alih fungsi lahan

3
Alih Fungsi Lahan: Dampaknya Terhadap Produksi Air DAS dan Banjir Oleh : Gatot Irianto, PhD Degradasi dan transformasi: jenis, komposisi, proporsi dan kualitas vegetasi di bagian hilir(upstream) apalagi di bagian hilir (downstream) Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan pemantauan di lapangan lajunya terus meningkat, tidak terpantau serta tidak terkendali. Bentuk dan pola degradasi yang terjadi sangat beragam mulai dari: (1) penurunan kerapatan dan jenis vegetasi (2) perubahan tipe vegetasi penutup lahan (land cover type) (3) impermeabilisasi yaitu perubahan lahan budidaya (cultivated land) menjadi lahan pemukiman yang permukaannya kedap air (non cultivated land yang impermeable). Ketiga pola tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal: pelaku, luas areal dan dampak yang ditimbulkannya. Pola pertama umumnya dilakukan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan sekedar menyambung hidupnya yang sangat terbatas. Sementara pola kedua dilakukan oleh masyarakat yang lapar tanah akibat distribusi, alokasi dan pemilikan lahan yang timpang dalam masyarakat. Pola kedua juga dapat terjadi akibat pemanfaatan masyarakat lokal oleh pemodal kuat untuk menguasai tanah Negara (hutan lindung). Sedangkan pola ketiga, umumnya dilakukan pemodal kuat, penguasa, mantan pejabat dengan areal yang sangat luas dengan karakteristik permukaannya tidak meloloskan air (impermeable area). Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, maka pola ketiga mempunyai dampak yang paling merusak terhadap: siklus hidrologi, produksi air dan dalam jangka panjang dapat memicu terjadinya krisis air (water crisis) yang akut dan berkepanjangan. Pola ketiga umumnya sulit dicegah dan dikendalikan, karena umumnya mereka mempunyai akses yang kuat terhadap pengambil kebijakan baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota. Lalu pertanyaannya: apa dampak kuantitatif impermeabilisasi terhadap terjadinya kekeringan yang belakangan ini sangat meresahkan semua orang? Penurunan kemampuan produksi air DAS dan banjir adalah jawabannya. Produksi Air DAS dan Banjir Dampak transformasi lahan hutan, perkebunan, pertanian ke lahan pemukiman, industri di DAS Ciliwung seperti di kawasan gunung Pangrango, hulu sungai Ciliwung akan mengganggu keseimbangan energi (energy balance) di permukaan tanah. Secara matematis, tanda-tanda klimatologis (climatologic signal) peluang terjadinya gurun pasir dapat dijelaskan melalui konsep neraca energi (energy balance) seperti pada persamaan berikut: R n =LE+S+A, dengan: R n radiasi netto; LE bahang latent evapotranspirasi (Iatent heat evapotranspiration), S bahang untuk memanaskan tanah (Soil) dan bahang untuk memanaskan udara (Air).

Upload: fildzah-kharisma-n-haq

Post on 15-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

alih fungsi lahan

TRANSCRIPT

  • Alih Fungsi Lahan: Dampaknya Terhadap Produksi Air DAS dan Banjir

    Oleh : Gatot Irianto, PhD

    Degradasi dan transformasi: jenis, komposisi, proporsi dan kualitas vegetasi di bagianhilir(upstream) apalagi di bagian hilir (downstream) Daerah Aliran Sungai (DAS)berdasarkan pemantauan di lapangan lajunya terus meningkat, tidak terpantau serta tidakterkendali. Bentuk dan pola degradasi yang terjadi sangat beragam mulai dari: (1)penurunan kerapatan dan jenis vegetasi (2) perubahan tipe vegetasi penutup lahan (landcover type) (3) impermeabilisasi yaitu perubahan lahan budidaya (cultivated land)menjadi lahan pemukiman yang permukaannya kedap air (non cultivated land yangimpermeable). Ketiga pola tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yangberbeda dalam hal: pelaku, luas areal dan dampak yang ditimbulkannya. Pola pertamaumumnya dilakukan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhankayu bakar dan sekedar menyambung hidupnya yang sangat terbatas. Sementara polakedua dilakukan oleh masyarakat yang lapar tanah akibat distribusi, alokasi danpemilikan lahan yang timpang dalam masyarakat. Pola kedua juga dapat terjadi akibatpemanfaatan masyarakat lokal oleh pemodal kuat untuk menguasai tanah Negara (hutanlindung). Sedangkan pola ketiga, umumnya dilakukan pemodal kuat, penguasa, mantanpejabat dengan areal yang sangat luas dengan karakteristik permukaannya tidakmeloloskan air (impermeable area). Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, makapola ketiga mempunyai dampak yang paling merusak terhadap: siklus hidrologi,produksi air dan dalam jangka panjang dapat memicu terjadinya krisis air (water crisis)yang akut dan berkepanjangan. Pola ketiga umumnya sulit dicegah dan dikendalikan,karena umumnya mereka mempunyai akses yang kuat terhadap pengambil kebijakanbaik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota. Lalu pertanyaannya: apa dampakkuantitatif impermeabilisasi terhadap terjadinya kekeringan yang belakangan ini sangatmeresahkan semua orang? Penurunan kemampuan produksi air DAS dan banjir adalahjawabannya.

    Produksi Air DAS dan Banjir

    Dampak transformasi lahan hutan, perkebunan, pertanian ke lahan pemukiman, industridi DAS Ciliwung seperti di kawasan gunung Pangrango, hulu sungai Ciliwung akanmengganggu keseimbangan energi (energy balance) di permukaan tanah. Secaramatematis, tanda-tanda klimatologis (climatologic signal) peluang terjadinya gurun pasirdapat dijelaskan melalui konsep neraca energi (energy balance) seperti pada persamaanberikut: Rn=LE+S+A, dengan: Rn radiasi netto; LE bahang latent evapotranspirasi(Iatent heat evapotranspiration), S bahang untuk memanaskan tanah (Soil) dan bahanguntuk memanaskan udara (Air).

  • Berdasarkan persamaan tersebut terlihat, bahwa energi yang diterima permukaan bumipertama kali akan digunakan untuk menguapkan air tanah (soil water) dan lengas tanah(soil moisture) (LE), baru kemudian untuk memanaskan tanah (S) dan sisanya untukmemanaskan udara (A). Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendahmenyebabkan energi untuk menguapkan air (LE) menjadi kecil, sehingga radiasimatahari (solar radiation) yang jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk radiasi nettosebagian besar akan digunakan untuk memanaskan tanah dan udara, sehingga suhunyameningkat. Dalam kondisi ekstrem, alih fungsi lahan berdampak terhadap pengurasancadangan air tanah (water storage), penurunan produksi air DAS, meningkatkankonsumsi air tanaman melalui transpirasi dan yang paling menakutkan adalah banjir.

    Pada musim hujan kondisi lahan yang berpenutup permanen menyebabkan sebagianbesar volume air hujan ditransfer menjadi aliran permukaan langsung (directrunoff).Akibatnya besaran (magnitude) banjir: intensi- tas, frekuensi dan durasinya terusmeningkat seperti yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota besar di tanah air belakanganini. Menyedihkan lagi kerusakan lahan yang jumlahnya ribuan hektar dalam waktusingkat hanya diantisipasi secara parsial seperti yang dilakukan oleh Pemerintah DKIyang baru akan membangun situ seluas 280 hektar. Suatu besaran yang tidakproporsional, dan itulah sebabnya mengapa masalah banjir seolah-olah tidak bisadiselesaikan. Padahal kalau kita mau dan serius, maka banjir pasti dapat diselesaikan,paling tidak dampaknya dapat direduksi, sehingga tidak mencekam terutama masyarakatkelas bawah yang karena kemiskinan dan ketidakberdayaannya terpaksa menghunibantaran sungai yang mereka tahu rawan banjir. Demikian pula dengan komitmenpemerintah membangun banjir kanal timur Jakarta, agar air dapat dialirkan lebih banyakdan lebih cepat untuk menekan resiko banjir dan genangan hampir dipastikan menjadikurang optimal fungsinya. Penyebabnya karena program penurunan laju sedimentasidaerah tangkapan yang di hulu belum dilakukan. Akibatnya, saluran akan penuh lumpurdan sampah, sehingga kapasitas tampung air menurun, dan masalah banjir dankekeringan menjadi tidak terpecahkan lagi. Oleh karena intensitas, frekuensi, luaswilayah dan durasi alih fungsi lahan terus meningkat, maka pertanyaan selanjutnya:bagaimana antisipasinya agar dampak alih fungsi lahan yang terjadi dapatdiminimalkan? Sistem deteksi dini alih fungsi lahan adalah jawabannya.

    Sistem Deteksi Dini Alih Fungsi Lahan

    Penggunaan citra satelit dengan resolusi (resolution) dan waktu pengambilan (timecoverage) yang proporsional multitemporal untuk, zonasi, karakterisasi, adaptasi danmitigasi alih guna lahan sangat diperlukan. Penggunaan citra satelit dimaksudkan agar:data dan informasi yang diperoleh lebih: akurat (precise), tepat (accurate), cepat(minimum delay sampai pengambil kebijakan), murah biayanya serta jelas faktorpenyebabnya. Informasi tentang karakteristik alih fungsi lahan dapat digunakan untukmenghitung skenario dampaknya terhadap neraca energi serta kemampuan produksi airDAS termasuk terhadap banjir, berdasarkan analisis sensitivitas (sensitivity analysis)perubahan penggunaan lahan. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Litbang

  • Pertanian mempunyai pengalaman dan kemampuan untuk menyusun sistem monitoringtersebut dalam bentuk alat bantu sistem pengambilan keputusan (decision supportsystem/DSS) yang ramah pengguna (user friendly) sehingga dapat diakses olehpengambil kebijakan yang tidak mahir komputer sekalipun. Informasi dari DSS yangcepat, tepat dan akurat, memungkinkan pengambil kebijakan dapat mengalokasikanpenggunaan lahan dengan lebih baik dengan resiko yang paling minimum.

    Lebih jauh, informasi yang dihasilkan dari DSS dapat digunakan untuk menyusunteknologi adaptasi dan mitigasinya. Konkritnya, informasi tentang berapa, di mana,kapan, mengapa terjadi alih fungsi lahan dapat direpresentasikan dengan utuh.Berdasarkan data tersebut, maka teknologi mitigasi dengan menampung air secaraalamiah dan artifisial dapat dihitung jumlah, dimensi dan posisinya. Dengan kata lain,dampak alih fungsi lahan dapat diredam (attenuation) dengan pendekatan yang terukur(measurable). Salah satu teknologi yang saat ini sedang berkembang di seluruh duniabaik di wilayah yang beriklim basah maupun yang beriklim kering untuk menekandampak alih fungsi lahan terhadap banjir dan kekeringan adalah pembangunan dam paritbertingkat (channel reservoir in cascade). Keung- gulan teknologi ini antara lain: (1)murah dan mudah dilakukan masyarakat (2) dampaknya terhadap penurunan debit banjirdapat terlihat langsung (3) mempunyai dampak ekonomi keluarga yang menjanjikan,karena air yang ditampung dapat dimanfaatkan untuk pengembangan komoditasunggulan bernilai ekonomi tinggi. Dalam jumlah yang memadai dan terstruktur damparit dapat digunakan untuk menyusun skenario distribusi (distribution) dan alokasi(allocation) sumberdaya air yang semakin terbatas dan langka.

    Model pengembangan channel reservoir in cascade di DAS bagian hulu, berdasarkanhasil penelitian di lapangan sangat ideal untuk dikombinasikan dengan pengelolaan airdan sedimen di waduk-waduk besar seperti: Jatiluhur, Saguling, Cirata di Jawa Barat,Kedung ambo, Gadjah Mungkur di Jawa Tengah serta Waduk Sutami di Jawa Timur.Dengan pendekatan ini memungkinkan air hujan dan aliran permukaan tertahan lebihlama, banyak dan merata, sehingga pasokan air untuk berbagai keperluan dapat dipenuhisecara insitu. Dampak pembangunan channel reservoir in cascade terhadap perubahankarakteristik produksi air (debit puncak dan waktu respon) telah dapat dimodel olehBalai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Berdasarkan model tersebut, maka setiap pembangunan channel reservoirdapat direpresentasikan secara kuantitatif dampaknya terhadap produksi air dan mitigasibanjir. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menghitung kompensasi yang harusdilakukan apabila alih fungsi lahan secara alamiah tidak dapat dihentikan secara total.Lebih jauh pendekatan model tersebut memungkinkan untuk determinasi lokasi dan luasalih fungsi lahan yang dapat ditoleransi (tolerable land use change).

    G a t o t I r i a n t o , P h D Penulis adalah Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi,

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian

    Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 28 April 2004