tinjauan terhadap alih fungsi lahan pertanian di …
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
DI KABUPATEN BANTUL
(Studi Penelitian Deskriptif Kualitatif Di Desa Bangunharjo, kecamatan sewon,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)
SKRIPSI
Oleh
VERONIKA VIVI
16520205
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN S-I
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2020
5
MOTTO
“Dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan
pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita
oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”
(Roma 5:4-5)
“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka,
sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau, ia tidak akan membiarkan
engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”
(Ulangan 31: 6)
“Kita harus menerima kekecewaan yang hanya sementara, tetapi jangan sampai kehilangan
harapn yang abadi”
(Martin Luther King JR)
“Belajarlah selagi ada kesempatan, berjalanlah meski lelah, jangan pernah berhenti meski
gagal dalam mencoba, dan mengucap syukurlah dengan apa yang kamu hasilkan sendiri”
(Veronika Vivi)
6
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas setiap berkat, rahmat dan anugerah-Nya yang senantiasa diberikan kepada
saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir saya dengan baik.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan doa dari banyak
pihak yang ada di sekitar saya. Oleh karena itu saya ingin mempersembahkan
skripsi ini sebagai wujud rasa terima kasih saya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang sudah memberikan saya kesehatan, berkat,
dan kekuatan serta kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Orang tua yang aku hormati dan kasihi, Papah Rupinus Ase dan
Mamah Ara Mustia yang sudah selalu mendukung, mendoakan,
mengasihi, mencintai saya dan segala pengorbanan kalian selama ini
dengan tulus.
3. Adik-adik ku yang aku sayangi, Iren, Jeslin dan Felicia yang selalu
mendukung cece dan menyemangati setiap proses yang cece lewati.
4. Seluruh keluarga dan sanak saudara yang telah mendoakan dan selalu
memberikan dukungan kepada saya.
5. Bapak Drs. Sumarjono, M.Si terimakasih telah dengan sabar
membimbing, mengarahkan, dan mengajarkan saya.
6. Almamater STPMD “APMD” Yogyakarta.
7. Sahabat seperjuangan yang sangat saya cintai dan saya sayangi yang
selalu memberikan saya semangat dan doa, Andreas Budi Hermawan,
Raini Agustia, Eva Crisva, Petronela Dea Sari, dan grup Sosialita, serta
teman-teman komunitas gereja GenB, Group Zona Utara yang
Namanya tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
8. Teman-teman seperjuangan saya selama dikampus STPMD “APMD
Yogyakarta yang tidak mampu saya sebutkan satu-persatu.
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan berkat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga, pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa ada kendala dan halangan dengan
judul “Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten
Bantul”.
Penulisan skripsi ini dimaksud untuk memenuhi kewajiban dan tanggung
jawab akademi, untuk mendapat gelar sarjana pada Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari nahwa dalam penulisan
skripsi ini tidak lepas dari dukungan baik secara moral dan spiritual dari semua
pihak sangat membantu sekali. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Sutoro Eko Yunanto, M.Si Selaku Ketua STPMD “APMD”
Yogyakarta.
2. Bapak Gregorius Sahdan, S.IP M.A selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan
STPMD “APMD” Yogyakarta.
3. Bapak Drs. Sumarjono, M.Si Selaku Dosen Pembimbing yang sudah dengan
baik dan sabra dalam membimbing, memberi saran-saran selama penulisan
skripsi ini.
4. Bapak/Ibu Dosen pengajar di program Studi Ilmu Pemerintahan STPMD
“APMD” Yogyakarta
5. Seluruh Staf dan karyawan STPMD “APMD” Yogyakarta.
6. Bapak Yuni Ardi Wibowo, S.SOS Kepala Desa Bangunharjo dan staf desa
bangunharjo serta masyarakat bangunharjo.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Demikian penulisan skripsi ini. Harapan besar penulis semoga skripsi ini
memberikan manfaat baik bagi penulis maupun bagi almamater Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta serta para pembaca
umumnya. Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan, maka penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang
membangun.
Yogyakarta, 22 Juni 2020,
Penulis,
Veronika Vivi
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………i
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………..ii
HALAMAN PENGESAHAN…………....………………………...…………...iii
MOTTO…………………………………………………………………………iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………...…………...….v
KATA PENGANTAR………………………………………………………......vi
DAFTAR ISI…..………………………………….………………....…………..vii
DAFTAR TABEL…………………………………………..……………..…….xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….……xii
INTISARI……………………………………………………………………….xiii
BAB I PENDAHULUAN……..…………..………...…………………………..1
A. Latar Belakang ………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………9
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………9
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………….10
E. Kerangka Konsep …………………………………………………..11
1. Pengertian Tinjauan……………………………………..………11
2. Pengertian Tanah/Laha.…………………………………...…….11
3. Tanah Pertanian…………………………………………………14
4. Tanah Non Pertanian …………………………………………...15
5. Alih Fungsi Lahan ………………………………………………16
6. Dasar Hukum Alih Fungsi Lahan……………………………….19
7. Pengertian Perizinan…………………………………………….23
8. Dampak Alih Fungsi Lahan …………………………………….24
9. Politik Ruang…………………………………………………….28
10. Involusi Pertanian……………………………………………….32
F. Kerangka Pemikiran ………………………………………………..35
G. Ruang Lingkup ……………………………………………………..37
9
H. Jenis Penelitian…………………………………………….……….38
I. Unit Analisis ………………………………………….……………39
1. Subyek Penelitian ………………………………………………39
2. Lokasi Penelitian………………………………………………..40
3. Waktu Penelitian ……………………………………….………40
J. Teknik Pengumpulan data…………………………………………..40
K. Keabsahan Data……………………………………………………..42
L. Analisis Data………………………………………………………..43
BAB II PROFIL DESA BANGUNHARJO………..…………………………..46
A. Geografi……………………………………………………………46
B. Demografi …………………………………………………………49
C. Sosial Ekonomi ……………………………………………………52
D. Sarana dan Prasarana………………………………………………56
E. Sosial Budaya.……………………………………………………..60
F. Profil Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan…..…….....72
1. Seajarah ………………………………………………………….72
2. Tugas Pokok ….………………………………………………….73
3. Fungsi ……………………………………………………………73
4. Tujuan ……………………………………………………………74
5. Strategi……………………………………………………………74
6. Kebijakan …………………………………………………………74
7. Visi………………………………………………………………..75
8. Misi ……………………………………………………………….75
9. Organisasi …………………………………………………………76
10. Inovasi …………………………………………………………….77
11. Peranan pertanian terhadap PDRB………………………………...79
12. Nilai PDRB………………………………………………………..79
BAB III ANALISIS DATA.. …………………………………………………..81
A. Deskriptif Informan…..…………………………….…………………..81
10
B. Analisis Data …………..……………………...…….…………………82
1. Mengidentifikasi lahan pertanian berkelanjutan dan lahan basah….82
2. Mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian oleh pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan untuk dijadikan tempat pembangunan fasilitas
umum, Kawasan konserfasi atau produksi………………...…..….85
3. Mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh
pemilik lahan atau warga sebagai tempat membangun usaha atau
perumahan dan industri……………………………………………88
4. Mengidentifikasi dampak positif dan negatif atau alih fungsi lahan
pertanian terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi…….91
5. Strategi pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah setelah
terjadinya alih fungsi lahan. ………………………………………98
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….103
A. KESIMPULAN ………………………………………………………103
B. SARAN……………………………………………………………….111
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..113
DAFTAR PERTANYAAN…………………………………………………..115
LAMPIRAN ………………………………………………………………….121
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk……………………………………………………..49
Tabel 2.2 Pendidikan ……………………………………………………………50
Tabel 2.3 Mata Pencaharian Pokok Penduduk ………………………………….51
Tabel 2.4 Agama/Aliran Kepercayaan…………………………………………..52
Tabel 2.5 Lahan Pertanian ………………………………………………………53
Tabel 2.6 Luas Tanaman Pangan Menurut Komoditas………………………….54
Tabel 2.7 Sarana Kesehatan……………………………………………………..57
Tabel 2.8 Sarana Pendidikan……………………………………………………58
Tabel 2.9 Prasarana Peribadatan ……………………………………………….58
Tabel 2.10 Prasarana Olah Raga ……………………………………………….59
Tabel 2.11 Prasarana Hiburan Dan Wisata……………………………………..59
Tabel 2.12 Prasarana Dan Sarana Kebersihan………………………………….60
Tabel 2.13 Data Pemerintah Desa………………………………………………65
Tabel 2.14 Peranan Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Bantul…………….78
Tabel 2.15 PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2015-2019……………………….79
Tabel 3.1 Deskriptif Informan………………………………………………….81
Tabel 3.2 Perebutan Ruang …………………………………………………….97
12
INTISARI
Lahan pertanian produktif di Kabupaten Bantul semakin berkurang dari
tahun ke tahun dengan adanya pengembangan perkotaan yang menimbulkan
banyak kebutuhan lahan karena pertumbuhan penduduk, dan pembangunan
kawasan strategis baik dari tingkat nasional maupun daerah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan
pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas
lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah. Alih fungsi lahan
pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan
pangan. Kewenangan dari kabupaten dalam pemberian ijin, dan sangat diminta
agar alih fungsi tidak semakin meningkat. Daerah yang mengalami permasalahan
yang sama yaitu daerah Bantul dan sleman. Alih fungsi lahan pertanian menjadi
permasalahan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Bantul sebagai daerah
penghasil beras utama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Oleh sebab itu
perlunya “Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Bantul”
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, yang mendeskripsikan temuan yang akan diamati tentang tinjauan
terhadap alih fungsi lahan yang ada di Kabupaten Bantul. Subyek penelitian
meliputi: Dinas Pertanian, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, Pemerintah Desa
Bangunharjo, Pemilik Lahan, Investor, dengan informan berjumlah 9 orang.
Penelitian di Desa Bangunharjo, Sewon, Bantul. Penelitian di lakukan selama 2
bulan. Teknik pengumpulan data meliputi: observasi, wawancara, studi
kepustakaan, dokumentasi. Sedangkan Teknik analisis data dalam penelitian
kualitatif meliputi: reduksi data, penyajian data, verifikasi dan penarikan
kesimpulan.
Dari hasil penelitian di lapangan dengan (a) Mengidentifikasi lahan
pertanian berkelanjutan dan lahan basah. Alih fungsi lahan pertanian yang
menjadi jalur hijau masih terus dilakukan seperti di daerah yang menjadi
penyangga kota khususnya Desa Bangunharjo. (b) Mengidentifikasi alih fungsi
lahan pertanian oleh pemerintah daerah berdasarkan kebijakan untuk dijadikan
tempat pembangunan fasilitas umum, Kawasan konserfasi atau produksi.
Pemerintah akan mengutamakan pembangunan kawasan strategis dan
membiarkan pembangunan yang melibatkan lahan pertanian berkelanjutan. Dan
menetapkan sendiri daerah industry dan konservasi. (c) Mengidentifikasi alih
fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh pemilik lahan atau warga sebagai
tempat membangun usaha atau perumahan dan industri. Masyarakat melakukan
alih fungsi lahan dengan cara illegal karena kebutuhan. (d) Mengidentifikasi
dampak positif dan negatif atau alih fungsi lahan pertanian terhadap lingkungan
sosial, ekonomi, dan ekologi. Budaya gotong-royong yang ada di desa mulai
luntur, penduduk dari perkotaan menilai segala sesuatu dengan uang. (e)Strategi
pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah setelah terjadinya alih fungsi lahan.
Pemerintah menetapkan Rencana Detail Tata Ruang(RDTR) dan membuat
pengawasan dengan memperketat ijin alih fungsi lahan pertanian. Memberikan
insentif, dan mencari lahan kering sebagai pengganti.
Kata Kunci : Tinjauan, alih fungsi, lahan pertanian.
13
BAB I
A.Latar Belakang Masalah
Masalah utama yang ingin di tanggulangi Indonesia dengan cara
pengembangan sistem perkotaan adalah pemerataan pembangunan dan
pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Hambatan-hambatan yang akan
Indonesia hadapi adalah pembentukan political will yang kuat dan berlaku multi
tahunan. Tantangan berikutnya adalah meyakinkan para stakeholder (pemerintah
pusat dan daerah, masyarakat madani serta swasta), karena akan membutuhkan
dana yang tidak sedikit sehingga pendekatan pengembangan sistem perkotaan
dalam upaya pengembangan nasional merupakan yang berjangka sangat panjang
dan membutuhkan komitmen dan political will yang besar dari pemerintah serta
stakeholder lainnya. Di Indonesia, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Nasional memang digambarkan suatu sistem perkotaan yang di perkirakan atau di
harapkan dapat membantu pelaksanaan dan penataan ruang nasional, namun
seperti di sebutkan di atas akan sukar membuat komitmen dan political will untuk
merealisasikannya dalam suatu jangka waktu yang lama. Terlebih lagi dengan
adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, suatu kebijakan yang
membutuhkan political will dari pusat dengan dukungan dari daerah, mungkin
akan sukar dilaksanakan. Budhy Tjahjati S. Soegijoko (2005)
Alih fungsi lahan bukan masalah yang baru terjadi, Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilik lahan mengkonversi lahan atau menjual lahan
14
pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan, produktivitas
lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah. Kawasan perkotaan
dapat diartikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial. Dalam
rencana tata ruang kawasan perkotaan sendiri, diatur alokasi pemanfaatan ruang
untuk berbagai penggunaan (perumahan, perkantoran, perdagangan, ruang terbuka
hijau, industri, sempadan sungai, dsb) berdasarkan prinsip-prinsip keadilan,
keseimbangan, keserasian, keterbukaan (transparansi) dan efisiensi, agar tercipta
kualitas permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Rencana tata ruang
merupakan landasan pengelolaan pembangunan kawasan perkotaan atau ekonomi.
Lahan pertanian yang ada di kabupaten Bantul semakin berkurang dari tahun
ke tahun dengan adanya alih fungsi lahan baik oleh pemerintah maupun pribadi.
Dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomer 41 Tahun 2009 disebutkan bahwa
alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan
dan kedaulatan pangan. Kepala Dinas Pertanian DIY, Sasongko menjelaskan jika
kendala dari dinas pertanian untuk meningkatkan hasil panen, salah satunya
adalah alih fungsi lahan produktif pertanian yang semakin tahun semakin
bertambah. Pada dasarnya peraturan daerah yang mengatur tentang ini sudah ada,
namun tetap saja alih fungsi lahan produktif pertanian masih menjadi
permasalahan. Alih fungsi lahan sebenarnya adalah kewenangan dari kabupaten
dalam pemberian ijin, dan sangat diminta agar alih fungsi tidak semakin
meningkat. Daerah yang mengalami permasalahan yang sama yaitu daerah Bantul
15
dan sleman. Kebanyakan lahan produktif di alih fungsikan sebagai perumahan,
ruko maupun lainnya. Dari pemerintah DIY sudah melakukan upaya yang
maksimal agar mengurangi pengalih fungsian lahan produktif, dalam setahun bisa
250 hektar lebih selain berkoordinasi dengan kabupaten agar jangan sampai
semakin banyak lahan produktif dialih fungsikan. Dinas pertanian DIY juga
berusaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memfasilitasi petani dengan
membuat irigasi baru bagi daerah yang mengalami kesulitan air dimusim
kemarau. (tribun jogja.com /28/11/2019)
Pemerintah Provinsi DIY telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Daerah ini mengatur mengenai
keluasan lahan pertanian produktif yang harus dipertahankan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 35.911,59 hektar. Pembagiannya untuk
lahan di Kabupaten Sleman seluas 12.377,59 hektar, Kabupaten Bantul seluas
13.000 hektar, Kabupaten Kulonprogo seluas 5.029 hektar, dan Kabupaten
Gunungkidul seluas 5.505 hektar. Alih fungsi lahan pertanian menjadi
permasalahan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Bantul sebagai daerah
penghasil beras utama di DIY. Menurut Nurhadi (2010: 81)
Rustiadi dkk (2011: 114) menyatakan bahwa dalam hukum ekonomi pasar,
alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan tingkat land rent lebih rendah
ke aktivitas dengan land rent lebih tinggi. Menurut Barlowe (1978:181) nilai land
rent memiliki hubungan yang erat dengan alokasi sumber daya lahan antara
berbagai kompetisi penggunaan sector komersial dan strategis. Karini (2013: 19)
16
menyatakan bahwa berbagai kebijakan yang menyangkut masalah pengendalian
alih fungsi lahan sawah sudah banyak dibuat, namun hingga saat ini
implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal. Kendala
Perencanaan dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten
Bantul Lambatnya penyusunan Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan disebabkan beberapa aspek, yaitu: Pertama, kebijakan penataan
ruang wilayah yang belum cukup mengakomodir pembangunan sektor pertanian.
Kebijakan penataan ruang wilayah di Kabupaten Bantul tertuang dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Bantul Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul Tahun 2010-2030. Selanjutnya, Perda
RTRW tersebut perlu untuk didetailkan sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang. Pada Pasal 59 diatur bahwa setiap RTRW kabupaten/ kota harus
menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun Rencana
Detail Tata Ruangnya (RDTR).
Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan
perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana, aturan, ketentuan dan
mekanisme penyusunan RDTR Kabupaten harus merujuk pada pranata rencana
yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan maupun daerah. Kebijakan penataan
ruang wilayah di Kabupaten Bantul belum cukup mengakomodir sektor pertanian.
Hal ini diindikasikan dari belum ditetapkannya RDTR ( Rencana Detail Tata
Ruang) Kecamatan bagi beberapa kawasan strategis kabupaten dan penetapan
Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) pada Kecamatan Banguntapan,
17
Kecamatan Sewon, dan Kecamatan Kasihan. Dampaknya terlihat pada peruntukan
kawasan tersebut seluruhnya bagi pengembangan perumahan/permukiman. Tentu
saja peruntukan ini semata-mata hanya mengedepankan aspek aglomerasi
perkotaan Yogyakarta tanpa mempertimbangkan kondisi eksistem lahan
pertaniannya. Kawasan perkotaan Yogyakarta merupakan kawasan yang
berfungsi sebagai wilayah yang kegiatan utamanya bukan sektor pertanian,
melainkan pengembangan permukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dengan
demikian, kawasan ini mempunyai peran yang strategis bagi pertumbuhan
kawasan di sekitarnya. Berdasarkan pemetaan kesuburan lahan, wilayah
kecamatan yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta merupakan
wilayah dengan tingkat kesuburan lahan yang tinggi dan memiliki jaringan irigasi
teknis yang baik. Dengan demikian, secara signifikan akan mempengaruhi tingkat
produktivitas tanaman pangan di tiga kecamatan tersebut pada khususnya, serta
Kabupaten Bantul.
Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Bantul tahun 2016-2021 tentang pertanian. Sektor pertanian
merupakan salah satu prioritas pembangunan Kabupaten Bantul, sektor ini
memiliki peran penting terhadap perekonomian kabupaten Bantul. Karena
merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tujuan pembangunan pertanian
sebagaimana tertuang dalam rencana strategis kementerian pertanian 2015-2019
adalah meningkatkan ketersediaan dan disersivikasi untuk mewujudkan
18
kedaulatan pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pangan dan
pertanian, meningkatkan ketersediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi
meningkatkan pendapatan dan ketersediaan petani, serta meningkatkan kualitas
kerja aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional. Di
dalam RPJMD Kabupaten Bantul Sustainable Development Goals salah satu
target dari tujuannya adalah mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan
dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan
Berkurangnya lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Bantul disebabkan
oleh banyaknya pengalih fungsian lahan pertanian yang di alih fungsikan ke
perumahan, sebagai pengembangan wilayah Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).
Sebagai tempat industri, sebagai pembangunan Jogja Outer Ring Road(JORR),
dan penggunaan lahan pertanian sebagai fasilitas umum. Pada tingkatan mikro,
proses alih fungsi lahan pertanian (konversi lahan) dapat dilakukan oleh petani
sendiri atau dilakukan oleh pihak lain. Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh
pihak lain memiliki dampak yang lebih besar terhadap penurunan kapasitas
produksi pangan karena proses alih fungsi lahan tersebut biasanya mencakup
hamparan lahan yang cukup luas, terutama ditujukan untuk pembangunan
kawasan perumahan. Proses alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain
tersebut biasanya berlangsung melalui dua tahapan, yaitu: a. Pelepasan hak
pemilikan lahan petani kepada pihak lain b. Pemanfaatan lahan tersebut untuk
kegiatan non pertanian Konversi lahan dapat dilakukan oleh orang atau individu
kepada individu dan individu dengan dengan pemerintah untuk kegiatan non
19
pertanian sesuai dengan rencana tata ruang wilayah di daerah tersebut, Menurut
Bambang Irawan dan Supena Friyatno.
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian merupakan ancaman besar
terhadap ketahanan pangan pada tahun 2015 telah terjadi alih fungsi lahan seluas
50 ha. Sesuai dengan UU No 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang telah di tindak lanjuti dengan peraturan di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) No 10 tahun 2011 tentang perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan mengamanatkan agar pemerintah melakukan
perlindungan terhadap lahan-lahan produktif dalam rangka mewujudkan
kedaulatan pangan. Dalam peraturan daerah telah ditetapkan luas lahan pertanian
pangan berkelanjutan di kabupaten Bantul paling kurang 13.000 ha. Beberapa isu
strategis terkait pemanfaatan dan penyediaan pemanfaatan ruang antara lain masih
maraknya alih fungsi lahan, yang bertentangan dengan hukum dan peraturan
perundang-undangan/ alih fungsi lahan tersebut pada umumnya lahan kawasan
pertanian menjadi non pertanian. Alih fungsi pertanian yang tinggi dikarenakan
melonjaknya kebutuhan akan ruang untuk permukiman dan sarana pendukung
kehidupan masyarakat. Sementara disisi lain, upaya perlindungan terhadap lahan
pertanian pangan berkelanjutan masih belum optimal dengan belum ditetapkannya
lahan dan kawasan pertanian berkelanjutan.
Pengembangan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) sejalan dengan visi gubernur
2017-2022 yaitu menyongsong “Abad Samudera Hindia” untuk kemuliaan
martabat manusia jogja. Dengan demikian direncanakan peningkatan infrastruktur
dan aksesibilitas untuk mendukung Kawasan strategis pantai selatan, salah
20
satunya dengan pembangunan JJLS dengan melibatkan 16,58 km. Pembangunan
Jogja Outer Ring Road (JORR) pembangunan jalan lingkar luar Yogyakarta atau
JORR direncanakan untuk Yogyakarta yang semakin padat. Ruter JORR
direncanakan 113,43 km dan melewati Kabupaten Bantul sepanjang 47,48 km.
Pengembangan Kawasan industri juga menjadi sangat penting untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan penyerapan tenaga kerja.
Percepatan perwujudan Kawasan industri menjadi sangat mendesak dengan
dukungan pembangunan infrastruktur penunjang Kawasan seperti akses jalan,
peningkatan kebutuhan penduduk akan penyediaan perumahan, fasilitas
Pendidikan, kegiatan usaha menyebabkan banyak terjadi alih fungsi lahan
pertanian, alih fungsi lahan pertanian banyak terjadi terutama di kawasan
perkotaan, sedangkan dari sisi fungsinya wilayah Kabupaten Bantul sebagai
daerah produksi pertanian yang produktif untuk DIY.
Di dalam RTRW kabupaten Bantul tahun 2010-2030 disahkan berdasarkan
peraturan daerah nomor 04 tahun 2011 salah satunya perwujudan kawasan
perkotaan dan pedesaan yang terpadu dengan mempertahankan Bantul sebagai
kawasan pedesaan yang merupakan lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan
menggunakan strategi menjaga keterkaitan kawasan dalam kota, antar kota, dan
antar kota dengan desa. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan
agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah disekitarnya.
Menjadikan kawasan perkotaan sebagai pendorong dan gerbang ekonomi wilayah.
Mengembangkan pertanian menuju pertanian pangan berkelanjutan.
21
Mempertahankan dan mengembangkan pusat pertumbuhan di kawasan yang telah
memberikan pelayanan optimal.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
sebuah judul yaitu “Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Di
Kabupaten Bantul”
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah
1. Bagaimana Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten
Bantul?
2. Kendala yang dihadapi pemerintah kabupaten Bantul dalam perlindungan
lahan pertanian?
3. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk mewujudkan perlindungan lahan
pertanian di Kabupaten Bantul?
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian dengan judul Tinjauan terhadap alih fungsi
lahan pertanian ke permukiman di Kabupaten Bantul yaitu :
a. Untuk menganalisis tinjauan terhadap alih fungsi lahan pertanian
ke permukiman di Kabupaten Bantul
b. Untuk mengetauhui kendala yang dihadapi pemerintah Kabupaten
Bantul dalam perlindungan lahan pertanian
22
c. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis strategi yang dilakukan
untuk mewujudkan perlindungan lahan pertanian di Kabupaten
Bantul.
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian yang positif di bidang
agraria di Indonesia, skripsi ini juga diharapkan menjadi salah satu referensi yang
dapat digunakan oleh kaum intelektual sebagai bahan masukan dalam
pengembangan mutu Pendidikan.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian yang
mendasari perubahan kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul terkait dengan
kebijakan alih funsi lahan pertanian menjadi perumahan agar muncul kebijkan
yang lebih baik dan tepat sasaran untuk tujuan pengendalian alih fungsi lahan
pertanian menjadi perumahan agar tidak terjadi ketimpangan dalam ekosistem
kehidupan.
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya yaitu:
1. Manfaat teoritis
a. Manambah literatur khususnya bagian perijinan dalam Hukum
Administrasi.
b. Mendukung ilmu hukum dan perkembangan khususnya dibidang
pertanahan mengenai peraturan tentang alih fungsi lahan pertanian ke
non pertanian untuk dijadikan tempat tinggal.
23
2. Manfaat praktis
a. Memberikan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah
kabupaten Bantul yang mempunyai kewenangan memberikan perijinan
dalam pengolahan lahan agar terus menjaga dan meminimalisir adanya
alih fungsi lahan pertanian dengan menghindari dampak negatif bagi
lingkungan.
b. Memberikan informasi tentang perijinan kepada masyarakat agar tidak
menghabat swasembada dan perencanaan program pemerintah di
wilayah kabupaten Bantul sehingga dapat dijadikan pedoman dan
pengetahuan bagi masyarakat yang ingin melakukan pembangunan.
E. Kerangka Konsep
1. Pengertian Tinjauan
Kata tinjauan berasal dari kata tinjau yang berarti melihat, menjenguk,
memeriksa, dan meneliti untuk kemudian menarik kesimpulan. Tinjauan
adalah hasil meninjau pandangan, pendapat tentang suatu hal sesudah
menyelidiki atau dipelajari. (Hasan Almi, 2005:1198). Tinjauan adalah
pemeriksaan yang teliti, penyelidikan kegiatan pengumpulan data,
pengolahan, Analisa dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan
objektif untuk memecahkan suatu persoalan.
24
2. pengertian tanah\lahan
kata tanah banyak kita jumpai pada lagu-lagu wajib dan lagu kebangsaan
seperti yang terdapat dalam beberapa pengalangan lagu berikut ini:
“ Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya…”
“…tanah airku, tanah tumpah darahku, tanah yang subur…”
“ Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku…”
Makna tanah dalam lagu-lagu tersebut menunjuk pada suatu
teritorial yang dikenal dengan wilayah nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Secara leksikal, kata tanah memiliki pengertian sebagai
berikut: (Kamus Besar Bahasa Indonesia )
a). permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.
b). keadaan bumi di suatu tempat
c). permukaan bumi yang diberi batas.
d). Daratan
e). Permukaan bumi yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang
diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara.
f). Bahan-bahan dari bumi atau bumi sebagai bahan sesuatu.
Didalam wacana pertanian, tanah mempunyai makna dalam
dimensi luas yang diistilahkan sebagai lahan (land), dan makna lain adalah
dalam dimensi volume yang diistilahkan tetap sebagai tanah (soil). Lahan
25
(land) digunakan untuk penggunaan kata menyangkut bidang tanah,
sedangkan tanah (soil) bila menyangkut material dasar permukaan bumi.
Dilain pihak kata tanah dipahami dengan tidak membedakan tanah sebagai
land atau soil . dalam konteks hukum istilah tanah sering dipakai
meskipun istilah lahan juga dijumpai dalam banyak peraturan perundang-
undangan. Sebagai contoh adalah penggunaan kata tanah dan lahan dalam
peraturan sebagai berikut:
a). Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap factor yang
memengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan
hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia
( UU No. 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air)
b). tanah adalah permukaan bumi, baik yang berupa daratan maupun yang
tertutup air dalam batas tertentu sepanjang penggunaan dan
pemanfaatannya terkait langsung dengan permukaan bumi, termasuk
ruang diatas dan di dalam tubuh bumi ( UU No. 39 Tahun 2014 tentang
perkebunan).
Turunan kata tanah yang mempunyai pengertian urusan mengenai
tanah adalah pertanahan. Pengertian tanah menurut murad (1997) adalah
“suatu kebijakan yang digariskan oleh pemerintah di dalam mengatur
hubungan-hubungan hukum antara tanah dengan orang sebagaimana yang
ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam
26
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).” Dalam pengertian yang lebih
holistik kata tanah sering disebut juga dengan agraria.
3. Tanah Pertanian
Tanah pertanian merupakan tanah yang digunakan untuk usaha
pertanian yang selain sebagai persawahan dan tegalan juga semua tanah
perkebunan, tambak untuk perikanan tanah tempat penggembalaan ternak,
tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata
pencaharian bagi yang berhak. Lahan mempunyai arti penting bagi para
stakeholder yang memanfaatkannya. Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai
tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan
merupakan sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup.
Bagi pihak swasta, lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal.
Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk
kesejahteraan rakyatnya. Adanya banyak kepentingan yang saling terkait
dalam penggunaan lahan, hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih
kepentingan antar aktor yaitu petani, pihak swasta, dan pemerinntah dalam
memanfaatkan lahan.( Boedi Harsono, 2003,hukum agraria indonesia,
sejarah pembentukan undang-undang pokok agraria, isi dan
pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, hlm 269)
Lahan pertanian merupakan lahan yang diperuntukan untuk
kegiatan pertanian. Sumberdaya lahan pertanian memiliki banyak manfaat
27
bagi manusia. Menurut Sumaryanto dan Tahlim (2005) menyebutkan
bahwa manfaat lahan pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori.
Pertama, use values atau nilai penggunaan dapat pula disebut sebagai
personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari hasil eksploitasi atau
kegiatan usahatani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian.
Kedua, non use values dapat pula disebut sebagai intrinsic values atau
manfaat bawaan. Berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya
walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik
lahan pertanian termasuk dalam kategori ini. Salah satu lahan pertanian
yang banyak terdapat di Indonesia khusunya Pulau Jawa adalah lahan
sawah. Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan yang untuk
pengelolaannya memerlukan genangan air. Oleh karena itu, lahan sawah
selalu memiliki permukaan datar atau yang didatarkan dan dibatasi oleh
pematang untuk menahan air genangan (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat 2003).
4. Tanah Non Pertanian
Yang dimaksud dengan tanah non pertanian adalah tanah yang
dipergunakan untuk usaha/kegiatan selain usaha pertanian. Penggunaan
tanah non pertanian adalah sebagai berikut :
a. Tanah perumahan (penggunaan tanah untuk tempat
tinggal/rumah,
lapangan, tempat rekreasi, pemakaman, dan lain-lain)
28
b. Tanah perusahaan (penggunaan tanah untuk pasar, pertokoan,
gudang, bank, bioskop, hotel, stasiun, dan lain-lain)
c. Tanah industri (penggunaan tanah untuk pabrik, percetakan,
dan lainlain)
d. Tanah untuk jasa (pernggunaan tanah untuk kantor-kantor
pemerintah, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, dan sarana
umum)
(Eka fitrianingsih, 2017, Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Tanah
Pertanian ke non Pertanian (permukiman) di kecamatan
tomoni kabupaten luwu timur, skripsi, fakultas hukum,
universutas hasanudin Makassar, hlm 11)
5. Alih Fungsi Lahan
Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya
disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau
seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan)
menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap
lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat
diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh
faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Agus (2004) konversi lahan sawah adalah suatu proses
yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami.
29
Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya tinggi,
namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah
system produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi
lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah
penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada
dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya
konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang
masih produktif.
Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan berarti alih fungsi atau
mutasinya lahan secara umum menyangkut transformasi dalam
pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan
lainnya. Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan
perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan
pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor.
Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting
yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah sebagai berikut. 1.
Faktor eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun
ekonomi. 2. Faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan
oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3.
Faktor kebijakan; yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan. Menurut
Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan
pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua
30
hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang
makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Fauziah (2005), menyebutkan bahwa alih fungsi lahan
yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena peraturan perundang-
undangan yang tidak efektif, baik itu segi substansi ketentuannya yang
tidak jelas dan tidak tegas, maupun penegaknya yang tidak di dukung oleh
pemerintah sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan izin
pemfungsian suatu lahan. Tetapi juga tidak didukung oleh “tidak
menarik”nya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya pupuk,
alat-alat produksi laiinnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit,
serta diperkuat dengan harga hasil pertanian yang fluktuatif, bahkan
cenderung terus menurun drastis mengakibatkan minat penduduk (atau
pun sekedar mempertahankan fungsinya) terhadap sektor pertanian pun
menurun. Jadi dari pendapat di atas disimpulkan bahwa alih fungsi lahan
adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic) dengan
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi
dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu
sendiri. Selain itu, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: pertama faktor
eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan, kedua faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi
31
yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi, ketiga faktor kebijakan;
yaitu aspek regulasi.
Pada perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan
pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua
hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan makin
kebutuhan penduduk dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan
yang lebih baik. Dalam hal ini alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia
bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif,
tetapi juga tidak didukung oleh “tidak menarik”nya sektor pertanian itu
sendiri. Langka dan mahalnya pupuk, alat-alat produksi laiinnya, tenaga
kerja pertanian yang semakin sedikit, serta diperkuat dengan harga hasil
pertanian yang fluktuatif.
6. Dasar Hukum Alih Fungsi Lahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Mengatur konsep pengalihfungsian lahan hanya tercermin pada
gagasan tentang kekuasaan dan hak asasi manusia serta konsep
ekonomi. Kedaulatan ada ditangan rakyat yang tercermin dalam
konsep hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang sehat sebagai
mana dimaksud dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yaitu: “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan Lingkungan Hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”.
32
Selain tercermin pada gagasan tentang kekuasaan dan hak asasi
manusia atas lingkungan hidup, pengalihfungsian lahan juga tercermin
pada konsep demokrasi yang retkait dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan wawasan lingkungan, yang tegas diatur dalam Pasal
33 ayat (4) UUD 1945. Pasal 33 ayat (3) berbunyi: “Bumi air dan
kekayaan alam yang terkandung didalam dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dan ayat
(4) berbunyi:
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesien-berkeadilan,
berkelanjutan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” dari
uraian pasal tersebut berarti pemerintah berkuasa dalam mengatur
semua yang ada di Indonesia dalam hal ini mengatur kekayaan alam
untuk kemakmuran rakyat, begitu pula mengenai alih fungsi lahan.
Undang-undang No 41 tahun 2009 Tentang tentang perlindungan
lahan pertanian berkelanjutan.
Pasal 1 ayat (8) yang berbunyi: “Pertanian Pangan adalah usaha
manusia untuk mengelola lahan dan agroekosistem dengan bantuan
teknologi, modal, tenaga kerja dan manajemen untuk mencapai
kedaulatan dan ketahanan pangan serta kesejahteraan rakyat”
33
Dari pasal diatas dapat diartikan lahan sebagai sumber pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional dan
ditambah lagi pasal 44 yang intinya lahan pertanian dapat
dialihfungsikan untuk kepentingan umum dan harus disiapkan lahan
pengganti serta dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Selain itu negara menjamin hak atas pangan
sebagai hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban
menjamin kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, serta
mengantisipasi pertambahan jumlah penduduk dan perkembagan
ekonomi yang mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan
fragmentasi lahan pertanian pangan yang telah mengancam daya
dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahan,
dan kedaulatan pangan. Dari uraian tentang dampak alih fungsi lahan
pertanian menjadi
Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2012 tentang Insentif
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
peraturan pemerintah ini adalah untuk memberikan dukungan
kepada petani yang tidak mengalih fungsikan lahannya dengan
memberikan insentif berupa peningkatan infrastruktur, bantuan
keringanan pajak, serta penyediaan sarana produksi pertanian dan
penghargaan bagi petani berprestasi tinggi
34
Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012 tentang Penetapan dan
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011.
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Kabupaten Bantul
Tahun 2010-2030 kaitanya dengan Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 54 ayat (1) berbunyi: “Kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b meliputi kawasan
pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan
peternakan” dan Ayat (2) dan (3)berbunyi:
“Kawasan pertanian lahan basah di Kabupaten direncanakan seluas
kurang lebih 13.324 (tiga belas ribu tiga ratus dua puluh empat) Hektar
atau 26,29% (dua puluh enam koma dua sembilan persen) dari luas
wilayah Kabupaten Bantul difokuskan terutama pada bagian tengah
dan selatan, tetapi penyebarannya terdapat di seluruh kecamatan di
Kabupaten Bantul kecuali Kecamatan Kasihan hanya sebagian kecil
wilayah. Kawasan pertanian lahan basah yang sebagian ditetapkan
sebagai Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan akan diatur tersendiri
dengan Peraturan Daerah.”
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa lebih dari 1/4 bagian
dari wilayah kabupaten Bantul masih diharapkan menjadi tempat yang
35
produktif diperuntukkan sebagai lahan pertanian kita dapat melihat
rencana untuk penataan ruang yang dapat mewujudkan kesejahteraan
bagi masyarakatnya serta bagaimana pemerintah mengatur dengan
komitmennya bagi masyarakat.
7. Pengertian Perizinan
N,M Spelt dan J.B.J.M ten Berge dalam bukunya Ridwan HR (
2010 . Hal 208) membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit
adalah sebagai berikut. Izin merupakan suatu instrumen yang banyak
digunakan dalam hukum administrasi negara sebagai sarana yudikatif yang
digunakan untuk mengendalikan warganya, dengan adanya izin
pemerintah memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. (Rosianita dewi adia
siswi, 2011, Kajian Yuridis Pelaksanaan Izin Alih Fungsi Lahan Pertanian
ke Non Pertanian di Kab. Madiun, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret, hlm 21)
Lutfi Efendi memberikan pengertian bahwa izin adalah suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan
pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuanketentuan larangan perundangan. Izin dapat juga diartikan
sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. Vander
Pot mengemukakan bahwa izin adalah tindakan perbuatan peraturan yang
secara umum tidak bisa dibenarkan, akan tetapi memperkanankannya
36
dengan memenuhi prosedur cara yang telah ditentukan untuk masing-
masing hal konkrit dalam pengertian sederhana, proses pemberian izin
dapat diberikan ialah suatu kumpulan kegiatan yang didalamnya
memeriksa suatu obyek izin dengan kriteria yang secara substantive sangat
bergantung kepada pihak yang mempunyai kepentingan atas obyek
tersebut. (N.M. dan J.M.J.M. ten berge, “Pengantar Hukum Perizinan”,
disunting oleh Philippus M.Hadjon (Yuridika 1993). Hal.17)
8. Dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
Dampak Negatif
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko,et al (2006)
terkonsentrasinya pembangunan perumahan dan industri di Pulau Jawa, di
satu sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor nonpertanian
seperti jasa konstruksi,dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak
negatif yang kurang menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain:
a. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi
padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan dan
timbulnya kerawanan pangan serta mengakibatkan bergesernya
lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian. Apabila tenaga
kerja tidak terserap seluruhnya akan meningkatkan angka
pengangguran.
b. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana
pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya.
37
c. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau
Jawa sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya
di luar Pulau Jawa, tidak menunjukkan dampak positif. Selain
dampak tersebut dengan adanya alih fungsi lahan dari sektor
pertanian ke non pertanian juga bisa menyebabkan timbulnya
berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan. Ini
dikarenakan kurangnya daerah resapan air karena banyak berdirinya
bangunan-bangunan yang tadinya merupakan lahan pertanian.
d. Berkurangnya lahan basah tentu akan mempengaruhi ketahanan
pangan sebab berbeda dengan penurunan yang disebabkan oleh
serangan hama, penyakit, kekeringan ataupun banjir, berkurangnya
produksi padi akibat perubahan penggunaan sawah adalah bersifat
permanen.
e. Pendapatan petani menurun. Hal ini akan menyebabkan
meningkatnya kemiskinan masyarakat lokal sebab di sektor
pertanian khususnya tanaman pangan, usaha tani merupakan
kegiatan yang banyak menyediakan lapangan kerja. Terlebih lagi
dengan keadaan di Kabupaten Wonogiri yang memiliki banyak area
persawahan dengan irigasi sederhana. Sawah dengan jaringan
pengairan ini memang diperbolehkan untuk dirubah fungsinya
menjadi non pertanian namun apabila banyak yang dirubah menjadi
non pertanian tentunya akan membubarkan banyak perkumpulan
petani yang akan berakibat hilangnya pekerjaan bagi buruh tani.
38
f. Pemborosan anggaran pembangunan jaringan irigasi Apabila tanah
dengan irigasi teknis maupun setengah teknis banyak yang dirubah
fungsinya maka yang terjadi adalah akan merusak jaringan irigasi
yang telah terbangun. Untuk menggantikan jaringan itu dengan
membuat pada sawah yang baru tentunya membutuhkan biaya yang
mahal dan waktu yang lama.
g. Merusak daya dukung lingkungan Apabila tanah-tanah sawah
banyak yang berubah menjadi industri pabrik dengan tak terkendali
maka tentu akan menimbulkan pencemaran lingkungan, merusak
kualitas tanah, membunuh ekosistem yang biasanya berkembang di
area persawahan serta mencemari air.
h. Perubahan sosial Hal ini tentu akan terjadi apabila banyak sawah
yang dijadikan bangunan untuk perdagangan. Pola pikir masyarakat
akan cenderung konsumtif daripada produktif, dari semula sayur
mayur menanam sendiri menjadi lebih suka membeli di toko serba
ada. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pola pikir masyarakat
petani akan berbeda dengan pola pikir masyarakat yang berdagang
atau buruh industri.
i. Perubahan dari pertanian ke perumahan atau permukiman membuat
banyak aktifitas ekonomi, indutrialisasi dan pembangunan daerah
yang akan merusak ekosistem dan memberikan tembok sosial bagi
warga asal.
Dampak positif
39
1. Pembangunan bidang usaha mandiri seperti ruko, toko dan
warung yang akan meningkatkan pendapatan seseorang dari yang
biasanya berpenghasilan bergantung dengan musim tanam-panen
menjadi berpenghasilan yang tetap karena membuka warung.
2. Perubahan penggunaan tanah untuk industri akan membuka
lapangan kerja bagi masyarakat.
3. Perubahan penggunaan tanah untuk pariwisata akan
meningkatkan pemasukan APBD sekaligus mempromosikan
keragaman potensi Kabupaten Bantul.
4. Meningkatkan nilai jual tanah, meskipun tidak signifikan namun
pada perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi bidang
usaha mandiri dan pabrik jelas akan menambah nilai jual tanah
tersebut dan cenderung berpengaruh juga terhadap nilai jual
tanah di sekitarnya.
Furi (2007) menjelaskan bahwa konversi lahan atau alih fungsi
lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan
penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan
membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan
kerja masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat
desa. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan
terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi
modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran
kesempatan kerja ke sektor non-pertanian (sektor informal).
40
9. Politik Ruang
Konsep ruang sebagai ruang sosial ini bisa kita runut dari latar
belakang Lefebvre yang merupakan pemikir Marxis. Lefebvre sebelumnya
memberikan konsep ruang mutlak dan ruang abstrak yang dipengaruhi
pemikiran Marx tentang buruh dalam proses produksi. Marx mengatakan
bahwa dalam sistem kapitalis buruh sebagai entitas yang konkret (mutlak)
telah teralineasi menjadi entitas yang abtrak. Buruh dihitung
keberadaannya sebagai satuan waktu kerja yang nantinya masuk dalam
perhitungan komoditi yang dihasilkan, sehingga buruh sebagai entitas
mutlak (manusia) berubah menjadi abtraksi di dalam sebuah komoditi.
Demikian juga ruang, Lefebvre memandangnya sejalan dengan
pemikiran Marx tersebut, bahwa ruang dalam dunia kapitalis saat ini telah
mengalami “sublasi” sehingga teralineasi menjadi sesuatu yang abstrak.
Ruang sebagai entitas abstrak inilah yang terus di produksi oleh
kapitalisme. Kekuatan modal menentukan rancangan dan peruntukan
ruang-ruang baru sesuai kepentingannya. Ruang tidak lagi dilihat sebagai
sesuatu yang konkret yang menghadirkan realita aktivitas manusia
penghuninya, akan tetapi dilihat sebatas sebagai rancangan atau gagasan
ideal dengan membawa kepentingan modal dibelakangnya. Lefebvre juga
41
merinci beberapa kontradiksi yang menyertai berkembangnya ruang-ruang
abstrak produk kapitalisme ini, salah satunya hilangnya ruang ruang
bersama yang dikuasai oleh rezim Hak Milik (private property). Akibatnya
lenyaplah ruang-ruang komunal yang sarat dengan aktivitas sosial berganti
ke ruang-ruang private yang sarat dengan kepentingan modal untuk bisa
mengaksesnya.
Contoh sederhana adalah munculnya pusat perbelanjaan modern
yang menggantikan ruang publik sebagai wahana beraktivitas warga kota.
Lefebvre (1991) lantas mengajukan konsep triadik atas produksi ruang,
sebagaimana dikemukakan oleh Andi Setiawan (2017) yaitu:
1. Praktek spasial: konsep ini menunjuk dimensi material dari kegiatan
sosial dan interaksinya. Klasifikiasi spasial menekankan aspek
aktivitas yang simultan. Secara konkret, praktik spasial merupakan
jaringan 5 interaksi dan komunikasi yang muncul dalam kehidupan
sehari-hari (misalnya, koneksi sehari-hari antara tempat kerja dan
hunian) atau dalam proses produksi (produksi dan hubungan
pertukaran).
2. Representasi ruang: representasi ruang ini memberikan gambaran
atau konseptualisasi sehingga sesuatu didefinisikan sebagai ruang.
Representasi ruang muncul pada tingkat wacana, dia muncul dalam
bentuk-bentuk yang diucapkan seperti deskripsi, definisi, dan
terutama teori ruang. Lefebvre memberi contoh representasi ruang
42
ini bisa dilihat pada peta, gambar rencana ruang, informasi dan
notasi dalam gambar ruang. Ilmu khusus yang berkaitan dengan
representasi ruang ini adalah arsitektur, desain interior, perencanaan
wilayah, dan juga ilmu-ilmu sosial (dalam hal khususnya geografi).
3. Ruang representasi: dimensi ketiga dari produksi ruang merupakan
kebalikan dari "representasi ruang." Ruang representasi menyangkut
dimensi simbolik ruang. Ruang representasi tidak mengacu pada
ruang itu sendiri tetapi pada sesuatu yang lain: kekuatan adi kodrati,
pikiran, negara, prinsip maskulin atau feminin, dan sebagainya.
Dimensi produksi ruang ini mengacu pada proses pemaknaan yang
menghubungkan dirinya dengan simbol. Simbol ruang bisa diambil
dari alam, seperti pohon atau formasi topografi yang menonjol; atau
bisa pula artefak, bangunan, dan monumen; mereka juga bisa
mengembangkan dari kombinasi keduanya, misalnya sebuah
"lanskap."
Selanjutnya Lefebvre (1991) memandang ketiga konsep produksi ruang
diatas menjadi tiga pengalaman :
1. Perceived space: ruang memiliki aspek perseptif yang dapat
ditangkap oleh panca indera. Aspek ini merupakan komponen
integral dari setiap praktik sosial, terdiri dari segala sesuatu yang
bisa dicerap oleh panca indera; tidak hanya dilihat tapi didengar,
dicium, disentuh, dan dirasa. Aspek ini berkaitan dengan
43
materialitas "elemen" yang pada akhirnya menyusun sebuah
"ruang”.
2. Conceived space: ruang tidak dapat dipersepsi tanpa memahaminya
terlebih dahulu di dalam pikiran. Merangkai berbagai elemen untuk
membentuk suatu “kesatuan yang utuh” yang kemudian disebut
sebagai “ruang” merupakan tindakan pikiran dalam memproduksi
pengetahuan.
3. Lived space: dimensi ketiga dari produksi ruang adalah pengalaman
hidup di dalam ruang. Dimensi ini menunjukkan dunia seperti yang
dialami oleh manusia dalam praktek kehidupan sehari-hari mereka.
Pada titik ini Lefebvre sangat tegas: bahwa realitas hidup,
pengalaman praktis, tidak akan selesai melalui analisis teoritis.
Akan selalu terdapat surplus, sisa, atau residu berharga yang tak
terjelaskan atau teranalisis, yang terkadang hanya dapat dinyatakan
melalui cara-cara artistik.
Bagi Lefebvre ruang merupakan arena pertarungan bagi kelompok-
kelompok untuk bisa memperoleh akses dan menguasai ruang.
Kelompok-kelompok tersebut dalam tulisan ini adalah masyarakat,
pemerintah, dan swasta yang masing-masing memiliki kepentingan dan
berusaha untuk merebut ruang yang ada di Desa Bangunharjo,
Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Tinjauan alih fungsi lahan
44
pertanian ini sebenarnya memakai teori Lefebvre untuk membaca,
menjelaskan fenomena politik ruang di Desa Bangunharjo.
10. Involusi Pertanian
Kerumitan dan kesengsaraan petani Jawa dalam memunculkan
kondisi involutif yang menurut Geertz terjadi pada dua sistem. Pertama
terjadi involusi pada sistem pertanian, yaitu sistem yang bertambah rumit
baik cara bertani maupun irigasi. Sistem bagi hasil yang kompleks dan
ruwet, misalnya tanah sepetak yang kecil milik keluarga petani harus
dipotong lebih kecil-kecil lagi untuk dibagikan ke anak-anaknya yang
banyak. Sistem yang sangat rumit karena bertujuan mengakomodasi setiap
mulut manusia yang semakin bertambah banyak agar kebagian makanan.
Inilah yang dimaksud Geertz sebagai shared poverty atau kemiskinan
terbagi. Implikasinya dari kerumitan sistem pertanian ini menurut Geertz
tidak muncul kelas-kelas sosial yang tajam, seperti tidak ada batas yang
jelas antara tuan tanah dan buruh karena semua mendapat bagian yang
kecil. Seorang tuan tanah pun masih ikut mburuh di usaha tani orang lain
untuk mencukupi kebutuhan subsistennya. Menurut Geertz, struktur sosial
masyarakat yang cenderung egaliter ini disebabkan karena tekanan
ekonomi padat modal menjadikan seseorang sulit menjadi seorang patron
yang mutlak. Jika ada keinginan untuk menjadi patron, maka selalu ada
sistem yang memaksa agar struktur masyarakat tetap egaliter.
Sistem tersebut merupakan apa yang dimaksud Geertz pada
implikasi kondisi involutif yang kedua, yaitu sistem budaya. Sistem
45
budaya masyarakat Jawa akibat involusi pertanian mereka juga ikut
menjadi rumit, terklasifikasi dengan kompleks dan menjunjung tinggi
semangat komunal. Manifestasi dari sistem budaya yang rumit namun
egaliter dan komunal tersebut seperti upacara selametan, gotong royong,
sistem kekerabatan, maupun tata politik masyarakat Jawa. Bisa dikatakan
bahwa pola involusi dalam pertanian tersebut ternyata memunculkan
involusi kebudayaan masyarakat Jawa, atau disebut Geertz sebagai
pandangan hidup abangan.
Sementara itu kondisi di luar Jawa memperlihatkan hal yang
berlainan. Pola perladangan dan pengelolaan oleh pemerintah Hindia
Belanda membuat luar Jawa bersifat pertanian industri yang memunculkan
kelas borjuis dan proletar. Orientasi tanaman industri ekspor dan migas
memunculkan labour enclaves (daerah kantong-kantong buruh) yang
terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu. Pada sektor pertanian peran
petani kecil cukup besar karena tidak harus terbebani dengan tanam paksa
dan membutuhkan tenaga kerja yang tidak banyak. Atas hal ini menurut
Geertz di luar Jawa tidak terjadi involusi. Ini karena jika pertanian ladang
diintensifkan akan merusak ekosistem. Selain itu posisi pribumi dalam
masuknya modernisasi pertanian dan tambang tidak berperan aktif, tenaga
kerja diimpor dari Jawa maupun Cina, karena pribumi di sana dianggap
tidak bisa bekerja. Namun pribumi di luar Jawa tetap memainkan peran
besar pada komoditas ekspor seperti lada, karet, kopra atau tembakau
karena industri ekspor mengambilnya dari petani-petani kecil. Karena itu
46
banyak pribumi yang meninggalkan padi dan beralih pada perladangan
tanaman ekspor karena lebih menguntungkan secara ekonomis.
Dengan demikian perjumpaan masyarakat pribumi di luar Jawa
dengan Barat (kolonial) menurut Geertz memunculkan apa yang disebut
Max weber sebagai “mentalitas ekonomi”. Terjadi evolusi pertanian dan
revolusi mental pencarian keuntungan finansial serta modernisasi gaya
hidup seperti longgarnya sistem hak milik, lunturnya adat dan masyarakat
semakin individualistis. Keadaan ini Geertz katakan jauh berbeda dengan
apa yang terjadi di Jawa. Setelah Indonesia berdiri dan lepas dari
kekuasaan pemerintah Hindia Belanda pun keadaan involutif di Jawa tetap
bertahan karena telah tidak mampu untuk beralih ke sistem ekonomi
modern/industri setelah mengalami kesengsaraan ekonomi pertanian yang
begitu lama.
47
F. Kerangka Pemikiran
UUD 1945 Undang-undang No 41 tahun 2009 Tentang tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Kabupaten Bantul Tahun 2010-2030
Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul
(Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 04 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Kabupaten
Bantul Tahun 2010-2030 )
Pertumbuhan Penduduk, Pembangunan Sektor
Ekonomi ( peningkatan kebutuhan lahan )
Dampak Sosial, ekonomi, dan ekologi
Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Dampak Negatif Dampak Positif
Pemerintah Kabupaten
Bantul
Alih fungsi lahan pertanian
48
Berdasarkan peraturan Undang-Undang bahwa pengalih fungsian
lahan juga tercermin pada konsep demokrasi yang retkait dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan. Pemerintah
kabupaten Bantul mengeluarkan kebijakan dalam RTRW yang
menginginkan pertahan bagi sebagian besar wilayah yang memiliki fungsi
sebagai tempat pertanian namun lahan pertanian tersebut semakin hari
semakin memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan jika
hanya dijadikan sebagai lahan pertanian. Dan begitu pula dengan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, serta dibeberapa
wilayah yang masuk dalam pengembangan kota. Menjadikan lahan
tersebut semakin dibutuhkan sebagai pengembangan tempat permukiman.
Dengan keadaan lahan yang relative tetap, sedangkan permintaan atas
sumberdaya lahan meningkat mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian. Hal ini menyebabkan penyempitan lahan,
penyempitan lahan itu sendiri membuat volume dalam produksi padi yang
dilakukan petani didaerah tersebut menjadi terganggu. Petani yang
awalnya menjadi petani pemilik kini secara perlahan mereka menjadi
berubah kedudukannya menjadi petani penggarap, buruh tani,
pengganguran ataupun pindah ke pekerjaan lain.
Sehingga menimbulkan banyak sekali dampak bagi petani
khususnya baik itu secara positif maupun secara negatif. Sehingga dari itu
pemerintah daerah memerlukan pengendalian lahan dengan membuat
kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan. Dan membuat peraturan dalam
49
perizinan dengan lebih memperhatikan penataan kota yang sesuai dengan
regulasi. Faktor yang sangat mempengaruhi para petani melakukan
pengalih fungsian lahan adalah pendapatan, dan kondisi lahan yang di
pengaruhi oleh pengairan dan wilayah yang dekat dengan perkotaan dan
lainnya. Semakin mudahnya akses dalam pembuatan perizinan dan
pengurusan berkas maka akan semakin mudah dalam pengalih fungsian,
sedangkan jika memperhatikan kebutuhan daerah maka pemerintah akan
membuat peraturan yang dapat merubah keputusan dan memberikan
bantuan bagi para petani sehingga bisa mempertahankan lahan
pertaniannya.
G. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tinjauan terhadap alihfungsi
lahan pertanian di kabupaten Bantul. Dengan maksud untuk memperjelas dan
mempersempit permasalahan yang dibahas. Penelitian ditekankan pada
pembahasan mengenai pengelolaan lahan pertanian oleh pemerintah serta
pengelolaan oleh pemilik lahan dan modal.
1. Mengidentifikasi lahan pertanian berkelanjutan dan lahan basah.
2. Mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian oleh pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan untuk dijadikan tempat pembangunan fasilitas
umum, Kawasan konserfasi atau produksi.
50
3. Mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh pemilik
lahan atau warga sebagai tempat membangun usaha atau perumahan dan
industri.
4. Mengidentifikasi dampak positif dan negatif alihfungsi lahan pertanian
terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi.
5. Strategi pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah setelah terjadinya
alihfungsi lahan.
H. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif. Menurut
Moleong (2006, hal.11) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana
adanya, untuk itu peneliti dibatasi hanya mengungkapkan fakta-fakta dan
tidak mengungkapkan hipotesa. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu dan keadaan sosial yang
timbul dalam masyarakat untuk di jadikan sebagai objek penelitian.
Selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Definisi metode ini seperti yang di kemukakan oleh Bogdan dan Taylor
dalam Moleong (2006, hal.4) adalah sebagai berikut: “Metode kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di
amati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan
51
individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.”
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif, yang mana penelitian ini digunakan untuk
mengambarkan temuan yang diamati.
I. Unit Analisis
Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
fokus/komponen yang diteliti. Menurut Hamidi (2005: 75-76) menyatakan
bahwa unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,
kelompok, benda ataupun suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya
aktivitas individua tau kelompok sebagai subjek penelitian. Dengan cara
mengungkap unit analisis data dengan menetapkan kriteria responden
tersebut, peneliti dengan sendirinya akan memperoleh siapa dan apa yang
akan menjadi objek penelitiannya.
Dalam teknik penentuan informannya sendiri, penelitian ini
menentukan kualifikasi informan tersebut. Pada teknik penentuan informan ini
penelitian ini menggunakan teknik Purposive, yakni memilih informan
menurut kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
1. Subyek Penelitian
Dinas Pertanahan dan Tata ruang : 1. Bapak Muriyanto
Dinas pertanian :1.Bapak M.Arifin Hartanto,SP.,M.M
2.Bapak Mujiman STP
52
Desa Bangunharjo : 1.Bapak Sayana
2.Bapak Susjiwanto
Pemilik Lahan : 1.Bapak Uadi Raharjo
2.Bapak Dumingin
Investor : 1.Bapak Budi Sudibyo
2.Bapak Pangestu Wibowo
2. Lokasi Penelitian
Lokasi peneilitian dilakukan di kabupaten Bantul kususnya, Dinas
Pertanahan dan Tata Ruang , Dinas Pertanian, Desa Bangunharjo.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan.
j. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang
lebih banyak menampilkan uraian kata- kata dari pada angka. Oleh karena itu
teknik yang digunakan dalam usaha memperoleh data di lapangan yaitu
sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang di teliti,
dalam observasi ini peneliti akan secara langsung bagaimana
permasalahan alih fungsi lahan pertanian di kabupaten Bantul.
53
2. Teknik Wawancara
Wawancara menurut Burhan Asofa ( 2013: 95) adalah cara yang
digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai
tujuan tertentu, dalam hal ini yang dibahas adalah penelitian yang sifatnya
ilmiah, yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang
kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka. Penelitian ini akan
menggunakan pedoman wawancara tak berstruktur, di mana peneliti
membuat pedoman wawancara secara garis besarnya saja sehingga
pertanyaan dapat meluas dan mendalam pada saat proses wawancara
berlangsung. Wawancara tersebut digunakan untuk memperoleh informasi
tentang faktor- faktor yang mempengaruhi diijinkannya alih fungsi lahan
pertanian dan pengendalian yang dilakukan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bantul dalam alih fungsi lahan tersebut. Dalam hal ini akan
dilakukan wawancara kepada staf di Bappeda di bidang Perencanaan dan
Tata Ruang di bidang Pengendalian dan evaluasi. Wawancara kepada staf
Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul,Kepala Seksi Pengaturan Tanah dan
Penataan Tanah, Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan.
Wawancara kepada Dinas pertanian dan masyarakat di Desa Bangunharjo.
3. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan
mempelajari, membaca, dan mengkaji buku-buku kepustakaan yang ada
hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Dilihat dari sumber data
54
tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari
arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Moleong, 2012:159).
4. Dokumentasi
Metode ini merupakan metode pengumpulan dokumen-dokumen,
serta arsip-arsip yang didapat langsung dari di badan pertanahan nasional,
bappeda, Dinas . Dokumen yang dikumpulkan yaitu dokumen yang
berkaitan dengan alih fungsi tanah pertanian di kabupaten Bantul.
K. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan
dan perbandingan terhadap data itu ( Moleong, 2012: 330). Triangulasi
dengan sumber dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
Penelitian ini akan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara yang dilakukan dengan staf kantor Dinas Pertanahan dan
Tata Ruang, Dinas Pertanian dan masyarakat desa Bangunharjo.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang- orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
55
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan. Hasil wawancara dengan staf kantor Dinas Pertanahan dan
Tata Ruang, Dinas Pertanian, dan Desa Bangunharjo akan
dibandingkan dengan peraturan – peraturan terkait alih fungsi lahan.
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini, digunakan
triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara
menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda.
L. Analisis data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Moleong, 2012: 248). Data yang diperoleh dari studi lapangan atau studi
dokumen merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif,
yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis
dan sistematis selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan
penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu
dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus ( Soekanto,
2013: 10). Penelitian ini akan menarik kesimpulan dengan metode deduktif.
Metode deduktif yang digunakan untuk menyimpulkan permasalahan
56
penelitian secara ringkas dan jelas yaitu dimulai dari hal- hal yang bersifat
umum menuju ke hal - hal yang bersifat khusus. Pada teknik ini data-data
yang telah diperoleh akan dilanjutkan dengan proses pengolahan dan dikemas
menjadi hasil penelitian. Penelitian ini akan menggunakan model analisis
interaktif Miles dan Haberman, memahami Penelitian Kualitatif yang di
dalamnya terdapat empat tahap pengolahan data penelitian, yakni
pengumpulan data, reduksi data penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi (Sugiyono, 2013: 345). Maksud dari interaktif ini
adalah pengolahan datanya akan berlangsung secara terus-menerus hingga
tuntas dan tidak ditemukan data lain.
a. Tahap Reduksi Data
Aktivitas pertama yang harus dilakukan dalam menganalisis data adalah
pengumpulan data. Setelah data terkumpul, data tersebut akan dipilih, diberi
tanda, disederhanakan kemudian dikategorikan secara sistematis sheingga
akan diketahui data-data mana saja yang dibutuhkan dan data mana yang
tidak perlu digunakan dalam penelitian. Dengan demikian data yang telah
disajikan akan lebih mudah untuk ditarik kesimpulannya.
b. Penyajian Data (Display Data)
Penyajian data pada penelitian deskriptif kualitatif digambarkan dalam bentuk
teks narasi. Data-data yang telah dikumpulkan, direduksi akan disajikan
dalam bentuk teks narasi. Sehingga hasil temuan di lapangan dapat dijelaskan
secara terperinci, natural dan sesuai dengan yang ada di lapangan.
57
c. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Setelah data dikumpulkan, direduksi dan disajikan dalam bentuk teks narasi,
selanjutnya akan diverifikasi dengan cara mengkonfirmasi keakuratan data
dengan memperoleh bukti-bukti suatu data. Setelah data-data dianggap
kredibel, maka akan ditarik kesimpulan dari penelitian tersebut.
58
BAB II
PROFIL DESA BANGUNHARJO
A. Geografi
1. Letak dan batas wilayah
Letak wilayah Desa Bangunharjo yaitu sebelah utara berbatasan
dengan kelurahan brontokusuman mergangsan, sebelah selatan berbatasan
dengan kelurahan timbulharjo kecamatan sewon. Sebelah barat berbatasan
dengan kelurahan panggungharjo kecamatan sewon dan sebelah timur
berbatasan dengan kelurahan tamanan kecamatan banguntapan. Seluruh
wilayah dapat dicapai dengan kendaraan bermotor roda dua atau roda
empat, jarak dengan pusat pemerintahan 2,00 km dari ibu kota kecamatan,
7,00 km dari ibu kota kabupaten, dan 12,00 km dari ibu kota propinsi.
Batas wilayah Desa Bangunharjo adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara :BRONTOKUSUMAN,KECAMATAN
MERGANGSAN.
Sebelah Selatan : TIMBULHARJO, KECAMATAN SEWON
Sebalah Timur : TAMANAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN
Sebelah Barat : PANGGUNGHARJO, KECAMATAN SEWON
Wilayah desa bangunharjo terbagi dalam 16 padukuhan yaitu :
Salakan, Randubelang, Wojo, Tanjung, Saman, Druwo, Tarudan, Ngoto,
Pandeyan, Bakung, Semail, Mredo, Gatak, Widoro, Jurug, Demangan.
Luas Wilayah Menurut Penggunaan sebagai berikut :
59
Luas tanah sawah : 323,27 Ha
Luas tanah kering : 219,50 Ha
Luas tanah basah : 0,0 Ha
Luas tanah perkebunan : 0,0 Ha
Luas fasilitas Umum : 136,34 Ha
Luas tanah Hutan : 0,0 Ha
Total luas : 679,10 Ha
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Jumlah luasan ini memiliki arti bahwa tanah yang masih merupakan
tanah sawah masih mendominan di desa bangunharjo, Tanah sawah irigasi
1/2 teknis yang digunakan di daerah ini. Sedangkan tanah kering terdapat
tegal/ladang 1,35 Ha, pemukiman 116,35 Ha, pekarangan 101,80 Ha.
Tanah basah, perkebunan, serta tanah hutan tidak ada di daerah ini. Tanah
fasilitas umum dengan kegunaan sebagai kas desa/kelurahan 69,77 Ha,
lapangan olahraga 2,91 Ha, perkantoran pemerintah 3,65 Ha, tempat
pemakaman desa/umum 4,28 Ha, tempat pembuangan sampah 0,03 Ha,
bangunan sekolah/perguruan tinggi 16,65 Ha, pertokoan 2,39 Ha, fasilitas
pasar 0,25 Ha, jalan 30,52 Ha, usaha perikanan 3,20 Ha, sutet/ aliran listrik
tegangan tinggi 2,70 Ha. Kebun desa, sawah desa, ruang publik/taman
kota,terminal dan daerah tangkapan air tidak ada.
Curah hujan 100,00 mm, jumlah bulan hujan 6 bulan, kelembapan
20,00 suhu rata-rata harian 34,00 oC tinggi tempat dari permukaan laut
60
125,00 mdl. Jenis dan kesuburan tanah, Tanah di desa bangunharjo
sebagian besar berwarna hitam,memiliki tekstur tanah pasira. Desa
bangunharjo berada di dataran rendah sebanyak 678,10 Ha, tidak memiliki
perbukitan, dataran tinggi, maupun gunung, serta tidak berada di tepi
pantai,Kawasan rawa, dan Kawasan gambut. Memiliki aliran sungai 18,60
Ha, bantaran sungai 18,60 Ha.
Wilayah desa bangunharjo memiliki Kawasan perkantoran seluas 2,65
Ha, Kawasan pertokoan/ bisnis 1,50 Ha, Kawasan campuran 1,50 Ha,
Kawasan industry 1,75 Ha, dengan perbatasan antar kecamatan lain seluas
20,00 Ha. Wilayah ini juga rawan banjir dengan bantaran sungai/DAS
18,60 Ha. Namun memiliki daerah yang bebas banjir seluas 660,10 Ha,
daerah ini tergolong rawan jalur gempa bumi seluas 679,10 Ha. Kawasan
ini bukan merupakan kepulauan, pesisir pantai,Kawasan hutan, taman
suaka, Kawasan wisata, perbatasan dengan negara lain,provinsi lain,
kabupaten lain, juga bukan merupakan Kawasan potensial tsunami.
Jarak desa bangunharjo ke ibu kota kecamatan 2,00 Km, dengan lama
tempuh ke ibu kota kecamatan menggunakan kendaraan bermotor selama
0,06 jam. Sedangkan jika ditempuh dengan berjalan kaki memakan waktu
0,50 jam, sarana transportasi umum tidak tersedia. Jarak desa bangunharjo
ke kota kabupaten atau kota ditempuh dengan jarak 7,00 Km, lama jarak
jika menggunakan kendaraan bermotor adalah 0,15 Jam. Lama jarak
tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan kaki atau kendaraan non
bermotor selama 1,50 jam, kendaraan umum ke ibu kota kabupaten/kota
61
tidak tersedia. Jarak ke ibukota provinsi dapat ditempuh dengan jarak
12,00 Km, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 0,50 jam,
jika menggunakan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor akan
memakan waktu selama 2,50 jam, menggunakan kendaraan umum
terdapat 2,00 unit.
B. Demografi
Potensi sumber daya manusia menurut :
1. Jumlah penduduk
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Desa Bangunharjo
jumlah laki-laki 13060 orang
Jumlah perempuan 13071 orang
Jumlah total 26131 orang
Jumlah kepala keluarga 8698 KK
Kepadatan penduduk 3.847,88 per KM
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari data di atas dapat di lihat bahwa jumlah penduduk paling banyak
di desa bangunharjo berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan
sebanyak 13.071 orang, sedangkan penduduk laki-laki sebanyak 13.060
orang, dengan jumlah kepala keluarga 8.698 KK dan kepadatan penduduk
3.847,88 per KM.
2. Pendidikan
Tingkat Pendidikan masyarakat bangunharjo dan jenis pekerjaan
sebagai berikut :
62
Tabel 2.2
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Bangunharjo
Tingkatan Pendidikan Laki-Laki Perempuan
Pengusaha Kecil, Menengah, Dan
Besar
4 orang 3 orang
Dosen Swasta 31 orang 26 orang
Seniman/ Artis 21 orang 5 orang
Tukang Kayu 10 orang -
Pembantu Rumah Tangga - 20 orang
Pengacara 4 orang 1 orang
Notaris 3 orang 2 orang
Arsitektur /Desainer 3 orang -
Karyawan Perusaahaan Swasta 1769 orang 1383 orang
Karyawan Perusahaan Pemerintah 59 orang 27 orang
Wiraswasta 1773 orang 1383 orang
Konsultan Manajemen Dan Teknis 2 orang -
Tidak Mempunyai Pekerjaan Tetap 532 orang 813 orang
Belum Bekerja 2200 orang 2329 orang
Pelajar 2367 orang 2188 orang
Ibu Rumah Tangga - 1744 orang
Purnawirawan/Pensiunan 189 orang 66 orang
Perangkat Desa 23 orang 3 orang
Buruh Harian Lepas 1334 orang 768 orang
Pemilik Usaha Jasa Hiburan Dan
Pariwisata
1 orang -
Pemilik Usaha Warung, Rumah
Makan, Restoran
74 orang 197 orang
Sopir 54 orang -
Tukang Jahit 6 orang 54 orang
Tukang Rias - 2 orang
Juru Masak 3 orang 1 orang
Karyawan Honorer 32 orang 36 orang
Psikiater/Psikolog - 2 orang
Usia 3-6 Th sedang TK/play group 471 orang 496 orang
Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 1256 orang 1872 orang
Usia 18-56 Th tidak pernah sekolah 2 orang 3 orang
Tamat SD/sederajat 256 orang 326 orang
Tamat SMP/sederajat 245 orang 267 orang
Tamat SMA/sederajat 211 orang 234 orang
Tamat D-3/sederajat 12 orang 16 orang
Jumlah total 25.934 orang
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
63
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
bangunharjo sudah sangat mengedepankan Pendidikan terbukti dengan
tidak adanya masyarakat yang tidak pernah tidak sekolah usia 7-18
tahun, hanya usia 18-56 terdapat 5 orang yang tidak pernah sekolah,
artinya kesadaran orang tua dalam memberikan Pendidikan sudah
sangat baik. Dari tabel di atas juga dapat dilihat tingginya jumlah
masyarakat yang belum bekerja yaitu 5429 orang, dan dapat dikatakan
bahwa ini akan membuat tingkat pengganguran bertambah.
3. Mata pencaharian pokok penduduk
Tabel 2.3
Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Bangunharjo
Jenis pekerjaan Laki-laki Perempuan
Petani 23 orang 10 orang
Buruh tani 1968 orang 1688 orang
Pegawai negeri sipil 316 orang 274 orang
Peternak 1 orang 1 orang
Nelayan 4 orang 7 orang
Montir 19 orang -
Dokter swasta 10 orang 15 orang
Perawat swasta 6 orang 17 orang
Bidan swasta - 13 orang
TNI 42 orang 1 orang
POLRI 63 orang 8 orang
Wartawan 3 orang -
Tukang cukur 2 orang -
Tukang las 4 orang -
Tukang listrik 2 orang -
Pemuka agama 7 orang 1 orang
Apoteker - 14 orang
Pelaut 2 orang -
Peneliti 1 orang 1 orang
Bupati/walikota 1 orang -
Jumlah total penduduk 5.667 orang
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
64
Dari tabel diatas masyarakat mayoritas bekerja sebagai buruh tani
sebagai mata pencaharian pokok sejumlah 3.656 orang. Maka dapat
disimpulkan bahwa pertanian masih sebagai usaha yang dapat
memberdayakan masyarakat dan memperoleh hasil yang cukup bagi
penghidupan masyarakat setempat.
4. Agama / Aliran Kepercayaan
Tabel 2.4
Agama dan Aliran Kepercayaan di Desa Bangunharjo
Agama Laki-laki Perempuan
Islam 10653 orang 10273 orang
Kristen 157 orang 122 orang
Katholik 58 orang 63 orang
Hindu 4 orang 3 orang
Budha 3 orang 2 orang
Kepercayaan Kepada Tuhan
YME
- -
JUMLAH 10.875 orang 10.463 orang
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat bangunharjo
mayoritas beragama islam dengan jumlah 20.926 orang, beragama Kristen
279 orang, katholik 121 orang, hindu 7 orang dan budha 5 orang.
C. Ekonomi
1. Pertumbuhan ekonomi
Sektor unggulan di daerah ini cenderung di dominasi oleh kegiatan
yang notabenenya berkembang di Kawasan perkotaan. Hal ini
menunjukkan karakteristik yang kuat mengenai perkembangan
perekonomian dalam skala regional. Sektor pertanian merupakan sektor
65
yang memiliki peranan paling besar dan memiliki keunggulan yang relatif
tinggi disbanding dengan sektor lainnya.
2. Potensi ekonomi
Potensi ekonomi yang dimiliki desa bangunharjo adalah sebagai berikut:
a. Lahan pertanian
Lahan pertanian di desa bangunharjo dimanfaatkan paling
banyak adalah sebagai sawah dengan rincian luas wilayah menurut
penggunaan :
1). Tanah sawah : 323,27 Ha
2). Tanah kering : 219,50 Ha
3). Luas fasilitas umum : 136,34 Ha
Dengan Pemilikan lahan pertanian tanaman pangan dengan rincian
jumlah keluarga.
Tabel 2.5
Jumlah Kepemilikan Lahan Pertanian
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah keluarga memiliki tanah
pertanian
7.864 keluarga
2 Tidak memiliki lahan pertanian 1.204 keluarga
3 Memiliki kurang 10 ha 7.864 keluarga
4 Memiliki lebih dari 10 ha 0 keluarga
5 Jumlah total keluarga petani 9.068 keluarga
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah keluarga yang
memiliki tanah pertanian masih sangat banyak yaitu 7.864
keluarga, mayoritas masih memiliki lahan pertanian. Dengan
66
jumlah 1.204 keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian.
Artinya desa bangunharjo masih berpotensi besar untuk
memproduksi hasil pertanian setiap tahunnya.
b. Luas tanaman pangan menurut komoditas pada tahun 2019
Tabel 2.6
Luas tanaman pangan menurut Komoditas
No Nama barang Luas lahan Jumlah
1 Jagung 20,00 Ha 5,40 Ton/ha
2 Kacang kedelai 10,00 Ha 1,58 Ton/ha
3 Kacang tanah 15,00 Ha 2,50 Ton/ha
4 Padi sawah 323,26 Ha 7,00 Ton/ha
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari tabel diaatas dapat dilihat bahwa produksi padi sawah masih
memadai denga jumlah 7,00 Ton/Ha, dan kemudian jumlah jagung
5,40 Ton/ha, kacang tanah 2,50 Ton/Ha, kacang Kedelai 1,58 Ton/Ha.
Masyarakat bangunharjo masih sangat bergantung dengan hasil
produksi pertanian sebagai komoditas pengembangan ekonomi.
c. Perkebunan
Di desa bangunharjo tidak memiliki tanah untuk perkebunan.
Namun memiliki hasil tanaman buah-buahan yang dibudidayakan
seperti rambutan, salak, markisa, sirsak, nenas dan lainnya. Pemasaran
hasil tanaman pangan dan tanaman buah-buahan dilakukan dengan
dijual langsung ke konsumen, ada yang di jual ke pasar, melalui KUD,
dijual melalui tengkulak, melalui pengecer, dijual ke lumbung desa,
dan dikonsumsi/tidak dijual. Dari 9058 keluarga yang ada di
67
bangunharjo tidak memiliki lahan perkebunan, namun memiliki
komoditas seperti kapuk dengan luas 0,05 Ha dan hasil 0,66 Kw/Ha.
Desa juga memiliki hasil hutan seperti pohon jati 21.00 batang/TH.
d. Flora dan fauna
Tanaman yang dibudidayakan antara lain seperti : rambutan, salak,
markisa, sirsak, nenas, dan buah-buahan lain. Tanaman pangan
menurut komoditas pada tahun 2019 seperti: jagung, kacang kedelai,
kacang tanah, dan padi sawah. Kayu kayuan seperti pohon jati dan
kapuk. Fauna yang ada dipeternakan seperti : sapi, ayam kampung,
bebek, kuda, kambing, domba, angsa, dan lain sebaginya. Produksi
peternakan seperti telur, dan perikanan budidaya ikan laut yang ada di
jermal, ada juga perikanan seperti ikan lele, bawal, dan nila.
e. Industri
Sebagian besar industri yang ada di desa bangunharjo adalah
industry kecil dan menengah seperti industri makanan 104 unit,
industri alat rumah tangga 19 unit, industri material bahan bangunan 9
unit, industri alat pertanian 8 unit, industri kerajian 55 unit, dan rumah
makan/ restoran 4 unit.
68
f. Pariwisata
Potensi wisata yang ada di desa bangunharjo berupa cagar budaya
yang tidak dimanfaatkan oleh penduduk setempat dan pasif. Potensi
seni yang ada seperti: sandiwara/drama, wayang orang/ wayang golek,
group musik/ band, group vokal/ paduan suara.
D. Sarana dan Prasarana
a. Prasarana dan sarana transportasi
Jalur jalan yang menghubungkan desa atau kota diwilayah ini sangat
terjangkau oleh angkutan transportasi, kondisi jalan bangunharjo
umumnya sudah sangat keras karena sangat dekat dengan kota, dan
merupakan daerah pembangunan. Panjang jalan aspal 855,00KM,
Panjang jalan tanah 125,00 KM, Panjang jalan sirtu 1,00 KM.
b. Prasarana komunikasi dan informasi
Komunikasi didaerah ini sudah sangat lancar menggunkan media
sosial yang sudah modern. Dapat menggunakan telepon, kantor pos
ada 1, kantor pos pembantu ada 1, jumlah radio ada 1796, jumlah tv
ada 6766, koran dan majalah/ bulletin sudah sangat digunakan karena
berada dekat dengan kota.
c. Air bersih dan sanitasi
Untuk sumber air bersih tidak menggunkan hidran umum, atau
memerlukan tangki air bersih, tidak ada embung, mata air pegunungan.
Karena tempat ini termasuk daerah dataran rendah hampir semua
69
menggunakan sumur pompa 604 unit dan sumur gali 5427 unit.
Sanitasi saluran drainase/ saluran pembuangan air limbah ada 1, sumur
resapan air rumah tangga 34 rumah, MCK umum ada 3 unit, tidak ada
jamban keluarga, kondisi saluran darinase/ saluran pembuangan air
limbah ada 3.
d. Sarana kesehatan
Tabel 2.7
Data Sarana Kesehatan
No Prasarana Kesehatan Jumlah/
Unit
1 Rumah Sakit Umum 1
2 Puskesmas 1
3 Puskesmas Pembantu 1
4 Poliklinik/Balai Pengobatan 1
5 Apotik 3
6 Posyandu 19
7 Toko Obat 5
8 Balai Pengobatan Masyarakat Yayasan/Swasta 4
9 Gudang Obat 1
10 Kantor Praktek Dokter 7
11 Rumah Bersalin 2
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa desa bangunharjo sudah
sangat baik dalam penanganan kesehatan dengan banyaknya tenaga
dan sarana untuk menunjang kesehatan masyarakat setempat, seperti
adanya 1 rumah sakit umum, puskesmas, posyandu, rumah bersalin,
apotik dan lainnya. Serta tenaga kesehatan yang sudah sangat memadai
baik dari swasta maupun pemerintah.
70
e. Sarana Pendidikan
Tabel 2.8
Data Sarana Pendidikan
Gedung kampus Sewa 0 buah Milik sendiri 1 buah
Gedung SMA/sederajat Sewa 0 buah Milik sendiri 2 buah
Gedung SMP/sederajat Sewa 0 buah Milik sendiri 1 buah
Gedung SD/sederajat Sewa 6 buah Milik sendiri 3 buah
Gedung TK Sewa 9 buah Milik sendiri 2 buah
Gedung tempat bermain anak Sewa 18 buah Milik sendiri 0 buah
Perpustakaan desa/kelurahan Sewa 0 buah Milik sendiri 1 buah
Taman bacaan Sewa 0 buah Milik sendiri 1 buah
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya sarana mulai
dari tingkat pendidikan dini dari Gedung bermain anak yang banyak,
serta sarana sampai tingkat Pendidikan kuliah dan perpustakaan juga
taman bacaan sebagai penunjang, Dapat menumbuhkan kesadaran
dalam Pendidikan bagi masyarakat bangunharjo.
f. Prasarana peribadatan
Tabel 2.9
Data Prasarana Peribadatan
Jumlah Masjid 38 buah
Jumlah Langar / Surau/ Mushola 39 buah
Jumlah Gereja Katholik 1 buah
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari data diatas dapat dilihat bahwa sarana peribadatan paling
banyak adalah mushola 39 buah dan masjid 38 buah serta gereja
katholik 1 buah.
71
g. Prasarana olah raga
Tabel 2.10
Data Jumlah Prasaarana Olahraga
Lapangan Sepak Bola 3 Buah
Lapangan Bulu Tangkis 17 Buah
Meja Pingpong 20 Buah
Lapangan Tenis 2 Buah
Lapangan Voli 9 Buah
Lapangan Basket 1 Buah
Pusat Kebugaran 2 Buah
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa pemerintah bangunharjo
memperhatikan kesejahteraan masyarakat dalam kebugaran jasmani
dengan adanya lapangan dan sarana penunjang yang memadai. Seperti
meja pingpong, dan lapagan, serta pusat kebugaran.
h. Prasarana hiburan dan wisata
Tabel 2.11
Prasarana Hiburan dan Wisata Desa Bangunharjo
Hotel bintang 3 1 buah
Hotel melati 1 buah
Restoran 5 buah
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari data diatas dapat dilihat bahwa perkembangan pembangunan
di desa bangunharjo sudah baik dengan adanya hotel dan restoran
sebagai sarana wisata. Dan memberikan kemudahan bagi pendatang
untuk berwisata di daerah ini.
72
i. Prasarana dan sarana kebersihan
Tabel 2.12
Data Prasarana dan Sarana Kebersihan
Tempat Pembuangan Sementara
(TPS)
3 Lokasi
Alat Penghancur Sampah Tidak Ada
Jumlah Gerobak Sampah 33 Unit
Jumlah Tong Sampah 2550 Unit
Jumlah Truck Pengangkut Sampah 4 Unit
Jumlah Satgas Kebersihan 1 Kelompok
Jumlah Angota Satgas Kebersihan 4 Orang
Jumlah Pemulung 15 Orang
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2019
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sarana dalam menjaga
kebersihan harus tetap diperhatikan dengan masyarakat yang banyak,
artinya akan semakin banyak sampah yang di keluarkan dengan
wilayah yang tidak memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dengan jumlah 2550 unit tong sampah untuk tetap membuang sampah
pada tempatnya.
E. Sosial Budaya
1. Kesehatan
Keberhasilan dalam penerapan hidup bersih dan sehat di masyarakat
dapat diukur dari berbagai indikator dan tercermin dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat antara lain: angka kematian bayi 0 jiwa,
balita gizi kurang 0 jiwa, angka kecukupan gizi masyarakat meningkat dan
lain-lain.
73
2. Kebudayaan
Desa bangunharjo memiliki berbagai potensi seni budaya yang saat ini
masih tumbuh dan berkembang, diiringi dengan dukungan dari pihak
pemerintah dan swasta. Dengan potensi seni sebagai berikut :
1. Upacara adat perkawinan
2. Upacara adat kematian
3. Upacara adat kelahiran
4. Upacara adat dalam bercocok tanam
5. Upacara adat dalam pembangunan rumah
Pengembangan usaha jasa hiburan sandiwara/drama, wayang
orang/wayang golek, musik/band,dan keterampilan pahat patung, ukir,
dekorasi.
3. Lembaga Pemerintahan
a. Visi dan Misi
Visi : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa)
Bangunharjo Tahun 2017-2022 menetapkan Visi yang merupakan cita-cita
yang ingin dicapai, yaitu : Desa Bangunharjo Menuju Perubahan Yang
Lebih Baik.
Misi :
1. Mewujudkan pemerintahan desa yang bersih, adil dan transparan
dalam pengelolaan keuangan.
2. Retribusi/pungutan desa sesuai perdes yang berlaku.
74
3. Meningkatkan pelayanan public dengan sistem pelayanan satu pintu
serta pengoptimal SID.
4. Mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera dengan
meningkatkan pengetahuan dibidang kesehatan melalui penyuluhan
penyuluhan.
5. Memastikan warga miskin mendapatkan pengobatan gratis dengan
fasilitas jaminan kesehatan yang ada.
6. Memberikan pelatihan keterampilan kepada masyarakat agar tercipta
usaha kecil menengah melalui Home Industri khususnya bagi kaum
perempuan.
7. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.
8. Memanfaatkan potensi masyarakat untuk pembangunan baik
pembangunan sumberdaya manusia maupun pembangunan
infrastruktur disemua wilayah Desa Bangunharjo yang
berkesinambungan dengan memanfaatkan dana desa yang merata bagi
seluruh Desa Bangunharjo.
9. Optimalisasi Potensi Desa.
Tujuan :
1. Meningkatkan kinerja Pemerintahan Desa dalam optimalisasi
fasilitasi kebijakan pembangunan Desa Bangunharjo.
2. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur kewilayahan dan
kemandirian dalam pemberdayaan masyrakat.
75
3. Mewujudkan perkembangan peningkatan nilai-nilai pemerintahan
yang baik dalam mendukung pembangunan.
4. Melestarikan kehidupan sosial masyarakat yang beretos kerja tinggi
dan religious.
5. Meningkatkan penerapan ilmu dan teknologi untuk sumber daya
manusia serta mendorong perkembangan sistem dan ekonomi
kewilayahan yang efisien, modern dan global.
6. Menjadikan masyrakat bengunharjo sebagai masyarakat yang
berpendidikan dan berpengetahuan luas serta mengedepankan nilai-
nilai gotong royong, efektif, efisien, akuntabel dan transparansi.
Pemerintahan Desa/Kelurahan dibentuk berdasarkan dasar hukum
yaitu perda, dasar hukum pembentukan BPD sesuai dengan keputusan
bupati. Jumlah aparat pemerintahan desa/kelurahan 12 orang, jumlah
perangkat desa/kelurahan 6 unit kerja. Organisasi pemerintah desa
bangunharjo terdiri dari kepala desa/lurah beserta perangkat desa dan satu
orang pegawai negeri sipil dengan posisi jabatan sebagai sekretaris desa.
Perangkat desa terdiri dari kepala urusan pemerintahan, kepala urusan
pembangunan, kepala urusan pemberdayaan masyarakat, kepala urusan
kesejahteraan rakyat, kepala urusan umum, kepala urusan keuangan.
76
b. Bagan struktur pemerintahan desa bangunharjo
Sumber : Profil Desa Bangunharjo 2020
Kepala
Desa/Lurah BPD
Kaur
Pemerinta
han
Kaur
Pembang
unan
Kaur
Kesra
Sekretaris
desa
Kaur
Keuangan
Kaur
umum
Kaur
Pemberdaya
an
DK Salakan DK
randubelang
DK Wojo DK Tanjung DK Saman
DK Druwo DK Tarudan
DK Gatak DK Widoro DK Jurug DK Semail
DK Demangan
DK mredo
DK Ngoto
DK pandeyan DK Bakung
77
c. Data pemerintah desa
Tabel 2.13
Data Pemerintah Desa Bangunharjo
No Nama Jenis Kelamin Jabatan
1 Yuni Ardi Wibowo,S.SOS Laki-laki Lurah
2 Eko Prasetyo, SH Laki-laki Carik
3 Sayana Laki-laki Kasi Pemerintahan
4 Susjiwanto, BA Laki-laki Kasi Kesejahteraan
5 Rahmadi Laki-laki Kasi Pelayanan
6 Wisnu Budi Santoso,SE Laki-laki Kaur Keuangan
7 Nur Wahyuningsih, A. Md Perempuan Kaur Tu Dan Umum
8 Nova Kristianto, S.Pd Laki-laki Kaur Perencanaan
9 Supriyanto Laki-laki Dukuh Mredo
10 Purwodiharjo, BcHK Laki-laki Dukuh Salakan
11 Sariyana, BA Laki-laki Dukuh Demangan
12 Paryono Laki-laki Dukuh Tanjung
13 Febri Listianto, ST Laki-laki Dukuh Randubelang
14 Suharman Laki-laki Dukuh Druwo
15 Joko Raharjo Laki-laki Dukuh Widoro
16 Kuat Slamet Laki-laki Dukuh Saman
17 Suwardiyono Laki-laki Dukuh Tarudan
18 Sumarjono Laki-laki Dukuh Semali
19 Arintoko, SE Laki-laki Dukuh Jotawang
20 Bejo Hadiraharjo Laki-laki Dukuh Jurug
21 Sumaryadi Laki-laki Dukuh Wojo
22 Juaminiah, SE Perempuan Dukuh Bakung
23 Rohmat Ari Nugroho,
S.Pd
Laki-laki Dukuh Ngoto
24 Panut Laki-laki Staff
25 Erlinda Pradista Perempuan Staff Honorer
26 Yeri Widarnanto, SE Laki-laki Staff
27 Harjuno Laki-laki Staff
28 Widi Sukarsih Perempuan Staff
29 Sukma Eka Parameita Perempuan Staff Honorer
30 Sri Rahayu Febuari Perempuan Staff
31 Marsudi Laki-laki Staff
32 Sujarwo Laki-laki Staff
33 Ravika Dewi Agustin Budi Perempuan Staff Honorer
34 Kurniawati Tri Wahyuni Perempuan Staff Honorer
Sumber : kantor desa Bangunharjo 2020
78
d. Tugas dan fungsi pemerintah desa
Pemerintah desa beserta aparatnya adalah sebagai administrator
penyelenggara utama aktifitas pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan maupun sebagai pembina ketentraman dan ketertiban di
wilayah kekuasaannya. Karena itu, peranan mereka demikian penting dan
banyak menentukan maju mundurnya suatu unit pemerintahan. Oleh sebab
itu diperlukan aparat desa yang benar-benar mampu dan dapat
bekerjasama dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Keberadaan aparat desa yang juga diserahi tugas dibidang
administrasi, menduduki posisi yang sangat penting karena sebagai organ
pemerintahan yang paling bawah mengetahui sacara pasti segala kondisi
dan permasalahan yang ada di wilayahnya, maka input pada pemerintah
kecamatan yang menyangkut berbagai keterangan dan informasi sangatlah
dibutuhkan dalam pengambilan kebijaksanaan daerah maupun nasional
untuk kebutuhan pembangunan secara menyeluruh. Tugas dan fungsi
pemerintah desa sebagai berikut :
1. Kepala Desa
Dalam Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa (SOTK) mulai dari
Pasal 6 sampai Pasal 10 di sebutkan bahwa, Kepala Desa dan
Perangkat desa mempunyai Tugas dan Fungsi yang di antaranya
sebagai berikut :
79
Pasal 6 menjelaskan tentang Tugas dan Fungsi Kepala
Desa berbunyi :
(1) Kepala Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintah Desa
yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
(2) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
melaksanakan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Kepala Desa memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja
Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan
masalah pertanahan, pembinaan ketentraman dan
ketertiban, melakukan upaya perlindungan masyarakat,
administrasi kependudukan, dan penataan dan pengelolaan
wilayah.
2. melaksanakan pembangunan, seperti pembangunan sarana
prasarana perdesaan, dan pembangunan bidang pendidikan,
kesehatan.
3. pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan hak dan
kewajiban masyarakat, partisipasi masyarakat, sosial
budaya masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan.
4. pemberdayaan masyarakat, seperti tugas sosialisasi dan
motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik,
80
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda,
olahraga, dan karang taruna.
5. menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat
dan lembaga lainnya
2. Sekretaris Desa
Pasal 7 menjelaskan tentang Tugas dan Fungsi Sekretaris Desa
yang berbunyi :
(1) Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur pimpinan
Sekretariat Desa.
(2) Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
bidang administrasi pemerintahan.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (2), Sekretaris Desa mempunyai fungsi:
1. Melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah,
administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi.
2. Melaksanakan urusan umum seperti penataan administrasi
perangkat desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan
kantor, penyiapan rapat, pengadministrasian aset,
inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan umum.
3. Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan
administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber
pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi
keuangan, dan admnistrasi penghasilan Kepala Desa,
81
Perangkat Desa, BPD, dan lembaga pemerintahan desa
lainnya.
4. Melaksanakan urusan perencanaan seperti menyusun
rencana anggaran pendapatan dan belanja desa,
menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan,
melakukan monitoring dan evaluasi program, serta
penyusunan laporan.
3. Kepala Urusan/Kaur
Pasal 8 menjelaskan tentang Tugas dan Fungsi Kepala Urusan
(Kaur) bidang Tata Usaha dan Umum, Keuangan dan Perencanaan
berbunyi :
(1) Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat.
(2) Kepala urusan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam
urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan.
(3) Untuk melaksanakan tugas kepala urusan mempunyai fungsi:
1. Kepala urusan tata usaha dan umum memiliki fungsi seperti
melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah,
administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi, dan
penataan administrasi perangkat desa, penyediaan prasarana
perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat,
pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas,
dan pelayanan umum.
82
2. Kepala urusan keuangan memiliki fungsi seperti
melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan
administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber
pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi
keuangan, dan admnistrasi penghasilan Kepala Desa,
Perangkat Desa, BPD, dan lembaga pemerintahan desa
lainnya.
3. Kepala urusan perencanaan memiliki fungsi
mengoordinasikan urusan perencanaan seperti menyusun
rencana anggaran pendapatan dan belanja desa,
menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan,
melakukan monitoring dan evaluasi program, serta
penyusunan laporan.
4. Kepala Seksi/ Kasi
Pasal 9 menjelaskan tentang Tugas dan Fungsi Kepala Seksi
Pemerintahan, Kesejahteraan Rakyat dan Pelayanan berbunyi :
(1) Kepala seksi berkedudukan sebagai unsur pelaksana teknis.
(2) Kepala seksi bertugas membantu Kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional.
(3) Untuk melaksanakan tugas Kepala Seksi mempunyai fungsi:
1. Kepala seksi pemerintahan mempunyai fungsi
melaksanakan manajemen tata praja Pemerintahan,
menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan masalah
83
pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban,
pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat,
kependudukan, penataan dan pengelolaan wilayah, serta
pendataan dan pengelolaan Profil Desa.
2. Kepala seksi kesejahteraan mempunyai fungsi
melaksanakan pembangunan sarana prasarana perdesaan,
pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan tugas
sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya,
ekonomi, politik, lingkungan hidup, pemberdayaan
keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna.
3. Kepala seksi pelayanan memiliki fungsi melaksanakan
penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan
kewajiban masyarakat, meningkatkan upaya partisipasi
masyarakat, pelestarian nilai sosial budaya masyarakat,
keagamaan, dan ketenagakerjaan.
5. Kepala Dusun/Kepala Dukuh
Pasal 10 menjelaskan tentang Tugas dan Fungsi Kepala Urusan
Kewilayahan Kepala Dusun (Kadus) berbunyi :
(1) Kepala Kewilayahan atau sebutan lainnya berkedudukan
sebagai unsur satuan tugas kewilayahan yang bertugas membantu
Kepala Desa dalam pelaksanaan tugasnya di wilayahnya.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Kepala Kewilayahan/Kepala Dusun memiliki fungsi:
84
1. Pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya
perlindungan masyarakat, mobilitas kependudukan, dan
penataan dan pengelolaan wilayah.
2. Mengawasi pelaksanaan pembangunan di wilayahnya.
3. Melaksanakan pembinaan kemasyarakatan dalam
meningkatkan kemampuan dan kesadaran masyarakat
dalam menjaga lingkungannya.
4. Melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam
menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
Itulah pemaparan tentang Tugas dan Funsi dari pada Kepala desa
dan Perangkat desa sesuai isi dari Permendagri Nomor 84 Tahun
2015 tentang SOTK yang di sesuaikan dengan peraturan
pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
F. Profil Dinas Pertanian Pangan Kelautan Dan Perikanan
1. Sejarah
Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul
merupakan gabungan dari tiga SKPD yang sebelumnya terpisah yaitu, Dinas
Pertanian dan Kehutanan, Dinas kelautan dan Perikanan serta Badan
Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bantul. Untuk
urusan dibidan kehutanan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Daerah
85
Istimewa Yogyakarta sesuai dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul
berdiri berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No.12 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Bantul dan
Peraturan Bupati Bantul No. 115 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Pertanian Pangan Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Bantul.
2. Tugas Pokok
Tugas pokok Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bantul adalah membantu Bupati melaksanakan urusan
pemearintahan yang menjadi wewenang daerah dan tugas pembantuan
bidang pertanian, pangan, kelautan dan perikanan.
3. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Pertanian Pangan
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul mempunyai fungsi:
a. Perumusan kebijaksanaan bidang-bidang pertanian, pangan serta
kelautan dan perikanan
b. Penyelenggaraan kebijakan bidang pertanian, pangan serta kelautan
dan perikanan
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang pertanian, pangan serta
kelautan dan perikanan
d. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya daan
86
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati Bantul sesuai
dengan bidang tugas dan fungsinya.
4. Tujuan
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian dan perikanan
2. Meningkatkan ketersediaan, distribusi, dan penganekaragaman
konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya lokal.
3. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan
pertanian dan perikanan.
4. Meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha pertanian dan perikanan.
5. Strategi
a. Pengembangan tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
b. Pengembangan prasarana dan sarana pertanian
c. Pengembangan peternakan dan kesehatan hewan
d. Pengembangan perikanan
e. Meningkatkan ketahanan pangan
f. Pengembangan penyuluhan pertanian
g. Meningkatkan nilai tambah usaha pertanian dan perikanan
6. Kebijakan
a. Peningkatan kualitas dan kuantitas produk pertanian dan perikanan
b. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan
pertanian dan perikanan
c. Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pertanian dan perikanan
87
7. Visi
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bantul yang sehat, cerdas, dan
sejahtera, berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, dan kebangsaan
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara filosofis
visi tersebut adalah cita-cita mewujudkan masyarakat Kabupaten Bantul
yang
1. Sehat yaitu masyarakat Kabupaten Bantul yang memiliki kesehatan
jasmani, rohani, dan sosial.
2. Cerdas yaitu masyarakat Kabupaten Bantul yang memiliki kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual.
3. Sejahtera yaitu masyarakat Kabupaten Bantul yang produktif, mandiri,
memiliki tingkat penghidupan yang layak dan mampu berperan dalam
kehidupan sosial.
4. Kemanusiaan yaitu masyarakat Kabupaten Bantul yang peduli, saling
menghargai dan mengembangkan semangat gotong royong
5. Kebangsaan yaitu masyarakat Kabupaten Bantul yang memiliki rasa
Patriotisme cinta tanah air dan tumpah darah untuk mewujudkan
pembangunan.
6. Keagamaan yaitu masyarakat Kabupaten Bantul yang beriman,
menjalankan ibadah dan mengembangkan toleransi beragama.
8. Misi
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas terampil
dan berkepribadian luhur
88
1. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat difokuskan pada percepatan
pengembangan perekonomian rakyat dan pengentasan kemiskinan
( Sesuai dengan MISI Kabupaten Bantul pada RPJMD tahun 2016-
2021)
9. Organisasi
Susunan organisasi yang baru menurut Peraturan Bupati Nomor 115
Tahun 2016 Tentang Kependudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi,
Dan Tata Kerja Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, Dan Perikanan
Kabupaten Bantul tanggal 22 Desember 2016 adalah sebagai berikut:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian
Program Keuangan dan Aset.
3. Bidang Ketahanan Pangan, terdiri atas : Seksi Ketersediaan dan
Kerawanan Pangan, Seksi Distribusi dan Cadangan Pangan, Seksi
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
4. Bidang Sarana Prasarana dan Penyuluhan terdiri atas : Seksi Lahan,
Irigasi dan Pembiyaan, Seksi Pupuk Pestisida dan Alsintan, Seksi
Penyuluhan.
5. Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Terdiri atas :
Seksi Pembenihan dan Perlindungan, Seksi Produksi, Seksi
Pengolahan dan Pemasaran
89
6. Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan terdiri atas: Seksi Perbibitan
dan Produksi, Seksi Kesehatan Hewan, Seksi Kesmavet, Pengolahan
dan Pemasaran
7. Bidang Kelautan dan Perikanan : Seksi Pengembagan Usaha dan
Kelembagaan Perikanan, Seksi Pengendalian Perikanan dan Sarana
Prasarana Perikanan Tangka, Seksi Perikanan Budidaya
8. Unit Pelaksanaan Teknis : UPT Balai Pelaksanaan Penyuluhan, UPT
Puskeswan, UPT Balai Benih Pertanian, UPT Rumah Potong Hewan /
Unggas, UPT Balai Budidaya Ikan
10. Inovasi
Beras Bantul Asli merupakan produk lokal yang dikeluarkan oleh
kabupaten Bantul. Dalam pengolahan dan produksinya melibatkan Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) dibawah pendampingan Dinas
Pertanian, pangan kelautan dan perikanan. Kualitas beras Bantul cukup baik
terutama di dalam rasa beras yang lebih enak, walaupun fisiknya lebih kecil.
Prospek pasar sangat menjanjikan karena kebutuhan beras meningkat setiap
tahun sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Harga beras sangat
fluktuatif terutama saat panen raya arga rendah sehingga petani rugi.
Pembangunan sektor pertanian baru menyentuh on-farm sudah saatnya
mengarah ke off-farm yang banyak menjanjikan keuntungan.
90
11. Peranan pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian
terhadap PDRB kabupaten Bantul (persen),2015-2019
Tabel 2.14
Data Peranan Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Bantul
No Lapangan usaha/industry 2015 2016 2017 2018 2019
1 Pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa
pertanian.
a. Tanaman pangan
b. Tanaman Hortikultura
c. Tanaman perkebunan
d. Peternakan
e. Jasa dan perburuan
92,40
38,96
38,38
2,08
18,67
1,91
92,44
39,81
37,24
2,11
18,97
1,88
92,26
39,62
37,44
2,17
18,82
1,95
92,46
40,25
36,56
2,15
19,12
1,92
92,40
39,46
37,39
2,17
19,10
1,88
2 Kehutanan dan penebangan kayu 3,28 3,27 3,30 3,15 3,25
3 Perikanan 4,33 4,29 4,44 4,40 4,35
Sumber : Badan Statistik Kabupaten Bantul 2020
Pada tahun 2019, kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan
tumbuh sebesar 0,13 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan
tahun 2018 yang tumbuh sebesar 2,00 persen. Pada tahun 2019 anomali cuaca
masih terjadi yang berakibat curah hujan tinggi, yang masih berdampak
kurang baik bagi produktivitas pertanian karena adanya banjir di beberapa
daerah di Bantul. Akan tetapi keadaan ini tidak memberikan dampak yang
begitu parah terhadap kondisi pertanian dibantul secara umum. Produktivitas
pertanian masih mengalami pertumbuhan yang positif.
12. Nilai PDRB Bantul tahun 2015-2019
Selama lima tahun terakhir (2015-2019) struktur perekonomian Bantul
didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan usaha, diantaranya : industry
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan perikanan; penyediaan akomidasi dan
makan minum; konstruksi; dan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil
91
dan sepeda motor. Hal ini dapat dilihat dari dari peranan masing-masing
lapangan usaha terhadap pembentukan usaha terhadap pembentukan PDRB
Bantul. Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Bantul pada tahun 2019
dihasilkan oleh lapangan usaha industry pengolahan, yaitu mencapai 15,18
persen ( angka ini meningkat dari 15,06 persen di tahun 2015). Selanjutnya
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 13,07 persen (
turun dari 14,60 persen di tahun 2015), disusul oleh lapangan usaha
penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 11,92 persen ( naik dari
11,59 persen di tahun 2015). Berikutnya lapangan usaha kontruksi sebesar
9,75 persen ( naik dari 9,33 persen di tahun 2015) dan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor sebesar
8,65 persen ( naik dari 8,20 persen di tahun 2015).
Distribusi persentase produk domestik regional bruto kabupaten
Bantul atas dasar harga yang berlaku menurut lapangan usaha, 2015-2019
sebagai berikut :
Tabel 2.15
Nilai PDRB Dalam Persen
No Lapangan usaha 2015 2016 2017 2018 2019
1 Pertanian, kehutanan,
dan perikanan/
agriculture, foresty
and fishing
14,60 14,33 13,85 13,63 13,07
Sumber : Badan Statistik Kabupaten Bantul 2020
92
Kategori pertanian, kehutanan dan perikanan ini perananya
cenderung menurun seperti pada tabel diatas menjelaskan berkurangnya
luas lahan pertanian menjadi salah satu penyebab menurunnya peranan
pertanian, kehutanan, dan perikanan. Selain itu lambatnya kenaikan harga
produk kategori tersebut dibandingkan kategori lain juga menjadi
penyebab turunnya peran kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan.
125
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Buku Profil Desa Bangunharjo
Buku Profil Dinas Pertanian Pangan Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Bantul
Harsono, Boedi, 2003, “Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya”, Jakarta:
Djambatan
PERDA DIY No.10 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan
Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2012 Tentang Intensif Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2012 Tentang Intensif Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
PERDA Kabupaten Bantul No.4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW)
RPJMD Kabupaten Bantul Tahun 2016-2021 Tentang Pertanian
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
UU No.24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
UU No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
UU No.41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan
UU No.37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air
UU No.39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan
126
Waskito, Ir Hadi Arnowo, M.App.Sc.”pertanahan, agrarian, dan tata ruang”
Jakarta: kencana
Skripsi :
Fitrianingsih, eka, 2017, “Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Tanah Pertanian ke
non Pertanian (Permukiman) di Kecamatan Tomoni Kabupaten luwu
Timur”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin Makassar,
Hal.11
N.M. dan J.M.J.M. ten berge, “Pengantar Hukum Perizinan”, disunting oleh
Philippus M.Hadjon (Yuridika 1993). Hal.17
Siswi, Rosianita dewi adia, 2011, ”Kajian Yuridis Pelaksanaan Izin Alih Fungsi
Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kab. Madiun”, Skripsi, Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret, Hal 21
Internet:
https://bantulkab.bps.go.id/publikasi.html
https://dptr.bantulkab.go.id/hal/peta-rencana-pola-ruang-pdf
https://www.researchgate.net/profile/Andi_Setiawan9/publication/318501936_PRODUK
SI_RUANG_SOSIAL_SEBAGAI_KONSEP_PENGEMBANGAN_RUANG_PERKOT
AAN_KAJIAN_ATAS_TEORI_RUANG_HENRY_LEFEBVRE/links/5b43eb1d458515
f71cb88d2a/PRODUKSI-RUANG-SOSIAL-SEBAGAI-KONSEP-PENGEMBANGAN-
RUANG-PERKOTAAN-KAJIAN-ATAS-TEORI-RUANG-HENRY-LEFEBVRE.pdf
https://spektrumologi.wordpress.com/2014/01/08/ekologi-jawa-dalam-involusi-
pertanian-proses-perubahan-ekologi-di-indonesia-clifford-geertz/
127
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
Dinas Pertanian
1. Apa yang menjadi permasalahan di dalam mempertahankan lahan
pertanian di kabupaten Bantul?
2. Siapa yang menjadi target agar tetap mempertahankan lahannya?
3. Mengapa alih fungsi lahan pertanian sulit untuk dikendalikan?
4. Kapan permasalahan tersebut terjadi? Dalam beberapa tahun terakhir
meningkat atau manurun ?
5. Dimana saja permasalahan banyak terjadi?
6. Bagaimana tinjauan dan strategi yang dilakukan oleh dinas pertanian
untuk mewujudkan perlindungan lahan pertanian?
7. Apa yang sedang pemerintah rencanakan dalam menindaklanjuti
permasalahan ini?
8. Bagaimana proses perijina penegringan lahan basah?
128
9. Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap pembangunan fasilitas umum,
Kawasan konserfasi, atau produksi?
Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
Desa Bangunharjo
1. Apa yang menjadi masalah dalam mengelola lahan pertanian yang ada di
desa bangunharjo?
2. Bagaimana pemerintah desa mempertahankan lahannya agar tetap menjadi
lahan pertanian?
3. Diamana saja permasalahan tersebut terjadi ?
4. Apa kendala dilapangan ketika berhadapan langsung dengan pemilik lahan
?
5. Apakah upaya pembangunan yang sedang berlangsung dan direncanakan
melibatkan lahan pertanian?
6. Apa dampak positif dan negatif bagi lingkungan yang ada didesa bangun
Harjo ketika masyarakat ingin melakukan alih fungsi lahan ?
129
7. Bagaimana pemerintah desa mempertahankan program dari pemerintah
pusat untuk mempertahankan beberapa wilayah pertanian yang sedang
dipertahankan produksi pertanian?
8. Bagaimana pemerintah desa mengatasi penggunaan lahan pertanian yang
tidak sesuai dengan ijin ?
Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
Pemilik lahan
1. Apa yang menjadi alasan ingin melakukan alih fungsi lahan pertanian ?
2. Bagaimana status lahan yang sedang diolah sekarang ?
3. Bagaimana proses yang dilalui dalam memperoleh ijin dari pemerintah ?
4. Kontribusi hasil lahan pertanian bagi wilayah sekitar selama ini ?
5. Kapan dimulainya perubahan alih fungsi lahan?
6. Dimana letak posisi lahan yang dimiliki apakah termasuk status yang
sedang dilindungi oleh pemerintah?
7. Apa yang pemerintah selama ini lakukan dalam mendukung perekonomian
dibidang pertanian?
130
8. Harapan apa yang diinginkan pemerintah lakukan dalam memberikan
kebijakan yang baru ?
9. Apa solusi dari pemerintah setempat untuk mempertahankan lahannya ?
10. Bagaimana solusi yang dilakukan jika dampak yang dihasilkan adalah
merusak lahan pertanian?
11. Apa kontribusi bagi petani jika terjadi alihfungsi lahan pertanian?
12. Kerugian secara ekologi yang disebabkan alihfungsi lahan?
13. Dampak negative bagi lingkungan sosial jika pembangunan tetap
dilaksanakan?
Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
Investor
1. Apa yang menjadi alasan untuk ingin menanamkan modal ?
2. Bagaimana proses perijinan dengan pemerintah ?
3. Siapa yang menjadi target pengembangan modal?
4. Kenapa memilih lahan pertanian sebagai tempat pembangunan usaha?
5. Apa yang pemerintah lakukan dengan alih fungsi lahan pertanian ?
131
6. Kendala apa yang dialami saat proses pembangunan ?
7. Bagaimana pemerintah setempat menanggapi pembangunan usaha yang
akan atau telah dibuat?
8. Apa manfaat bagi masyarakat yang ada disekitar dan pemilik modal ?
9. Apa tindak lanjut dari pemerintah untuk mempertahankan lahan pertanian?
10. Bagaimana dampak terhadap masyarakat setempat setelah adanya
pembangunan ?
11. Apa saja kerusakan lahan yang dialami selama pembangunan?
Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :
Alamat :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan Wawancara
Dinas Pertanahan dan Tata Ruang
1. Apa yang menjadi alasan terjadinya alih fungsi lahan pertanian?
2. Bagaimana permasalahan yang sering terjadi dalam pengaturan daerah
yang ditetapkan sebagai pertanian ?
3. Bagaimana proses yang seharusnya dilalui dalam memperoleh ijin dari
pemerintah ?
4. Mengapa permasalahan alih fungsi sulit untuk dikendalikan ?
132
5. Edukasi atau solusi yang diberikan pemerintah ketika perijinan tidak bisa
dilakukan ?
6. Bagaimana strategi dan tinjauan untuk mempertahankan lahan sesuai
peraturan daerah?
7. Apa yang sedang pemerintah lakukan dalam pengendalian atau
mengurangi alih fungsi lahan pertanian ?
8. Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap pembangunan fasilitas umum,
Kawasan konservasi, atau produksi ?
9. Alih fungsi yang dilakukan dalam 3 tahun terakhir apakah semakin
meningkat, atau bisa dikendalikan ?
10. Apa yang dilakukan bagi masyarakat yang tidak melakukan ijin
pembangunan?
133
DOKUMENTASI
Wawancara Bersama Kasi Pemerintahan dan Kesejahteraan
Wawacara Bersama kepala bidang dinas pertanian
134
Wawancara Bersama kepala bidang dinas pertanian
Wawancara Bersama pemilik lahan didesa bangunharjo
135
Wawancara Bersama pemilik lahan pertanian
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
DI KABUPATEN BANTUL
(Studi Penelitian Deskriptif Kualitatif Di DesaBangunharjo, kecamatan sewon, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)
NAMA : VERONIKA VIVI
NIM :16520205
LATAR BELAKANG MASALAH
Didalam RPJMD kabupaten Bantul tahun 2016-2021 tentang pertanian. Sektor pertanian merupakan salah
satu prioritas pembangunan kebupaten Bantul, sektor ini memiliki peran penting terhadap perekonomian
kabupaten Bantul. Karena merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap
PDRB. Alih fungsi lahan bukan masalah yang baru terjadi, Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik lahan
mengkonversi lahan atau menjual lahan pertaniannya adalah harga lahan, proporsi pendapatan, luas lahan,
produktivitas lahan, status lahan dan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah. Alih fungsi lahan pertanian ke
non pertanian merupakan ancaman besar terhadap ketahanan pangan pada tahun 2015 telah terjadi alih
fungsi lahan seluas 50 ha. Sesuai dengan UU No 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang telah ditindak lanjuti dengan peraturan daerah DIY No 10 tahun 2011 tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan mengamanatkan agar pemerintah melakukan
perlindungan terhadap lahan-lahan produktif dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Tinjauan Terhadap Alih Fungsi Lahan PertanianDi Kabupaten Bantul?
2. Kendala yang dihadapi pemerintah kabupaten Bantul dalamperlindungan lahan pertanian?
3. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk mewujudkanperlindungan lahan pertanian di kabupaten Bantul?
LANDASAN TEORI Kerangka Pemikiran1. PENGERTIAN TINJAUAN
Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, pengumpulan data, pengolahan, Analisa dan penyajian data.
2. ALIH FUNGSI LAHAN
Tanah perumahan (penggunaan tanah untuktempat tinggal/rumah,
lapangan, tempat rekreasi, pemakaman, dan lain-lain)
Tanah perusahaan (penggunaan tanah untukpasar, pertokoan, gudang, bank, bioskop, hotel, stasiun, dan lain-lain)
Tanah industri (penggunaan tanah untukpabrik, percetakan, dan lainlain)
Tanah untuk jasa (pernggunaan tanah untukkantor-kantor pemerintah, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, dan sarana umum)
Metode Penelitiana. Jenis Penelitianjenis penelitian deskriptif kualitatif, yang mana penelitian ini digunakan untuk mengambarkan temuan yang diamati
b. Lokasi dan Waktu Penelitian1. Lokasi PenelitianLokasi peneilitian dilakukan di kabupaten Bantul kususnya, Dinas
Pertanahan dan Tata Ruang, Dinas Pertanian, Desa Bangunharjo. 2.Waktu PenelitianWaktu penelitian dilakukan selama 1 bulan.
Teknik pengumpulan data
1. obeservasi
2. Teknik wawancara
3. studi kepustakaan
4. dokumentasi
Bab 2
N
o
Lapangan usaha/industry 2015 2016 2017 2018 2019
1 Pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian.
a. Tanaman pangan
b. Tanaman Hortikultura
c. Tanaman perkebunan
d. Peternakan
e. Jasa dan perburuan
92,40
38,96
38,38
2,08
18,67
1,91
92,44
39,81
37,24
2,11
18,97
1,88
92,26
39,62
37,44
2,17
18,82
1,95
92,46
40,25
36,56
2,15
19,12
1,92
92,40
39,46
37,39
2,17
19,10
1,88
2 Kehutanan dan penebangan kayu 3,28 3,27 3,30 3,15 3,25
3 Perikanan 4,33 4,29 4,44 4,40 4,35
Dinas pertanian
Desa bangunharjo
No Keterangan Jumlah
1 Jumlah keluarga memiliki tanah
pertanian
7.864 keluarga
2 Tidak memiliki lahan pertanian 1.204 keluarga
3 Memiliki kurang 10 ha 7.864 keluarga
4 Memiliki lebih dari 10 ha 0 keluarga
5 Jumlah total keluarga petani 9.068 keluarga
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian masih
sangat banyak yaitu 7.864 keluarga, mayoritas masih memiliki lahan pertanian. Dengan
jumlah 1.204 keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian. Artinya desa bangunharjo masih
berpotensi besar untuk memproduksi hasil pertanian setiap tahunnya.
Bab 3 analisis data 1. MENGIDENTIFIKASI LAHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DAN LAHAN BASAH
2. MENGIDENTIFIKASI AL IH FUNGSI LAHAN PERTANIAN OLEH PEMERINTAHdaerah BERDASARKAN KEBIJAKAN UNTUK DIJADIKAN TEMPAT PEMBANGUNANfas i l i tas UMUM, KAWASAN KONSERFASI ATAU PRODUKSI
3MENGIDENTIFIKASI AL IH FUNGSI LAHAN PERTANIAN YANG DILAKUKAN OLEH pemi l ik LAHAN SEBAGAI TEMPAT MEMBANGUN USAHA ATAU PERUMAHAN DAN industr i
4. MENGIDENTIFIKASI DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF ALIHFUNGSI LAHANper tanian TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL , EKONOMI , DAN EKOLOGI
5. STRATEGI PENGENDALIAN YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH SETELAHter jadinya ALIH FUNGSI LAHAN
Kesimpulan
Kabupaten Bantul memiliki daerah-daerah yang menjadi penyangga kota, yaitu kabupaten yang
berbatasan dengan kota Yogyakarta secara langsung. Dan pembangunanya tidak dapat
dihindarkan, Lahan-lahan pertanian hijau banyak yang telah berubah fungsi dari pertanian ke non
pertanian baik secara legal maupun illegal.
1. Mengidentifikasi lahan pertanian berkelanjutan dan lahan basah
Pemerintah desa khususnya bangunharjo tidak dapat melarang masyarakatnya untuk
melakukan alih fungsi karena masyarakat perlu memenuhi kebutuhannya baik secara
sandang, pangan dan papan. Dan permasalahannya adalah warga tidak melakukan ijin
pengalih fungsian terutama Kawasan hijau yang ada dipinggiran yang dekat dengan kota
dan perkembangan perkotaan membuat tempat tempat tinggal menjadi sangat diperlukan,
karena populasi penduduk yang berkembang kearah pinggiran kota.
2. Mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian oleh pemerintah daerahberdasarkan kebijakan untuk dijadikan tempat pembangunan fasilitas umum, Kawasan konserfasi atau produksi
Strategi pemerintah dalam pembangunan perkotaan, pemerintah terutama dinas tata ruang
akan mengabaikan perlindungan lahan pertanian jika ada pembangunan fasilitas umum.
Namun pemerintah sudah menetapkan beberapa tempat yang sudah menjadi Kawasan
industri, Kawasan konservasi, karena sudah memperhitungkan aspek lingkungan. Dan
pemerintah mengutamakan pembangunan program strategis daerah yang merupakan
pembangunan nasional.
3. Mengidentifikasi alih fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh pemilik lahan atau warga sebagai tempatmembangun usaha atau perumahan dan industri.
Kondisi DARI KEBUTUHNAN YANG MENUNTUT UNTUK MEMBANGUN USAHA
di ATAS LAHAN PERTANIAN DAN LAHAN HIJAU. PEMERINTAH PUSAT DAN
desa TIDAK BISA MEMBERIKAN SOLUSI YANG PEMERINTAH LAKUKAN
membiarkan PEMBANGUNAN JIKA LAHAN YANG DIMILIKI MEMANG
diwar iskan DAN LAHANNYA SEMPIT. PEMBANGUNAN DILAKUKAN MAKSIMAL
300M2 LEBIH DARI ITU TIDAK DIPERBOLEHKAN.
4. Mengidentifikasi dampak positif dan negatif alihfungsi lahan
pertanian terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi.
Masyarakat sudah meninggalkan pekerjaan pertanian. warga kesusahan
dalam membayar pajak karena wilayahnya yang berdekatan dengan kota
sehingga pajaknya dianggap besar dan penghasilan yang sedikit dari
pertanian. Ciri khas dari pada masyarakat yang mulai luntur dalam budaya
gotong royong yang ada sejak dahulu di dalam desa. Warga kota
menganggap bahwa semuanya bisa dinilai dengan uang, dan
masyarakatnya tidak saling akrab dan mengenal satu sama lain didalam
desa.
5 Strategi pengendalian yang dilakukan oleh pemerintahsetelah terjadinya alih fungsi lahan
Pemerintah melakukan pendataan mengenai status kepemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah sebagai tempat pertanian. Dan jika lahan pertanian digunakan dengan
sebagimana mestinya pemerintah memberikan insentif dan penghargaan bagi kelompok-
kelompok petani yang berprestasi, namun pemerintah juga akan membuat prosedur yang
harus menyesuaikan banyak aspek agar pendataan dan pemanfaatan jelas.