akuntansi-ppn

84
Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009. FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN SKRIPSI PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT ENAM ENAM GROUP MEDAN Oleh : NAMA : ANDRE H PAKPAHAN NIM : 050503212 DEPARTEMEN : AKUNTANSI Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi 2009

Upload: fanfan

Post on 21-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

akun ppnn

TRANSCRIPT

Page 1: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

SKRIPSI

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PADA PT ENAM ENAM GROUP MEDAN

Oleh :

NAMA : ANDRE H PAKPAHAN

NIM : 050503212

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi

2009

Page 2: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penerapan Akuntansi

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT Enam Enam Group” adalah benar hasil karya

saya sendiri dan judul ini belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh

mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S1 Departemen Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar,

apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia

menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 22 Juni 2009

Yang Membuat Pernyataan,

Andre H Pakpahan NIM 050503212

i

Page 3: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga atas segala limpahan

anugerah dan berkat-Nya yang telah dilimpahkan sejak penulis mencari ide, mengajukan,

menyusun, hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa pengarahan,

bimbingan, bantuan, dan kerjasama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses

menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Hasan Sakti Siregar, M.Si., Ak. dan Ibu Mutia Ismail, MM, Ak. selaku Ketua

Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Arifin Lubis, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan

arahan Bapak dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak selaku Dosen Penguji I dan Bapak Fahmi Natigor

Nst, SE, M.Acc, Ak selaku Dosen Penguji II atas segala masukan dan saran yang telah

diberikan.

5. Kepada ayah tercinta dr. Rudolf H Pakpahan Sp Rad dan ibunda tercinta Bintang

Silaen. Terima kasih banyak untuk kasih sayang, didikan, dan dukungan berupa

nasehat, doa dan materi yang diberikan kepada saya.

ii

Page 4: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Saya berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Tuhan

senantiasa melimpahkan berkat dan karunia-Nya. Amin.

Medan, 22 Juni 2009

Penulis

Andre H Pakpahan NIM 050503212

iii

Page 5: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

ABSTRAK

PT Enam Enam merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pendistribusian alat KWh. PT Enam Enam merupakan PKP yang wajib mencatat semua jumlah harga perolehan dan penyerahan BKP terutama untuk menerapkan akuntansi PPN. Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PT Enam Enam Group Medan telah menerapkan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan SAK.

Dalam penulisan skripsi ini, penulisan menggunakan metode studi deskriptif yaitu menguraikan dan menjelaskan tentang akuntansi PPN pada PT Enam Enam. Jenis data yang dikumpulkan adalah data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari data primer dan sekunder. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik penelitian lapangan yaitu wawancara, observasi dan teknik dokumentasi.

Dari hasil penelitian akan dapat disimpulkan apakah perlakuan akuntansi atas PPN telah sesuai dengan peraturan perpajakan. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa akun PPN yang diterapkan perusahaan telah memadai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan peraturan perpajakan, walaupun masih ada hal-hal yang belum dilaksanakan tetapi perusahaan berusaha untuk menyempurnakannya. Perusahaan hendaknya terus mengikuti perkembangan peraturan perpajakan, sehingga tidak ada kesalahan yang disebabkan ketidaktahuan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Kata kunci : Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Perpajakan

iv

Page 6: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

ABSTRACT

PT Enam Enam Group Medan is a company engaged in distribution of KWh meters equipment. PT Enam Enam Group Medan is a Taxable Companies that has a duty to record all the price of acquisition and delivery of Taxable Gods especially to apply the Accounting of Value-Added Tax (VAT). The objective of this research is to know about if the company has been applying the Accounting of Value-Added Tax (VAT) according to Indonesia Financial Accounting Standard. In obtaining the necessary datas for the research, the author used the interview and documentation method. Datas used in this research consist of primary and secondary data. The analitical procedure used is descriptive analitical method. The observation result has been shown that the Accounting of Value-Added Tax (VAT) which is applied by the company has been appropriated with accounting principal and taxation laws, even tough there still other things have not done yet, the company always try to complete it. At least the company keeps following the development of taxation laws, until there is no mistakes that caused by the unknowing of taxation laws. Keywords : Accounting of Value-Added Tax, Taxation Laws

v

Page 7: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. ii

ABSTRAK…………………………………………………………………… iv

ABSTRACT…………………………………………………………………. v

DAFTAR ISI………………………………………………………………… vi

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….... x

DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1

B. Perumusan Masalah…………………………………….... 4

C. Tujuan Penelitian………………………………………… 5

D. Manfaat Penelitian……………………………………….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 6

A. Pengertian Akuntansi…………………………………….. 6

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Secara Umum…………. 6

1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……… 6

2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…… 8

vi

Page 8: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)………………………. 10

C. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)….. ... 11

1. Subjek Pajak……………………………………... 11

2. Objek Pajak…………………………………….. .. 14

D. Penghitungan dan Prosedur / Mekanisme Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)……………………………… .. 17

1. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… .. 17

2. Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan

Nilai (PPN)………………………………………. 21

E. Faktur Pajak…………………………………………….. 24

1. Faktur Pajak Standar…………………………… .. 25

2. Faktur Pajak Gabungan………………….……… 29

3. Faktur Pajak Sederhana…………………………. 30

F. Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) Menurut SAK dan UU Perpajakan………… 32

G. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…………….. 37

H. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……….. ... 46

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu………………………… ... 49

J. Kerangka Konseptual…………………………………. ... 50

vii

Page 9: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

BAB III METODE PENELITIAN………………………………… .. 51

A. Jenis Penelitian…………………………………………. .. 51

B. Jenis Data………………………………............................ 51

C. Teknik Pengumpulan Data…………………………….. .. 52

D. Metode Analisis Data…………………………………... .. 52

E. Responden……………………………………………… .. 52

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian…………………………... . 53

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN………………............... 54

A. Data Penelitian………………………………………… 54

1. Sejarah Singkat Perusahaan………………….. . 54

2. Struktur Organisasi Perusahaan………………. . 55

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)………………… 57

4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…………. 58

5. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).... 58

6. Mekanisme Pengkreditan Pajak serta Masa

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)………………… 59

7. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)…… ... 60

8. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN). ... 63

viii

Page 10: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

B. Analisis Hasil Penelitian…………………………………. 63

1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)………………….. 63

2. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)….. 64

3. Mekanisme Pengkreditan Pajak serta Pelaporan

SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)……… 64

4. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)………. 65

5. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)….. 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………. 68

A. Kesimpulan……………………………………………….. 68

B. Saran………………………………………………………. 68

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 70

ix

Page 11: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual………………………………… 50

Halaman

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan………………………. 72

x

Page 12: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Tabel 2.1 Pengakuan Pendapatan………………………………. 34

Halaman

Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu………………………… 49

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian………………………………………. 53

xi

Page 13: akuntansi-ppn

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin

terasa sebagai andalan penerimaan negara. Untuk lebih meningkatkan penerimaan

di bidang perpajakan, telah beberapa kali dilakukan penyempurnaan, penambahan,

bahkan perubahan di bidang perpajakan.

Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat baik

pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada Pemerintah

yang ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas

penyerahan barang/jasa kena pajak di daerah pabean yang dilakukan oleh

pabrikan, penyalur utama atau agen utama, importer, pemegang hak paten/ merek

dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut. Menurut Soemarso S.R (2003 : 269)

dalam buku Akuntansi Suatu Pengantar mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan

Nilai merupakan pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan melakukan

pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan

dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”. Setiap pembelian barang yang ada

hubungannya secara langsung dengan barang yang akan dihasilkan/ dijual, maka

atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak

(PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari harga beli barang,

sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari harga jual sebelum

Page 14: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

2

pajak sebagai PPN yang merupakan pajak keluaran untuk masa pajak yang

bersangkutan.

PT. Enam Enam Group merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam

bidang pemasaran alat KWh. KWh meter yaitu alat berupa piringan yang

berfungsi mengukur konsumsi energi pelanggan. Ditinjau dari kegiatan usahanya,

PT. Enam Enam Group melakukan kegiatan perdagangan yang dikenakan PPN,

karena merupakan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan

pabrikan PT. Mecoindo. Sebagai penyalur untuk kawasan Sumatera Utara, PT.

Enam Enam Group yang secara langsung mendistribusikan Barang Kena Pajak

(BKP) produk pabrikan. Bila perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang

Kena Pajak (BKP) maka dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dari

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) barang tsb. Sebaliknya bila perusahaan ini

melakukan penjualan terhadap barang tersebut , maka perusahaan berhak

melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) keluaran terhadap Barang

Kena Pajak (BKP) tersebut. Pajak masukan yang telah disetor dapat dikreditkan

dengan pajak keluaran yang telah dipungut. Kelebihan atas Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) ini dapat di restitusi atau dikompensasikan ke masa tahun pajak

berikutnya.

Masalah yang timbul dalam pencatatan Pajak Masukan maupun Pajak

Keluaran adalah berbedanya saat penyerahan barang kena pajak dan saat

pembuatan faktur pajak. Faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan setelah bulan

penyerahan barang kena pajak/ jasa kena pajak. Akibatnya, pada saat penyerahan

barang / jasa kena pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah terutang dan

Page 15: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

3

menurut pajak belum diakui karena faktur belum diterbitkan, tetapi pihak

perusahaan sudah menganggapnya sebagai penghasilan atas penjualan lokal dari

barang kena pajak tersebut dan mencatatnya sebagai pendapatan (prinsip akrual).

Dari segi akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan

beban atau perolehan aktiva. Penetapan penghasilan / pendapatan sangat penting

bagi perusahaan dan juga aparat perpajakan (fiskus) karena kekeliruan dalam

menentukan penghasilan / pendapatan tersebut akan mengakibatkan informasi

yang salah. Penetapan yang terlalu kecil (understated) atau terlalu tinggi

(overstated) akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat keputusan.

Penyampaian jumlah penghasilan kena pajak yang salah, misalnya lebih rendah

(understated) daripada yang sebenarnya merupakan suatu kesalahan yang dapat

dikenakan sanksi perpajakan.

Prosedur akuntansi untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kompleks

bila dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) sebelumnya. Namun, Undang-

undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengatur secara jelas bagaimana

mekanisme pembukuan pajak masukan dan pajak keluaran, sehingga masing-

masing perusahaan membukukannya sesuai dengan persepsinya. Tidak ada aturan

yang jelas mengenai pajak masukan dan ajak keluaran tersebut akan menyebabkan

terjadinya kesalahan pencatatan oleh perusahaan di dalam Laporan Keuangan

khususnya neraca. Seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mila Sartika

(2007) pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Medan,

dimana laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan tersebut hanya untuk

melihat bagaimana kinerja perusahaan, sehingga tidak sesuai dengan SAK karena

Page 16: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

4

tidak dapat dijadikan sebagai dasar penghitungan besarnya penghasilan kena

pajak. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Medan dalam

melakukan pencatatan pajak masukan dan pajak keluaran dilakukan pada setiap

akhir bulan yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi

penjualan. Apabila terjadi kesalahan di dalam pajak keluaran yang disajikan

terlalu besar (overstated) menyebabkan informasi yang dihasilkan di dalam neraca

menjadi tidak akurat serta mengakibatkan tingkat likuiditas perusahaan semakin

kecil, maka untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang akan terjadi sangat

diperlukan pencatatan yang baik mengenai akuntansi pajak sesuai dengan Standar

Akuntansi Keuangan (SAK).

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis termotivasi untuk membahasa masalah

ini dengan judul “Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT

Enam Enam Group Medan”.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka untuk mempermudah penulis

melakukan penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut : “ Apakah

penerapan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Enam Enam Group

Medan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keungan (SAK)?”

Page 17: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

5

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah PT Enam Enam Group Medan telah menerapkan akuntansi Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan SAK.

D. Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

tentang masalah yang diteliti, yaitu bagaimana penerapan akuntansi pajak

pertambahan nilai.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran

maupun bahan pertimbangan dalam menerapkan Akuntansi Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) pada perusahaan.

3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

wawasan serta dapat sebagai referensi bagi peneliti lain bila mengadakan

penelitian di masa yang akan datang.

Page 18: akuntansi-ppn

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Akuntansi

Akuntansi adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur dan

melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan dilakukannya penilaian dan

pengambilan keputusan secara jelas dan tegas bagi pihak–pihak yang

menggunakan informasi tersebut.

Dari pengertian di atas terkandung tujuan utama akuntansi adalah

menghasilkan atau menyajikan informasi ekonomi (economic information) dari

suatu kesatuan ekonomi (economic entity) kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. Informasi akuntansi itu pada dasarnya menyajikan informasi

ekonomi kepada banyak pihak yang memerlukan, sehingga akuntansi juga sering

disebut dengan bahasa dunia usaha karena akuntansi merupakan alat komunikasi

dan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Adapun pihak yang

memerlukan akuntansi dapat dibedakan yaitu pihak intern dan pihak ekstern.

B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Secara Umum

1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Untuk memahami pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), perlu diketahui

defenisi dari PPN yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain :

Menurut Soemarso S.R (2003 : 269) dalam buku Akuntansi Suatu Pengantar

mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan

pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas BKP/JKP yang dikenakan dari

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”.

Page 19: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

7

Menurut Yusdianto (2002 : 117) dalam buku Akuntansi Perpajakan Terapan

mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang

menggantikan Pajak Penjualan (PPn) karena memiliki karakter positif yang tidak

dimiliki olek Pajak Penjualan”.

Menurut Wirawan Ilyas dan Rudy Suhartono (2007 : 8) dalam buku Pajak

Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah mengatakan bahwa “Dalam UU

PPN tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Pejualan atas Barang Mewah (PPnBM), sehingga setiap orang dapat secara bebas

memberikan defenisi mengenai pajak tersebut.”

Dari pengertian di atas, walaupun pada hakekatnya defenisi tersebut berbeda, tapi

pada dasarnya maksud dan tujuan yang terkandung di dalamnya adalah sama.

Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen,

yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

Menurut Soemarso S.R (2003:270) :

“Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar pada waktu pembelian atau impor barang kena pajak serta penerimaan jasa kena pajak yang dapat dikreditkan untuk masa pajak yang sama. Dalam hal tertentu, pajak masukan tidak dapat di kreditkan. Sedangkan Pajak Keluaran adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang kena pajak yang ditambahkan sebesar 10% dari harga jual.” Menurut UU PPN No. 18 Tahun 2000 Pasal 1 :

“Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.”

Page 20: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

8

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU Nomor 8 Tahun 1983.

Kemudian UU ini diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994, dan yang terakhir

diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM). Aturan

pelaksanaan terakhir diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

159/PJ./2006 Tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara

Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar

Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 13/PJ.52/2006 Tanggal :31-10-2006.

2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Pajak Tidak Langsung

Pemikul beban pajak/pembeli dan penanggung jawab

pembayaran/penjual berada pada pihak yang berbeda. Apabila terjadi

penyimpangan pemungutan pajak, maka fiskus akan meminta

pertanggungjawaban penjual.

b. Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban membayar PPN ditentukan oleh adanya objek

pajak.

c. Multi Stage Tax

PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur

distribusi.

Page 21: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

9

d. Indirect Subtraction Method/Credit Method/Invoice Method

PPN yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara. PPN yang

disetor ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan

dengan Pajak Keluaran.

Pajak Masukan yang diperhitungkan untuk memperoleh jumlah PPN

yang harus dibayar ke Kas Negara merupakan kredit pajak. Untuk

mendeteksi kebenaran jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

dibutuhkan suatu dokumen sebagai alat bukti yang dinamakan Faktur

Pajak.

e. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa

Kena Pajak (JKP) di dalam negeri.

f. Netral

PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa dan pemungutannya

menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut di tempat barang/jasa

dikonsumsi).

g. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda

PPN hanya dikenakan atas nilai tambah dan PPN yang dibayar dapat

diperhitungkan dengan PPN yang dipungut.

h. Consumption Type Value Added Tax (VAT)

Dalam Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, Pajak Masukan atas

pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan

Page 22: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

10

Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak dan

atau Jasa Kena Pajak.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dari beberapa karakteristik PPN tersebut diatas, dapat dikemukakan

bahwa PPN memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Pajak

Penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, ternyata PPN juga tidak

bebas sama sekali dari beberapa kekurangan.

Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai :

1) Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda

2) Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri

3) Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Modal dapat diperoleh

kembali pada bulan perolehan, sesuai dengan tipe konsumsi (consumption

type VAT) dan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction

method).

4) Ditinjau dari sumber pendapatan Negara, Pajak Pertambahan Nilai

mendapat predikat sebagai “money maker” karena konsumen selaku

pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga

memudahkan fiskus untuk memungutnya.

Page 23: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

11

Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai :

1) Biaya administrasi relative tinggi bila dibandingkan dengan Pajak Tidak

Langsung lainnya, baik dipihak administrasi pajak maupun dipihak wajib

pajak.

2) Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan

konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya

semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak

yang dipikul. Dampak ini timbul sebagai konsekuensi karakteristik PPN

sebagai pajak objektif.

3) PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak. Kerawanan ini

ditimbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang merupakan

upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh pengusaha dalam

bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administrasi

fiskus.

Konsekuensi dari kelemahan PPN tersebut menuntut tingkat pengawasan yang

lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

C. Subjek dan Objek Pajak

1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat :

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan

usaha/ pekerjaannya:

Page 24: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

12

1) menghasilkan barang ; merakit, memasak, mencampur, mengemas,

membotolkan, menambang, menyediakan makanan dan minuman

yang dilakukan oleh usaha catering

2) mengimpor barang,

3) mengekspor barang,

4) melakukan usaha perdagangan,

5) memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,

6) melakukan usaha jasa, atau

7) memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang

dikenakan PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha

Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

1) yang melakukan penyerahan BKP/JKP (Ps.4 huruf a UU PPN)

2) yang mengekspor BKP (Ps. 4 huruf f UU PPN)

3) yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjual belikan (Ps. 16 D UU PPN)

Page 25: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

13

Pengusaha kecil :

1) Pengusaha yang menyerahkan BKP/JKP dalam 1 tahun buku

memperoleh peredaran penerimaan bruto tidak lebih dari

Rp.600.000.000,-

2) Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari

Rp.600.000.000,- Pengusaha Kecil dapat memilih untuk

dikukuhkan menjadi PKP.

3) Pengusaha Kecil yang telah melampaui Rp 600.000.000,- dalam

suatu masa pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan

sebagai PKP paling lambat akhir bulan setelah bulan

terlampauinya batasan tersebut.

4) Jika pelaporan tidak tepat waktu, maka saat pengukuhan adalah

awal bulan berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban

pelaporan usaha dilakukan.

5) Jika pengukuhan PKP dilakukan secara jabatan, maka saat

pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah akhir bulan

seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan.

c. Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP)

1) Siapapun yang mengimpor BKP (Ps. 4 huruf b UU PPN)

2) Siapapun yang memanfaatkan BKP tidak berwujud/ JKP dari luar

daerah pabean di dalam daerah pabean (Ps.4 huruf d,e UU PPN)

3) Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam linkungan

perusahaan/ pekerjaannya (Ps. 16 C UU PPN)

Page 26: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

14

2. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) :

a. Barang Kena Pajak (BKP)

BKP adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya

dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang

tidak berwujud yang dikenai PPN.

Penyerahan barang dapat dikenakan PPN bila penuhi unsur :

1) Penyerahan BKP

2) Daerah Pabean

3) Dilakukan dalam lingkungan kegiatan usaha/ pekerjaan

4) Yang melakukan harus PKP

PPN dikenakan atas :

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha;

2) Impor BKP;

3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha;

4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;

5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean;

6) Ekspor BKP oleh PKP;

Page 27: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

15

7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/ badan yang hasilnya

digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8) Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva

tsb tidak digunakan untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang

dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

b. Barang Tidak Kena Pajak (Non BKP) :

1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil

langsung dari sumbernya;

- Minyak Mentah (Crude Oil)

- Gas bumi, panas bumi

- Pasir dan kerikil

- Batubara sebelum diolah menjadi briket

- Biji besi, biji timah, biji emas, biji nikel, biji tembaga, biji

perak, biji bauksit

2) Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh

rakyat banyak;

- Beras, gabah

- Jagung

- Sagu

- Kedelai

- Garam

Page 28: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

16

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah

makan, warung, dan sejenisnya;

4) Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga.

c. Jasa Kena Pajak (JKP)

JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan/

perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/

kemudahan/ hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan

untuk menghasilkan barang karena pesanan/ permintaan dengan bahan

dan atas petunjuk dari pemesanan, yang dikenakan PPN.

Penyerahan jasa dapat dikenakan PPN bila penuhi unsur :

1) Penyerahan JKP

2) Daerah Pabean

3) Dilakukan dalam lingkungan kegiatan usaha/ pekerjaan

4) Yang melakukan harus PKP

d. Jasa Tidak Kena Pajak (Non JKP)

1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;

2) Jasa di bidang pelayanan sosial;

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;

4) Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan

hak opsi;

5) Jasa di bidang keagamaan;

Page 29: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

17

6) Jasa di bidang pendidikan;

7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak

tontonan;

8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;

9) Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;

10) Jasa di bidang tenaga kerja;

11) Jasa di bidang perhotelan;

12) Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum.

D. Penghitungan dan Prosedur/ Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

DPP adalah jumlah harga jual. Penggantian, nilai impor, nilai ekspor,

atau nilai lain yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang

dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak

yang terutang, yaitu:

1) Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP,

tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak. Harga jual dapat diperoleh dengan

menjumlahkan harga pembelian bahan baku, bahan pembantu, alat

Page 30: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

18

pelengkap lainnya ditambah biaya – biaya seperti penyusutan barang

modal, bunga pinjaman dari bank, gaji dan upah tenaga kerja,

manajemen, serta laba usaha yang diharapkan.

2) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan

JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak. Nilai penggantian merupakan

taksiran biaya untuk mengganti biaya yang dikeluarkan untuk

mendapatkan profesi, keterampilan, dan pengalaman yang memberikan

pelayanan dalam arti “jasa” tersebut. Jika harga jual atau nilai

penggantian menggunakan mata uang asing, maka harus dikonversikan

ke dalam mata uang rupiah dengan Keputusan Menteri Keuangan

mengenai kurs yang berlaku saat itu.

3) Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar

penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan

pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut

Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Nilai Impor yang menjadi

Dasar Pengenaan Pajak adalah harga patokan impor atau Cost

Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk

ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan

Peraturan Perundang-undangan Pabean. Rumus menghitung Nilai

Impor sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah :

Page 31: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

19

CIF + BEA MASUK = NILAI IMPOR

Dalam Nilai Impor tidak pernah termasuk PPN dan PPnBM.

4) Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

5) Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar

Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain

yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai

berikut:

- Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual

atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual

atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor,

- Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah

pekiraan Harga Jual Rata-rata;

- Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per

judul film;

- Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;

- Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut

menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar;

- Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual;

Page 32: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

20

- Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata

adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah

yang seharusnya ditagih;

- Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

- Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan

yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;

- Untuk penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau

sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah

Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

- Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui

juru lelang adalah harga lelang.

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Namun

demikian,mengingat UU PPN menganut azas destination principle

dalam pengenaan pajaknya maka untuk kegiatan ekspor dikenakan

tariff 0%. Pengenaan tarif 0% atas ekspor BKP adalah dimaksudkan

agar dalam harga barang yang diekspor tidak terkandung PPN.

Page 33: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

21

Menurut UU No. 18 Tahun 2000 Pasal 7 ayat 1, tarif PPN adalah sebagai berikut : 1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak merupakan tarif tunggal yang dikenakan terhadap semua jenis Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Dalam keadaan tertentu sesuai Peraturan Pemerintah, tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat dinaikkan menjadi setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dan serendah-rendahnya 5% (lima persen)

2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen)

Tarif Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak sebesar 0% dikenakan atas ekspor Barang Kena Pajak, dimaksudkan untuk mendorong para pengusaha agar mampu menghasilkan barang untuk diekspor sehingga dapat bersaing di pasar luar negeri. Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tetapi agar Pajak Masukan yang telah dibayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor tersebut dapat dikreditkan.

2. Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1) Saat terutang adalah saat pembayaran

2) Faktur dan SSP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan

3) Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran

4) Pemungut Pajak Wajib memungut PPN terutang pada saat

pembayaran (bukan pada saat penyerahan)

5) Bendahara Wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan

dilakukan pembayaran atas tagihan

6) PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN Bagi

Pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayara tagihan

Page 34: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

22

Yang ditunjuk pemungut PPN (KMK 563/KMK.03/2003)

1) Bendaharawan Pemerintah

2) Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

Objek Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Setiap pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN, kecuali:

1) Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 1.000.000,-

termasuk PPnBm dan tidak terpecah-pecah

2) Pembayaran untuk pembebasan tanah

3) Pembayaran yang mendapat fasilitas dibebaskan dan tidak dipungut

4) Pembayaran untuk penyerahan BBM dan Non BBM oleh Pertamina

5) Pembayaran atas rekening telepon

6) Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh

pengusahaa penerbangan

b. Mekanisme Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penghitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan

jumlah harga jual/pengganti/nilai impor/nilai ekspor atau nilai lain yang

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan tarif pajak

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1). Pajak yang terutang ini

merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oelh Pengusaha Kena Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam

Page 35: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

23

hal Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai

Lain yang sukar ditetapkan, dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang

dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum, listrik dan

sejenisnya.

Contoh :

1) PKP “A” bulan Januari 2008 menjual tunai kepada PKP “B” 100

pasang sepatu @ Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00

PPN terutang yang dipungut oleh PKP “A”

10% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00

Jumlah yang harus dibayar PKP “B” = Rp 11.000.000,00

2) PKP “B” dalam bulan Januari 2008:

Menjual 80 pasang sepatu @ Rp 120.000,00 = Rp 9.600.000,00

Memakai 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri.

DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000

per pasang = Rp 500.000,00

PPN yang terutang :

Atas penjualan 80 pasang sepatu

10% x Rp 9.600.000,00 = Rp 960.000,00

Atas pemakaian sendiri

10% x Rp 500.000,00

3) PKP Pedagang Eceran “C” menjual

= Rp 50.000,00

Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

BKP seharga = Rp 10.000.000,00

Page 36: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

24

Bukan BKP

E. Faktur Pajak

= Rp 5.000.000,00

Rp 15.000.000,00

PPN yang terutang

10% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00

PPN yang harus disetor

10% x 20% x Rp 15.000.000,00 = Rp 300.000,00

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha

Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau

penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena

pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pasal 1 angka 23

UUN PPN Tahun 2000). Faktur Pajak juga merupakan sarana untuk mengkreditan

Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar baik secara formal

maupun secara material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar

dan ditanda tangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk

menandatanganinya. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk

setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (Pasal 13 UU PPN

Tahun 2000). Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak, dan apabila Faktur Pajak telah dibuat

maka orang pribadi atau badan tersebut harus menyetorkan jumlah pajak yang

tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara. Dengan demikian pengusaha yang

memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak namun belum dikukuhkan

Page 37: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

25

sebagai Pengusaha Kena Pajak dan menyerahkan Barang Kena Pajak / Jasa Kena

Pajak, dilarang membuat Faktur Pajak.

Ada terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut UU PPN, yaitu:

1. Faktur Pajak Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan

sebagai Faktur Pajak Standar.

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang

Kena Pajak atau penyerahanJasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat (Pasal

13 Ayat 5 UU No 18 Tahun 2000) :

a. Nama, alamat, Nomor Pokok WajibPajak yang menyerahkan Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak.

b. Nama, alamat, dan Nomor PokokWajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau

penerima Jasa Kena Pajak.

c. Jenis barang atau jasa, jumlahHarga Jual atau Penggantian, dan potongan harga.

d. Pajak Pertambahan Nilai yangdipungut.

e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewahyang dipungut;

f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Syarat yang harus dipenuhi Faktur Pajak Standar yaitu syarat formal maupun

material. Yang dimaksud dengan syarat formal adalah bahwa Faktur Pajak

Standar paling sedikit harus memuat keterangan berupa nama, alamat, dan NPWP

Page 38: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

26

yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau JKP, seperti yang sudah

disebutkan diatas. Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa

barang yang diserahkan benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga

pengusaha yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai

dengan keterangan yang tercantum.

Bentuk, isi dan tatacara pengisian Faktur Pajak Standar telah diatur dengan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-159/PJ/2006. Faktur Pajak Standar

pada umumnya dibuat pada saat penyerahan kepada pembeli yang telah

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena pembeli yang dikukuhkan

sebagai PKP tersebut berkepentingan untuk dapat mengkreditkan Pajak Masukan

tersebut, sedangkan hanya Faktur Pajak Standar dan dokumen tertentu yang dapat

dipergunakan sebagai bukti pengkreditan Pajak Masukan.

Dan dokumen-dokumen yang dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar

adalah:

a. Pemberitahuan Impor Barang yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan

atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP;

b. Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah dimuat oleh pejabat yang berwenang

dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;

c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh

BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;

Page 39: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

27

d. Faktur Nota Bon Penyerahan (FNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina

untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;

e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;

f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang

dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkatan udara dalam negeri;

g. SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak

berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;

h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke

pelabuhan;

i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5),

Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan dokumen-dokumen yang biasa

digunakan dalam dunia usaha sebagai Faktur Pajak Standar.

Ketentuan ini diperlukan karena:

a. Faktur penjualan yang digunakan oleh Pengusaha telah dikenal oleh masyarakat

luas dan memenuhi persyaratanadministratif sebagai Faktur Pajak. Misalnya,

kuitansi pembayaran telepon dantiket pesawat udara.

b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak

yang seharusnya membuat Faktur Pajak,yaitu pihak yang menyerahkan Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, beradadi luar Daerah Pabean. Misalnya,

dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean, maka Surat

Page 40: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

28

Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai FakturPajak.

Faktur Pajak Standar ini harus dibuat paling lambat pada:

a. Akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam hal

pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan

keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya

maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan

pembayaran; atau

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP, atau

c. Pada saat pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan; atau

d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan menyampaikan tagihan

kepada Pemungutan PPN.

Faktur Pajak Standar dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua yaitu:

Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti Pajak

Masukan.

Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti

Pajak Keluaran.

Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap dua, maka peruntukan

lembar ketiga dan seterusnya harus dinyatakan secara jelas dalam Faktur Pajak

Page 41: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

29

yang bersangkutan; misalnya lembar ke-3: Untuk PKP dalam hal penyerahan BKP

atau JKP dilakukan kepada Pemungutan PPN.

2. Faktur Pajak Gabungan

Merupakan Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenankan kepada

PKP atas beberapa kali penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa

yang sama, yang dilakukan dalam satu Masa Pajak, dan harus dibuat selambat-

lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan

BKP/JKP. Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP atau

terdapat pembayaran sebelum Faktur Pajak Gabungan tersebut dibuat, maka untuk

pembayaran tersebut dibuat Faktur Pajak tersendiri pada saat diterima

pembayaran.

Faktur Pajak yang dibuat meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau

penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwim kepada

pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.(Pasal 13 ayat 2

UU PPN Tahun 2000)

Bentuk Faktur Pajak ini sama dengan Faktur Pajak Standar, hanya terdapat

perbedaan dalam pengisiannya, yaitu:

a. Faktur Pajak standar dibuat untuk tiap – tiap transaksi

b. Faktur Pajak Gabungan dibuat untuk transaksi selama 1 (satu) bulan

kepada pembeli BKP atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama

Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Gabungan juga dapat

dikreditkan dengan Pajak Keluaran atau sebagai bukti pengkreditan karena sesuai

Page 42: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

30

Pasal 9 ayat 8 UU PPN hanya Faktur Pajak sederhana yang tidak dapat

dikreditkan.

Faktur Pajak Gabungan ini harus dibuat paling lambat pada:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau

seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak; atau

b. Pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak,

dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi sebelum

berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa

Kena Pajak.

3. Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya dengan faktur

pajak yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP

kepada pembeli BKP dan /atau JKP yang tidak diketehui secara lengkap atau

penyerahan BKP / JKP secara langsung kepada konsumen akhir. Biasanya faktur

pajak sederhana digunakan oleh pembeli BKP / Penerima JKP dan tidak diketahui

identitasnya secara lengkap, misalnya :pembeli yang tidak diketahui NPWP-nya

atau tidak diketahui nama atau alamat lengkapnya.

Page 43: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

31

Faktur Pajak Sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh

Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan Barang Kena

Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada

konsumen akhir. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti

penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang

paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat dan Nomor Pokok WajibPajak yang menyerahkan Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Jenis dan kuantum;

c. Jumlah Harga Jual atauPenggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya

pajak dicantumkan secaraterpisah;

d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

Bentuk faktur pajak sederhana dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi

cash register, karcis, kuitansi yang dipakai sebagai tanda bukti penyerahan atau

pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP yang bersangkutan. Faktur Pajak

Sederhana yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.

Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua, lembar ke-1 :

untuk pembeli BKP/penerima JKP dan lembar ke-2 : untuk arsip PKP yang

bersangkutan.

Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih, dalam hal

Faktur Pajak Sederhana tersebut dibuat dalam satu lembar yang terdiri dari dua

Page 44: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

32

atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong,

seperti yang terjadi pada karcis.

Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 8 UU PPN Tahun 2000, Pajak masukan yang

tercantum dalam Faktur Pajak sederhana tidak dapat dikreditkan.

Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan BKP atau saat

penyerahan JKP, atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima

sebelum penyerahan BKP / JKP.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan

secara langsung kepada konsumen akhir, atau

b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli

Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang nama, alamat

atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui,

dapat membuat Faktur Pajak Sederhana. (Kep DJP No. 128/PJ/2004)

F. Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut

SAK dan UU Perpajakan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul akibat adanya transaksi pembelian dan

penjualan terhadap Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak. Apabila Pengusaha

Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian BKP maka akan dikenakan Pajak

Masukan. Selanjutnya bila PKP tersbut melakukan penjualan atas BKP tersebut

maka mereka berhak untuk melakukan pemungutan PPN yang telah mereka setor

Page 45: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

33

sebelumnya dan hal ini merupakan Pajak Keluaran. Seperti halnya pendapatan,

PPN juga harus diketahui kapan diakui dan bagaimana cara pengkurannya.

Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam

SAK (2007 : 22 : par.92), dijelaskan bahwa :

“Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar)”.

Menurut UU Perpajakan No.18 Tahun 2000 Pasal 4 ayat 1, dijelaskan bahwa:

“Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

Menurut Donald E. Kieso, dkk dalam buku Akuntansi Intermediate (2002:53),

pendapatan umumnya diakui jika:

a. Telah direalisasi atau dapat direalisasi

b. Telah dihasilkan

Misal, PT. X melakukan penjualan barang dengan jumlah penyerahan Rp

15.000.000,- terdiri dari :

- Penyerahan yang telah diterima pembayarannya Rp 10.000.000,-

- Penyerahan yang belum diterima pembayarannya Rp 5.000.000,-

Prinsip akrual : Pendapatan (penjualan) adalah Rp 15.000.000,-

Page 46: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

34

Prinsip kas : Pendapatan (penjualan) adalah Rp 10.000.000,- sisa yang belum

di bayar sebesar Rp 5.000.000 ditetapkan sebagai penghasilan

pada periode berikutnya apabila telah dilakukan pembayaran

berikutnya.

Tabel 2.1

Pengakuan Pendapatan

Penyerahan = Rp 15.000.000

Pembayaran I = Rp 10.000.000

Prinsip akrual

Des 2005 Jan 2006

Pembayaran II = Rp 5.000.000

Penghasilan ditetapkan = Rp 15.000.000

Penyerahan = Rp 15.000.000

Pembayaran I = Rp 10.000.000

Prinsip kas

Des 2005 Jan 2006

Pembayaran II = Rp 5.000.000

Penghasilan ditetapkan = Rp 10.000.000 Penghasilan ditetapkan = Rp 5.000.000

Pengakuan pendapatan dari penjualan barang dalam Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) No 23 (2007 : 23.10 : par 38) menyebutkan bahwa

pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut

terpenuhi:

Page 47: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

35

a. Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;

b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;

c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal; d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi

akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi

penjualan dapat diukur dengan andal.

Pengukuran pendapatan dalam PSAK No.23 (2007 : 23.10 :par.37) dijelaskan

bahwa “ Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau

yang dapat diterima”. Dalam UU Perpajakan No.18 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1,

dijelaskan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan Dasar Pengenaan

Pajak”.

Dalam Pasal 11 ayat 1 UU PPN No.18 Tahun 2000, terutangnya pajak

terjadi pada saat:

a. penyerahan Barang Kena Pajak b. impor Barang Kena Pajak c. penyerahan Jasa Kena Pajak d. pemanfaatan Barang Kena Pajaktidak berwujud dari luar Daerah Pabean

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4huruf d. e. pemanfaatan Jasa Kena Pajakdari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf e; atau f. ekspor Barang Kena Pajak

Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan

dalam SAK (2007 : 23 : par.94), dijelaskan bahwa “Beban diakui dalam laporan

laba rugi kalau penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan

dapat diukur dengan andal”. Hal ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan

Page 48: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

36

dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva (misalnya, akrual

hak karyawan atau penyusutan aktiva tetap).

Menurut UU Perpajakan No 18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 2, dijelaskan bahwa “ Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau sebelum penyerahan jasa kena pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf d atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf e, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran”. Dalam akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan

beban atau perolehan aktiva (PSAK No 23 par 38). Begitu juga dengan pajak,

pengakuan beban atau perolehan aktiva diakui pada saat penyerahan barang kena

pajak, tetapi karena pembuatan faktur pajak dapat diserahkan bulan berikutnya

maka pendapatan tersebut tidak dapat dilaporkan pada bulan saat penyerahan

BKP.

Terutangnya PPN menurut akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP

walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya. Menurut

UU Perpajakan terutangnya PPN sama dengan akuntansi yaitu pada saat

penyerahan BKP atau sudah terjadi penjualan (UU Perpajakan No 18 Tahun 2000

Pasal 11 ayat 1), tetapi apabila diterima uang muka adari penjualan tersbut maka

terutangnya PPN secara administrative adalah pada saat pembayaran uang muka

(UU Perpajakan No.18 Tahun 2000 Pasal 11 ayat 2) dan diterbitkan faktur

pajaknya.

Efek dari pengakuan dan pengukuran beban PPN ini memiliki implikasi

terhadap pelaporan keuangan yaitu laba rugi terlalu rendah sehingga

mengakibatkan pajak terutangnya juga understated.

Page 49: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

37

Misal, pada tanggal 25 Desember 2008 diterima uang muka sebesar Rp

1.000.000,- dari penjualan barang sebesar Rp 10.000.000,- Barang tersebut akan

diserahkan pada 20 Januari 2009.

Menurut UU Perpajakan, pada saat diterima uang muka PPN, penjualan sudah

diakui dan faktur pajak diterbitkan pada saat itu juga. Sedangkan menurut SAK,

penjualan belum diakui karena barang belum diserahkan dan faktur belum

diterbitkan, tetapi uang muka atas penjualan barang tersebut sudah diakui dan

dikenakan PPN Keluaran. Jadi penjualan diakui menurut akuntansi adalah pada

saat penyerahan barang pada bulan berikutnya yaitu tanggal 20 Januari 2009.

Perbedaan pengakuan penjualan menurut SAK dan Pajak, akan menyebabkan laba

yang dihasilkan perusahaan terlalu rendah (understated). Hal ini terjadi karena

menurut akuntansi, penjualan belum diakui bila belum terjadi penyerahan barang.

Sedangkan dalam pajak, apabila pembayaran diterima lebih dahulu sebelum

barangnya diserahkan maka pada saat pembayaran uang muka tersebut penjualan

dan PPN sudah diakui. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi

fiskal atas pendapatan dan beban untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak.

G. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Prosedur pembukuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari :

1. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat

dikreditkan.

2. Penjualan dan PPN terutang.

3. PPN yang masih harus dibayar atau lebih

Page 50: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

38

4. dan lain-lain

Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat

digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat

dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedua jenis barang

tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan, karena PPN yang tidak

dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan ke dalam biaya dalam perhitungan

pajak penghasilan nantinya.

Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan

ke dalam dua jenis, yaitu:

1. pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan

2. pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.

Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN-nya

dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan (berkaitan dengan PPN

Masukan) :

1. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan

PT X membeli barang untuk persediaan dalam bulan Agustus 2008 seharga

Rp 10.000,00 dengan kredit dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat

jurnal sebagai berikut:

Pembelian 10.000,00

PPN Masukan 1.000,00

Utang 11.000,00

Page 51: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

39

2. Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan

PT X membeli mesin seharga Rp 100.000 dengan kredit pada bulan Juni 2008

dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Mesin 100.000,00

PPN Masukan 10.000,00

Utang 110.000,00

3. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT X membeli tunai alat tulis seharga Rp 5.000,00 ditambah PPN 10% karena

alat tulis ini tidak mempunyai hubungan lansung dengan proses produksi.

Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. PPN yang tidak dapat dikreditkan

dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Transaksi ini dicatat dengan ayat

jurnal sebagai berikut:

Alat tulis 5.000,00

Biaya PPN 500,00

Kas 5.500,00

4. Pembelian barang/modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT X membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga

Rp 20.000,00 tunai. Pajak masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat

dikreditkan. Namun, pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan

kendaraan. Jadi, tidak dapat dibedakan sekaligus di tahun perolehannya,

melainkan disusut sesuai dengan tariff penyusutannya. Transaksi ini dicatat

dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Page 52: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

40

Kendaraan sedan 22.000,00

Kas 22.000,00

5. Pembelian dengan potongan

PT X membeli barang seharga Rp 12.000,00 dengan potongan pembelian Rp

2.000,00 jika pembayaran dilakukan dengan periode yang ditentukan tarif

PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pembelian 12.000,00

Cadangan potongan pembelian (2.000,00)

PPN Masukan 1.000,00

Utang 11.000,00

Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan

maka pembelian tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini

dicatat dengan ayat jurnal :

Utang 11.000,00

PPN Masukan 200,00

Rugi karena potongan tidak

diambil 2.000,00

Kas 13.200,00

Karena potongan tidak diambil oleh pembeli maka PPN Masukan atas

potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus dibebankan.

Demikian pula penjualan harus memperhitungkan PPN terutang dengan

jumlah yang sama.

Page 53: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

41

6. Pengembalian pembelian

Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp

1.000,00 ditambah PPN 10% dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini

dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Utang 1.100,00

Pembelian 1.000,00

PPN Masukan 100,00

Pengembalian ini akan mengurangi PPN Masukan, demikian pula penjual

akan mengurangkan PPN terhutang.

Ada 3 (tiga) metode pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu:

1. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan pada satu perkiraan.

Pembukuan dengan cara ini, hanya menggunakan satu perkiraan yaitu PPN

yang saldonya mungkin Debit atau Kredit, tergantung mana yang lebih besar

antara pajak masukan atau pajak keluaran untuk suatu masa pajak tertentu.

Misal, PT A membeli barang dengan perhitungan :

Pembelian barang X 100kg dengan harga Rp 10.000.000,-

PPN 10% Rp 1.000.000,-

Jumlah yang harus dibayar Rp 11.000.000,-

Page 54: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

42

Transaksi ini akan dijurnal oleh PT A sebagai berikut :

Persediaan barang 10.000.000

PPN 1.000.000

Kas 11.000.000

Bila dalam bulan atau masa pajak yang sama PT A menjual seluruh barang

tersebut dengan perhitungan :

Harga barang X (Rp 120.000/kg) Rp 12.000.000,-

PPN 10% Rp 1.200.000,-

Jumlah yang akan diterima Rp 13.200.000,-

Maka PT A akan menjurnal :

Piutang/kas 13.200.000

Penjualan 12.000.000

PPN 1.200.000

Pada akhir bulan / akhir periode, PPN akan mempunyai saldo kredit sebesar

Rp 200.000 (1.200.000 – 1.000.000) yang akan disetor ke Kas Negara pada

bulan berikutnya dengan mendebet perkiraan PPN.

Bila selama bulan yang bersangkutan hanya terjual sebagian saja, misalnya

50kg dengan perhitungan :

Harga barang X Rp 6.000.000,-

PPN 10% Rp 600.000,-

Jumlah yang akan diterima Rp 6.600.000,-

Page 55: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

43

Maka PT A akan menjurnal :

Piutang/kas 6.600.000

Penjualan 6.000.000

PPN 600.000

Pada akhir periode, PPN akan mempunyai saldo debet sebesar Rp 400.000

(1.000.000 – 600.000) yang dapat dimintakan restitusi atau diperhitungkan

dengan masa pajak berikutnya.

Bila kelebihan pajak ini akan diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya,

maka perusahaan tidak perlu membuat jurnal, sedangkan bila akan dimintakan

kembali (restetusi), pada saat restitusi diterima akan dijurnal :

Kas 400.000

PPN 400.000

2. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, tanpa

prosedur offset pada setiap masa pajak.

Dengan cara ini, PPN Masukan dan PPN Keluaran dibukukan pada

perkiraan yang berbeda, dimana saldo masing-masing perkiraan akan terus-

menerus bertambah karena terjadi akumulasi PPN Masukan dan PPN

Keluaran selama periode tertentu.

Page 56: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

44

Berdasarkan contoh pada alternative pertama, PT A akan membukukan

transaksi – transaksi tersebut sebagai berikut :

Pada saat pembelian

Persediaan Barang 10.000.000

PPN Masukan 1.000.000

Kas 11.000.000

Pada saat penjualan

Piutang / Kas 13.200.000

Penjualan 12.000.000

PPN Keluaran 1.200.000

Apabila PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, menyebabkan

perusahaan harus menyetor selisihnya ke Kas Negara, dan atas penyetoran ini

akan dijurnal :

PPN Keluaran 200.000

Kas 200.000

Dengan prosedur pembukuan seperti ini, setiap terjadi penyetoran ke Kas

Negara, PPN Masukan akan sama besarnya dengan PPN Keluaran.

Dalam hal terjadi restetusi, maka pada saat uang diterima dari Kas Negara,

akan dijurnal :

Kas 400.000

PPN Masukan 400.000

Page 57: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

45

3. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, dengan

prosedur offset pada setiap akhir masa pajak.

Dengan cara ini prosedur pembukuan sampai dengan penyetoran selisih PPN

Masukan dan PPN Keluaran ke Kas Negara atau penerimaan restitusi dari kas

Negara sama seperti prosedur pembukuan pada alternative kedua. Pada akhir

masa pajak (akhir bulan) dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan

PPN Masukan dan PPN Keluaran pada saat selesainya pembuatan SPT PPN

bulan yang bersangkutan.

Berdasarkan contoh yang sebelumnya, pada akhir masa pajak PT A akan

menjurnal :

PPN Keluaran 1.000.000

PPN Masukan 1.000.000

Dengan jurnal ini, PPN Keluaran akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp

200.000,- yang akan menjadi nihil dengan terjadinya pendebetan pada saat

penyetoran ke Kas Negara.

Pada contoh berikut, dimana terdapat restetusi sebesar Rp 400.000,- jurnal

pada saat SPT selesai dibuat adalah :

PPN Keluaran 600.000

PPN Masukan 600.000

Dengan membukukan jurnal ini, PPN Masukan akan mempunyai saldo

debet sebesar Rp 400.000,- yang akan menjadi nihil dengan diterimanya

restetusi dari Kas Negara.

Page 58: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

46

H. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua

perusahaan harus mengalami koreksi fiscal untuk mendapatkan Penghasilan Kena

Pajak. Hal ini disebabkan karena tidak semua ketentuan dalam SAK digunakan

dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama

dengan SAK.

Perbedaan yang terjadi adalah besarnya pajak yang terhutang yang diakui

dalam laporan Laba Rugi Komersial dengan pajak yang terhutang menurut fiskus.

Perbedaan tersebut dapat berupa Beda Tetap dan Beda Waktu.

Beda Tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh Wajib Pajak

sebagai penghasilan atau sebagai biaya dalam akuntansi secara komersial yang

diatur dalam SAK. Namun berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan, atas

transaksi tersebut bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya atau

sebagian merupakan penghasilan atau sebagian lagi merupakan biaya.

Beda Waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu

secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal, misalnya dalam

ketentuan masa manfaat dari aktiva yang akan dilakukan penyusutan.

Sesuai dengan Pasal 1 PP No.43 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Pajak

Penghasilan, pada dasarnya Pajak Masukan PPN yang boleh dikurangkan dari

penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh 1984

adalah PPN yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan UU PPN Tahun 1984.

Dengan demikian PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dikoreksi fiscal

Page 59: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

47

atau dapat dimasukkan ke dalam biaya yang dapat dikurangkan dalam rangka

menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Pajak keluaran adalah PPN yang didapat dari penjualan dan biasanya

dijurnal sebagai hutang PPN, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang didapat

dari pembelian dan biasanya dijurnal sebagai PPN dibayar dimuka. Apabila dalam

pengakuan penghasilan maupun pembelian atau harga pokok termasuk PPN maka

selisih antara PPN Keluaran dengan PPN Masukan dapat menjadi biaya

mengurangi penghasilan bruto.

Contoh:

PT. ABC adalah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan elektronik. Pada

tahun 2006 membeli produk termasuk PPN Masukan sebesar Rp 9.900.000,-. Atas

barang tersebut dijual termasuk PPN Keluaran sebesar Rp 11.000.000,-. Besarnya

laba dapat dihitung baik dengan PPN maupun dengan tanpa PPN sebagai berikut:

No. Uraian Dengan PPN Tanpa PPN

1

2

3

4

Penjualan

Pembelian (HPP)

Laba kotor

Biaya-biaya:

PK-PM (1.000.000 -

900.000)

11.000.000

9.900.000

1.100.000

100.000

10.000.000

9.000.000

1.000.000

0

Laba Bersih 1.000.000 1.000.000

Page 60: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

48

Pada contoh di atas, maka jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Pada saat pembelian :

Menurut Akuntansi : Pembelian 9.000.000

PPN Masukan 900.000

Kas / Utang 9.900.000

Menurut Pajak : Pembelian 9.000.000

PPN Masukan 900.000

Kas / utang 9.900.000

Pada saat penjualan :

Menurut Akutansi : Piutang / Kas 11.000.000

Penjualan 10.000.000

PPN Keluaran 1.000.000

Menurut Pajak : Piutang / Kas 11.000.000

Penjualan 10.000.000

PPN Keluaran 1.000.000

Pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut :

PPN Masukan = Rp 900.000

PPN Keluaran = Rp 1.000.000

Kurang bayar PPN Rp 100.000

Saldo PPN sebesar Rp 100.000,- disajikan di Neraca sebagai Hutang PPN yang

harus di setor ke Kas Negara.

Page 61: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

49

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Kesimpulan

1. Ester Simangung song (2005)

Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Daya Muda Agung Cabang Medan

Pencatatan dan perhitungan terhadap akuntansi PPN telah dilakukan dengan baik sesuai dengan standar dan UU PPN yang berlaku

2. Samion

Tarigan (2007)

Akuntansi PPN dan Kaitannya dengan Surat Pemberitahuan Masa pada PT. OPENAKI Medan

Laporan akuntansi berpedoman pada PSAK dan Laporan pajak berpedoman pada Peraturan Pemerintah yaitu UU PPN dan PPnBM

3. Mila Sari Kartika (2007)

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Medan

Laporan Keuangan belum sesuai dengan SAK. Perusahaan melakukan pembayaran pajak secara terpusat (sentralisasi). Pencatatan Pajak Masukan dan Keluaran dilakukan setelah dibuat rekapitulasi pembelian dan penjualan

Page 62: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

50

J. Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

PT. ENAM ENAM GROUP

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

SAK UU Pajak

PENGAKUAN BEBAN DAN HUTANG

LAPORAN KEUANGAN

Page 63: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

51

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah

penelitian eksploratif dengan menggunakan metode deskriptif yaitu

mengumpulkan data-data yang diperlukan yang berasal dari perusahaan

dan kemudian menguraikannya secara keseluruhan.

B. Jenis Data

Data yang diperlukan oleh penulis terdiri dari data primer dan data

sekunder.

1. Data Primer, berupa data yang diperoleh langsung dari perusahaan

melalui teknik wawancara, dimana data ini memerlukan pengolahan

yang lebih lanjut.

2. Data Sekunder, berupa data yang telah terdokumentasi

diperusahaan seperti sejarah singkat dan struktur organisasi

perusahaan, laporan keuangan perusahaan dan sebagainya.

Page 64: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

52

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:

a. Teknik Observasi

Yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas yang

berhubungan dengan penerapan pajak pertambahan nilai pada PT.

Enam Enam Group.

b. Teknik Wawancara

Yaitu mengadakan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan

pihak perusahaan, khususnya dengan bagian yang berhubungan

dengan objek penelitian.

D. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode Deskriptif, yaitu metode yang

mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan dan menganalisa data

sehingga memberikan keterangan lengkap bagi pemecahan masalah yang

dihadapi.

E. Responden

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah konsultan pajak

perusahaan, kepala bagian penjualan dan karyawan lainnya yang

dianggap dapat memberikan informasi atau masukan data yang

dipergunakan dalam penulisan skripsi ini.

Page 65: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

53

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Objek penelitian ini adalah PT. Enam Enam Group, jl. Kapt. Muslim

Komp. Tata Plaza Blok B No.22 Medan

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

Tahap Penelitian Mar ‘09 Apr ‘09 Mei ‘09 Jun ‘09 Juli ‘09

Penyelesaian Proposal

Bimbingan Proposal

Seminar Proposal

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Penyampaian Hasil

Penelitian

Page 66: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

54

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT Enam Enam Group mulanya masih berbentuk CV Enam Enam,

didirikan dengan akte pendirian awal tertanggal 31 Mei 2003 No. 22

dihadapan notaries Imanuel Dahlan Ginting, SH. Selanjutnya terjadi

perubahan hingga kini menjadi PT Enam Enam Group, sebagaimana

tercantum dalam akte No. 31 tanggal 29 Agustus 2006 dihadapan notaries

Aida Selli Siburian, SH berkedudukan di Medan.

Berdirinya suatu perusahaan mempunyai latar belakang yang

berbeda karena adanya perbedaan suatu perusahaan bergerak di dalam

bidang yang berbeda- beda pula. PT Enam Enam Group merupakan suatu

perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran alat kWh. KWh meter

yaitu alat berupa piringan yang berfungsi mengukur konsumsi energi

pelanggan. PT Enam Enam Group merupakan perusahaan yang memiliki

hubungan istimewa dengan pabrikan PT. Mecoindo. Sebagai penyalur

untuk kawasan Sumatera Utara.

2. Struktur Organisasi Perusahaan

Untuk mengatur berjalannya perusahaan diperlukan suatu struktur

organisasi. Bentuk struktur organisasi tergantung dari besar kecilnya

Page 67: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

55

perusahaan. Bagaimanapun juga bentuk struktur organisasi itu perlu

ditetapkan atau dipilih terlebih dahulu, agar tujuan perusahaan lebih efektif

dan efisien.

Dengan adanya struktur organisasi akan lebih jelas pembagian

kerja dan tanggung jawabnya. Hal ini akan memudahkan dalam

menentukan dan mengarahkan serta mengontrol pelaksanaan kegiatan-

kegiatan suatu perusahaan dan apakah tujuan yang telah ditentukan semua

tercapai atau tidak.

Dalam pencapaian tujuan perusahaan harus melakukan aktivitas

pekerjaan dan kumpulan aktivitas ini dilaksanakan orang-orang yang

menjadi anggota organisasi. Agar anggota organisasi mengetahui tugasnya

maka harus diadakan pengorganisasian. Pengorganisasian dapat

dilaksanakan dimana pekerjaan dapat dibagi-bagi dan merupakan

sekumpulan tugas-tugas yang kemudian orang-orang ditugaskan untuk

melaksanakannya.

Berdasarkan penelitian pada PT Enam Enam Group Medan maka

struktur organisasi dan uraian tugas masing-masing bagian adalah sebagai

berikut :

1. Direktur

Direktur mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Menangani dan bertanggung jawab keluar maupun ke dalam

perusahaan.

b. Mengambil inisiatif dan kebijaksanaan dalam perusahaan.

Page 68: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

56

c. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan operasi perusahaan.

d. Mencari ide-ide baru dalam perkembangan perusahaan.

2. Bagian Keuangan

Bagian Keuangan bertanggung jawab atas kegiatan pencatatan

transaksi, pengolahan data, dan penyusunan laporan keuangan. Bagian

ini merupakan pusat pengolahan data dengan komputer. Bagian

keuangan, bertanggung jawab atas hal-hal yang berhubungan dengan

keuangan perusahaan, antara lain merencanakan dan mengawasi arus

dana perusahaan yang diperlukan untuk membiayai aktivitas

perusahaan.

Secara rinci bagian keuangan mempunyai tugas dan tanggung jawab

sebagai berikut :

a. Menata uang masuk dan uang keluar sehingga tidak terjadi

kemacetan keuangan bagi perusahaan dalam pelaksanaan setiap

transaksi dalam perusahaan.

b. Membuat laporan kas bank.

c. Menyusun daftar penerimaan dan pengeluaran kas setiap hari untuk

diserahkan pada pemegang buku perusahaan agar dapat dibukukan.

d. Membayar gaji dan upah karyawan.

e. Memeriksa dan menyortir semua dokumen-dokumen keuangan

yang diterima untuk dibukukan.

f. Mencatat transaksi-transaksi ke dalam buku harian, jurnal dan buku

besar.

Page 69: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

57

g. Membuat laporan keuangan.

h. Menyusun dan menyimpan dokumen perusahaan.

3. Bagian Administrasi

Bagian personalia mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai

berikut :

a. Menyiapkan dan melaksanakan penggajian dan pengupahan.

b. Menyiapkan dan melaksanakan kegiatan perusahaan.

c. Menangani urusan pelayanan perusahaan terhadap departemen

tenaga kerja, astek dan sertifikat pekerja.

d. Menangani urusan kesejahteraan dan keselamatan kerja.

3. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan PT Enam Enam

Group Medan dalam melakukan penghitungan terhadap Pajak

Pertambahan Nilai-nya adalah dengan menggunakan Harga Jual.

Harga jual yang diterapkan adalah berdasarkan semua nilai berupa

uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta

oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut menurut Undang-Undang PPN

dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Page 70: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

58

4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan adalah 10%

dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk semua jenis Barang Kena Pajak

(BKP).

5. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dalam melakukan penghitungan besarnya PPN yang harus disetor

serta PPN yang harus dipungut perusahaan adalah berdasarkan rumus

sebagai berikut :

PPN = DPP x Tarif Pajak (10%)

a. Pajak Masukan

Pajak masukan dikenakan pada saat perusahaan melakukan

pembelian terhadap barang kena pajak, atas pembelian tersebut

perusahaan dikenakan pajak masukan sebesar 10% dari harga beli

barang tersebut.

PT Enam Enam Group Medan pada tanggal 1 Oktober 2007 membeli

KWh Meter senilai Rp 478.030.000

DPP = Rp 478.030.000

PPN Masukan 10% = Rp 47.803.000

b. Pajak Keluaran

Pajak keluaran dikenakan pada saat perusahaan melakukan

penjualan terhadap barang kena pajak, atas penjualan tersebut

perusahaan melakukan pemungutan pajak keluaran sebesar 10% dari

harga jual barang tersebut.

Page 71: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

59

Berdasarkan transaksi di atas, pada tanggal 4 Oktober 2007 dijual

alat KWh meter pada CV Putra Jaya Permai sebesar :

DPP = Rp 629.002.500

Pajak Keluaran 10% = Rp 62.900.250

6. Mekanisme Pengkreditan Pajak serta SPT Masa PPN

PPN Masukan dapat dikreditkan apabila telah dilaporkan ke Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) dimana perusahaan terdaftar sebagai Wajib Pajak

(WP). Apabila perusahaan tidak melaporkannya, maka PPN Masukan

tersebut tidak dapat dikreditkan dan biaya atas PPN tersebut dapat

dikurangkan sebagai biaya dalam rangka penghitungan Pajak Penghasilan

(PPh).

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pegawai PT Enam

Enam Group Medan, bahwa semua PPN Masukan yang ada pada

perusahaan dapat dikreditkan.

Dalam hal pelaporan SPT Masa PPN, faktur pajak untuk pajak

masukan yang digunakan sebagai dasar pengkreditan pajak masukan

adalah surat setoran pajak , sedangkan untuk pajak keluaran bukti yang

digunakan dalam mengcross check terhadap pajak masukan adalah faktur

standar. Faktur standar dikeluarkan perusahaan apabila pelanggan

memiliki NPWP.

PT Enam Enam Group Medan adalah Pengusaha Kena Pajak

(PKP) yang mempunyai kewajiban perpajakan yaitu Pajak Penghasilan

(PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada khususnya. Sehubungan

Page 72: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

60

dengan usaha yang dilakukannya, maka setiap bulannya perusahaan

melaporkan PPN yang disetor dan yang telah mereka pungut dari

konsumen. Pelaporan PPN dalam SPT Masa PPN dilakukan paling lambat

tanggal 20 setelah bulan terjadinya transaksi. PT Enam Enam Group

Medan melaporkan SPT Masa nya setiap tanggal 20.

7. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Prosedur pembukuan yang dilakukan PT Enam Enam Group

Medan berkaitan dengan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah

pembelian barang dan penjualan lokal. Setiap transaksi yang terjadi dalam

kegiatan usaha perusahaan, bagian keuangan wajib mencatat atau

membukukannya.

Masalah yang timbul dalam pencatatan pajak masukan adalah

berbedanya saat penyerahan barang kena pajak dan saat pembuatan faktur

pajak. Seperti biasanya, faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan setelah

penyerahan barang kena pajak. Dalam pencatatan pajak keluaran, masalah

yang terjadi juga tidak jauh berbeda dengan pajak masukan yaitu

berbedanya saat penyerahan barang kena pajak dengan saat pembuatan

faktur pajak.

Pada saat penjualan, dimana barang diserahkan terlebih dahulu

kepada pelanggan sedangkan faktur pajak dibuat setelah barang

diserahkan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pencatatan dua kali di dalam

Page 73: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

61

pembukuannya, yaitu pada saat penyerahan barang dan pada saat

dikeluarkannya faktur pajak.

Pada saat penjualan, dimana barang diserahkan terlebih dahulu

kepada pelanggan sedangkan faktur pajak dibuat setelah barang

diserahkan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pencatatan dua kali di dalam

pembukuan, yaitu pada saat penyerahan barang dan pada saat dikeluarkan

faktur pajak.

Berdasarkan transaksi sebelumnya, ayat jurnal yang dibuat yaitu:

Pada saat Penyerahan Barang (Penjualan Lokal) :

Piutang dagang Rp 691.902.750

Penjualan KWh Rp 629.002.500

PPN Keluaran Rp 62.900.250

Pada saat dibuat faktur pajak :

Pajak Keluaran yang belum difakturkan Rp 629.002.500

Pajak Keluaran Rp 62.900.250

Dengan ayat jurnal diatas, maka perkiraan Pajak Keluaran

yang belum difakturkan akan bersaldo nol. Pada akhir bulan, pajak

keluaran akan dikurangi dengan pajak masukan yang dapat dikrditkan.

Selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus disetor.

Pada saat Pembelian:

Pembelian KWh Rp 478.030.000

Pajak Masukan Rp 47.803.000

Kas Rp 525.833.000\

Page 74: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

62

Pada saat Pengkreditan Pajak Masukan :

Pajak Masukan = Rp 47.803.000

Pajak Keluaran

8. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

= Rp 62.900.250

Kurang Bayar = Rp 15.097.250

Berbedanya saat penyerahan barang dengan saat dibuatnya faktur

pajak, maka mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai belum terutang

menurut pajak, karena belum nyata terjadi. Sedangkan dalam prinsip

akuntansi, ada 2 saat pengakuan baik pendapatan maupun beban yaitu

prinsip kas dan prinsip akrual. Hal ini di dalam prinsip akuntansi

merupakan prinsip akrual, dimana akuntansi berprinsip bahwa saat

penyerahan barang tersebut merupakan saat terutangnya Pajak

Pertambahan Nilai walaupun hal ini belum secara nyata terjadi, sehingga

mengakibatkan terjadinya pencatatan dua kali di dalam akuntansi.

Sedangkan menurut pajak, pencatatan hanya dilakukan satu kali saja yaitu

pada saat diterbitkannya faktur pajak karena tanggal yang tercantum pada

faktur pajak tersebut menentukan masa pajaknya. Dalam penyajian PPN,

perusahaan menyajikan dengan metode gabungan, yaitu PPN Masukan

dan PPN Keluaran dibukukan secara terpisah dan pada akhir tahun

dibukukan pada satu perkiraan saja yaitu PPN.

Semua PPN Masukan yang ada pada PT Enam Enam Group Medan

dikategorikan ke dalam PPN yang dapat dikreditkan karena berhubungan

Page 75: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

63

langsung dengan kegiatan usaha perusahaan, sehingga PPN Masukan-nya

dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran yang telah mereka pungut dari

konsumen. Dalam hal koreksi fiskal yang berhubungan dengan Pajak

Pertambahan Nilai tersebut, tidak ada koreksi yang dilakukan pihak

perusahaan. Perusahaan menganggap bahwa koreksi fiskal itu hanya

berkaitan dengan PPN Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak

dapat dikreditkan tanpa memperhatikan perbedaan pengakuan beban dan

hutang baik menurut akuntansi maupun menurut pajak.

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Dasar Pengenaan Pajak ( DPP)

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari perusahaan serta tinjau pustaka

yang penulis paparkan pada bab II, dasar pengenaan pajak yang dijadikan

dasar dalam penghitungan pajak pertambahan nilai terhadap barang kena

pajak, sudah sesuai dengan dasar pengenaan pajak yang ada. Dasar

pengenaan pajak yang dipakai adalah harga jual, yaitu nilai berupa uang,

termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena

penyerahan barang kena pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut dan

potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penghitungan PPN Masukan dan PPN Keluaran yang perusahaan

lakukan dan yang telah disetorkan ke Kas Negara sudah sesuai dengan

rumus dan aturan – aturan yang berlaku. Negara tidak mungkin dirugikan

Page 76: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

64

dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Barang Kena Pajak

(BKP) yang perusahaan jual dalam rangka kegiatan usahanya.

Penghitungan yang dilakukan pihak perusahaan adalah dengan

mengalikan DPP dengan tarif sebesar 10%. Pihak perusahaan melakukan

perhitungan dengan cermat karena mengingat jumlah yang menjadi DPP

cukup besar, walaupun bila dilihat cara perhitungannya sangat mudah

yaitu DPP x Tarif Pajak 10%.

3. Mekanisme Pengkreditan Pajak serta Pelaporan SPT Masa PPN

Menurut peraturan perpajakan, pengkreditan pajak dapat dilakukan

apabila PPN Masukannya dikategorikan sebagai PPN yang dapat

dikreditkan dan bukan PPN yang tidak dikreditkan. PPN yang tidak dapat

dikreditkan diantaranya dikarenakan faktur pajaknya merupakan faktur

pajak sederhana, tidak berhubungan dengan kegiatan usaha perusahaan,

faktur pajak fiktif, dan lain sebagainya.

Semua PPN Masukan yang telah perusahaan setor ke Kas Negara

merupakan PPN Masukan yang dapat dikreditkan. Langkah yang telah

diambil oleh perusahaan sudah benar yaitu dengan cara melaporkannya

pada masa pajak berikutnya setelah terjadinya transaksi agar PPN

Masukan tersebut dapat mereka kreditkan dengan PPN Keluarannya.

Mekanisme atau cara pengkreditan pajak masukan yang dilakukan

perusahaan yaitu berpedoman pada tanggal faktur pajak. Langkah yang

dilakukan perusahaan sudah tepat, agar pencatatan tidak terlalu overstated

atau understated pada bulan yang bersangkutan, walaupun batas

Page 77: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

65

pengkreditan pajak yaitu 3 bulan atau juga sepanjang perusahaan belum

dilakukan pemeriksaan.

Dalam hal pelaporan SPT Masa PPN, PT Enam Enam Group

Medan telah melaporkan tepat waktu yaitu setiap tanggal 20. Menurut

penulis, hal ini sudah baik karena perusahaan sudah termasuk dalam WP

yang taat pajak dan tidak terkena sanksi apabila terlambat melapor.

4. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan SAK mengenai perbandingan antara pendapatan dan

biaya, dimana pembebanan biaya harus dihubungkan dengan pendapatan.

Untuk mendapatkan kelayakan ekonomis dan membandingkan pajak

masukan dengan pajak keluaran. Pajak masukan harus dimanfaatkan untuk

menghasilkan pajak keluaran. Pajak masukan ini akan dibebankan dalam

periode yang bersangkutan. Salah satu cara yang biasa dibebankan dalam

satu periode yaitu dengan membagi pajak masukan sesuai dengan pajak

keluaran yang terjadi pada periode yang bersangkutan juga.

Teknik perhitungan dari hal tersebut dapat dilihat pada lampiran

yaitu SPT Masa PPN-nya. Pada bulan Oktober 2007, total pembelian BKP

adalah sebesar Rp 823.233.500. PT Enam Enam Group Medan dalam

menghitung PPN bulan Oktober 2007 tersebut adalah dengan

mengkreditkan seluruh pajak masukannya ke pajak keluarannya.

Untuk mendapatkana hasil perhitungan PPN yang tepat maka pajak

masukan tidak boleh dikreditkan atau dikurangkan pada penjualan yang

Page 78: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

66

tidak tertera pada pajak keluarannya, sehingga harus ada proporsi berapa

persen yang terkena pajak keluara. Dari persentase itu maka pajak

masukan harus dikreditkan sebesar nilai tersebut, karena mengingat batas

pengkreditan pajak masukan adalah 3 bulan atau sepanjang perusahaan

belum dilakukan pemeriksaan dengan cara melakukan pembetulan pada

SPT Masa PPN-nya.

Dalam satu periode pemberian pisah batas sangat diperlukan agar

pembebanan pajak masukan tidak melebihi nilai yang seharusnya. Karena

bila setiap bulannya atau masa pajak, pembelian lebih besar dari penjualan

maka sangat diperlukan pisah batas. Kelebihan tersebut oleh fiskus

dianggap menimbulkan sisa persediaan BKP. Pisah batas pada pajak

masukan dicari dengan menentukan berapa pajak masukan yang terjadi

kemudian dari jumlah yang ada dimanfaatkan untuk menghasilkan pajak

keluaran yang menyertai penjualan BKP maka sisanya bukan merupakan

beban periode tersebut.

Setelah dilakukan analisis berdasarkan data yang tersedia, bahwa

seluruh pajak masukan yang dikreditkan atau dikurangkan pada penjualan

tertera pada pajak keluarannya. Pembelian BKP pada bulan Oktober 2007

sebesar Rp 823.233.500, total penjualannya sebesar Rp 1.517.169.500.

Seluruh pajak masukan yang dikreditkan atau dikurangkan pada penjualan

tertera pada pajak keluarannya, sehingga tidak terjadi kelebihan pajak

masukan. Perusahaan tidak melakukan pisah batas pengkreditan pajak

masukan karena perusahaan melakukan pembelian BKP sesuai dengan

Page 79: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

67

jumlah pesanan yang diminta, maka tidak ada sisa persediaan BKP. Jadi

dipastikan bahwa seluruh pajak masukan yang dikreditkan atau

dikurangkan pada penjualan tertera pada pajak keluarannya.

5. Koreksi Fiskal PPN

PT Enam Enam Group Medan, dalam hal koreksi fiskal ini tidak

melakukan koreksi fiskal PPN-nya karena semua pembelian barang

berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan dan PPN yang dikenakan

atasa barang tersebut adalah PPN yang dapat dikreditkan. Perusahaan

menganggap bahwa koreksi fiskal itu hanya berkaitan dengan PPN yang

dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Berhubungan karena

semua PPN yang ada dapat dikreditkan maka pihak perusahaan tidak

melakukan koreksi fiskal terhadap PPN-nya.

Page 80: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah menganalisis dan melakukan pembahasan dalam penelitian ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. PT. Enam Enam Group merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam

bidang pemasaran alat KWh. KWh meter yaitu alat berupa piringan yang

berfungsi mengukur konsumsi energi pelanggan.

2. Pajak Masukan yang terjadi dalam satu periode oleh PT Enam Enam Group

Medan dibebankan atau dilaporkan ke KPP pada peroide tersebut.

3. Perusahaan sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN dengan cara

manual (formulir kertas dan data elektronik) baik PPN Masukan maupun PPN

Keluarannya.

4. Dalam perhitungan PPN, perusahaan sudah memperhitungkannya dengan

benar, telah sesuai dengan DPP yang sebenarnya.

5. Mengenai mekanisme penghitungan PPN, PT Enam Enam Group Medan

menerapkan metode Pajak Masukan dan Pajak Keluaran untuk pengakuan

pajak terutang kepada kas negara dan mekanisme pemungutan PPN yang

dilakukan adalah pada saat faktur diterbitkan.

6. Penyajian PPN dalam laporan keuangan menggunakan metode gabungan, yaitu

PPN Masukan dan Keluaran dibukukan secara terpisah tanpa prosedur offset

dan pada akhir tahun dibukukan pada suatu perkiraan saja yaitu PPN.

Page 81: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

69

7. PT Enam Enam Group Medan belum menerapkan Akuntansi Pajak

Pertambahan Nilai-nya berdasarkan SAK. Terutangnya PPN pada PT Enam

Enam hanya pada saat faktur diterbitkan saja. Jadi meskipun barang sudah

diserahkan namun faktur belum diterbitkan, maka PPN-nya belum terutang.

Menurut SAK, terutangnya PPN yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun

faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya.

B. Saran

Sebaiknya perusahaan melakukan koreksi fiskal terhadap PPN-nya. Hal ini

dikarenakan pembuatan faktur pajak untuk Pajak Keluaran tidak bersamaan

dengan waktu pengiriman. Berbedanya waktu pengiriman / penyerahan barang

dengan dibuatnya faktur pajak mengakibatkan pengakuan yang berbeda menurut

SAK dan UU Perpajakan.

Selebihnya penerapan Akuntansi PPN pada PT Enam Enam Group sudah

dilaksanakan dengan baik.

Page 82: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

70

DAFTAR PUSTAKA

B. Ilyas, Wiryawan, Rudy Suhartono. 2007. Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Boediono. 2004. Perpajakan Indonesia. Diadit Media, Jakarta. Erlina dan Sri Mulyani. 2007. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan

Manajemen, USU Press, Medan. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Jurusan Akuntansi. 2004. Buku

Petunjuk Teknik Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi. Medan. Hernanto. 2003. Akuntansi Perpajakan. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntasi Keuangan. Salemba Empat.

Jakarta. Prabowo, Yusdianto. 2002. Akuntansi Perpajakan Terapan. Penerbit Grasindo,

Jakarta. Resmi, Siti. 2004. Perpajakan Teori dan Kasus. Buku Dua, Penerbit Salemba

Empat, Jakarta. Rusdji, Muhammad. 2004. PPN & PPnBM. Penerbit Indeks, Jakarta. Soemarso, S.R. 2007. Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Penerbit Salemba

Empat, Jakarta. Sukardji, Untung. 2003. Pajak Pertambahan Nilai. Edisi Revisi 2003, Penerbit

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sukardji, Untung. 2003. Pokok – pokok Pajak Pertambahan Nilai. Edisi Revisi

2003, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tjahjono, Achmad. 2003. Perpajakan Indonesia : Pendekatan Soal Jawab dan

Kasus. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Waluyo, B.Ilyas, Wirawan. 2003. Perpajakan Indonesia. Buku Satu, Edisi Revisi,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Warren, Carl.S., James M.Reeve, Philip E.Fess. 2004. Pengantar Akuntansi. Edisi

Keduapuluhsatu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Page 83: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

71

_________, 2009. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah. Penerbit Dep.Keu, Medan.

Page 84: akuntansi-ppn

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.