Menurut buku lain, perbuatan manusia itu dikerjakan atas Qudrat Allah disertai dengan Qudrat manusia dan Qudrat Allah-lah yang dapat memberi bekas.Jadi perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT. bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri. Tetapi dalam perwujudannya manusia juga mempunyai bagian yang disebut usaha (alkasbu) berbarengan antara perbuatan seseorang dengan kemampuannya.Dengan usaha itulah manusia bertanggung jawab atas segala baik dan buruknya perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian menunjukkan bahwa manusia itu berhak berusaha, namun Allah jualah yang menentukan hasilnya.

c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan burukWalaupun Al-Asyari dan orang-orang Mutazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu.Al-Asyari mengutamakan wahyu, sementara Mutazilah mengutamakan Akal.Dalam menentukan baik burukpun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka. Al-Asyari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan wahyu, sedangkan mutazilah mendasarkannya pada akal.Menurut Al-Asyari bahwa fungsi wahyu (berupa Al-Quran) dan hadits Nabi adalah menjadi pokok utama, sedangkan akal sebagai penguat nash wahyu dan hadits. Al-Asyari tidak menjauhkan diri dari pemakaian akal tetapi ia menentang keras terhadap orang yang menganggap bahwa pemakaian akal tidak pernah disinggung oleh Nabi dalam membicarakan soal-soal agama termasuk juga menentang orang yang mementingkan diri bahwa akal mempunyai kedudukan tinggi dibandingkan dengan wahyu.Menurut Al-Asyri, sahabat Nabi sendiri setelah beliau wafat banyak membicarakan soal-soal baru berdasarkan akal pikiran dengan tidak mengesampingkan Al-Quran dan hadits. Ia juga menentang orang yang keberatan membela agama dengan ilmu kalam dan argumentasi pikiran, karena yang demikian ini tidak ada dasarnya dalam al-Quran maupun hadits.Dengan demikian jelas bahwa Al-Asyari adalah sangat gigih membela kepercayaan dan mempercayai isi Al-Quran dan hadits sebagai dasar yang pokok disamping menggunakan akal pikiran agar dapat menguatkan nash Al-Quran dan hadits tersebut.

d. Qadimnya Al-QuranAl-Asyari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim dalam persoalan qadimnya Al-Quran. Mutazilah yang mengatakan bahwa Al-Quran diciptakan makhluk sehingga tidak qadim serta pandangan madzhab Hambali dan Zahiriyah yang menyatakan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah, (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriyah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata, dan bunyi Al-Quran adalah qadim. Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu, Al-Asyari mengatakan bahwa walaupun Al-Quran terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Nasution mengatakan bahwa Al-Quran bagi Al-Asyari tidaklah diciptakan sebab kalau diciptakan, sesuai dengan firman Allah surat An-Nahl ayat 40: Artinya: jika kami menghendaki sesuatu. Kami bersabda, Terjadilah maka ia pun terjadi.

e. Melihat AllahAsyariyah berpendapat bahwa Tuhan akan dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala di akhirat nanti, tetapi tidak dapat di gambarkan. Menurutnya yang tidak dapat melihat hanyalah yang tidak mempunyai wujud mesti dapat dilihat. Tuhan berwujud dan oleh karena itu dapat dilihat. Tuhan melihat apa yang ada dan dengan demikian melihat diri-Nya juga, kalu Tuhan melihat diri-Nya, Ia akan dapat membuat manusia bisa melihat Tuhan.Mengenai dalil bahwa manusia bisa melihat Tuhan adalah firman Allah 22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.23. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.

Sekali-kali tidak, Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka.Maksudnya: sekali-kali tidak seperti apa yang mereka katakan bahwa mereka dekat pada sisi Allah.Ahlu Sunnah pernah mengutip perkataan Rasulullah SAW, Allah Taala akan turun pada hari pengadilan untuk menemui hamba-hambanya untuk mengadili mereka. Mereka mengatakan bahwa beliau SAW. bersabda : kamu akan melihat Tuhanmu dengan kedua matamu.Dalam Al-Asyari muncul berbagai masalah keakhiratan yang ditegaskan untuk diterima seperti apa adanya dan tidak perlu dijelaskan dengan arti kiasan.Al-Asyari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrrim, terutama Zahiriyah, yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan mempercayai bahwa Allah bersemayam di Arsy. Selain itu, ia tidak sependapat dengan Mutazilah yang mengingkari ruyatullah (melihat Allah) di akhirat. Al-Asyari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ruyat dapat terjdi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.Sebagian diskusi dalam Al-Asyari dicurahkan pada masalah terlihatnya Tuhan di surga oleh orang-orang yang beriman. Dalam kaitan ini kaum Mutazilah cenderung menyatakan bahwa ini berarti mereka akan mengenali Tuhan dalam hati (hati merupakan wahana pengetahuan). Tetapi Al-Asyari secara keras menyangkal dengan menyatakan bahwa kalimat melihat Tuhan mereka hanya berarti melihat dalam arti bahasa. Sudah barang tentu ia mengerti bahwa penglihatan itu tanpa merinci bagaimana, dan menolak pensifatan Tuhan dengan segala kenyataan badaniah.f. Keadilan.Pendapat Asyariyah tentang ke adilan Tuhan di dasarkan atas fikiran mereka tentang irodah( kehendak-Nya ) disatu pihak mereka mengatakan kebaikan dan keburukan di pihak lain mereka mengatakan bahwa baik dan buruk adalah gambaran fikiran sumber baik dan buruk adalah syara semata. Faham keadilan Tuhan banyak tergantung pada kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum asyariyah meninjau segala-galanya dari sudut kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Keadilan mereka artikan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya serta yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan kehendak dan pengetahuan pemilik. Dengan demikian keadilan Tuhan mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hatinya dalam kerjaan-Nya. Sedangkan ketidakadilan diartikan menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang.Oleh karena itu, Tuhan sebagai pemilik yang berkuasa mutlak dapat berbuat apa saja yang di kehendakinya dengan makhlukNya. Dan asyariyah berpendapat bahwa Tuhan dapat memberikan hukuman bagi orang mukmin dan dapat memasukkan orang ke syurga atau ke neraka.Pada dasarnya Al-Asyari dan Mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan. Al-Asyari tidak sependapat dengan Mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena Ia adalah Penguasa Mutlak. Dengan demikian, jelaslah bahwa Mutazilah mengartikan keadilan dari versi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asyari dari versi bahwa Allah adalah pemilik mutlak.

g. Kedudukan orang berdosaAl-Asyari menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mutazilah. Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang haruslah salah satu diantaranya. Jika tidak mukmin, ia kafir. Oleh karena itu, Al-Asyari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asyari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya ia dipandang telah kafir.Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka menurut Al-Asyari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat Nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, ia akan dimasukkan kedalam surga. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa Al-Asyariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan Murjiah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengafirkan para pelaku dosa besar.

h. Allah menempati ruangAsyari menolak penawilan mutazilah terhadap ayat Arsy. Menurut dia, Tuhan benar-benar bertempat di Arsy, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran sendiri. Ahlu sunnah mengatakan bahwa Allah menempati ruang tertentu, dan bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Mereka membangun argument, namun dasarnya bukan ayat Al-Quran, melainkan sebuah hadist. Dalam hadist ini Rasulullah berkata : Tuhan kita, sebelum menciptakan makhluk-Nya, tidak ada apa-apa bersama-Nya, dibawah-Nya ada udara, diatas-Nya adalah udara, kemudian Dia menciptakan tahta-Nya diatas air.i. Perbuatan Tuhan dan Perbuatan ManusiaMenurut aliran Asyariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia ( ash-shalah wa al ashlah ) sebagaimana dikatakan aliaran mutazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini di tegaskan Al-Ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik bagi manusia. Dengan demikian aliran Asyariyah tidak menerima faham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagaimana di katakana Al-Ghazali, perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib. Karena percaya pada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran Asyariyah menerima faham pemberian beban diluar kemampuan manusia. Al-Asyari sendiri dengan tegas mengatakan dalam Al-Luma, bahwa Tuhan dapat meletakkan beban yang tak dapat di pikul pada manusia. Al-Ghazalipun mengatakan hal ini dalam Al-Iqtisad.Walaupun pengiriman rasulullah mempunyai arti penting dalam teologi, namun aliran Asyariyah menolaknya sebagai kewajiban Tuhan. Hai ini bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Faham ini dapat membawa akibat yang tidak baik. Sekiranya Tuhan tidak mengutus Rasul kepada mat manusia, hidup manusia tidak akan mengalami kekacauan, tanpa wahyu, manusia tidak akan dapat membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk, ia akan berbuat apa saja yang di kehendakinya. Namun, sesuai dengan faham Asyariyah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tidak menjadi permasalahan bagi teologi mereka, Tuhan berbuat apa saja yang di kehendakinya. Kalau Tuhan menghendaki manusia hidup dalam masyarakat kacau. Tuhan dalam faham aliran ini tidak berbuat untuk kepentingan manusia.

B. AL-MATURIDIYAH1. Riwayat Singkat al-MaturidiAbu Mansur Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil yang ada di Samarkand, wilyah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitaran pertengahan Abad ke-3 H atau Abad ke-9 M dan ia wafat pada tahun 333 H atau 944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi Nasyr Bin Yahya Al-Balakhi (w. 268 H ). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H atau 847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih berkonsentrasi untuk menekuni bidang teologi ketimbang fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara. Ia adalah pengikut abu hanifah dan paham-paham teologinya banyak persamaan dengan paham-paham yang dimajukan oleh abu hanifah. System pemikiran teologinya yang di timbulkan abu Mansur termasuk dalam golongan ahli sunnah dan dikenal dengan sebutan Al-Maturidiyah. Literatur yang mengenai ajaran-ajaran Abu Hanifan dan Al-Maturidi tidak sebanyak literatur yang mengenai ajaran-ajaran asyariyah. Buku-buku yang banyak membahas soal sekte-sekte seperti buku-buku Al-Syahrastani, Ibn Hazm, Al-Baghdadi, dan lain-lain tidak memuat keterangan-keterangan tentang Al-Maturidi atau pengikutnya.karangan-karangan almaturidi sendiri masih balum dicetak dan masih dalam bentuk MMS (makhtutat) dan keterangan-keterangan pendapat Al-Maturidi dapat diperoleh lebih lanjut dari buku-buku yang dikarangan oleh pengikut-pengikutnya seperti isyarat al-maram oleh al-baghdadi dan usul al-din oleh al-bazdawi. Sebagai pengikut Abu Hanifah yang kebanyakan menggunakan rasio dalam pandangan keagamaannya, Al-Maturidi banyak pula memakai akal dalam system teologinya. Oleh karana itu, antara teologinya dan teologi yang di timbulkan oleh Al-Asyari terdapat perbedaan, sungguhpun keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mutazilah.Dalam soal sifat-sifat tuhan terdapat persamaan antara Al-Asyari dan Al-Maturidi. baginya Tuhan mempunyai sifat-sifat. makanya menurut pendapatnya.,Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya melainkan dengan perbuatan-Nya,dan berkuasa bukan dengan dzat-nya. Tetapi dalam soal perbuatan-perbuatan manusia al-Maturidi sependapat dengan Mutazilah, bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbutannya. Denagn demikian ia mempunyai paham Qodariyah dan bukan Jabariyah atau kasb Asyari. Sama dengan Al-Asyari, al-maturidi menolak ajaran Mutazilah tentang al-salah wal al-aslah, tetapi disamping itu Al-Maturidi berpendpat bahwa tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Al-Maturidi juga tidak sepaham dengan Mutazilah tentang masalah Al-Quran yang menimbulkan heboh itu. Sebagaiman Al-Asyari mengatakan baha kalam atau sabda Tuhan tidak diciptakan, tetapi bersifat qodim.Mengenai dosa besar Al-Maturidi sepaham dengan Al-Asyari bahwa orang yang berdosa besar masih dalam keadaan mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Ia pun menolak paham posisi menengah Mutazilah. Tetapi dalam soal al-wadu wal al-waid almaturidi sepaham dengan Mutazilah. Janji-janji dan ancaman-ancaman tuhan, tak boleh tidak mesti terjadi kelak. Dan juga dalam soal Anthropomorphisme Al-Maturidi sealiran dengan Mutazilah. Ia tidak sependapat dengan Al-Asyari bahwa ayat-ayat yang menggambar tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diberi interprestasi atau tawil menurut pendapatnya tangan, wajah, dan sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan.Salah satu pengikut penting tentang Al-Maturidi ialah Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi (421-493H). Nenek Al-Bazdawi adalah murid dari Al-Maturidi dan Al-Bazdawi Mengetahui ajaran-ajaran Al-Maturidi dari orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang dari mereka ialah Najm Al-Din Muhammad Al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-aqa idal-nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Bazdawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua Pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Al-Maturidiah terdapat dua golongan: Golongan Samarkand yaitu pengikut-pengikut Al-Maturidi itu sendiri, dan Golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut Al-Bazdawi. Kalau Golongan Samarkand mempunyai paham-paham yang lebih dekat dengan paham Mutazilah, Golongan Bukhara mempunyai pendapat-pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asyari.Aliran Al-Maturidi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya adalah teologi yang banyak dianut oleh Umat Islam yang memakai madzhab Hanafi ( Harun Nasutio: 1986: 76-78 ).

2. Doktrin-doktrin Al-MaturidiAbu Manshur dalam aliran al-maturidiyahnya menghasilkan beberapa doktrin diantaranya adalah:a. Akal dan wahyuMenurut pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Quan dan akal. Dalam hal ini, ia sama dengan Al-Asyari . namun, porsi yang diberikannya pada akal lebih besar daripada yang Diberikan oleh Al-Asyari.Menurut Al-Maturidi, mengatakan Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanan terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh kemampuan tersebut, tentunya Allah tidak memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan kemampuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun akal, menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu tersebut tergantung sesuatu tersebut itu sendiri., sedangkan perintah atau larangan Syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengeni baik dan burukya sesuatu. Ia mengakui bahwa akal tidak selalu mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, namum terkadang pula mampu sebagian baik dan buruknya. Dalam kondisi demikian, wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing .Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu.3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.Tentang mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu dengan akal, Al-Maturidi sependapat dengan Mutazilah. Haya saja bila Mutazilah mengatakan bahwa perintah melakukan kebaikan dan memninggalkan keburukan didasarkan pada pengetahuan akal, Al-Maturidi mengatakan kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu saja. Dalam persoalan ini, Al-Maturidi berbeda pendapat dengan Al-Asyari. Menurut Al-Asyari , baik atau buruk itu tidak terdapat pada sesuatu itu sendiri. Sesuatu itu dipandang baik karena perintah syara dan dipandang buruk karena larangan syara. Jadi, yang baik itu baik karena perintah Allah dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah diantara Mutazilah dan Al-Asyari.

b. Perbuatan manusiaMenurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi menentukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas menggunakannya. Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara qudrat tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian, karena daya yang diciptakan dalam diri manusia dan perbutaan manusia yang dilakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia. Berbeda dengan Al-Maturidi, Al-Asyari mengatakan bahwa daya tersebut merupakan daya tuhan karena ia memandang bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan tuhan. Berbeda pula dengan mutazilah yang memandang daya sebagai daya manusia yang telah ada sebelum perbuatan itu sendiriDalam masalah pemakaian daya ini, Al-Maturidi membawa faham Abu Hanifah, yaitu adanya masyiah (kehendak ) dan ridha (kerelaan).kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak tuhan, tetapi ia dapat memilih yang di ridhai-Nya atau yang tidak di ridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan tuhan, dan berbuat buruk juga dalam kehendak tuhan, tetapi tidak atas kerelaan-Nya. Dengan demikian, berarti manusia dalam faham al-maturidi tidak sebebas manusia dalam faham mutazilah.c. Kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan Telah diuraikan bahwa perbuatan manusia dan segala seuatu dalm wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan tuhan. Akan tetapi, pernyataan ini menurut al-maturidi bukan berarti bahwa tuhan berkendak dengan sewenang-wenang serta kehendak-Nya semata. Hal ini karena qudrat tuhan tidak sewenag-wenang ( absolute ), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri. d. Sifat tuhanBerkaitan dengan masalah sifat tuhan, terdapat persamaan antara pemikiran Al-Maturidi dan Al-Asyari. Keduanya berpendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti Sama, Bashar, dan sebagainya. Walaupun begitu , pengertian Al-Maturidi tentang sifat tuhan berbeda dengan Al-Asyari. Al-Asyari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, melainkan melekat pada dzat itu sendiri, sedangkan Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya.Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama,baca:inheren) dzat tanpa terpisah(innaha lam takun ain-dzat wa la hiya ghairuhu). Menetapkan sifat bagi Allah tidak harus membawanya pada pengertian anthropomorphisme karena sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa pada berbilangnya yang qodim ( taaddud al-qudama). Tampaknya paham Al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati faham Mutazilah. Perbedaan keduaanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat tuhan, sedangkan Mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.e. Melihat TuhanAl-maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat tuhan. Hal ini dibenarkan oleh Al-Quran antara lain firman allah dalam surat al-qiyamah ayat 22 dan 23.Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena tuhan mempunyai wujud walaupun immaterial. Namum melihat tuhan , kelak diakhirat tidak dalam bentuknya ( bila kaifa ), karena keadaan di akhirat tidak sam dengan keadaan di dunia.f. Kalam TuhanAl-maturidi membedakan antara kalam ( sabda ) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi ( sabda yang sebenarnya atau makna abstrak ). Kalam nafsi bersifat qodim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu ( hadis ). Al-quran dalam artian kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu ( hadis ). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya ( bila kaifa ) tidak dapat diketahui, kecuali dengan suatu perantara.Menurut Al-Maturidi , Mutazilah memandang Al-Quran sebagai yang tersusun dari huuruf-huruf dan kata-kata, sedangkan Al-Asyari memandangnya dari segi abstrak. Kalam allah menurut Mutazilah bukan merupakan sifat-Nya dan bukan pula dari dzat-Nya. Al-Quran sebagai sabda tuhan bukan sifat, tetapi perbuatan yang diciptakan tuhan dan tidak bersifat kekal. Pendapat ini diterima Al-Maturidi, hanya Al-Maturidi lebih suka menggunakan istilah hadis sebagai pengganti mahluk untuk sebutan Al-Quran. Dalam konteks ini pendapat Al-Asyari juga memiliki kesamaan dengan pendapat Al-Maturidi , karena yang dimaksud Al-Asyari dengan sabda adalah makna abstrak tidak lain dari kalam nafsi menurut Al-Maturidi dan itu memang sifat kekal tuhang. Perbuatan TuhanMenurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semua atas kehendak tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wajib berbuat ash-sholah wa al-ashlah ( yang baik dan terbaik bagi manusia ). Setiap perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia adalah tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:1. Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia diluar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberi kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.2. Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya

h. Pengutusan RasulAkal tidak selamanya mampu mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban mengetahui baik dan buruk serta kewajiban yang lainnya dari syariat yang dibebankannya kepada manusia. Oleh karena itu, menurut Al-Maturidi, akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi, pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang diajarkan Rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang diluar kemampuannya kepada akalnya.Pandangan Al-Maturidi ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Mutazilah yang berpendapat pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.i. Pelaku Dosa Besar (Murtakib Al-Kabir)Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan juga tidak kekal didalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian, bebuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal didalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurut al-maturidi, iman itu cukup dengan Tashdiq dan Iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman, kecuali tidak akan menambah atau mengurangi esensi islam, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.

PENUTUP

1. KesimpulanAl-Ayari sebagai pendiri aliran Asyariyah nama lengkapnya Abdul Hasan bin Ismail al Asyari lahir di Basrah (Iraq) pada tahun 260 H/873 M, wafat tahun 324 H/935 M. Ia selain sebagai seorang pendiri aliran Asyariyah juga dikenal sebagai orang yang mempunyai komulatif keilmuan yang sangat luas, pandai berdebat, shalih dan taqwa, sehingga dalam waktu singkat mendapat kepercayaan dari kaum muslimin. Al Asyari ketika kira-kira usia 10 tahun sampai 40 tahun berguru kepada seorang tokoh Mutazilah yang bernama Jubbai. Karena itu pada mulanya al Asyari adalah pengikut Mutazilah yang setia, tetapi oleh sebab tidak jelas al Asyari sungguhpun telah puluhan tahun menganut faham Mutazilah pada akhirnya meninggalkan ajaran Mutazilah. Karena merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mutazilah dalam soal al salah wa al aslahdalam arti Tuhan wajib mewujudkan yang baik bahkan terbaik untuk kemaslahatan manusia.Abu Manshur Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil yang ada di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitara pertengahan Abad ke-3 H atau Abad ke-9 M dan ia wafat pada tahun 333 H atau 944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi Nasyr Bin Yahya Al-Balakhi (w. 268 H ). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H atau 847-861 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya banyak persamaan dengan paham-paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. System pemikiran teologinya yang di timbulkan Abu Manshur termasuk dalam golongan ahli sunnah dan dikenal dengan sebutan Al-Maturidiah. Doktrin-doktrin yang dikemukankanya:a) Akal dan wahyub) Perbuatan manusiac) Kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan d) Sifat tuhane) Melihat Tuhanf) Kalam Tuhang) Perbutan Manusiah) Pengutusan Rasuli) Pelaku Dosa Besar (Murtakib Al-Kabir)

2. Kritik dan SaranAdapun kritik dan saran kami butuhkan, karena kami kami hanyalah seorang insan yang mempunyai keterbatasan berfikir dan membutuhkan suatu motivasi untuk menjadi lebih baik. Karena dengan motivasilah kami bisa berubah dan membangun pikiran jauh lebih baik.Apabila dalam pembahasan maupun penulisan dalam makalah ini ada kata- kata yang janggal kami, kami mohon maaf yang sebesar- besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ubaidah, Darwis. 2008. Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSARBashori. 2009. Ilmu Tauhid (Ilmu Kalam). Malang: UIN Fakultas TarbiyahHanafi, Ahmad. 1980. Theology Islam. Jakarta: Pustaka Al HusnaNasution, Harun. 2008. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press.Rozak, abdul dan Rosihin Anwar. 2010 .Ilmu Kalam Untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung:CV. PUSTAKA SETIA.

DAFTAR ISIKATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB I : PENDAHULUANA. Latar BelakangB. Rumusan MasalahC. Tujuan BAB II : PEMBAHASANA. AL-ASYARIYAH1. Riwayat Singkat AL-Asyari2. Tokoh-tokoh Al-Asyari3. Doktrin-doktrin Al-AsyariB. AL-MATURIDIYAH 1. Riwayat singkat Al-Maturidiyah 2. Doktrin-doktrin Al-Maturidiyah BAB III : PENUTUP 1. Kesimpulan 2. Kritik dan Saran DAFTAR PUSTAKA

19