alas bab 1
TRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dinamika pembangunan, termasuk pembangunan pertanian, dari
waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan semakin kompleks.
Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan strategis, baik
dalam negeri, regional maupun global, maka strategi pengembangan
sistem dan usaha agribisnis sudah waktunya ditingkatkan menjadi strategi
yang mensinergikan pengembangan strategi agribisnis dengan
pendekatan wilayah. Dan ketersediaan sumber daya untuk pembangunan
yang selalu terbatas dibandingkan dengan kebutuhan. Oleh karena itu
diperlukan suatu perencanaan dalam penataan dan pemanfaatan ruang
sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan yang
berkesinambungan.
Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan
adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat
kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai
sentra kegiatan pertanian yang tertinggal. Berkembangnya kota sebagai
pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek tetes ke bawah (tricle
down effect), tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya
dari wilayah sekitarnya (backwash effect). Urbanisasi terjadi akibat
kecenderungan pembangunan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi
melalui kutub-kutub pertumbuhan (growth poles) yang semula
mengharapkan terjadinya efek tetes dari pusat pertumbuhan ke wilayah
hinterlandnya. Ternyata yang terjadi justru menimbulkan pengurasan
sumberdaya secara besar-besaran. Dengan kata lain, dengan
pembangunan telah terjadi transfer netto sumberdaya dari wilayah
perdesaan ke wilayah perkotaan secara tidak berkeadilan.
Ada beberapa hal yang merupakan penyebab terjadinya backwash
effect tersebut : Pertama, terbukanya akses ke wilayah perdesaan
seringkali mendorong kaum elite kota, pejabat pemerintah, dan
perusahaan melakukan eksploitasi sumberdaya yang ada di desa, pada
posisi masyarakat perdesaan tidak memiliki nilai tawar yang kuat. Kedua :
kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yang
kapasitas sumbedaya manusia dan kelembagaannya masih lemah,
mengakibatkan terhambatnya desiminasi gagasan perubahan, sehingga
intervensi pemerintah menjadi sangat dominan.
Menyadari berbagai permasalahan pembangunan perdesaan
tersebut, konsep agropolitan menjadi salah satu alternative untuk
memecahkan kesenjangan pembangunan perdesaan dan perkotaan.
Agropolitan diartikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang secara dinamis serta memacu berkembangnya sistem dan
kegiatan agribisnis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ber basis
pertanian di wilayah sekitarnya. Secara konseptual kawasan agropolitan
adalah :
Satu kesatuan kawasan pertanian yang ditetapkan dan dibangun
melalui proses partisipatif berdasarkan skala ekonomi yang ada,
terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi
pertanian di sekitarnya, dan memiliki fasilitas perkotaan.
Satu kesatuan kawasan agribisnis yang terdiri dari kota
pertanian dan desa desa sentra produksi pertanian, dan
berkembangnya melalui proses partisipatif berbasis kekuatan
masyarakat lokal.
Proses partisipatif mulai pengkajian, perencanaan, dan
pelaksanaan secara sistematis dan menyeluruhberdasarkan
potensi dan kebutuhan kawasan untuk mendorong
berkembangnya system dan kegiatan agribisnis berbasis
kerakyatan, terdesentralisasi, dan berkelanjutan yang difasilitasi
oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
Konsep pengembangan kawasan agropolitan merupakan perpaduan
dari berbagai program pengembangan kawasan perdesaan yang pada
intinya sebagai upaya mempercepat pertumbuhan kawasan perdesaan,
dimana terdapat satu atau sebagian atau beberapa desa sebagai pusat
pertumbuhan yang didukung oleh wilayah pendukung sekitarnya sebagai
pemasok bahan baku dari hasil pertanian ke desa pusat pertumbuhan.
Esensi dasar dari penataan ruang adalah merupakan suatu langkah
atau kegiatan untuk memberikan input positif kepada obyek didalamnya.
Penataan ruang juga merupakan langkah untuk meminimalkan
ketidaksepahaman kegiatan sosial ekonomi dalam ruang, karena ruang
mempunyai sifat yang terbatas. Berdasarkan sifat ruang yang terbatas,
maka pada satu sisi diperlukan alokasi pemanfaatan ruang yang
diupayakan sedemikian rupa agar pemanfaatan dimaksud memberikan
hasil yang optimal, sedangkan sisi yang lain penataan struktur ruang
diperlukan untuk meningkatkan kesempatan ekonomi yang dimiliki oleh
ruang.
Pemanfaatan ruang yang dan teratur di suatu kota akan menjamin
keselarasan kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya di dalam
melakukan kegiatan dan kelangsungan hidupnya. Sebaliknya
pertumbuhan dan perkembangan wilayah yang tidak teratur dan kurang
terkendali akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan dan
kelestarian lingkungan serta in-efisiensi dalam pemanfaatan ruang dan
sumber daya yang ada di wilayah tersebut. Perubahan akibat
pertumbuhan dan perkembangan ini pada dasarnya diakibatkan oleh
beberapa aspek kehidupan, antara lain adanya pertambahan jumlah
penduduk, peningkatan dan perubahan kegiatan sosial ekonomi, pesatnya
perkembangan infrastruktur seperti jaringan transportasi dan komunikasi,
serta adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan
tersebut baik secara fisik dan non fisik berkaitan langsung dengan
perubahan sikap, perilaku dan pola kehidudan penduduk di dalam suatu
wilayah. Pada tahap selanjutnya keadaan tersebut akan menentukan laju
pembangunan berbagai sektor yang dilakukan baik oleh pemerintah,
pihak swasta maupun masyarakat.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
mengamanatkan bahwa setiap daerah Kabupaten dan Kota perlu
menyusun rencana tata ruangnya sebagai arahan pelaksanaan
pembangunan. Dalam pasal 11 ayat 2, ditegaskan bahwa pemerintah
daerah Kabupaten/Kota berwenang dalam melaksanakan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota yang meliputi perencanaan ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
Sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pembangunan Daerah, bahwa kewenangan pelaksanaan
pembangunan termasuk pelaksanaan perencanaan Tata Ruang wilayah
Kabupaten dan Kota berada pada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah
Kota. Selanjutnya dalam kaitannya dengan penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional disusun berdasarkan masukan dari RTRW
Kabupaten/Kota dan Propinsi, sedangkan RTRW Propinsi merupakan
wadah sinkronisasi Penataan Ruang antar daerah. Dengan demikian,
maka RTRW Kabupaten tidak lagi merupakan penjabaran dari RTRW
Propinsi, tetapi merupakan perencanaan yang merupakan hak dan
kewenangan daerah Kabupaten itu sendiri sebagai arahan pelaksanaan
pembangunan yang sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi
daerah.
Kewenangan tersebut diperkuat lagi dengan terbitnya Undang-
Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah yang telah
memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah untuk mengatur
dan mengurus sendiri daerahnya dengan tujuan mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan
publik, pemberdayaan dari peran serta masyarakat, serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kecamatan Alas barat, Kecamatan Alas dan Kecamatan Buer (yang
selanjutnya disebut “ALASBUER”), merupakan wilayah yang secara
administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa
Tenggara Barat yang memiliki berbagai potensi sumber daya alam (SDA)
baik yang sudah digali dan dikembangkan maupun yang sedang atau
belum digali. Serta didukung potensi sumber daya manusia (SDM) yang
saat ini banyak bekerja di sektor pertanian. Dalam rangka meningkatkan
potensi perekonomian maka perlu dilakukan upaya pengembangan
wilayah Kecamatan Alas barat, Kecamatan Alas, dan Kecamatan Buer
yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah “ALASBUER” dengan
menggali prospek-prospek yang potensial untuk dikembangkan demi
tercapainya “masyarakat yang sejahtera dalam keadilan dan adil
dalam kesejahteraan”.
Dengan adanya pengembangan wilayah ini diharapkan mampu
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan wilayah “ALASBUER”.
Selain itu juga pengembangan potensi sumber daya alam yang
dituangkan dalam bentuk arahan struktur tata ruang wilayah, rencana
pola ruang wilayah (kawasan lindung dan kawasan budidaya),
pengembangan infrastruktur, pengembangan fasilitas-fasilitas pendukung
kegiatan perekonomian maupun pengembangan sektor unggulan beserta
prioritas pengembangan pada masing-masing sektor diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan investasi baik pemerintah, masyarakat maupun
swasta. Untuk jangka pendeknya, usaha ini diharapkan dapat mendorong
peningkatan investasi modal di wilayah ini. Sedangkan jangka panjang
dapat mendorong perkembangan wilayah dan mempercepat pemulihan
perekonomian wilayah dan nasional.
Dalam rangka menjamin adanya konsistensi dan sinkronisasi
dengan dokumen pembangunan yang lebih tinggi, penyusunan rencana
pengembangan wilayah “ALASBUER” ini mengacu pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor. 16 Tahun 2009 tentang pedoman penyususunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dengan tetap mendasarkan
pada kondisi dan potensi wilayah yang ada, permasalahan yang dihadapi
serta aspirasi yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat. Selain itu sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang maka, penyusunan rencana
pengembangan wilayah “ALASBUER” ini mengacu pada Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa yang di dalamnya memuat
sasaran kebijakan mengenai arah pembangunan wilayah “ALASBUER”
dalam kurun waktu 25 tahunan mendatang.
Salah satu kawasan agropolitan di Pulau Sumbawa adalah Kawasan
Agropolitan Alasbuer. Kawasan Agropolitan Alasbuer ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 379 Tahun 2004, dan
Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 28 Tahun 2005, meliputi 3 kecamatan
di bagian Barat Kabupaten Sumbawa yaitu Kecamatan Alas Barat,
Kecamatan Alas, dan Kecamatan Buer dengan total luas 81,515 Ha.
Ditinjau dari segi potensi kawasan, pengembangan kawasan agropolitan
ini bertumpu pada dua potensi yaitu potensi pengembangan lahan kering
dan potensi pengembangan bahari.
Dalam dokumen perencanaan spasial Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang tertuang dalam Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi
Nusa Tenggara Barat, Kawasan Alasbuer telah ditetapkan sebagai
Kawasan Strategis Provinsi (KSP), dengan sektor unggulan pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan pariwisata. Hal tersebut
dikarenakan kawasan Alasbuer memiliki potensi strategis dari aspek
ekonomi yang meliputi potensi sumberdaya alam spasial yang cukup
beragam, seperti sumberdaya hutan, sumberdaya lahan, sumberdaya air,
serta sumberdaya kelautan dan pesisir, sehingga memiliki peluang bagi
berkembangnya investasi. Disamping itu, Kawasan Agropolitan Alasbuer
dilintasi oleh jalur transnasional Banda Aceh – Kupang yang merupakan
jalur sabuk selatan nasional, sehingga memiliki akesibilitas yang sangat
baik bagi arus distribusi barang dan jasa dalam skala regional dan
nasional. Didukung oleh keragaman karakteristik fisik dan klimatologi
antar subkawasan, merupakan potensi untuk mengembangkan berbagai
jenis komoditas unggulan termasuk komoditas unggulan lokal. Karena itu,
menyadari potensi strategis kawasan Alasbuer, maka sesuai dengan
prinsip pembangunan Nusa Tenggara Barat berasaskan pada PIN
(Percepatan, Inovasi dan Nilai Tambah), maka dalam rangka
pengembangan kawasan Alasbuer memerlukan Rencana Aksi yang fokus,
sistematis dan terpadu untuk mengembangan kawasan Alasbuer sebagai
kawasan ekonomi yang dapat memberikan pengaruh positif bagi
masyarakat sekitarnya, ataupun bagi perekonomian Nusa Tenggara Barat.
Dengan demikian akan terjalin keterkaitan dengan dokumen
perencanaan pembangunan yang lebih tinggi serta terdapat kesesuaian
dengan kondisi dan potensi daerah serta aspirasi masyarakat. Pada
akhirnya arah pengembangan wilayah yang tertuang Rencana Tata Ruang
Wilayah “ALASBUER” benar-benar mampu mendukung terwujudnya ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat dirumuskan masalah yang akan di bahas pada laporan studio
pengembangan wilayah “ALASBUER”. Rumusan masalah akan
menggambarkan hal-hal yang akan di bahas dalam laporan studio
pengembangan wilayah ini. Adapun rumusan masalah dalam laporan
studio pengembangan wilayah “ALASBUER” adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kajian mengenai kebijakan pembangunan dalam
pengembangan wilayah “Alas barat, Alas, Buer” baik yang
tercantum dalam undang-undang maupun peratuan daerah ?
2. Seperti apakah kondisi gambaran umum wilayah studio
pengembangan “Alas barat, Alas, Buer” di lihat dari berbagai
aspek ?
3. Apakah yang menjadi isu-isu eksternal dan internal terkait
potensi, masalah,dan prospek pengembangan wilayah “Alas
barat, Alas, Buer” ?
4. Seperti apakah analisa perencanaan untuk pengembangan
wilayah “Alas barat, Alas, Buer” untuk kedepannya ?
5. Bagaimanakah rencana struktur ruang dan rencana pola ruang di
wilayah “Alas barat, Alas, Buer” ?
6. Bagaimanakah rencana penetapan kawasan strategis/andalan di
wilayah “Alas barat, Alas, Buer” ?
1.2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan
Agropolitan Alasbuer Provinsi Nusa Tenggara Barat
dimaksudkan sebagai upaya yang terarah dan terencana
untuk optimalisasi pengelolaan kawasan agropolitan
Alasbuer sesuai dengan karakteristik dan potensi kawasan
dan subkawasan.
b. Tujuan
Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan
Agropolitan Alasbuer, adalah :
1. Sebagai dokumen perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan terkait dengan pengembangan wilayah
NTB sebagai kawasan pengembangan agrobisnis dan
pariwisata untuk meningkatkan daya saing daerah
dengan tetap memperhatikan daya dukung sumberdaya
alam dan kelestarian lingkungan hidup.
2. Sebagai panduan dalam percepatan pembangunan
wilayah dan peningkatan keterkaitan desa-kota dengan
mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis
yang berdaya saing.
3. Sebagai dokumen untuk merancang alokasi sumberdaya
input dalam setiap tahapan kegiatan pembangunan yang
meliputi dana, tenaga dan waktu untuk menghasilkan
output yang diharapkan.
1.3 Sasaran dan Manfaat
a. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya
dokumen Rencana Pengelolaan Kawasan Agropolitan
Alasbuer, yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
kawasan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah dan
tahapan pelaksanaan kegiatan. Sasaran kegiatan adalah
seluruh wilayah kawasan agropolitan Alasbuer Kabupaten
Sumbawa.
b. Manfaat
Manfaat dokumen perencanaan Rencana Pengelolaan
Kawasan Agropolitan Alasbuer, antara lain :
1. Bagi Pemerintah : merupakan dokumen yang dapat
berfungsi sebagai pemberi arahan bagi pembangunan
dalam kerangka wilayah dan lingkungan sesuai
dengan peruntukan kawasan,
2. Bagi Pemerintah Provinsi : merupakan dokumen yang
dapat berfungsi sebagai acuan dalam merancang
alokasi sumber daya input seperti pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata
sebagai dukungan dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan serta mendorong masuknya investasi,
3. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota : merupakan
dokumen yang dapat berfungsi sebagai acuan dalam
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan
pembangunan dengan mempertimbangkan ruang dan
waktu lebih detail,
4. Bagi Masyarakat : merupakan dokumen yang akan
mendorong gerakan dan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan kawasan.
1.4 RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam laporan studio pengembangan wilayah dibagi
menjadi dua ruang lingkup. Yaitu ruang lingkup wilayah, ruang lingkup
temporal dan ruang lingkup materi. Lingkup wilayah adalah pembatasan
wilayah identifikasi secara geografis. Ruang lingkup materi mencakup
pembatasan materi yang akan dibahas dalam laporan studio
pengembangan wilayah ini. Sedangkan Ruang lingkup temporal mencakup
jangkauan tahun rencana aksi yakni 5 (lima) tahun mulai tahun 2012 s.d.
2016.
1.4.1. Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah yang menjadi objek studi dalam laporan studio
pengembangan wilayah ini meliputi seluruh wilayah administrasi dari 3
kecamatan yang terdiri dari :
1. Kecamatan Alas Barat;
2. Kecamatan Alas; dan
3. Kecamatan Buer.
Yang terbagi menjadi 18 desa dan 133 dusun. Selanjutnya dalam
laporan ini ketiga kecamatan tersebut kami sebut dengan wilayah
pengembangan “ALASBUER”. Wilayah “ALASBUER” ini masuk dalam
wilayah Kabupaten Sumbawa yang secara administrasi berbatasan
dengan :
Utara : Perbatasan Laut Flores
Timur : Kecamatan Utan
Selatan : Kecamatan Batu Lanteh
Barat : Kecamatan Seteluk
Mengenai orientasi wilayah “ALASBUER” terhadap Kabupaten
Sumbawa dan juga batas-batas administrasi wilayah pengembangan
dapat dilihat pada peta 1.1 pada halaman berikut.
1.4.2 Lingkup Materi
Lingkup materi yang akan menjadi pokok bahasan dalam laporan
studio pengembangan “ALASBUER” adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan pembangunan pertanian dan kepariwisataan daerah
yang mencakup pembahasan mengenai kebijakan umum
pembangunan daerah, tinjauan spatial kawasan agropolitan di
Nusa Tenggara Barat, kebijakan pengembangan agropolitan di
NTB, kebijakan pengembangan agropolitan di Kabupaten
Sumbawa dan kewenangan pemerintah Provinsi dalam
pengelolaan kawasan agropolitan.
2. Fakta dan kebutuhan pengembangan kawasan yang memuat
kondisi umum Nusa Tenggara Barat, Kondisi agropolitan di Nusa
Tenggara Barat, Kondisi Kawasan Agropolitan Alasbuer.
3. Analisa Kebutuhan Kegiatan mencakup kebutuhan
pengembangan kawasan agropolitan Alasbuer berdasarkan
target dan kondisi yang ada.
4. Rencana pengembangan kawasan agropolitan Alasbuer yang
merupakan bagian akhir mencakup identifikasi jenis kegiatan,
pihak yang terkait dan peran/tugas pokok dan fungsi para pihak
yang terlibat, waktu pelaksanaan kegiatan maupun sumber
pembiayaan pembangunan.
Peta 1.1 Peta Orientasi Wilayah “ALASBUER” Terhadap Kabupaten Sumbawa
Kab. LombokUtara
Kab. Lombok Tengah
SELAT ALAS
LAUT JAWA
SAMUDERA HINDIA
Kab. LombokTimur
420000
420000
440000
440000
460000
460000
480000
480000
902
00
00
902
00
00
904
00
00
904
00
00
906
00
00
906
00
00
908
00
00
908
00
00
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA ( PLANOLOGI )UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM2012
Judul Peta : Peta Orientasi Wilayah Masliaga
1:320000SKALA
Legenda :
Wilayah masliaga.shpKec. MasbagikKec. SukamuliaKec. Suralaga
Danau segara anak.shpAdm kabupaten.shp
N
EW
S
1. Rencana struktur ruang yang meliputi :
Rencana struktur kegiatan wilayah perencanaan
Rencana sistem perkotaan wilayah perencanaan
Rencana sistem prasarana wilayah perencanaan
2. Rencana pola ruang yang meliputi :
Rencana pola ruang kawasan lindung
Rencana pola ruang kawasan budidaya
3. Rencana kawasan strategis/andalan yang meliputi :
Penetapan kawasan strategis/andalan kabupaten
Penetapan kawasan strategis/andalan wilayah perencanaan
4. Peta-peta pendukung yang meliputi :
Peta dasar wilayah
Peta eksisting
Peta rencana
1.5 METODOLOGI
1.5.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan
dengan mengadakan survey primer dan sekunder
1.5.1.1 Survey Primer
Survey primer dilakukan untuk mengumpulkan data-data
dengan melakukan observasi (pengamatan lapangan) dan
penyebaran questioner.
a. Observasi (pengamatan lapangan)
Kegiatan observasi dilakukan untuk mendapatkan
gambaran menyeluruh mengenai kondisi eksisting wilayah
perencanaan yang meliputi kondisi fisik kawasan,
perekonomian wilayah, serta corak sosial dan budaya
masyarakat. Observasi dilakukan dengan mengamati
secara visual wilayah perencanaan secara langsung di
lapangan untuk mendapatkan data-data mengenai
seluruh aspek pembangunan. Dengan turun langsung ke
lapangan maka sekaligus dapat dilakukan pengecekan
kondisi sebenarnya dan diharapkan akan dikenali potensi
dan permasalahan yang ada di wilayah perencanaan.
b. Penyebaran Questioner
Penyebaran Questioner dilakukan dengan mengadakan
wawancara langsung dengan masyarakat. Questioner
berisi daftar pertanyaan yang bersifat adjective checklist
(responden diminta memilih salah satu dari beberapa
pilihan jawaban) dan diharapkan responden dapat
memberikan masukan pendapat sehingga informasi yang
diharapkan dapat tergali lebih baik. Penyebaran
questioner kepada masyarakat dilakukan untuk
mengetahui kebutuhan apa saja yang belum
terakomodasi dalam kegiatan pembangunan yang sedang
berlangsung. Questioner ini bisa menjadi penyalur aspirasi
masyarakat dan hasilnya akan digunakan sebagai bahan
masukan dalam menentukan rencana pengembangan
wilayah.
1.5.1.2 Survey Sekunder
Untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh
melalui survey primer, maka dilakukan pula survey sekunder.
Kegiatan survey sekunder dilakukan untuk mendapatkan data-
data kepustakaan (data-data instansional) yang berkaitan
dengan semua aspek pembangunan di wilayah perencanaan.
Survey dilakukan ke instansi-instansi yang ada dalam lingkup
Pemerintah kabupaten Sumbawa yang terkait dengan data-data
yang dibutuhkan yang akan digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan pengembangan wilayah studi.
Adapun data-data yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1.1Data-data Instansional dan Sumber Data
Aspek data Data yang dibutuhkan Sumber
Analisa struktur
ruang
RTRW Kabupaten Sumbawa BAPPEDA/PU
RPJMD Kabupaten Sumbawa BAPPEDA/PU
UU No.26 tahun 2007
Permen PU no.
16/PRT/M/2009
SNI no. 03-1733-2004
Fisik Dasar Geografis RTRW/PU
Topografi RTRW/PU
Klimatologi RTRW/PU
Geomorfologi RTRW/PU
Geologi RTRW/PU
Hidrologi RTRW/PU
Ekonomi PDRB BPS/Kecamatan
Struktur ekonomi wilayah BPS/Kecamatan
PDRB Per Kapita BPS/Kecamatan
Pertumbuhan ekonomi BPS/Kecamatan
Investasi BPS/Kecamatan
Infrastruktur ekonomi BPS/Kecamatan
Sosial Budaya Kependudukan BPS/Kecamatan
Kesehatan BPS/DINKES
Pendidikan DIKPORA/BPS
Ketenagakerjaan DISNAKER/BPS
Kehidupan beragama DEPAG/BPS
Politik Hukum
Pemerintahan
Politik BPS/Kecamatan
Hukum BPS/Kecamatan
Pemerintahan BPS/Kecamatan
Kondisi Tata Guna Lahan BPS/PU/BPN
Sistem
Transportasi
Pola
pergerakan/pengangkutan
BPS/PU
Fasilitas transportasi BPS/PU
Jaringan jalan BPS/PU
Sebaran Fasilitas BPS
1.5.2 Metode Analisa
Setelah terkumpul data dan informasi baik yang diperoleh
melalui survey primer dan survey sekunder maka dilakukan analisa
sesuai dengan lingkup kegiatan yang meliputi : (1) analisa kebijakan
pembangunan, (2) analisa potensi, masalah dan prospek
pengembangan, (3) analisa regional, (4) analisa kependudukan dan (5)
analisa ekonomi wilayah. Adapun metode yang digunakan diantaranya
:
1. Analisa kebijakan pembangunan
Analisis kebijakan pembangunan merupakan kajian terhadap
kebijakan dan arahan yang ada dan terkait secara langsung dengan
wilayah perencanaan. Hal ini dilakukan untuk memahami arahan
kebijakan pengembangan wilayah “Alas barat, Alas, Buer” dan
kedudukannya dalam perspektif kebijakan pembangunan di
atasnya.
Selain itu analisis ini juga bertujuan untuk mengantisipasi dan
mengakomodasi program-program pembangunan
kawasan/kabupaten/kota yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu,
selain dilakukan kajian terhadap tujuan dan sasaran pembangunan
di Kabupaten Sumbawa, juga dilakukan kajian terhadap RTRW
Provinsi NTB. Hal ini diperlukan agar penataan ruang wilayah
kabupaten terdapat keseimbangan antara top down planning
(perencanaan dari atas) dengan aspek bottom up planning. Dengan
demikian konflik pemanfaatan ruang, baik antara kelompok maupun
individu dapat dihindari.
Kajian dilakukan dengan menggunakan metode analisis
deskriptif yang menjabarkan fakta peraturan yang ada dan
menganalisis lebih lanjut dan mendalam kebijakan-kebijakan
tersebut. Dari kajian kebijakan diharapkan didapat keluaran berupa
keunggulan pengembangan wilayah, konsepsi pengembangan
wilayah, fungsi dan peran yang dibebankan pada wilayah
“ALASBUER” dalam lingkup regional serta seberapa besar dan
bagaimana peluang serta tantangan pengembangan wilayah
tersebut sebagai konsekuensinya dalam lingkup regional.
2. Analisa potensi, masalah dan prospek pengembangan
Analisa ini digunakan untuk mengindentifikasi isu-isu terkait
dengah pengembangan wilayah “Alas barat, Alas, Buer”.
Diantaranya adalah isu-isu eksternal berupa peluang dan tantangan
dalam pengembangan wilayah ini serta isu-isu internal berupa
kekuatan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan analisa
SWOT (strength, weakness, opportunity, threat). Analisa ini
dilakukan dengan memadukan tiap isu yang ada untuk
mendapatkan strategi yang tepat dalam upaya pengembangan
wilayah. Analisa SWOT dilakukan dengan sistematika sebagai
berikut :
Memanfaatkan setiap potensi/kekuatan yang ada untuk
meraih peluang
Mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk meraih peluang
Memanfaatkan potensi yang ada untuk menghadapi
tantangan
Meminimalkan kelemahan untuk bertahan menhadapi
ancaman
3. Analisa regional
Analisis regional dilakukan untuk memahami kedudukan dan
keterkaitan wilayah “Alas barat, Alas, Buer” dalam sistem regional
yang lebih luas (Kabupaten Sumbawa dan Provinsi Nusa Tenggara
Barat) dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya.
Metode yang dipergunakan adalah dengan metodologi kualitatif
pendekatan spatial dengan melakukan analisis kebijakan
kedudukan perwilayahan “ALASBUER” terhadap muatan dan
struktur rencana tata ruang yang berada pada hierarki di atasnya.
4. Analisa kependudukan
Analisa kependudukan dilakukan untuk mengetahui kondisi
sumber daya manusia yang ada di wilayah “Alas barat, Alas, Buer”.
Analisis sumber daya manusia ini dilakukan untuk memahami
aspek-aspek sosial kependudukan terutama yang memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan perkembangan sosial dan
ekonomi. Selain itu juga untuk memahami faktor-faktor sosial
kemasyarakatan yang mempengaruhi perkembangan wilayah serta
hubungan diantara faktor-faktor tersebut. Dari hasil analisis ini
dapat diketahui sebaran/distribusi, struktur, kualitas, tingkat
pertumbuhan penduduk serta potensi sumberdaya manusia yang
dapat dikembangkan. Dalam pengembangan wilayah, aspek
kependudukan mempunyai peranan penting sebagai komponennya.
Analisa kependudukan dalam laporan pengembangan wilayah
“Alas barat, Alas, Buer” difokuskan pada perkembangan penduduk
di tiap wilayah yang akan menjadi dasar dalam memproyeksikan
jumlah penduduk. Dalam memproyeksikan jumlah penduduk akan
digunakan komparasi dua metode proyeksi, yaitu :
I. Metode Geometrik
Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode geometrik
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Pt = P0 (1 + r)n
Dimana : Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi
P0 = jumlah penduduk awal proyeksi
r = tingkat pertumbuhan penduduk
n = rentang tahun
II. Metode Linear
Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode linear
menggunakan rumus sebagai berikut :
Pt = P0 (1 + r.n)
Dimana : Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi
P0 = jumlah penduduk awal proyeksi (8.314
jiwa)
r = tingkat pertumbuhan penduduk (0,059)
n = rentang tahun
Hasil proyeksi penduduk ini akan digunakan sebagai dasar untuk
melakukan analisa sarana dan prasarana di wilayah “ALASBUER”.
5. Analisa ekonomi wilayah
Pengembangan tata ruang wilayah pada dasarnya adalah
pengembangan suatu wilayah dengan meningkatkan pertumbuhan
dalam berbagai aspek yang ada pada wilayah tersebut, salah
satunya adalah aspek ekonomi. Analisa ekonomi wilayah dilakukan
dalam rangka mewujudkan ekonomi wilayah yang berkelanjutan
melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi wilayah
yang lebih luas (regional, nasional dan intersasional). Dalam
pengertian ini, analisa ekonomi diarahkan untuk menciptakan
keterkaitan intraregional (antar kawasan/kabupaten/kota) dan
interregional (antar wilayah).
Analisis yang dilakukan diantaranya analisis mengenai
ekonomi dasar, struktur ekonomi wilayah, pola persebaran ekonomi
dalam wilayah, serta pergerakan baran dan jasa intra dan inter
wilayah. Dari analisa ini diharapkan dapat diketahui karakteristik
perekonomian wilayah “Alas barat, Alas, Buer” dengan
mengidentifikasi basis ekonomi wilayah dan juga sektor-sektor
unggulan. Dalam mengidentifikasi wilayah basis ekonomi serta
sektor dan sub-sektor ekonomi unggulan menggnakan metode
analisa Location Quotient (LQ) dan Share and Growth analysis.
a. Location Quotient (LQ)
Merupakan suatu cara atau metode awal/permulaan
untuk mengetahui kemampuam atau potensi suat wilayah
dalam kegiatan sektor tertentu. Ukuran LQ dapat
digunakan untuk mengukur suatu basis ekonomi dalam
suatu wilayah yang kemudian dapat dijadikan patokan
untuk mengukur kemampuan dan potensi yang dapat
dikembangkan pada suatu daerah dalam aktifitas
perekonomiannya.
Hasil perhitungan LQ akan menggambarkan
kemampuan suatu wilayah atau daerah tertentu dengan
pembagian sebagai berikut :
Jika LQ > 1 : daerah yang bersangkutan
mampu memenuhi kebutuhan wilayah/daerahnya
dan berpotensi untuk mengekspor ke
wilayah/daerah lain;
Jika LQ = 1 :daerah yang bersangkutan hanya
mampu memenuhi kebutuhan wilayah/daerahnya
sendiri atau seimbang;
Jika LQ < 1 : sektor tersebut tidak mampu
memenuhi kebutuhan wilayah/daerahnya dan
cenderung dari wilayah/daerah lain.
Hasil dari penghitungan LQ akan membagi sektor dan sub
sektor ke dalam dua golongan yaitu, kelompok sektor/sub-
sektor basis yang memiliki nilai LQ >1 dan kelompok
sektor/sub-sektor non basis yang memiliki nilai LQ <1.
b. Share and Growth Analysis
Metode Share digunakan untuk menentukan
kontribusi hasil suatu sektor terhadap hasil semua sektor
yang ada diwilayah dalam jangkauan waktu produksi
tertentu. Sedangkan untuk metode growth berguna untuk
mengetahui pertumbuhan tiap sektor tertentu di suatu
wilayah. Berikut rumusan perhitungan untuk analisa
metode Share and Growth :
Rumusan Share : Nilai Produksi sektor A tahunke−n
Nilai produksi semua sektor tahun ke−n
x 100%
Rumusan Growth :
N produksi sektor A tahunke−n−N produksi tersebut pada tahunn−1Nilai produksi sektor A tahunn−1
x 100%
Hasil dari perhitungan Share and Growth akan
memberikan nilai positif serta negatif suatu sektor di
suatu wilayah, dengan sepesifik sebagai berikut : Jika nilai
produksi pada wilayah > dari total Share rata-rata, maka
nilai Share-nya Positif (+), sedangkan jika nilai produksi
pada suatu wilayah < dari total Share rata-rata, maka
nilai Share-nya negatif (-). Lebih jelasnya dapat dilihat
pada kuadran berikut :
No
Sifat sektor
Nilai growth
Nilai share
1
2
3
4
Unggulan
Potensial
Dominan
Positif (+)
Negatif (-)
Positif (+)
Negatif (-)
Positif (+)
Positif (+)
Negatif (-)
Negatif (-)
Share -
-
+
+
Dominan
Unggulan
Statis
Potensial
Growth
Statis
6. Analisa sumber daya buatan
Kemampuan berkembangnya suatu wilayah ditunjukkan
dengan adanya sistem penyebaran, kelengkapan dan kapasitas
pelayanan dari fasilitas dan utilitas sosial yang ada. Perkembangan
penduduk yang tidak diimbangi dengan pengadaan dan penyebaran
fasilitas dan utilitas yang memadai akan menimbulkan dampak
negatif bagi kehidupan penduduk itu sendiri. Sedangkan
penambahan dan penempatan fasilitas serta utilitas sosial untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat justru akan membangkitkan
perkembangan wilayah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan
fasilitas adalah adanya kecenderungan manusia dalam menuntut
pemenuhan kebutuhan yang dekat, mudah dan aman, sehingga
dalam penyediaan fasilitas di wilayah perkotaan harus diupayakan
untuk memenuhi tuntutan itu dengan cara mencari lokasi yang
strategis, mudah dijangkau dan memenuhi selera
pemakai/konsumennya. Selain itu penambahan fasilitas yang
dilakukan harus menggunakan konsep pemerataan di seluruh
wilayah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk
dalam melakukan kegiatan.
Dalam memperkirakan penambahan fasilitas dan utilitas di wilayah
“Alas barat, Alas, Buer” dilakukan proyeksi kebutuhan berdasarkan
pada hasil proyeksi jumlah penduduk di tahun perencanaan dan
standar kebutuhan fasilitas yang diambil dari SNI 03-1733-2004.
Alur analisa sumber daya buatan dapat dilihat pada bagan berikut :
Proyeksi Jumlah penduduk
20 tahun kedepan
Kebutuhan Fasilitas dan
Utilitas
Kebutuhan Ruang
Standar Perencanaan penyediaan prasarana
1.6 LANDASAN HUKUM DAN PEDOMAN PENYUSUNAN.
Penyusunan laporan studio pengembangan ini tentunya
memerlukan dasar hukum sebagai acuan dalam melakukan analisa serta
menentukan arah perencanaan pengembangan wilayah kedepannya.
Dasar hukum dalam penyusunan laporan studio pengembangan wilayah
“ALASBUER” adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Wilayah
Kabupaten
3. Standar Nasionl Indonesia (SNI) No. 03-1733-2004 tentang
Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
4. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Barat
5. Rencana Tata Ruang Kabupaten Sumbawa tahun 2010-2030
6. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa No.6 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Sumbawa tahun 2008-2013.
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan
Pokok-Pokok Agraria;
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan;
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman
10.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
11.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
Rencana sistem Jaringan prasarana
Fasilitas dan Utilitas
12.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
13.Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;
14.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang;
15.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
16.Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Berkelanjutan;
17.Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan
18.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang
Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah
19.Peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota;
20.Keputusan presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
21.Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan
Departemen Pertanian Badan Pengembangan Sumberdaya
Manusia Pertanian Tahun 2002;
22.Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 - 2029
23.Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 379 Tahun
2004 dan Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 28 Tahun 2005
tentang Penetapan Kawasan Agropolitan Alasbuer;
24.SK Gubernur NTB Nomor 291 E Tahun 2008 Tentang
Perubahan Atas Keputusan Gubernur NTB Nomor 95 Tahun
2006 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja)
Pengembangan Kawasan Agropolitan Provinsi NTB;
25.Keputusan Bupati Sumbawa Nomor tentang Pembentukan
Kelompok Kerja (POKJA) Pengembangan Agropolitan
Alasbuer;
1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Penyusunan Laporan Studio Pengembangan Wilayah “Alas barat,
Alas, Buer” dilakukan dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab yang membahas mengenai latar belakang dilakukannya studio
pengembangan wilayah, rumusan permasalahan yang akan
dibahas, tujuan dan sasaran kegiatan, ruang lingkup kegiatan,
metodologi, dasar hukum penyusunan serta sistematika
pembahasan.
BAB II
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Bab ini menguraikan kajian mengenai kebijakan pembangunan
dalam pengembangan wilayah studi, diantaranya UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, kebijakan pembangunan provinsi
yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Daerah Nusa
Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini berisi tentang gambaran umum kondisi wilayah studio
pengembangan wilayah (Alas barat, Alas, Buer) yang mencakup
letak geografis wilayah, kondisi fisik dasar, kondisi fisik binaan, pola
penggunaan lahan, pola penggunaan fungsi kawasan, sistem
transportasi dan pola pergerakan serta sebaran fasilitas.
BAB IV
KONDISI POTENSI, MASALAH dan PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN ALASBUER
Menguraikan analisa potensi yang dimilki permasalahan yang ada
dan prospek penembangan pengembangan kedepan terkait isu-isu
eksternal dan internal akan menjadi pengembangan wilayah studi.
Hasil analisa akan menjadi kerangka acuan dalam penentuan
kebijakan pengembangan wilayah studi kedepan.
BAB V
ANALISA PERENCANAAN
Bab ini merupakan perencanaan di wilayah studi diantaranya :
1. Analisa kedudukan wilayah perencanaan terhadap kabupaten
induknya
2. Analisa Fisik Lahan
3. Analisa Struktur Ruang
4. Analisa Pola Ruang
5. Analisa Kependudukan
6. Analisa Sumberdaya Buatan
7. Analisa Sektor Unggulan Wilayah
Hasil analisa akan menjadi acuan dalam menentukan perencanaan
pengembangan wilayah kedepannya.
BAB VI
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bab ini menguraikan rencana struktur ruang wilayah yang
merupakan kerangka tata ruang wilayah studi yang tersusun atas
konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama lain
yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah
terutama jaringan transportasi. Pusat kegiatan ini merupakan
simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi dan administrasi
masyarakat di wilayah studi.
BAB VII
RENCANA POLA RUANG
Memaparkan rencana pola ruang wilayah studi pengembangan
wilayah yaitu perencanaan distribusi peruntukan ruang yang
meliputi rencana perutukan ruang untuk fungsi kawasan lindung
dan fungsi kawasan budidaya.
BAB VIII
RENCANA KAWASAN STRATEGIS / PENGELOLAAN KAWASAN
Mengguraikan perencanaan penetapan kawasan strategis/andalan
yaitu kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting terhadap pertumbuhan
ekonomi kondisi sosial budaya dan atau kelestarian lingkungan.
Penetapan kawasan strategis ini lebih bersifat indikatif serta harus
di dukung oleh tujuan tertentu sesuai pertimbangan aspek strategis
masing-masing wilayah.
BAB IX
PENUTUP
Bab penutup berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan pada bab-
bab sebelumnya serta rekomendasi terkait dengan pengembangan
wilayah sesuai dengan analisa dan arahan perencanaan yang telah
dilakukan.