alek nagari upaca pelestarian seni tradisi (m. yunis)

6
ALEK NAGARI UPACA PELESTARIAN SENI TRADISI M, YUNIS Banyak orang mengemukakan pengaruh budaya luar mengalahkan eksistensinya kesenian tradisi, tapi tidak begitu halnya dengan seni tradisi yang ada di Kabupaten Padang-Pariaman. Acara alek nagari yang hingga sekarang masih diadakan oleh masing-masing Nagari adalah sarana yang cocok untuk pelestarian kesenian tradisi itu. Bertepatan pada bulan ini Juni 2007 yang lalu adalah masa panen padi di sawah. Gawang Kajai yang merupakan salah satu Korong di Nagari Tapakih Kecamatan Ulakan-Tapakih memanfaatkan moment tersebut. Berdasarkan kesepakatan tokoh adat dengan masyarakat diadakanlah acara baralek gadang, kemudian dinamakan dengan alek nagari. Kegiatan mamacak galanggang itu berlangsung kurang lebih 1 bulan dimulai tangal Juni hingga July 2007 . Sebagai sarana galanggang dipersiapkan laga-laga atau lebih akrab dengan medan permaian. Laga-laga itu sendiri adalah berupa pondok segi empat yang mana lantainya dibuat dari bambu, sementara disekeliling pondok disediakan tempat duduk tamu-tamu yang diundang sekaligus silang sapangka. Untuk mengsisi acara satu bulan lebih itu, masyarakat Gawang Kajai sebagai sipangka mengundang masing-masing Nagari yang ada di Kabupaten Padang- Pariaman di ikuti oleh grup-grup kesenian yang dimiliki oleh masing-masing Nagari tersebut. Grup-grup tersebut berupa ulu ambek, randai, perguruan silek, indang, dan dabuih. Acara dibuka dengan tangal 24 Juni 2007 terlebih dahulu diawali dengan pasmabahan Nagari. Dalam mengawali acara ulu ambek mendapat posisi yang pertama, sebab ulu ambek adalah salah satu kategori permaian yang didominasi oleh urang tuo masyarakat sekitar menyebutnya dengan permaian urang tuo. Artinya ulu ambek lebih didominasi oleh pemuka- pemuka adat, sebab unsur-unsur gaib juga mengiringi permainan ulu ambek. Memang terdapat sebagin dimainkan oleh anak-anak muda. Setelah jam 2 malam untuk mengisi pagi randai pn ditampilkan. Tetapi pada hari kedua ulu ambek masih kembali dilangsungkan dan begitulah seterusnya hingga 4 hari berturut-turut. Setelah ulu mabek selesai, indang mendapat posisi ke 2 dalam alek nagari. Waktu yang dibutuhkan dalam penampilan indang sampai 2 minggu lebih. Pada minggu pertama semua grup indang ditampilkan secara bergiliran, pada minggu kedua penampilan indang sangat menarik, karena pada saat inilah indang dinamakan dengan indang lambuang. Di dalam indang ini pemain lebih didominasi oleh oleh anak-anak muda yang sebelumnya telah dilatih untuk berkesenian indang. Pda saat penampilan indang ini setiap grup berlomba-

Upload: m-yunis

Post on 06-Jun-2015

313 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Budaya

TRANSCRIPT

Page 1: ALEK NAGARI UPACA PELESTARIAN SENI TRADISI (M. Yunis)

ALEK NAGARI UPACA PELESTARIAN SENI TRADISIM, YUNIS

Banyak orang mengemukakan pengaruh budaya luar mengalahkan eksistensinya kesenian tradisi, tapi tidak begitu halnya dengan seni tradisi yang ada di Kabupaten Padang-Pariaman. Acara alek nagari yang hingga sekarang masih diadakan oleh masing-masing Nagari adalah sarana yang cocok untuk pelestarian kesenian tradisi itu.Bertepatan pada bulan ini Juni 2007 yang lalu adalah masa panen padi di sawah. Gawang Kajai yang merupakan salah satu Korong di Nagari Tapakih Kecamatan Ulakan-Tapakih memanfaatkan moment tersebut. Berdasarkan kesepakatan tokoh adat dengan masyarakat diadakanlah acara baralek gadang, kemudian dinamakan dengan alek nagari. Kegiatan mamacak galanggang itu berlangsung kurang lebih 1 bulan dimulai tangal Juni hingga July 2007 . Sebagai sarana galanggang dipersiapkan laga-laga atau lebih akrab dengan medan permaian. Laga-laga itu sendiri adalah berupa pondok segi empat yang mana lantainya dibuat dari bambu, sementara disekeliling pondok disediakan tempat duduk tamu-tamu yang diundang sekaligus silang sapangka.Untuk mengsisi acara satu bulan lebih itu, masyarakat Gawang Kajai sebagai sipangka mengundang masing-masing Nagari yang ada di Kabupaten Padang-Pariaman di ikuti oleh grup-grup kesenian yang dimiliki oleh masing-masing Nagari tersebut. Grup-grup tersebut berupa ulu ambek, randai, perguruan silek, indang, dan dabuih. Acara dibuka dengan tangal 24 Juni 2007 terlebih dahulu diawali dengan pasmabahan Nagari. Dalam mengawali acara ulu ambek mendapat posisi yang pertama, sebab ulu ambek adalah salah satu kategori permaian yang didominasi oleh urang tuo masyarakat sekitar menyebutnya dengan permaian urang tuo. Artinya ulu ambek lebih didominasi oleh pemuka-pemuka adat, sebab unsur-unsur gaib juga mengiringi permainan ulu ambek. Memang terdapat sebagin dimainkan oleh anak-anak muda. Setelah jam 2 malam untuk mengisi pagi randai pn ditampilkan. Tetapi pada hari kedua ulu ambek masih kembali dilangsungkan dan begitulah seterusnya hingga 4 hari berturut-turut.Setelah ulu mabek selesai, indang mendapat posisi ke 2 dalam alek nagari. Waktu yang dibutuhkan dalam penampilan indang sampai 2 minggu lebih. Pada minggu pertama semua grup indang ditampilkan secara bergiliran, pada minggu kedua penampilan indang sangat menarik, karena pada saat inilah indang dinamakan dengan indang lambuang. Di dalam indang ini pemain lebih didominasi oleh oleh anak-anak muda yang sebelumnya telah dilatih untuk berkesenian indang. Pda saat penampilan indang ini setiap grup berlomba-lomba untuk tampil maksimal, kalau perlu diklaborasi dengan unsur-unsur lain. Jika salah satu grup indang dinyatakan tampil dengan sangat baik maka semua orang akan membicarakan dan menjadi bahan gunjingan dari masa kemasa. Seperti yang dialami oleh grup indang Sungai Sariak yang sampai sekarang masih meninggalkan bekas di Kabupaten Padang Pariaman.Kemudian pada posisi ke 3 adalah penampilan silat yang dilakukan pada sore, para pemin silat juga diundang dari nagari-nagari yang memiliki perguruan silat. Ajang alek nagari ini mejadi sasaran utama untuk penambah pengetahuan tentang gerakan-gerakan silat yang dimilikinya, sebab anak sasian silat pada masa ini akan dapat melihat gerakan-gerakan silat dari perguruan lain sehingga mereka dapat mempelajari teori-teori untuk mematahkan serangan dari perguruan lain jika suatau saat nanti terjadi perkelahian. Di dalam perguruan anak sasian sering diingatkan oleh guru agar tidak

Page 2: ALEK NAGARI UPACA PELESTARIAN SENI TRADISI (M. Yunis)

mempertontonkan gerakan silat yang dimilikinya kepada orang luar, tujuannya untuk menjaga kejadian yang tidak diinginkan bisa jadi perguruan lain akan menyusun siasat untuk mematahkan serangan perguruan itu atau perguruan lain akan mencontoh gerakan yang dimilkinya. Tampaknya hal ini tidak bersifat baku buktinya di dalam arena alek nagari hal itu sepertinya diperbolehkan walau secara tidak langsung.Pada posisi ke 4 biasanya dabuih ditampilkan, tapi tidak semua alek nagari yang mau menampilkan dan mengundang dabuih, mungkin mereka mempunyai alasan tertentu. Pemain dabuih juga di undang dari masing-masing Nagari, tapi tidak semua nagari yang memiliki kesenian dabuih ini, Sungai Sariak adalah salah satu daerah yang terkenal dengan permainan dabuih. Itulah keunggulan Sungai Sariak di setiap alek Nagari selalu dibicarakan oleh orang.Kemudian pada akhir-akhir acara, arena alek nagari di sisi oleh hiburan yang berupa Ben dan Orkestra. Jika acara muda-mudi ini sudah diadakan berarti ini suatu petanda alek nagari telah berakhir, hanya saja tokoh-tokoh adat masih memberikan perpanjangan waktu dan kesempatan kepada muda-mudi, tapi masih di bawah kontrol pemuka masyarakat. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan dalam acara tersebut, maka pemuka masyarakat mempunyai hak untuk menghentikan acara tersebut.Sekilas pandang acara alek nagari hanya sekedar penampilan-penampilan biasa terhadap kesenian tardisi yang dimiliki oleh masing-masing Nagari di Kabupaten Padang Pariaman. Namun di balik itu dalam alek nagari masyarakat dapat melestarikan kesenian tradisi yang dimilikinya sehinga kesenian tradisi itu dapat bertahan dalam percaturan zaman. Seiring dengan itu Pak Damai salah satu kapalo mudo Nagari dan sekaligus Guru Besar aliran silat sitaralak di Nagari Toboh Gadang, 24 juni 2007 lalu mengemukakan, ‘’ Alek Nagari adalah ajang silaturrahmi bagi masing-masing Nagari yang ada di Kabupaten Padang pariaman, melalui ini kita akan bertemu kembali dengan asaudara-saudara seperguruan yang sudah memiliki anak didik pula di Nagari tempat tinggalnya.Sejalan dengan itu pula terdapatnya kebangaan tersendiri bagi masing-masing Nagari yang mengikuti acara alek nagari. Contohnya guru silat yang mengikutsertakan perguruan silatnya dalam alek nagari akan merasakan kebanggaan tertentu jika muridnya mendapatkan pujian dari perguruan lain dan secara tidak langsung nama Nagari pun menjadi harum. Begitu pulahalnya dengan grup randai, indang dan ulu ambek apa lagi dalam suasana buluih di atas, Nagari yang beruntung merasa bangga dan persitiwa tersebut akan diingat selalu bahkan menajdi gunjingan pada alek nagari berikutnya.

** Alumni Sastra Minangkabau Diposting oleh M. Yunis di 17:32 0 komentar

KETIKA KEMATIAN MEMBAWA BERKAH

Oleh M.YUNIS

Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain ilalang, begitulah pepatah Minang. Setiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda, walaupun tujuan mereka sama akan tetapi cara mereka dalam mengekspresikan budaya tersebut penuh dengan kreasi, yang

Page 3: ALEK NAGARI UPACA PELESTARIAN SENI TRADISI (M. Yunis)

mereka pandang mulia dan baik, walaupun tidak sesuai dengan kelogisan.Di ranah Minang ditemukan tradisi-tradisi yang tergolong unik dan penuh kreasi. Tradisi-tradisi ini berupa upacara-upacara perkawinan, upacara kematian, pengangkatan penghulu dan lain sebagainya, yang tentunya menempati posisi yang sangat penting bagi masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Namun tulisan kali ini akan membahas tadisi upacara perkawinan yang harus dipandang dengan pemikiran terbalik, dan bukan melihat untung ruginya melaksanakan upacara tersebut.Dari dahulu Minangkabau, terkenal dengan kebudayaannya yang unik tetapi bersahaja. Salah satu keunikan dapat kita perhatikan dalam memperingati upacara kematian yang masing-masing Nagari yang berbeda, mempunyai cara dan corak yang berbeda pula untuk merealisasikannya. Di Nagari Toboh Gadang (kesatuan wilayah terkecil dalam kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Nagari) Pariaman misalnya, dalam memperingati upacara kematian, terkenal dengan ’’sahari manamaik (hari pertama), manduo hari (hari kedua), manigo hari (hari ketiga), manujuah hari (hari ketujuh), duo kali tujuah (hari keempat belas), 40 hari dan 100 hari’’. Upacara ini, merupakan rentetan-rentetan pelaksanaan upacara kematian di Nagari tersebut, yang mana dilaksanakan setelah mayat disemayankan.Pada pelaksanaan upacara pertama hingga upacara selanjutnya, dilantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dengan memuja dan memuji kebesaran Allah ta’ala. Uapacara ini, dilakukan dengan mengundang ‘’urang siak’’ yaitu perangkat-perangkat surau (mesjid) di antaranya Tuanku, Imam, Labai, Khatib dan Bilal, serta diikuti oleh pegawai-pegawai surau lainnya. Mereka inilah nantinya yang akan membacakan ayat-ayat suci tersebut, mereka diundang selama tiga malam pelaksanan upacara ini yaitu malam pertama, kedua dan ketiga. Lantunan-lantunan ayat Al-Qur,an terus dibacakan hingga mencapai zikir kemudian ditutup dengan makan bersama. Sebelum mereka pulang ketempat masing-masing, terlebih dahulu mereka diberi sedekah berupa uang yang berkisar Rp 10.000,00 per orang.Setelah hari kematian anggota keluarga tersebut mencapai 7 hari, para urang siak diundang kembali untuk melaksanakan upacara manujuah hari. Setelah 14 hari kematian mereka diundang untuk melaksanakan upacara duo kali tujuah (14 hari ), begitu juga dalam pelaksanan upacara 40 hari dan 100 hari kematian.Meskipun rentetan-rentetan upacara tersebut bertujuan sama, yaitu meminta do,a keselamatan kepada Allah SWT terhadap kerabat yang sudah meninggal, namun pelaksanaanya berbeda satu sama lainnya. Pada saat sahari manamaik (pada hari pertama kematian), pemfokusannya lebih banyak kepada pembacaan ayat Al-Qur,an hingga zikir duduk dan selesailah upacara pertama. Orang yang mengahadiri upacara ini adalah kerabat-kerabat dekat saja, yang diakhiri dengan makan bersama, kemudian para urang siak diberi sedekah berupa uang.Pada malam kedua upacara kembali dilanjutkan. Pada saat ini, upacara sudah mulai dihadiri banyak orang, termasuk masyarakat sekitar yang ikut berkabung. Pelaksanaan upacara ini, sama halnya dengan yang di atas, akan tetapi ada sedikit tambahan, ‘’urang siak’’ melaksanakan zikir dari duduk hingga zikir dengan berdiri. Upacara ini, juga ditutup dengan makan bersama, akan tetapi pada malam ini urang siak tidak diberi sedekah.Pada malam ketiga, persiapan upacara ini dipermatang lagi. Pada siang harinya dilakukan pembuatan lemang (beras yang dimasak di dalam bambu) oleh tuan rumah

Page 4: ALEK NAGARI UPACA PELESTARIAN SENI TRADISI (M. Yunis)

dan dibantu oleh masyarakat sekitar. Tujuannya ialah untuk dihidangkan pada malam hari pelaksanaan. Pelaksanannya lebih kurang sama dengan upacara sebelumnya.Pada pelaksanan menujuh hari juga dilakukan pembuatan lemang. Di dalam pelaksanaannya semakin jauh berbeda dengan di atas. Sebelum upacara dibuka dilakukanlah pidato Ada yang dinamakan dengan Pasambahan antara tuan rumah dengan urang siak , tapi diwakili oleh satu orang saja baik dari pihak uarang siak mau pun tuan rumah. Dalam pidato ini, tuan rumah mengemukakan tujuannya mengundang urang siak. Setelah pidato selesai, maka dimulailah upacara mengaji (melantunkan ayat-ayat Alquran) tersebut hingga zikir, baik zikir duduk maupun zikir berdiri. Setelah selesai makan bersama, upacara juga ditutup dengan pidato Pasambahan kembali, kali ini pidato berasal dari urang siak, mereka mengemukakan tujuannya kepada tuan rumah untuk pulang ke rumah masing-masing.Begitu juga dengan upacara 14 hari, 40 hari, dan 100 hari. Perbedaannya hanya terletak pada undangan yang datang, karena undangan tersebut sudah berasal dari daerah-daerah yang jauh, tetapi masih berkerabat dengan anggota keluarga yang meninggal. Bagi tuan rumah yang mempunyai banyak dana, upacara ini dilanjutkan dengan ‘’badikia’’ yaitu sautau cara memuji kebesaran tuhan yang disampaikan dengan bahasa Arab, dengan irama khas islami (penelitian tanggal 10 juli 2005 di Pariaman).Pelaksanaan upacara di atas intinya adalah sama, yaitu meminta do’a kepada Allah SWT, agar sang mayat diberi ampunan dan keringanan azab kubur. Namun di balik uapacara ini, tersimpan makan-makna sosial yaitu mempertebal solidaristas di antara masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar. Karena tamu di sini tidak hanya sekedar datang, makan lalu pulang, akan tetapi mereka membawa buah tangan berupa uang, beras yang tujuanya meringankan beban tuan rumah.Sejalan dengan itu, upacara ini juga dapat mempererat tali silaturrahmi di antara kerabat yang tingal berjauhan, apalagi mereka yang tingal di daerah perantauan, sebab sesulit apa pun keadaan kerabat di rantau maisih sempat meluangkan waktu pulang kampung guna untuk menghadiri upacara ini. Bagi kerabat yang belum saling mengenal, maka pada saat inilah mereka memperkenalkan diri kepada sanak-saudara mereka yang ada di kampung halaman.Di pandang dari segi sejarahnya, tradisi ini sudah berkembang sebelum agama islam masuk ke Minangkabau. Tradisi ini, pada awalnya ialah acara berbalas pantun dengan bahasa Minang, tetapi setelah islam berkembang di Minangkabau tradisi ini terus dilaksanakan, tetapi pantun-pantun tersebut di tukar dengan pembacaan ayat Al-Qur’an yang juga berpantun oleh Syeh Burhanuddin Ulakan, dengan tujuan pengembangan ajaran islam itu sendiri (Suryadi dalam Syair Sunur 2004). Jadi Syeh Burhanuddin Ulakan memanfaatkan pendekatan kebudayaan dalam mengembangkan ajaran islam di Pariaman. Trik-trik tersebut selalu dipergunakannya untuk memasuki suatu kebudayaan masyarakat di Minangkabau, sehingga Islam cepat berkembang di Minangkabau pada waktu itu. **Alumni Sastra Minangkabau