03 implikasi alih fungsi lahan pertanian pada perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang...

10
UNDAGI Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 5, Nomor 2, Desember 2017, p-ISSN 2338-0454 (printed), e-ISSN 2581-2211 (online) 9 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan Spasial Daerah Pinggiran Kota (Studi Kasus: Desa Batubulan, Gianyar) IMPLIKASI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PADA PERKEMBANGAN SPASIAL DAERAH PINGGIRAN KOTA (Studi Kasus: Desa Batubulan, Gianyar) A. A. Ayu Dyah Rupini 1 , Ni Ketut Agusinta Dewi 2 , Ngakan Putu Sueca 3 1 Mahasiswa Magister Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Udayana, Jalan Sudirman, Denpasar 2,3 Dosen Magister Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Udayana, Jalan Sudirman, Denpasar e-mail: [email protected] 1 ABSTRAK Penggunaan lahan yang semakin meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat seperti tempat tinggal, tempat usaha dan fasilitas umum akan menyebabkan ketersediaan lahan semakin menyempit. Fenomena ini seing terjadi kawasan urban fringe seperti Desa Batubulan sebagai daerah pinggiran Kota Denpasar. Desa Batubulan memiliki posisi strategis karena secara geografis berada di jalur rute wisata antara Sanur-Sukawati-Celuk-Ubud serta ditunjang oleh keberadaan terminal antar kota yang dibangun sekitar tahun 1984. Hal ini semakin ditunjang dengan program pengembangan kawasan di Bali yang memfokuskan pada empat kota utama di Bali, yaitu Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) menjadi kota-kota yang merupakan wilayah prioritas Bali Tengah serta merupakan kawasan cepat berkembang. Desa Batubulan berada pada zona pengembangan kawasan Sarbagita dan dinyatakan sebagai kawasan counter magnet (kawasan penyangga) dari Kota Denpasar. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, telah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang signifikan, sehingga berdampak pada kondisi fisik, kependudukan dan sosial-ekonomi wilayah di Desa Batubulan. Terjadi perkembangan pola spasial desa ini dari masa ke masa sebagai implikasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan terjadinya aglomerasi ekonomi. Di masa depan, jika tidak ada pengendalian dan perencanaan yang terpadu perkembangan permukiman yang “mencaplok” wilayah pinggiran kota dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekosistem sekitar. Tulisan ini mengkaji bagaimana perkembangan pola spasial wilayah yang terjadi di Desa Batubulan sebagai Urban Fringe Area (daerah pinggiran kota) yang berawal dari beberapa titik momentum dari masa kerajaan hingga tahun 2016. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang diperkuat dengan data-data kuantitatif dan teknik overlay mapping (pemetaan). Kata kunci:Alih Fungsi Lahan, daerah pinggiran kota, lahan pertanian, Desa Batubulan ABSTRACT The increase of land use as a settlements, bussiness facilities and public facilities will decrease agricultural area and transform into non agricultural functions. This phenomenon is usually often occurs in urban fringe areas such as Batubulan Village as a suburbs of Denpasar. Batubulan has a strategic position because it is geographically located in the intersection of the tourism attraction route Sanur-Sukawati-Celuk-Ubud, and also supported by the existence of inter-city terminals built around 1984. This is further supported by the program of development of the area in Bali which focuses on four main cities In Bali, namely Denpasar- Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) into cities that are priority areas of Central Bali as well as a fast growing area. Batubulan located in Sarbagita area development zone and declared as a magnet counter area (buffer zone) of Denpasar City. Based on the results of the analysis obtained, there has been a significant conversion of agricultural land to non-agricultural land that affect the physical condition, population and socio-economic areas in Batubulan. The development of spatial pattern from time to time as an implication of the land conversion and the occurrence of economic aglomeration. If there is no unified control and planning, the development of settlements that "feed" urban fringe areas may pose a threat to human survival and the balance of the surrounding ecosystem. This paper examined how the development of regional spatial patterns that occurred in the Batubulan as urban fringe area which originated from several points of momentum from the empire until 2016. The analysis method which used is descriptive qualitative analysis reinforced by quantitative data and overlay mapping techniques. Keywords:Land conversion, urban fringe area, agrarian land, Desa Batubulan

Upload: others

Post on 26-Dec-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

9ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

IMPLIKASIALIHFUNGSILAHANPERTANIANPADAPERKEMBANGANSPASIALDAERAHPINGGIRANKOTA

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

A.A.AyuDyahRupini1,NiKetutAgusintaDewi2,NgakanPutuSueca31MahasiswaMagisterFakultasTeknikArsitektur,UniversitasUdayana,JalanSudirman,Denpasar

2,3DosenMagisterFakultasTeknikArsitektur,UniversitasUdayana,JalanSudirman,Denpasare-mail:[email protected]

ABSTRAK

Penggunaan lahan yang semakin meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat sepertitempat tinggal, tempat usaha dan fasilitas umum akan menyebabkan ketersediaan lahan semakinmenyempit. Fenomena ini seing terjadi kawasan urban fringe seperti Desa Batubulan sebagai daerahpinggiranKotaDenpasar.DesaBatubulanmemilikiposisistrategiskarenasecarageografisberadadi jalurrutewisataantaraSanur-Sukawati-Celuk-Ubudsertaditunjangolehkeberadaanterminalantarkotayangdibangunsekitar tahun1984.Hal ini semakinditunjangdenganprogrampengembangankawasandiBaliyangmemfokuskanpadaempatkotautamadiBali, yaituDenpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita)menjadi kota-kota yang merupakan wilayah prioritas Bali Tengah serta merupakan kawasan cepatberkembang. Desa Batubulan berada pada zona pengembangan kawasan Sarbagita dan dinyatakansebagai kawasan countermagnet (kawasan penyangga) dari Kota Denpasar. Berdasarkan hasil analisisyang didapat, telah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang signifikan, sehinggaberdampak pada kondisi fisik, kependudukan dan sosial-ekonomi wilayah di Desa Batubulan. Terjadiperkembangan pola spasial desa ini dari masa ke masa sebagai implikasi terjadinya alih fungsi lahanpertanian dan terjadinya aglomerasi ekonomi. Di masa depan, jika tidak ada pengendalian danperencanaan yang terpadu perkembangan permukiman yang “mencaplok”wilayah pinggiran kota dapatmenjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekosistem sekitar. Tulisan inimengkaji bagaimana perkembangan pola spasial wilayah yang terjadi di Desa Batubulan sebagai UrbanFringe Area (daerah pinggiran kota) yang berawal dari beberapa titik momentum dari masa kerajaanhinggatahun2016.Metodeanalisisyangdipergunakanadalahanalisisdeskriptifkualitatifyangdiperkuatdengandata-datakuantitatifdanteknikoverlaymapping(pemetaan).Katakunci:AlihFungsiLahan,daerahpinggirankota,lahanpertanian,DesaBatubulan

ABSTRACT

Theincreaseof landuseasasettlements,bussinessfacilitiesandpublicfacilitieswilldecreaseagriculturalareaandtransformintononagriculturalfunctions.ThisphenomenonisusuallyoftenoccursinurbanfringeareassuchasBatubulanVillageasasuburbsofDenpasar.Batubulanhasastrategicpositionbecauseit isgeographically located inthe intersectionof thetourismattractionrouteSanur-Sukawati-Celuk-Ubud,andalso supportedby theexistenceof inter-city terminalsbuiltaround1984.This is further supportedby theprogramof development of the area in Baliwhich focuses on fourmain cities In Bali, namelyDenpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita) into cities that are priority areas of Central Bali as well as a fastgrowingarea. Batubulan located in Sarbagita areadevelopment zoneanddeclaredas amagnet counterarea (buffer zone) of Denpasar City. Based on the results of the analysis obtained, there has been asignificant conversion of agricultural land to non-agricultural land that affect the physical condition,populationandsocio-economicareasinBatubulan.Thedevelopmentofspatialpatternfromtimetotimeasan implicationof the landconversionand theoccurrenceofeconomicaglomeration. If there isnounifiedcontrolandplanning,thedevelopmentofsettlementsthat"feed"urbanfringeareasmayposeathreattohumansurvivalandthebalanceofthesurroundingecosystem.Thispaperexaminedhowthedevelopmentof regional spatial patterns that occurred in the Batubulan as urban fringe area which originated fromseveral points ofmomentum from the empire until 2016. The analysismethodwhich used is descriptivequalitativeanalysisreinforcedbyquantitativedataandoverlaymappingtechniques.Keywords:Landconversion,urbanfringearea,agrarianland,DesaBatubulan

Page 2: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

10ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

A.PENDAHULUAN

Alih fungsi lahan merupakan sebuahfenomena yang umum terjadi di daerah urbandewasa ini. Permasalahan umum yang dihadapioleh kota besar adalah pertumbuhan jumlahpendudukperkotaanyangtinggiyangdisebabkanolehpertumbuhanpenduduksecaraalamiahdanfaktor urbanisasi (Anitasari, 2008). PesatnyaperekonomianProvinsiBaliterlihatdaritingginyalaju pertumbuhan penduduk di Kota Denpasarsebagai core wilayah. Hal ini juga diperkuatdengan tingginya angka kedatangan wisatawankeKotaDenpasardandidorongpulaolehadanyapengembangan Kawasan Sarbagita sebagaikawasancepatberkembangdanberkembangnyasegitiga emas perekonomian Bali yang meliputikawasan Sanur-Kuta-Nusa Dua sebagai pusatpertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata,perdagangandanjasa.

Datamenunjukkan,berkurangnyacadanganlahandiKotaDenpasaryangdapatdimanfaatkanyaitusekitar34,20%(4.371Ha)termasuksawah,tegalan, rawa, hutan bakau, lapangan olahraga/alun-alun, lahan hasil reklamasi, dan lahankonservasi dalam lingkup budaya (BPS ProvinsiBali, 2016). Berkurangnya daya tampung KotaDenpasar,mengakibatkan adanya kecendrunganterjadinya ekspansi penduduk ke daerahpinggiran Kota Denpasar seperti; Dalung,Penatih, Angantaka, Peguyangan, Monang-Maning.Ketikadaerahpinggirankotasudahtidakmampu mengakomodir kebutuhan lahan parapemukim di Kota Denpasar, maka terjadilahfenomena ekstensifikasi perluasan kawasanperkotaanmenujuurban fringe area sekitarnya.Salah satu daerah perbatasan Kota Denpasaryangmenjadisasaranpemenuhanlahantersebutadalah Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati,Kabupaten Gianyar yang pada awalnyamerupakansebuahdesadengandominasisektorpertanian sebagai penggerak perekonomian.Menurut Laporan Statistik Pertanian KecamatanSukawati tahun 2016, terjadi penyusutan luaslahan produktifnya dan penurunan jumlahpenduduk yang bermatapencaharian petanimendominasi sebanyak 77%. Dari fenomena inidapat dilihat, bahwa terjadi pergeseran bahwaprofesi petani tidak lagi menjadi “primadona”

sebagai sumber penghasilan untuk menopangekonomi keluarga di desa ini. Ekspansi kota kewilayah pinggiran kota ini yang tidakterhindarkan ini secara langsungmempengaruhiperkembangan Desa Batubulan secara fisik,kependudukan, dan sosial-ekonomiTerjadinyatransformasi pola spasial wilayah pada tiapperiode akan membentuk karakteristik desa itusendiri dan secara spontan akan menimbulkandampak positif maupun negatif sebagaikonsekuensi dari perkembangan yang terjadi.Perkembangan wilayah di Desa Batubulan inimembutuhkan perhatian khusus, agarperkembangan di kemudian hari tidak menjadiunmanagedgrowth.

Bertolak dari fenomena tersebut diatas,kajian terhadap perkembangan pola spasialwilayah di daerah pinggiran kota yang terjadi diDesa Batubulan, Kabupaten Gianyar perludilakukan. Hal ini mengingat, bahwa kajianmengenai alih fungsi lahan pertanian khususnyadidaerahpinggirankotatelahmenjadiisuglobal,tidak saja di negara berkembang yangpertaniannya masih menjadi sektor dominannamun juga di negara-negara maju. Diharapkanpenelitian ini dapat memberikan masukankepada stakeholder/pengambil kebijakan,sehingga dapat meminimalisir dampak-dampaknegatifyangterjaditerkaitdengankecendrunganarahpengembangandesadimasadepan.

B.KAJIANPUSTAKA

• AlihFungsiLahan

Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsisebagian atau seluruh kawasan lahan darifungsinya semula seperti yang direncanakanmenjadi fungsi lain yang berdampak negatifterhadaplingkungandanpotensilahanitusendiri(Manuwoto, 1992). Kustiwan (1997)mendefinisikan alih fungsi lahan sebagai prosesdialihgunakannyalahandarilahanpertanianatauperdesaan ke penggunaan non-pertanian atauperkotaan.Sebagaiterminologidalamkajianlandeconomics, pengertian alih fungsi lahan padapenelitian ini, difokuskan pada prosesdialihgunakannya lahan dari lahan pertanian kepenggunaan non-pertanian yang diiringi dengan

Page 3: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

11ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

meningkatnyanilailahan(PiercedalamKustiwan,1997:55). Ada beberapa faktor yang menjadipenyebabterjadinyakonversipenggunaanlahan,yaitu(a)perluasanbataskota,(b)peremajaandipusat kota, (c) perluasan jaringan infrastrukturterutama jaringan transportasi, (d) tumbuh danhilangnyapemusatan aktivitas tertentu (Bourne,1982:95).

• DaerahPinggiranKota

Istilah ini muncul pertama kali tahun 1937oleh T.L. Smith di Lousiana untuk menandakanarea terbangun di luar jangkauan sebuah kota(Pryor, 1968 dalam Yunus). Daerah pinggirankotatelahbanyakdisebutdalamliteraturdenganberbagai istilah, antara lain urban fringe, peri-urban atau suburbia. Menurut Conzen (1960)dalam jurnalnya yang berjudul “How citiesinternalize their former urban fringes: a cross-cultural comparison”, definisi fringe belts ataufringe areas adalah sebuah daerah yangterbentuk secaraperlahanmenjadi sebuah zoneyang bertumbuh pesat di pinggiran kota dantersusun dari berbagai karakteristik penggunaanlahan.Daerahpinggirankotasecaradefinitifsulitdilacak batas-batasnya karena pengertiannyamenyangkutaspek fisikdannon-fisik.Daerah inimerupakandaerahperalihanantarakenampakanperkotaan dan perdesaan sehingga kawasan inimempunyai baik ciri perkotaan maupun ciriperdesaan(Soussan,1981).

• PerkembanganPolaSpasial

Branch dalam Yoelianto (2005)mengemukakan bahwa pada skala yang lebihluas, pola spasial secara keseluruhanmencerminkan posisinya secara geografis dankarakteristik wilayahnya. Berdasarkan teori ini,dapat diartikan perkembangan suatu wilayahdapat ditentukan oleh posisi geografis sertakarakteristik tempat dimana suatu proseskegiatan berlangsung, sehingga akhirnyaterbentuklahpola-polaspasialwilayahtersebut.

Ditinjau dari prosesnya, perkembangan spasialsecara fisikal ada dua macam arahperkembanganyangdapatdiidentifikasi,yaitu(a)proses perkembangan spasial secara horizontaldan (b) perkembangan spasial secara vertikal

(Yunus, 2008:57). Perkembangan keruangansecara horizontal terdiri dari prosesperkembangan spasial sentrifugal (centrifugalspatial development) dan proses perkembanganspasial secara sentripetal (centripetal spatialdevelopment).

Lebih jauh Yunus (2000) menjelaskanbahwa, secara garis besar ada tigamacam poladampak perkembangan daerah pinggiran kota,yaitu:

1. Pola perkembangan Konsentris (concentricdevelopment)

Teori yang dikembangkan oleh Ernest W.Burgess merupakan hasil penelitian terhadappolaspasialKotaChicagopadatahun1923.Polakonsentris merupakan suatu bentukperkembanganarealkekotaanyangterjadidisisi-sisi luar daerahperkotaan yang telah terbangundanmenyatudengannyasecarakompak.

2. Pola perkembangan memanjang (ribbondevelopment)

Merupakan suatu proses penjalaran sifatkekotaan yang terjadi di sepanjang jalur-jaluryangmemanjangdi luardaerah terbangun.Polapertumbuhan areal-areal kota hanya terbatas disepanjangjalanutamadanpolaumumnyalinier.Padapolainiadakesempatanuntukberkembangkearahsampingtanpakendalafisikal.

3. Pola perkembangan Meloncat (leap-frogdevelopment)

Merupakan bentuk perkembangan sifatkekotaan yang terjadi secara sporadis di luardaerah terbangun utamanya dan daerahpembangunan baru yang terbentuk beradaditengah daerah yang belum terbangun. Bentukperkembanganinimerupakanbentukyangpalingofensifterhadaplahan-lahanpertaniandidaerahpinggiran kota dibandingkan dengan bentuklainnya.

C.METODEPENELITIAN

Penelitian ini memfokuskan pada kajianperkembangan perkembangan pola spasialwilayah Desa Batubulan, Kabupaten Gianyarsebagai akibat dari fenomena alih fungsi lahan

Page 4: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

12ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

pertanian yang terjadi. Terminologi penelitianyang diambil dibagi menjadi beberapasegmentasi waktu antara lain; 1) periode tahun1900-1920 (masa jaman kerajaan), 2) periodetahun1964-1985, 3) tahun20004) tahun2010-2016. Periode pada masa jaman kerajaan tidakberimplikasi secara langsung dengan alih fungsilahan pertanian yang terjadi, karena fenomenatersebut baru terjadi di awal tahun 1960anseiringdenganberdirinyaterminaldanbeberapapusat perdagangan dan jasa. Masing-masingsegmentasi waktu dipilih berdasarkan titikmunculnya fungsi-fungsi kota yang menjadimomentumpentingpemicuterjadinyaalihfungsilahandidesaini.

Pendekatan yang digunakan adalahdeskriptifkualitatifuntukmenggambarkanfakta-fakta yang ada di lapangan terkait denganperkembanganpolaspasialdaritaun1965-2016,akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian. Teknik pengumpulan data yangdipergunakan adalah memadukanobservasi/pengamatan, wawancara, dan analisisdokumen. Informan/responden dipilih secarapurposive sampling (sampel bertujuan) antaralain; penduduk pendatang dari dalam KotaDenpasar sebanyak 30 KK dan pendatang dariluar Kota Denpasar sebanyak 42 KK, tokohmasyarakatataupendudukaslisebanyak3orangyangmemiliki sejumlah lahandiDesaBatubulandanrespondenpetaniyangdiambil sebanyak26orang dibagi menjadi dua. Jenis data yangdipergunakan adalah data kualitatif dan datakuantitatif. Untuk pemilihan informan maupunnarasumber yang akan diwawancara, sebagailangkah awal dipilih key person yang akanmemberikan informasi mengenai data fisik danpihak-pihak lainnya yang dapat memberikaninformasiyangdirasaperlu.

D.HASILDANPEMBAHASAN

GambaranUmumDesaBatubulanPenelitian ini mengambil lokasi di sebelah

timur laut Kota Denpasar dan merupakan desapada ujung barat daya dari wilayah KabupatenGianyar yang terdiri dari 16 wilayahbanjar/dusun. Berdasarkan peta topografiKabupatenGianyar,desa ini terletakantara115’14’30”BT–115’17’00”BTdan08’35’30”LS–

08’ 39’ 00” LS dengan luas menurut MonografiDesatahun2015adalah644Ha.Bentukgeometridari desa ini adalahmemanjang dari arah baratlautketenggaradenganlebarlebihkurang0,37-2,0 km dan panjang lebih kurang 6,8 km. Batasadministratif desa ini antara lain; sebelah utaraberbatasan dengan Desa Singapadu, sebelahtimur berbatasan dengan Desa Celuk dan DesaKetewel, sebelah selatan berbatasan denganWilayah Kota Denpasar, dan sebelah baratberbatasandenganDesaPenatih.

Ditinjau dari topografi secara umum,morfologi Desa Batubulan cenderung landaidengan kemiringan berkisar antara 0-15% dancenderungcocokuntukdigunakansebagai lahanpertanian.Kandunganbahanorganiktanahdesaini sangat tinggi sehingga sangat subur untuklahan pertanian (RDTR KecamatanGianyar,2007:II-12).

Secaraumum,DesaBatubulanberadapadajaluraksesantaraDenpasar-Ubud-Kintamanidanwilayah Bali Timur. Desa Batubulan jugaditunjang dengan keberadaan terminal antarkota (Terminal Batubulan) yang dibangun padaakhir tahun 1980 dan secara resmi mulaiberoperasi pada tanggal 25 Juli 1985. PotensiDesa Batubulan sendiri sebagai pusat kegiatanseni,perdagangandan industri kerajinanpatungbatu menjadi magnet tersendiri bagi pariwisataKabupatenGianyar.PerkembanganKondisiFisik

Perubahan fisik yang paling nyata akibatterjadinya alih fungsi lahan di Desa Batubulanadalah menyusutnya lahan sawah dan tegalanyang diperuntukkan sebagai permukiman baikoleh pendatang dari Kota Denpasar maupundaerah lainnya. Menurut Data StatistikKecamatanSukawati,padatahun1985luaslahansawah tercatat 497,24 Ha (77,09% dari luaswilayah) sedangkan data luas lahan pertaniantahun1998hanyaberupaperkiraankasar (tidakada data pasti) sekitar ± 380 (lahan pertanian),sehingga terhitung telah terjadi penyusutanseluas 117 Ha sejak tahun 1985 hingga tahun1998. Jika dikomparasi lagi dengan data luaslahan pertanian pada tahun 2010 tercatat luaslahanpertanianadalah231,18Ha,sehinggatelahterjadi penyusutan lagi seluas 149 Ha dalam

Page 5: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

13ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

durasi 13 tahun. Data terakhir lahan pertaniantahun2016yangmasih tersisa seluas211,42Ha(42,03% dari luas wilayah). Angka ini termasuksawah yang belum dibangun tetapi sudah tidakdiolah lagi sebagai lahanpertanian (lahantidur).Jadi selama 30 tahun lebih telah penyusutanlahan sawah seluas 57,5% atau rata-rata 11,03Hapertahun.PerkembanganKondisiKependudukan

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa DesaBatubulan mengalami pertumbuhan pendudukyang sangat pesat, bahkan melampauipertumbuhan penduduk Kota Denpasar sebagaicore area perkotaan. Tingginya pertumbuhanpendudukdidesainimemberikanindikasibahwadidaerahinisedangmengalamiperubahanyanglebih intensif dibandingkan dengan daerahlainnya disekitarnya pada tingkat administrasiyang lebih tinggi seperti; Kecamatan Sukawati,Kabupaten Gianyar, Kota Denpasar dan ProvinsiBali (Sumber: Diolah dari Data BPS Prov. Bali &DataMonografiDesaBatubulanTh.2016).

Ditinjaudaridatasexratio,pendudukDesaBatubulan menunjukkan nilai 97,21 pada tahun1985 kemudian pada tahun 2000 menjadi108,94.Halinijikadibandingkandengannilaisexratio penduduk Kota Denpasar tahun 2016sebesar 99,83 (Data BPS Provinsi Bali, 2017)sedangkan Desa Batubulan sebesar 110,21.Untuk nilai nisbah ketergantungan, pendudukDesaBatubulanpadatahun1985sebesar39,99,pada tahun 2000meningkat menjadi 43,55 danpada tahun 2016 menjadi 51,22. Hal inimengindikasikan bahwa jumlah pendudukberumur tidak produktif per 100 pendudukberumurproduktifcukuptinggididesaini.Halinimengindikasikan bahwa, proses transformasiwilayah tentunya bukan hanya mempengaruhisecara fisikal, namun juga mempengaruhiperubahahan sosioekonomik dan budayapenduduk antara lain; struktur produksi danmatapencaharianpenduduk.

PerkembanganKondisiSosial-Ekonomi

Perkembangan kondisi sosial danperekonomian Desa Batubulan mengalamiperkembangan yang cukup signifikan sejak awaltahun1985dimanamulaimasuknyapusat-pusat

industri, perdagangan dan jasa. Kesempatankerja dan pendapatan per kapita umumnyadijadikan indikatoruntukmelihatperkembanganekonomi suatu wilayah (Yunus, 2000). ProdukDomestikRegionalBruto(PRDB)DesaBatubulandari sektor pertanian mengalami penurunan,sedangkan perdagangan (industri kerajinanpatung, batu dan pertunjukkan kesenian) yangterkait dengan industri pariwisata mendominasidengan distribusi mencapai 28,94% terhadaptotal PRDB tahun 2016. Berkembangnya sektorsekunder dan tersier, khususnya di bidangkepariwisataan mengindikasikan bahwa telahterjadi peningkatan pendapatan padamasyarakatDesaBatubulan.Perkembanganyangpesat pada usaha-usaha tersebut tidak dapatdipisahkan dari Kota Denpasar sebagai pusataktivitas pariwisata di Bali. Perkembanganperekonomian Desa Batubulan sangatdiuntungkan dari posisinya sebagai daerahpinggiran Kota Denpasar karena sebagian besarwisatawan yang berkunjung ke Bali memilihtempat tinggal (home base) di kota tersebut,hampir seluruh rute perjalanan wisatawan keobjek-objekwisata utamadi Balimelewati DesaBatubulan.

AspekNormatif

Berdasarkan arahan pengaturan zonasipada Perpres Nomor 45 Tahun 2011 (TentangTata Ruang Kawasan Perkotaan), sebagiankawasanDesaBatubulanberhimpitdidalamduazonayaitusekitar40%zonaBudiDaya4(B4)dan60% zona Budi Daya 5 (B5), namun pembagianareal tidak disebutkan secara jelas pada peta(gambar 6). Zona B4 merupakan zonapermukiman perdesaan dengan karakteristikantara lain; 1) kawasan peruntukan perumahankepadatan sedang, 2) kawasan peruntukanperumahan kepadatan rendah, 3) kawasanperuntukan pariwisata, 4) kawasan peruntukansosial-budaya dan kesenian, 5) kawasanperuntukan pertanian tanaman pangan danholtikulturaserta6)kawasanperuntukanindustripendukungpariwisata.ZonaB5merupakanzonapertanian tanamanpangan irigasi teknis dengankarakteristikantara lain;1) kawasanperuntukanpertanian pangan berkelanjutan, 2) kawasanperuntukan pariwisata, dan 3) kawasan

Page 6: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

14ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

peruntukansosial-budayadankesenian.

Gambar1.PetaArahanPengaturanZonasiDesaBatubulanMenurutPerpresNo.45/2011(Sumber:DiolahdariPerpresNo.45/2011

&GoogleMaps)

Pada arahan zona B4, terdapat pasal yangmenyebutkan bahwa seluruh kegiatan yangdiperbolehkan untuk dikembangkan meliputikegiatan yang diperbolehkan sesuai denganperuntukan, dengan syarat tidak mengubahfungsi lahan pertanian pangan dan tidakmengganggu fungsikawasanpadazonaB4sertapengembangan permukiman perdesaan danpusat permukiman skala lingkungan dengankoefisien wilayah terbangun (KWT) paling tinggi50% dari keseluruhan luas permukiman yangditentukan.SedangkanuntukzonaB5disebutkanbahwa penetapan luas dan sebaran lahanpertanian pangan paling sedikit 90% dari luaslahanpertaniandizonaB5.

ImplikasiAlihFungsiLahanPadaPerkembanganPolaSpasialDesaBatubulan

Perkembangan mengandung unsurkesejarahan karena didalamnya mengandungaspek waktu, sehingga dalam perkembanganyangdibicarakanadalahkonteksmasalalu,masasekarang hingga kemungkinan di masa depan(Budihardjo, 1995). Dalam pandangan ini,dimensiwaktumenjadi hal yang sangat penting

pada setiap perkembangan yang terjadi padakondisi tertentu sehingga perlu kiranyadiidentifikasi perkembangan mulai dari masakerajaan walaupun pada masa itu secaralangsung belum dipengaruhi oleh proses alihfungsilahanpertanian.

• Tahun1910(masakerajaan)

Pola Desa Batubulan pada masa kerajaanmemiliki pola concentric memusat padapempatan agung dengan konsep catuspatha.Pola pempatan agung, jalan terbentuk dariperpotongan sumbu kaja- kelod (utara-selatan)dengansumbukangin-kauh (timur-barat). Istilahcatuspatha berasal dari bahasa Sanskertacatusyangartinyaempatdanpathayangberartijalan.Catuspatha diartikan bukan sekedar simpangempat biasa tetapi suatu simpang empat(crossroads)yangmemilikinilaisakraldanmaknasebagai pusat kutaraja suatu kerajaan yangterkait dengan status kepemimpinan wilayahyang menempati puri. Puri Agung Batubulanmenjadi sumbupusatdari konsepcatuspatha diDesa Batubulan sekaligus menjadi titik nolkilometer wilayah desa. Menurut penglisir PuriAgung Batubulan Cokorda Gde Agung,catuspatha juga memiliki fungsi sebagai untukmenjaga stabilitas keamanan dan menunjukkanstatus kepemimpinan raja saat itu. Konseppempatan agung merupakan ungkapan polaruang salib sumbu jalan, sebagai persilangansumbubumidengansumbumatahari,dandapatdianalogikandengan(+)atautapakdarasebagaipenangkal untuk menghindari malapetaka. KataSwastikaberartikeselamatanataukesejahteraandanmelukiskan perputaran gerak alam semestayangharmonis. Selain itumenurutCokordaGdeAgung,polaswastikajugaternyatadituangkankedalam posisi empat banjar yang diposisikan“menyerung” atau menjaga sekeliling puri(gambar 6), hal ini difungsikan sebagaipengamananterhadapkerajaan.

Menurut narasumber pemuka DesaBatubulan I wayan Redana, permukimanpendudukpadamasa itu tersebardi sekitarpuridengan pembagian zonasi berdasarkanklan/soroh yang sudah ditentukan oleh puri.Soroh-soroh tersebut antara lain; pande besi,pande mas, pekandelan, geriya (brahmana),pemedilan, dankepatihan (patih agung). Semua

Page 7: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

15ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

soroh ini diposisikan berada di sekitar purisebagai abdi puri (pengabih) dalam rangkamengakomodirsegalakebutuhankerajaan.

Gambar2.PolaConcentricMemusatPadaMasaKerajaanDesaBatubulan

(Sumber:DiolahdariHasilObservasi&GoogleMaps)Pola Concentric memusat ini

mengindikasikan bahwa masing-masing zonatumbuh sedikitdemi sedikit kearah luardankesegala arah. Oleh karena semua bagian-bagiannya berkembang ke segala arah, makapola keruanganyangdihasilkanakanberbentukseperti lingkaran yang berlapis-lapis, dengandaerah pusat kegiatan sebagai intinya. Pola inisesuai dengan pendapat Burgess bahwa kota-kotamengalamiperkembanganataupemekarandimulai dari pusatnya, kemudian seiringpertambahan penduduk kota meluas ke daerahpinggir atau menjauhi pusat. Zona-zona baruyang timbul berbentuk konsentris denganstruktur bergelang ataumelingkar dan sebagianbesarpola jalanyangterbentukadalahpolagridiron atau spreedsheet. Pada masa itu,permukiman penduduk cenderung ingin dekatdengan Puri Agung Batubulan sebagai corewilayah, sehingga konsentrasi kegiatan jugaberadadisekitarPurisepertipasar,alun-alundanlapangan. Menurut Kepala Prebekel DesaBatubulandalambabadsejarahDesaBatubulan,semua tanahyangdihuniolehpendudukadalahmilik raja (duwen puri), dimana puri memilikiandil besar dalam mengatur fungsi-fungsi kotaseperti; posisi lapangan “pengubadan” berasal

dari kataubad :mesiu (tempat pengisianmesiudan alat-alat perang) dan bencingah sebagaipublic space kerajaan. Seluruh fungsi-fungsikekotaan tidakberubah secara signifikan karenaGianyar tidak menjadi jajahan Belanda secaralangsung.

• Tahun1964-1985

Gambar3.PetaPenggunaanLahanpertanian&Non-PertanianDesaBatubulanTahun1985

(Sumber:DiolahdariDokumentasiSubak&GoogleMaps)

Terminologi pada durasi tahun 1964-1985

menjadi cukuppentingbagi perkembanganpolaspasial Desa Batubulan disebabkan olehberdirinya beberapa pusat-pusat ekonomi danperindustriandibeberapa titikdi dekatmaupundi Desa Batubulan itu sendiri. Pusat-pusatekonomi dan industri tersebut turut menjadipenarikmasuknyapendudukpendatangkeDesaBatubulan untuk bermukim. Pendirian PT.Industri Sandang Nusantara Unit Patal TohpatiyangberlokasidiperbatasanKotaDenpasardanDesa Batubulan sekitar tahun 1964 (Darmawan,2015) inimemberikan pengaruh besar terhadapekspansi pekerja pabrik yang bermukim di DesaBatubulan. Menurut Pekaseh Desa Batubulan IMade Darti, pendirian gudang Bulog di DesaBatubulansekitar tahun1968yang lebihdikenaldengan gudang Bulog Bali, menjadi salah satupenggerak sektor agraris pada periode ini.Gudang ini memiliki lahan yang cukup besar di

Page 8: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

16ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

areal jalan arteri dandifungsikan sebagai sentrapenyimpanan dan penyosohan beras hasil dariKabupaten Gianyar, serta berfungsi untukmenjaga stabilitas harga beras dan gabah dipasaran. Menurut Cokorda Gde Agung, padamasa itu posisi gudang sengaja dialokasikan diDesa Batubulan dengan alasan bahwa DesaBatubulan menjadi penghasil beras yang cukupproduktif dan posisi yang dekat dengan KotaDenpasar. Berdirinya PT. Kresna Karya sekitarawal tahun 1970an sebagai perusahaan industrifarmasi jugamenjadimagnet bagipertumbuhanperekonomian, dengan membuka beberapalapangan usaha baru sehingga memicu sektorperindustrian berkembang di desa ini. Seiringdengan mulai bergolaknya perekonomian,dibangunnya terminal antar kota sekitar tahun1985 bersamaan dengan beroperasinya jalanlingkar Kota Denpasar yaitu Bypass Ngurah Raidan Jalan Gatot Subroto (Artana, 2001). Dalamperkembanganselanjutnya,jalanlingkartersebuttumbuh menjadi pusat-pusat bisnis danpermukiman penduduk pada wilayahdibelakangnya.

Pola perkembangan wilayah yang terjadipadaperiode inimenunjukkankombinasiantarapolamemanjang (ribbon development) dan polalompat katak (leap-frog development). Polaribbon development terjadi mengikuti polajaringan jalandanmenunjukkanpenjalaranyangtidak sama pada setiap bagian perkembangandesa. Ketika pusat-pusat ekonomi dan industrimulai masuk, pendatang yang mencari kerja diDesa Batubulan mulai memilih untuk mencaritempat bermukim sedekat mungkin. Jikadikaitkan dengan teori morfologi kota yangdikemukakan oleh Hudson dalam Yunus (1994),bentuk Desa Batubulan pada periode tersebutadalah bentuk linier bermanik (bealded linierplans) yang didominasi dengan perkembanganribbon development. pusat perkembanganwilayah yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiripusat perkotaan utamanya, pertumbuhanwilayahhanyaterbatasdisepanjangjalanutamamelebar di sekitarnya, dipinggir jalan biasanyaditempati bangunan komersial dandibelakangnyaditempatipermukimanpenduduk.

• Tahun2000

Pada periode ini juga menjadi momenpentingkarenaterjadialihfungsilahanpertanianyang cukup tinggi di Desa Batubulan, denganpenyusutan luas lahanpertanian seluas 112Hadalam durasi tahun 1998 hingga tahun 2005(Data Monografi Desa Batubulan, Tahun 2005).Padaperiodeinisalahsatupemicupenyusutandidesa ini adalah tingginya permintaan lahansebagaipemenuhankebutuhanpermukimandaninvestasi. Secara tidak langsung hal ini memilikikorelasi dengan fenomena yaitu krisis moneternasional pada tahun 1997-1998 yangmengakibatkan anjloknya nilai rupiah sertamelonjaknya nilai tukar dolar AS sebagai salahsatu implikasinya. Nilai rupiah yang anjlok dariRp.2.600 menjadi Rp.18.000 per dolar amerikamenyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonominegatiftermasukpadasektorpertanian.

Gambar4.PetaPenggunaanLahanpertanian&Non-PertanianDesaBatubulanTahun2000

(Sumber:DiolahdariDokumentasiSubak&GoogleMaps)

Di satu sisi, terjadi fenomena para tenaga

kerja Indonesia yang bekerja di luar negeriberbondong-bondongmelakukaninvestasidalambentuk pembelian tanah. Hal ini dibuktikandengan data survey pada 6 respondenpengembang yang mengungkapkan sekitar 60%pembeli lahan berasal dari para pekerja kapalpesiar dan penggiat pariwisata pada masa itu.Desa Batubulan menjadi serbuan para pekerjaperhotelan dan kapal pesiar yang merasamemiliki peluang untuk menukar dolar dalam

Page 9: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

17ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

kondisinilaitukartertinggi.Terjadikecendrungantidak stabilnya harga lahan saat itu, yangdisebabkankarenaparapengembangmenaikkanhargalahanseiringdengantingginyapermintaan.

Pola perkembangan yang terjadi padaperiode tersebut masih sama yaitu kombinasiantara pola memanjang (ribbon development)dan pola lompat katak (leap-frog development).Namun pada periode ini, pola lompat kataksudah lebih banyak terlihat diakibatkan karenalahan di sepanjang jalur jalan arteri sudahberkurangdanterjadi fluktuasiharga lahanyangtinggi. Pendatang mulai mengekspansi lahan-lahan pertanian di area sehingga menimbulkanpola memencar yang melompat-lompat dibeberapaareaDesaBatubulan.

• Tahun2016

Padaperiodeini,alihfungsilahanpertaniandapat dikatakan cenderung stagnan denganpenyusutan lahanpertanian hanya seluas 21Hadalamdurasi tahun2011-2015 (Diolahdari datamonografi Desa Batubulan dan data PekasehSubak). Menurut Pekaseh Subak, hal inidiakibatkan karena melambung tingginya hargalahan sehingga relatif tidak terjangkau lagi olehpembeli.Dayabelimasyarakatturutmenentukansignifikansi alih fungsi lahan yang terjadimeskipun kebutuhan akan lahanmerupakan halyang mutlak untuk dipenuhi. Dibukanya jalurtransportasi Bus Sarbagita sejak Agustus 2011,yang melayani rute Denpasar-Tabanan-Gianyardan Tabanan tidak memberikan dampak yangbesarpadaperkembanganwilayah.

Gambar5.PetaPenggunaanLahanpertanian&Non-PertanianDesaBatubulanTahun2016

(Sumber:DiolahdariDokumentasiSubak&GoogleMaps)

Pada periode ini masih menunjukkanadanya kombinasi antara perkembangan polaleap-frog development dan pola memanjang(ribbondevelopment)diseluruhwilayahdesa.Disepanjang jalan arteri utama sudah padatdipenuhi dengan tempat-tempat usaha dan jasasedangkan pada daerah dalam bermunculankavling-kavling permukiman yang sporadis yangrelatif cukup jauh dari jalan utama. Hal iniakhirnya memunculkan pola baru di daerahpercabangantiapdaerahpermukimanyaitupolasatelit.

E.PENUTUP

Dari pembahasan diatas telahdipresentasikan, maka dapat ditarik beberapakesimpulan yang terkait dengan perkembanganpola spasial dan alih fungsi lahan pertanianmenjadi non-pertanian yang terjadi di DesaBatubulandaritahun1964-2016,antaralain:

• Terjadi pertumbuhan alih fungsi lahanpertanian menjadi non-pertanian yang pesatdi Desa Batubulan dari tahun 1964 hinggatahun 2016 dengan rata-rata penyusutan14,03 Ha per tahun dengan polaperkembangan yang wilayah yang variatifpada masing-masing periodisasinya sesuaidenganperkembanganfungsi-fungsikekotaanyangterjadi.

• DesaBatubulandidominasiolehpermukimanpenduduk dengan berorientasi pada jalurjalan utama serta jalur-jalur jalanpercabangan yang ada. Perkembangan fisikmelebar kearah timur-selatan sebab masihtersedialahankosongdanditunjangolehjalurjalan yang ada. Impilikasinya adalah hargalahan yang ada semakin meninggi disepanjangjalanutama,karenasemakindekatdengan akses transportasi dan fasilitas-fasilitaskawasanyangadadidesaini.

DAFTARPUSTAKA

Agusintadewi, N. K., 2014. TransformingDomesticArchitecture:ASpatio-TemporalAnalysis of Urban Dwellings in Bali.

Page 10: 03 Implikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pada Perkembangan ...munculnya fungsi-fungsi kota yang menjadi momentum penting pemicu terjadinya alih fungsi lahan di desa ini. Pendekatan

UNDAGIJurnalIlmiahArsitektur,Volume5,Nomor2,Desember2017,p-ISSN2338-0454(printed),e-ISSN2581-2211(online)

18ImplikasiAlihFungsiLahanPertanianPadaPerkembanganSpasialDaerahPinggiranKota

(StudiKasus:DesaBatubulan,Gianyar)

Newcastle University, UK: UnpublishedThesis.

Anitasari, 2008. Pelaksanaan Alih Fungsi LahanTanah Pertanian Untuk PembangunanPerumahandiKotaSemarang.UniversitasDiponegoro,Semarang:Tesis.

Artana, 2001. Kajian Pergeseran Tata GunaLahandiDaerahPinggiranKotaDenpasar.Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta:Tesis.

Bourne,L.S.,1982.InternalStructureofTheCity,Readings on Urban Form, Growth andPolicy.NewYork:OxfordUniversityPress.

Branch, 1996. Perencanaan Kota Kompherensif:Pengantar & Penjelasan. Yogyakarta:GadjahMadaUniversityPress.

Bryant, C. R., 1982.TheCity’s Countryside: Landand Its Management in The Rural-UrbanFringe.NewYork:LongmanInc.

Colby,1959.CentrifugalandCentripetalForcesinUrban Geography. United States:Committee on Geographical Studies,UniversityofChicago.

Conzen, 2009. How Cities Internalize TheirFormer Urban Fringe a Cross-CulturalComparison.UnitedStates:CommitteeonGeographical Studies, University ofChicago.

Daldjoeni, 1992. Geografi Baru: OrganisasiKeruangan dalam Teori & Praktek.Bandung:AlumniBandung.

Dharmawan, 2015. Analisis Biaya Kualitas padaPT. Industri Sandang Nusantara PatalTohpati. Universitas Pendidikan Ganesha,Bali:Tesis.

Giyarsih, 2001. Gejala Urban Sprawl SebagaiPemicu Proses Densifikasi Permukiman diDaerah Pinggiran Kota (Urban FringeArea) : Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta.Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta:Tesis.

Kustiwan, 1997. Konversi Lahan Pertanian diPantai Utara Jawa. Majalah PrismaVolume1TahunXXVI,Bandung.

Lee,L.,1979.FactorsAffectingLandUseChangeatTheUrban-RuralFringe, InGrowthandChange. A Journal of RegionalDevelopmentVolumeX.

Mahira, E. D., 2012. Persepsi MasyarakatTerhadapFungsiCatuspathadiPusatKotaDenpasar. Universitas Udayana, Bali :UsulanPenelitian.

Nugroho,D.P.,2014.KajianTransformasiSpasialdi Peri-Urban Koridor Kartasura-Boyolali.UniversitasSebelasMaret:Tesis.

Putra, I. G. M., 2005. Catuspatha Konsep,Transfomasi dan Perubahan. JurnalPermukimanNatah,Denpasar.

Soussan, 1981. The Urban Fringe in The ThirdWorld.Leeds:SchoolofGeography.

Yoelianto, 2005. Kajian Perkembangan SpasialKota Purwodadi. Universitas Diponegoro,Semarang:Tesis.

Yunus, H. S., 1994. Teori dan Model StrukturKeruangan Kota. Universitas GadjahMada.