alas bab 1

31
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinamika pembangunan, termasuk pembangunan pertanian, dari waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan semakin kompleks. Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan strategis, baik dalam negeri, regional maupun global, maka strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis sudah waktunya ditingkatkan menjadi strategi yang mensinergikan pengembangan strategi agribisnis dengan pendekatan wilayah. Dan ketersediaan sumber daya untuk pembangunan yang selalu terbatas dibandingkan dengan kebutuhan. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan dalam penataan dan pemanfaatan ruang sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan. Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai sentra kegiatan pertanian yang tertinggal. Berkembangnya kota sebagai pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek tetes ke bawah (tricle down effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya dari wilayah sekitarnya (backwash effect). Urbanisasi terjadi akibat kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula mengharapkan terjadinya efek tetes dari pusat pertumbuhan ke wilayah hinterlandnya. Ternyata yang terjadi justru menimbulkan pengurasan sumberdaya secara besar-besaran.

Upload: qudri-saufi

Post on 14-Feb-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: alas bab 1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dinamika pembangunan, termasuk pembangunan pertanian, dari

waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan semakin kompleks.

Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan strategis, baik

dalam negeri, regional maupun global, maka strategi pengembangan

sistem dan usaha agribisnis sudah waktunya ditingkatkan menjadi strategi

yang mensinergikan pengembangan strategi agribisnis dengan

pendekatan wilayah. Dan ketersediaan sumber daya untuk pembangunan

yang selalu terbatas dibandingkan dengan kebutuhan. Oleh karena itu

diperlukan suatu perencanaan dalam penataan dan pemanfaatan ruang

sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan yang

berkesinambungan.

Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan

adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat

kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai

sentra kegiatan pertanian yang tertinggal. Berkembangnya kota sebagai

pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek tetes ke bawah (tricle

down effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya

dari wilayah sekitarnya (backwash effect). Urbanisasi terjadi akibat

kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi

melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula

mengharapkan terjadinya efek tetes dari pusat pertumbuhan ke wilayah

hinterlandnya. Ternyata yang terjadi justru menimbulkan pengurasan

sumberdaya secara besar-besaran. Dengan kata lain, dengan

pembangunan telah terjadi transfer netto sumberdaya dari wilayah

perdesaan ke wilayah perkotaan secara tidak berkeadilan.

Ada beberapa hal yang merupakan penyebab terjadinya backwash

effect tersebut : Pertama, terbukanya akses ke wilayah perdesaan

seringkali mendorong kaum elite kota, pejabat pemerintah, dan

perusahaan melakukan eksploitasi sumberdaya yang ada di desa, pada

posisi masyarakat perdesaan tidak memiliki nilai tawar yang kuat. Kedua :

Page 2: alas bab 1

kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yang

kapasitas sumbedaya manusia dan kelembagaannya masih lemah,

mengakibatkan terhambatnya desiminasi gagasan perubahan, sehingga

intervensi pemerintah menjadi sangat dominan.

Menyadari berbagai permasalahan pembangunan perdesaan

tersebut, konsep agropolitan menjadi salah satu alternative untuk

memecahkan kesenjangan pembangunan perdesaan dan perkotaan.

Agropolitan diartikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan

berkembang secara dinamis serta memacu berkembangnya sistem dan

kegiatan agribisnis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ber basis

pertanian di wilayah sekitarnya. Secara konseptual kawasan agropolitan

adalah :

Satu kesatuan kawasan pertanian yang ditetapkan dan dibangun

melalui proses partisipatif berdasarkan skala ekonomi yang ada,

terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi

pertanian di sekitarnya, dan memiliki fasilitas perkotaan.

Satu kesatuan kawasan agribisnis yang terdiri dari kota

pertanian dan desa desa sentra produksi pertanian, dan

berkembangnya melalui proses partisipatif berbasis kekuatan

masyarakat lokal.

Proses partisipatif mulai pengkajian, perencanaan, dan

pelaksanaan secara sistematis dan menyeluruhberdasarkan

potensi dan kebutuhan kawasan untuk mendorong

berkembangnya system dan kegiatan agribisnis berbasis

kerakyatan, terdesentralisasi, dan berkelanjutan yang difasilitasi

oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.

Konsep pengembangan kawasan agropolitan merupakan perpaduan

dari berbagai program pengembangan kawasan perdesaan yang pada

intinya sebagai upaya mempercepat pertumbuhan kawasan perdesaan,

dimana terdapat satu atau sebagian atau beberapa desa sebagai pusat

pertumbuhan yang didukung oleh wilayah pendukung sekitarnya sebagai

pemasok bahan baku dari hasil pertanian ke desa pusat pertumbuhan.

Esensi dasar dari penataan ruang adalah merupakan suatu langkah

atau kegiatan untuk memberikan input positif kepada obyek didalamnya.

Penataan ruang juga merupakan langkah untuk meminimalkan

Page 3: alas bab 1

ketidaksepahaman kegiatan sosial ekonomi dalam ruang, karena ruang

mempunyai sifat yang terbatas. Berdasarkan sifat ruang yang terbatas,

maka pada satu sisi diperlukan alokasi pemanfaatan ruang yang

diupayakan sedemikian rupa agar pemanfaatan dimaksud memberikan

hasil yang optimal, sedangkan sisi yang lain penataan struktur ruang

diperlukan untuk meningkatkan kesempatan ekonomi yang dimiliki oleh

ruang.

Pemanfaatan ruang yang dan teratur di suatu kota akan menjamin

keselarasan kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam

melakukan kegiatan dan kelangsungan hidupnya. Sebaliknya

pertumbuhan dan perkembangan wilayah yang tidak teratur dan kurang

terkendali akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan dan

kelestarian lingkungan serta in-efisiensi dalam pemanfaatan ruang dan

sumber daya yang ada di wilayah tersebut. Perubahan akibat

pertumbuhan dan perkembangan ini pada dasarnya diakibatkan oleh

beberapa aspek kehidupan, antara lain adanya pertambahan jumlah

penduduk, peningkatan dan perubahan kegiatan sosial ekonomi, pesatnya

perkembangan infrastruktur seperti jaringan transportasi dan komunikasi,

serta adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan

tersebut baik secara fisik dan non fisik berkaitan langsung dengan

perubahan sikap, perilaku dan pola kehidudan penduduk di dalam suatu

wilayah. Pada tahap selanjutnya keadaan tersebut akan menentukan laju

pembangunan berbagai sektor yang dilakukan baik oleh pemerintah,

pihak swasta maupun masyarakat.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

mengamanatkan bahwa setiap daerah Kabupaten dan Kota perlu

menyusun rencana tata ruangnya sebagai arahan pelaksanaan

pembangunan. Dalam pasal 11 ayat 2, ditegaskan bahwa pemerintah

daerah Kabupaten/Kota berwenang dalam melaksanakan penataan ruang

wilayah kabupaten/kota yang meliputi perencanaan ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

Sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah

sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pembangunan Daerah, bahwa kewenangan pelaksanaan

pembangunan termasuk pelaksanaan perencanaan Tata Ruang wilayah

Kabupaten dan Kota berada pada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah

Page 4: alas bab 1

Kota. Selanjutnya dalam kaitannya dengan penyusunan Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional disusun berdasarkan masukan dari RTRW

Kabupaten/Kota dan Propinsi, sedangkan RTRW Propinsi merupakan

wadah sinkronisasi Penataan Ruang antar daerah. Dengan demikian,

maka RTRW Kabupaten tidak lagi merupakan penjabaran dari RTRW

Propinsi, tetapi merupakan perencanaan yang merupakan hak dan

kewenangan daerah Kabupaten itu sendiri sebagai arahan pelaksanaan

pembangunan yang sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi

daerah.

Kewenangan tersebut diperkuat lagi dengan terbitnya Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah yang telah

memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah untuk mengatur

dan mengurus sendiri daerahnya dengan tujuan mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan

publik, pemberdayaan dari peran serta masyarakat, serta peningkatan

daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kecamatan Alas barat, Kecamatan Alas dan Kecamatan Buer (yang

selanjutnya disebut “ALASBUER”), merupakan wilayah yang secara

administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa

Tenggara Barat yang memiliki berbagai potensi sumber daya alam (SDA)

baik yang sudah digali dan dikembangkan maupun yang sedang atau

belum digali. Serta didukung potensi sumber daya manusia (SDM) yang

saat ini banyak bekerja di sektor pertanian. Dalam rangka meningkatkan

potensi perekonomian maka perlu dilakukan upaya pengembangan

wilayah Kecamatan Alas barat, Kecamatan Alas, dan Kecamatan Buer

yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah “ALASBUER” dengan

menggali prospek-prospek yang potensial untuk dikembangkan demi

tercapainya “masyarakat yang sejahtera dalam keadilan dan adil

dalam kesejahteraan”.

Dengan adanya pengembangan wilayah ini diharapkan mampu

mempercepat pertumbuhan dan perkembangan wilayah “ALASBUER”.

Selain itu juga pengembangan potensi sumber daya alam yang

dituangkan dalam bentuk arahan struktur tata ruang wilayah, rencana

pola ruang wilayah (kawasan lindung dan kawasan budidaya),

Page 5: alas bab 1

pengembangan infrastruktur, pengembangan fasilitas-fasilitas pendukung

kegiatan perekonomian maupun pengembangan sektor unggulan beserta

prioritas pengembangan pada masing-masing sektor diharapkan dapat

digunakan sebagai acuan investasi baik pemerintah, masyarakat maupun

swasta. Untuk jangka pendeknya, usaha ini diharapkan dapat mendorong

peningkatan investasi modal di wilayah ini. Sedangkan jangka panjang

dapat mendorong perkembangan wilayah dan mempercepat pemulihan

perekonomian wilayah dan nasional.

Dalam rangka menjamin adanya konsistensi dan sinkronisasi

dengan dokumen pembangunan yang lebih tinggi, penyusunan rencana

pengembangan wilayah “ALASBUER” ini mengacu pada Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor. 16 Tahun 2009 tentang pedoman penyususunan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dengan tetap mendasarkan

pada kondisi dan potensi wilayah yang ada, permasalahan yang dihadapi

serta aspirasi yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah

masyarakat. Selain itu sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang maka, penyusunan rencana

pengembangan wilayah “ALASBUER” ini mengacu pada Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa yang di dalamnya memuat

sasaran kebijakan mengenai arah pembangunan wilayah “ALASBUER”

dalam kurun waktu 25 tahunan mendatang.

Salah satu kawasan agropolitan di Pulau Sumbawa adalah Kawasan

Agropolitan Alasbuer. Kawasan Agropolitan Alasbuer ditetapkan dengan

Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 379 Tahun 2004, dan

Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 28 Tahun 2005, meliputi 3 kecamatan

di bagian Barat Kabupaten Sumbawa yaitu Kecamatan Alas Barat,

Kecamatan Alas, dan Kecamatan Buer dengan total luas 81,515 Ha.

Ditinjau dari segi potensi kawasan, pengembangan kawasan agropolitan

ini bertumpu pada dua potensi yaitu potensi pengembangan lahan kering

dan potensi pengembangan bahari.

Dalam dokumen perencanaan spasial Provinsi Nusa Tenggara Barat

yang tertuang dalam Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi

Nusa Tenggara Barat, Kawasan Alasbuer telah ditetapkan sebagai

Kawasan Strategis Provinsi (KSP), dengan sektor unggulan pertanian,

perkebunan, peternakan, perikanan, dan pariwisata. Hal tersebut

Page 6: alas bab 1

dikarenakan kawasan Alasbuer memiliki potensi strategis dari aspek

ekonomi yang meliputi potensi sumberdaya alam spasial yang cukup

beragam, seperti sumberdaya hutan, sumberdaya lahan, sumberdaya air,

serta sumberdaya kelautan dan pesisir, sehingga memiliki peluang bagi

berkembangnya investasi. Disamping itu, Kawasan Agropolitan Alasbuer

dilintasi oleh jalur transnasional Banda Aceh – Kupang yang merupakan

jalur sabuk selatan nasional, sehingga memiliki akesibilitas yang sangat

baik bagi arus distribusi barang dan jasa dalam skala regional dan

nasional. Didukung oleh keragaman karakteristik fisik dan klimatologi

antar subkawasan, merupakan potensi untuk mengembangkan berbagai

jenis komoditas unggulan termasuk komoditas unggulan lokal. Karena itu,

menyadari potensi strategis kawasan Alasbuer, maka sesuai dengan

prinsip pembangunan Nusa Tenggara Barat berasaskan pada PIN

(Percepatan, Inovasi dan Nilai Tambah), maka dalam rangka

pengembangan kawasan Alasbuer memerlukan Rencana Aksi yang fokus,

sistematis dan terpadu untuk mengembangan kawasan Alasbuer sebagai

kawasan ekonomi yang dapat memberikan pengaruh positif bagi

masyarakat sekitarnya, ataupun bagi perekonomian Nusa Tenggara Barat.

Dengan demikian akan terjalin keterkaitan dengan dokumen

perencanaan pembangunan yang lebih tinggi serta terdapat kesesuaian

dengan kondisi dan potensi daerah serta aspirasi masyarakat. Pada

akhirnya arah pengembangan wilayah yang tertuang Rencana Tata Ruang

Wilayah “ALASBUER” benar-benar mampu mendukung terwujudnya ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat dirumuskan masalah yang akan di bahas pada laporan studio

pengembangan wilayah “ALASBUER”. Rumusan masalah akan

menggambarkan hal-hal yang akan di bahas dalam laporan studio

pengembangan wilayah ini. Adapun rumusan masalah dalam laporan

studio pengembangan wilayah “ALASBUER” adalah sebagai berikut :

Page 7: alas bab 1

1. Bagaimanakah kajian mengenai kebijakan pembangunan dalam

pengembangan wilayah “Alas barat, Alas, Buer” baik yang

tercantum dalam undang-undang maupun peratuan daerah ?

2. Seperti apakah kondisi gambaran umum wilayah studio

pengembangan “Alas barat, Alas, Buer” di lihat dari berbagai

aspek ?

3. Apakah yang menjadi isu-isu eksternal dan internal terkait

potensi, masalah,dan prospek pengembangan wilayah “Alas

barat, Alas, Buer” ?

4. Seperti apakah analisa perencanaan untuk pengembangan

wilayah “Alas barat, Alas, Buer” untuk kedepannya ?

5. Bagaimanakah rencana struktur ruang dan rencana pola ruang di

wilayah “Alas barat, Alas, Buer” ?

6. Bagaimanakah rencana penetapan kawasan strategis/andalan di

wilayah “Alas barat, Alas, Buer” ?

1.2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan

Agropolitan Alasbuer Provinsi Nusa Tenggara Barat

dimaksudkan sebagai upaya yang terarah dan terencana

untuk optimalisasi pengelolaan kawasan agropolitan

Alasbuer sesuai dengan karakteristik dan potensi kawasan

dan subkawasan.

b. Tujuan

Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan

Agropolitan Alasbuer, adalah :

1. Sebagai dokumen perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan terkait dengan pengembangan wilayah

NTB sebagai kawasan pengembangan agrobisnis dan

pariwisata untuk meningkatkan daya saing daerah

dengan tetap memperhatikan daya dukung sumberdaya

alam dan kelestarian lingkungan hidup.

Page 8: alas bab 1

2. Sebagai panduan dalam percepatan pembangunan

wilayah dan peningkatan keterkaitan desa-kota dengan

mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis

yang berdaya saing.

3. Sebagai dokumen untuk merancang alokasi sumberdaya

input dalam setiap tahapan kegiatan pembangunan yang

meliputi dana, tenaga dan waktu untuk menghasilkan

output yang diharapkan.

1.3 Sasaran dan Manfaat

a. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya

dokumen Rencana Pengelolaan Kawasan Agropolitan

Alasbuer, yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan

kawasan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah dan

tahapan pelaksanaan kegiatan. Sasaran kegiatan adalah

seluruh wilayah kawasan agropolitan Alasbuer Kabupaten

Sumbawa.

b. Manfaat

Manfaat dokumen perencanaan Rencana Pengelolaan

Kawasan Agropolitan Alasbuer, antara lain :

1. Bagi Pemerintah : merupakan dokumen yang dapat

berfungsi sebagai pemberi arahan bagi pembangunan

dalam kerangka wilayah dan lingkungan sesuai

dengan peruntukan kawasan,

2. Bagi Pemerintah Provinsi : merupakan dokumen yang

dapat berfungsi sebagai acuan dalam merancang

alokasi sumber daya input seperti pertanian,

perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata

sebagai dukungan dalam pelaksanaan kegiatan

pembangunan serta mendorong masuknya investasi,

3. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota : merupakan

dokumen yang dapat berfungsi sebagai acuan dalam

menyusun rencana pelaksanaan kegiatan

Page 9: alas bab 1

pembangunan dengan mempertimbangkan ruang dan

waktu lebih detail,

4. Bagi Masyarakat : merupakan dokumen yang akan

mendorong gerakan dan partisipasi masyarakat dalam

pengembangan kawasan.

1.4 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dalam laporan studio pengembangan wilayah dibagi

menjadi dua ruang lingkup. Yaitu ruang lingkup wilayah, ruang lingkup

temporal dan ruang lingkup materi. Lingkup wilayah adalah pembatasan

wilayah identifikasi secara geografis. Ruang lingkup materi mencakup

pembatasan materi yang akan dibahas dalam laporan studio

pengembangan wilayah ini. Sedangkan Ruang lingkup temporal mencakup

jangkauan tahun rencana aksi yakni 5 (lima) tahun mulai tahun 2012 s.d.

2016.

1.4.1. Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah yang menjadi objek studi dalam laporan studio

pengembangan wilayah ini meliputi seluruh wilayah administrasi dari 3

kecamatan yang terdiri dari :

1. Kecamatan Alas Barat;

2. Kecamatan Alas; dan

3. Kecamatan Buer.

Yang terbagi menjadi 18 desa dan 133 dusun. Selanjutnya dalam

laporan ini ketiga kecamatan tersebut kami sebut dengan wilayah

pengembangan “ALASBUER”. Wilayah “ALASBUER” ini masuk dalam

wilayah Kabupaten Sumbawa yang secara administrasi berbatasan

dengan :

Utara : Perbatasan Laut Flores

Timur : Kecamatan Utan

Selatan : Kecamatan Batu Lanteh

Barat : Kecamatan Seteluk

Mengenai orientasi wilayah “ALASBUER” terhadap Kabupaten

Sumbawa dan juga batas-batas administrasi wilayah pengembangan

dapat dilihat pada peta 1.1 pada halaman berikut.

1.4.2 Lingkup Materi

Page 10: alas bab 1

Lingkup materi yang akan menjadi pokok bahasan dalam laporan

studio pengembangan “ALASBUER” adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan pembangunan pertanian dan kepariwisataan daerah

yang mencakup pembahasan mengenai kebijakan umum

pembangunan daerah, tinjauan spatial kawasan agropolitan di

Nusa Tenggara Barat, kebijakan pengembangan agropolitan di

NTB, kebijakan pengembangan agropolitan di Kabupaten

Sumbawa dan kewenangan pemerintah Provinsi dalam

pengelolaan kawasan agropolitan.

2. Fakta dan kebutuhan pengembangan kawasan yang memuat

kondisi umum Nusa Tenggara Barat, Kondisi agropolitan di Nusa

Tenggara Barat, Kondisi Kawasan Agropolitan Alasbuer.

3. Analisa Kebutuhan Kegiatan mencakup kebutuhan

pengembangan kawasan agropolitan Alasbuer berdasarkan

target dan kondisi yang ada.

4. Rencana pengembangan kawasan agropolitan Alasbuer yang

merupakan bagian akhir mencakup identifikasi jenis kegiatan,

pihak yang terkait dan peran/tugas pokok dan fungsi para pihak

yang terlibat, waktu pelaksanaan kegiatan maupun sumber

pembiayaan pembangunan.

Peta 1.1 Peta Orientasi Wilayah “ALASBUER” Terhadap Kabupaten Sumbawa

Page 11: alas bab 1

Kab. LombokUtara

Kab. Lombok Tengah

SELAT ALAS

LAUT JAWA

SAMUDERA HINDIA

Kab. LombokTimur

420000

420000

440000

440000

460000

460000

480000

480000

902

00

00

902

00

00

904

00

00

904

00

00

906

00

00

906

00

00

908

00

00

908

00

00

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ( PLANOLOGI )UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM2012

Judul Peta : Peta Orientasi Wilayah Masliaga

1:320000SKALA

Legenda :

Wilayah masliaga.shpKec. MasbagikKec. SukamuliaKec. Suralaga

Danau segara anak.shpAdm kabupaten.shp

N

EW

S

Page 12: alas bab 1

1. Rencana struktur ruang yang meliputi :

Rencana struktur kegiatan wilayah perencanaan

Rencana sistem perkotaan wilayah perencanaan

Rencana sistem prasarana wilayah perencanaan

2. Rencana pola ruang yang meliputi :

Rencana pola ruang kawasan lindung

Rencana pola ruang kawasan budidaya

3. Rencana kawasan strategis/andalan yang meliputi :

Penetapan kawasan strategis/andalan kabupaten

Penetapan kawasan strategis/andalan wilayah perencanaan

4. Peta-peta pendukung yang meliputi :

Peta dasar wilayah

Peta eksisting

Peta rencana

1.5 METODOLOGI

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan

dengan mengadakan survey primer dan sekunder

1.5.1.1 Survey Primer

Survey primer dilakukan untuk mengumpulkan data-data

dengan melakukan observasi (pengamatan lapangan) dan

penyebaran questioner.

a. Observasi (pengamatan lapangan)

Kegiatan observasi dilakukan untuk mendapatkan

gambaran menyeluruh mengenai kondisi eksisting wilayah

perencanaan yang meliputi kondisi fisik kawasan,

perekonomian wilayah, serta corak sosial dan budaya

masyarakat. Observasi dilakukan dengan mengamati

secara visual wilayah perencanaan secara langsung di

lapangan untuk mendapatkan data-data mengenai

seluruh aspek pembangunan. Dengan turun langsung ke

lapangan maka sekaligus dapat dilakukan pengecekan

kondisi sebenarnya dan diharapkan akan dikenali potensi

dan permasalahan yang ada di wilayah perencanaan.

Page 13: alas bab 1

b. Penyebaran Questioner

Penyebaran Questioner dilakukan dengan mengadakan

wawancara langsung dengan masyarakat. Questioner

berisi daftar pertanyaan yang bersifat adjective checklist

(responden diminta memilih salah satu dari beberapa

pilihan jawaban) dan diharapkan responden dapat

memberikan masukan pendapat sehingga informasi yang

diharapkan dapat tergali lebih baik. Penyebaran

questioner kepada masyarakat dilakukan untuk

mengetahui kebutuhan apa saja yang belum

terakomodasi dalam kegiatan pembangunan yang sedang

berlangsung. Questioner ini bisa menjadi penyalur aspirasi

masyarakat dan hasilnya akan digunakan sebagai bahan

masukan dalam menentukan rencana pengembangan

wilayah.

1.5.1.2 Survey Sekunder

Untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh

melalui survey primer, maka dilakukan pula survey sekunder.

Kegiatan survey sekunder dilakukan untuk mendapatkan data-

data kepustakaan (data-data instansional) yang berkaitan

dengan semua aspek pembangunan di wilayah perencanaan.

Survey dilakukan ke instansi-instansi yang ada dalam lingkup

Pemerintah kabupaten Sumbawa yang terkait dengan data-data

yang dibutuhkan yang akan digunakan sebagai acuan dalam

perencanaan pengembangan wilayah studi.

Adapun data-data yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 1.1Data-data Instansional dan Sumber Data

Aspek data Data yang dibutuhkan Sumber

Analisa struktur

ruang

RTRW Kabupaten Sumbawa BAPPEDA/PU

RPJMD Kabupaten Sumbawa BAPPEDA/PU

UU No.26 tahun 2007

Permen PU no.

16/PRT/M/2009

Page 14: alas bab 1

SNI no. 03-1733-2004

Fisik Dasar Geografis RTRW/PU

Topografi RTRW/PU

Klimatologi RTRW/PU

Geomorfologi RTRW/PU

Geologi RTRW/PU

Hidrologi RTRW/PU

Ekonomi PDRB BPS/Kecamatan

Struktur ekonomi wilayah BPS/Kecamatan

PDRB Per Kapita BPS/Kecamatan

Pertumbuhan ekonomi BPS/Kecamatan

Investasi BPS/Kecamatan

Infrastruktur ekonomi BPS/Kecamatan

Sosial Budaya Kependudukan BPS/Kecamatan

Kesehatan BPS/DINKES

Pendidikan DIKPORA/BPS

Ketenagakerjaan DISNAKER/BPS

Kehidupan beragama DEPAG/BPS

Politik Hukum

Pemerintahan

Politik BPS/Kecamatan

Hukum BPS/Kecamatan

Pemerintahan BPS/Kecamatan

Kondisi Tata Guna Lahan BPS/PU/BPN

Sistem

Transportasi

Pola

pergerakan/pengangkutan

BPS/PU

Fasilitas transportasi BPS/PU

Jaringan jalan BPS/PU

Sebaran Fasilitas BPS

1.5.2 Metode Analisa

Setelah terkumpul data dan informasi baik yang diperoleh

melalui survey primer dan survey sekunder maka dilakukan analisa

sesuai dengan lingkup kegiatan yang meliputi : (1) analisa kebijakan

pembangunan, (2) analisa potensi, masalah dan prospek

pengembangan, (3) analisa regional, (4) analisa kependudukan dan (5)

Page 15: alas bab 1

analisa ekonomi wilayah. Adapun metode yang digunakan diantaranya

:

1. Analisa kebijakan pembangunan

Analisis kebijakan pembangunan merupakan kajian terhadap

kebijakan dan arahan yang ada dan terkait secara langsung dengan

wilayah perencanaan. Hal ini dilakukan untuk memahami arahan

kebijakan pengembangan wilayah “Alas barat, Alas, Buer” dan

kedudukannya dalam perspektif kebijakan pembangunan di

atasnya.

Selain itu analisis ini juga bertujuan untuk mengantisipasi dan

mengakomodasi program-program pembangunan

kawasan/kabupaten/kota yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu,

selain dilakukan kajian terhadap tujuan dan sasaran pembangunan

di Kabupaten Sumbawa, juga dilakukan kajian terhadap RTRW

Provinsi NTB. Hal ini diperlukan agar penataan ruang wilayah

kabupaten terdapat keseimbangan antara top down planning

(perencanaan dari atas) dengan aspek bottom up planning. Dengan

demikian konflik pemanfaatan ruang, baik antara kelompok maupun

individu dapat dihindari.

Kajian dilakukan dengan menggunakan metode analisis

deskriptif yang menjabarkan fakta peraturan yang ada dan

menganalisis lebih lanjut dan mendalam kebijakan-kebijakan

tersebut. Dari kajian kebijakan diharapkan didapat keluaran berupa

keunggulan pengembangan wilayah, konsepsi pengembangan

wilayah, fungsi dan peran yang dibebankan pada wilayah

“ALASBUER” dalam lingkup regional serta seberapa besar dan

bagaimana peluang serta tantangan pengembangan wilayah

tersebut sebagai konsekuensinya dalam lingkup regional.

2. Analisa potensi, masalah dan prospek pengembangan

Analisa ini digunakan untuk mengindentifikasi isu-isu terkait

dengah pengembangan wilayah “Alas barat, Alas, Buer”.

Diantaranya adalah isu-isu eksternal berupa peluang dan tantangan

dalam pengembangan wilayah ini serta isu-isu internal berupa

kekuatan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah.

Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan analisa

SWOT (strength, weakness, opportunity, threat). Analisa ini

Page 16: alas bab 1

dilakukan dengan memadukan tiap isu yang ada untuk

mendapatkan strategi yang tepat dalam upaya pengembangan

wilayah. Analisa SWOT dilakukan dengan sistematika sebagai

berikut :

Memanfaatkan setiap potensi/kekuatan yang ada untuk

meraih peluang

Mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk meraih peluang

Memanfaatkan potensi yang ada untuk menghadapi

tantangan

Meminimalkan kelemahan untuk bertahan menhadapi

ancaman

3. Analisa regional

Analisis regional dilakukan untuk memahami kedudukan dan

keterkaitan wilayah “Alas barat, Alas, Buer” dalam sistem regional

yang lebih luas (Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara

Barat) dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya.

Metode yang dipergunakan adalah dengan metodologi kualitatif

pendekatan spatial dengan melakukan analisis kebijakan

kedudukan perwilayahan “ALASBUER” terhadap muatan dan

struktur rencana tata ruang yang berada pada hierarki di atasnya.

4. Analisa kependudukan

Analisa kependudukan dilakukan untuk mengetahui kondisi

sumber daya manusia yang ada di wilayah “Alas barat, Alas, Buer”.

Analisis sumber daya manusia ini dilakukan untuk memahami

aspek-aspek sosial kependudukan terutama yang memiliki

pengaruh terhadap pertumbuhan perkembangan sosial dan

ekonomi. Selain itu juga untuk memahami faktor-faktor sosial

kemasyarakatan yang mempengaruhi perkembangan wilayah serta

hubungan diantara faktor-faktor tersebut. Dari hasil analisis ini

dapat diketahui sebaran/distribusi, struktur, kualitas, tingkat

pertumbuhan penduduk serta potensi sumberdaya manusia yang

dapat dikembangkan. Dalam pengembangan wilayah, aspek

kependudukan mempunyai peranan penting sebagai komponennya.

Analisa kependudukan dalam laporan pengembangan wilayah

“Alas barat, Alas, Buer” difokuskan pada perkembangan penduduk

Page 17: alas bab 1

di tiap wilayah yang akan menjadi dasar dalam memproyeksikan

jumlah penduduk. Dalam memproyeksikan jumlah penduduk akan

digunakan komparasi dua metode proyeksi, yaitu :

I. Metode Geometrik

Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode geometrik

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Pt = P0 (1 + r)n

Dimana : Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi

P0 = jumlah penduduk awal proyeksi

r = tingkat pertumbuhan penduduk

n = rentang tahun

II. Metode Linear

Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode linear

menggunakan rumus sebagai berikut :

Pt = P0 (1 + r.n)

Dimana : Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi

P0 = jumlah penduduk awal proyeksi (8.314

jiwa)

r = tingkat pertumbuhan penduduk (0,059)

n = rentang tahun

Hasil proyeksi penduduk ini akan digunakan sebagai dasar untuk

melakukan analisa sarana dan prasarana di wilayah “ALASBUER”.

5. Analisa ekonomi wilayah

Pengembangan tata ruang wilayah pada dasarnya adalah

pengembangan suatu wilayah dengan meningkatkan pertumbuhan

dalam berbagai aspek yang ada pada wilayah tersebut, salah

satunya adalah aspek ekonomi. Analisa ekonomi wilayah dilakukan

dalam rangka mewujudkan ekonomi wilayah yang berkelanjutan

melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi wilayah

yang lebih luas (regional, nasional dan intersasional). Dalam

pengertian ini, analisa ekonomi diarahkan untuk menciptakan

Page 18: alas bab 1

keterkaitan intraregional (antar kawasan/kabupaten/kota) dan

interregional (antar wilayah).

Analisis yang dilakukan diantaranya analisis mengenai

ekonomi dasar, struktur ekonomi wilayah, pola persebaran ekonomi

dalam wilayah, serta pergerakan baran dan jasa intra dan inter

wilayah. Dari analisa ini diharapkan dapat diketahui karakteristik

perekonomian wilayah “Alas barat, Alas, Buer” dengan

mengidentifikasi basis ekonomi wilayah dan juga sektor-sektor

unggulan. Dalam mengidentifikasi wilayah basis ekonomi serta

sektor dan sub-sektor ekonomi unggulan menggnakan metode

analisa Location Quotient (LQ) dan Share and Growth analysis.

a. Location Quotient (LQ)

Merupakan suatu cara atau metode awal/permulaan

untuk mengetahui kemampuam atau potensi suat wilayah

dalam kegiatan sektor tertentu. Ukuran LQ dapat

digunakan untuk mengukur suatu basis ekonomi dalam

suatu wilayah yang kemudian dapat dijadikan patokan

untuk mengukur kemampuan dan potensi yang dapat

dikembangkan pada suatu daerah dalam aktifitas

perekonomiannya.

Hasil perhitungan LQ akan menggambarkan

kemampuan suatu wilayah atau daerah tertentu dengan

pembagian sebagai berikut :

Jika LQ > 1 : daerah yang bersangkutan

mampu memenuhi kebutuhan wilayah/daerahnya

dan berpotensi untuk mengekspor ke

wilayah/daerah lain;

Jika LQ = 1 :daerah yang bersangkutan hanya

mampu memenuhi kebutuhan wilayah/daerahnya

sendiri atau seimbang;

Jika LQ < 1 : sektor tersebut tidak mampu

memenuhi kebutuhan wilayah/daerahnya dan

cenderung dari wilayah/daerah lain.

Hasil dari penghitungan LQ akan membagi sektor dan sub

sektor ke dalam dua golongan yaitu, kelompok sektor/sub-

Page 19: alas bab 1

sektor basis yang memiliki nilai LQ >1 dan kelompok

sektor/sub-sektor non basis yang memiliki nilai LQ <1.

b. Share and Growth Analysis

Metode Share digunakan untuk menentukan

kontribusi hasil suatu sektor terhadap hasil semua sektor

yang ada diwilayah dalam jangkauan waktu produksi

tertentu. Sedangkan untuk metode growth berguna untuk

mengetahui pertumbuhan tiap sektor tertentu di suatu

wilayah. Berikut rumusan perhitungan untuk analisa

metode Share and Growth :

Rumusan Share : Nilai Produksi sektor A tahunke−n

Nilai produksi semua sektor tahun ke−n

x 100%

Rumusan Growth :

N produksi sektor A tahunke−n−N produksi tersebut pada tahunn−1Nilai produksi sektor A tahunn−1

x 100%

Hasil dari perhitungan Share and Growth akan

memberikan nilai positif serta negatif suatu sektor di

suatu wilayah, dengan sepesifik sebagai berikut : Jika nilai

produksi pada wilayah > dari total Share rata-rata, maka

nilai Share-nya Positif (+), sedangkan jika nilai produksi

pada suatu wilayah < dari total Share rata-rata, maka

nilai Share-nya negatif (-). Lebih jelasnya dapat dilihat

pada kuadran berikut :

No

Sifat sektor

Nilai growth

Nilai share

1

2

3

4

Unggulan

Potensial

Dominan

Positif (+)

Negatif (-)

Positif (+)

Negatif (-)

Positif (+)

Positif (+)

Negatif (-)

Negatif (-)

Share -

-

+

+

Dominan

Unggulan

Statis

Potensial

Growth

Page 20: alas bab 1

Statis

6. Analisa sumber daya buatan

Kemampuan berkembangnya suatu wilayah ditunjukkan

dengan adanya sistem penyebaran, kelengkapan dan kapasitas

pelayanan dari fasilitas dan utilitas sosial yang ada. Perkembangan

penduduk yang tidak diimbangi dengan pengadaan dan penyebaran

fasilitas dan utilitas yang memadai akan menimbulkan dampak

negatif bagi kehidupan penduduk itu sendiri. Sedangkan

penambahan dan penempatan fasilitas serta utilitas sosial untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat justru akan membangkitkan

perkembangan wilayah.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan

fasilitas adalah adanya kecenderungan manusia dalam menuntut

pemenuhan kebutuhan yang dekat, mudah dan aman, sehingga

dalam penyediaan fasilitas di wilayah perkotaan harus diupayakan

untuk memenuhi tuntutan itu dengan cara mencari lokasi yang

strategis, mudah dijangkau dan memenuhi selera

pemakai/konsumennya. Selain itu penambahan fasilitas yang

dilakukan harus menggunakan konsep pemerataan di seluruh

wilayah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk

dalam melakukan kegiatan.

Dalam memperkirakan penambahan fasilitas dan utilitas di wilayah

“Alas barat, Alas, Buer” dilakukan proyeksi kebutuhan berdasarkan

pada hasil proyeksi jumlah penduduk di tahun perencanaan dan

standar kebutuhan fasilitas yang diambil dari SNI 03-1733-2004.

Alur analisa sumber daya buatan dapat dilihat pada bagan berikut :

Proyeksi Jumlah penduduk

20 tahun kedepan

Kebutuhan Fasilitas dan

Utilitas

Kebutuhan Ruang

Standar Perencanaan penyediaan prasarana

Page 21: alas bab 1

1.6 LANDASAN HUKUM DAN PEDOMAN PENYUSUNAN.

Penyusunan laporan studio pengembangan ini tentunya

memerlukan dasar hukum sebagai acuan dalam melakukan analisa serta

menentukan arah perencanaan pengembangan wilayah kedepannya.

Dasar hukum dalam penyusunan laporan studio pengembangan wilayah

“ALASBUER” adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2009

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Wilayah

Kabupaten

3. Standar Nasionl Indonesia (SNI) No. 03-1733-2004 tentang

Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

4. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun

2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa

Tenggara Barat

5. Rencana Tata Ruang Kabupaten Sumbawa tahun 2010-2030

6. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa No.6 Tahun 2009

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahun 2008-2013.

7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan

Pokok-Pokok Agraria;

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan;

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman

10.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

11.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

Rencana sistem Jaringan prasarana

Fasilitas dan Utilitas

Page 22: alas bab 1

12.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional;

13.Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;

14.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang;

15.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

16.Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Berkelanjutan;

17.Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang

Perlindungan Hutan

18.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang

Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah

19.Peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota;

20.Keputusan presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung;

21.Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan

Departemen Pertanian Badan Pengembangan Sumberdaya

Manusia Pertanian Tahun 2002;

22.Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3

Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 - 2029

23.Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 379 Tahun

2004 dan Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 28 Tahun 2005

tentang Penetapan Kawasan Agropolitan Alasbuer;

24.SK Gubernur NTB Nomor 291 E Tahun 2008 Tentang

Perubahan Atas Keputusan Gubernur NTB Nomor 95 Tahun

2006 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja)

Pengembangan Kawasan Agropolitan Provinsi NTB;

25.Keputusan Bupati Sumbawa Nomor tentang Pembentukan

Kelompok Kerja (POKJA) Pengembangan Agropolitan

Alasbuer;

Page 23: alas bab 1

1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Penyusunan Laporan Studio Pengembangan Wilayah “Alas barat,

Alas, Buer” dilakukan dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I

PENDAHULUAN

Bab yang membahas mengenai latar belakang dilakukannya studio

pengembangan wilayah, rumusan permasalahan yang akan

dibahas, tujuan dan sasaran kegiatan, ruang lingkup kegiatan,

metodologi, dasar hukum penyusunan serta sistematika

pembahasan.

BAB II

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

Bab ini menguraikan kajian mengenai kebijakan pembangunan

dalam pengembangan wilayah studi, diantaranya UU No. 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang, kebijakan pembangunan provinsi

yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Daerah Nusa

Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bab ini berisi tentang gambaran umum kondisi wilayah studio

pengembangan wilayah (Alas barat, Alas, Buer) yang mencakup

letak geografis wilayah, kondisi fisik dasar, kondisi fisik binaan, pola

penggunaan lahan, pola penggunaan fungsi kawasan, sistem

transportasi dan pola pergerakan serta sebaran fasilitas.

BAB IV

KONDISI POTENSI, MASALAH dan PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN ALASBUER

Menguraikan analisa potensi yang dimilki permasalahan yang ada

dan prospek penembangan pengembangan kedepan terkait isu-isu

eksternal dan internal akan menjadi pengembangan wilayah studi.

Page 24: alas bab 1

Hasil analisa akan menjadi kerangka acuan dalam penentuan

kebijakan pengembangan wilayah studi kedepan.

BAB V

ANALISA PERENCANAAN

Bab ini merupakan perencanaan di wilayah studi diantaranya :

1. Analisa kedudukan wilayah perencanaan terhadap kabupaten

induknya

2. Analisa Fisik Lahan

3. Analisa Struktur Ruang

4. Analisa Pola Ruang

5. Analisa Kependudukan

6. Analisa Sumberdaya Buatan

7. Analisa Sektor Unggulan Wilayah

Hasil analisa akan menjadi acuan dalam menentukan perencanaan

pengembangan wilayah kedepannya.

BAB VI

RENCANA STRUKTUR RUANG

Bab ini menguraikan rencana struktur ruang wilayah yang

merupakan kerangka tata ruang wilayah studi yang tersusun atas

konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama lain

yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah

terutama jaringan transportasi. Pusat kegiatan ini merupakan

simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi dan administrasi

masyarakat di wilayah studi.

BAB VII

RENCANA POLA RUANG

Memaparkan rencana pola ruang wilayah studi pengembangan

wilayah yaitu perencanaan distribusi peruntukan ruang yang

meliputi rencana perutukan ruang untuk fungsi kawasan lindung

dan fungsi kawasan budidaya.

Page 25: alas bab 1

BAB VIII

RENCANA KAWASAN STRATEGIS / PENGELOLAAN KAWASAN

Mengguraikan perencanaan penetapan kawasan strategis/andalan

yaitu kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena

mempunyai pengaruh sangat penting terhadap pertumbuhan

ekonomi kondisi sosial budaya dan atau kelestarian lingkungan.

Penetapan kawasan strategis ini lebih bersifat indikatif serta harus

di dukung oleh tujuan tertentu sesuai pertimbangan aspek strategis

masing-masing wilayah.

BAB IX

PENUTUP

Bab penutup berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan pada bab-

bab sebelumnya serta rekomendasi terkait dengan pengembangan

wilayah sesuai dengan analisa dan arahan perencanaan yang telah

dilakukan.