al-wasathiyyah dalam al-qur`Ân (studi tafsir al...
TRANSCRIPT
AL-WASATHIYYAH DALAM AL-QUR`ÂN
(STUDI TAFSIR AL-MARÂGHÎ, AL-MUNÎR,
DAN AL MISHBÂḪ)
Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Agama Islam
Oleh:
Iffaty Zamimah
NIM: 209410373
KONSENTRASI ULÛM AL-QUR’AN DAN ULÛM AL-HADÎTS
STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
2015 M/1436 H
AL-WASATHIYYAH DALAM AL-QUR`ÂN
(STUDI TAFSIR AL-MARÂGHÎ, AL-MUNÎR,
DAN AL MISHBÂḪ)
Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Agama Islam
Oleh:
Iffaty Zamimah
NIM: 209410373
Pembimbing:
Dr. H. Mukhlis Hanafi, M.A.
Dr. (Phill) H. Asep Saepudin Jahar, M.A.
KONSENTRASI ULÛM AL-QUR`ÂN DAN ULÛM AL-HADÎTS
STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
2015 M/1436 H
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “ Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`ân (Studi Tafsir Al-
Marâghî, Al-Munir, dan Al-Mishbâẖ)” yang disusun oleh Iffaty Zamimah
dengan Nomor Induk Mahasiswa 209410373 telah melalui proses bimbingan
dan dinilai oleh pembimbing serta telah memenuhi syarat untuk diajukan
pada sidang munaqasyah.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Mukhlis Hanafi, M.A. Dr. (Phill) H. Asep Saepudin Jahar, M.A.
iv
KATA PENGANTAR
Alẖamdulillâh, segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Al-Wasathiyyah Dalam Al-Qur`ân (Studi Tafsir Al-Marâghî, Al-Munîr,
dan Al-Mishbâh)”.
Selesainya penulisan tesis ini bukanlah sesuatu yang mutlak dan
berdiri sendiri, akan tetapi karena bimbingan dan kepedulian dari pelbagai
pihak yang turut memberikan pengarahan maupun motivasi, karena dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T.Yanggo, M. A, Rektor Ilmu Al-Qur`ân
(IIQ) Jakarta. Yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu dalam proses pendewasaan intelektual.
2. Dr. K.H. Ahmad Munif Suratmaputra, M. A.,Direktur Pascasarjana
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Yang telah banyak memberi
pelayanan, pengajaran, dan perhatian selama menimba ilmu di
Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur`ân (IIQ) Jakarta
3. Dr. K. H. Mukhlis Hanafi, M.A, selaku dosen pembimbing I yang di
dalam berbagai kesibukan dapat menyempatkan diri membimbing dan
mengarahkan serta memberi petunjuk dan saran yang sangat berharga
bagi penulis tesis ini.
4. Dr. (Phill) Asep Saepudin Jahar, MA selaku dosen pembimbing II,
dengan ketelatenannya, akhirnya penulis berhasil membuahkan karya
ilmiah ini, meski secara teknik penulisan masih jauh dari kata
sempurna.
5. Dr. H. Ahmad Fudhaili, MA. Selaku Asister Direktur I Pascasarjana
Institut Ilmu Al-Qur`an yang telah memverifikasi tesis ini dengan
segala kesabaran dan ketelitian.
6. Dr. H. Hasanudin, M.Ag selaku Asisten Direktur II Program
Pascasarjana IIQ Jakarta
7. Dr. Hj. Nadjematul Faizah, SH, M.Hum, Dr. H. Arison Sani, M.A,
dan seluruh sahabat-sahabat pegawai di Kampus IIQ Jakarta yang
telah membatu dari proses awal hingga akhir penulisan tesis.
8. Staf Pascasarjana dan perpustakaan IIQ, yang telah menyediakan
informasi dan buku-buku sebagau sumber data bagi penulis, sehingga
penulisan tesis ini dapat berjalan dengan baik.
9. Kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Drs. H. Ahmad Badawi
dan Ibu Hj. Siti Mahmudah , M.Si, terima kasih atas kasih sayang,
dorongan dan doa yang tak pernah henti.
v
10. Suami penulis, M. Kamaluddin Al Maulidy yang telah memberikan
motivasi, do‟a, dan pengertian sehingga selesai tesis ini.
11. Kedua putri penulis yang telah menyemangati penulis.
12. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis
ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Atas segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis,
semoga menjadi catatan amal baik di hari akhirat nanti dan diberikan balasan
dari Allah dengan balasan yang lebih baik. Amin
Kepada para pengarang kitab tafsir yang menjadi objek penelitian
penulis, Syeikh Al Maraghi semoga Allah menempatkan beliau di sisi
terbaikNya, Syeikh Wahbah az-Zuhaili yang di detik-detik penyelesaian
penelitian ini dipanggil oleh Allah SWT, semoga Allah SWT mengampuni
dosanya dan melapangkan kuburnya. Dan kepada Guru kami Prof. Dr. H.
Qurais Shihab, M.A semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan panjang
umurkepada beliau. Amin.
Akhirnya, atas segala kekurangan dalam penulisan tesis ini penulis
mohon kritik dan saran dari pembaca maupun pemerhati demi perbaikan.
Jakarta: 03 Agustus 2015 M
18 Syawal 1436 H
Penulis
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
th = ط a = ا
zh = ظ b = ب
„ = ع ta = ت
gh = غ ts = ث
f = ف j = ج
q = ق h = ح
k = ك kha = خ
l = ل d = د
m = م dz = ذ
n = ن r = ر
w = و z = ز
h = ه s = س
„ = ء sy = ش
y = ى sh = ص
dh = ض
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah = a ا = â ْي = ai ريب
Kasrah = b ي = î ْو = au حول
vii
Dhammah = u و = û
3. Kata Sandang
(al) ال
Qamariyah = Al-Qamar
Syamsiyah = Asy-Syams
viii
ABSTRAK
Iffaty Zamimah, “Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`an (Studi Tafsir Al
Marâghi, Al Munîr dan Al Mishbâh)”
Seiring dengan perkembangan zaman, permasalahan yang dihadapi
umat Islam semakin kompleks, baik dari segi internal maupun eksternal.
Diantara permasalahan yang dihadapi adalah munculnya sikap ekstrem dalam
memahami ajaran Islam, ekstrem yang bersikap ketat maupun longgar. Sikap
moderat (wasathiyyah) sangat dibutuhkan dalam merespon berbagai
persoalan kontemporer, yang mana persoalan-persoalan yang ada saat ini
berbeda dengan zaman dan kondisi pada saat Nabi masih ada bahkan masa-
masa sesudahnya.
Penelitian ini diharapkan dapat menggali makna dan hal-hal yang
berkaitan mengenai konsep al-wasathiyyah dalam Tafsir Al-Marâghi karya
Syeikh Al-Marâghi, Tafsir Al Munîr karya Prof. Dr. Wahbah az-Zuhailî dan
Tafsir Al-Mishbâh karya Prof. Dr. H. Quraish Shibab, M.A. Rumusan
masalah utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana al-wasathiyyah
dalam tafsir Al Marâghi, Al Munîr, dan Al Mishbâh?” Penulisan tesis ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat
deskriptif analitis dengan pendekatan komparatif maudhu‟i dan analisis
content.
Penggunaan kata washath dalam Al-Qur`an terdapat dalam lima ayat.
Namun secara aktual dan eksplisit konsep al-wasathiyyah dideskripsikan oleh
Allah swt dalam satu ayat yakni Al Baqarah (2): 142-143. Wasathiyyah
merupakan metode berfikir dan karakteristik yang melekat pada umat Islam.
Sebagian ulama memaknainya sebagai sikap tawazun (seimbangan) dalam
segala hal. Yusuf Al-Qaradhawi mendefinisikan sebagai sebuah sikap yang
mengandung keadilan sebagai konsekuensi diterimanya kesaksian seorang
hamba. Adapula yang memaknai sebagai umat yang terbaik, yang terjaga dari
kesesatan.
Setelah melaksanakan penelitian dan dianalisis terhadap pendapat
ketiga mufassir, penulis berkesimpulan bahwa Al-Marâghî menggarisbawahi
bahwa umat yang berpredikat wasathiyyah sebagai umat pilihan dan yang
adil. Wahbah az-Zuẖailî menitikberatkan bahwa “Ummatan Wasathan”
sebagai umat pilihan yang berkarakter wasathiyyah yaitu umat terbaik yang
memiliki karakter wasathiyyah di setiap kondisi. Sedangkan Quraish Shihab
lebih rinci menjelaskan wasathiyyah, yakni sikap moderat dalam memandang
Tuhan (beragama), adil dalam kehidupan dan menjadi teladan bagi seluruh
umat. Hal ini karena karakter Wasathiyyah yang melekat yakni sifat moderat
yang dimiliki oleh umat Islam, yakni tidak condong ke arah berlebih-lebihan
ix
(ifrâth) ataupun meremehkan (tafrîth) dalam berbagai permasalahan yang
terkait dengan agama atau dunia. Dari pengertian-pengertian wasathiyyah di
atas dapat digali beberapa prinsip dan karakteristik.
Perbedaan ketiganya terlihat bahwa Al-Maraghi dan Wahbah Zuhaili
dalam penafsirannya langsung pada makna hakiki sedangkan Quraish Shihab
melalui bahasa dan secara majazi.
xi
DAFTAR ISI
AL- WASATHIYYAH DALAM AL-QUR’AN
(Studi Tafsir Al-Marâghî, Al-Munîr dan Al-Mishbâẖ)
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS ................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI........................................................................................... x
BAB I: PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Permasalahan ................................................................................ 11
1. Identifikasi Masalah ................................................................ 11
2. Pembatasan Masalah ............................................................... 12
3. Perumusan Masalah ................................................................. 12
C. Tujuan dan Signifikan Penelitian .................................................. 13
1. Tujuan Penelitian ..................................................................... 13
2. Signifikan Penelitian ............................................................... 13
D. Telaah Kepustakaan ...................................................................... 13
E. Metodologi Penelitian ................................................................... 15
1. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 15
a) Sumber Data Primer............................................................ 16
b) Sumber Data Sekunder ....................................................... 16
2. Metode Analisis Data .............................................................. 16
F. Teknik dan Sistematika Penulisan................................................. 17
BAB II: PENJELASAN WASATHIYYAH DALAM AL-QUR`ÂN
A. Pengertian Wasathiyyah ................................................................ 19
1. Pengertian Etimologis ............................................................. 19
2. Pengertian Terminologis ......................................................... 23
B. Wasathiyyah dalam Al-Qur`ân ..................................................... 28
1. Ummatan Wasathan ................................................................ 29
2. Al-‘Adl ..................................................................................... 35
3. Al-Muqtashid........................................................................... 42
4. Al-Wazn ................................................................................... 45
5. Al-Qisth ................................................................................... 48
xii
6. Ash-Shirât al-Mustaqîm .......................................................... 50
C. Term-term Al-Qur`ân dan Hadis Lainnya yang Terkait dengan
Wasathiyyah ................................................................................ 52
1. Al-Ghuluw ............................................................................... 53
2. Al-Ifrâth................................................................................... 55
3. Al-Isrâf .................................................................................... 57
4. At-Tatharruf ............................................................................ 58
5. At-Tanaththu’ .......................................................................... 59
6. At-Tasyaddud .......................................................................... 61
BAB III: PROFIL TAFSIR AL-MARÂGHÎ, TAFSIR AL-MUNÎR,
DAN TAFSIR AL-MISHBÂH
A. . Biografi Mufassir .......................................................................... 65
1. Al-Marâghî .............................................................................. 65
2. Wahbah az-Zuẖailî .................................................................. 68
3. Quraish Shihab ........................................................................ 71
B. . Profil Tafsir ................................................................................... 74
1. Tafsir Al-Marâghî ................................................................... 74
a) Latar Belakang Penulisan ................................................... 74
b) Metode, Sistematika, dan Corak ......................................... 75
c) Sumber Rujukan ................................................................. 78
d) Pendapat Ulama Tentang Al-Marâghî dan Karya
Tafsirnya ............................................................................ 79
2. Tafsir Al-Munîr ....................................................................... 79
a) Latar Belakang Penulisan ................................................... 79
b) Metode, Sistematika, dan Corak ......................................... 81
c) Sumber Rujukan ................................................................. 84
d) Pendapat Ulama Tentang Wahbah az-Zuẖailî dan Karya
Tafsirnya .............................................................................. 85
3. Tafsir Al-Mishbâẖ .................................................................. 86
a) Latar Belakang Penulisan ................................................... 86
b) Metode, Sistematika, dan Corak Tafsir .............................. 87
c) Sumber Rujukan ................................................................. 89
d) Pendapat Ulama dan Tokoh Tentang M. Quraish Shihab dan
Karya Tafsirnya ................................................................... 89
BAB IV: AL-WASATHIYYAH DALAM TAFSIR AL-MARÂGHÎ, AL-
MUNÎR, DAN AL-MISHBÂH
xiii
A. . Makna dan Penafsiran Wasath Dalam Tafsir Al-Marâghî, Wahbah
az-Zuẖailî dan M. Quraish Shihab ................................................ 91
1. QS. Al-‘Adiyat ayat 5 ............................................................. 91
2. QS. Al-Qolam ayat 28............................................................. 92
3. QS. Al-Maidah ayat 89 ........................................................... 93
4. QS. Al-Baqarah ayat 238 ........................................................ 95
5. QS. Al-Baqarah ayat 142-143 ................................................. 98
B. . Analisis Komparatif Konsep Wasathiyyah dalam Tafsir Al-Marâghî,
Tafsir Al-Munîr, dan Tafsir Al-Mishbâẖ ...................................... 110
C. . Prinsip-prinsip Wasathiyyah dalam Tafsir Al-Marâghî, Tafsir Al-
Munîr, dan Tafsir Al-Mishbâẖ ...................................................... 112
1. Prinsip Pertama: Keadilan....................................................... 112
2. Prinsip Kedua: Keseimbangan ................................................ 119
3. Prinsip Ketiga: Toleransi (Tasamuh) ...................................... 124
D. . Karakteristik Wasathiyyah dalam Tafsir Al-Marâghî, Tafir Al-Munîr,
dan Tafsir Al-Mishbâẖ .................................................................. 128
1. Memahami Realitas (Fiqih al-Waqi’) ....................................... 129
2. Memahami Fiqih Prioritas ........................................................ 133
3. Mengedepankan Prinsip Kemudahan ....................................... 135
4. Selalu Condong kepada Kebaikan ............................................ 139
5. Menyeru pada Kedamaian ........................................................ 143
6. Keterbukaan dalam Menyikapi Perbedaan ............................... 146
7. Istiqomah................................................................................... 148
E. .. Al-Wasathiyyah dan Kebudayaan ................................................. 150
BAB V: PENUTUP
A. . Kesimpulan .................................................................................. 155
B. . Saran ............................................................................................ 156
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 157
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur`ân adalah kitab suci terakhir yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. sebagai khatam al anbiyâ‟ (penutup para Nabi) sehingga
tidak akan turun lagi kitab samawi selain Al-Qur`ân. Oleh karena itu sangat
logis jika prinsip-prinsip universal Al-Qur`ân akan senantiasa relevan untuk
setiap waktu dan tempat (shâlih li kulli zamân wa makân). Hal ini membawa
implikasi bahwa problem-problem sosial di era kontemporer tetap akan dapat
dijawab oleh Al-Qur`ân dengan cara melakukan kontekstualisasi penafsiran
secara terus-menerus seiring dengan semangat dan tuntutan problem
kontemporer.1 Sebab Al-Qur`ân sebagai kitab suci terakhir tidak hanya
diturunkan bagi orang-orang di zaman Nabi saja, tapi juga orang sesudahnya
(sekarang) bahkan untuk orang-orang di masa mendatang.
Dalam Al-Qur`ân dan Hadis banyak disebutkan tentang pentingnya
sikap moderat, serta posisi umat Islam sebagai umat yang moderat dan
terbaik.2 Toleransi dan moderasi adalah nilai inti dalam ajaran Islam. Sangat
penting mengembangkan nilai-nilai toleran dan moderat untuk mengatasi
persoalan umat seperti liberalisasi keagamaan, radikalisasi keagamaan,
konflik keagamaan, pengafiran pihak lain, sikap ekstrem, fanatisme
berlebihan, dan lain sebagainya.
Sikap moderat juga sangat dibutuhkan dalam merespon berbagai
persoalan kontemporer, yang mana persoalan-persoalan yang ada saat ini
berbeda dengan zaman dan kondisi pada saat Nabi masih ada bahkan masa-
masa sesudahnya. Selain itu bersikap terbuka dan toleran adalah sebuah
1Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKIS Group,
2010), h.54. 2Diantara hadis yang menyebutkan tentang wasathah dalah:
Artinya: “Jâbir bin Abdillah berkata : Suatu hari kami bersama Rasulullah sallallahu 'alaihi
wasallam, di saat itu Rasûlullah menggambar di tanah satu garis lurus, dan dua garis di
sebelah kanan garis tersebut, dan dua lagi di sebelah kiri, kemudian meletakkan tangannya
pada garis yang di tengan (الخط األوسط) dan berkata: "Ini adalah jalan Allah", kemudian
membaca ayat yang artinya: "Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang
lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya." (Al-An'âm:153) (HR. IbnuMajah:
Shahih). Maktabah Syâmilah, Shâhh Ibnu Mâjah, Bab Itba‟ sunnah Rasulullah Saw., juz 1,
h.13, hadis ke 11.
2
keharusan di tengah perbedaan. Gesekan adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari interaksi kompleks antar umat beragama maupun seagama,
sebab Allah menciptakan mereka bersuku-suku untuk saling mengenal dan
menjalin kerjasama.3 Tujuan itulah yang kerap dilupakan oleh umat manusia
sehingga menuai konflik dengan yang lainnya. Kendatipun manusia memiliki
fisik yang sama, mereka dibedakan oleh keinginan dan naluri yang beragam.
Kondisi ini akan menjadi sumber masalah jika tidak dilengkapi sebuah
komponen penting dalam kehidupan manusia yaitu sikap moderat.
Saat ini umat Islam menghadapi tantangan internal maupun eksternal.
Secara internal, umat Islam masih berada dalam keterbelakangan pendidikan,
ekonomi, dan politik. Sementara pada saat yang sama, secara eksternal,
banyak tuduhan dialamatkan kepada Islam, mulai dari tuduhan terorisme,
anti-kemajuan, memusuhi wanita, dan sebagainya.4
Dari faktor internal, yang dihadapi umat Islam saat ini selain
keterbelakangan dalam berbagai sisi, umat Islam juga terkotak menjadi
beberapa golongan yang berbeda dalam pemahaman keagamaan; pertama,
kecenderungan sebagian kalangan umat Islam yang bersikap ekstrem dan
ketat dalam memahami agama (Islam) serta hukum-hukumnya dan mencoba
memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat muslim, bahkan dalam
beberapa hal dengan menggunakan kekerasan; kedua, kecenderungan lain
yang juga ekstrem dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada
perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban
lain.5 Hal itu disebabkan sebagian umat Islam yang keliru memahami
beberapa aspek ajaran Islam, yang akibatnya melahirkan tindakan-tindakan
bertentangan dengan Islam.
Pada sisi lain, tuduhan terhadap Islam juga disebabkan beberapa
pihak, khususnya di Barat, yang salah paham terhadap Islam, di samping
minimnya pemahaman mereka terhadap substansi ajaran Islam. Dalam
3 Al-Qur`ân surat Al-Hujûrat ayat 13
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. 4Muklis M. Hanafi, “Paper pada Seminar Peran Al-Azhar dalam Penguatan
Moderasi Islam” yang diselenggarakan Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional (IAAI) cabang
Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Besar Mesir di Jakarta dan Fakultas Dirasat
Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5Lihat Achmad Satori Ismail, et.al., Islam Moderat: Menebar Islam Raẖ matan lil
„Âlamîn, (Jakarta: Pustaka Ikadi, 2007), cet. ke-1, h. 13-14.
3
3
konteks inilah, menurut Mukhlis Hanafi pengembangan pemahaman yang
benar, toleran, dan moderat menemukan momentumnya.6 Intelektual Mesir
yang juga alumni Al-Azhar, Dr. Mohammed Ali mengatakan tuduhan-
tuduhan miring terhadap Islam tersebut sesungguhnya sama sekali bukan dari
ajaran Islam. Islam yang benar adalah Islam yang moderat, dalam pengertian
moderat dalam pemahaman keagamaan dan keislaman.7
Sikap ekstrem dalam beragama bukanlah fenomena baru dalam
sejarah Islam. Sejak periode yang paling dini, sejumlah kelompok keagamaan
telah menunjukkan sikap ekstrem ini. Yang paling menonjol adalah
kelompok Khawarij,8 saat mereka mengafirkan sebagian umat Islam yang
bersebrangan pemahaman dengan mereka.
Di sisi lain muncul pula kelompok yang tak kalah ekstremnya dengan
kelompok Khawarij dalam memahami ajaran mereka yaitu Murji‟ah.9 Yang
kemunculannya sedikit banyak dipengaruhi oleh sikap ekstrem yang
ditunjukkan oleh kelompok Khawarij. Berbeda dengan Khawarij yang frigid
(serba tidak boleh), kelompok Murji‟ah justru cenderung permisif (serba
boleh) terhadap sejumlah ajaran Islam yang sudah jelas ketentuannya.
Hampir dalam segala hal, kelompok Murji‟ah ini menjadi semacam antithesis
dari kelompok Khawarij. Saat ini sikap seperti Khawarij ini lebih hampir
sama dengan pandangan atau sikap radikal, dan sikap seperti Murji‟ah
6Hanafi, “Paper Seminar Peran Al-Azhar dalam Penguatan Moderasi Islam” yang
diselenggarakan Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional (IAAI) cabang Indonesia bekerja
sama dengan Kedutaan Besar Mesir di Jakarta dan Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 7Johnson, Toleransi Dan Moderasi Inti Ajaran Islam, www.tribunews.com diakses
1 April 2013 8Istilah Khawarij dipergunakan untuk menyebut semua kelompok masyarakat yang
memberontak terhadap imam yang sah dan telah disepakati oleh mayoritas umat Islam. (Abû
Al Fath Muhammad bin Abd Al-Karim Asy-Syihristani, Al-Milal wa An-Nihal, (Syiria:
Mu‟assah Al-Halabi), v. 1, h. 114. Mûhammad Khâlil Harras dalam Syarah Al-Aqidah Al-
Wasathiyyah menjelaskan sejumlah karakteristik mendasar kelompok Khawarij; 1)
Mengkafirkanumat Islam yang melakukan dosa besar, 2) Berkeyakinan bahwa iman tidak
bertambah dan tidak berkurang namun stagnan, 3) Membolehkan umat Islam untuk
memberontak kepada penguasa zalim meskipun tidak menampakkan kekufuran secara nyata
(kufr bawah), 3) Mengkafirkan setiap individu muslim yang tidak berhukum dengan hukum
Allah meskipun dalam sebuah perkara, 4) Tergesa-gesa dalam mengkafirkan setiap individu
muslim tanpa menimbang syarat-syaratnya. (lihat Muhammad Khalil Harras, Syarh Al
Aqidah Al Wasathiyyah, (Ar-Ri‟asah Al-„Ammah li Idarat Al-Buhuts Al-„Ilmiyyahwa Al-Ifta‟
wa Ad-Da‟wahwa Al-Irsyad), cet. 4, h. 267. 9Secara bahasa Murji‟ah memiliki arti mengakhirkan, takut, angan-angan, memberi
dan mengharap. Sementara itu sebagai sebuah pemahaman teologis, murjiah adalah orang-
orang yang berpandangan bahwa iman tidak akan berubah kerena kemaksiatan sebagaimana
ketaatan tidak mempengaruhi kekafiran. (Asy-Syihristani, Al-Milalwa An Nihal, vol. 1, h.
139).
4
berpadaan dengan pandangan atau sikap liberal.10
Menurut Khalif Muammar,
hal-hal yang bisa membendung liberalisasi agama ini ada tiga hal, yaitu:
pertama, pengukuhan worldview Islam dan penguasaan tradisi keilmuan
Islam, kedua, menghindari pemikiran dikotomi, dan yang ketiga, adalah
pendekatan Wasathiyyah.11
Selain maraknya dua pemahaman agama yang ekstrem di atas,
belakangan ini muncul beberapa konflik bernuansa keagamaan dan
ketegangan dalam masyarakat yang dipicu oleh perbedaan pemahaman atau
pandangan keagamaan antara kelompok dalam Islam. Seperti dihancurkannya
basis Ahmadiyyah dan lain-lain. Konflik itu memang tidak berdiri di atas
perbedaan pandangan keagamaan semata, tetapi akumulasi dari beberapa
persoalan dan kepentingan; politik, ekonomi, sosial, dan lainnya.12
Namun
terlepas dari ada tidaknya faktor kepentingan, baik yang bersifat internal
maupun eksternal, perbedaan pemahaman atau pandangan keagamaan
menjadi salah satu penyebab adanya konflik antar kelompok, bisa menjadi
penyebab utama atau penyebab perantara. Sebuah perbedaan jika dapat
dikelola dengan baik, maka tidak semua akan berujung pada konflik dan
kekerasan.
Perbedaan pandangan keagamaan berawal dari kebolehan bahkan
anjuran, untuk berijtihad dalam memahami teks-teks keagamaan. Pada masa
hidup, para sahabat lebih banyak mengandalkan petunjuk wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Saw. Tetapi sepeninggal beliau, yang berarti
terputusnya wahyu, kebutuhan untuk berijtihad semakin meningkat, apalagi
mereka banyak tersebar di wilayah-wilayah kekuasaan Islam dan menghadapi
berbagai persoalan baru yang belum pernah ada petunjuk sebelumnya. Dari
sini muncul perbedaan penafsiran atau pemahaman terhadap permasalahan
agama.13
10
Arus pemikiran ekstrem liberal ini telah melahirkan doktrin-doktrin berbahaya
yang dapat menggerus aqidah umat Islam dan keyakinan mereka yang fundamental. Di
antara doktrin tersebut adalah pluralisme dalam beragama dan segala estetikanya. MUI
(Majelis Ulama Indonesia) dalam hal ini mengartikan pluralisme agama sebagai sebuah
paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap
agama relatif. Oleh sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanyalah yang benar sedangkan yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk surga dan akan hidup berdampingan di dalam surga
kelak. (Lihat fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam Musyawarah Nasional (MUNAS)
MUI VII, pada 19-22 Jumadil-Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 M, tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama). 11
Khalif Muammar, Atas Nama Kebenaran, Tanggapan Kritis Terhadap Wacana
Islam Liberal, (Kuala lumpur: Akademi Kajian Ketamadunan, 2006), h. 292-300. 12
Mukhlis M. Hanafi, Moderasi Islam, (Ciputat: Ikatan Alumni Al-Azhar dan Pusat
Studi Al-Qur`ân (PSQ)), h. 151 13
Menurut Mukhlis M. Hanafi paling tidak ada dua sebab munculnya perbedaan
tersebut, yakni pertama kebanyakan teks-teks Al-Qur`ân dan Hadis mengandung berbagai
5
5
Dalam perkembangan ilmu tafsir, para ulama tentu juga berbeda
dalam hasil penafsirannya,. Latar belakang pendidikan, sosial dan lingkungan
sangat berpengaruh. Namun tidak dapat dilepaskan pula dari tujuan,
kepentingan dan tendensi tertentu.14
Dalam hal ini begitu juga kaum
Khawarij maupun Syi‟ah juga memiliki penafsiran sendiri terhadap ayat-ayat
Al-Qur`ân.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua
sikap ekstrem tersebut bertentangan dengan karakteristik mendasar umat
Islam. Yaitu umat yang bersifat wasath berdasarkan ajaran Islam yang
bersifat wasathiyyah. Konsep wasathiyyah ini merujuk pada makna ummatan
wasathan dalam Al-Qur`ân.15
Kata wasath dalam ayat tersebut berarti khiyâr
(terbaik, paling sempurna) dan „âdil (adil). Dengan demikian, makna
ungkapan ummatan wasathan berarti umat terbaik dan adil.
Berkenaan dengan hal ini Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya
Dirâsah fi Fiqh Maqâshid Asy-Syarî‟ah; Baina al-Maqâshid Al-Kulliyyah wa
An-Nushûh Al-Juz‟iyyah membagi sudut pandang kelompok umat Islam
dalam tiga bagian, yakni Pertama, madrasah atau kelompok yang bergantung
pada teks-teks particular, memahaminya dengan literal dan jauh dari
maksud-maksud syariat yang ada di belakangnya. Kedua, madrasah atau
kelompok yang bersebrangan dengan madarasah pertama. Madrasah ini
mengklaim bahwa mereka lebih bergantung pada maksud-maksud syariat dan
ruh agama dengan menganulir teks-teks particular di dalam Al-Qur`ân dan
As-Sunnah. Mereka memandang bahwa agama adalah substansi bukan
simbol, isi bukan bentuk. Ketiga, adalah madrasah moderat yang tidak
melupakan teks-teks particular dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah, tetapi dalam
satu waktu juga tidak memisahkan dari maksud-maksud global. Bahkan teks-
teks particular difahami dengan bingkai maksud-maksud global.16
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, konsep wasathiyyah
disandarkan kepada terminologi “ummatan wasathan” sebagaimana
termaktub dalam Al-Qur`ân:
kemungkinan penafsiran; kedua, perbedaan tingkat pemahaman antara satu orang denngan
lainnya. Lihat Moderasi Islam, h. 155 14 Diantara perbedaan dalam penafsiran diklasifikasikan Ignaz Goldziher mejadi
lima, yakni tafsir bi al-Ma‟tsur, kedua tafsir menurut teologi rasional, tafsir dalam
persepektif tasawuf, tafsir dalam persepektif sekte agama dan tafsir era kebangkitan Islam.
Lihat Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir (Yogyakarta: elSAQ Press, 2006) 15
QS. Al-Baqarah 2: 143. 16
Yusul Al-Qaradhawi, Dirâsah fi Fiqh Maqâshid Asy-Syarî‟ah; Baina al-Maqâshid
Al-Kulliyyah wa An-Nushûh Al-Juz‟iyyah, (Mesir: Dar Asy-Syuruq, 2006) terj. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. 1
6
:341 )
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat
yang wasath (adil dan pilihan) agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kalian.dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. al-Baqarah/2:
143).
Ath-Thabari (223-310 H) menjelaskan bahwa maksud dari wasath
dalam ayat ini adalah satu posisi di antara dua posisi yang ekstrem (al-juz‟u
alladzî huwa baina ath-tharafaini). Ia menjelaskan:
“Aku berpendapat bahwasannya Allah mensifati umat ini dengan
wasath karena posisi pertengahan mereka dalam beragama, mereka
bukanlah para ekstremis, sebagaimana ekstremnya kalangan
Nashrani dalam peribadatan dan perkataan mereka tentang Isa, dan
17
Ibn Jarir ath-Thabari, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Ay Al-Qur`ân, ditahqiq oleh
Mahmud Muhammad Syakir, (Kairo: Maktabah Ibn Taimiah, t.th), v. III, h. 142.
7
7
mereka bukanlah para ekstremis sebagaimana ekstremnya kalangan
Yahudi yang telah merubah-ubah kitab Allah, membunuh para Nabi,
berdusta pada tuhannya, serta kufur kepada-Nya. Akan tetapi mereka
adalah orang-orang pertengahan yang dapat bersikap adil dan
proporsional dalam hal tersebut. Oleh sebab itu Allah menyifati
mereka dengannya, karena sesungguhnya setiap perkara yang paling
disukai Allah adalah perkara yang pertengahan.”
Dalam Tafsir Fî Zhilâlil Qur`ân, Sayyid Quthub (132-1386 H)
menyebutkan bahwa makna “ummatan wasathan” adalah wasath dalam
tashawwur pandangan-pandangan, pemikiran, persepsi, dan keyakinan. Umat
Islam bukanlah umat yang semata-mata bergelut dan terhanyut dengan
ruhiyyah (rohani) dan juga bukan umat yang semata-mata beraliran materi.
(matrealisme). Dengan keseimbangan ini akan meningkatkan ketinggian
mutu kehidupan yakni memelihara kehidupan serta mengembangkan dengan
sederhana, teratur dan seimbang. Sayyid Quthub juga mengungkapkan bahwa
umat pertengahan adalah dalam pemikiran dan perasaan, bukan yang beku
dan stagnan dengan apa yang diketahui, tidak tertutup terhadap
eksperimentasi ilmiah serta pengetahuan-pengetahuan lainnya. Bukan pula
umat yang hanya taklid namun umat yang berpegang pada pandangan hidup,
manhaj dan prinsip-prinsip yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Wasath
meliputi juga dalam peraturan dan keserasian hidup, mengangkat nurani
manusia dengan aturan dari Allah Swt serta dengan suatu arahan dan
pengajaran. Menegakkan aturan dalam masyarakat dengan pengaturan yang
menyeluruh.18
Syeikh Mutawalli Sya‟rawi memaparkan dalam tafsirnya bahwa
wasath menurut bahasa ialah berada di tengah dua sisi, yaitu kiri dan kanan.
Tengah adalah bidang yang membagi dua posisi sama rata. Ummatan
Wasathan adalah umat menengah atau moderat ialah umat pertengahan
dalam segi aqidah, ibadah, dan kehidupan. Selanjutnya disebutkan juga
bahwa ummatan wasathan inilah yang akan menjadi solusi atas pertentangan
di dunia ini, seperti kapitalisme dan komunisme. Manhaj Allahlah yang benar
dan tepat serta dapat memberikan keseimbangan hidup.19
Secara implisit, Al-Qur`ân dan Al-Hadis banyak menyinggung akan
pentingnya sikap moderat, serta posisi umat Islam sebagai umat yang
moderat dan terbaik. Moderasi adalah nilai inti dalam ajaran Islam. Bahkan
karakteristik ini dapat menjadi formula untuk mengatasi beragam persoalan
umat terkhusus di era globalisasi saat ini seperti persoalan radikalisme
keagamaan, takfir, fanatisme buta (at-ta‟ashshub al-a‟mâ). Yang tentunya
18
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilâlil Qur‟an (Beirut: Darusy Syuruq, 1992), vol. 1,
terj. h. 158-159 19
M. Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir As-Sya‟rawi (Kairo: Akhbar al-Yaum,1991), vol.1
8
memerlukan sebuah sikap proporsional dan adil yang teridentifikasikan
dalam sebuah konsep, wasathiyyah.
Sebagai satu contoh, bagaimana Allah Swt mengajarkan kepada kita
sikap wasathiyyah dalam berinfak dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu
menjadi tercela dan menyesal.” (QS. al Isra‟ [17]: 29).
Ibn Katsîr (701-774H.) menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang perintah Allah untuk bersikap moderat/wasathiyyah dalam membelanjakan
harta, dengan memberikan kecaman kepada orang-orang yang bakhil dan
larangan untuk bersikap boros.20
Kemudian Ibn Katsir mengutip hadits yang
diriwayatkan imam Ahmad dari Ibn Mas‟ud, bahwa Rasulullah bersabda,
“mâ „âla man iqtashada (Tidak akan melarat orang-orang
berhemat/moderat).”21
Kajian wasathiyah perlu juga dipandang dari beberapa tafsir yang
kontemporer sesuai dengan kondisi sosial politik dan keadaan masyarakat
saat ini. Diantara mufassir modern adalah Ahmad Musthafâ bin „Abd al-
Mun‟im al-Marâghî, seorang ulama tafsir dan fakih yang lahir pada tahun
1300 H/1883 M di Maragha, provinsi Suhaj, sebuah kota kabupaten di tepi
barat sungai Nil sekitar 70 km di sebelah kota Kairo.22
Al-Marâghî hidup di masa proses intelektual dan akademisi menuju
era kebebasan di Mesir pada abad ke-19. Fenomena ini merupakan dampak
dari modernisasi dan modifikasi sistem pendidikan pada masa itu. Era
kebebasan yang dimaksud di sini adalah era rasionalitas dalam memahami
sumber-sumber ajaran Islam, termasuk di dalamnya dalam memahami Al-
Qur`ân secara rasional.
Tafsir Al-Marâghî dianggap cukup mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat saat ini. Kitab ini tidak terlalu bertele-tele, redaksinya juga
20
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur`ân al-„Azhîm, (t.t: Dar Thayyibah, 1420 H./1990 M), cet.
ke-2, vol. 5, h. 70. 21
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur`ân al-„Azhîm, jilid. 5, h. 71. HR. Ahmad dalam
musnadnya (jilid. 1, h. 447), Al-Haistami berkata dalam Majma‟ (jilid. 10, h. 252): pada
sanad hadis ini terdapat Ibrahim bin Muslim al-Hijri dan ia seorang rawi yang dha‟îf. 22
Adil Nuwahid, Mu‟jam al-Mufassirûn Sadr al-Islâm hatta al-Asr al Hâdir,
(Beirut: Muassasah al-Nuwaihid al-Saqâfiyah, 1409 H./1988 M), cet. 2, jilid 1.
9
9
mudah difahami. Melalui argumen-argumennya yang terkadang diperkuat
dengan bukti-bukti empiris, Al-Marâghî mampu memuaskan pembaca.23
Dalam memaknai umat Islam yang bercirikan wasathiyah dalam Al-
Qur`ân, Al-Marâghî memaknai kelahiran Islam adalah berupaya memadu
antara kebutuhan rohani dan jasmani, di samping memberi hak-hak secara
manusiawi sesuai fitrahnya. Islam berpandangan bahwa manusia itutersendiri
dari ruh dan jasmani. Bahkan dapat dikatakan juga manusia itu terdiri dari
unsur “hewan” dan “malaikat”. Jadi, agar seseorang menjadi manusia dalam
pengertian yang sempurna, maka harus memenuhi dua kebutuhan tersebut
secara seimbang dan terpadu.24
Setelah era Al-Marâghî, lahir pula ulama fikih sekaligus tafsir
kontemporer yakni Prof. Dr. Wahbah bin Mushthafa az-Zuhailî Abu
`Ubadah. Ia dilahirkan di kawasan Dir `Athiyah pada tanggal 6 Maret 1932.
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhailî merupakan seorang tokoh ulama fiqh dan tafsir
abad ke-20 yang terkenal dari Syiria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh
Tafsir dan Fuqaha yang telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-
20, seperti Thahir Ashur yang mengarang tafsir At-Tahrîr wa al-Tanwîr, Said
Hawwa dalam Asas fî at-Tafsîr, Sayyid Quthub dalam Fî Zilâl Al-Qurân.
Sementara dari segi fuqaha, namanya sebaris dengan Muhammad Abu
Zahrah, Mahmud Shaltut, Ali Muhammad al-Khafif, Abdul Ghani, Abdul
Khaliq, dan Muhammad Salam Madkur.25
Menurut Wahbah, hidayah kepada jalan yang lurus (shirâthal
mustaqîm) adalah agama Islam itu sendiri. Umat Islam adalah pilihan. Umat
yang adil serta fleksibel dalam berbagai kehidupan tidak berlebihan dalam
hal agama dan tidak pula lalai terhadap kewajiban dunianya. Umat wasath
adalah umat yang tidak berlebih-lebihan dalam hal materi seperti umat
Yahudi maupun berlebih-lebihan dalam hal ruhiyyah atau keagamaan seperti
umat Nasrani. Islam menyatukan hak keduanya yakni hak jasad dan hak ruh,
tidak meremehkan antara keduanya sehingga sesuai dengan fitrah
kemanusiaan yakni seimbang antara segi ruh dan jasadnya.26
Di wilayah Asia Tenggara, tak kalah terkenal pula seorang ahli tafsir
kenamaan, yang kepakarannya dalam studi tafsir tidak diragukan lagi;
Muhammad Quraish Shihab. Seorang ahli tafsir kelahiran Indonesia, namun
lama menimba ilmu di universitas tertua di dunia, Al-Azhar Asy-Syarif,
Mesir. Ia merupakan salah satu dari sedikit ahli tafsir Indonesia yang hingga
saat ini masih aktif secara intens berkontribusi dalam dunia tafsir Al-Qur`ân.
23
Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab Tafsir
dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, (Depok: LSIQ, 2013), cet. I, h. 170 24
Al-Maraghi, Tafsir Al-Marâghî, (Beirut: Dar al Fikr, 1365/1946), h.3.
jilid 2, h. 5. 25
Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer 26
Az-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, jilid 2, h. 368
10
Karya-karya monumentalnya khusus bagi masyarakat muslim Indonesia
terkhusus lagi bagi peminat karya tafsir Al-Qur`ân menempati posisi
tersendiri di hati mereka, yaitu Tafsir Al-Mishbâh.
Tafsir Al-Mishbâh adalah salah satu dari sekian banyak karya Quraish Shihab yang terkait dengan tafsir Al-Qur`ân. Sang penulis, M. Quraish
Shihab yang saat ini masih hidup dan aktif menulis karya-karya tafsir dikenal
konsen dalam penulisan karya tafsir serta sikapnya yang moderat dalam
menyikapi perbedaan yang terjadi ditengah-tengah umat Islam dalam karya-
karyanya. Selain tafsirnya yang menggambarkan sikapnya tersebut, dalam
tataran kongkrit beliaupun aktif menyebarkan pemahaman moderat melalui
lembaga studi yang ia dirikan bersama para koleganya dari para akademisi
studi tafsir, PSQ (Pusat Studi Al Qur`ân).
Dalam Tafsir Al-Mishbâh, Quraish Shihab ketika menafsirkan Surah Al-Baqarah ayat 143 menyebutkan bahwa umat Islam dijadikan ummat
pertengahan moderat dan teladan, sehingga dengan demikian keberadaan
umat Islam adalah dalam posisi pertengahan. Posisi pertengahan menjadikan
manusia tidak memihak ke kiri dan ke kanan dan dapat dilihat oleh siapapun
dalam penjuru yang berbeda, hal ini mengantarkan manusia berlaku adil dan
dapat menjadi teladan bagi semua pihak. Selanjutnya disebutkan bahwa umat
Islam akan menjadi saksi atas perbuatan manusia dimana ungkapan
“litakûnu” menggunakan fi‟il mudhâri‟ (kata kerja masa datang), hal tersebut
mengisyratkan akan adanya pergulatan pandangan dan pertarungan aneka
“isme” namun pada akhirnya ummatan wasathan inilah yang akan dijadikan
rujukan dan saksi tentang kebenaran dan kekeliruan pandangan dan isme-
isme itu.27
Dari pejelasan diatas setidaknya terdapat beberapa alasan signifikan
menjadikan Tafsir Al-Marâghî, Tafsir Al-Munîr dan salah satu buah karya M.
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbâh, sebagai inthilaq atau batu loncatan untuk
memahami konsep wasathiyyah yang dirasa perlu dikaji untuk dapat menjadi
formula dalam mengentaskan beragam problematika kekinian umat Islam
yang bermuara dari sikap ekstrem atau ghuluw dalam memahami agama.
Sebagaimana yang telah di tegaskan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyah beberapa
abad yang lalu,28
ia berkata:
27
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh, (Ciputat: Lentera Hati, 2000), cet. I ,vol. I,
h. 325 28
Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa‟ad az-
Zur‟i ad-Dimasyqi. Salah seorang murid Syaik al Islam IbnTaimiyah. Di antara karyanya;
I‟lâm al Muwaqqi‟în, ath Thuruq al-Hukmiyyah fî as-Siyâsah asy-Syar‟iyyah, Syifâ‟ al-„Alîl
fî Masâ‟il al-Qadhâ‟ wa al-Qadrwa al-Hikmah wa at-Ta‟lil, Kasyf al-Ghithâ‟ „an-Hukm
Samâ‟ al-Ghinâ‟, Ahkâm Ahl adz-Dzimmah, Syarhasy-Syurûth al-„Umriyyah, Tuhfah al-
Maudûd bi Ahkâm al-Maulûd, Miftâh Dâr as-Sa‟âdah, Zâd al-Ma‟âd, dll. (Khairuddinaz
Zarakli, al-A‟lâm, jilid. VI, h. 56).
11
11
“Allah tidak memerintahkan sesuatu melainkan syetan mempunyai
dua bisikan, entah kepada keteledoran dan pengabaian atau entah
kepada berlebih-lebihan dan ghuluw. Agama Allah ada di antara
keduanya, antara yang teledor dan yang ghuluw.”
Dengan mengkaji konsep wasathiyyah melalui perspektif tiga ulama
kontemporer dengan pertimbangan-pertimbangan adanya korelasi di atas, hal
inilah yang menarik penulis untuk mengkaji lebih jauh lagi, bagaimanakah
wasathiyyah menurut perspektif Syaikh Al-Marâghî, Syeikh Wahbah az-
Zuhailî dan M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya.
Hadirnya tesis Al-Wasathiyyah Dalam Al-Qur`ân (Studi Tafsir Al-
Marâghî, Al-Munîr, dan Al-Mishbâẖ) semoga dapat menjawab pertanyaan
di atas, dengan harapan dapat memberikan secercah solusi atas polemik yang
ada berkaitan dengan fenomena tindakan-tindakan ekstrem/ ghuluw di
tengah-tengah masyarakat Islam yang tidak berkesesuain dengan tujuan
diutusnya Nabi Muhammad Saw sebagai rahmat bagi semesta alam.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas dapat diambil sebuah
identifikasi masalah yang amat penting peranannya dalam penulisan tesis ini.
Identifikasi Masalah mengarahkan pembahasan menjadi lebih fokus pada hal-
hal yang pokok atau penting saja. Adapun Identifikasi Masalah pada
penelitian ini antara lain:
Pertama: Adanya kesenjangan antara konsep wasathan yang
diidentikkan dengan umat Islam dengan realita kondisi umat Islam, baik di
masa setelah Rasulullah wafat hingga saat ini. Hal ini membuat Islam dan
umat Islam sendiri terkadang dianggap tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Padalah Islam sangat toleran dan solih likulli zaman wa makan. Kedua: Gerakan atau pemahaman tentang Islam yang dianut oleh
sebagian umat yaitu adalah bersifat ekstrem, ketat maupun longgar dalam
memahami agama serta hukum-hukumnya dan mencoba memaksakan cara
tersebut di tengah masyarakat muslim. Secara teologis, kelompok ini
berpandangan literal dan beranggapan hanya tafsiran ajaran agama versi
29
Ibn Qayyim al-Jauziyah, Madârij as-Sâlikîn baina Manâzil Iyyâka Na‟budu wa
Iyyâka Nasta‟în, ditahqiq oleh Muhammad Abdar Rahman al-Mura‟syali (Beirut: Dar Ihya‟
at-Turats al-„Arabi, 1419/1999), cet. ke-1, h. 371.
12
mereka saja yang benar. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang
wasathiyyah.
Ketiga: Adanya pemahaman tentang Islam yang bersifat liberal yakni
memahami Islam lebih cenderung permisif. Berbagai ajaran, pandangan dan
tafsiran kelompok ini terkait Islam sering mengundang kontroversial.
Sehingga banyak menuai kritik dari berbagai pihak.
Keempat, Kondisi umat yang dinamis, dari zaman Rasul, sahabat,
tabi‟in serta tabi‟tabi‟in hingga saat membuat penafsiran berkembang.
Sehingga penafsiran yang sesuai dengan kondisi umat saat ini sangat
diperlukan dengan tidak melupakan penafsiran ulama terdahulu
2. Pembatasan Masalah Dalam penelitian tesis ini, penulis memfokuskan diri pada konsepsi
pemikiran tiga ulama tafsir yakni Al-Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan M.
Quraish Shihab tentang wasathiyyah. Konsepsi pemikiran-pemikiran
mufassir tersebut tentang wasathiyyah ini akan dianalisa melalui karya
monumentalnya, yaitu Tafsir Al-Marâghî, Tafsir Al- Munîr, dan Tafsir Al-
Mishbâẖ. Oleh sebab itu, yang akan menjadi obyek penelitian di dalam tafsir
ini adalah ayat Al-Qur`ân yang terkait dengan wasathiyyah serta penafsiran
Al-Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan M. Quraish Shihab terhadap ayat
tersebut.
Al-Marâghî adalah ulama yang hidup di awal abad 20 yakni awal
reformasi Islam. Salah satu upaya memahami Al-Qur`ân pada masa ini
adalah dengan cara melepas diri dari berbagai doktrin keagamaan yang
merupakan hasil ijtihad dari generasi sebelumnya. Semangat yang dibangun
dalam era ini adalah mengadakan ijtihad dan melepaskan diri dari belenggu
taklid yang telah mengakibatkan pintu ijtihad tertutup. Maka penulis tertarik
untuk mengupas pemikiran beliau tentang wasathiyyah. Selain Al-Marâghî,
ulama kontemporer berbangsa Arab di akhir abad ke 20 adalah Wahbah az
Zuhailî. Beliau adalah ahli fiqih dan tafsir yang hasil karyanya banyak
dijadikan rujukan umat Islam saat ini serta diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa dunia. Mufassir Indonesia yang saat ini juga banyak digunakan
sebagai rujukan adalah M. Quraish Shihab. Sehingga penulis mengharapkan
dari kajian ini aka ada pemahaman kontemporer tentang wasathiyyah
sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Perumusan Masalah
Dengan mencermati dan memperhatikan pembahasan masalah di atas,
maka yang menjadi fokus permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana
konsep washatiyyah menurut Al-Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan M.
Quraish Shihab dalam Tafsirnya?
13
13
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan ditulisnya penelitian tesis ini diharapkan akan terwujud tujuan-
tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan penelitian sebagaimana bisa
ditarik dari perumuan masalah diatas adalah sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui konsep wasathiyyah dalam Al-Qur`ân.
b) Untuk mengetahui konsep wasathiyyah menurut perspektif ulama
Kontemporer yakni Al-Marâghî, Wahbah az Zuhailî, M. Quraish
Shihab dalam Tafsir Al-Marâghî, Tafsir Al-Munîr, dan Tafsir Al-
Mishbâẖ.
2. Signifikansi Penelitian
Realisasi penelitian ini akan bermanfaat dan signifikan paling tidak:
Pertama, memperluas kajian penafsiran Al-Qur`ân tentang prinsip
wasathiyyah secara konseptual. Kedua, dengan adanya kajian ini, dapat
menjadi kontribusi ilmiah dalam disiplin ilmu-ilmu Al-Qur`ân. Karena ilmu
Al-Qur`ân bukanlah disiplin ilmu yang stagnan dan terbatas untuk jangkauan
masa lampau semata, akan tetapi juga mengakomodir perkembangan baru
sesuai pemahaman manusia di setiap zamannya. Ketiga, memberikan
sumbangan kajian atas pemikiran Al-Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan M.
Quraish Shihab tentang gagasan-gagasanya berkaitan dengan wasathiyyah
kepada para pembaca. Keempat, kajian ini dapat dijadikan pegangan bagi
para dai sehingga dapat menyebarkan konsep wasathiyyah kepada umat
Islam secara umum. Kelima, pemaparan penelitian ini juga menjadi
sumbangsih bagi pengambil kebijakan dalam mengatasi persoalan umat saat
ini. Dan terakhir keenam, kajian ini diharapkan dapat memberikan arah bagi
penelitian-penelitian serupa yang lebih intensif di belakang dan di kemudian
hari. Sebab kesinambungan antara satu penelitian dengan penelitian yang
lain, selain dapat mengurangi tumpang tindihnya (overlapping) informasi, ia
juga bisa menjadi koreksi bagi penelitian terdahulu yang menawarkan
pandangan baru sebagai antisipasi serta solusi atas persoalan-persoalan yang
dihadapi zamannya.
D. Telaah Kepustakaan
Menurut pengamatan penulis karya-karya tulis tentang konsep
wasathiyyah, apakah karya tulis tersebut menjadikan tema wasathiyyahnya
sebagai tema sentral maupun hanya sebagai sub tema yang lebih luas, sudah
cukup banyak dihasilkan. Demikian juga, penelitian tentang pemikiran Al-
Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan M. Quraish Shihab, sudah banyak
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Namun penelitian khusus tentang
Al-Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan M. Quraish Shihab yang berkaitan
14
dengan tema wasathiyyah dalam tafsir mereka, setahu penulis, masih belum
ada.
Adapun penelitian yang menjadikan tema sentral maupun sub temanya
wasathiyyah, di antaranya adalah:
1. Fiqhu al-Wasathiyyah Islamiyyah wa at-Tajdîd; Ma‟âlim wa
Manarât. Buku ini terbilang komprehensif dan lengkap dengan
jabaran yang cukup panjang. Buku ini terdiri dari delapan bab yang
berisi uraian mengenai wasathiyyah. Bab pertama diawali dengan
menjelaskan definisi dan pengertian. Bagaimana wasathiyyah itu
berarti adil dan istiqomah. Penulis juga memaparkan kedudukan
Moderasi dalam Islam, pandangan yang keliru tentang moderasi,
cara dan kebutuhan umat terhadapnya.
2. Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan lil „Âlamin, karya Prof.
Dr. Achmad Satori Ismail dkk. Dalam buku ini Dr. Achmad Satori
dkk. yang terhimpun dalam lembaga Ikatan Dai Indonesia (IKADI)
berusaha memaparkan wajah Islam yang moderat dan sejuk melalui
pendekatan-pendekatan tematik yang merupakan bagian dari
cabang-cabang keilmuan Islam yang luas (tafsir, hadis, fiqih,
ekonomi, hingga dunia seni dan peradaban) Hanya saja buku ini
tidak terlalu fokus dan mendalam mengupas tema moderat
perspektif Al-Qur`ân.
3. Fikih Jalan Tengah: Dialektika Hukum Islam dan Masalah-masalah
Masyarakat Modern, karya Pradana Boy ZTF. Buku ini lebih
menekankan dan menitikberatkan kajiannya terhadap prinsip-prinsip
moderasi Islam dalam dialektika hukum Islam (fikih) kontemporer,
di antaranya permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi dan hubungan antara muslim
dan non muslim.
4. Al-Wasathiyyah fî Al-Qur`ân al-Karîm, karya Dr. Ali Muhammad
Muhammad ash Shalabi. Buku ini merupakan karya tesis penulis di
Universitas Islam Ummu Durman, Sudan. Studi tesis yang diangkat
penulis terkait dengan tema wasathiyyah sebagai sebuah studi tafsir
Al-Qur`ân bercorak maudhu‟i (tematik). Di dalamnya, penulis
menganalisa secara mendalam term-term yang teridentifikasi
mengintepretasikan secara eskplisit maupun implisit tentang konsep
wasathiyyah lalu menyimpulkan sejumlah prinsip mendasar dari
konsep ini. Hal yang menarik dari disertasi ini adalah bagaimana
sang penulis dengan mendetail memaparkan berbagai wajah
wasathiyyah Islam yang aplikatif dari berbagai aspeknya; akidah,
ibadah, akhlak, dan hukum.
5. Wasathiyyah Ahl as-Sunnah bayna al-Firaq, karya Dr. Muhammad
Bakarim Muhammad Ba‟abdulllah. Buku ini lebih menekankan dan
15
15
menitikberatkan kajiannya terhadap karakter wasathiyyah yang
menjadi sifat yang orisinil dari perspektif pemikiran ahlus sunnah
wa al-jama‟ah. Lebih khusus terkait karakteristik pertengahan
konsep-konsep akidah ahlus sunnah wa al-jama‟ah. Lebih khusus
terkait karakteristik pertengahan konsep-konsep akidah ahlus
sunnah wa al-jama‟ah antara berbagai konsep akidah menyeleweng
dan ekstrem seperti antara qadariyyah dan jabariyyah dalam aspek
takdir, antara murjiah dan khawarij dalam aspek pelaku dosa besar,
dan lainnya.
6. Konsep Al-Wasathiyyah dalam pemikiran Politik Yusul Al-
Qaradhawi, Disertasi Bashori Ahmad Dimyati mahasiswa Pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Moderasi Menurut Al-Qur`ân: Studi Kritis Gerakan Salafi Wahabi
dan Islam Liberal, Tesis Owen Putra, Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-
Qur`ân Tahun 2013. Tesis ini menfokuskan kajian seputar moderasi
menurut Al-Qur`ân dengan mengkritisi dua kelompok yakni
kelompok Salafi Wahabi dan Islam Liberal serta menyuguhkan
solusinya pada isu-isu tertentu, seperti tren Tafkir dan pluralisme
agama.
Dari buku-buku di atas, penulis belum menemukan uraian komphrensif
mengenai wasathiyyah menurut Al-Marâghî, Az Zuhailî, dan M. Quraish
Shihab dalam tafsir mereka, sehingga hasil-hasil kajian di atas penulis
anggap sangat berguna bagi penulis, sebagai langkah awal untuk memasuki
pintu penelitian yang akan penulis lakukan di samping sebagian dari sumber-
sumber rujukan dalam penelitian ini.
E. Metodologi Penelitian Dalam penelitian tesis ini, penulis menggunakan dua macam metode,
yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data.
1. Metode Pengumpulan Data Metode yang dipergunakan untuk memperoleh data dalam penulisan
tesis ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research). Dengan
cara menuliskan, mengedit, mengklarifikasikan, mereduksi, dan menyajikan
data yang diperoleh dari berbagai sumber yang tertulis.30
Untuk mendapatkan data-data tersebut ada beberapa sumber yang akan
dipergunakan, yaitu :
30
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasih,
1996), h. 30.
16
a) Sumber Data Primer
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sumber informasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab
terhadap pengumpulan data atau penyimpanan data.31
Sumber primer
yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kitab Tafsir Al-
Marâghî karya Syeikh Al-Marâghî, Tafsir Al-Munîr karya Syeikh
Wahbah az-Zuhailî, dan Tafsir Al-Mishbâẖ karya M. Quraish Shihab
khususnya surah Al-Baqara.
b) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu informasi yang tidak secara langsung
mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap informasi yang
ada padanya.32
Sumber ini diperoleh dari berbagai data, buku-buku
yang secara tidak langsung berkait erat dengan pokok permasalahan.
2. Metode Analisis Data
Metode Pembahasan yang akan digunakan terhadap penelitian ini
dengan menggunakan metode deskriptif analistis (penelitian deskriptif)
dengan pendekatan komparatif dan teknik content analysis (analisis isi).
Karena kajian penulis berkaitan dengan tafsir Al-Qur`ân, maka penelitian ini
juga menggunakan metode penafsiran maudhu‟i.
Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu
keadaan secara objektif. Menurut Sukmadinata, N. S, (2011), penelitian
deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau rekayasa
manusia. 33
Komparatif atau Muqarran merupakan penelitian pada sekelompok
ayat Al-Qur`ân atau suatu surah tertentu dengan cara membandingkan antara
ayat dengan ayat, antara ayat dengan hadis Nabi Saw., dan antara pendapat
ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek
yang dibandingkan.34
Content analysis adalah sebuah teknik yang digunakan untuk
menganalisis dan memahami teks guna mengambil kesimpulan dengan
mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif,
31
Moh. Ali, Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa,
1987), h. 42. 32
Ali, Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi, h. 42. 33
Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasih, 1996), h.29 34
Abu al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidâyah fi al-Tafsîr al-Maudhû‟i (Mesir: Maktabah
al-Jumhuriyyah, 1977), h. 45.
17
17
sistematis dan generalis.35
Dengan tahapan sebagi berikut: Pertama,
Pertanyaan Penelitian atau Perumusan Masalah. Pertanyaan penelitian dapat
disebut sebagai kunci pembuka penelitian sehingga memungkinkan penulis
secara leluasa melihat permasalahan yang terjadi. Setidaknya ada 3 (tiga)
komponen yang perlu ditampakkan yaitu (1) sesuatu hal yang dikaji dan
terdokumentasi, (2) pada media atau sumber data tertentu, dan (3) berada
pada periode tertentu. Kedua, Sumber Data, yakni menentukan sumber data
yang relevan dengan masalah penelitian. Ketiga, Definisi Operasional yakni
berkaitan dengan unit analisis. Penentuan unit analisis dilakukan berdasarkan
topik atau masalah riset yang telah ditentukan sebelumnya. Keempat,
penyusunan Kode dan Mengecek Reliabilitas. Kode dilakukan untuk
mengenali ciri-ciri utama kategori. Idealnya, dua atau lebih coder sebaiknya
meneliti secara terpisah dan reliabilitasnya dicek dengan cara
membandingkan satu demi satu kategori. Kelima, Analisis Data dan
Penyusunan Laporan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan disusun
laporan penelitian dengan menggunakan format sesuai kaidah akademis.
Adapun langkah-langkah dalam penafsiran dengan metode maudhu‟i
adalah; Pertama, menetapkan masalah-masalah yang dibahas. Kedua,
menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah. Ketiga, menyusun
runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang
asbab an-nuzulnya. Keempat, memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam
suratnya masing-masing. Kelima, menyusun pembahasan dalam kerangka
yang sempurna. Keenam, melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang
relevan dengan pokok bahasan. Ketujuh, mempelajari ayat-ayat tersebut
secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai
pengertian yang sama, atau mengompromikan antara yang umum dan yang
khusus, atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga semuanya bertemu
dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.36
F. Teknik dan Sistematika Penulisan
Untuk teknik penulisan, tesis ini berpijak pada pedoman penulisan
karya ilmiah, skripsi/tesis, Institut Ilmu Al-Qur`ân Jakarta, yang diterbitkan
oleh IIQ Jakarta.
Adapun sistematika penulisan tesis ini, penulis menggunakan
sistematika penulisan yang diuraikan dalam tiga bagian yaitu bagian awal,
bagian utama, dan bagian akhir.
1. Bagian awal (prelemanasies) mencakup: halaman judul, surat
pernyataan keaslian tesis, surat persetujuan tesis, surat pengesahan
35
Cokroaminoto, http://analisis-isi-content-analysis-dalam. html diposkan pada
tanggal 04 Januari 2011, diakses 21 April 2014 36
Al-Farmawi, Al-Bidâyah fi At-Tafsîr Al-Maudhû‟i Dirasah Manhajiyyah
Maudhû‟iyyah, terj. Rosihan Anwar, h. 51
18
tesis, halaman persembahan, kata pengantar, pedoman transliterasi
Arab-Latin, dan halaman daftar isi.
2. Bagian utama merupakan isi pokok dari tesis ini yang mencakup :
Bab I, Pendahuluan. Bab ini meliputi: Latar belakang masalah,
permasalahan, yang mencakup: Identifikasi masalah, pembatasan masalah,
dan perumusan masalah. Telaah kepustakaan, tujuan, dan signifikansi
penelitian, metode penelitian, yang mencakup: metode pengumpulan data
dan metode analisis data. Serta teknik dan sistematika penulisan.
Bab II, menjelaskan wacana Al-Wasathiyyah dalam Al-Qur`ân.
Bab ini meliputi: Pengertian Wasathiyyah secara Etimologis dan
Terminologis dan wacana wasathiyyah dalam Al-Qur`ân dan Hadis yang
ditunjukkan dengan term Ummatan Wasathan, al-„adl, al-muqtashid, al-
wazn, al-qisth, ash-shirâth al-mustaqîm, al-ghuluw, al-ifrâth, al-isrâf, dan
at-tatharruf, at-tanathu‟ dan at-tasyaddud.
Bab III, menjelaskan tentang Tafsir: Tafsir Al-Marâghî, Tafsir Al-
Munîr, dan Tafsir Al-Mishbâẖ. Bab ini meliputi: Pembahasan terkait
beberapa tafsir yaitu: Tafsîr Al-Marâghî, Tafsir Al-Munîr, dan Tafsir Al-
Mishbâẖ. Yang mencakup profil pengarang Tafsir Al Marâghi, Musthafa
Al Marâghi, Tafsir Al-Munîr, Wahbah Az Zuhailî, dan Tafsir Al Mishbâẖ, M. Quraish Shihab. Serta pembahasan tentang latar belakang penulisan
ketiga kitab tafsir, sumber, corak, metode, dan sistematika penulisan tafsir,
serta pandangan tokoh terhadap ketiga kitab tafsir tersebut.
Bab IV, memaparkan analisis terhadap konsep Al-Wasathiyyah
dalam Tafsir Al-Marâghî, Tafsir Al-Munîr, dan Tafsir Al-Mishbâẖ. Bab
ini meliputi: Analisis terhadap al-wasathiyah dalam tafsir kontemporer
yang mencakup: penafsiran Al-Marâghî tentang ayat wasathiyyah dalam
Tafsir Al-Marâghî, penafsiran Wahbah az-Zuhailî, dan Quraish Shihab
tentang ayat wasathiyyah (Al-Baqarah [02]: 142-143) dan analisa
komparatif yang penulis ajukan tentang tentang tafsir ayat wasathiyyah
(Al-Baqarah[02]: 142-143) dalam ketiga tafsir tersebut. Serta prinsip-
prinsip dan karakteristik wasathiyyah yang dapat digali dari penafsiran
mereka.
Bab V adalah Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
Kemudian pada bagian akhir, penulis mencantumkan refesensi atau daftar
pustaka
155
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir tesis ini penulis memberikan kesimpulan dan
saran-saran dari pembahasan-pembahasan yang ada dalam bab sebelumya
sebagaimana berikut :
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah dibahas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Al-Marâghî, Wahbah az-Zuhailî, dan Quraish Shihab
mendeskripsikan konsep wasathiyyah dalam tafsirnya berbeda namun
secara substansial tetaplah sama.
Al-Marâghî menekankan bahwa umat yang berpredikat wasathiyyah
sebagai umat pilihan dan yang adil. Wahbah az-Zuhailî menitikberatkan
bahwa “Ummatan Wasathan” sebagai umat pilihan yang berkarakter
wasathiyyah yaitu umat terbaik yang memiliki karakter wasathiyyah di
setiap kondisi. Sedangkan Quraish Shihab lebih rinci menjelaskan
wasathiyyah, yakni dalam memandang Tuhan (beragama), adil dalam
kehidupan dan menjadi teladan bagi seluruh umat.
Perbedaan ketiganya terlihat bahwa Al-Marâghî dan Wahbah az-
Zuhailî dalam penafsirannya langsung pada makna hakiki sedangkan
Quraish Shihab melalui bahasa dan secara majazi.
Persamaan ketiganya adalah pada karakter wasathiyyah yang
melekat yakni sifat moderat yang dimiliki oleh umat Islam, yakni tidak
condong ke arah berlebih-lebihan (ifrath) ataupun meremehkan (tafrith)
dalam berbagai permasalahan yang terkait dengan agama atau dunia.
Bukan termasuk kelompok mereka yang ekstrem dalam beragama (arbab
al ghuluw fi ad din al mufrithin), dan bukan pula termasuk yang
menganulir ketentuan-ketentuan agama (arbab at ta’thil al mufarrithin).
Bukan pula orang-orang materialis seperti Yahudi dan Musyrikin bukan
pula orang-orang rohaniawan seperti Nashara. Namun mereka
menggabungkan dua hak: hak jasad dan hak roh, serta tidak melalaikan
salah satu sisi atas yang lainnya, hal ini selaras dengan fitrah manusia
yang terdiri dari jasad dan roh. Begitu juga dalam memandang sesuatu
mereka berfikir secara objektif, komphrehensif dan konsisten.
Di sisi lain kedudukan Nabi Muhammad Saw. Yang dijadikan saksi
dan teladan bagi umat Islam menjadikan umat Islam harus meneladani
Nabi Muhammad Saw dalam nilai-nilai yang beliau ajarkan/terapkan
156
Ketiga mufassir sepakat bahwa karakteristik ini secara implisit juga
telah diisyaratkan oleh posisi Ka’bah sebagai kiblat kaum muslimin yang
berada di pertengahan bumi (poros bumi), berdasarkan konteks ayat.
Selain itu atas dasar wasathiyyah ini, kelak umat Islam akan menjadi
saksi atas umat-umat lainnya dengan melakukan koreksi serta meluruskan
berbagai kekeliruan yang mereka lakukan. Karakteristik ini juga akan
senantiasa melekat kepada umat Islam selama mereka konsisten dalam
mengimplementasikan ajaran Islam secara benar berdasarkan ilmu yang
diakui sepanjang masa serta dengan niatan tulus dengan meneladi sifat dan
sikap Nabi Muhammad Saw.
Dari penafsiran ketiga mufassir tersebut dapat digali beberapa
prinsip dan karakteristik dalam washathiyyah yakni, prinsip; pertama
adalah keadilan, kedua keseimbangan dan ketiga toleransi (tasamuh).
Sedangkan karakteristiknya adalah; pertama, memahami realitas, kedua,
memahami fiqih prioritas, ketiga, mengedepankan prinsip kemudahan,
Keempat, selalu condong pada kebaikan, kelima, menyeru pada
kedamaian, keenam, keterbukaan dalam menyikapi perbedaan, dan
ketujuh, istiqomah
B. Saran-saran
Sebagaimana penelitian pada umunya, sudah tentu apa yang telah
dihasilkan oleh penulis melalui tesis ini tidaklah terlepas dari kekurangan
yang ada. Kajian tentang al-Wasathiyyah menjadi perhatian khusus karena
saat ini aliran maupun golongan yang berpaham ekstrem banyak
bermunculan dan untuk kembali meneguhkan karakteristik ajaran Islam
sesuai dengan petujuk Al-Qur`ân dan Hadis Nabi. Sebagai penutup dari
penelitian ini, maka penulis menyampaikan beberapa saran berikut :
1. Perlunya melakukan penelitian yang komprehensif, luas, dalam
dan spesifik mengenai wasathiyyah agar dapat diaplikasikan
langsung dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kepada para tokoh dan Dai seyogyanya mensosialisasikan ajaran-
ajaran wasathiyyah ini secara intens kepada masyarakat dengan
bijaksana, sehingga terbentuklah masyarakat yang bermartabat.
3. Bagi para penegak hukum, pelaksana tugas kenegaraan maupun
para pengambil kebijakan hendaknya ajaran-ajaran wasathiyyah
ini disebarkan luaskan dan menjadi landasan dalam
penyelenggaraan negara sehingga membawa pada kemaslahatan
bagi seluruh bangsa dan negara.
157
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurahman M., (Baadiyow), The Islah Movement: Islamic
Moderation in War-torn Somalia, Mogadishu: t.pn, 2008;
Abi Syaibah, Abu Bakr Abdullah bin Ibn, Mushannaf Ibn Abî Syaibah, t.t:
Dar al Qiblah dan Dar as Salafiah al Hindiah al Qadimah, t.th, jilid.
XIII;
Abu Bakar, Bahrun dan Drs. Hery Noer Aly, terj.Tafsir Al-Marâghî jilid 4,.
Semarang: PT. Karya Toha Putra cet.2, 1993
Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim bin al-Hajjaj, Beirut: Dar Ihya‟ at Turats al „Arabi, 1392 H,
cet. 2, vol. 16;
Ahmad bin Ali, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-
Bukhari, Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1379 H, vol. 1
Ahmad bin Hambal, Abu Abdullah, Musnad al-Imâm Aẖmad bin Hambal,
Beirut: Mu`assasah ar-Risalah, 200), juz 2
Al-„Azhimabadi, Muhammad Asyraf bin Amir (w. 1329 H), „Aun al
Ma‟bud Syarh Sunan Abi Daud, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah,
1415 H, cet. 2, vol. 12
Al-Andalusi, Abu al Hayyan, Tafsîr al Bahr al Muhîth, Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiah, 1422/2001, cet. ke- 1, jilid. 5;
Al-Asfahani, Raghib, Mufradât Alfâzh Al-Qur`ân, Damaskus: Dar al-
Qalam, t.th, jilid. II
________________, Al-Mufradât fî Gharîb Al-Qur`ân, ditahqiq Markaz ad
Dirasat wa al Buhuts, t.t: Maktabah Nazzar Musthafa al Baz, t.th
Al-Baidhawi, Abu Said Abdullah bin „Amr, Tafsîr Al-Baidhâwî, (Anwâr at
Tanzîl wa Asrâr at Ta‟wîl), ditahqiq oleh Mahmud Abd al Qadir al
Arna‟uth, Beirut: Dar Shadir, 2001, cet. ke-1;
Al-Bukhari, Muhammad Ibn Isma‟il Abu Abdullah, Shahîh Al-Bukhâri, juz
4 hadis ke 3339, tt: Dâr Thuruq An-Najâh, 1422, cet. I;
Al-Farmawi, Abdul Hayy. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu‟i. (Kairo: Dar
ath-thaba‟ah wa an-Nasyr al-Islami, 2005)
____________________, Al Bidayah fi At Tafsir Al Maudhu‟i; Dirasah
Manhajiyyah Maudhu‟iyyah, terj. Rosihan Anwar, Bandung:
Pustaka Setia, 2002;
____________________, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu‟I, Mesir:
Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977;
Ali, Moh., Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi, Bandung:
Angkasa, 1987;
Ali, Yusuf, The Holy Al-Qur`ân: Text, Translation and Commentary
Bairut: Dar Al Fikr, 1938, cet. 3
158
Al-Imadi, Abu as Su‟ud Muhammad bin Muhammad, Irsyâd al „Aql as
Salîm ilâ Mazâyâ al-Qur‟ân al Karîm, (Beirut: Dar Ihya‟ at Turats,
t.th), jilid. 5;
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim, Madârij as Sâlikîn baina Manâzil Iyyâka
Na‟budu wa Iyyâka Nasta‟în, ditahqiq oleh Muhammad Abdar
Rahman al Mura‟syali, Beirut: Dar Ihya‟ at Turats al „Arabi,
1419/1999, cet. ke-1;
Al-Jurjani, Ali bin Muhammad, At-Ta‟rîfât, Beirut: Dar al Kitab al Arabi,
1405, jilid. I;
Al-Lahham, Badi as Sayyid, Wahbah az-Zuẖailî: al-„Alim al-Faqih al-
Mufassir, Damaskus: Dar al-Qalam, 2001, cet. 1
_______________, Syeikh Prof. Dr.Wahbah az-Zuhaily: Ulama
Karismatik Kontemporer – Sebuah Biografi, terj. Dr. Ardiansyah,
MA., Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2010;
Al-Luwaihiq, Abdurrahman, Al-Ghuluw fi ad-Din;
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maragahi, Kairo: Maktabah al-
Baba al-Jabliwa Auladuh, 1946, jilid 1, cet.1;
Al-Mawardi, Abu al Hasan Ali, An Nukat wa al „Uyûn, Beirut: Dar al
Kutub al Ilmiah, t.th, jilid. I;
Al-Munawi, Zainuddin Abd ar Ra‟uf, at Taisir bi Syarh al Jami‟ ash
Shaghir, Riyadh: Maktabah al Imam asy Syafi‟i, 1408/1988, cet. 2,
vol. 2;
Al-Muraini, Al Jilali, al Qawâ‟id al Ushûliyyah „inda al Imâm al Syâtibî,
Kairo: Dar Ibn Affan, 2002;
Al-Qardhawi, Yusuf, Al-Khasha‟is al-Islamiyyah baina al-Jumud wa at-
Tatharruf, Kairo: Dar Asy Syuruq, 2001, cet. 1
_________________, ash-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Jumûd wa ath-
Tatharruf, al Fiqh al-Islâmî baina al-Ashâlah wa at-Tajdîd, Kairo:
Maktabah Wahbah, 1419/1999, cet. ke-2;
_________________, Al-Khashâ‟is al-„Âmmah li al Islâm, Bairut:
Mu‟assasahar Risalah, 1983,cet. ke-2;
_________________, Dirasah fi Fiqh Maqâshid Asy-Syarî‟ah; Baina al-
Maqâshid Al-Kulliyyah wa An-Nushuh Al-Juz‟iyyah, Mesir: Dar
Asy-Syuruq, 2006 terj. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007, Cet. 1;
_________________, Fiqih al-Wasathiyyah al-Islamiyah wa Tajdid
Ma’âlim wa Manâratl, Kairo: Daru Syuruq, t. t.
_________________, Sekuler Ekstrim, terj. Nabhani Idris, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2000, cet.ke-1
Al-Qusyaerî, Muslim bin al-Hajjâj Abu al-Hasan, Shahîh Muslim, Beirut:
Dar Ihya` at-Turats al-Arab), juz 1;
Al-Syaukani, Muhammad bin Ali, Tafsir Fath al Qadir, cet. ke-2, jilid. 2;
159
Al-Yahya, Abdullah bin Abdul Aziz, Al-Wasathiyyah ath-Tharîq ilâ al
Ghad, Riyadh: Dar Kunuz Isybilia, 1429/2008, cet. ke-1;
Anis, Ibrahim et. al, Al-Mu‟jam al-Wasîth, ditahqiq oleh Majma‟ al-
Lughah al-„Arabia, t.t: Dar ad Da‟wah, t.th jilid. 2
An-Najjar, Muhammad Ali, Mu`jam Alfâzh Al-Qur`ân al-Karîm, Kairo:
Majma` al-Lughah al-Arabiyyah, 1996, jilid. 4;
Ar-Razi, Fakhr ad-Din, Mafâtîh al Ghaib, Beirut: Dar al Kutub al „Ilmiah,
1421/2000, jilid. 9;
Ar-Rumi, Fahd bin Abd ar Rahman, Manhaj al Madrasah al-„Aqliyyah al
Haditsah fi at Tafsir, vol. 1
Ash-Shalabi, Ali Muhammad Muhammad, al Washatiyyah fî al Qur‟ân,
Kairo: Maktabat at Tabi‟in, 1422/2001, cet. ke-1;
As-Sa‟di, Abd ar-Rahman, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm
al-Mannân, Beirut: Mu‟assas ar-Risalah, 1421/2000, cet. ke-1;
As-Suyuthi, Jalaluddin, Jami‟ al-Ahadits, (t.t: t.pn, t.th), vol. 5;
Asy-Syaukani, Muhammad Ali, Fath al Qadîr: al Jâmi‟ Baina Fannai ar
Riwâyah wa ad Dirâyah min „Ilm at Tafsîr, Riyadh: Maktabah ar
Rusyd, 1428 H/2007 M, cet. ke-5, jilid. 2;
Ath-Thabari, Ibn Jarir, Jâmi‟ al Bayân „an Ta‟wîl Ay Al Qur`ân, ditahqiq
oleh Mahmud Muhammad Syakir, Kairo: Maktabah Ibn Taimiah,
t.th, vol. III;
Ath-Thahir bin „Asyur, Muhammad, At-Tahrîr wa at-Tanwîr (Tahrîr al
Ma‟nâ as-Sadîd wa Tanwîr al „Aql al Jadîd min Tafsîr al Kitâb al
Majîd), Tunis: addar At Tunisiah li an Nasyr, 1984, jilid. V
At-Tamimi, Muhammad bin Khalifah, Huqûq an Nabî Shallallahu „alaihi
wa Sallam „alâ Ummatihi fî Dhau‟i al-Kitâb wa as-Sunnah, Riyadh:
Adhwa‟ as-Salaf, 1418/1994, cet. ke-1, juz. II
Az Zuẖailî, Muhammad, Indahnya Islam di tengah Tarikan Kaum Ekstrem
dan Liberal, terj. Kuwais dan Ahmad Yunus, Jakarta: Akabar Media
Eka Sarana, 2008) cet. 1;
__________________, Indahnya Islam: Di tengah Tarikan Kaum Ekstrim
dan Liberal, terj. Kuwais dan Ahmad Yunus Naidi, S. Ag., Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana, 1492/2008, cet. ke- I;
Az-Zuẖailî, Wahbah, Dalam Muqaddimah Tafsir al-Munir, Damaskus :
Darul Fikr, 1991;
________________, Tafsir al – Munir, jilid 2;
________________, Atsar al- Harb fi Fiqh al-Islam Dirâsah Muqaranah,
Beirut: Dar al Fikr, 1989
________________, Tafsir al Munîr: fi al Aqidah wa al Manhaj wa asy
Syarî‟ah, Damaskus: Darul Fikr, 1991
Ba‟abdullah, Muhammad Bakarim Muhammad, Wasathiyyah Ahl Sunnah
baina al Firaq, Riyadh: Dar ar Rayah, 1415/1994, cet. ke-1;
160
Bashory,Ahmad Dimyathi, Konsep Wasathiyyah Dalam Pemikiran Politik
Yusuf Al-Qardhawi, Tangerang: YPM, 2011
Bin Ali, Ibnu Hajar al-Asqalani Ahmad, Fath al-Bari Syarh Shahih al-
Bukhari, (Beirut: Dar al Ma‟rifah, 1379 H), vol. 1
Cokroaminoto, http://analisis-isi-content-analysis-dalam. html diposkan
pada tanggal 04 Januari 2011,
Departemen Agama RI, Ensklopedi Islam, Jakarta: tp, 1993 M, vol. 2
Echols, John M. dan Hasan Shadily, An English-Indonesiam Dictionary,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, cet. ke-26;
Federspiel,Howard M., Kajian Al-Qur`ân Indonesia: Dari Mahmud Yunus
Hingga Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin, Bandung: Mizan, 1996
Goldziher, Ignaz. Mazhab Tafsir, Yogyakarta: elSAQ Press, 2006
Hambali, M. Ridlwan, “Hasan Hanafi: Dari Islam “Kiri”, Revitalisasi
Turast, hingga Oksidentalisme
Hanafi, Mukhlis M. et. al, Tafsir Al-Qur`ân Tematik: Moderasi Islam,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`ân, 1433 H/2012 M
_____________, Tafsir Al-Qur`ân Tematik, entri: Hukum Keadilan dan
Hak Asasi Manusia, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`ân,
1431/2010), cet. ke- 1;
_____________, Berguru Kepada Sang Guru, Ciputat: Penerbit Lentera
Hati, 2014, cet. 1;
_____________, “Seminar Peran Al-Azhar dalam Penguatan Moderasi
Islam” yang diselenggarakan Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional
(IAAI) cabang Indonesia bekerja sama dengan Kedutaan Besar
Mesir di Jakarta dan Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta;
Haqiqi, Ismail, Tafsîr Rûh al Bayân, (t.t: t.pn, t.th), jilid. 14;
Heizer, Herman, Tafsir Al-Misbah: Lentera bagi ummat Islam Indonesia,
Jakarta: Majalah Tsaqafah, 2003, vol. 1, no.3
Ibn Juzay, At-Tashîl li „Ulûm at Tanzîl, Beirut: Dar al Kutub al „Ilmiah,
1415/1995, cet. ke-1, jilid. I;
Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur`ân al „Azhîm, t.t: Dar Thayyibah, 1420 H./1990
M, v.. V;
________, Tafsir Al-Qur`ân al-„Azhim, t.t: Dar Thayyibah, 1420/1990 cet.
ke-2, jilid. I;
Ibnu Faris, Mu‟jam Maqâyîs al-Lughah, juz. 5,
Imzi, Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab
Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, Depok: LSIQ,
2013, Cet. I;
______________, Ensiklopedi kitab-kitab Tafsir Kumpulan Kitab-kitab
Tafsir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer, Depok: Lingkar
Studi Al-Qur`ân, 2003), cet. 1
161
Ismail, Achmad Satori (et.al.), Islam Moderat: Menebar Islam Raẖmatan lil
„Âlamîn, Jakarta: Pustaka Ikadi, 2007, cet. ke-1;
Isnaini, Tesis Pemikiran Hukum Islam mq dalam Masalah-Masalah
Kontemporer
Iyazi, Muhammad Ali, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum,
Teheran: Muassasah al-Thibaah wa al-Nasyri Wuzaratu al-Tsaqafah
al-Irsyadu al-Islami, t.th, cet. 1
Jalal, Ahmad H. A, Tafsir al- Marâghî dan Tafsir Nur Sebuah
Perbandingan, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1985
Johnson, “Moderasi Islam”, www.tribunews.com, diakses 1 April 2013
Luthfi, Musthafa, Melenyapkan Hantu Terorisme dari Dakwah
Kontemporer, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008, cet. 1;
Mahmud, Jamaluddin, “The Concept, Characteristic and Application of
Wasatiya in Islamic Legislation”, Jurnal Islam Today, (ISESCO,
1992;
Muammar, Khalif, Atas Nama Kebenaran, Tanggapan Kritis Terhadap
Wacana Islam Liberal, Kuala lumpur: Akademi Kajian
Ketamadunan, 2006;
Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake
Sarasih, 1996;
Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, cet. 1
Mustaqim, Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: LKIS
Group, 2010;
Nuwahid, Adil, Mu‟jam al-Mufassirûn Sadr al-Islâm hatta al-Asr al Hâdir,
Beirut: Muassasah al-Nuwaihid al-Saqâfiyah, 1409 H./1988 M, cet.
2, jilid 1;
Purwanto, Itik Data surat-menyurat dengan Dr. Wahbah dalam Tesis:
Metodologi Tafsir Munîr, Jakarta, 2002.
Qasim, Aun Syarif, Fî ath Tharîq ilâ al Islâm, Beirut: Dâr al-Qalam, 1980;
Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur`ân, Beirut : Darusy Syuruq, 1992,
vol. 1;
Shalih bin Humaid, Raf‟u al-Haraj fî asy-Syarî‟ah al-Islâmiyyah, t.t: Dar
al-Istiqamah, 1312, cet. ke-2
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Mishbah, Ciputat: Lentera Hati, 2000, cet. I
,vol. I;
_______________, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur`ân, Jakarta; Lentera Hati, 2003 Vol. 15
_______________, Wawasan Al-Qur`ân, Bandung: PT. Mizan Pustaka,
cet. 16
_______________, Membumikan Al-Qur`ân: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2007
162
_______________, Membumikan Al-Qur`ân 2, Ciputat : Lentera Hati,
2011
Sibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011)
Subhan, Arief, Tafsir Yang Membumi, Jakarta: Majalah Tsafaqah, 2003,
vol. 1
Sya‟rawi, M. Mutawalli, Tafsir As-Sya‟rawi, Kairo: Akhbar al
Yaum,1991, vol. 1;
Syakirman, http://syakirman.blogspot.com/2010/11/metode-tafsir-modern-tafsir-al-
manar-al. html diposting tanggal 18 Mei 2014
Tibi, Bassam, Arab Nationalism A Critical Enquiry, London: MacMilan,
1990
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 2005, cet. ke- 3
Tim Penyusun, Moderasi Islam, Jakarta: Lajnah Pentashih Al-Qur`ân,
2012;
Umar, Ahmad Mukhtar, al Mu‟jam al Mausû‟i li Alfâdz al Qur`ân al
Karîm wa Qirâ‟atihi, Riyadh: Mu‟assasah Suthur al Ma‟rifah,
1423/2002, cet. ke- 1;
Zaini, Hasan, Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam Tafsir al Marâghî, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1997 M, cet. 1