aliran debris bab 2

26
PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download 2-1 BAB 2 MEKANIKA ALIRAN DEBRIS 2.1 Aliran Campuran Multi Fase Saat ini, model yang dipakai untuk analisa aliran granular (butiran) tidak mempertimbangkan pengaruh cairan interstisial (campuran air dan lumpur halus yang kental). Model aliran granular dapat dikategorikan menjadi model aliran kelompok butiran (konstituen kontinum) dan model aliran butiran lepas. Karakteristik model yang pertama, biasanya dianalisa memakai rumus momentum dan kontinyu menurut Eulerian. Model yang pertama mempelajari kedalaman dan kecepatan aliran sekelompok butiran. Sebaliknya, model yang kedua mempelajari aliran sekelompok butiran, tetapi setiap butiran mengalir secara individu (sendiri-sendiri). Rumus Lagrangian, biasanya digunakan untuk mempelajari model yang kedua. Untuk menganalisa model yang pertama, diperlukan rumusan dasar sebagai berikut; 1) keseimbangan antara gaya-gaya yang berkerja dari luar dan gaya-gaya yang bekerja di dalam aliran. 2) kontinyuitas konservasi massa, dan 3) hubungan timbal-balik antara gaya dan kecepatan aliran. Analisa mekanika cairan klasik dapat diterapkan untuk rumusan dasar no. 1) dan 2). Dalam Bab-1.4 telah dibahas mengenai analisa dimensi aliran sekelompok butiran. Jika terjadi interaksi antar berbagai ukuran butiran dan konsentrasi butiran tersebar tidak merata dalam aliran, maka analisa dimensi merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Sehingga, dalam berbagai penelitian dipakai anggapan bahwa sekelompok butiran merupakan massa yang bergerak dengan kecepatan yang sama, ukuran dan konsentrasi butiran yang sama, serta proses interaksi yang sama. Takahashi (2007) menerapkan anggapan tersebut untuk menganalisa aliran debris, dengan mempertimbangkan interaksi antara butiran dan cairan interstisial. Analisa dibedakan menjadi dua, yaitu; model aliran satu fase dan model aliran dua fase. Model aliran satu fase menganggap campuran butiran dan air mengalir bersama- sama dengan kondisi yang selalu tetap (kontinuitas). Aliran tersebut disebabkan oleh effek interaksi antara butiran dan air. Pada umumnya, teori aliran debris yang ada saat ini, menggunakan model aliran satu fase. Model aliran dua fase menganggap butiran dan air mengalir dengan caranya sendiri-sendiri, interaksi kedua aliran tersebut menyebabkan terjadinya aliran debris. Analisa aliran debris dengan menerapkan model aliran satu fase lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan model aliran dua fase. Model aliran butiran lepas, sering dipakai untuk menganalisa aliran debris model aliran satu fase. Tetapi, pengaruh cairan interstisial (air atau air campur partikel halus) dianggap kecil, sehingga diabaikan. Pada umumnya, model aliran satu fase menggunakan hukum kedua Newton, yaitu; F = m.a, dimana F adalah tenaga, m adalah masa butiran dan a adalah kecepatan gerak butiran. Untuk satu butir, F adalah resultan tenaga tumbukan dengan butiran disekitarnya. Ada dua pendekatan dalam analisa tumbukan antar butiran, yaitu; tumbukan keras dan tumbukan lunak. Untuk tumbukan keras, butiran dianggap keras (rigid) dan hanya satu kali tumbukan antara dua butiran dalam satu momentum (Campbell & Brennenn 1985; Straub 2001). Tumbukan keras tidak sesuai untuk menganalisa aliran debris, karena tidak dapat menganalisa tumbukan banyak butiran yang terjadi dalam waktu yang bersamaan. Untuk pendekatan tumbukan lunak, butiran dianggap mengalami deformasi dan gaya-gaya yang terjadi di titik-titik tumbukan sebanding dengan kekakuan butiran. Interaksi antar

Upload: baiah-widia-utaminingtyas

Post on 28-Dec-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bab 2 Mekanika Aliran Debris

TRANSCRIPT

Page 1: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-1

BAB 2

MEKANIKA ALIRAN DEBRIS

2.1 Aliran Campuran Multi Fase

Saat ini, model yang dipakai untuk analisa aliran granular (butiran) tidak mempertimbangkan

pengaruh cairan interstisial (campuran air dan lumpur halus yang kental). Model aliran

granular dapat dikategorikan menjadi model aliran kelompok butiran (konstituen kontinum)

dan model aliran butiran lepas. Karakteristik model yang pertama, biasanya dianalisa

memakai rumus momentum dan kontinyu menurut Eulerian. Model yang pertama

mempelajari kedalaman dan kecepatan aliran sekelompok butiran. Sebaliknya, model yang

kedua mempelajari aliran sekelompok butiran, tetapi setiap butiran mengalir secara individu

(sendiri-sendiri). Rumus Lagrangian, biasanya digunakan untuk mempelajari model yang

kedua.

Untuk menganalisa model yang pertama, diperlukan rumusan dasar sebagai berikut;

1) keseimbangan antara gaya-gaya yang berkerja dari luar dan gaya-gaya yang bekerja di

dalam aliran.

2) kontinyuitas konservasi massa, dan

3) hubungan timbal-balik antara gaya dan kecepatan aliran.

Analisa mekanika cairan klasik dapat diterapkan untuk rumusan dasar no. 1) dan 2). Dalam

Bab-1.4 telah dibahas mengenai analisa dimensi aliran sekelompok butiran. Jika terjadi

interaksi antar berbagai ukuran butiran dan konsentrasi butiran tersebar tidak merata dalam

aliran, maka analisa dimensi merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Sehingga, dalam

berbagai penelitian dipakai anggapan bahwa sekelompok butiran merupakan massa yang

bergerak dengan kecepatan yang sama, ukuran dan konsentrasi butiran yang sama, serta

proses interaksi yang sama. Takahashi (2007) menerapkan anggapan tersebut untuk

menganalisa aliran debris, dengan mempertimbangkan interaksi antara butiran dan cairan

interstisial. Analisa dibedakan menjadi dua, yaitu; model aliran satu fase dan model aliran

dua fase. Model aliran satu fase menganggap campuran butiran dan air mengalir bersama-

sama dengan kondisi yang selalu tetap (kontinuitas). Aliran tersebut disebabkan oleh effek

interaksi antara butiran dan air. Pada umumnya, teori aliran debris yang ada saat ini,

menggunakan model aliran satu fase. Model aliran dua fase menganggap butiran dan air

mengalir dengan caranya sendiri-sendiri, interaksi kedua aliran tersebut menyebabkan

terjadinya aliran debris. Analisa aliran debris dengan menerapkan model aliran satu fase lebih

mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan model aliran dua fase.

Model aliran butiran lepas, sering dipakai untuk menganalisa aliran debris model aliran satu

fase. Tetapi, pengaruh cairan interstisial (air atau air campur partikel halus) dianggap kecil,

sehingga diabaikan. Pada umumnya, model aliran satu fase menggunakan hukum kedua

Newton, yaitu; F = m.a, dimana F adalah tenaga, m adalah masa butiran dan a adalah

kecepatan gerak butiran. Untuk satu butir, F adalah resultan tenaga tumbukan dengan butiran

disekitarnya. Ada dua pendekatan dalam analisa tumbukan antar butiran, yaitu; tumbukan

keras dan tumbukan lunak. Untuk tumbukan keras, butiran dianggap keras (rigid) dan hanya

satu kali tumbukan antara dua butiran dalam satu momentum (Campbell & Brennenn 1985;

Straub 2001). Tumbukan keras tidak sesuai untuk menganalisa aliran debris, karena tidak

dapat menganalisa tumbukan banyak butiran yang terjadi dalam waktu yang bersamaan.

Untuk pendekatan tumbukan lunak, butiran dianggap mengalami deformasi dan gaya-gaya

yang terjadi di titik-titik tumbukan sebanding dengan kekakuan butiran. Interaksi antar

Page 2: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-2

butiran di titik-titik tumbukan dapat dimodel menggunakan alat pengukur deformasi seperti

Gambar-2.1.

Gambar-2.1 Peralatan untuk mengukur tumbukan butiran model

tumbukan lunak, kn dan ks ; konstanta pegas, ηn dan ηs ;

koefisien redaman, Gotoh & Sakai, 1997 (Takahashi, 2007)

Peralatan i dan peralatan j mampu meghasilkan gaya tolak-menolak (repulsif), sehingga gaya-

gaya yang dihasilkan oleh tumbukan antar butiran dapat diukur.

Apabila aliran debris dianggap sebagai aliran campuran butiran (zat padat) dan air (zat cair),

maka fase padat tersebut dianalisa menggunakan rumus Eulerian, sedang fase cair secara

alami sudah termasuk dalam rumus Eulerian tersebut. Dengan demikian, gabungan kedua

face akan menghasilkan rumus kopling-mengopling model Euler-Euler.

Kedua rumus konsevasi momentum menurut Iverson, 1997, sebagai berikut;

(2.1)

(2.2)

dimana Vs dan Vr adalah kecepatan zat padat dan kecepatan zat cair, Ts dan Tf adalah tensor

gaya zat padat dan tensor gaya zat cair, dan Fi adalah tenaga interaksi per satuan volume yang

dihasilkan oleh momentum akibat pertukaran antara zat padat dan zat cair. Jika rumus (2.1)

Page 3: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-3

ditambahkan ke rumus (2.2) menghasilkan rumus konservasi momentum untuk menganalisa

aliran campuran seperti aliran debris. Rumus gabungan tersebut sudah mengeliminasi proses

interaksi antara fase padat dan fase cair yang sangat rumit. Apabila aliran debris diplot

dengan koordinat sistem Cartesian, dan dianggap sebagai aliran tetap-seragam, serta

kecepatan relatif antara zat padat dan zat cair diabaikan, maka diperoleh rumus tekanan dan

gaya geser sebagai berikut (Takahashi, 1991);

(2.3)

(2.4)

dimana Pds adalah tekanan fase padat, Pf adalah tekanan hidrostatis fase cair, Tds adalah gaya

geser fase padat, Tf adalah gaya geser fase cair, ρT (=(σ −ρ)C +ρ) adalah kerapatan zat padat

dan θ adalah kemiringan permukaan aliran. Kedua rumus tersebut merupakan kompromi

terhadap rumusan no.1), 2) dan 3) tersebut di atas. Model aliran campuran dua fase

merupakan model keseimbangan gaya-gaya yang ada didalam aliran campuran, yakni;

persamaan sebelah kanan dari kedua rumus (2.3) dan (2.4) tersebut.

2.2 Aliran Campuran Satu Fase

Analisa aliran debris dengan model aliran campuran satu fase, menganggap zat padat dan zat

cair merupakan satu kesatuan aliran. Karakteristik aliran tergantung oleh hubungan timbal-

balik antara gaya geser dan kekuatan gaya yang mengikat (menyatukan) butiran, yang disebut

sebagai hukum konsistensi. Beberapa hubungan timbal-balik antara gaya geser dan kekuatan

gaya yang mengikat butiran tersebut dikemukakan dalam Gambar-2.2.

Gambar-2.2 Kurva konsistensi berbagai cairan (Takahashi, 2007)

Page 4: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-4

Rumusan dari kurva-kurva dalam Gambar-2.2 sebagai berikut;

Cairan Newton ; τ = μ(du/dz) (2.5)

Cairan Bingham; τ = τy + η(du/dz) (2.6)

Cairan Herschel–Bulkley ; τ = τy + K1(du/dz)n, n ≤ 1 (2.7)

Cairan kental ; τ = K2(du/dz)n, n > 1 (2.8)

Salah satu cairan Newton adalah aliran laminar (lambat) dimana; τ adalah gaya geser linier

sebanding dengan laju perubahan kekentalan, du/dz, dimana μ adalah koefisien kekentalan

dinamis. Ketiga cairan lainnya bukan cairan Newton. Dari ketiga cairan ini, cairan Bingham

tidak mengalami deformasi (perubahan) saat mengalir, meskipun gaya geser yang bekerja

lebih kecil dari τy . Tetapi jika gaya geser lebih besar dari τy , cairan ini berubah menjadi

cairan Newton. Dalam hal ini, τy adalah kekuatan gaya yang mengikat zat padat dan η adalah

koefisien modulus kekakuan (rigiditas) atau disebut sebagai koefisien kekentalan Bingham.

Cairan Herschel–Bulkley bertambah mobilitasnya seiring dengan bertambahnya gaya geser.

Cairan Bingham merupakan satu-satunya cairan yang mempunyai η = 1. Sebagaimana sudah

diketahui, air mudah mengisi pori-pori atau ruang-ruang yang ada diantara sekumpulan

partikel. Jika pengisian air tersebut menyebabkan gaya geser lebih besar dari kekuatan gaya

yang mengikat partikel τy , maka partikel-partikel akan terlepas dan melemahkan gaya yang

menahan laju aliran. Hal ini disebut sebagai cairan Herschel–Bulkley. Sebaliknya, cairan

dilatansi (kental) menurun mobilitasnya seiring dengan bertambahnya gaya geser. Aliran

debris sangat berbeda dengan aliran air, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai aliran

Newton.

2.2.1 Model cairan plastik kental

Aliran debris berasal dari perubahan longsoran tanah atau timbunan sedimen di dasar sungai,

baik yang mengalir perlahan-lahan maupun mendadak. Setelah menempuh jarak tertentu akan

berhenti dan mengendapkan sedimen di permukaan tanah yang datar, sedang airnya tetap

mengalir meninggalkan sedimen. Dengan demikan, ketika sedimen belum mengalir terdapat

kekuatan gaya yang mengikat butiran sedimen. Jika gaya geser yang bekerja di dalam

timbunan sedimen tersebut melebihi kekuatan gaya yang mengikat butiran sedimen, maka

butiran sedimen mulai bercerai dan mengalir. Semakin besar gaya geser semakin besar aliran

sedimen tersebut. Aliran debris berhenti mengalir, karena gaya geser yang bekerja menurun

sampai lebih kecil dari kekuatan gaya yang mengikat butiran sedimen.

Yano-Daido (1965) dan Jonson (1970) adalah peneliti pertama yang menggunakan model

aliran debris memakai analisa kekuatan gaya yang mengikat butiran sedimen dengan

menerapkan model cairan Bingham seperti rumus (2.6). Model ini disebut model cairan

plastik kental. Sejak itu, model cairan plastic kental banyak dipakai untuk analisa aliran

debris. Penerapan model cairan Bingham memerlukan parameter τy dan η. Biasanya, nilai

parameter ini ditentukan dengan menggunakan alat uji rheometer terhadap contoh-contoh

sedimen aliran debris yang dikumpulkan dari lapangan. Meskipun peralatan yang paling

besar sekalipun, yang saat ini digunakan untuk percobaan dengan volume sedimen sampai 1

m3 dan mengandung banyak butiran ukuran besar, tidak mungkin dipakai untuk melakukan

percobaan aliran debris yang mengandung banyak butiran besar berukuran lebih dari 1 m.

Sehingga, banyak percobaan yang telah dilakukan menggunakan alat uji rheometer (berupa

flume atau saluran percobaan) hanya dapat menguji kondisi cairan interstisialnya saja.

Peralatan rheometer skala terbesar ada di laboratorium uji model USGS (Amerika Serikat).

Page 5: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-5

Hasil pengukuran kekentalan cairan Bingham yang telah dilakukan oleh Takahashi (2007)

dikemukakan dalam Gambar-2.3.

Gambar-2.3 Kekentalan cairan interstisial seperti cairan

Bingham (Takahashi, 2007)

Dalam pengukuran tersebut dipakai bahan lempung kaolin, disamping itu juga dilakukan

pengumpulan data dari lapangan. Bahan lempung kaolin akan mempunyai mobilitas yang

membesar, jika gaya gesarnya diperbesar. Dalam percobaan, pengukuran kekentalan

dilakukan, baik untuk laju gaya geser yang kecil (3,5-50 per detik) maupun yang besar (40-

140 per detik), karena kekentalan lempung kaolin hampir sebanding dengan konsentrasi

partikelnya.

Gaya geser yang bekerja di ketinggian z tegak lurus dasar sungai, dimana h adalah

kedalaman aliran dan θ adalah slope dasar sungai dirumuskan sebagai berikut;

(2.9)

Karena dianggap sebagai cairan Bingham, maka digunakan rumus (2.6). Sehingga distribusi

kecepatan tegak lurus dasar sungai dapat dihitung dengan mengintegrasikan rumus (2.6)

berdasarkan kondisi batas di z = 0 dan u = 0.

(2.10)

Hasilnya sebagai berikut;

(2.11)

dimana, z' (τy/ρg.sin θ) adalah kedalaman diukur dari dasar sungai, τy adalah gaya geser

yang bekerja, Z = z/h dan u* = (gh.sin θ)1/2

adalah kecepatan geser. Jika z' = 0, akan

diperoleh kurva parabolik dari cairan Newton. Rumus (2.11) mempunyai bentuk seperti

Page 6: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-6

Gambar -2.4. Bagian di bawah z' bertindak sebagai bidang kaku (rigid), karena gaya geser

yang bekerja lebih kecil dari τy. Sedang bagian yang berada dalam z' disebut “plug”.

Gambar-2.4 Distribusi kecepatan dalam cairan

Bingham (Takahashi, 2007)

Untuk aliran debris di sungai Jianjia, berdasarkan hasil percobaan dengan peralatan

rheometer dan contoh-contoh dari lapangan diperoleh kedalaman aliran =1m, slope dasar

sungai = 3o dan kerapatan sedimen = 2.2 g/cm

3, kekentalan aliran =1 Pa.dt dan kekuatan gaya

pengikat partikel = 100 Pa. Perhitungan memakai rumus (2.11) menghasilkan z' = 9 cm dan

kecepatan rata-rata penampang melintang U = 470 m/dt, hal ini sungguh tidak cocok dengan

kondisi sesungguhnya di lapangan. Sebaliknya, dengam memasukan data pengamatan

lapangan (kedalaman aliran = 50 cm dan kecepatan aliran = 6 m/dt) kedalam rumus (2.11)

diperoleh τy = 5600 Pa dan η = 230 Pa.dt. Seperti tersebut di atas, kekuatan gaya pengikatan

partikel di sungai Jianjia berkisar antara 1−100 Pa dan kekentalanya berkisar antara 0,01−10

Pa.dt (lihat Gambar-2.3). Sebagaimana diketahui, kekuatan gaya pengikat partikel dan

kekentalan aliran debris mampu mengikat partikel kasar berukuran 10 sampai lebih dari 100

kali ukuran lumpur halus cairan interstisial. Hal ini membuktikan bahwa hasil percobaan

peralatan rheometer tidak cocok untuk memprediksi kecepatan dan ketebalan aliran debris.

Meskipun dengan peralatan tersebut dapat diketahui kecenderungan naiknya kekentalan dan

kekuatan gaya pengikat partikel, dengan cara menaikan konsentrasi sedimen pada saat

dilakukan percobaan. Sehingga perhitungan secara teoritis memakai rumus (2.11) dan

menggunakan data dari lapangan dianggap lebih cocok.

Johnson (1970) memodifikasi model cairan Bingham menjadi model cairan Coulomb dengan

memperkecil mobilitas aliran debris, sebagai berikut;

(2.12)

dimana, c adalah gaya kohesi, σn adalah gaya geser dalam, ϕ adalah sudut geser dalam.

Modifikasi tersebut tidak memberikan alasan yang jelas mengenai perubahan kondisi fisik

aliran, sehingga sulit untuk dipelajari.

2.2.2 Model cairan kental

Dalam aliran debris tipe batu, komponen terbesar adalah zat padat berupa butiran kasar

berukuran besar. Aliran debris tipe batu mempunyai mobilitas yang tinggi meskipun

mengangkut batu-batu besar di permukaan tanah yang relatif datar (slope < 4o). Karena pada

saat mengalir, gaya yang menahan aliran berkurang akibat perceraian ikatan butiran dan

pengendapan sebagian butiran (Takahashi, 1978). Butiran lebih berat dibandingkan dengan

cairan, sehingga cenderung diendapkan. Dengan demikian, pasti ada gaya yang bekerja untuk

menceraikan ikatan butiran tersebut, agar aliran debris batu tetap mengalir. Jika konsentrasi

Page 7: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-7

butiran relatif kecil (lebih kecil dari 0,5 kali volume), kelebihan tekanan cairan interstisial

(campuran air dan lumpur halus) akan menguraikan ikatan butiran, karena terdapat pori-pori

yang besar yang mudah terisi air di antara butiran. Sehingga butiran mudah bercerai dan

saling bertumbukan. Salah satu yang memberikan sumbangan besar dalam mobilitas aliran

debris batu adalah gaya tumbukan butiran tersebut.

< Rumus gerakan sekompok butiran menurut Bagnold >

Bagnold (1954) adalah peneliti yang pertama kali menemukan gaya tumbukan antar butiran

dalam aliran granular. Menurut Bagnold, gaya tumbukan terjadi karena butiran dalam suatu

lapisan berpindah ke lapisan lainnya dengan mempertahankan jarak antar butiran dan

kecepatan yang sama, sebagaimana ditunjukan Gambar-2.6.

Gambar-2.6 Aliran butiran menurut Bagnold (Takahashi, 2007)

Perpindahan butiran tersebut diatas, terjadi karena butiran yang ada di dalam lapisan yang

mengalir lebih cepat, bergeral lebih lambat, sehingga tertumbuk butiran lainya dan pindah ke

lapisan yang mengalir lebih lambat. Dalam gambar tersebut, perbedaan kecepatan aliran

lapisan A dan lapisan B adalah δu. Gaya tolak-menolak dari butiran yang bertumbukan

dianggap sebanding dengan perubahan momentum rata-rata untuk satu kali tumbukan,

frekuensi tumbukan (jumlah tumbukan per satuan waktu) dan jumlah butiran yang

bertumbukan per satuan luas dalam satu lapisan. Jarak antara pusat butir yang satu ke pusat

butir lainnya dapat dirumuskan sebagai berikut;

(2.13)

dimana, sp adalah jarak antara dua butiran, dan λ =dp/sp adalah “konsentrasi linier”.

Hubungan antara volume konsentrsai C dan “konsentrasi linier, λ” dirumuskan sebagai

berikut;

(2.14)

dimana C* adalah konsentrasi maksimum ketika λ = ∞ (sp = 0), dan nilainya kurang lebih

sama dengan 0,65, jika ukuran butirannya seragan. Butiran di lapisan B akan pindah ke

lapisan A pada saat kecepatan relatif δu, sudut tumbukan αi, arah tumbukan z dan butiran

bersifat lentur. Setiap butiran di lapisan B, jika bertumbukan akan mengalami perubahan

momentum mδu cos αi dimana m adalah massa butiran. Disamping itu, setiap butiran di

lapisan B melakukan tumbukan sebanyak f (λ)δu/sp dengan butiran di lapisan A dalam satuan

waktu. Dalam hal ini, f (λ) adalah “fungsi yang tidak diketahui” dari λ. Dengan demikian, jika

λ nilainya besar, maka ketahanan geometri butiran akan mempengaruhi frekuensi tumbukan.

Jika λ nilainya kecil maka nilainya sama dengan λ itu sendiri. Jumlah butiran dalam satu

satuan luas di setiap lapisan sama dengan 1/(bdp)2. Sehingga, gaya tolak-menolak yang

bekerja arah z, sebagai berikut;

Page 8: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-8

(2.15)

dengan mengganti m=σπd3p /6, δu=bdpdu/dz dan sp =dp/λ diperoleh rumus sebagai berikut;

(2.16)

Sama dengan di atas, diperoleh rumus untuk gaya geser, sebagai berikut;

(2.17)

Jika rumus (2.15) dikurangi rumus (2,17), menghasilkan jarak gerak butiran hanya sepanjang

x–z.

Dalam penelitiannya, Bagnold memperoleh koefisien-koefisien sebagai berikut;

(2.18)

(2.19)

dimana nilai rata-rata tan αi = 0.32 (αi =17.8◦ ) dan ai =0.042.

Dalam Bab.1, rumus (1.1), gaya tumbukan butiran diperoleh berdasarkan analisa demensi.

Rumus tersebut mempunyai bentuk yang sama dengan rumus Bagnold (2.15). Dalam rumus

Bagnold tersebut, f (C, e) diperoleh berdasarkan aiλ2

sin αi melalui analisa data hasil

percobaan. Beberapa peneliti yang menentukan f (C, e) secara teoritis antara lain; Jenkins &

Savage (1983), Lun et al. (1984), dan Shen & Ackermann (1982, 1984).

< Pendekatan pertama mengenai aliran debris batu >

Bagnold dalam penelitiannya telah mengukur kelebihan tekanan pori-pori zat padat dalam cairan

campuran. Menurut Bagnold, tekanan pc dalam rumus (2.18) sebanding dengan Pds dalam rumus (2.3).

Gaya geser fase padat Tds tidak dapat diukur secara langsung, tetapi jumlah gaya geser fase padat dan

fase cair, Tds dan Tf dapat ditentukan dengan persamaan Tf = (Tds +Tf )/(1+λ). Dengan demikian, gaya

geser face cair dapat diabaikam, jika konsentrasi butirannya tinggi. Sehingga τc dalam rumus (2.19)

sama dengan Tds dalam rumus (2.4). Nilai Tf dalam rumus (2.4) dapat diabaikan untuk aliran debris

tipe batu. Takahashi (1977) menerapkan rumus Bagnold untuk aliran campuran model aliran terbuka

tetap seragam, sebagai pendekatan pertama dalam menganalisa aliran debris tipe batu.

Takahashi menganggap bahwa konsentrasi butiran seragam sepanjang kedalaman aliran dan

keseimbangan gaya-gaya arah x dan z dirumuskan sebagai berikut;

(2.20)

(2.21)

Persamaan sebelah kiri dalam rumus (2.20) adalah tekanan di ketinggian z , yang disebabkan

oleh berat butiran yang tenggelam diantara permukaan aliran z = h sampai dengan ketinggian

z. Sehingga, rumus (2.20) berarti berat semua butiran yang tenggelam, dipertahankan oleh

tekanan akibat tumbukan. Persamaan sebelah kiri dalam rumus (2.21) adalah gaya geser

Page 9: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-9

butiran yang bekerja di ketinggian z. Dalam hal ini, aliran dianggap sebagai model aliran

campuran zat padat dan cair satu fase. Selain itu, persamaan sebelah kiri dalam rumus (2.21)

merupakan persamaan aliran sekelompok butiran. Suatu cairan yang mempunyai hubungan

timbal-balik seperti; τ ~ (du/dz)2 adalah cairann kental. Sehingga model Takahashi disebut

sebagai model cairan kental. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka model Takahashi

termasuk dalam model aliran campuran dua fase dengan mengabaikan pengaruh dinamis

cairan. Pf dan Tf diabaikan kerena pengaruhnya kecil.

Integrasi rumus (2.21) dengan kondisi batas u = 0 di ketinggian z = 0 diperoleh;

(2.22)

Sama sepertei tersebut diatas, integrasi rumus (2.20) dengan kondisi batas yang sama,

diperoleh;

(2.23)

Dari kedua rumus tersebut, diperoleh dua kurva kecepatan yang berbeda. Perbedaan disebab

oleh anggapan bahwa distribusi butiran seragam sepanjang kedalaman aliran. Kedua rumus

tersebut menjadi sebanding, jika C dihitung dengan rumus sebagai berikut;

(2.24)

Dengan kata lain kedua rumus (2.22) dan (2.23) sebanding jika rumus (2.24) dapat memenuhi

kondisi distribusi butir yang seragam sepanjang kedalaman aliran.

Takahashi (1977) telah melakukan penelitian dengan menggunakan saluran percobaan

(flume) terbuat dari baja, lebar 20 cm, dalam 40 cm dan panjang 7 m. Kemiringan saluran

bervariasi dari 0o s/d 30

o. Salah satu dinding saluran tersebut terbuat dari kaca transparan,

sehingga kelakuan aliran dapat diamati dengan seksama memakai motor kamera 35mm dan

kamera video 16mm. Material sedimen setebal 10 centimeter ditebar merata sepanjang dasar

saluran. Kemudian diglontor dengan air yang disalurkan melalui ujung hulu saluran. Sesaat

setelah penglontoran, terjadi gerombolan aliran campuran (kerikil dan air) sebagai hasil erosi

material yang ada di dasar saluran. Pada kemiringan saluran lebih besar dari 15o tetapi lebih

kecil dari 20o, gerombolan aliran campuran tersebut bertambah tinggi dalam waktu yang

sangat singkat, kemudian secara perlahan menurun sampai ketinggian ekuilibrium. Pada saat

awal mulai terbentuk gerombolan aliran campuran, terjadi pencerai-beraian butiran.

Gerombolan aliran campuran tersebut dapat dikategorikan sebagai aliran debris. Debit dan

konsentrasi butiran diukur dengan menampung aliran di ujung hilir saluran. Sifat fisik

material yang dipakai dalam percobaan dasar saluran tererosi dikemukakan dalam Tabel-2.1.

Tabel-2.1 Material yang dipakai untuk percobaan dasar saluran tererosi (Takahashi, 2007)

Page 10: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-10

Dalam hal ini, dm adalah rata-rata diameter butir, d84/d16 adalah rasio antara butiran diameter

lolos saring 84% dan butir diameter lolos saring 16% (batas butiran yang dipakai dalam

percobaan). Dalam salah satu seri percobaan, dipakai cairan campuran lumpur halus dan silt

(1,35 g/cm3) sebagai pengganti air bersih.

Untuk dasar saluran rigid (tidak tererosi), dasar saluran dibuat kasar, kemudian air dan

sedimen diglontorkan sendiri-sendiri dari ujung hulu, tujuannya untuk mempelajari aliran

dengan konsentrasi yang tidak diketahui. Sifat fisik material yang dipakai dalam percobaan

dasar saluran rigid (tidak tererosi), dikemukakan dalam Tabel-2.1

Tabel-2.2 Material yang dipakai untuk percobaan dasar saluran tidak tererosi (Takahashi, 2007)

Konsentrasi butiran dalam gerombol aliran dikemukakan dalam Gambar-2.7. Percobaan

dilakukan dengan berbagai debit aliran per satuan lebar saluran, q0 (lihat legenda dalam

Gambar 2.7).

Gambar-2.8 Konsentrasi butiran ekuilibrium dalam aliran debris batu

(Takahashi, 2007)

Meskipun plot data hasil percobaan tersebar, namun masih dapat terlihat konsentrasi butiran

tidak tergantung debit aliran, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh kemiringan saluran. Kurva

dalam Gambar-2.7 dihitung berdasarkan rumus (2.25) dimana tan αi dalam rumus (2.24)

diganti dengan tan υ, sebagai berikut;

(2.25)

Menurut Bagnold (1966), tan αi dan tan υ akan mempunyai nilai yang sama dalam

konsentrasi butiran yang ekuilibrium. Kadang-kadang, hasil perhitungan dengan rumus

tersebut diperoleh konsentrasi butiran C lebih besar dari C*. Hal ini tidak mungkin terjadi,

suatu aliran debris dengan konsentrasi butiran sama atau lebih besar dari C*. Berdasarkan

hasil beberapa percobaan, C selalu lebih kecil dari 0,9C*. Gambar-2.8 menunjukan beberapa

hasil percobaan dihitung memakai rumus (2.25) untuk aliran debris dengan kerapatan cairan

Page 11: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-11

interstisial lebih besar dari air. Gambar tersebut membuktikan bahwa rumus (2.25) dapat

diterapkan untuk kondisi cairan interstisial yang lebih berat (cairan yang mengandung banyak

silt dan lempung) dari konsentrasi ekuilibrium.

Jika rumus (2.25) menggunakan parameter kemiringan dasar saluran, diperoleh rumus

sebagai berikut;

(2.26)

Gambar-2.9 menunjukan distribusi kecepatan aliran debris yang dihitung secara teoritis dan

berdasarkan percobaan untuk kondisi dasar saluran mudah tererosi. Kurva dengan garis

putus-putus menunjukan distribusi kecepatan aliran Newton. Kemiringan distribusi kecepatan

aliran kental (dilatant) lebih seragam dibandingkan cairan Newton.

Gambar-2.9 Distribusi kecepatan aliran debris batu di saluran

mudah tererosi (Takahashi, 2007)

Gambar-2.10 menunjukan hasil beberapa percobaan untuk dasar saluran tidak tererosi (rigid)

dengan menerapkan rumus (2,22). Kurva dalam Gambar-2.10 membuktikan bahwa rumus

(2,22) dapat dipakai dalam percobaan unuk menentukan distribusi kecepatan dan kedalaman

aliran debris dengan mengganti tan αi = 0.75 dan ai =0.04. Hal ini dimungkinkan, jika

konsentrasi butiran mendekati konsentrasi ekuilibrium seperti rumus (2.25).

Gambar-2.10 (a) Distribusi kecepatan aliran debris batu di saluran tidak

tererosi/rigid, material butiran pasir (b) Normalisasi distribusi

kecepatan, material agregat ringan (Takahashi, 2007)

Page 12: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-12

< Pendekatan kedua mengenai aliran debris batu >

Anggapan mengenai distribusi butiran sebanding dengan kedalaman aliran, secara teoritis

masih terlalu banyak menerapkan pemudahan. Pemudahan diterapkan karena ada kontradiksi

antara rumus (2.22) dan (2.23) mengenai suatu kecepatan yang tidak diketahui (Iverson &

Denlinger, 1987). Sebagaimana ditunjukan Gambar-2.9; kurva distribusi kecepatan setinggi

kedalanam aliran debris yang mengalir di dasar saluran yang mudah tererosi, mempunyai titik

belok, ketika kurva tersebut mendekati dasar saluran. Pendekatan pertama tersebut di atas,

tidak dapat menjelaskan kenapa terjadi demikian.

Karakteristik bentuk kurva tan αi sebagai fungsi dari C, secara teoritis belum pernah dibahas.

Takahashi (1991) menganggap rumus yang diperoleh dari penelitan Savage & Sayed’s

(1984) berikut ini dapat digunakan;

(2.27)

Rumus tersebut dapat diterapkan jika λ >3 (C >0.3). Hal ini, biasa terjadi dalam uji mekanika

tanah statis kuasi. Jika αi bertambah besar, maka C menjadi kecil. Mekanisme tersebut dapat

difahami, dengan membayangkan butiran-butiran di dalam lapisan atas dan lapisan bawah

(lihat Gambar-2.6) bertumbukan dengan sudut arah tumbukan z yang besar (butiran di suatu

lapisan dapat masuk ke lapisan yang lebih dalam). Semakin tipis lapisan, semakin tinggi

konsentrasinya. Kebenaran rumus (2.27) dapat dikonfirmasi dengan memasukan rumus ini ke

rumus (2.18) dan (2.19), kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian Bagnold. Hal ini

telah dibuktikan juga oleh Straub (2001).

Dengan memasukan rumus (2.27) ke dalam rumus (2.20) dan (2.21) menghasilkan dua rumus

untuk menentukan u dan C pada ketinggian z. Gambar-2.11 menunjukan perbandingkan

antara teori dan hasil percobaan mengenai konsentrasi butiran dalam aliran debris.

Gambar-2.11 Teori konsentrasi butiran dan data percobaan (Takahashi, 2007)

Seperti terlihat dalam gambar tersebut di atas, penyebaran beberapa data sangat menyimpang

dari teori. Hal ini disebabkan, pengukuran distribusi konsentrasi setinggi kedalaman aliran

debris sangat sulit dilakukan. Namun demikian, secara keseluruhan, kecenderungan dari

distribusi konsentrasi setinggi kedalaman aliran dapat diketahui.

Normalisasi distribusi kecepatan menghasilkan rumus sebagai berikut;

(2.28)

Page 13: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-13

dimana us adalah kecepatan di permukaan aliran dan Z =z/h. Perbandingan rumus (2.28)

dengan data hasil percobaan dikemukakan dalam Gambar-2.12. Dengan demikan, adanya

pembelokan kurva distribusi kecepatan di dekat dasar saluran dan di dekat permukaan aliran

dapat difahami.

Gambar-2.12 Teori distribusi kecepatan dan data percobaan (Takahashi, 2007)

2.3 Model Aliran Rangkaian Butiran Dua Fase

2.3.1 Persamaan Keseimbangan Gaya

Model aliran campuran dua fase mengangap rangkaian butiran padat dan cairan mengalir

dengan caranya sendiri-sendiri. Karakteristik aliran campuran tergantung mekanisme setiap

fase. Rumus konservasi momentum sering digunakan untuk menganalisa kedua fase tersebut.

Secara garis besar, keseimbangan gaya-gaya yang bekerja dalam aliran campuran dua fase

sudah dibahas dalam Bab 2.1.

Uraian berikut ini membahas kondisi setiap aliran dalam sistem dua dimensi menurut

koordinat Cartesian dengan arah mengikuti kemiringan dasar aliran, θ.

Rumus konservasi momentum arah x untuk fase zat padat dan fase zat cair sebagai berikut;

(2.29)

(2.30)

Rumus-rumus konservasi momentum arah z (tegak lurus dasar aliran) untuk fase zat padat

dan fase zat cair sebagai berikut;

Page 14: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-14

(2.31)

(2.32)

dimana ṽx , ṽz adalah komponen x dan z untuk kecepatan fase padat; ữx , ữz adalah komponen

x dan z kecepatan face cair ; Tds, Tf , Pds, Pf komponen x dan z untuk gaya dimanis fase padat

dan fase cair. Fx dan Fz adalah tenaga interaksi arah x dan z , p adalah tekanan statis fase

cair dan t adalah waktu. Persamaan sebelah kiri dalam rumus tersebut adalah percepatan dari

setiap fase.

Jika persamaan sebelah kanan dan persamaan sebelah kiri dari kedua rumus (2.29) dan (2.30)

dijumlahkan, diperoleh rumus sebagai berikut;

(2.33)

Sama halnya, jika persamaan sebelah kanan dan persamaan sebelah kiri dari kedua rumus

(2.31) dan (2.32) dijumlahkan, diperoleh rumus sebagai berikut;

(2.34)

Rumus (2.33) dan (2.34) adalah persamaam konservasi momentum untuk campuran kedua

fase ke arah x dan z . Dalam hal ini, ρT adalah kerapatan campuran dan ữx , ữz adalah

komponen kecepatan di pusat masa campuran ke arah x dan z , yang didifisikan sebagai

berikut;

(2.35)

(2.36)

Persamaan terakhir yang ada di sebelah kanan dalam rumus (2.33) dan (2.34) adalah tekanan

campuran yang disebabkan oleh kecepatan relatif antara zat padat dan zat cair. Sehingga, jika

kecepatan relatifnya besar, maka fenomena aliran campuran menjadi semakin rumit. Tetapi,

jika kecepatan relatif kecil dan aliran mendekati tetap-seragam, persamaan terakhir sebelah

Page 15: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-15

kiri dari rumus (2.33) dan (2.34) mendekati nol. Jika Tds, Tf , Pds, Pf dan p ke arah x tidak

berubah dan sama dengan nol, maka rumus (2.33) menjadi ;

(2.37)

Sama halnya, rumus (2.34) menjadi;

(2.38)

Jika p terbagi secara hidro statis, maka;

(2.39)

Sehingga dengan memasukan rumus (2.39) ke rumus (2.38) diperoleh;

(2.40)

Di permukaan aliran, z =h, Tds dan Tf sama dengan nol. Hasil integrasi rumus (2.40) dari z ke

h seperti rumus (2.3) tersebut di muka. Hal ini berarti, total berat fase zat padat yang

tenggelam di lapisan z , sama dengan keimbangan tekanan fase zat padat dan tekanan dinamis

fase cair di ketinggian z. Hal yang sama untuk; gaya geser di permukaan aliran sama dengan

nol seperti rumus (2.4) tersebut di muka. Kondisi ini berarti gaya yang bekerja di ketinggian z

arah x dalam aliran debris adalah keseimbangan gaya-gaya fase padat dan fase cair di

ketinggian z arah x. Perlu dicatat, dalam konsep aliran campuran, aliran dibagi menjadi fase

padat dan fase cair. Fase cairnya tidak berarti hanya air, tetapi air yang banyak mengandung

partikel halus, yang tersebar akibat turbulensi (olakan) cairan, atau disebabkan oleh tenaga

elektro maknetik di antara partikel-partikel. Sedang yang dimaksud dengan fase padat

hanyalah fraksi partikel kasar yang tidak tersuspensi dalam aliran.

2.3.2 Teori campuran Coulomb (Aliran debris kuasi statis)

Iverson & Denlinger (2001) mengevaluasi bilangan Savage untuk berbagai aliran debris

alami dan aliran debris skala besar berdasarkan percobaan, diperoleh hasil; nilai bilangan

Savage selalu kecil. Sehingga diperoleh kesimpulan, gaya kekasaran Coulomb untuk aliran

debris alami lebih berpengaruh dibandingkan gaya tumbukan antar partikel dan faktor-faktor

lainnya.

Rumus bilangan Savage;

(2.41)

Rumus (2.41) tersebut di atas tidak persis sama dengan rumus bilangan Savage seperti rumus

(1.8), tetapi mempunyai konsep yang sama. Numerator dalam rumus (2.41) mewakili rumus

(1.8) mengenai gaya tumbukan antar partikel, sedang denominator mewakili gaya yang

bekerja di dasar sungai yang timbul karena berat tenggelam partikel-partikel.

Menurut Iverson & Denlinger (2001), denominator merupakan gaya kekasaran Coulomb.

Tetapi perlu dicatat bahwa gaya kontak statis partikel dapat disalurkan dari permukaan aliran

ke dasar aliran hanya jika seluruh partikel saling berhubungan langsung (kontak), meskipun

titik-titik kontak berpindah-pindah sewaktu rangkaian partikel begerak (mengalir). Keadaan

Page 16: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-16

seperti ini memerlukan konsentrasi volume partikel antara C3 s/d C2, sebagaimana dibahas

dalam Bab 1. Jika konsentrasi volume partikel lebih kecil dari C3, maka gaya yang diwakili

denominator harus dipertahankan oleh gaya-gaya lainnya. Numerator dalam rumus (2.41)

tidak mengindikasikan gaya tumbukan antar partikel yang sebenarnya. Untuk

mengindikasikan gaya tumbukan antar partikel yang sesungguhnya, numerator tersebut harus

dikalikan suatu nilai konsentrasi, seperti rumus (1.1) dalam Bab 1. Menurut Iverson (1997)

nilai tersebut adalah suatu koefisien yang nilainya sama dengan C. Untuk menjadikan

denominator sungguh-sungguh mewakili tekanan yang bekerja di dasar sungai, maka

denominator harus dikalikan dengan C tersebut. Dengan demikian, sepanjang konsep tersebut

dianggap berlaku, maka nilai C dalam rumus (2.41) dihilangkan, dan denominator merupakan

rasio gaya tumbukan terhadap gaya kekasaran Coulomb. Sebagaimana rumus (2.18),

koefiesien yang dikalikan ke numerator adalah bukan C, tetapi λ2. Jika konsentrasi partikel

sangat besar, maka nilai λ2 antara 10 (C* =0.65 dan C ≈ 0.3) s/d 120 (C* =0.65 dan C ≈ 0.5)

menurut Campbell, 1990, dan σλ2(du/dz)2dp

2 akan sama dengan C(σ −ρ)gh. Sebagaimana

diketahui rumus (2.20) adalah persamaan keseimbangan gaya-gaya kondisi seperti ini.

Sehingga teori campuran Coulomb yang dipakai Iverson & Denlinger (2001) hanya berlaku

untuk aliran kuasi statis, jika konsentrasi volume partikel lebih besar dari C3.

Iverson & Denlinger (2001) mengemukakan teori kedalaman rata-rata aliran system tiga

dimensi yang sangat rumit, tapi dalam uraian berikut ini disederhanakan menjadi aliran dua

dimensi dengan kemiringan aliran yang konstan. Tiga persamaan keseimbangan gaya-gaya

dirumuskan sebagai berikut;

(2.42)

(2.43)

(2.44)

(2.45)

dimana, Pds, Pf , dan Tf adalah nilai rata-rata kedalaman (tapi bukan nilai z sebagaimana yang

telah dibahas sebelumnya) dari gaya tumbukan antar partikel, tekanan dinamis dan gaya

kekasaran aliran, Tds|z =0 adalah Tds di dasar sungai yang tetap tertinggal di dasar sungai, λe

rasio tekanan efektif cairan interstisial terhadap total tekanan butiran (jika terjadi likuifasi

penuh, maka λe =1 ), tan ϕbed adalah koefisien kekasaran dasar sungai, pbed adalah tekanan

aliran ke dasar sungai, μ adalah kecepatan aliran interstisial, dan U adalah kecepatan aliran

laminar Newton. Untuk aliran dengan kemiringan dasar sungai yang konstan, persamaan

terakhir sebelah kiri dalam rumus (2.33) diabaikan, tetapi persamaan sebelah kanan tetap ada,

sehingga rumus konservasi momentum, sebagai berikut;

(2.46)

Jika Θ didifinisikan sebagai;

(2.47)

dianggap konstan, maka rumus (2.46) dengan kondisi awal U =U0 di t = 0, menjadi;

(2.48)

Hasilnya menunjukan bahwa kecepatan aliran campuran meningkat secara perlahan-lahan

sampai mencapai asimtot tetap. Namum untuk mencapai kecepatan asimtot tetap diperlukan

waktu yang sangat lama, yang secara virtual sukar tercapai.

Page 17: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-17

Hasil yang sama, diperoleh dengan rumus (2.48) menggunakan model Johnson (Johnson

1970) dan rumus (2.12) dengan anggapan nilai kohesi, c =0. Tetapi cara ini menggunakan

sistem aliran yang sederhana dan hasilnya tidak sesuai.

Denlinger & Iverson (2001) menerapkan sistem aliran tiga dimensi untuk berbagai

permukaan tiga dimensi dengan perhitungan numeric dan kecocokan (validitas) dicek

berdasarkan berbagai percobaan (ekperimen).

2.4 Teori Aliran Granular

Uraian berikut membahas granular (butiran padat) yang mengalir cepat di permukaan tanah

daratan (bukan aliran granular yang mengalir di bawah lautan). Teori aliran campuran

Coulomb untuk partikel-partikel yang mengalir secara laminar seperti Gambar-2.13.

Gambar-2.13 Tekanan rangkaian partikel padat dalam aliran kuasi statis

(Takahashi, 2007)

Tekanan partikel-partikel disalurkan dari permukaan ke dasar aliran melalui sistem rangkaian

partikel yang saling berhubungan secara langsung (kontak), meskipun titik-titik kontak

berpindah-pindah sewaktu rangkaian partikel begerak (mengalir). Sistem aliran seperti ini

akan tetap berlangsung, jika konsentrasi volume partikel lebih besar dari ukuran geometri C3.

Rangkaian partikel seperti ini mengalir sangat lambat. Sebaliknya, aliran yang cepat terjadi

apabila jarak antar partikel relative besar dan saling bertumbukan. Untuk aliran debris, ruang-

ruang diantara partikel terisi air atau lumpur halus. Tetapi, sebagaimana yang telah dibahas

sebelumnya, khusus untuk tipe aliran dimana gaya-gaya tumbukan antar partikel lebih

dominan, maka gaya-gaya dinamis dalam aliran jumlahnya mendekati gaya-gaya tumbukan

antar partikel tersebut ditambah tekanan cairan dalam aliran interstisial. Dalam hal ini,

interaksi antara partikel-partikel dan cairan diabaikan. Dalam suatu aliran granular cepat,

setiap partikel bergerak sendiri-sendiri dengan bebas dan kecepatannya dapat dibedakan

menjadi kecepatan rata-rata dan kecepatan fluktuasi. Konsep ini menyerupai teori kinetik

rangkaian molekul-molekul dalam gas. Karena nilai rata-rata kecepatan fluktuasi dalam

termodinamika gas dinyatakan temperature, maka disebut ”temperature granular”.

Temperatur granular dinyatakan dalam enerji per satuan massa yang menghasilkan tekanan.

Meskipun, sistem granular dan sistem molecular mempunyai banyak perbedaan. Terutama,

granular bersifat tidak elastic, sehingga temperature granular ditentukan oleh tumbukan antar

partikel dan enerji penggerak harus selalu ditambah. Hal ini seperti gravitasi memberikan

enerji suatu aliran untuk menuruni lereng permukaan tanah. Temperatur granular disebabkan

oleh dua mekanisme (Campbell 1990). Pertama, disebabkan oleh tumbukan antar partikel,

ketika dua partikel bertubrukan, resultan kecepatan tergantung tidak saja oleh kecepatan

awal, tetapi juga sudut tumbukan, kekasaran permukaan di titik tumbukan, dan faktor-faktor

lainnya. Oleh sebab itu tumbukan tersebut mengandung komponen-komponen kecepatan

yang bersifat random Kecepatan yang bersifat random sebanding dengan kecepatan relatif

Page 18: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-18

partikel-partikel pada saat tumbukan dan sebanding dengan rata-rata kecepatan aliran

menuruni kemiringan. Oleh karena temperature granular adalah akar dari rata-rata kecepatan

yang bersifat random, maka temperature granular sebanding dengan akar rata-rata kecepatan

aliran menuruni kemiringan . Kedua, disebabkan oleh perpindahan partikel-partikel dari satu

lapisan ke lapisan lainnya.

Suatu partikel bergerak secara ramdom dengan kecepatan yang bersifat random juga.

Keceapatan random sama dengan rata-rata kecepatan untuk bergerak dari suatu titik ke titik

lainnya. Temperatur granular sebanding dengan akar rata-rata kecepatan menuruni

kemiringan. Skema temperature granular yang menyebabkan terjadinya aliran granular

dikemukakan dalam Gambar-2.14.

Gambar-2.14 Gaya-gaya dinamis dalam aliran granular (Takahashi, 2007)

Gaya-gaya yang terjadi dengan cara pertama disebut ’gaya tumbukan’ dan gaya-gaya yang

terjadi dengan cara kedua disebut ’gaya kinetik’.

Savage & Jeffrey, 1981; Jenkins & Savage, 1983; Lun et al. 1984; Johnson & Jackson, 1987

mengemukakan teori aliran granular berdasarkan analogi gerakan molecular untuk gerakan

granular. Sebagian besar penelitian tersebut hanya merupakan teori mengenai aspek-aspek

aliran horisontal Couette. Hanya sedikit penelitian mengenai teori aliran granular yang

berdasarkan aliran menuruni suatu kemiringan (slope).

Berikut ini dibahas aliran granular yang menuruni suatu kemiringan (slope) menurut

Gidaspow 1994. Jika fungsi distribusi kecepatan partikel dianggap tergantung; kecepatan c,

posisi r dan waktu t, maka jumlah partikel yang menpunyai kecepatan sebesar dc dalam

elemen dengan volume dr dinyatakan sebagai as fp (c,r,t)dcdr. Sehingga jumlah partikel np

(t,r), kecepatan v(t,r) dalam aliran dan temperature granular dirumuskan sebagai berikut;

(2.49)

(2.50)

(2.51)

dimana, Ct adalah kecepatan fluktuasi yang didifinisikan sebagai ;

(2.52)

Gaya luar yang bekerja di suatu partikel sebesar mA, dimana m adalah massa partikel dan A

adalah percepatan; A=dc/dt. Perubahan jumlah partikel dalam suatu fase disebabkan oleh

tumbukan antar partikel, dirumuskan sebagai berikut;

Page 19: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-19

(2.53)

dalam hal ini,Δfc adalah perubahan fungsi distribusi yang disebabkan oleh tumbukan antar

partikel. Untuk limit dt→0, maka rumus tersebut menjadi;

(2.54)

Persamaan tersebut di atas dikenal sebagai rumus Boltzmann. Apabila sebelah kanan dan kiri

rumus tersebut dikalikan suatu fungsi c; ψ(c) dan diintegrasikan kedalam kecepatan (Jenkins

& Savage 1983) diperoleh;

(2.55)

Rumus (2.55) dikenal sebagai rumus angkutan Maxwellian, yang dipakai untuk menghitung

perubahan nilai rata-rata kuantitas fisik <ψ> dalam satuan waktu per volume dari konveksi,

perubahan kecepatan dan tumbukan partikel-partikel. Rumus (2.55) merupakan rumus dasar

aliran granular.

2.4.1 Gaya tumbukan partikel

Jika ψ dalam rumus (2.55) adalah momentum, maka persamaan sebelah kiri merupakan gaya

tumbukan. Untuk merinci besarnya gaya tumbukan maka jumlah tumbukan dalam satuan

waktu harus dihitung secara pasti. Analog dengan fungsi distribusi frekuensi suatu partikel

fp(c,r,t), maka dikemukakan fungsi distribusi frekuensi tumbukan fp(2)

(c1,r1,c2,r2). Dalam hal

ini, fp(2)

(c1,r1,c2,r2) dc1dc2dr1dr2 adalah probabilitas suatu pasangan partikel dengan volume

dr1dr2 dan radius ke pusat r1, r2 serta mempunyai kecepatan antara c1 dan c1 +dc1 sampai

dengan c2 and c2 +dc2.

Ruang tumbukan partikel P1 (diameter d1) dan partikel P2 (diameter d2) dikemukakan dalam

Gambar-2.15.

Gambar-2.15 Tumbukan dua partikel berdiameter d1 dan d2 (Takahashi, 2007)

Dalam hal ini, partikel P1 posisinya tetap. Partikel P2 bergerak mendekati dengan kecepatan

relatif c21 dan menabrak partikel P1 di suatu titik dimana arah vector k , yang mana ;

(2.56)

Page 20: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-20

Dalam hal ini, h, i dan j adalah vector-vektor arah z, x dan y. Jarak dari pusat P1 ke titik

tumbukan adalah d12 =(d1 +d2)/2. Luas permukaan daerah tumbukan (warna hitam dalam

Gambar-2.15) ;

(2.57)

Volume ruangan dimana partikel mendekati daerah tumbukan tersebut (silinder tumbukan);

(2.58)

Konsekuensinya, jumlah tumbukan per waktu per volume N12. Sebagai brikut;

(2.59)

dimana dk = sin θdθdυ sudut zat padat. Rata-rata nilai perubahan sifat tumbukan <ψc>

dalam rumus (2.55) menjadi, dari rumus (2.59);

(2.60)

dimana kuantitas setelah tumbukan dan untuk memudahkan, partikel-partikel dianggap

mempunyai diameter yang seragam, dp.

Intergrak rumus (2.60) untuk P1 and P2 harus dilakukan secara terpisah. Nilai f (2)

untuk jarak

dpk dievaluasi dengan cara seri Taylor sebagai berikut;

(2.61)

Konsekuensinya, nilai rata-rata intergral tumbukan menjadi sebagai berikut;

(2.62)

dimana:

(2.63)

dan;

(2.64)

Mengganti;

(2.65)

ke rumus (2.63) dan (2.64), diperoleh:

(2.66)

dan ;

(2.67)

Untuk tumbukan partikel tidak elastic dengan massa yang sama, maka perubahan kecepatan

dihitung dengan rumus berikut, dimana e adalah koefisien restitusi (pengurangan);

Page 21: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-21

(2.68)

Integrasi rumus (2.66), dengan menyertakan rumus (2.68) dan temperatur granular

T = (1/3) C2

t , akhirnya diperoleh ;

(2.69)

dimana I adalah satuan tensor; ∇sv adalah deformasi tensor; dan g0 adalah fungsi distribusi

radial yang dirumuskan sebagai berikut:

(2.70)

Persamaan sebelah kiri pertama dari rumus (2.69) adalah tekanan, persamaan kedua adalah

tekanan kekentalan yang disebabkan perubahan volume, dan persaman ketiga adalah gaya

tahanan.

2.4.2 Gaya kinetik

Gidaspow (1994) meneliti gaya kinetik suatu larutan (g0 mendekati 1) dengan analogi teori

panjang campuran dalam mekanika aliran. Takahashi & Tsujimoto (1997) mengembangkan

teori ini untuk kekasaran aliran dengan konsentrasi partikel sangat rapat.

Dalam keadaan seimbang dan fungsi distribusi kecepatan dianggap tidak tergantung ruang

dan waktu, maka fungsi distribusi kecepatan menurut distribusi Gauss, sebagai berikut;

(2.71)

Nilai rata-rata fluktuasi kecepatan;

(2.72)

Dalam arah vertikal untuk aliran dua dimensi, maka angkutan kuantitas fisik arah z ;

(2.73)

dimana, b adalah kuantitas fisk; Q adalah rata-rata laju angkutan; dan l’ adalah jarak

angkutan. Momentum σu dipertimbangkan sebagai kuantitas yang terangkut, maka laju

angkutan momentum yang disebabkan oleh fluktuasi kecepatan arah z; seperti kecepatan

geser ;

(2.74)

dimana τk adalah gaya kinetik. Jarak angkutan yaitu rata-rata perjalanan bebas sebelum

tumbukan dan berhubungan dengan waktu sebelum tumbukan tF sebagai berikut:

(2.75)

Nilai tF ditentukan dengan membagi jumlah tumbukan dalam satuan volume berdasarkan

frekuensi tumbukan seperti rumus (2.59). Sehingga diperoleh;

(2.76)

Perbandingan gaya geser yang disebabkan oleh tumbukan partikel-partikel yang dihitung

memakai persamaan sebelah kiri ketiga dari rumus (2.69) dengan yang disebabkan oleh

Page 22: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-22

gerakan partikel secara random yang dihitung memakai rumus (2.76) ditunjukan dalam

Gambar-2.16.

Gambar-2.16 Hubungan gaya tumbukan dan gaya kinetic dengan

konsentrasi partikel dalam aliran granular (Takahashi, 2007)

Gaya yang disebabkan oleh tumbukan antar partikel, τc, akan melebihi τk, jika konsentrasi

partikel lebih besar dari 15%, dimana C* = 0.65 dan e = 0.85 merupakan hal yang biasa untuk

aliran pasir di permukaan tanah.

2.4.3 Gaya aliran rangkaian partikel

Dalam aliran lambat (laminar) seperti dikemukakan dalam Gambar-2.13, temperature

granularnya kecil dan dorongan butiran yang bersentuhan langsung terus-menerrus berperan

penting dalam menyalurkan gaya-gaya dalam aliran, seperti gaya rangkaian partikel. Gaya-

gaya tersebut bukan gaya dinamis yang disebabkan oleh mikro partikel individu, melainkan

gaya kuasi statis yang disalurkan oleh struktur makro dari konstituen-konstituen (kelopok-

kelopok pendukung). Tenakan kuasi statis dan gaya geser dapat beroperasi hanya jika

konsentrasi partikel lebih besar dari C3 dan lebih kecil dari C2, sebagaimana yang telah

dibahas sebelumnya. Untuk pasir pantai lepas C3 = 0.51 dan C2 = 0.56 (Bagnold 1966).

Sebagaimana telah dibahas dalam teori campuran Coulomb, gaya-gaya rangkaian partikel

tidak tergantung kecepatan akibat kemiringan. Untuk aliran granular di dararaan, efek cairan

interstisial diabaikan (tidak berpengaruh), sehingga gaya-gaya rangkaian partikel di

ketingian z dalam keadaan aliran tetap seragam dengan kedalaman h dan sudut kemiringan θ,

sebagai berikut:

(2.77)

(2.78)

dimana C adalah konsentrasi butiran rata-rata yang berdasa di atas ketinggian z dan αe adalah

rasio tekanan kuasi statis rangkaian partikel terhadap total tekanan dalam aliran. αe dianggap

sebagai berikut:

(2.79)

Eksponen m sesuatu yang belum diketahui sampai saat ini.

Page 23: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-23

2.4.4 Hubungan parameter-parameter utama

Bedasarkan pembahasan sebelumnya, hubungan parameter-parameter utama aliran debris

dikemukakan dalam Gambar-2.17.

Gambar-2.17 Aliran granular dalam keaadaan

tetap seragam (Takahashi, 2007)

Dalam hal ini;

(2.80)

(2.81)

dan menurut rumus (2.69):

(2.82)

(2.83)

τk menuruti rumus (2.76) dan ps menurut rumus (2.77). Persamaan sebelah kiri kedua dalam

rumus (2.69) diabaikan, karena aliran dalam keadaan tidak tertekan.

2.4.5 Penerapan teori untuk aliran granular kering

Keseimbangan gaya-gaya aliran granular seperti Gambar-2.17, sebagai berikut:

(2.84)

(2.85)

Persamaan tanpa dimensi untuk kedua rumus tersebut;

(2.86)

(2.87)

dimana, Z = z/h; u* = u/(gh sin θ)1/2

; T* = T/gdp cos θ; f2 = 8ηC2g0/(5√π); f22 =1/(3g0√ π);

f1 = 4ηC2g0; η = (1+e)/2; A = h/dp; dan B = tan θ.

Parameter yang belum diketahui dalam rumus (2.86) dan (2.87) adalah u*, C dan T*, dengan

demikian ada satu persamaan yang masih hilang. Temperatur granular merupakan vibrasi

enerji dari pergerakan partikel-partikel. Untuk menentukan nilai temperatur granular, nilai ψ

Page 24: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-24

dalam rumus (2.55) diganti dengan enerji kinetic setiap partikel = (1/2)mc2, sehingga

diperoleh rumus sebagai berikut (Jenkins & Savage 1983; Gidaspow 1994);

(2.88)

dimana κ adalah koefisien kondutivitas panas dari temperature butiran, dan γ adalah laju

penambahan panas temperature granular disebabkan tumbukan tidak elastic. Rumus κ dan γ,

sebagai berikut;

(2.89)

(2.90)

Persamaan tanpa dimensi untuk rumus (2.88), sebagai berikut;

(2.91)

dimana f3 =4ηC2g0/√π dan f5 =48η(1−η) C

2g0/√π. Kecepatan, konsentrasi partikel dan

temperature granular untuk aliran granular ditentukan memakai rumus (2.86), (2.87) dan

(2.91) secara bersama-sama, tetapi karena rumus (2.91) mengandung persamaan difusi, maka

tidak mudah untuk dikerjakan.

Sehingga, sebagai pendekatan awal, dipakai anggapan bahwa persamaan sebelah kanan

pertama dari rumus (2.88) diabaikan dan τ sama dengan τc. Dengan demikian, rumus (2.91)

menjadi:

(2.92)

Integrasi rumus (2.86) dari Z ke permukaan aliran, Z =1, diperoleh rumus distribusi kecepatan

sebagai berikut;

(2.93)

dimana, τ|Z =1 gaya geser permukaan aliran. Dengan memasukan rumus (2.93) kedalam

rumus (2.92) dan menggunakan pendekatan konsentrasi butiran sama dengan konsentrsai

rata-rata, diperoleh distribusi temperature granular, sebagai berikut;

(2.94)

Distribusi konsentrasi diperoleh dengan mengubah rumus (2.87) menjadi;

(2.95)

Kurva distribusi spesifik dari kecepatan, konsentrasi partikel dan temperature granular

berdasarkan rumus (2.93), (2.94) dan (2.95), memerlukan kondisi batas di permukaan dan

dasar aliran. Kondisi batas di permukaan aliran τ|Z =1, didifinisikan sebagai bidang yang

menghubungkan pusat-pusat partikel yang berada di lapisan paling atas dari aliran, dan

partikel-partikel dianggap mempunyai distribusi seperti Gambar-2.6. Oleh karena luas

partikel, b2d p

2 , maka tenaga yang bekerja dalam suatu area, yaitu; τ|Z =1 adalah:

Page 25: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-25

(2.96)

Berdasarkan percobaan di laboratorium, aliran granular dapat dikategorikan sebagai aliran

laminar (lambat), yang merupakan aliran lambat partikel cerai-berai. Aliran tipe seperti ini

tergantung sudut kemiringan dan kondisi dasar sungai dan konsentrasi partikel melebihi 50%

serta partikel-partikelnya mengalir secara teratur. aliran lambat partikel cerai-berai akan

terjadi jika kemiringan dasar sungai lebih besar dari aliran laminar, dimana kecepatan

partikel-partikel secara ramdom tampak jelas di permukaan aliran. Semakin curam

kemiringan dasar sungai, perpindahan posisi partikel-partikel semakin sering, hal ini

disebabkan oleh tumbukan antar partikel, sehingga berubah menjadi aliran dengan partikel

cerai berai. Dalam aliran lambat partikel cerai berai dan aliran partikel cerai berai akan terjadi

bidang gelincir (slip) di dasar aliran.

Jumlah partikel Nb per satuan luas dalam lapisan yang dekat dengan dasar sungai, dirumuskan

sebagai berikut;

(2.97)

dan frekuensi tumbukan per satuan waktu, tc, yang nilainya sama dengan <c>/sp , menurut

rumus (2.51) dengan menggunakan difinisi T, diperoleh ;

(2.98)

Jika kecepatan gelincir di dasar sungai adalah usl , maka perubahan momentum arah aliran

per satu kali tumbukan adalah υ’πσdp3usl/6.

Dengan mempertimbangkan gaya geser sama dengan perubahan momentum per satuan luas

per satuan waktu, diperoleh rumus sebagai berikut;

(2.99)

Persamaan tanpa dimensi untuk rumus tersebut di atas;

(2.100)

dimana f88 =2√3C*/(πCg0), dan υ’ adalah koefisien laju perubahan momentum yang

disebabkan oleh tumbukan antara partikel-partikel dengan dasar sungai; 0< υ’<1. Semakin

besar nilai υ’, semakin besar kehilangan momentum tersebut dan semakin kecil kecepatan

gelincirnya.

Dalam percobaan di laboratorium; Nilai υ’ = 0,042 dengan menggunakan partikel yang

dibuat dari bahan polystyrene dan dasar saluran percobaan menggunakan papan polyvinyl

chloride. Nilai υ’ = 0,12 jika dasar saluran percobaan dibuat dari bahan lembaran karet.

Nilai υ’ = 0,12 jika dasar saluran percobaan terdiri dari deretan silinder diameter 2,9 mm

terbuat dari bahan polyvinyl chloride yang diletakan tegal lurus arah aliran.

Dengan menggunakan kondisi batas tersebut di atas, dihitung kecepatan, konsentrasi dan

bentuk distribusi temperature granular. Untuk mengecek teori tersebut di atas , telah

dilakukan percobaan-percobaan dengan saluran terbuat dari baja lebar 10 cm, panjang 5 m

Page 26: Aliran Debris Bab 2

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK A LIRAN DEBRIS Joko Cahyono, e book & free download

2-26

dan salah satu sisi saluran terbuat dari kaca transparan (tembus pandang). Kondisi dasar

saluran dirubah-rubah seperti tersebut di atas.

Partikel dengan diameter 4,51 mm dibuat dari bahan polystyrene, kerapatan partikel

1,052 g/cm3, dan sudut geser dalam dibuat 25.0

o. Pergerakan partikel diamati melalui sisi

saluran yang terbuat dari kaca tembus pandang menggunakan kamera video kecepatan tinggi

(200 gambar/dt).

Analisa terhadap setiap partikel dilakukan setiap 1/100 detik menggunakan data rekaman

video tersebut di atas. Kecepatan aliran utama, u searah dengan aliran dan w diukur tegak

lurus arah aliran. Dengan menggunakan data tersebut, dihitung besarnya temperatur granular,

T =(1/3){(u−U)2 +(w−W)

2}

1/2, dimana U dan W adalah nilai rata-rata u and nilai rata-rata w.

Jika kemiringan dasar sungai lebih landai dari nilai θ1, maka aliran menjadi tipe laminar, dan

konsentrasi makro, C menpunyai nilai mendekati konstan Cct . Nilai θ1 ≈ (ϕ−5◦) untuk dasar

sungai yang halus, dan θ1 ≈ ϕ untuk dasar sungai yang kasar.

Hubungan gaya geser dan tekanan sebagai berikut;

(2.101)

Karena τ = τc+τk dan p = pc , dengan menggabungkan rumus (2.76), (2.82) dan (2.83),

diperoleh:

(2.101)

Untuk temperature granular, berdasarkan rumus (2.88) diperoleh:

(2.102)

Nilai tan αi sebanding dengan koefisien kekasaran kinetik. Untuk aliran granular tetap

seragam tan αi sama dengan tan θ. Sehingga, berdasarkan rumus (2.102), akan diperoleh

hubungan antara kemiringan dasar sungai dan C sebagai berikut:

(2.103)

dimana, untuk dasar sungai yang kasar, θ1= ϕ; untuk dasar sungai yang halus, θ1= (ϕ−5o), dan

ϕsp adalah sudut geser dalam, untuk partikel seperti bola nilainya mendekati 26o.