akuntansi perpajakan 2010

96
Akuntansi Perpajakan TaxSys 1 PEMBUKUAN PAJAK PEMBUKUAN PAJAK PEMBUKUAN PAJAK PEMBUKUAN PAJAK A. A. A. A. SISTEM PEMBUKUAN PAJAK SISTEM PEMBUKUAN PAJAK SISTEM PEMBUKUAN PAJAK SISTEM PEMBUKUAN PAJAK Pembukuan secara akuntansi harus mengikuti standar akuntansi yang berlaku umum. Standar akuntansi mengharuskan perusahaan untuk menampilkan laporan keuangan secara multiple purpose sehingga laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK harus di”rekonsiliasi” supaya sesuai dengan peraturan perpajakan. Oleh karena terdapat perbedaan antara akuntansi dengan pajak maka kemudian timbul istilah akuntansi pajak. Akuntansi pajak sebenarnya merupakan peraturan perpajakan yang ada kaitannya dengan akuntansi. Akuntansi pajak sebenarnya adalah jurnal-jurnal yang diperlukan sehubungan dengan transaksi yang berhubungan dengan pajak. B. B. B. B. METODE PEMBUKUAN METODE PEMBUKUAN METODE PEMBUKUAN METODE PEMBUKUAN UU KUP mendefinisikan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk pembukukan pajak adalah : » suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan. » meliputi Asset, Libalilities, Equity, Revenue dan Expenses, serta jumlah Cost (harga perolehan) dan penyerahan barang atau jasa. » Proses tersebut menghasilkan laporan keuangan berupa Balance Sheet dan Income Statement.

Upload: fajar-budiman

Post on 24-Jun-2015

3.591 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

1

PEMBUKUAN PAJAKPEMBUKUAN PAJAKPEMBUKUAN PAJAKPEMBUKUAN PAJAK

A.A.A.A. SISTEM PEMBUKUAN PAJAKSISTEM PEMBUKUAN PAJAKSISTEM PEMBUKUAN PAJAKSISTEM PEMBUKUAN PAJAK

Pembukuan secara akuntansi harus mengikuti standar akuntansi yang berlaku

umum. Standar akuntansi mengharuskan perusahaan untuk menampilkan laporan

keuangan secara multiple purpose sehingga laporan keuangan yang disusun sesuai

dengan SAK harus di”rekonsiliasi” supaya sesuai dengan peraturan perpajakan. Oleh

karena terdapat perbedaan antara akuntansi dengan pajak maka kemudian timbul

istilah akuntansi pajak. Akuntansi pajak sebenarnya merupakan peraturan

perpajakan yang ada kaitannya dengan akuntansi. Akuntansi pajak sebenarnya

adalah jurnal-jurnal yang diperlukan sehubungan dengan transaksi yang

berhubungan dengan pajak.

B.B.B.B. METODE PEMBUKUANMETODE PEMBUKUANMETODE PEMBUKUANMETODE PEMBUKUAN

UU KUP mendefinisikan pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang

dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang

meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga

perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun

laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak

berakhir. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk pembukukan pajak

adalah :

» suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan

data dan informasi keuangan.

» meliputi Asset, Libalilities, Equity, Revenue dan Expenses, serta jumlah Cost

(harga perolehan) dan penyerahan barang atau jasa.

» Proses tersebut menghasilkan laporan keuangan berupa Balance Sheet dan

Income Statement.

Page 2: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 2

Aturan pajak mengenai pembukuan secara jelas dan tegas diatur dalam Pasal 28

dan penjelasan UU 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara

Perpajakan. Kewajiban pembukuan harus dilakukan oleh Wajib Pajak Orang

Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (peredaran usaha

setahun mencapai Rp.4,8 miliar dan Wajib Pajak Badan di Indonesia.

Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan

dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi.

Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel

pengakuan penghasilan yang digunakan.

Stelsel pengakuan penghasilan yaitu :Stelsel pengakuan penghasilan yaitu :Stelsel pengakuan penghasilan yaitu :Stelsel pengakuan penghasilan yaitu :

1. Stelsel akrualStelsel akrualStelsel akrualStelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam

arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu

terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya

itu dibayar tunai. Definisi ini mencakup pengakuan penghasilan berdasarkan

metode % tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang

konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti

Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate, dan lain-lain.

2. Stelsel kasStelsel kasStelsel kasStelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas

penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel

ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah

diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai

biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel

ini biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan

jasa. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa

ditetapkan pada saat diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya

ditetapkan pada saat dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya. Dengan

cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang

mengaburkan tehadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke

tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas.

Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel

kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut :

1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh

penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga

pokok penjualan harus diperhitungkan seluru pembelian dan persediaan.

2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat

diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat

dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

Page 3: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

3

3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).

Kesimpulan : penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan adalah stelsel

campuran.

Persyaratan pembukuan menurut UU 28 Tahun 2007 adalah :

1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan

memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha

yang sebenarnya (tidak ada penggelapan).

2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan

menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan

disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh

Menteri Keuangan.

3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel

akrual atau stelsel kas, tahun buku, Metode penilaian persediaan, Metode

penyusutan dan amortisasi. Perubahan terhadap metode pembukuan dan

atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asas yaitu

harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan

metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode

penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun

demikian perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah

mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku

yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat

diterima serta akibat-akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.

Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip

taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya

atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya

itu sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan

penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.

Contoh :

Wajib Pajak tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus

atau straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah

metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo

menurun atau declining balance method.

Page 4: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 4

Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih

dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) yang diajukan

sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan menyebutkan alasan-alasan

dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan

tersebut.

Selain itu perubahan periode tahun buku berakibat berubahnya jumlah

penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu perubahan tersebut juga

harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak (c.q Kantor Pelayanan

Pajak).

Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali

Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun

takwim, maka penyebutan tahun pajak yang bersangkutan menggunakan tahun

yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih.

Contoh :

Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun

2002. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun

pajaknya adalah tahun 2003.

Output minimal pembukuan adalah catatan mengenai asset, liabilities, modal,

penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung

besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan,

pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan

benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai

impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang

dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas

pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang

tidak dapat dikreditkan.

Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem

yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

(ada 59 PSAK yang sudah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia), kecuali

peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Pembukuan dengan

Page 5: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

5

menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh

Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan

atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di

Indonesia yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak. Orang

Pribadi atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak Badan. Buku-buku, catatan-

catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik yang

menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh)

tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan

mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang

diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan.

Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan

dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai

dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak.

PEMBUKUAN DALAM BAHASA DAN MATA UANG ASINGPEMBUKUAN DALAM BAHASA DAN MATA UANG ASINGPEMBUKUAN DALAM BAHASA DAN MATA UANG ASINGPEMBUKUAN DALAM BAHASA DAN MATA UANG ASING

Kriteria wajib pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing

dan mata uang selain Rupiah adalah :

a. Wajib Pajak dalam rangka PMA yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan

ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai PMA;

b. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yaitu Wajib Pajak yang beroperasi

berdasarkan kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan;

c. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Bagi Hasil yaitu Wajib Pajak yang beroperasi

berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan minyak dan

gas bumi;

d. Bentuk usaha tetap (Pasal 2 ayat (5) UU 36 / 2008 atau menurut Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang terkait;

e. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri yaitu

perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan

induk (parent company) di luar negeri dalam hubungan istimewa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b UU 36 Tahun 2008.

Bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang diperbolehkan untuk dipergunakan

dalam pembukuan Wajib Pajak adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika

Serikat. Penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar

Amerika Serikat oleh Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari

Page 6: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 6

Menteri Keuangan kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontak Karya atau Kontrak

Bagi Hasil. Izin tertulis dapat diperoleh Wajib Pajak dengan mengajukan surat

permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum

tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika

Serikat tersebut dimulai, atau 3 (tiga) bulan sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak

baru. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas

permohonan izin penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang

Dollar Amerika Serikat. Keputusan Menteri Keuangan atas permohonan diterbitkan

paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan dari Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu diatas telah lewat, Menteri Keuangan tidak memberi suatu

keputusan, maka permohonan tersebut dianggap diterima.

Wajib Pajak dala rangka Kontrak Karya atau Kontrak Bagi Hasil yang akan

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang

Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum

tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika

Serikat tersebut dimulai.

Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam

bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat berlaku ketentuan konservasi ke

mata uang Dollar Amerika Serikat sebagai berikut :

a.a.a.a. Pada awal tahun bukuPada awal tahun bukuPada awal tahun bukuPada awal tahun buku

Penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat untuk

pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku

sebelumnya (dalam mata uang Rupiah) yang dikonversikan ke mata uang Dollar

Amerika Serikat dengan menggunakan kurs :

1) untuk harga perolehan harta berwujud dan atau harta tidak berwujud yang

mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun menggunakan kurs yang

sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut;

2) untuk akumulasi penyusutan dan atau amortisasi harta menggunakan kurs yang

sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut;

3) untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku

pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut

yang dilakukan secara taat asas;

4) apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, di samping menggunakan nilai histories,

atas nilai selisih lebih dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat

dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya

revaluasi;

Page 7: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

7

5) untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam mata uang Rupiah dari tahun-

tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat

dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku

sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara

taat asas;

6) untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya

berlaku pada saat terjadinya transaksi;

7) dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari mata uang

Rupiah ke mata uang Dollar Amerika Serikat, maka selisih laba atau rugi

tersebut dibebankan pada rekening laba ditahan.

b.b.b.b. DalDalDalDalam tahun berjalan :am tahun berjalan :am tahun berjalan :am tahun berjalan :

1) Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata uang Dollar Amerika Serikat,

pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan;

2) Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan

mata uang selain Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke mata uang Dollar

Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat

terjadinya transaksi, yaitu sebagai berikut :

a) apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang

dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;

b) apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs

yang dipakai adalah kurs yang sebenarnya berlaku, berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1),

ayat (2), dan ayat (4) UU 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk tahun pajak

pertama penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar

Amerika Serikat adalah sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam mata uang Rupiah

yang dikonversikan dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan

Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku sebelum dimulainya

pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Pembayaran

Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 serta Pajak Penghasilan Final yang dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam

bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dapat dilakukan dalam mata uang

rupiah.

Dalam hal pembayaran pajak dilakukan dalam mata uang rupiah Wajib Pajak harus

mengkonversasikan pembayaran dalam mata uang Rupiah tersebut ke mata uang Dollar

Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam keputusan Menteri

Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran.

Page 8: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 8

Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa

Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan beserta lampirannya dalam bahasa

Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan dan dalam mata uang Dollar

Amerika Serikat.

Dalam penerapan tarif Pasal 17 UU PPh lapisan penghasilan kena pajak dikonversi

ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang

ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir Tahun Pajak

yang bersangkutan. Dalam hal terdapat bukti pembayaran atas pemotongan /

pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 dalam mata uang Rupiah yang

akan dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan harus

dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs

yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal

pembayaran atau pemotongan / pemungutan pajak tersebut.

SANKSI PELANGGARANSANKSI PELANGGARANSANKSI PELANGGARANSANKSI PELANGGARAN

Wajib Pajak yang ternyata :

a. Tidak mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam

bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat atau permohonannya ditolak

atau tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak

tempat Wajib Pajak terdaftar namun tetap menyelenggarakan pembukuan dalam

bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat; atau

b. Telah diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan

mata uang Dollar Amerika Serikat atau telah memberitahukan ke Kantor Pelayanan

Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, namun pembukuannya tetap diselenggarakan

dalam bahasa Indonesia atau mata uang Rupiah;

Maka izin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata

uang Dollar Amerika Serikat dicabut dan Wajib Pajak tidak boleh lagi mengajukan

permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata

uang Dollar Amerika Serikat.

Perlakuan tidak dikenakan apabila Wajib Pajak memberitahukan secara tertulis

mengenai pembatalan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan

mata uang Dollar Amerika Serikat dalam batas waktu 3 (tiga) bulan setelah tahun buku

berjalan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Persetujuan Menteri Keuangan.

Page 9: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

9

Sisa kerugian fiskal dalam mata uang Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang

dapat dikompensasikan ke Tahun Pajak dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris

dan mata uang Dollar Amerika Serikat, dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika

Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri

Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut

terjadi.

Wajib Pajak yang telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam

bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sebelum berlakunya Keputusan

Menteri Keuangan ini, tidak perlu mengajukan permohonan baru dan izin tersebut

tetap berlaku.

Bagi Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan untuk memperoleh izin

menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika

Serikat sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, maka terhadap

pemberian izin tersebut berlaku Keputusan Menteri Keuangan ini.

Page 10: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 10

HARGA PEROLEHANHARGA PEROLEHANHARGA PEROLEHANHARGA PEROLEHAN

Pasal 10 UU Pajak Penghasilan mengatur tentang cara penilaian harta termasuk

persediaan dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan penggunaan

harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau kerugian apabila terjadi

penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan barang

dagangan.

Definisi harga perolehan adalah harga yang sesungguhnya dibayar. Termasuk dalam

harga perolehan adala harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka

memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya

pemasangan. Dengan Hubungan Istimewa (Pasal 18 ayat (4) UU PPh) apabila terdapat

hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.

Dalam jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa maka bagi pihak pembeli

nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai

penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa

antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar

atau lebih kecil di bandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh

hubungan istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan

atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang

seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.

Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah

jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Pada

prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan

berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka

pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan

pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam

rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya.

Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan

penghasilan yang dikenakan pajak.

Page 11: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

11

Contoh :

PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai

sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut :

PT A PT B

Nilai sisa buku

Harga Pasar

Rp. 200.000.000,00

Rp. 300.000.000,00

Rp. 300.000.000,00

Rp. 450.000.000,00

Pada dasarnya penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam

rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian PT

A mendapat keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00-Rp.

200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp. 150.000.000,00 (Rp.

450.000.000,00-Rp. 300.000.000,00). Sedangkan PT C membukukan semua harta

tersebut dengan jumlah Rp. 750.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00 + Rp.

450.000.000,00). Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang

sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi

wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa

buku (“pooling of interest”). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan

harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp. 500.000.000,00 (Rp. 200.000.000,00 +

Rp. 300.000.000,00).

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha

adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,

kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Penyertaan Wajib Pajak dalam

permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan

harta. Ketentuan ini mengatur tentang penilaian harta yang diserahkan sebagai

pengganti saham atau penyertaan modal dimaksud yaitu dinilai berdasarkan nilai

pasar dari harta yang dialihkan tersebut.

Page 12: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 12

PERSEDIAANPERSEDIAANPERSEDIAANPERSEDIAAN

A.A.A.A. ASPEK AKUNTANSI PERSEDIAANASPEK AKUNTANSI PERSEDIAANASPEK AKUNTANSI PERSEDIAANASPEK AKUNTANSI PERSEDIAAN

DefinisiDefinisiDefinisiDefinisi

Menurut Paragraf 3 PSAK 16 ruang lingkup PersediaanPersediaanPersediaanPersediaan adalah aktiva tersedia

untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam proses produksi dan atau dalam

perjalanan atau dalam bentuk badan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan

dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Nilai realisasi bersih Nilai realisasi bersih Nilai realisasi bersih Nilai realisasi bersih adalah taksiran harga penjualan dalam kegiatan usaha

normal dikurangi taksiran biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan

untuk melaksanakan penjualan.

Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali,

misalnya barang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah

dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi

yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi

perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam

proses produksi (Paragraf 4 PSAK 16).

Pengukuran PersediaanPengukuran PersediaanPengukuran PersediaanPengukuran Persediaan

Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih mana yang

lebih rendah (the lower of cost and net realizable value). (Paragraf 5 PSAK 16).

Biaya persediaan kecuali yang disebut dalam paragraph 19, harus dihitung

dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau

FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau masuk terakhir

keluar pertama (MTKP atau LIFO). (Paragraf 20 PSAK 16).

Formula MPKP / FIFO mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama

dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam

Page 13: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

13

persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian. Dengan rumus biaya

rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata

tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang

dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara

berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan perusahaan.

Rumus MTKP / LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir

dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan

akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terdahulu.

Pengakuan Sebagai BebanPengakuan Sebagai BebanPengakuan Sebagai BebanPengakuan Sebagai Beban

Pengakuan ini dicantumkan jika barang dalam persediaan dijual, maka nilai

tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya

pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan di bawah

biaya menjadi nilai realisasi bersih dan seluruh kerugian persediaan harus diakui

sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap

pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai

realisasi bersih, harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban

persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut. (Paragraf 28 PSAK 16).

PengungkapanPengungkapanPengungkapanPengungkapan

Paragraf 31 PSAK 16 mengungkapkan Laporan keuangan harus mengungkapkan

kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, termasuk

rumus biaya yang dipakai; total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat

menurut klasifikasi yang sesuai bagi perusahaan; jumlah tercatat persediaan yang

dicatat sebesar nilai realisasi bersih jumlah dari setiap pemulihan dari setiap

penurunan nilai yang diakui sebagai penghasilan selama periode sebagaimana

dijelaskan pada paragraf 28 PSAK 16; kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya

pemulihan nilai persediaan yang diturunkan sebagaimana dijelaskan pada paragraf

28; dan nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan kewajiban.

B.B.B.B. ASPEK PAJAK PERSEDIAAN ASPEK PAJAK PERSEDIAAN ASPEK PAJAK PERSEDIAAN ASPEK PAJAK PERSEDIAAN

Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai

berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara

mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Pada umumnya terdapat 3 (tiga)

golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam

proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Ketentuan Pasal 10 ayat (5) UU

36/ 2008 mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan

harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok

hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan

persediaan yang didapat pertama (“first-in first-out atau disingkat FIFO”). Sesuai

Page 14: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 14

dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas.

Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk

penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus

digunakan cara yang sama.

Page 15: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

15

FIXED ASSET FIXED ASSET FIXED ASSET FIXED ASSET MANAJEMENMANAJEMENMANAJEMENMANAJEMEN

Perusahaan di dalam menjalankan bisnisnya akan menggunakan beberapa aktiva

dalam kegiatan operasinya. Aktiva tersebut dapat berupa peralatan, mesin dll.

Penggunaan aktiva tersebut akan berdampak dalam :

- Initial outlay pada saat pembelian

- Maintenance cost yang harus dikeluarkan selama masa manfaat

- Penghapusan aktiva

- Tampilan neraca dan rugi akibat pemakaian asset

- Dampak pemakaian asset terhadap pajak

Penyediaan aktiva yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan

pembelian, leasing, dan sewa. Terhadap kebijakan tersebut perusahaan mempunyai

alasan masing-masing. Berikut ini akan disajikan dampak perpajakan akibat kebijakan

ketiga unsur tersebut.

A.A.A.A. ASPEK AKUNTANSI AKTIVA TETAPASPEK AKUNTANSI AKTIVA TETAPASPEK AKUNTANSI AKTIVA TETAPASPEK AKUNTANSI AKTIVA TETAP

1.1.1.1. Ruang LingkupRuang LingkupRuang LingkupRuang Lingkup

PSAK Aktiva Tetap ini harus ditetapkan dalam akuntansi aktiva tetap dan

aktiva lain-lain kecuali bila standar akuntansi keuangan lainnya mensyaratkan

suatu perlakuan akuntansi yang berbeda. Pernyataan ini tidak berlaku bagi :

a. hutan dan sumber daya alam serupa yang dapat diperbaharui;

b. kuasa pertambangan, ekplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas alam

dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui.

Namun demikian, pernyataan ini berlaku untuk aktiva tetap yang

digunakan untuk mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aktiva yang

tercakup dalam (a) dan (b) di atas, tetapi dapat dipisahkan dari aktivitas atau

aktiva tersebut.

Page 16: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 16

Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap

pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi

perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal

perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Penyusutan

adalah alokasi sistematik jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva

sepanjang masa manfaat.

Jumlah yang dapat disusutkan (deperciable amount) adalah biaya perolehan

suatu aktiva, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya perolehan dalam

laporan keuangan, dikurangi nilai sisanya.

Masa manfaat adalah periode suatu aktiva diharapkan dapat digunakan oleh

perusahaan atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh

dari aktiva oleh perusahaan.

Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau

nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada

saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan

tempat yang siap untuk dipergunakan.

Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan

sebagai aktiva tetap bila besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat

keekonomian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut

akan mengalir ke dalam perusahaan dan biaya perolehan aktiva dapat diukur

secara handal.

Aktiva tetap sering merupakan suatu bagian utama aktiva perusahaan, dan

karenanya signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Lebih jauh lagi,

penentuan apakah suatu pengeluaran merupakan suatu aktiva atau beban dapat

berpengaruh signifikan pada hasil operasi yang dilaporkan perusahaan.

Suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai

aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur

berdasarkan biaya perolehan. Biaya perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari

harga belinya, termasuk Bea Impor dan PPN Masukan Tak Boleh Restitusi (non-

refundable), dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam

membawa aktiva tersebut ke kondisi yang membuat aktiva aktiva tersebut dapat

bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan; setiap potongan dagang dan rabat

dikurangkan dari harga pembelian.

Page 17: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

17

Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah :

a. biaya persiapan tempat;

b. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat

(handling costs);

c. biaya pemasangan (installation costs); dan

d. biaya profesional seperti arsitek dan insyinyur.

2.2.2.2. Pertukaran AktivaPertukaran AktivaPertukaran AktivaPertukaran Aktiva

` Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atau petukaran

sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau aktiva lain. Biaya dari

pos semacam itu diukur pada nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau yang

diperoleh, yang mana yang lebih handal, ekuivalen dengan nilai wajar aktiva

yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas

yang ditransfer.

Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dalam pertukaran atas suatu aktiva yang

serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang sama dan

memiliki suatu nilai wajar serupa. Suatu aktiva tetap juga dapat dijual dalam

pertukaran dengan kepemilikan aktiva yang serupa. Dalam kedua keadaan

tersebut, karena proses perolehan penghasilan (earning process) tidak lengkap,

tidak ada keuntungan atau kerugian yang diakui dalam transaksi. Sebaliknya

biaya perolehan aktiva baru adalah jumlah tercatat dari aktiva yang dilepaskan.

Tetapi, nilai wajar aktiva yang diterima dapat menyediakan bukti dari suatu

pengurangan (impairment) aktiva yang dilepaskan. Dalam keadaan ini aktiva

yang dilepaskan diturun nilai buku-kan (written down) dan nilai turun nilai

buku (written down) ini ditetapkan untuk aktiva baru. Contoh dari pertukaran

aktiva serupa termasuk pertukaran pesawat terbang, hotel, bengkel dan properti

real estate lainnya. Jika aktiva lain seperti kas termasuk sebagai bagian transaksi

pertukaran, ini dapat mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak

memiliki suatu nilai yang serupa. Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan

harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan

mengkreditkan akun “Modal Donasi”.

Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aktiva tetap yang

memeperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat

keekonomian di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas,

mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada

jumlah tercatat aktiva yang bersangkutan.

Page 18: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 18

Pengeluaran setelah perolehan (subsequent expenditures) pada properti,

pabrik dan peralatan hanya diakui sebagai suatu aktiva jika pengeluaran

meningkatkan kondisi aktiva melebihi standar kinerja semula. Contoh

peningkatan yang menghasilkan peningkatan manfaat keekonomian masa yang

akan datang mencakup :

a. modifikasi suatu pos sarana pabrik untuk memperpanjang usia manfaatnya

termasuk suatu peningkatan kapasitasnya;

b. peningkatan kemampuan mesin (up-grading machine parts) untuk

mencapai peningkatan besar dalam kualitas output; dan

c. penerapan proses produksi baru yang memungkinkan suatu pengurangan

besar biaya operasi.

Pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aktiva tetap untuk menjaga

manfaat keekonomian masa yang akan datang yang dapat diharapkan

perusahaan untuk mempertahankan standar kinerja semula atas suatu aktiva,

biasanya diakui sebagai beban saat terjadi. Contohnya, biaya pemeliharaan dan

reparasi (servicing) atau turun mesin (overhauling) pabrik dan peralatan

biasanya merupakan beban karena memelihara daripada meningkatkan standar

kinerja semula.

Perlakuan akuntansi yang tepat untuk pengeluaran yang terjadi setelah

perolehan suatu aktiva tetap tergantung pada keadaan yang diperhitungkan

pada pengukuran awal dan pengakuan pos yang berkaitan dari aktiva tetap dan

apakah pengeluaran setelah perolehan (subsequent expenditures) dapat pulang

pokok. Contohnya, jika jumlah tercatat aktiva tetap telah memperhitungkan

suatu kerugian dalam manfaat keekonomian masa yang akan datang yang

diharapkan dari dikapitalisasi asalkan saja jumlah tercatat tidak melebihi jumlah

yang dapat diperoleh kembali dari aktiva. Ini juga keadaan dimana harga

pembelian suatu aktiva telah mencerminkan kewajiban perusahaan untuk

membuat pengeluaran dalam masa yang akan datang yang perlu untuk

membawa aktiva ke kondisi kerjanya. Contohnya adalah perolehan suatu

gedung membutuhkan renovasi. Dalam keadaan tersebut, pengeluaran setelah

perolehan ditambahkan ke jumlah tercatat aktiva sepanjang dapat diperoleh

kembali dari manfaat masa yang akan datang dari aktiva.

3.3.3.3. PenyusutanPenyusutanPenyusutanPenyusutan

Jumlah dapat disusutkan (depreciable) suatu aktiva tetap harus dialokasikan

secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode penyusutan harus

mencerminkan pola pemanfaatan keekonomian aktiva (the pattern in which the

asset’s economic benefits are consumed by the enterprise) oleh perusahaan.

Page 19: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

19

Penyusutan untuk setiap periode diakui sebagai beban untuk periode yang

bersangkutan, kecuali termasuk sebagai jumlah tercatat aktiva lain.

Bersamaan dengan manfaat keekonomian yang diwujudkan dalam suatu

aktiva dikonsumsi oleh perusahaan sepanjang masa manfaat aktiva. Tetapi faktor

lain seperti keusangan teknis dan aus serta rusak (wear and tear) saat suatu

aktiva menganggur (iddle), juga dapat mengurangi manfaat keekonomiannya

yang mungkin telah diharapkan tersedia dari aktiva. Karenanya, seluruh faktor

berikut harus dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat suatu aktiva.

Penggunaan aktiva yang diharapkan oleh perusahaan :

• Penggunaan dinilai dengan pedoman kapasitas aktiva yang diharapkan atau

output fisik;

• keusangan fisik yang diharapkan, yang tergantung pada faktor operasional

seperti jumlah pergantian kelompok kerja (shifts) dimana aktiva digunakan

dan program perbaikan dan perawatan dari perusahaan, dan perawatan

aktiva pada saat menganggur (iddle);

• keusangan teknis yang timbul dari perubahan atau perbaikan produksi, atau

dari perubahan permintaan pasar untuk produk atau jasa yang dihasilkan

oleh aktiva; dan

• pembatasan hukum atau yang serupa atas penggunaan aktiva, seperti

habisnya waktu dari sewa guna usaha yang berkaitan.

Masa manfaat aktiva ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan

oleh perusahaan. Kebijakan manajemen aktiva suatu perusahaan mempengaruhi

jumlah penyusutan aktiva setelah suatu waktu yang ditentukan atau setelah

konsumsi dari proporsi tertentu atas manfaat keekonomian yang diwujudkan

dalam aktiva. Karenanya, masa manfaat suatu aktiva dapat lebih pendek

daripada usia keekonomiannya. Estimasi masa manfaat suatu aktiva tetap

merupakan masalah pertimbangan yang berdasarkan pada pengalaman

perusahaan dengan aktiva serupa.

Tanah dan bangunan harus diperlakukan sebagai aktiva yang terpisah untuk

tujuan akuntansi, walaupun diperoleh secara sekaligus. Tanah biasanya memiliki

usia tak terbatas, oleh karena itu tidak disusutkan. Bangunan memiliki usia

terbatas, oleh karena itu disusutkan. Peningkatan nilai tanah tempat bangunan

didirikan tidak mempengaruhi masa manfaat bangunan.

Page 20: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 20

Beban penyusutan untuk suatu periode biasanya diakui sebagai suatu beban.

Tetapi, dalam keadaan tertentu, manfaat keekonomian yang terwujud dalam

suatu aktiva diserap perusahaan dalam memproduksi aktiva lain bukan

memberikan kenaikan pada suatu beban. Dalam keadaan ini, beban penyusutan

mencakup bagian biaya perolehan aktiva lain dan termasuk dalam jumlah

tercatatnya. Sebagai contoh, penyusutan pabrik dan peralatan pabrik termasuk

dalam biaya proses produksi persediaan (lihat Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan No. 14 tentang persediaan). Demikian pula, penyusutan aktiva tetap

yang digunakan untuk aktivitas pengembangan dapat dimasukkan dalam biaya

pengembangan yang dikapitalisasi sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan.

4.4.4.4. Penghentian dan PelepasanPenghentian dan PelepasanPenghentian dan PelepasanPenghentian dan Pelepasan

Suatu aktiva tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aktiva

secara permanent ditarik dari penggunaannya dan tidak ada manfaat

keekonomian masa yang akan datang diharapkan dari pelepasannya.

Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian atau pelepasan

suatu aktiva tetap diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba

rugi.

Jika suatu aktiva tetap dipertukarkan untuk suatu aktiva yang serupa, dalam

keadaan yang dijelaskan dalam paragraf 21, biaya perolehan aktiva yang

diperoleh adalah sama dengan jumlah tercatat aktiva yang dilepaskan dan tidak

ada keuntungan atau kerugian yang dihasilkan.

Aktiva tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif dan ditahan untuk

dilepaskan dinilai pada yang terendah antara jumlah tercatatnya dan nilai

realisasi neto.

5.5.5.5. PengungkapanPengungkapanPengungkapanPengungkapan

Laporan Keuangan harus mengungkapkan, dalam hubungan dengan setiap

jenis aktiva tetap :

� dasar penilaian yan digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto.

Jika lebih dari satu dasar yang digunakan, jumlah tercatat bruto untuk dasar

dalam setiap kategori harus diungkapkan;

� metode penyusutan yang digunakan;

� masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;

Page 21: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

21

� jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir

periode;

� suatu rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode

memperlihatkan:

� penambahan;

� pelepasan;

� akuisisi melalui penggabungan usaha;

� revaluasi yang dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah;

� penurunan nilai tercatat sesuai dengan paragraf 43;

� penyusutan;

� beda nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan

suatu entitas asing; dan

� setiap pengklasifikasian kembali.

Pemilihan metode penyusutan dan estimasi masa manfaat aktiva adalah

masalah pertimbangan. Karenanya, pengungkapan metode yang digunakan dan

usia manfaat yang diestimasi atau tarif penyusutan menyediakan pemakai

laporan keuangan dengan informasi yang mengijinkan mereka meninjau

kebijakan yang dipilih oleh manajemen dan memungkinkan perbandingan

dibuat dengan perusahaan lain. Untuk alasan serupa, adalah perlu untuk

mengungkapkan penyusutan yang dialokasikan dalam suatu periode dan

akumulasi penyusutan pada akhir periode tersebut.

Page 22: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 22

PENYUSUTANPENYUSUTANPENYUSUTANPENYUSUTAN

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang

masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke

pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Paragraf 2 PSAK 18).

Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang diharapkan untuk digunakan

selama lebih dari satu periode akuntansi, dan memiliki suatu masa manfaat yang

terbatas, dan ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau

memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu

aktiva, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan

dikurangi nilai sisanya.

Penghapusan aktiva adalah penghapusan nilai buku yang tercantum tidak lagi

menggambarkan manfaat dari aktiva yang bersangkutan. Penghapusan aktiva berbeda

dengan penyusutan.

A.A.A.A. METODE PENYUSUTANMETODE PENYUSUTANMETODE PENYUSUTANMETODE PENYUSUTAN

Jumlah yang dapat disusutkan dialokasikan ke setiap periode akuntansi selama

masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun

yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu tanpa memandang

tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan agar dapat

menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari period eke periode.

Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat

dikelompokkan menurut kriteria berikut :

Page 23: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

23

Berdasarkan waktu :

a) metode garis lurus (straight-line method)

b) metode pembebanan yang menurun;

c) metode jumlah-angka-tahun (sum-of-the-years-digit-method)

d) metode saldo menurun / saldo menurun-ganda (declining / double-declining

balance method).

e) berdasarkan penggunaan;

f) metode jam-jasa (service-hours method)

g) metode jumlah unit produkai (productive-output method)

Berdasarkan kriteria lainnya :

a) metode berdasarkan kelompok dan jenis (group and composite method)

b) metode anuitas (annuity method)

c) sistem persediaan (inventory systems)

d) Masa manfaat dari suatu aktiva yang dapat disusutkan harus diestimasi setelah

mempertimbangkan faktor berikut :

e) taksiran aus dan kerusakan fisik (physical wear and tear)

f) keuangan

g) pembatasan hukum atau lainnya atas penggunaan aktiva.

B.B.B.B. ASPEK PERPAJAKAN PEMBELIAN AKTIVAASPEK PERPAJAKAN PEMBELIAN AKTIVAASPEK PERPAJAKAN PEMBELIAN AKTIVAASPEK PERPAJAKAN PEMBELIAN AKTIVA

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusutan

1.1.1.1. Dasar penyusutanDasar penyusutanDasar penyusutanDasar penyusutan

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan,

perbaikan, atau perubahan harta berwujud kecuali tanah yang berstatus hak milik,

hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar

selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar

penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva

tersebut.

Page 24: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 24

Syarat aktiva (selain tanah) yang dapat disusutkan dan deductible expenses adalah :

a) Aktiva tersebut dapat disusutkan

b) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud (selain tanah)

c) Mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun

d) Untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara

mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut

melalui penyusutan.

2.2.2.2. Saat dimulainya penyusutanSaat dimulainya penyusutanSaat dimulainya penyusutanSaat dimulainya penyusutan

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga

dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung

dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa

manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat

asas.

Saat dimulainya penyusutan.

Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta

yang masih dalam proses pengerjaan penyusutannya dimulai pada bulan selesainya

pengerjaan harta tersebut.

Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan

melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang

bersangkutan mulai menghasilkan.

Penyusutan Bidang tertentuPenyusutan Bidang tertentuPenyusutan Bidang tertentuPenyusutan Bidang tertentu

Penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu,

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Dalam rangka menyesuaikan dengan

karakteristik bidang-bidang usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas

bumi, perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk

penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tersebut yang ketentuannya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3.3.3.3. Pengalihan hartaPengalihan hartaPengalihan hartaPengalihan harta

Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta Pasal 4 ayat (1) huruf d UU 36 /

2008 atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta

tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian

asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada

tahun terjadinya penarikan harta tersebut. Apabila hasil penggantian asuransi yang

Page 25: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

25

akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian,

maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak c.q KPP jumlah sebesar kerugian

Pasal 11 ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.

Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 (3) huruf

a&b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak

boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yan mengalihkan. Pada dasarnya

keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenakan pajak dalam tahun

dilakukannya pengalihan harta tersebut.

Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan neto dari

penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang

dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut dan atau penggantian

asuransinya dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penjualan atau

tahun diterimanya penggantian asuransi dan nilai sisa buku dari harta tersebut

dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui

dengan pasti di mana kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian tersebut dapat

dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Menyimpang dari

ketentuan Pasal 11 ayat (8), dalam hal pengalihan harta berwujud yang memenuhi

syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a & b, nilai sisa bukunya tidak boleh dibebankan

sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan.

Page 26: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 26

LEASINGLEASINGLEASINGLEASING

PENGERTIANPENGERTIANPENGERTIANPENGERTIAN

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara

langsung dari masyarakat melalui deposito, tabungan, giro dan lain-lain. Lembaga

pembiayaan ini dalam perkembangannya kemudian dikenal sebagai Lembaga Keuangan

Bukan Bank (LKBB).

Lembaga pembiayaan yang pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di

Indonesia adalah kegiatan sewa guna usaha (Leasing) pada tahun 1974 dengan

dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan

dan Menteri Perindustrian Nomor : KEP-122 / MK / 2 / 1974, Nomor : 32 / M / SK / 2 /

1974 dan Nomor : 30 / Kpb / I / 74 tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perijinan Usaha

Leasing”.

Definisi leasing sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan,

Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut diatas adalah :

Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu prusahaaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.

Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis leasing yang lazim

disebut finance lease atau capital lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun

demikian, dengan dkeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 (Paket

Kebijaksanaan 20 Desember 1988) serta ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan

No. 1251 / KMK.013 / 1988 tanggal 20 Desember 1988,

Page 27: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

27

Jenis kegiatan sewa guna usaha tersirat dalam Pasal 1 keputusan tersebut yang

menampung definisi-definisi berikut ini :

• Leasing Company (perusahaan sewa guna usaha atau lessor) adalah badan usaha

yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal

baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh

penyewa-guna-usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan

pembayaran secara berkala.

• Finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha, dimana penyewa-guna-usaha

(lessee) pada akhir masa kontrak mempunyai hak Opsi untuk membeli objek

sewa guna usaha berdasrkan nilai sisa yang disepakati bersama.

• Operating lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana penyewa-guna-usaha

(lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.

• Lessee (penyewa-guna-usaha) adalah perusahaan atau perorangan yang

menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan sewa

guna usaha (lessor).

Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak mengubah pengertian dasar leasing di

Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan leasing untuk melakukan

kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada hakekatnya merupakan usaha

sewa-menyewa biasa. Namun demikian, dengan terbukanya kemungkinan bagi

perusahaan leasing untuk memperluas bidang usaha yang mancakup baik sewa guna

usaha pembiayaan (finance lease) maupun sewa-menyewa biasa (operating lease) maka

dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan standar akuntansi

keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan

transaksi-transaksi sewa guna usaha sesuai dengan karakteristik serta ruang lingkup

yangtelah ditetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan tersebut. Pengurus Pusat

Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 7 September 1994 telah mensahkan Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan Nomor 30 tentang Akuntansi Sewa Guna Usaha.

Di samping itu, meskipun kegiatan leasing di Indonesia sudah dikenal dan

berkembang sejak tahun 1974, perlakuan perpajakan atas transaksi leasing ternyata

masih berbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang senantiasa menjadi objek

pertentangan / perdebatan. Hal ini terkait dengan beberapa kali berubahnya undang-

undang perpajakan, terutama Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang

PPN. Perubahan undang-undang perpajakan yang ada selama ini tidak dengan segera

diiringi perubahan ketentuan perpajakan atas transaksi leasing sehingga dalam

praktiknya menimbulkan penafsiran-penafsiran yang berbeda dalam transaksi leasing,

terutama atas transaksi Sales and Leaseback. Sampai saat ini acuan tentang ketentuan

perpajakan atas transaksi leasing masih berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor :1169 / KMK.01 / 1991, tanggal 27 November 1991. Padahal sejak

dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan tersebut Undang-undang PPh telah

Page 28: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 28

berubah tiga kali dan Undang-undang PPN telah berubah dua kali.

Mencermati ketentuan akuntansi dan ketentuan perpajakan atas transaksi sewa

guna usaha ternyata ada perbedaan-perbedaan. Sedangkan pada tahun 1997, Pengurus

Pusat Ikatan Akuntansi Indonesia telah mensahkan Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan yang mengatur agar

dilakukan pengakuan terhadap future tax effects yang timbul sebagai akibat adanya

transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT yang

disebabkan oleh perbedaan temporer. Pengakuan future tax effects tersebut dilakukan

dengan mengakui adanya aktiva pajak tangguhan (deferred tax asset) atau kewajiban

pajak tangguhan (deferred tax liability) dengan menggunakan Balance Sheet Liability Method.

Materi ini dimaksudkan untuk membantu wajib pajak dalam memahami :

a. Aspek akuntansi atas transaksi Sewa Guna Usaha

b. Aspek pajak atas transaksi Sewa Guna Usaha

c. Pajak Tangguhan atas transaksi Sewa Guna Usaha

Jenis Jenis Jenis Jenis LeasingLeasingLeasingLeasing

Jenis leasing yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis leasing yang

telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut, adalah sebagai berikut:

a. Finance Lease (Sewa Guna Usaha Pembiayaan)

Dalam hal ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang

membiayai penyediaan barang modal yang dibutuhkan oleh lessee. Lessee biasanya

memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan leasing sebagai

pemilik barang tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan, serta pemeliharaan

barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Selama masa sewa guna usaha

berjalan, lessee melakukan pembayaran secara berkala dimana jumlah seluruhnya

ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, mencakup

pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang

merupakan pendapatan perusahaan sewa guna usaha.

b. Operating Lease (Sewa-Menyewa Biasa)

Dalam leasing jenis ini, lessor membeli barang modal dan selanjutnya disewa-

guna-usahakan kepada lessee. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh

pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan

bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena lessor mengharapkan keuntungan

Page 29: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

29

justru dari penjualan barang modal yang disewa-guna-usahakan, atau melalui

beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.

Dalam hal ini, dibutuhkan keahlian khusus dari lessor untuk memelihara dan

memasarkan kembali barang modal yang disewa-guna-usahakan. Berbeda dengan

finance lease, dalam operating lease, lessor biasanya bertanggungjawab atas biaya-

biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan

barang modal yang bersangkutan.

c. Sales-type Lease (Sewa Guna Usaha Penjualan)

Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha

secara langsung (direct finance lease) di mana dalam jumlah transaksi termasuk laba

yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan

leasing. Leasing jenis ini seringkali merupakan suatu cara pemasaran bagi produk

perusahaan tertentu.

d. Leveraged Lease

Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan, setidaknya tiga pihak, yakni

lessee, lessor, dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari

transaksi sewa guna usaha.

Pelaksanaan transaksi sewa guna usahaPelaksanaan transaksi sewa guna usahaPelaksanaan transaksi sewa guna usahaPelaksanaan transaksi sewa guna usaha

Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat

dilaksanakan sebagai berikut :

a. Direct Lease (Sewa Guna Usaha Langsung)

Dalam transaksi jenis ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang

menjadi objek sewa guna usaha tersebut, sehingga atas permintaannya, lessor

membeli barang modal. Tujuan utama lessee adalah mendapatkan pembiayaan

melalui leasing untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam

proses produksi.

b. Sale and Leaseback (Penjualan dan Penyewaan Kembali)

Dalam transaksi ini, lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah

dimiliki kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama

ini kemudian dilakukan kontrak leasing antara lessee (pemilik semula) dengan

lessor.

Page 30: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 30

c. Syndicated Lease (Sewa Guna Usaha Sindikasi)

Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa lessor secara bersama melakukan

transaksi sewa guna usaha dengan satu lessee. Sewa guna usaha ini dilakukan

karena nilai tansaksi yang terlampau besar atau karena faktor-faktor lain. Salah

satu lessor akan ditunjuk sebagai koordinator sehingga lessee cukup

berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang

menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat

dilakukan baik melalui direct lease maupun sale and leaseback

Dasar PertimbanganDasar PertimbanganDasar PertimbanganDasar Pertimbangan

Dalam Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.013 / 1998

tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa guna usaha

masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada

pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan demikian, selama jangka waktu sewa guna

usaha, hak milik (legal title) atas aktiva yang disewa-guna-usahakan tetap berada pada

perusahaan sewa guna usaha (lessor) meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna

usaha tanggung jawab atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa

guna usaha (lessee).

Terlepas dari ketentuan tersebut, ditinjau dari aspek akuntansi, paragraf 35

Kerangka Dasar Penyusutan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa

laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi (economic substance) dari

suatu peristiwa / transaksi daripada bentuk hukumnya (legal form). Oleh karena itu,

apabila suatu transaksi leasing yang berdasarkan makna ekonominya merupakan

pemindahan dari seluruh manfaat serta resiko yang melekat pada kepemilikan suatu

aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai perolehan suatu aktiva

pembiayaan (finance lease) bagi lessor.

Sebaliknya apabila suatu transaksi leasing yang berdasarkan makna ekonominya

bukan merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan resiko yang melekat pada

kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus di pandang sebagai transaksi

sewa menyewa biasa (operating lease) oleh perusahaan sewa guna usaha.

Tujuan PSAK 30Tujuan PSAK 30Tujuan PSAK 30Tujuan PSAK 30

Pernyataan ini dirumuskan berdasarkan beberapa alasan berikut ini :

a. Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan transaksi leasing yang

dapat mengungkapkan status aktiva yang disewa-guna-usahakan baik bagi lessor

maupun lessee.

Page 31: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

31

b. Perlu adanya pedoman tentang keseragaman pelakuan akuntansi transaksi

leasing sehingga data keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dapat

dianalisis dan ditafsirkan dengan mudah oleh semua pihak yang

berkepentingan.

c. Dengan meluasnya transaksi leasing di Indonesia setelah kebijakan deregulasi

dan debirokratisasi, maka perlu diatur pengungkapan yang layak dalam standar

akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai laporan

keuangan.

Kriteria Pengelompokkan Transaksi Sewa Guna Usaha Kriteria Pengelompokkan Transaksi Sewa Guna Usaha Kriteria Pengelompokkan Transaksi Sewa Guna Usaha Kriteria Pengelompokkan Transaksi Sewa Guna Usaha

Berhubungan dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah asas makna

ekonomi, maka suatu transaksi sewa-guna-usaha akan dikelompokkan sebagai capital

lease bagi lessee atau finance lease bagi lessor apabila dipenuhi semua kriteria berikut

ini :

a. Lessee memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewa-guna-usahakan

pada akhir masa sewa guna usaha denga harga yang telah disetujui bersama pada

saat dimulainya perjanjian leasing.

b. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh lessee ditambah dengan nilai

sisa (residu) mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang

disewa-guna-usahakan serta bunganya sebagai keuntungan bagi lessor (full

payout lease).

c. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.

d. Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi leasing

dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease).

PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PERUSAHAAN SEWA GUNA USAHA (PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PERUSAHAAN SEWA GUNA USAHA (PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PERUSAHAAN SEWA GUNA USAHA (PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PERUSAHAAN SEWA GUNA USAHA (LESSORLESSORLESSORLESSOR))))

1. Finance Lease

Penanaman neto dalam aktiva yang disewa-guna-usahakan harus diperlakukan

dan dicatat sebagai penanaman neto leasing. Jumlah penanaman neto tersebut

terdiri dari jumlah piutang leasing ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan

diterima oleh lessor pada akhir masa sewa guna usaha dikurangi dengan Pendapatan

Leasing yang Belum Diakui (unearned lease income) dan Simpanan Jaminan

(security deposit). Selisih antara piutang leasing ditambah nilai sisa (harga opsi)

Page 32: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 32

dengan harga perolehan aktiva yang disewa-usaha-kan diperlakukan sebagai

Pendapatan Leasing yang Belum Diakui (unearned lease income).

Pendapatan leasing yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai

pendapatan periode berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala

(periodic rate of return) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha.

Apabila lessor menjual barang modal kepada lessee sebelum berakhirnya masa

sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman neto dalam

leasing pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan

atau kerugian periode berjalan. Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan

transaksi leasing harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.

2. Operating Lease

Barang modal yang disewa-guna-usahakan harus diperlakukan dan dicatat

sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan. Pembayaran sewa

guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh dari lessee diakui

dan dicatat sebagai Pendapatan Sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat

berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun jumlah

pembayaran sewa guna usaha mungkin tidak sama untuk setiap periode.

Penyusutan aktiva yang disewa-guna-usahakan harus dilakukan dalam jumlah yang

layak dijual maka perbedaan nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat

sebagai Keuntungan atau Kerugian tahun berjalan.

PERLAKUAN AKUNTANSI BAGI PERLAKUAN AKUNTANSI BAGI PERLAKUAN AKUNTANSI BAGI PERLAKUAN AKUNTANSI BAGI LESSEELESSEELESSEELESSEE

1. Capital Lease

Transaksi leasing diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban

pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran guna

usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh lessee pada akhir

masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna

usaha dialokasikan dan dicatat sebagai Angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha

dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa

kewajiban penyewa guna usaha.

Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari

pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh lessor

atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha. Aktiva yang

disewa-guna-usaha harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan

taksiran masa manfaatnya.

Page 33: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

33

Kalau aktiva yang disewa-guna-usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa

guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa

kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan. Kewajiban sewa guna

usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan

praktek yang lazim untuk jenis usaha lessee.

Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback)

maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah

yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual

dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau

kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang

ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva

yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara

proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

2. Operating Lease

Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa

yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna

usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak

sama setiap periode.

PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSI PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSI PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSI PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSI LEASINGLEASINGLEASINGLEASING OLEH OLEH OLEH OLEH LESSORLESSORLESSORLESSOR....

1. Finance Lease

Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuidasinya, kewajiban dilaporkan

berdasarkan urutan jatuh temponya tanpa mengelompokkan ke dalam unsur lancar

dan tidak lancar (unclassified balance sheet).

Penanaman neto dalam aktiva yang disewa guna usahakan harus dilaporkan dalam

neraca dengan rincian sebagai berikut :

Piutang Sewa Guna Usaha Rp. xxx

Nilai Sisa Yang Terjamin xxx

Pendapatan Sewa Guna Usaha Yang Belum Diakui (xxx)

Simpanan Jaminan (xxx)

Penanaman Netto Sewa Guna Usaha Rp. xxx

Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha Yang Diragukan (xxx)

Jumlah Penanaman Rp. xxx

Page 34: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 34

Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan

dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step).

Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam

kelompok Pendapatan. Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha

dalam leasing sindikasi dan leveraged lease harus dilaporkan oleh masing-masing

pihak secara proporsional sesuai dengan penyertaannya.

Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan

keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut :

a) kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi

sewa guna usaha.

b) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun

berikutnya.

c) Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban lessor kepada lessee.

d) Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga.

e) Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.

2. Operating Lease

Barang modal yang disewa-guna-usahakan dilaporkan berdasarkan harga

perolehan setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Aktiva yang disewa-

guna-usahakan dilaporkan secara terpisah dari aktiva tetap yang tidak disewa-guna-

usahakan. Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh

pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single

step). Pendapatan leasing harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam

kelompok Pendapatan. Penyusutan aktiva yang disewa-guna-usahakan dilaporkan

secara terpisah dari penyusutan aktiva yang tidak disewa-guna-usahakan.

Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan

keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut :

a) Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi

leasing.

b) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun

berikutnya.

c) Sifat dari simpanan jaminan (jika ada).

d) Aktiva yang disewa-guna-usahakan yang dijaminkan kepada pihak ketiga.

e) Leasing sindikasi dan Leveraged Leases.

Page 35: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

35

PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSPELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSPELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSPELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN TRANSAKSI I I I LEASINGLEASINGLEASINGLEASING OLEH OLEH OLEH OLEH LESSEE LESSEE LESSEE LESSEE

1. Capital Lease

Aktiva yang disewa-guna-usaha dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam

kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang bersangkutan harus

disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.

Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan

keuangan mengenai hal-hal sebagai berikuut :

a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2

(dua) tahun berikutnya.

b) Penyusutan aktiva yang disewa-guna-usaha yang dibebankan dalam tahun

berjalan.

c) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi leasing.

d) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya

sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.

e) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian leasing (major

covenants).

2. Operating Lease

Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan

keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut :

a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang dibebankan

sebagai biaya sewa.

b) Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak untuk 2

(dua) tahun berikutnya.

c) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi leasing.

d) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya

sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.

e) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha

(major covenants).

Page 36: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 36

ASPEK PAJAK SEWA GUNA USAHA ASPEK PAJAK SEWA GUNA USAHA ASPEK PAJAK SEWA GUNA USAHA ASPEK PAJAK SEWA GUNA USAHA

Menurut ketentuan perpajakan, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai

sewa guna usaha dengan hak Opsi (finance lease) apabila memenuhi semua kriteria

berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha (lease term)

pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga

perolehan barang modal dan keuntungan lessor.

Masa sewa guna usaha sekurang-kurangnya :

• 2 tahun untuk barang modal golongan I

• 3 tahun untuk barang modal golongan II dan III

• 7 tahun untuk barang modal golongan bangunan.

2. Penggolongan jenis barang tersebut ditetapkan berdasarkan Pasal 11 Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan undang-

undang ini sudah berubah 3 kali sampai saat ini.

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.

Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi

apabila memenuhi semua kriteria berikut :

a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha (lease term)

pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna

usahakan dan keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.

b) Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi

lessee.

c) Perlakuan perpajakan untuk transaksi sewa guna usaha sudah diatur oleh

pemerintah baik dari sisi lessor maupun lessee. Ketentuan tersebut diatur dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1169 / KMK.01 / 1991, yaitu sebagai

berikut:

Page 37: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

37

TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI FINANCE LEASEFINANCE LEASEFINANCE LEASEFINANCE LEASE DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT LESSORLESSORLESSORLESSOR

Atas pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh dari transaksi sewa

guna usaha dengan hak opsi bukan merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23. Atas

penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari Lessor kepada

Lessee, bukan merupakan Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang PPN.

Lessor yang melakukan transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dapat

membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu sebesar 2,5% dari rata-rata saldo

awal dan saldo akhir Jumlah Piutang Sewa Guna Usaha. Kerugian dari Piutang Sewa

Guna Usaha yang sebenarnya karena tidak dapat ditagih lagi, dibebankan kepada

perkiraan Cadangan Penghapusan Piutang Ragu-ragu. Selisih dana cadangan dan

piutang yang nyata-nyata tidak tertagih dimasukkan ke dalam Rugi / Laba tahun yang

bersangkutan (direct expense). Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laporan keuangan

triwulan yang terakhir disetahunkan dibagi 12. Tidak ada perbedaan perlakuan

akuntansi dan perpajakan atas transaksi-transaksi Finance Lease dari sudut Lessor.

TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI CAPITAL LEASECAPITAL LEASECAPITAL LEASECAPITAL LEASE DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT LESSEELESSEELESSEELESSEE

Lessee tidak boleh menyusutkan aktiva. Dasar penyusutan setelah lessee

menggunakan hak opsi adalah nilai sisa aktiva. Tanah tidak boleh disusutkan.

Pembayaran sewa guna usaha merupakan biaya kecuali pembebanan atas tanah.

Jika terjadi transaksi sale and leaseback, harus dipisahkan antara transaksi penjualan

dan transaksi sewa guna usaha. (Dalam kasus ini : ada perbedaan pendapat berkaitan

dengan pengenaan PPN atas penyerahan aktiva bekas eks Pasal 16D UU PPN).

Pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi bukan merupakan obyek pemotongan

PPh Pasal 23.

Ada perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan atas Transaksi Finance Lease

dari sudut Lessee. Perbedaan tersebut hanya perbedaan sementara dalam alokasi biaya.

Hal ini akan mempengaruhi dampak pajak di masa mendatang yang harus disajikan

dalam laporan keuangan sebagai pajak tangguhan berdasarkan Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan Nomor 46.

Page 38: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 38

TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI OPERATING LEASEOPERATING LEASEOPERATING LEASEOPERATING LEASE DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT LESSORLESSORLESSORLESSOR

Atas pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh dari transaksi sewa

guna usaha tanpa hak opsi merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23. Atas

penyerahan Jasa dalam transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi dari Lessor kepada

lessee, merupakan Jasa Kena Pajak sehingga terutang PPN. Lessor membebankan biaya

penyusutan.

Penyusutan dimulai pada bulan diperolehnya aktiva. Pada saat Keputusan Menteri

Keuangan Nomor : 1169/KMK.01/1991, ketentuan penyusutan masih menggunakan

ketentuan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1983, dimana penyusutan dilakukan secara

gabungan. UU Nomor 10 Tahun 1994 mengubah ketentuan penyusutan dilakukan

secara individual mulai tahun diperolehnya aktiva. UU Nomor 17 Tahun 2000

mengubah ketentuan penyusutan dilakukan secara individual mulai bulan

diperolehnya aktiva.

Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laporan keuangan triwulan yang terakhir

disetahunkan dibagi 12.

TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI TRANSAKSI OPERATING LEASEOPERATING LEASEOPERATING LEASEOPERATING LEASE DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT DARI SUDUT LESSEELESSEELESSEELESSEE

Lessee tidak boleh menyusutkan aktiva. Pembayaran sewa merupakan biaya.

Pembayaran sewa wajib dipotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat(2) Final. Lessee

berhak mengkreditkan PPN yang dibayarkannya kepada lessor.

Page 39: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

39

ASPEK AKUNTANSI AKTIVA TIDAK BERWUJUDASPEK AKUNTANSI AKTIVA TIDAK BERWUJUDASPEK AKUNTANSI AKTIVA TIDAK BERWUJUDASPEK AKUNTANSI AKTIVA TIDAK BERWUJUD

Aktiva tak berwujud (intangible asset) adalah aktiva tak lancar (non current asset)

dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya

dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi aktiva yang

lain. Salah satu karakteristik aktiva tak berwujud yang paling penting adalah tingkat

ketidak pastian mengenai nilai dan manfaatnya dikemudian hari. Dalam banyak kasus,

nilai aktiva tak berwujud antara lain dapat berbentuk hak paten, hak cipta, franchise,

merk dagang dan goodwill.

Perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud menyangkut masalah yang tidak berbeda

dengan perlakuan akuntansi terhadap aktiva tetap, diantaranya adalah penentuan nilai

perolehan, pelakuan akuntansi selanjutnya terhadap nilai perolehan tersebut dalam

kondisi usaha normal (amortisasi), dan perlakuan akuntansi atas penurunan nilai aktiva

tak berwujud yang material dan permanen. Kesulitan yang dihadapi dalam pemecahan

masalah perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud pada umumnya disebabkan oleh sifat

aktiva tersebut, seperti tidak adanya wujud fisik yang menyebabkan bukti

keberadaannya kabur, dan kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta masa

manfaat keekonomiannya.

Aktiva tak berwujud dibedakan menurut sifat kekhususannya, masa manfaatnya,

hubungannya dengan kegiatan usaha, dan penghapusannya. Dasar penggolongan aktiva

tak berwujud adalah sebagai berikut :

a. kemampuan untuk diidentifikasikan : dapat atau tidak dapat diidentifikasikan

secara khusus.

b. cara perolehan : diperoleh secara individual, secara kelompok, melalui

penggabungan badan usaha atau dikembangkan sendiri.

c. masa manfaat yang diharapkan : tergantung pada pembatasan yang diatur oleh

hukum / perjanjian, pada faktor keekonomian atau manusia, atau pada jangka waktu

yang tidak terbatas atau tidak dapat ditentukan di masa depan.

d. kemampuan untuk dipisahkan dari keseluruhan perusahaan : hak yang dapat

dialihkan tanpa bukti pemilikan, dapat dijual atau tidak dapat dipisahkan dari

perusahaan atau dari bagian pokoknya.

Page 40: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 40

Perusahaan harus mencatat nilai perolehan aktiva tak berwujud yang diperoleh dari

individu atau badan usaha lain sebagai aktiva. Biaya pemeliharaan atau penyimpanan

aktiva tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan secara khusus tidak dapat

ditentukan masa manfaatnya / umurnya, atau tidak dapat dihindarkan dalam suatu

kegiatan usaha harus dibebankan dalam laporan laba rugi periode yang bersangkutan.

Nilai aktiva tak berwujud pada akhirnya akan habis pada saat tertentu, sehingga

harga perolehan aktiva tak berwujud harus diamortisasi secara sistematis selama

taksiran masa manfaatnya dan tidak boleh dibebankan seluruhnya pada periode

perolehan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menaksir masa manfaat suatu

aktiva tak berwujud adalah sebagai berikut :

a. Ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat maksimum.

b. Kemungkinan untuk memperbaharui atau memperpanjang batas masa manfaat yang

telah ditentukan.

c. Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan dan faktor perubahan ekonomi dan

teknologi yang mempengaruhi masa manfaat.

d. Prakiraan tindakan yang akan dilakukan oleh pesaing, pelaksana hukum / peraturan

dan lainnya yang membatasi keunggulan dalam daya saing (competitive advantage).

e. Adanya suatu masa manfaat yang tidak terbatas, dan masa manfaat yang diharapkan

tidak dapat ditaksir secara wajar.

f. Kemungkinan aktiva tak berwujud terdiri dari beberapa jenis / faktor yang

mempunyai masa manfaat yang berbeda.

Untuk menentukan masa manfaat aktiva tak berwujud secara wajar maka hal-hal

tersebut diatas harus dianalisa terlebih dahulu. Taksiran masa manfaat yang wajar

biasanya ditentukan dengan membuat batas atas dan batas bawah karena taksiran masa

manfaat yang sesungguhnya sulit untuk ditentukan.

Metode amortisasi aktiva tak berwujud adalah metode garis lurus (Straight Line method), kecuali jika ada metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi perusahaan.

Laporan keuangan harus mengungkapkan metode dan periode amortisasi yang

digunakan.

Perusahaan harus mengevaluasi periode amortisasi aktiva tak berwujud secara

teratur untuk memutuskan apakah peristiwa dan kondisi selanjutnya menuntut

perubahan taksiran masa manfaat yang ditentukan. Jika taksiran masa manfaat berubah,

maka jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus dibebankan pada sisa

masa manfaat yang baru, dengan syarat tidak boleh melebihi 20 (dua puluh) tahun dari

tanggal perolehan. Taksiran nilai dan manfaat masa depan suatu aktiva tak berwujud

Page 41: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

41

yang belum diamortisasi tersebut harus dikurangi dengan jumlah tertentu sebagai

beban usaha dalam laporan laba rugi periode yang bersangkutan. Meskipun demikian,

kerugian pada satu atau beberapa tahun tertentu secara berurutan tidak dapat dijadikan

alasan untuk membebankan semua atau sebagian harga perolehan aktiva tak berwujud

yang diamortisasi sebagai pembebanan luar biasa pada periode yang bersangkutan. Jika

ada pembebanan luar biasa, maka alasan pembebanannya harus diungkapkan dalam

catatan atas laporan keuangan.

Berdasarkan eksistensinya, aktiva tak berwujud dapat dikelompokkan dalam 2 (dua)

kategori :

1. Aktiva tak berwujud yang eksistensinya dibatasi oleh ketentuan perundang-

undangan, peraturan pemerintah, perjanjian yang dibuat antara para pihak atau

sifat dari aktiva tersebut, misalnya hak paten, hak sewa, hak cipta, franchise yang

terbatas lisensi.

2. Aktiva tak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas dan tidak dapat

dipastikan masa berakhirnya, misalnya merk dagang, proses dan formula rahasia,

perpetual franchise, goodwill.

AMORTISASI AKTIVA TAK BERWUJUDAMORTISASI AKTIVA TAK BERWUJUDAMORTISASI AKTIVA TAK BERWUJUDAMORTISASI AKTIVA TAK BERWUJUD

Amortisasi terhadap intangible asset adalah atas pengeluaran untuk memperoleh

harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna

bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1

(satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian

yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif

amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa

manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Kelompok amortisasi :

Kelompok Harta

Tak Berwujud

Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan

metode

Garis Lurus Saldo Menurun

Kelompok 1 4 tahun 25 % 50 %

Kelompok 2 8 tahun 12,5 % 25 %

Kelompok 3 16 tahun 6,25 % 12,5 %

Kelompok 4 20 tahun 5 % 10 %

Page 42: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 42

Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya

berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif

amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat sebagaimana yang

diatur dalam ketentuan ini. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak

tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan

masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang

sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat)

tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun,

maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa

manfaat 4 (empat) tahun.

MacamMacamMacamMacam----macam amortisasimacam amortisasimacam amortisasimacam amortisasi

1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan

dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau amortisasi.

2. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak

dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode

satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya

setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan

minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah

seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi.

Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang

diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau

pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus

dalam tahun pajak yang bersangkutan.

3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain diatas

yaitu hak pengusahaan hutan dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam

lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan

menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20 % (dua puluh persen)

setahun.

4. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi,

hak pengusahaan hutan, atau hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut

diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20 %

(dua puluh persen) setahun.

Page 43: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

43

Contoh :

Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan, yang mempunyai

potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp. 500.000.000,00 diamortisasi

sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang

bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai

3.000.000 (tiga juta) ton yang berarti 30% (tiga puluh persen) dari potensi yang

tersedia, maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30 % (tiga

puluh persen) dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang

diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan brutopada tahun tersebut

adalah 20 % (dua puluh persen) dari pengeluaran atau Rp. 100.000.000,00.

Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai

dengan ketentuan yang ada.

Dalam pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial,

adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya

studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya

operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan

telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini

tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.

PENGALIHAN AKTIVA TIDAK BERWUJUDPENGALIHAN AKTIVA TIDAK BERWUJUDPENGALIHAN AKTIVA TIDAK BERWUJUDPENGALIHAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD

Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud maka nilai sisa buku harta atau hak-

hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai

penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.

Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a &b

36 Tahun 2008 yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta

tersebut tidak oleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

Page 44: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 44

ASPEK PPh ATAS JASA KONSTRUKSI ASPEK PPh ATAS JASA KONSTRUKSI ASPEK PPh ATAS JASA KONSTRUKSI ASPEK PPh ATAS JASA KONSTRUKSI

PENGANTAR PENGANTAR PENGANTAR PENGANTAR

Dalam bab ini khusus ditujukan untuk Pengusaha yang kegiatan usahanya

melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) berupa Jasa Perencanaan, Jasa

Pelaksanaan, dan Jasa Pengawasan Konstruksi, atau yang lebih populer disebut sebagai

Kontraktor.

PERATURAN TERKAITPERATURAN TERKAITPERATURAN TERKAITPERATURAN TERKAIT

1. UU Nomor 17 Tahun 2000;

2. PP Nomor 138 Tahun 2000;

3. PP Nomor 140 Tahun 2000;

4. KMK Nomor : 559 / KMK.04 / 2000;

5. Keputusan DJP Nomor : Kep-305 / PJ. / 2001;

6. PP Nomor : 42 Tahun 1995 jo PP Nomor : 63 Tahun 1998 jo PP Nomor : 43

Tahun 2000;

7. KMK Nomor : 239 / KMK.04 / 1995 jo KMK Nomor : 463 / KMK.04 / 1998 jo

KMK Nomor : 486 KMK.04 / 2000;

8. Keputusan DJP Nomor : 526 / PJ. / 2000.

ASPEK PEMOTONGAN PPhASPEK PEMOTONGAN PPhASPEK PEMOTONGAN PPhASPEK PEMOTONGAN PPh

Berdasarkan PP 140 Tahun 2000 dan KMK-559/KMK.04/2000 ditegaskan bahwa

atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari

Usaha di Bidang Jasa Konstruksi, dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum UU

PPh dan merupakan obyek Pemotongan PPh Pasal 23. Atas penghasilan yang diterima

Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari Usaha di Bidang Jasa

Konstruksi, yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang

dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan

Page 45: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

45

sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dikenakan PPh yang bersifat

Final. Jadi mulai Tahun 2001, aspek pemotongan PPh atas Jasa Konstruksi harus dilihat

terlebih dahulu penerima penghasilan memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil atau

tidak, untuk menentukan apakah atas penghasilan jasa konstruksi tersebut dipotong

PPh Final atau PPh Pasal 23, meskipun tarif pemotongannya sama, yaitu :

1. 4% dari jumlah imbalan bruto untuk Jasa Perencanaan dan Pengawasan Konstruksi;

2. 2% dari jumlah imbalan bruto untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) KEP-305 / PJ. / 2001, dinyatakan bahwa jumlah

imbalan bruto khusus untuk jasa konstruksi adalah jumlah imbalan yang dibayarkan

seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material / barangnya.

Namun ketentuan mengenai aspek pemotongan PPh atas jasa kontruksi berubah

menjadi final sesuai ketentuan pasal 4 ayat 2 UU PPh Jo. PP 51 tahun 2008 Jo. PP 40

tahun 2009 Jo. PMK-187/PMK-03/2008 adapun tarif pemotongannya :

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia

Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia

Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia

Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi

yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi

yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

ASPEK PPh BADANASPEK PPh BADANASPEK PPh BADANASPEK PPh BADAN

Berdasarkan PP 140 Tahun 2000 dan KMK-559/KMK.04/2000 ditegaskan bahwa

atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap dari

Usaha di Bidang Jasa Konstruksi, dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum UU

PPh. Hal ini berarti mulai tahun pajak 2001 Pengusaha Jasa Konstruksi wajib

menyusun laporan keuangan fiscal untuk menghitung penghasilan netto-nya pada

tahun pajak yang bersangkutan.

Page 46: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 46

Berdasarkan Pasal 6 PP 138 tahun 2000, diatur bahwa Laba Bruto Usaha dalam

suatu tahun pajak yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang berusaha di bidang

jasa konstruksi, yang proses pekerjaan fisiknya meliputi masa beberapa tahun pajak

dihitung berdasarkan metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan.

Metode prosentase tingkat penyelesaian pekerjaan ini dapat di hitung dengan

menggunakan 2 pendekatan :

Metode Prosentase Selesai Berdasarkan Biaya.

Tiap-tiap akhir tahun dihitung biaya yang sudah dikeluarkan dan taksiran biaya

untuk menyelesaikan, sebagai dasar untuk menghitung taksiran laba.

CONTOH :

PT. KONSTRUKSI UTAMA menangani proyek konstruksi dengan nilai kontrak Rp.

1.000.000.000,00 (1 milyar rupiah) dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama

5 tahun (Tahun 2001 s.d. 2005).

2001 2002 2003 2004 2005

Actrual Cost 1 150 Juta 250 Juta 200 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Biaya S.D Akhir Tahun

2 150 Juta 400 Juta 600 Juta 750 Juta 875 Juta

Perkiraan Sisa Biaya

3 700 Juta 450 Juta 250 Juta 100 Juta ---

Perkiraan Total Biaya

4 850 Juta 850 Juta 850 Juta 850 Juta 875 Juta

Perkiraan Total Laba Bruto

5 150 Juta 150 Juta 150 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Laba Bruto

(2 / 4) x 5 26.470.588 70.588.235 105.882.352

132.352.941

125 Juta

Laba (Rugi) Bruto Per Tahun

26.470.588 44.117.647 35.294.117 35.294.117 (7.352.941)

Metode Prosentase Selesai Berdasarkan Prosentase Selesai Fisik.

Page 47: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

47

CONTOH :

2001 2002 2003 2004 2005

% Selesai Fisik 20 % 55 % 65 % 80 % 100 %

Nilai Kontrak Yang Diselesaikan 200 Juta 550 Juta 650 Juta 800 Juta 1 Milyar

Biaya Aktual 150 Juta 250 Juta 200 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Biaya S.D Akhir Tahun 150 Juta 400 Juta 600 Juta 750 Juta 875 Juta

Akumulasi Laba Bruto 50 Juta 150 Juta 50 Juta 100 Juta 125 Juta

Laba (Rugi) Bruto Per Tahun 50 Juta 100 Juta (100 Juta) 50 Juta 25 Juta

Untuk menghitung penghasilan netto, laba bruto usaha tersebut di atas dikurangi

dengan biaya pengeluaran lain yang diperkenankan menurut UU PPh.

Namun, seperti halnya PPh pemotongan/pemungutan yang bersifat final, aspek PPh

badanpun mulai tahun pajak 2008 bersifat final artinya:

• kalaupun pajak yang sudah dipotong/dipungut atau dibayar/disetor sendiri,

merupakan pelunasan pajak sehingga tidak akan kena pajak lagi di akhir tahun.

• Pajak-pajak yang sudah dipungut/dipotong, tidak dapat dikreditkan

• Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapat, menagih, dan

memelihara penghasilan tidak dapat dibiayakan.

Dengan demikian, jika penghasilan badan tersebut hanya dari jasa konstruksi saja, bisa

dipastikan pajak akhir tahunnya akan nihil.

ASPEK PPh BADAN BERKAITAN DENGAN PROYEK PEMERINTAH YANG DI ASPEK PPh BADAN BERKAITAN DENGAN PROYEK PEMERINTAH YANG DI ASPEK PPh BADAN BERKAITAN DENGAN PROYEK PEMERINTAH YANG DI ASPEK PPh BADAN BERKAITAN DENGAN PROYEK PEMERINTAH YANG DI

BIAYAI DENGAN HIBBIAYAI DENGAN HIBBIAYAI DENGAN HIBBIAYAI DENGAN HIBAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERIAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERIAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERIAH ATAU DANA PINJAMAN LUAR NEGERI

Proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri dari

tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 ini telah mengalami beberapa kali perubahan

berdasarkan PP no 42 tahun 1995 jo PP Nomor 63 Tahun 1998 jo PP Nomor 43 Tahun

2000 jo PP Nomor 25 Tahun 2001. Hal penting yang harus mendapat perhatian adalah

atas proyek pemerintah yang PPh-nya Ditanggung Pemerintah kontraktor harus

menghitung besarnya PPh Ditanggung Pemerintah yang dapat dikreditkan pada tahun

pajak berjalan.

Page 48: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 48

CONTOH :

2001 2002 2003 2004 2005

Actual Cost 150 Juta 250 Juta 200 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Biaya S. D. Akhir Tahun

150 Juta 400 Juta 600 Juta 750 Juta 875 Juta

Perkiraan Sisa Biaya 700 Juta 450 Juta 250 Juta 100 Juta ---

Perkiraan Total Biaya 850 Juta 850 Juta 850 Juta 850 Juta 875 Juta

Perkiraan Total Laba Bruto

150 Juta 150 Juta 150 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Laba Bruto 26.470.588 70.588.235 105.882.352 132.352.941 125 Juta

Laba (Rugi) Bruto Per Tahun

26.470.588 44.117.647 35.294.117 26.470.589 (7.352.941)

Actual Cost 150 Juta 250 Juta 200 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Biaya S. D. Akhir Tahun

150 Juta 400 Juta 600 Juta 750 Juta 875 Juta

Perkiraan Sisa Biaya 700 Juta 450 Juta 250 Juta 100 Juta ---

Perkiraan Total Biaya 850 Juta 850 Juta 850 Juta 850 Juta 875 Juta

Perkiraan Total Laba Bruto

150 Juta 150 Juta 150 Juta 150 Juta 125 Juta

Akumulasi Laba Bruto 26.470.588 70.588.235 105.882.352 132.352.941 125 Juta

Laba (Rugi) Bruto Per Tahun

26.470.588 44.117.647 35.294.117 26.470.589 (7.352.941)

Jumlah Laba Bruto 52.941.176 88.235.294 70.588.234 52.941.178 (14.705.882)

Deductible expense 10 Juta 10 Juta 10 Juta 10 Juta 10 Juta

Penghasilan Netto 42.941.176 78.235.294 60.588.234 42.941.178 (24.705.882)

Kompensasi 0 0 0 0 0

Page 49: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

49

PhKp 42.941.176 78.235.294 60.588.234 42.941.178 (24.705.882)

PPh terutang 4.294.100 9.235.294 6.588.200 4.294.100 0

PPh Ditanggung Pemerintah

2.147.050 4.617.625 3.294.100 2.147.050 0

PPh Dibayar Sendiri 2.147.050 4.617.625 3.294.100 2.147.050 0

Page 50: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 50

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILANAKUNTANSI PAJAK PENGHASILANAKUNTANSI PAJAK PENGHASILANAKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

POKOKPOKOKPOKOKPOKOK----POKOK PSAK 46POKOK PSAK 46POKOK PSAK 46POKOK PSAK 46

TUJUANTUJUANTUJUANTUJUAN

Mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilanMengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilanMengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilanMengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan

Dalam akuntansi pajak penghasilan, agar dilakukan pengakuan (recognition)

terhadap future tax effects yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa

yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT. Di samping itu agar dilakukan

pengakuan terhadap future tax effects dari kompensasi kerugian fiskal yang belum

digunakan (unused tax losses carryforward) apabila persyaratan tertentu dipenuhi.

Pengakuan future tax effects diakui dengan mengakui adanya account pajak

tangguhan (deferred tax liabilities atau deferred tax assets). Pengakuan pajak tangguhan

dalam PSAK 46 dilakukan dengan menggunakan Balance Sheet Liability Method.

Beberapa Terminologi Baru Yang Perlu DipahamiBeberapa Terminologi Baru Yang Perlu DipahamiBeberapa Terminologi Baru Yang Perlu DipahamiBeberapa Terminologi Baru Yang Perlu Dipahami

Laba Akuntansi

(Accounting Profit)

Laba Fiskal

(Taxable Profit)

Dasar Pengenaan Pajak atau Nilai

Buku Fiskal

(Tax Base)

Nilai Buku – Akuntansi

(Accounting Base)

Perbedaan Tempore

(Temporary Differences)

Perbedaan Temporer Kena Pajak

(Taxable Temporary Differences)

Perbedaan Temporer yang Boleh Dikurangkan

(Deductible Temporary Differences)

Pajak Kini

(Current Tax)

Pajak Tangguhan

(Deferred Tax)

Beban Pajak

(Tax Expense)

Penghasilan Pajak

(Tax Income)

Page 51: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

51

Kewajiban Pajak Tangguhan

(Deferred Tax Liability)

Aktiva Pajak Tangguhan

(Deferred Tax Asset)

POKOKPOKOKPOKOKPOKOK----POKOK PSAK 46 DAN ASPEK TEKNIS YANG PERLU DIPAHAMI OLEH POKOK PSAK 46 DAN ASPEK TEKNIS YANG PERLU DIPAHAMI OLEH POKOK PSAK 46 DAN ASPEK TEKNIS YANG PERLU DIPAHAMI OLEH POKOK PSAK 46 DAN ASPEK TEKNIS YANG PERLU DIPAHAMI OLEH

PERUSAHAANPERUSAHAANPERUSAHAANPERUSAHAAN

Balance Sheet Approach For Deferred TaxesBalance Sheet Approach For Deferred TaxesBalance Sheet Approach For Deferred TaxesBalance Sheet Approach For Deferred Taxes

Apabila sebelumnya perusahaan lazimnya menggunakan tax payable method dalam

akuntansi pajak penghasilan, maka dengan berlakunya PSAK 46, perusahaan harus

melakukan suatu perubahan mendasar dalam akuntansi pajak penghasilan karena harus

menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred tax) atas future tax effects dengan menggunakan balance sheet liability method atau disebut juga asset / liability

method. Penggunaan balance sheet liability method merupakan suatu hal yang baru

dalam standar akuntansi, mengingat selama ini yang lazim diterapkan di berbagai

negara dan juga dibahas dalam berbagai literatur adalah pengakuan pajak tangguhan

(deferred tax) dengan menggunakan deferred method atau disebut juga income

statement liability method.

Untuk dapat menghitung dan mengakui pajak tangguhan berdasarkan balance sheet

liability method sebagaimana diadopsi oleh PSAK 46, maka kunci utama yang perlu

dipahami adalah konsep tentang temporary differences (TD / perbedaan temporer). TD

adalah perbedaan antara Accounting Base yaitu nilai buku atas nilai tercatat aktiva dan

kewajiban menurut pembukuan (akuntansi) dengan Tax Base yaitu nilai buku fiskal

yang digunakan sebagai dasar pelaporan SPT PPh Badan (Formulir 1771).

Apabila jumlah TD pada tanggal neraca telah diketahui dari pembandingan antara

saldo menurut buku (per books) dan saldo menurut fiskal (per SPT), maka pada tanggal

neraca dapat dihitung jumlah aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets / DTA) dan

kewajiban pajak tangguhan (deffered tax liability / DTL) sebagai akibat TD tersebut. Di

samping itu, dilakukan juga pengakuan adanya aktiva pajak tangguhan (defeered tax

assets) atas sisa kerugian fiskal yang belum dikompensasikan (tax loss carryforward),

apabila persyaratan tertentu dipenuhi. Di samping itu, perlu kiranya diketahui bahwa

penghasilan tertentu di Indonesia dikenakan PPh yang bersifat final. Terhadap

penghasilan yang telah dikenakan PPh final, maka terhadap unsur aktiva dan

kewajiban yang terkait dengan penghasilan yang telah dikenakan PPh final tersebut

tidak boleh diakui adanya perbedaan temporer. Dengan demikian, untuk penghasilan

yang telah dikenakan PPh final tidak ada pengakuan aktiva dan kewajiban pajak

tangguhan atas unsur aktiva dan kewajiban terkait.

Page 52: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 52

Apabila saldo akhir DTA dan DTL yang berasal dari perbedaan temporer per

tanggal neraca telah diakui, maka dengan membandingkannya dengan saldo awal,

dapat segera diketahui perubahannya (kenaikan / penurunan) DTA / DTL. Jumlah

kenaikan/penurunan DTA / DTL merupakan beban pajak tangguhan atau penghasilan

pajak tangguhan (deferred tax expense atau deferred tax income) yang harus

diperhitungkan dalam laporan laba-rugi periode berjalan. Di samping itu, pengakuan

DTA yang dilakukan terhadap rugi fiskal, akan mempengaruhi jumlah penghasilan

pajak tangguhan.

Provision For Provision For Provision For Provision For Income Taxes Income Taxes Income Taxes Income Taxes (Taksiran PPh)(Taksiran PPh)(Taksiran PPh)(Taksiran PPh)

Selama ini perusahaan mengakui jumlah taksiran pajak penghasilan (provision for

income taxes) di laporan laba rugi sesuai dengan jumlah yang terutang menurut SPT

berdasarkan tax payable method. Dengan berlakunya PSAK 46, jumlah beban pajak (tax expense) atau provision for income taxes yang harus diakui terdiri dari dua unsur

utama yaitu pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) ditambah satu

unsur tambahan (apabila ada) yaitu income for benefit due to loss carryforward.

Current tax merupakan jumlah PPh terutang atas penghasilan kena pajak periode

berjalan, sedangkan unsur deferred tax sebagaimana dijelaskan pada butir 4 diatas. Hal

baru yang perlu diketahui adalah bahwa jumlah agregat current tax dan deferred tax

tersebut dapat menghasilkan beban pajak (tax expense) suatu periode atau sebaliknya

dapat juga menghasilkan suatu penghasilan pajak (tax income), yang menjadi unsur

penambah Net Income (Loss) Before Taxes. Hal ini berbeda dengan tax payable method

yang selama ini lazim diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yang selalu

menghasilkan tax expense dalam bentuk Provision for income tax sebagai unsur

pengurang Net Income Before Taxes, dengan jumlah minimal nihil.

Bagi perusahaan yang selama ini menghitung taksiran PPh berdasarkan SPT (tax

payable method), taksiran PPh akan diakui nihil apabila pada suatu tahun pajak

perusahaan mengalami kerugian fiskal (tax loss) atau apabila jumlah sisa kompensasi

kerugian masih lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak tahun berjalan. Dengan

perkataan lain, rugi fiskal tahun berjalan (current tax loss) dan sisa kompensasi

kerugian (tax loss carryforward) tidak diakui sebagai aktiva (assets) dalam neraca, dan

future tax effect atas rugi fiskal tersebut juga tidak diakui dalam laporan laba-rugi.

PSAK 46 menghendaki agar dilakukan pengakuan terhadap future tax e2PPPt dari

kerugian fiskal tersebut dalam laporan keuangan, apabila besar kemungkinan laba fiskal

periode mendatang cukup memadai untuk dikompensasikan.

Periodic ReviewPeriodic ReviewPeriodic ReviewPeriodic Review

Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa pajak tangguhan (deferred tax) merupakan

future tax effect yang timbul sebagai akibat transaksi dan peristiwa yang telah terjadi

dan telah dilaporkan dalam laporan keuangan dan SPT yang diharuskan untuk diakui

dalam laporan keuangan periode berjalan. Dengan demikian, realisasi DTA atau

Page 53: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

53

penyelesaian DTL akan terjadi pada periode mendatang. Apabila DTA diperkirakan

tidak akan dapat direalisasi sepenuhnya maka harus diturunkan nilainya (write-down)

dengan membentuk penyisihan. Selanjutnya apabila pada periode berikut terdapat

perubahan keadaan yang menambah tingkat keyakinan terhadap realisasinya, maka

jumlah yang telah diturunkan dapat dipulihkan kembali (write-up). Oleh karena itu,

terhadap DTA harus dilakukan periodic review untuk mengevaluasi realisasinya.

Walaupun deferred tax merefleksikan future tax effects yang diakui dalam laporan

keuangan, DTA tidak boleh didiskonto (discounted).

Perubahan tarif PPh maupun perubahan ketentuan perpajakan dapat

mempengaruhi realisasi atau penyelesaian DTA dan DTL. Oleh karena itu, apabila

terdapat perubahan tarif PPh atau perubahan ketentuan perpajakan yang secara

substansial telah berlaku maka jumlah DTA dan DTL harus merefleksikan perubahan

tersebut.

Direct Charge Or Credit ToDirect Charge Or Credit ToDirect Charge Or Credit ToDirect Charge Or Credit To EquityEquityEquityEquity

Perlu pula disadari bahwa terhadap transaksi tertentu, pembebanan atau

pengkreditannya tidak dilakukan ke laba-rugi tetapi langsung ke ekuitas, seperti selisih

penilaian kembali aktiva tetap, penyesuaian saldo laba awal periode (sebagai akibat

koreksi kesalahan mendasar, perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan secara

retrospektif, dsb), selisih kurs penjabaran laporan keuangan dan sebagainya. Karena

langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas, maka apabila ada current tax dan

deferred tax yang terkait harus dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas.

PenyajianPenyajianPenyajianPenyajian

Sehubungan dengan penyajian laporan keuangan terdapat beberapa hal penting

yang perlu diketahui, sebagai berikut :

1. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan (DTA / DTL) harus disajikan tersendiri

sebagai unsur non current. Dalam PSAK 46 tidak dinyatakan dengan tegas apakah

DTA tidak boleh atau harus dikompensasikan (offset) dengan DTL dalam penyajian

di neraca. Apabila DTA maupun DTL terkait dengan pengenaan pajak penghasilan

oleh otoritas pajak yang sama dan terhadap entitas pajak yang sama serta terdapat

legal right of set-off, maka berdasarkan IAS 12 (revised 1996). DTA dan DTL harus

di-offset dan disajikan neto. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah apakah DTA

dan DTL yang berasal dari berbagai entitas pajak yang berbeda dalam suatu laporan

keuangan konsolidasi boleh disajikan neto?

2. DTA / DTL harus dipisahkan dengan aktiva pajak kini (current tax asset, seperti

tagihan restitusi PPh) dan kewajiban pajak kini (current tax liability, seperti hutang

PPh pasal 29, pasal 25, dst).Aktiva pajak kini dan kewajiban pajak kini harus di-

offset dan yang disajikan di neraca adalah jumlah netonya.

Page 54: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 54

3. Tax expense (tax income) untuk aktivitas normal, harus disajikan tersendiri. Hal ini

berarti harus dilakukan Intraperiod Tax Allocation.

4. Beban pajak (tax expense) atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, diakui

dalam laporan laba-rugi sebagai pajak kini (current tax) secara proporsional dengan

jumlah pendapatan periode berjalan yang diakui menurut akuntansi. Selisih antara

jumlah PPh Final yang terutang dengan PPh Final yang dibebankan dalam laba-

rugi diakui sebesar PPh dibayar dimuka atau PPh yang masih harus dibayar,

masing-masing harus disajikan secara terpisah. Perlakuan akuntansi ini berbeda

dengan praktek yang lazim berlaku saat ini.

Perlakuan Akuntansi Atas SKPPerlakuan Akuntansi Atas SKPPerlakuan Akuntansi Atas SKPPerlakuan Akuntansi Atas SKP

Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh DJP, apabila jumlahnya berbeda

dengan SPT, maka selisihnya (pokok dan denda) dibukukan sebagai pendapatan atau

beban lain-lain, kecuali diajukan keberatan dan banding (dalam hal ini, tambahan

pokokdan denda ditangguhkan pembebanannya). Apabila ternyata terdapat kesalahan

mendasar dalam penerapan ketentuan perpajakannya, maka perlakuan akuntansi atas

selisih tersebut mengacu pada PSAK 25.

PengungkapanPengungkapanPengungkapanPengungkapan

Berbagai pengungkapan yang cukup rinci diwajibkan oleh PSAK 46.

Masalah Dalam Implementasi Permulaan PSAK 46Masalah Dalam Implementasi Permulaan PSAK 46Masalah Dalam Implementasi Permulaan PSAK 46Masalah Dalam Implementasi Permulaan PSAK 46

Sebagaimana diketahui, bagi perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga

yang diperdagangkan kepada publik, PSAK 46 mulai berlaku untuk tahun buku yang

dimulai pada atau setelah 1 Januari 1999, sedangkan bagi perusahaan lainnya dimulai

Januari 2001. Sehubungan dengan mulai berlakunya PSAK 46, timbul berbagai

pertanyaan tentang apakah implementasi PSAK 46 dilakukan secara prospektif atau

retrospektif. Berdasarkan paragraf 62-65 PSAK 25, penerapan SAK (baru) dilakukan

secara retrospektif kecuali apabila dalam masa transisi dinyatakan lain. Mengingat

dalam PSAK 46 harus dilakukan secara retrospektif karena terjadi perubahan kebijakan

akuntansi sebagaimana diatur dalam paragraf 62-65 PSAK 25. Dengan pemberlakuan

PSAK 46 secara retrospektif berarti perlu dilakukan restatement terhadap informasi

komparatif dan dilakukan penyesuaian (adjustment) terhadap saldo laba awal periode

untuk masa sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif.

KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN

Harus diakui bahwa pajak tangguhan (deferred taxes) merupakan suatu konsep baru

yang belum lazim digunakan dalam praktik akuntansi di Indonesia, walaupun opsi

penerapan pajak tangguhan dalam akuntansi pajak penghasilan telah diperkenankan di

Indonesia sejak 1 Januari 1995, sebagaimana diatur dalam paragraf 77-PSAK 16.

Page 55: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

55

Perubahan orientasi dalam pendekatan yang digunakan oleh standar akuntansi dalam

akuntansi pajak penghasilan dari pendekatan lama yang masih bersifat income

statement approach ke pendekatan baru yang lebih condong ke balance sheet approach

telah menambah kompleksitas baru bagi para akuntan, karena litreratur lama dalam

akuntansi pajak penghasilan masih banyak yang menggunakan income statement

approach. Perubahan pendekatan tersebut tentunya akan menuntut perubahan “pola

berpikir” par aakuntan dalam upaya memahami esensi PSAK 46. Namun demikian,

akhirnya sesuatu yang baru dapat dikuasai dengan konsep “bisa karena biasa”.

Mengingat tahun 1999 merupakan tahun pertama implementasi PSAK 46 bagi emiten

di Indonesia, maka tentunya akan ditemukan berbagai masalah teknis baik dalam

pemahaman maupun dalam implementasinya.

CONTOH KASUSCONTOH KASUSCONTOH KASUSCONTOH KASUS

Tanggal 1 Juli 2001 PT ABYAN (Lessee yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak) memperoleh mesin (Aktiva Tetap Kelompok I) dari PT AINI (Lessor).

Mesin tersebut dibeli oleh PT AINI dari PT BRILIAN (Supplier yang telah dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak).

Harga Mesin (Tidak termasuk PPN) Rp. 250.000.000,00

Taksiran Nilai Residu Rp. 10.000.000,00

Security Deposit Rp. 10.000.000,00

Hak Opsi Rp. 10.000.000,00

Taksiran Umur Mesin 4 tahun

Masa SGU 3 tahun

Angsuran per triwulan dibayar dibelakang Rp. 28.100.000,00

Tingkat bunga per triwulan 5,525%

Baik secara akuntansi maupun pajak, mesin tersebut disusutkan dengan

menggunakan metode garis lurus. Setelah masa SGU berakhir, secara akuntansi mesin

tersebut disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaatnya. Sedangkan secara pajak mesin

tersebut masuk Aktiva Tetap Kelompok I.

Pada tanggal 20 Maret 2009 Mesin tersebut dijual dengan harga Rp. 15.000.000,-

Page 56: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 56

DAFTAR PEMBAYARAN SGU – DENGAN HAK OPSI

TINGKAT BUNGA = 5,625% PER TRIWULAN

NO TANGGAL JUMLAH ANGSURAN PEMBAYARAN SISA

PEMBAYARAN POKOK BUNGA POKOK

01-Jul-01 0 0 0 240.000.000

1 30-Sep-01 28.100.000 14.600.000 13.500.000 225.400.000

2 31-Des-01 28.100.000 15.421.250 12.678.750 209.978.750

Sub Total 56.200.000 30.021.250 26.178.750

3 31-Mar-02 28.100.000 16.288.695 11.811.305 193.690.055

4 30-Jun-02 28.100.000 17.204.934 10.895.066 176.485.120

5 30-Sep-02 28.100.000 18.172.712 9.927.288 158.312.408

6 31-Des-02 28.100.000 19.194.927 8.905.073 139.117.481

Sub Total 112.400.000 70.861.269 41.538.731

7 31-Mar-03 28.100.000 20.274.642 7.825.358 118.842.840

8 30-Jun-03 28.100.000 21.415.090 6.684.910 97.427.749

9 30-Sep-03 28.100.000 22.619.689 5.480.311 74.808.060

10 31-Des-03 28.100.000 23.892.047 4.207.953 50.916.014

Sub Total 112.400.000 88.201.468 24.198.532

11 31-Mar-04 28.100.000 25.235.974 2.864.026 25.680.039

12 30-Jun-04 28.100.000 25.680.039 2.419.961 0

Sub Total 56.200.000 50.916.013 5.283.987

TOTAL 337.200.000 240.000.000 97.200.000

Page 57: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

57

RESTRUKTURISARESTRUKTURISARESTRUKTURISARESTRUKTURISASI PERUSAHAANSI PERUSAHAANSI PERUSAHAANSI PERUSAHAAN

ASPEK AKUNTANSI RESTRUKTURISASI PERUSAHAANASPEK AKUNTANSI RESTRUKTURISASI PERUSAHAANASPEK AKUNTANSI RESTRUKTURISASI PERUSAHAANASPEK AKUNTANSI RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN

PSAK ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk penggabungan

usaha (business combination). Pernyataan ini mengatur akuisisi (acquisition) suatu

perusahaan oleh perusahaan lainnya dan juga penyatuan kepemilikan (uniting/pooling

of interest) apabila pengakuisisi tidak dapat diidentifikasi. Akuntansi untuk akuisisi

mencakup penentuan biaya perolehan (cost of Accuisition), alokasi biaya perolehan

(cost) pada aktiva dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi, dan akuntansi untuk

goodwill yang timbul pada saat setelah akuisisi. Masalah akuntansi lain sehubungan

dengan penggabungan usaha adalah penentuan jumlah kepemilikan minoritas,

akuntansi untuk serangkaian akuisisi selama suatu periode tertentu, perubahan yang

terjadi atas biaya perolehan, identifikasi terhadap aktiva dan kewajiban, dan

pengungkapan yang diperlukan.

Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada

pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Penggabungan usaha dapat

berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau pembelian aktiva

neto suatu perusahaan. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan penerbitan saham

atau dengan penyerahan kas, aktiva setara kas, atau aktiva lainnya. Transaksi dapat

terjadi antar pemegang saham perusahaan yang bergabung atau antar suatu perusahaan

dengan pemegang saham perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa

pembentukan suatu badan usaha baru (new enterprise) untuk mengendalikan

perusahaan yang bergabung, pengalihan aktiva neto dari satu atau lebih badan usaha

yang bergabung kepada badan usaha lain atau pembubaran satu atau lebih badan usaha

yang bergabung. Apabila substansi dari transaksi konsisten dengan definisi

penggabungan usaha dalam pernyataan ini, maka perlakuan akuntansinya harus

mengacu pada pernyataan ini, terlepas dari bentuk hukum yang dipilih dalam

melakukan penggabungan usaha.

Penggabungan usaha dapat menyebabkan timbulnya hubungan induk dan anak

perusahaan. Dalam keadaan demikian, induk perusahaan menerapkan pernyataan ini

dalam laporan keuangan konsolidasinya. Kepemilikannya pada anak perusahaan dicatat

sebagai investasi (penyertaan) pada anak perusahaan.

Page 58: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 58

Penggabungan usaha (busines combination) dapat dilakukan melalui pembelian

aktiva neto, termasuk goodwill, dari badan usaha lain dan bukan pembelian saham

badan usaha lain tersebut. Penggabungan usaha tersebut tidak menyebabkan timbulnya

hubungan induk dan anak perusahaan. Dalam keadaan tersebut, perusahaan

pengakuisisi menerapkan pernyataan ini dalam penyusunan laporan keuangannya

sendiri, serta dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi.

Penggabungan usaha (busines combination) dapat mengakibatkan terjadinya legal

merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger dua badan usaha melalui salah

satu cara berikut ini :

1. aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan

perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan; atau

2. aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru

dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan.

Seringkali legal merger terjadi dalam rangka restrukturisasi atau reorganisasi dari suatu

grup. Transaksi demikian diluar cakupan pernyataan ini karena merupakan transaksi

antar perusahaan dibawah pengadilan yang sama (under common control).

Penggabungan usaha (Bussines Combination) adalah penyatuan dua atau lebih

perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan

menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas

aktiva dan operasi perusahaan lain.

Akuisisi (Acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan,

yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi

perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui

suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.

Penyatuan kepemilikan (uniting of interest / pooling of interest) adalah suatu

penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung

bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto

dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama

segala risiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak

yang dapat diidentifikasi sebagai peruahaan pengakuisisi (acquirer).

Akuisisi (Acquisition)Akuisisi (Acquisition)Akuisisi (Acquisition)Akuisisi (Acquisition)

Pada dasarnya, pada semua penggabungan usaha, salah satu perusahaan yang

bergabung memperoleh kendali atas perusahaan lain. Pengendalian (control)

diasumsikan diperoleh apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh

Page 59: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

59

lebih dari 50% hak suara pada perusahaan lain, kecuali apabila dapat dibuktikan

sebaliknya bahwa tidak terdapat pengendalian walaupun pemilikan lebih dari 50%.

Meskipun salah satu dari perusahaan yang bergabung tidak memiliki lebih dari 50%

hak suara pada perusahaan lain, perusahaan pengakuisisi mungkin tetap dapat

diidentifikasi apabila salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh :

1. kekuasaan (power) lebih dari 50% hak suara atas perusahaan yang lain tersebut

berdasarkan perjanjian dengan investor lain;

2. kekuasaan (power) untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan

laoin tersebut berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian; pengurus perusahaan

yang lain tersebut;

3. kekuasaan untuk mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat direksi perusahaan

yang lain tersebut.

Walaupun kadangkala sulit untuk mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi, akan

tetapi terdapat salah satu indikasi berikut untuk menentukan pengakuisisi (acquirer).

Contoh :

Nilai wajar suatu perusahaan yang bergabung lebih besar secara signifikan daripada

perusahaan lainnya. Dalam hal ini, perusahaan yang lebih besar tersebut adalah

pengakuisisi.

Penggabungan usaha dilaksanakan melalui pertukaran saham berhak suara (voting

common shares) dengan uang kas. Dalam hal ini, perusahaan yang membayar tunai

tersebut adalah perusahaan pengakuisisi; atau

Penggabungan usaha mengakibatkan manajemen suatu perusahaan mendominasi

penentuan anggota manajemen perusahaan gabungan. Dalam hal ini, perusahaan yang

dominan tersebut adalah perusahaan pengakuisisi.

Reverse AcquisitionReverse AcquisitionReverse AcquisitionReverse Acquisition

Kadangkala suatu perusahaan memperoleh saham perusahaan lain tetapi, sebagai

bagian dari suatu transaksi pertukaran, perusahaan tersebut mengeluarkan sahamnya

yang berhak suara (voting shares) dalam jumlah tertentu sehingga menyebabkan

pengendalian perusahaan atas perusahaan gabungan beralih ke pemegang saham

perusahaan yang sahamnya telah diakuisisi. Akuisisi ini disebut Reverse Acquisition.

Meskipun secara formal perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut dapat disebut

sebagai induk perusahaan, akan tetapi perusahaan yang pemegang sahamnya sekarang

mengendalikan perusahaan gabungan adalah perusahaan pengakuisisi yang menikmati

hak suara tersebut atau kekuasaan lainnya seperti dijelaskan pada paragraf 10.

Perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut dianggap telah diakuisisi oleh

Page 60: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 60

perusahaan lain yang bergabung, dan perusahaan lain tersebut dianggap sebagai

perusahaan pengakuisisi dan dengan demikian harus menerapkan metode pembelian

atas aktiva dan kewajiban perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut.

Penyatuan Kepemilikan (Penyatuan Kepemilikan (Penyatuan Kepemilikan (Penyatuan Kepemilikan (Uniting of InterestUniting of InterestUniting of InterestUniting of Interest))))

Dalam keadaan tertentu mungkin sulit sekali mengidentifikasi pengakuisisi. Tidak

ada pihak dominan yang timbul dari penggabungan tersebut, akan tetapi para

pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama mengendalikan seluruh

(atau secara efektif seluruh) aktiva neto dan operasi. Di samping itu, manajemen

perusahaan-perusahaan yang bergabung menjadi bagian dari manajemen perusahaan

gabungan. Akibatnya, para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama

berbagi risiko dan manfaat atas perusahaan gabungan tersebut. Penggabungan usaha

demikian diperlukan sebagai penyatuan kepemilikan (uniting of interest).

Pembagian bersama risiko dan manfaat secara seimbang biasanya tidak mungkin

tanpa adanya pertukaran hak suara yang seimbang antar perusahaan-perusahaan yang

bergabung. Pertukaran tersebut menjamin bahwa porsi pemilikan perusahaan yang

bergabung dan juga risiko serta manfaat pada perusahaan gabungan dapat

dipertahankan dan wewenang kedua belah pihak dalam pengambilan keputusan tetap

terlindungi. Meskipun demikian, agar keseimbangan pertukaran menjadi efektif, tidak

boleh terjadi penurunan signifikan atas hak suara pada salah satu dari perusahaan yang

bergabung, agar tidak ada salah satu pihak yang pengaruhnya berkurang.

Untuk mencapai pembagian risiko dan manfaat secara seimbang antar perusahaan

yang bergabung maka :

(a) mayoritas dari saham berhak suara perusahaan yang bergabung dipertukarkan

atau digabungkan;

(b) para pemegang saham setiap perusahaan tetap mempertahankan hak suara dan

kepemilikan yang seimbang dalam perusahaan gabungan, relatif sama dengan

sebelum perusahaan bergabung.

Pembagian risiko dan manfaat secara seimbang pada perusahaan gabungan semakin

berkurang dan perusahaan pengakuisisi semakin dapat diidentifikasi bila :

(a) keseimbangan nilai wajar perusahaan yang bergabung menurun dan persentase

saham berhak suara yang dipertukarkan berkurang;

(b) kesepakatan finansial secara relatif menguntungkan sekelompok pemegang saham

dari suatu perusahaan dibandingkan dengan kelompok pemegang saham lainnya.

Kesepakatan finansial tersebut dapat terjadi baik sebelum maupun setelah

penggabungan usaha; dan

Page 61: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

61

(c) bagian ekuitas salah satu pihak pada perusahaan gabungan tergantung pada

kinerja yang akan dicapai oleh perusahaan setelah penggabungan terjadi.

Akuisisi (Akuisisi (Akuisisi (Akuisisi (AcquisitionAcquisitionAcquisitionAcquisition))))

Penggabungan usaha melalui akuisisi harus dipertanggungjawabkan dengan

menggunakan metode pembelian, sebagaimana diatur pada paragraf 19-56. Penggunaan

metode pembelian untuk akuisisi suatu perusahaan dibukukan seperti halnya

pembelian aktiva lainnya. Hal ini dilakukan karena dalam akuisisi terjadi transaksi

pengalihan aktiva, timbulnya kewajiban atau penerbitan saham dalam rangka

memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan lain. Metode pembelian

menggunakan biaya perolehan (cost) sebagai dasar untuk mencatat akuisisi tersebut.

ASPASPASPASPEK PAJAK RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN EK PAJAK RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN EK PAJAK RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN EK PAJAK RESTRUKTURISASI PERUSAHAAN

UmumUmumUmumUmum

Mulai Juli 1997 sampai sekarang krisis ekonomi Indonesia belum berakhir. Krisis

ekonomi mempunyai dampak yang sangat luas sekali. Dampak dari krisis ekonomi yang

secara nyata dialami dunia bisnis adalah :

a. perusahaan rugi dan kemudian menutup tempat usahanya

b. perusahaan rugi dan kemudian bergabung dengan perusahaan lain

c. perusahaan rugi dan kemudian membentuk perusahaan baru

d. perusahaan rugi dan kemudian melakukan pemekaran usaha

Peraturan perpajakan telah mengantisipasi dampak krisis ekonomi yang melanda

Indonesia dengan mengeluarkan seperangkat aturan mengenai “perlakuan pajak bagi

perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan usaha, peleburan dan

pemekaran usaha”. Peraturan perpajakan ini dikeluarkan mulai tahun 1998. Peraturan

ini untuk mengantisipasi sekaligus menjadi petunjuk bagi wajib pajak yang melakukan

penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha.

Peraturan mengenai restrukturisasi perusahaan bertujuan memberikan kelonggaran

bagi wajib pajak dalam membayar pajak khususnya dampak perpajakan akibat

penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha. Hal ini sesuai dengan tujuan pajak

yaitu sebagai regulator. Peraturan tentang restrukturisasi diharapkan dapat

memberikan stimulus ekonomi dan membangkitkan dunia usaha sehingga ekonomi

nasional dapat segera pulih. Namun di sisi lain negara akan kehilangan penerimaan

pajak akibat adanya peraturan mengenai peleburan, penggabungan dan pemekaran

usaha. Namun penerimaan pajak yang hilang ini akan dapat ditutup dengan pulihnya

perekonomian.

Page 62: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 62

Dampak penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha akan dapat berdampak

bagi pihak yang mengalihkan (transferor company) maupun pihak yang menerima

pengalihan (acquiring company). Aspek perpajakan yang ada adalah BPHTB, PPh

Pengalihan Tanah dan Bangunan, PPN Pasal 16D, dan keuntungan karena pengalihan

harta.

DefinisiDefinisiDefinisiDefinisi

Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan

cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan

usaha lainnya yang menggabung.

Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara

mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung.

Pemekaran usaha adalah pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau

lebih dengan cara mendirikan badan usaha dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva

kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang

lama.

Kronologis peraturan perpajakan mengenai restrukturisasi perpajakanKronologis peraturan perpajakan mengenai restrukturisasi perpajakanKronologis peraturan perpajakan mengenai restrukturisasi perpajakanKronologis peraturan perpajakan mengenai restrukturisasi perpajakan

Tahap Pertama :

Peraturan perpajakan yang keluar adalah KMK-422 / KMK.04 / 1998 tanggal 09

September 1998. Dengan keluarnya aturan ini maka KMK-637 / KMK.04 / 1994 jo

KMK-474 / KMK.04 / 1995 jo KMK-117 KMK.04 / 1998 tidak berlaku lagi.

Tahap Kedua :

Peraturan perpajakan yang keluar adalah : KMK-469 / KMK.04 / 1998 tanggal 30

Oktober 1998. Peraturan ini mengubah Pasal 4 KMK-422 / KMK.04 / 1998 tanggal 09

September 1998.

Untuk dapat melakukan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha dengan

menggunakan nilai buku, wajib pajak mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak

dan melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait. Wajib pajak yang

melakukan penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha tidak boleh mengalihkan

kerugian / sisa kerugian badan usaha lama kecuali WP tersebut melakukan revaluasi

aktiva tetapnya terlebih dahulu dan masih aktif menjalankan usaha dan WP yang

menerima penggabungan usaha atau WP hasil peleburan usaha harus aktif menjalankan

usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua) tahun setelah selesainya proses

penggabungan atau peleburan usaha.

Page 63: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

63

Tahap Ketiga :

Dikeluarkan peraturan KMK-434 / KMK.04 / 1999 tanggal 24 Agustus 1999 Jo.

KMK-211/KMK.03/2003 Jo. PMK-43/PMK.03/2008, SE-21 / PJ.42 / 1999 tanggal 26 Mei

1999, KEP-20 / PJ. / 1999, KMK-180 / KMK.04 / 1999, KEP-141 / PJ. / 1999, dan SE-118

/ PJ. / 1999. Dalam tahap ini Dirjen Pajak mengeluarkan panduan dan petunjuk

komprehensif bagi wajib pajak yang ingin menggunakan nilai buku maupun harga

pasar dalam penggabungan usaha, peleburan dan pemekaran usaha.

Page 64: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 64

JENISJENISJENISJENIS----JENIS PENGGABUNGAN USAHAJENIS PENGGABUNGAN USAHAJENIS PENGGABUNGAN USAHAJENIS PENGGABUNGAN USAHA

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Banyaknya perusahaan yang melakukan perubahan bentuk usaha dengan

melakukan merger, peleburan dan pemekaran mengharuskan Dirjen Pajak

mengeluarkan aturan tentang definisi, ruang lingkup dan macam-macam

penggabungan usaha. Buku panduan tersebut dikeluarkan dengan SE-21 / PJ. / 999. Isi

ringkasnya adalah :

1. Penggabungan Usaha (Merger)

a. Bentuk Umum Penggabungan Usaha (Basic Merger)

Bentuk umum penggabungan usaha adalah sebagai berikut semua aktiva, kecuali

uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang tidak setuju

(disapproving shareholders), dan utang dari satu badan atau lebih (transferor

company) dialihkan kepada badan usaha lainnya (acquiring company). Para

pemegang saham dari badan usaha yang mengalihkan harta tersebut yang setuju

dengan penggabungan usaha (approving shareholders) menjadi pemegang saham

dari badan yang menerima pengalihan harta dan badan usaha yang mengalihkan

harta tersebut menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam badan

usaha yang menerima pengalihan harta.

b. Penggabungan Usaha Ke Induk Perusahaan (upstream merger)

Dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan sebelum penggabungan, suatu

induk perusahaan (parent company) memiliki saham pada anak perusahaan

(subsidiary company) dalam proses penggabungan maka semua aktiva kecuali

uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang tidak setuju

(disapproving shareholders), dan utang anak perusahaan dialihkan kepada induk

perusahaan. Para pemegang saham minoritas (minority shareholders) dari anak

perusahaan dapat memilih menjadi pemegang saham dari induk perusahaan atau

menukarkan sahamnya pada anak perusahaan dengan uang tunai dan anak

perusahaan menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam induk

perusahaan.

Catatan : dalam penggabungan usaha ke induk perusahaan ini, induk

perusahaan adalah badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring

Page 65: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

65

company), dan anak perusahaan adalah badan usaha yang mengalihkan harta

(transferor company).

c. Penggabungan Usaha Ke Anak Perusahaan (Downstream Merger)

Dalam penggabungan usaha ke anak perusahaan, sebelum penggabungan suatu

induk perusahaan (subsidiary company) dalam proses penggabungan maka

semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham

yang tidak setuju (disapproving shareholders) dan utang perusahaan induk

dialihkan kepada anak perusahaan dan para pemegang saham dari induk

perusahaan yang setuju dengan penggabungan usaha (approving shareholders)

menjadi pemegang saham dari anak perusahaan serta induk perusahaan

menghentikan kegiatan usahanya dan digabung ke dalam anak perusahaan.

Catatan : dalam penggabungan usaha ke anak perusahaan ini, induk perusahaan

adalah badan usaha yang mengalihkan hartanya (transferor company) dan anak

perusahaan adalah badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring

company).

d. Penggabungan Usaha Horisontal (Brother – Sister Merger)

Dalam penggabungan usaha horizontal, sebelum penggabungan pemegang

saham yang sama memiliki saham pada badan usaha yang menerima pengalihan

harta (acquiring company) dan pada badan usaha yang mengalihkan harta

(transferor company). Kedua badan usaha tersebut merupakan badan-badan

usaha yang setara tingkatannya (brother sister companies). Dalam proses

penggabungan, maka semua aktiva, kecuali uang kas yang dibayarkan pada para

pemegang saham yang tidak setuju (disapproving shareholders) dan utang dari

badan usaha yang mengalihkan harta dialihkan kepada badan usaha yang

menerima pengalihan harta (dengan atau tanpa penerbitan saham baru) dan

badan usaha yang mengalihkan harta menghentikan kegiatan usahanya dan

digabung ke dalam badan usaha yang menerima pengalihan harta.

2. Peleburan Usaha (Consolidation)

Dalam peleburan usaha, maka :

a. Semua aktiva, kecuali kas yang dibayarkan pada para pemegang saham yang

tidak setuju (disapproving shareholders) dan utang dari dua badan usaha atau

lebih (transferor companies) dialihkan kepada badan usaha baru (acquiring company);

b. Pemegang saham dari masing-masing badan usaha yang menyetujui peleburan

usaha (approving shareholders) menjadi pemegang saham dari badan usaha yang

menerima pengalihan harta;

c. Badan-badan usaha yang mengalihkan harta menghentikan kegiatan usahanya

dan dilebur menjadi badan usaha baru;

d. Bentuk-bentuk Transaksi Lainnya dengan Substansi Ekonomis yang Serupa

Page 66: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 66

e. Direktorat Jendral Pajak mempunyai mempunyai kewenangan untuk

menentukan apakah suatu transaksi memenuhi definisi penggabungan usaha

(merger) atau peleburan usaha (consolidation) apapun bentuk dan nama

transaksi tersebut, sepanjang dimungkinkan oleh Undang-undang Nomor 1 /

1995 tentang Perseroan Terbatas (atau undang-undang penggantian) dan

substansi ekonomisnya serupa dengan salah satu bentuk penggabungan usaha.

3. Pemekaran Usaha (Expansion)

Dalam pemekaran usaha (expansion) badan usaha yang telah ada (“parent

company”) mengalihkan sebagian harta dan untungnya kepada badan usaha yang baru

dibentuk (“subsidiary company”) sebagian pengganti saham dan badan usaha baru

tersebut, sehingga dengan demikian induk perusahaan tetap melanjutkan usahanya

dengan harta yang tersisa dan anak perusahaan melakukan usaha barunya dengan harta

yang dialihkan kepadanya.

Page 67: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

67

SYARAT RESSYARAT RESSYARAT RESSYARAT RESTRUKTURISASITRUKTURISASITRUKTURISASITRUKTURISASI

RESTRUKTURISASI DENGAN MENGGUNAKAN NILAI BUKURESTRUKTURISASI DENGAN MENGGUNAKAN NILAI BUKURESTRUKTURISASI DENGAN MENGGUNAKAN NILAI BUKURESTRUKTURISASI DENGAN MENGGUNAKAN NILAI BUKU

Penjelasan berikut memberikan penjelasan tentang pengalihan harta dengan

menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha (merger) peleburan usaha

(consolidation) dan pemekaran usaha (expansion) yang memenuhi persyaratan. Untuk

dapat memenuhi syarat sebagai pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku (tax neutral expansion) suatu transaksi harus memenuhi definisi pemekaran usaha

(penggabungan, peleburan dan pemekaran) dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan sesuai dengan aturan penggabungan, pemekaran dan peleburan usaha.

PEMEKARAN USAHA YANG MEMENUHI PERSYARATAN (PEMEKARAN USAHA YANG MEMENUHI PERSYARATAN (PEMEKARAN USAHA YANG MEMENUHI PERSYARATAN (PEMEKARAN USAHA YANG MEMENUHI PERSYARATAN (QUALIFYING QUALIFYING QUALIFYING QUALIFYING

EXPANSIONEXPANSIONEXPANSIONEXPANSION))))

Kondisi Dan Persyaratan Yang Harus Dipenuhi

Suatu pemekaran usaha dapat diperlakukan sebagai pemekaran usaha yang

memenuhi syarat (tax neutral expansion), maka kondisi dan persyaratan yang ada harus

dipenuhi. Dalam pemekaran usaha yang memenuhi syarat, susunan para pemegang

saham boleh berubah.

1.1.1.1. Penggunaan Nilai Buku FiskalPenggunaan Nilai Buku FiskalPenggunaan Nilai Buku FiskalPenggunaan Nilai Buku Fiskal

Harta dan induk perusahaan (parent company) yang dialihkan kepada anak

perusahaan (subsidiary company) dalam suatu pemekaran usaha, harus dicatat oleh

anak perusahaan sesuai dengan nilai buku komersial, sepanjang wajib pajak

menyelenggarakan wajib pajak menyelenggarakan pembukuan yang memadai

sehingga jelas perbedaan antara nilai buku fiskal dan nilai buku komersial.

2.2.2.2. Utang Tidak Boleh Melebihi Nilai Buku Fiskal Utang Tidak Boleh Melebihi Nilai Buku Fiskal Utang Tidak Boleh Melebihi Nilai Buku Fiskal Utang Tidak Boleh Melebihi Nilai Buku Fiskal

Jumlah dari : nilai utang induk perusahaan yang dialihkan kepada anak perusahaan;

dan nilai utang yang terkait dengan harta yang dialihkan kepada anak perusahaan,

tidak boleh melebihi jumlah nilai buku fiskal dari harta yang dialihkan kepada anak

perusahaan.

Page 68: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 68

3.3.3.3. Persyaratan Penawaran Kepada PublikPersyaratan Penawaran Kepada PublikPersyaratan Penawaran Kepada PublikPersyaratan Penawaran Kepada Publik

Sebelum akhir periode baik induk perusahaan atau anak perusahaan harus :

Menyerahkan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM untuk penawaran saham

kepada publik (public offering), dan menawarkan penjualan saham-sahamnya

dalam public offering.

Penawaran saham kepada publik harus dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sejak

disetujuinya pemekaran usaha oleh Direktorat Jenderal Pajak. Batas waktu 1 tahun

tersebut dapat diperpanjang dengan tambahan 2 tahun oleh Kepala Kantor Wilayah

karena alasan-alasan diluar kekuasaan wajib pajak. Apabila diperlukan, jangka waktu 3

tahun ini dapat diperpanjang lagi dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

4.4.4.4. PersetujuanPersetujuanPersetujuanPersetujuan

(a) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

Dalam pemekaran usaha, induk perusahaan (Parent company) harus

mengajukan permohonan persetujuan pengalihan harta dengan menggunakan

nilai buku kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang

membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat induk perusahaan yang

bersangkutan terdaftar, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah proses

pemekaran usaha berlaku secara efektif.

(b) Kelengkapan Permohonan

Permohonan dianggap lengkap dan memenuhi syarat untuk mendapat

persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah, tanpa memperhatikan (dalam hal-hal

tertentu) apakah badan Pemerintah lainnya (seperti Departemen Kehakiman /

HAM atau BKPM) harus menyetujui aspek rencana pemekaran usaha. Sebelum

rencana tersebut dilaksanakan. Dalam hal tersebut, permohonan kepada Kantor

Wilayah harus menyertakan fotocopi surat-surat yang telah diajukan ke badan

Pemerintah tersebut.

(c) Surat keputusan Persetujuan / Penolakan

Kepala Kantor Wilayah harus menerbitkan surat keputusan persetujuan atau

penolakan atau permohonan tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak

tanggal permohonan diterima secara lengkap. Jika permohona dianggap belum

lengkap, kepala kantor wilayah harus memberitahukan kepada pemohon secara

tertulis segera setelah tanggal penerimaan permohonan yang pertama, dan

menjelaskan data / informasi tambahan yang diperlukan untuk melengkapi

permohonannya. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya

permohonan secara lengkap, Kepala Kantor Wilayah tidak menerbitkan surat

keputusan dan (dalam hal permohonan tidak lengkap) tidak meminta data /

Page 69: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

69

informasi tambahan secara tertulis, maka permohonan dianggap disetujui dan

kepala pemohon diberikan keputusan persetujuan.

(d) Hak Untuk Mengajukan Peninjauan Kembali

Apabila terjadi perselisihan antara pemohon dengan Kepala Kantor Wilayah

mengenai ketentuan yang berlaku, atau dalam hal permohonan di tolak oleh

Kepala Kantor Wilayah pemohon dapat mengajukan permasalahannya kepada

Direktur Jenderal Pajak.

(e) Akibat / Konsekwensi Penolakan

Apabila permohonan untuk persetujuan pengalihan harta dengan menggunakan

nilai buku dalam rangka pemekaran usaha ditolak oleh Direktorat Jenderal

Pajak, pengalihan harta tersebut harus dinilai berdasarkan harga pasar, dan atas

keuntungan yang diperoleh terutang Pajak Penghasilan.

(f) Pelunasan Tunggakan Ketetapan Pajak

Induk perusahaan (parent company), sebelum mendapatkan persetujuan dari

Kepala Kantor Wilayah, harus sudah melunasi semua tunggakan ketetapan

pajak. Kepala Kantor Wilayah tidak akan menunda proses pemekaran usaha

dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak.

(g) Pemeriksaan Akuntan Publik

Untuk tahun pajak di mana induk perusahaan (parent company) melakukan

pemekaran usaha dan untuk tahun pajak pertama bagi anak perusahaan

(subsidiary company) baru, keduanya harus menggunakan laporan hasil

pemeriksaan Akuntan Publik yang menyatakan bahwa : akuntan publik telah

melakukan pemeriksaan buku dan catatan badan usaha yang bersangkutan dan

pembukuan dan catatan tersebut, menurut pendapat akuntan, telah menyajikan

keadaan keuangan badan usaha secara wajar pada akhir tahun pajak yang

diperiksa, dengan kualifikasi yang harus dinyatakan secara jelas dalam laporan;

dan pembukuan dan catatan tersebut dapat direkonsiliasi dengan pembukuan

dan catatan untuk tujuan perpajakan.

Page 70: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 70

Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat.Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat.Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat.Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat.

Perlakuan Terhadap Induk Perusahaan Perlakuan Terhadap Induk Perusahaan Perlakuan Terhadap Induk Perusahaan Perlakuan Terhadap Induk Perusahaan (Parent Company)

1. Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta.

Induk perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan

sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha

yang memenuhi syarat. Oleh karenanya, induk perusahaan tidak terutang Pajak

Penghasilan dari pengalihan harta tersebut, termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5%

atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (PP 27 Tahun 1996)

2. Pajak Pertambahan Nilai

Induk perusahaan terutang Pajak Pertambahan Nilai atas pengalihan harta kepada

anak perusahaan dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai buku (sesuai dengan

Pasal 16DUU 18 Tahun 2000)

3. Nilai Buku Fiskal Saham Anak Perusahaan (Subsidiary CompanySubsidiary CompanySubsidiary CompanySubsidiary Company))))

Induk perusahaan harus mencatat nilai buku fiskal saham anak perusahaan yang

diterimanya sama dengan nilai buku fiskal dari harta yang dialihkan kepada anak

perusahaan, setelah dikurangi dengan jumlah utang yang dialihkan kepada anak

perusahaan.

Contoh :

PT A (Parent Company) mengalihkan kepada PT B (Subsidiary Company) : harta

dengan nilai buku fiskal sebesar Rp. 50.000.000; dan Utang dengan nilai buku fiskal

sebesar Rp. 20.000.000. Nilai buku fiskal saham PT. B yang harus dicatat oleh PT. A

adalah sebesar Rp. 30.000.000 (Rp. 50.000.000 – Rp. 20.000.000).

4. Kompensasi Kerugian Fiskal Induk Perusahaan (Parent Company)

Kerugian fiskal dari induk perusahaan tidak dapat dialihkan kepada anak

perusahaan dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat.

5. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Hak&Kewajiban Wajib Pajak (Parent Company)

Hak dan kewajiban perpajakan induk perusahaan tidak dapat dialihkan kepada anak

perusahaan dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat.

Page 71: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

71

6. Pemungutan / Pemotongan Pajak Penghasilan

Atas transaksi penjualan saham yang terdaftar di bursa terutang (dipungut /

dipotong) Pajak Penghasilan sebesar 0,1% dari nilai transaksi. Tambahan PPh final

sebesar 0,5% dikenakan terhadap saham pendiri dalam penawaran saham perdana

(initial public offering).

Perlakuan Terhadap APerlakuan Terhadap APerlakuan Terhadap APerlakuan Terhadap Anak Perusahaan (nak Perusahaan (nak Perusahaan (nak Perusahaan (Subsidiary CompanySubsidiary CompanySubsidiary CompanySubsidiary Company))))

1. Tidak Ada Keuntungan Ataupun Kerugian Atas Perolehan Harta

Anak perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian dari perolehan harta

induk perusahaan dalam rangka pemekaran usaha yang memenuhi syarat.

2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB)

Anak perusahaan terutang BPHTB sebesar 5% atas perolehan atas tanah dan

bangunan dan pengalihan harta (Pasal 2 UU 20 Tahun 2000)

3. Nilai Buku Fiskal Harta

Anak perusahaan akan mencatat nilai harta yang diterima dari induk perusahaan

dengan nilai buku fiskal yang sama sebagaimana yang tercatat dalam pembukuan

induk perusahaan pada saat pengalihan.

Perlakuan Perpajakan terhadap Badan Usaha Yang Melakukan Pengalihan Harta Perlakuan Perpajakan terhadap Badan Usaha Yang Melakukan Pengalihan Harta Perlakuan Perpajakan terhadap Badan Usaha Yang Melakukan Pengalihan Harta Perlakuan Perpajakan terhadap Badan Usaha Yang Melakukan Pengalihan Harta

((((Transferor CompanyTransferor CompanyTransferor CompanyTransferor Company))))

a. Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta.

Badan usaha yang mengalihkan harta (transferor company) tidak memperoleh

keuntungan atau kerugian sebagai akibat dari pengalihan harta. Oleh karena itu,

badan usaha yang melakukan pengalihan harta tersebut tidak terhutang Pajak

Penghasilan, termasuk Pajak Penghasilan sebesar 5% atas pengalihan hak atas tanah

dan bangunan (PP 27 Tahun 1996)

b. Pajak Pertambahan Nilai

Atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha tidak

terhutang PPN, demikian juga tidak diharuskan untuk melunasi PPN yang ditunda

pengenaannya berdasarkan fasilitas “masterlist”. Namun perlu diingat bahwa Pasal

16D UU 18 Tahun 2000 menyebutkan pengalihan aktiva bekas merupakan objek

PPN.

Page 72: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 72

c. Kompensasi Timbal-Balik (Offset) Utang-Piutang

Apabila sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan usaha, antara badan

usaha yang mengalihkan harta (transferor company) dan badan usaha yang

menerima pengalihan harta (acquiring company) satu sama lain mempunyai

hubungan utang-piutang, maka tidak ada penghasilan maupun biaya yang timbul

sebagai akibat kompensasi timbal-balik (offset) atas utang-piutang tersebut.

d. Tahun Pajak Terakhir Bagi Badan Usaha Yang Mengalihkan Harta (Transferor Company)

Tahun pajak terakhir bagi badan usaha yang melakukan pengalihan harta akan

berakhir pada tanggal berlakunya penggabungan atau peleburan usaha.

Contoh (1) :

PT A dan PT B masing-masing menggunakan tahun takwim (1 Jan-31 Des)

sebagai tahun pajaknya. Tanggal 31 Desember 2002 PT B efektif bergabung ke

dalam PT A. Tahun pajak terakhir bagi PT B adalah keseluruhan tahun pajak

(2002) yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2002. PT A dan PT B masih

melaporkan SPT PPh masing-masing untuk tahun pajak 2002.

Contoh (2) :

Dengan tahun pajak yang sama dengan tahun kalender seperti Contoh (1),

tanggal efektif penggabungan adalah tanggal 31 Oktober 2002. Dalam hal ini,

tahun pajak terakhir bagi PT. B akan merupakan bagian tahun pajak (2002)

mulai dari tanggal 1 Januari 2002 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2002, dan

PT B melaporkan SPT PPh untuk bagian tahun pajak (2002) tersebut. Seluruh

jenis penghasilan, pengurangan, dan kredit pajak serta seluruh pengeluaran yang

berkaitan dengan kegiatan usaha PT B sejak tanggal 1 Nopember 2002 sampai

dengan 31 Desember 2002 harus dimasukkan kedalam SPT PPh PT A untuk

tahun pajak 2002.

Contoh (3) :

Tahun pajak PT A menggunakan tahun takwim (1 Jan-31 Des) PT. B

menggunakan tahun buku (1 Oktober-30 September). Tanggal 30 Nopember

2002 PT B efektif bergabung dengan PT A. Tahun pajak terakhir bagi PT B akan

merupakan bagian tahun pajak (2003) mulai dari tanggal 1 Oktober 2002 sampai

dengan tanggal 30 Nopember 2002. Dan PT B masih melaporkan SPT PPh untuk

bagian tahun pajak serta seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan

usaha PT B sejak tanggal 1 Desember sampai dengan 31 Desember 2002 harus

dimasukkan ke dalam SPT PPh PT A untuk tahun pajak 2002.

Page 73: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

73

e. Kompensasi Kerugian Fiskal Badan Usaha Yang Mengalihkan Harta (Transferor

Company)

Apabila Badan Usaha yang melakukan pengalihan harta (Transferor Company)

mempunyai kerugian fiskal tahun berjalan atau hak kompensasi kerugian fiskal

tahun-tahun yang lalu (termasuk kerugian selisih kurs) pada tahun pajak

terakhirnya, dan telah melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya sesuai

ketentuan / prosedur yang berlaku, atas sisa kerugian fiskal yang masih ada setelah

diperhitungkan dengan penghasilan tahun pajak terakhir (termasuk selisih lebih

yang diperoleh dari penilaian kembali aktiva tetap) dapat dialihkan kepada badan

usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring company), sepanjang dipenuhi

persyaratan sebagai berikut :

• Pada saat penggabungan atau peleburan usaha akan dilaksanakan, badan usaha

yang mengalihkan harta (transferor company) menjalankan kegiatan usahanya;

dan

• Sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 2 tahun setelah penggabungan atau

peleburan usaha, badan usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring

company) masih tetap aktif menjalankan kegiatan usahanya.

Contoh :

Terhitung sejak tanggal 31 Oktober 2002, PTA(acquiring company) menerima

pengalihan harta dan utang dari PT. B (transferor company) dalam suatu

penggabungan usaha. PT. A dan PT. B masing-masing menggunakan tahun

pajak sama dengan tahun kalender. Dalam tahun pajak (2002) yang dimulai

tanggal 1 Januari 2002, PT. B mempunyai sisa kerugian fiskal yang dapat

dikompensasikan sebesar (Rp. 150.000.000). Tahun pajak terakhir (2002) PT. B

akan berakhir pada tanggal 31 Oktober 2002. Pada tanggal tersebut nilai buku

fiskal untuk seluruh aktiva tetap PT. B berjumlah Rp. 10.000.000, yang dapat

dinilai kembali berdasarkan harga pasar menjadi Rp. 100.000.000.

Apabila penggabungan usaha tidak memenuhi persyaratan, PT. B akan

memperoleh keuntungan sebesar Rp. 90.000.000 atas pengalihan aktiva tetapnya

dalam bagian tahun pajak(2002) yang berakhir pada tanggal 31 Oktober 2002.

Akan tetapi keuntungan ini (serta penghasilan tahun berjalan lainnya) harus

dikurangkan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal PT. B yang masih dapat

dikompensasikan. Setelah penggabungan usaha, PT. A akan memiliki aktiva

tetap tersebut dengan nilai buku baru sebesar Rp. 100.000.000. Sisa kerugian

fiskal PT. B yang tidak habis dikompensasikan akan diabaikan.

Apabila PT. A dan PT. B melakukan penggabungan usaha yang memenuhi

persyaratan dan PT. B tidak melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya, maka

tidak akan terjadi pengenaan pajak (PPh) atas keuntungan dari aktiva tetap PT.

Page 74: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 74

B. Setelah penggabungan usaha, PT. A harus mencatat nilai perolehan harta dari

PT. B sesuai dengan nilai bukunya yaitu sebesar Rp. 10 juta. Sisa kerugian fiskal

PT. B yang tidak habis dikompensasikan akan diabaikan.

Apabila PT. A dan PT. B melakukan penggabungan usaha yang memenuhi

persyaratan dan PT. B melakukan penilaian kembali aktiva tetapnya dalam

bagian tahun pajak (2002) yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2002, maka

penggabungan usaha tersebut dapat memperhitungkan sisa kerugian fiskal PT. B

setelah dikompensasi dengan penghasilan dalam tahun pajak terakhirnya,

dengan syarat : pada tanggal 31 Oktober 2002, PT. B masih aktif menjalankan

kegiatan usahanya; dan PT. A masih tetap menjalankan usaha tersebut

sekurang-kurangnya sampai dengan tanggal 1 November 2004.

Horisontal (brother-sister merger) yang memenuhi persyaratan, PT. B

(transferor company) bergabung dengan PT. A (acquiring company). PT.A tidak

menerbitkan saham baru kepada wajib pajak Y dan 100 lembar sahamnya pada

PT. B dibatalkan. Wajib pajak Y tidak memperoleh keuntungan dari

penggabungan usaha tersebut, dan untuk 100 lembar sahamnya pada PT. A akan

mempunyai nilai buku baru yaitu menjadi sebesar Rp. 35 juta.

c. Para Pemegang Saham Yang Tidak Setuju (Disapproving Shareholders)

Apabila sebagian pemegang saham dari badan usaha yang mengalihkan hartanya

(transferor company) tidak menyetujui penggabungan atau peleburan usaha,

mereka dapat menerima uang pengganti sahamnya pada badan usaha yang

mengalihkan harta. Pemegang saham yang mempunyai pembukuan atu catatan

akan memperoleh keuntungan sebesar selisih lebih dari jumlah uang yang

diterima dengan nilai buku saham yang dilepas, atau kerugian sebesar selisih

lebih dari nilai buku saham yang dilepas, atau kerugian sebesar selisih lebih dari

nilai buku saham yang dilepas atas jumlah uang tersebut.

Perlakuan Terhadap Badan Usaha Yang MenePerlakuan Terhadap Badan Usaha Yang MenePerlakuan Terhadap Badan Usaha Yang MenePerlakuan Terhadap Badan Usaha Yang Menerima Pengalihan Harta (rima Pengalihan Harta (rima Pengalihan Harta (rima Pengalihan Harta (Acquiring Acquiring Acquiring Acquiring

CompanyCompanyCompanyCompany).).).).

a. Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Penerimaan Harta.

Badan Usaha yang menerima pengalihan harta (acquiring Company) tidak

memperoleh keuntungan atau kerugian sebagai akibat penerimaan harta dari badan

usaha yang mengalihkan harta (transferor company).

Page 75: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

75

b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB).

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 181 / KMK.04 / 1999 tanggal 27

Mei 1999, atas permohonan badan usaha yang bersangkutan (acquiring Company).

Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan pengurangan Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan sebesar 100% (seratus persen). UU 20 Tahun 2000.

c. Nilai Buku Fiskal Harta Yang Dialihkan

Badan usaha yang menerima pengalihan harta (Acquiring Company) harus

mencatat nilai harta yang diterima berdasarkan nilai buku yang sama sebagaimana

yang tercatat terakhir pada pembukuan badan usaha yang mengalihkan harta

(Transferor Company).

ASPEK PAJAK RESTRUKTURISASIASPEK PAJAK RESTRUKTURISASIASPEK PAJAK RESTRUKTURISASIASPEK PAJAK RESTRUKTURISASI

A.A.A.A. PERATURAN PERPAJAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGPERATURAN PERPAJAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGPERATURAN PERPAJAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGPERATURAN PERPAJAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN AN AN AN

RESTRUKTURISASIRESTRUKTURISASIRESTRUKTURISASIRESTRUKTURISASI

1. Bagi Pihak Yang Mengalihkan (transferor company).

PPh Badan

Pasal 4 ayat (1) huruf d angka (3) UU 17 Tahun 2000 yaitu :

Pemecahan, dan pengambilalihan usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat

dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya.

Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan

merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.

Contoh :

PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C.

Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai

berikut :

PT A PT B

Nilai sisa buku

Harga Pasar

Rp. 200.000.000,00

Rp. 300.000.000,00

Rp. 300.000.000,00

Rp. 450.000.000,00

Page 76: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 76

Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam

rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian

PT A mendapat keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00 –

Rp. 200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp. 150.000.000,00

(Rp. 450.000.000,00 – Rp. 300.000.000,00). Sedangkan PT C membukukan

semua harta tersebut dengan jumlah Rp. 750.000.000,00 (Rp. 300.000.000,00 +

Rp. 450.000.000,00).

Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial,

ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi

wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai

sisa buku (“pooling of interest”). Dalam hal demikian PT C membukukan

penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp. 500.000.000,00 (Rp.

200.000.000,00 + Rp. 300.000.000,00).

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha

adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga

pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan

setoran tunai atau pengalihan harta.

Ketentuan ini mengatur tentang penilaian harta yang diserahkan sebagai

pengganti saham atau penyertaan modal dimaksud, yaitu dinilai berdasarkan

nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut.

Kriteria wajib pajak yang dapat menggunakan nilai buku :

Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam pengalihan harta menurut

Keputusan Menteri Keuangan R. I Nomor 422 / KMK.04 / 1998 tanggal 9 September

1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan R. I. Nomor

469 / KMK.04 / 1998 tanggal 30 Oktober 1998 adalah :

1. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan

atau peleburan usaha;

Prosedur PersetujuanProsedur PersetujuanProsedur PersetujuanProsedur Persetujuan

Apabila permohonan Wajib Pajak sudah lengkap, Kepala Kantor Wilayah atas nama

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan proses penelitian dan konfirmasi yang

diperlukan, menerbitkan surat keputusan persetujuan atau penolakan selambat-

Page 77: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

77

lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap dengan

menggunakan formulir baku. Dalam hal keputusan penolakan, harus diberikan

alasannya. Jika batas waktu 1 (satu) bulan tersebut telah lewat dan Kepala Kantor

Wilayah belum menerbitkan keputusan maka permohonan Wajib Pajak dianggap

diterima dan kepadanya diterbitkan surat keputusan persetujuan. Tindasan keputusan

disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan

Kepala Kantor Pemeriksaan Pajak terkait.

Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku di atas tidak mendapat

persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka pengalihan harta tersebut harus dinilai

dengan harga pasar dan atas keuntungan yang diperoleh dikenakan Pajak Penghasilan

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000.

Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku telah mendapat

persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta

tersebut harus mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana

tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.

Dalam hal Wajib Pajak sebelum penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha

telah melakukan revaluasi aktiva tetap, maka nilai buku yang dicatat adalah nilai buku

setelah dilakukan revaluasi aktiva tetap. Penyusutan dan amortisasi atas harta yang

dialihkan untuk tahun buku di mana pengalihan harta terjadi, dilakukan secara prorata

(perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum

dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta. Bagi Wajib Pajak

yang melakukan pengalihan harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan

dihitung secara prorate sampai dengan bulan dilakukannya pengalihan harta

penghitungan prorata sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta, dengan

menggunakan metode penyusutan dan amortisasi yang dianut Wajib Pajak yang

bersangkutan.

Apabila penggabungan atau peleburan usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan,

maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima

pengalihan harta setelah penggabungan atau peleburan usaha tidak boleh lebih kecil

dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang

terkait sebelum penggabungan atau peleburan usaha.

Dalam hal Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta (setelah penggabungan

atau peleburan usaha) mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan

dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai

ketentuan/prosedur sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Page 78: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 78

Nomor 537 / PJ. / 2000). Yaitu setelah 3 (tiga) bulan angsuran PPh Pasal 25 dipenuhi.

a) Saham baru tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan

saham baru dicatat sebesar nilai saham lama;

b) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta menerima sejumlah saham baru dan sejumlah uang dari badan usaha yang

menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas

penerimaan sejumlah uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan

Pajak Penghasilan dengan tarif umum;

c) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta tersebut dan pemegang

saham dimaksud memilih menjual sahamnya, maka :

� atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan

capital gain yang diterima pemegang saham tersebut dan terhutang Pajak

Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

� atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang diterima

pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat

sepanjang pemegang saham yang bersangkutan menyelenggarakan

pembukuan.

Terhadap pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dari Wajib Pajak yang

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari pengenaan PPh

sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 jo PP 27

Tahun 1996.

Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan nilai buku

atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dengan

persyaratan dalam waktu 1 (satu) tahun sudah harus mengajukan pernyataan

pendaftaran kepada BAPEPAM untuk Intial Public Offering / Secondary Offering.

MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46

1. Berdasarkan data di bawah ini hitunglah koreksi fiskal laba bruto maksimum &

minimum apabila WP menggunakan metode LIFO.

Page 79: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

79

RINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIANRINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIANRINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIANRINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIAN

UNIT HARGA PER UNIT TANGGAL

PEMBELIAN PENJUALAN PEMBELIAN PENJUALAN KIRIM TERIMA

250

-

300

-

350

-

400

-

450

-

500

-

-

200

-

250

-

300

-

350

-

400

-

450

1.000.000

-

1.100.000

-

1.200.000

-

1.300.000

-

1.350.000

-

1.400.000

-

-

1.250.000

-

1.350.000

-

1.450.000

-

1.500.000

-

1.600.000

-

1.650.000

2 / 1 / 02

3 / 2 / 02

4 / 3 / 02

5 / 4 / 02

6 / 5 / 02

7 / 6 / 02

8 / 7 / 02

9 / 8 / 02

2 / 11 / 02

3 / 11 / 02

4 / 12 / 02

5 / 12 / 02

17 / 2 / 02

18 / 3 / 02

19 / 4 / 02

20 / 5 / 02

21 / 6 / 02

22 / 7 / 02

23 / 8 / 02

24 / 9 / 02

25 / 1 / 03

26 / 1 / 03

27 / 1 / 03

28 / 1 / 03

2.250 1.950

Syarat penjualan untuk pengiriman bulan Februari, Juni, Nopember, 2002 adalah

F.O.B. Destination

Syarat penjualan untuk pengiriman bulan April, Agustus, dan Desember 2002

adalah F.O.B. Shipping point.

Syarat pembelian untuk pengiriman bulan Januari, Mei, dan Nopember 2002 adalah

F.O.B. Shipping point.

Syarat pengiriman untuk bulan Maret, Juli dan Desember 2002 adalah F.O.B.

Destination.

Persediaan akhir tahun 2001 yang tersedia di gudang sejumlah 300 unit @ Rp.

1.000.000,- termasuk 100 unit merupakan barang konsinyasi (consigment goods)

dan 50 unit merupakan barang yang dipisahkan (segregated goods).

Page 80: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 80

2. Berdasarkan data di bawah ini hitunglah besarnya koreksi fiskal maksimum dan

minimum apabila Wajib Pajak dalam menghitung Cost of Goods menggunakan

metode LIFO dengan sistem pencatatan berdasar physical :

Cost / Unit

(Rp.)

MARKET / UNIT

(Rp.)

UNIT

Beginning Inventory

Purchases

Sales

Purchases

Sales

Purchases

10.000.000

12.000.000

-

13.000.000

-

14.000.000

10.500.000

-

13.000.000

-

15.000.000

-

200

400

500

300

200

100

3. Berdasarkan data aktiva tetap yang dimiliki PT. Artha (transferor Company)

dibawah ini hitunglah besarnya Depreciation Expenses (menggunakan metode

Saldo menurun) untuk tahun pajak 2002 sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh

Bagi PT. Widya yang merupakan Acquiring Company dan pajak terutang pada saat

pengalihan apabila pada saat merger (1 Juli 2002) penggunaan book value telah

mendapat persetujuan dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Nomor.

AKTIVA TETAP 1-7-2002 YANG DIALIHKAN (jutaan Rp.)

JENIS AKTIVA TETAP Tahun Beli Harga Beli / Unit Unit

Eks golongan 2

Eks golongan 3

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Bangunan Permanen

27-10-1994

24-12-1994

24-07-1998

04-06-1996

06-06-1997

11-08-1994

234

567

123

456

789

1.234

6

5

4

3

2

1

Page 81: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

81

SOAL 1

AKTIVA TETAP PER 1-1-2001 (Dalam jutaan rupiah)

Jenis Aktiva Tetap Tahun Beli Harga Beli Unit

Eks Golongan 2

Eks Golongan 3

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Bangunan Permanen

27-10-1994

24-12-1992

24-07-1998

04-06-1996

06-06-1997

11-08-1993

1.234

5.678

123

456

789

4.321

6

5

4

3

2

1

Informasi lainnya berkaitan dengan aktiva tetap :

Satu unit aktiva tetap eks golongan 3 yang harga perolehannya Rp. 50 juta pada tanggal

11-08-2002 dijual seharga Rp. 30 juta.

Satu unit aktiva tetap kelompok 2 yang harga perolehannya Rp. 75 juta, pada tanggal 27

Oktober 2002 ditukar dengan yang baru (berdasarkan KMK No. 520 / KMK.04 / 2000

termasuk 3)

Untuk itu Wajib Pajak harus mengeluarkan lagi uang sejumlah Rp. 120 juta karena

harta yang diserahkan hanya dinilai seharga Rp. 40 juta.

Satu unit aktiva tetap eks golongan 2 yang dibeli dengan harga Rp. 175 juta, pada

tanggal 1-8-2002 terbakar. Sebagai penggantinya pada tanggal 24-12-2002 dilakukan

impor aktiva yang sejenis (termasuk kelompok 2 menurut Keputusan Menteri

Keuangan No. 520 / KMK.04 / 2000 Jo KMK 138 / KMK.03 / 2002) dengan

mengeluarkan uang dengan rincian sebagai berikut :

Cost Insurance US$ 200.000

Bea Masuk 1%

PPN Impor 10%

PPh Pasal 22 2,5%

Biaya asuransi & pengangkutan dari pelabuhan ke pabrik Rp. 2.500.000

Biaya Pemasangan Rp. 5.000.000

Biaya penyelesaian dokumen impor dan lain-lain Rp. 5.000.000

Aktiva eks golongan 2 yang tersisa pada tanggal 1 Juli 2001 dilakukan perbaikan untuk

menambah masa manfaat yang diperkenankan mampu mencapai tahun 2004 dengan

mengeluarkan biaya Rp. 110 juta (termasuk PPN)

Page 82: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 82

Sejak tanggal 27 Oktober 2002 telah digunakan untuk kegiatan operasional satu unit

gedung kantor seluas 400 m² yang dibangun sendiri dengan mengeluarkan dana

sejumlah Rp. 416 juta dengan rincian sebagai berikut :

Biaya bahan (material) Rp. 264.000.000,00

Upah Rp. 136.000.000,00

PPN yang disetor Rp. 136.000.000,00

Hitunglah :

Depreciation Expenses mengacu ketentuan Pasal 11 UU PPh berdasarkan metode saldo

menurun untuk tahun pajak 2001 dan 2002 apabila Kurs US$ 1 pada saat impor

menurut MenKeu adalah Rp. 11.200,00 sedangkan kurs tengah Bank Indonesia adalah

Rp. 11.250,00.

Other Income / Other Expenses

Nilai yang harus tersaji pada kredit Neraca persidangan 31 Desember 2002 untuk Akun

Selisih Lebih Revaluasi apabila appraisal menetapkan harga pasar wajar adalah 60% dari

Nilai Buku Fiskal / Harga Perolehan persidangan 1 Juli 2002.

Besarnya pajak yang harus disetor ke Kas Negara tahun 2001 dan 2002.

KETERANGAN 1998

Rp.

1999

Rp.

2000

Rp.

2001

Rp.

Sebelum

Taksiran

Penghasilan (1)

Tetap Waktu

Depresiasi

Amortisasi

Jangka panjang

Laba penjualan

Aktiva tetap

Laba kena pajak

(rugi fiskal)

Koreksi Rugi Fiskal 98

Akumulasi rugi fiskal

Kompensasi rugi fiskal

Laba Kena Pajak

Setelah

281.016.197

193.760.711

(1.651.284.096)

(140.950.000)

-

(1.317.457.188)

(1.317.457.188)

1.744.896.931

(184.165.478)

(2.483.732.180)

145.118.000

(777.882.727)

284.081.992

(1.811.257.923)

4.710.914.985

298.270.907

(666.162.560)

(4.168.000)

(34.340.018)

4.304.515.314

(1.811.257.923)

2.493.257.391

739.227.110

8.138.674.266

678.169.925

(6.960.033.671)

(274.667.212)

15.502.201.650

15.502.210.650

4.641.913.000

Page 83: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

83

Kompensasi

Taksiran Pajak

Penghasilan (2)

Laba (rugi)

Bersih-Komersial

(1) – (2)

281.016.197

1.744.896.931

3.971.687.885

3.496.761.266

SOAL 2 (PSAK) 46

PT. ARTHA didirikan pada tahun 1998 data laporan keuangan perusahaan adalah

sebagai berikut :

1. PT. MERDEKA bergerak di bidang usaha persewaan ruangan kantor melakukan

kegiatan sebagai berikut :

Pada 1 Mei tahun 1999 membeli 5 (lima) buah kendaraan semuanya untuk

operasional dan antar jemput pegawai, harga satu kendaraan Rp. 150.000.000,00

secara akuntansi disusutkan dengan metode garis lurus, taksiran umur 5 tahun

tanpa nilai residu. Penyusutan Fiskal saldo menurun.

Pada tanggal 1 November 2003 :

3 (tiga) buah kemdaraan diambil oleh pemegang saham (tidak dibayar)

1 (satu) buah kendaraan dibeli oleh pegawai bukan pemegang saham dengan harga

Rp. 12.000.000,00

1 (satu) buah kendaraan dijual secara tunai laku Rp. 60.000.000,00

Diminta :

Hitung penyusutan untuk tahun 2003 !

Hitung keuntungan (kerugian) pengalihan kendaraan tersebut !

Bagaimana perlakuan perpajakannya atas transaksi pengalihan kendaraan tersebut?

Page 84: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 84

2. PT. MERDEKA melakukan usaha dalam bidang industri keramik menyewa gedung

pabrik dan kantor di Industri dan kantor di ERA 2000 Bekasi. Pada tanggal 1 Mei

1999 melakukan impor mesin pabrik seharga US$ 4,000,000 termasuk bea masuk,

bea pengangkutan, dan bea pemasangan dan sebagainya. Harga perolehan mesin

tersebut sebesar Rp. 9.600.000.000,00.

Mesin tersebut termasuk kelompok 3 (tiga) metode penyusutan saldo menurun.

Pada awal tahun 2003 (1 Januari 2003), mesin tersebut dilakukan penilaian kembali

dengan harga pasar wajar berdasarkan penilai sebesar Rp. 12.000.000.000,00.

Rugi Fiskal (dalam ribuan rupiah) persidangan 31 Desember 2002 :

Tahun SPT PPh SKP Keputusan

Keberatan

Putusan

Pengadilan Pajak

1997

1998

1999

2000

2001

2002

300.000

500.000

1.800.000

1.000.000

1.600.000

1.400.000

Nihil

200.000

600.000

400.000

----

----

Nihil

200.000

1.000.000

----

----

----

250.000

350.000

----

----

----

----

Diminta :

Hitung penyusutan Fiskal dan Nilai Buku Fiskal persidangan 1 Januari 2003 !

Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan pada akhir tahun 2002 !

Hitung selisih lebih penilaian kembali dan PPh-nya !

Apabila PT. MERDEKA bermaksud tidak mengkompensasikan Rugi Fiskal pada

selisih lebih Revaluasi, teapi pada laba tahun 2003, boleh apa tidak ?

MERDEKA, Inc, berkedudukan di Jepang, pada awal tahun 1999 menyetor modal

sebesar US$ 1.000.000 (satu juta US$) Kurs tengah BI persidangan US$ sebesar

Rp. 2.200.000 ke PT. DINO Indonesia (pembukuan rupiah).

Page 85: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

85

Pada tanggal 11 Oktober 2003, MERDEKA, Inc menjual saham PT. DINO Indonesia

ke LCH Ltd. Singapura dengan harga US$ 600,000 (enam ratus ribu US$), Kurs

tengah BI persidangan US$ = Rp. 9.000,00.

Bagaimana cara pengenaan pajaknya atas transaksi tersebut ?

Berapa PPh Yang harus dan siapa yang harus membayarnya ?

3. Pada tanggal 1 Maret 1997, PT. MERDEKA (pembukuan rupiah) mendapat

pinjaman US$ 10.000.000 (sepuluh juta US$) – dari BCA Jakarta, dirupiahkan

dengan Kurs Rp. 2.400,00 Persidangan US$, untuk membeli hotel.

Harga tanah 40% dan harga Bangunan Hotel 60%.

Rugi Laba kurs diakui tiap-tiap akhir tahun berdasarkan Kurs tengah BI.

Tanggal Kurs Tengah BI

Per 1 US$

31-12-1997 Rp. 4.650,00

31-12-1998 Rp. 8.025,00

31-12-1999 Rp. 7.100,00

31-12-2000 Rp. 9.595,00

31-12-2001 Rp. 10.400,00

Bunga selalu dibayar, tetapi hutang pokok tidak pernah diangsur (dibayar).

Pada akhir tahun 2001 PT MERDEKA menyatakan tidak sanggup membayar lagi.

Dengan melalui PRAKASA JAKARTA atau KKSK diadakan restrukturisasi utang

dengan cara pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang (DEBT TO

ASSET SWAP) yaitu Hotel (tanah dan gedung) diserahkan ke BCA untuk

penyelesaian utang yang dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2002, bunga 2002

tidak dihitung dengan posisi utang persidangan 31 Desember 2001.

Harga pasar hotel tersebut 31 Desember 2002 sebesar Rp. 50.000.000.000,00 dan

Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp. 20.000.000,00.

Page 86: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 86

Pertanyaan :

Hitung nilai buku Fiskal tanah dan bangunan hotel persidangan 31 Desember 2001 !

Hitung jumlah hutang persidangan 31 Desember 2001 !

Bagaimana perlakuan perpajakan atas DEBT TO ASSET SWAP tersebut ?

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diperpanjangan karena

keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang paling lama 2 (dua) tahun;

Apabila setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud Wajib

Pajak belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana, maka jangka waktu

tersebut dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal

Pajak;

Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan diatas, maka nilai pengalihan harta

atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali

berdasarkan nilai pasar.

Ketentuan bagi pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan

pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran :

a) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta menerima sejumlah saham baru dari badan usaha yang menerima

pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan saham

baru tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan saham baru

dicatat sebesar nilai saham lama;

b) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yamh melakukan pengalihan

harta menerima sejumlah saham baru dan sejumlah uang dari badan usaha yang

menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas

penerimaan sejumlah uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan

Pajak Penghasilan dengan tarif umum;

c) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta tersebut dan pemegang

saham dimaksud memilih menjual sahamnya, maka :

Page 87: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

87

• atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan

capital gain yang diterima pemegang saham tersebut dan terhutang Pajak

Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

• atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang diterima

pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat

sepanjang pemegang saham yang bersangkutan menyelenggarakan

pembukuan.

Terhadap pengalihan harta berupa tanah dan / atau bangunan dari Wajib Pajak

yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari

pengenaan PPh sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

1994 Jo PP 27 Tahun 1996.

Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan nilai buku

atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dengan

persyaratan dalam waktu 1 (satu) tahun sudah harus mengajukan pernyataan

pendaftaran kepada BAPEPAM untuk Intial Public Offering / Secondary Offering.

MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46MATERI AKUNTANSI PERPAJAKAN DAN PSAK 46

Berdasarkan data di bawah ini hitunglah koreksi fiskal laba bruto maksimum &

minimum apabila WP menggunakan metode LIFO.

Page 88: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 88

RINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIANRINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIANRINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIANRINCIAN PENJUALAN DAN PEMBELIAN

UNIT HARGA PER UNIT TANGGAL

PEMBELIAN PENJUALAN PEMBELIAN PENJUALAN KIRIM TERIMA

250

-

300

-

350

-

400

-

450

-

500

-

-

200

-

250

-

300

-

350

-

400

-

450

1.000.000

-

1.100.000

-

1.200.000

-

1.300.000

-

1.350.000

-

1.400.000

-

-

1.250.000

-

1.350.000

-

1.450.000

-

1.500.000

-

1.600.000

-

1.650.000

2 / 1 / 02

3 / 2 / 02

4 / 3 / 02

5 / 4 / 02

6 / 5 / 02

7 / 6 / 02

8 / 7 / 02

9 / 8 / 02

2 / 11 / 02

3 / 11 / 02

4 / 12 / 02

5 / 12 / 02

17 / 2 / 02

18 / 3 / 02

19 / 4 / 02

20 / 5 / 02

21 / 6 / 02

22 / 7 / 02

23 / 8 / 02

24 / 9 / 02

25 / 1 / 03

26 / 1 / 03

27 / 1 / 03

28 / 1 / 03

2.250 1.950

Syarat penjualan untuk pengiriman bulan Februari, Juni, Nopember, 2002 adalah f.o.b.

Destination

Syarat penjualan untuk pengiriman bulan April, Agustus, dan Desember 2002 adalah

f.o.b. Shipping point.

Syarat pembelian untuk pengiriman bulan Januari, Mei dan Nopember 2002 adalah

f.o.b. Shipping point.

Syarat pengiriman untuk bulan Maret, Juli dan Desember 2002 adalah f.o.b.

Destination

Persediaan akhir tahun 2001 yang tersedia di gudang sejumlah 300 unit @ Rp.

1.000.000,- termasuk 100 unit merupakan barang konsinyasi (consigment goods) dan 50

unit merupakan barang yang dipisahkan (segregated goods).

Page 89: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

89

Berdasarkan data di bawah ini hitunglah besarnya koreksi fiskal maksimum dan

minimum apabila Wajib Pajak dalam menghitung Cost of Goods menggunakan metode

LIFO dengan sistem pencatatan berdasarkan physical :

2. Berdasarkan data di bawah ini hitunglah besarnya koreksi fiskal maksimum dan

minimum apabila Wajib Pajak dalam menghitung Cost of Goods menggunakan

metode LIFO dengan sistem pencatatan berdasar physical :

Cost / Unit

(Rp.)

MARKET / Unit

(Rp.)

UNIT

Beginning Inventory

Purchases

Sales

Purchases

Sales

Purchases

10.000.000

12.000.000

-

13.000.000

-

14.000.000

10.500.000

-

13.000.000

-

15.000.000

-

200

400

500

300

200

100

3. Berdasarkan data aktiva tetap yang dimiliki PT. Artha (transferor Company)

dibawah ini hitunglah besarnya Depreciation Expenses (menggunakan metode

Saldo menurun) untuk tahun pajak 2002 sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh

bagi PT.Widya yang merupakan Acquiring Company dan pajak terutang pada saat

pengalihan apabila pada saat merger (1 Juli 2002) penggunaan book valus telah

mendapat persetujuan dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Nomor.

AKTIVA TETAP 1-7-2002 YANG DIALIHKAN (jutaan Rp.)

JENIS AKTIVA TETAPJENIS AKTIVA TETAPJENIS AKTIVA TETAPJENIS AKTIVA TETAP Tahun BeliTahun BeliTahun BeliTahun Beli Harga Beli / Unit Harga Beli / Unit Harga Beli / Unit Harga Beli / Unit UnitUnitUnitUnit

Eks golongan 2

Eks golongan 3

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Bangunan Permanen

27-10-1994

24-12-1994

24-07-1998

04-06-1996

06-06-1997

11-08-1994

234

567

123

456

789

1.234

6

5

4

3

2

1

Page 90: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 90

SOAL 1

AKTIVA TETAP PER 1-1-2001 (dalam jutaan rupiah)

Jenis Aktiva TetapJenis Aktiva TetapJenis Aktiva TetapJenis Aktiva Tetap Tahun BeliTahun BeliTahun BeliTahun Beli Harga BeliHarga BeliHarga BeliHarga Beli UnitUnitUnitUnit

Eks Golongan 2

Eks Golongan 3

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Bangunan Permanen

27-10-1994

24-12-1992

24-07-1998

04-06-1996

06-06-1997

11-08-1993

1.234

5.678

123

456

789

4.321

6

5

4

3

2

1

Informasi lainnya berkaitan dengan aktiva tetap :

Satu unit aktiva tetap eks golongan 3 yang harga perolehannya Rp. 50 juta pada tanggal

11-08-2002 dijual seharga Rp. 30 juta.

Satu unit aktiva tetap kelompok 2 yang harga perolehannya Rp. 75 juta, pada tanggal 27

Oktober 2002 ditukar dengan yang baru (berdasarkan KMK No. 520 / KMK.04 / 2000

termasuk 3)

Untuk itu Wajib Pajak harus mengeluarkan lagi uang sejumlah Rp. 120 juta karena

harta yang diserahkan hanya dinilai seharga Rp. 40 juta.

Satu unit aktiva tetap eks golongan 2 yang dibeli dengan harga Rp. 175 juta, pada

tanggal 1-8-2002 terbakar. Sebagai penggantinya pada tanggal 24-12-2002 dilakukan

impor aktiva yang sejenis (termasuk kelompok 2 menurut Keputusan Menteri

Keuangan No. 520 / KMK.04 / 2000 Jo KMK 138 / KMK.08 / 2002) dengan

mengeluarkan uang dengan rincian sebagai berikut :

Cost insurance US$ 200.000

Bea Masuk 1%

PPN Impor 10%

PPh Pasal 22 2,5%

Biaya asuransi & pengangkutan dari pelabuhan ke pabrik Rp. 2.500.000

Biaya Pemasangan Rp. 5.000.000

Biaya penyelesaian dokumen impor dan lain-lain Rp. 5.000.000

Page 91: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

91

Aktiva eks golongan 2 yang tersisa pada tanggal 1 Juli 2001 dilakukan perbaikan untuk

menambah masa manfaat yang diperkirakan mampu mencapai tahun 2004 dengan

mengeluarkan biaya Rp. 110 juta (termasuk PPN)

Sejak tanggal 27 Oktober 2002 telah digunakan untuk kegiatan operasional satu unit

gedung kantor seluas 400 m2 yang dibangun sendiri dengan mengeluarkan dana

sejumlah Rp. 416 juta dengan rincian sebagai berikut :

Biaya bahan (material) Rp. 264.000.000,00

Upah Rp. 136.000.000,00

PPN yang disetor Rp. 136.000.000,00

Hitunglah :

Depreciation Expenses mengacu ketentuan Pasal 11 UU PPh berdasarkan metode saldo

menurun untuk tahun pajak 2001 dan 2002 apabila Kurs US$ 1 pada saat impor

menurut MenKeu adalah Rp. 11.200,00 sedangkan kurs tengah Bank Indonesia adalah

Rp. 11.250,00.

Other Income / Other Expenses

Nilai yang harus tersaji pada kredit Neraca persidangan 31 Desember 2002 untuk Akun

Selisih Lebih Revaluasi apabila appraisal menetapkan harga pasar wajar adalah 60% dari

Nilai Buku Fiskal / Harga Perolehan persidangan 1 Juli 2002.

Besarnya pajak yang harus disetor ke Kas Negara tahun 2001 dan 2002.

Page 92: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 92

SOAL 2 (PSAK) 46

PT. ARTHA didirikan pada tahun 1998 data laporan keuangan perusahaan adalah

sebagai berikut :

KETERANGANKETERANGANKETERANGANKETERANGAN 1998199819981998

Rp.Rp.Rp.Rp.

1999199919991999

Rp.Rp.Rp.Rp.

2000200020002000

Rp.Rp.Rp.Rp.

2001200120012001

RpRpRpRp....

Sebelum

Taksiran

Penghasilan (1)

Tetap waktu

Depresiasi

Amortisasi

jangka panjang

laba penjualan

Aktiva Tetap

Laba kena pajak

(rugi fiskal)

koreksi Rugi

Fiskal 98

Akumulasi rugi fiscal

Kompensasi rugi

fiskal

Laba Kena pajak

setelah

kompensasi

Taksiran Pajak

Penghasilan (2)

Laba (rugi)

Bersih-Komersial

(1) – (2)

281.016.197

193.760.711

(1.651.284.096)

(140.950.000)

-

(1.317.457.188)

(1.317.457.188)

281.016.197

1.744.896.931

(184.165.478)

(2.483.732.180)

145.118.000

(777.882.727)

284.081.992

(1.811.257.923)

1.744.896.931

4.710.914.985

298.270.907

(666.162.560)

(4.168.000)

(34.340.018)

4.304.515.314

(1.811.257.923)

2.493.257.391

739.227.110

3.971.687.885

8.138.674.266

678.169.925

(6.960.033.671)

(274.667.212)

15.502.201.650

15.502.210.650

4.641.913.000

3.496.761.266

Page 93: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

93

SOAL 3

1. PT. MERDEKA bergerak di bidang usaha persewaan ruangan kantor melakukan

kegiatan sebagai berikut :

Pada 1 Mei tahun 1999 membeli 5 (lima) buah kendaraan semuanya untuk

operasional dan antar jemput pegawai, harga satu kendaraan Rp. 150.000.000,00

secara akuntansi disusutkan dengan metode garis lurus, taksiran umur 5 tahun

tanpa nilai residu. Penyusutan Fiskal saldo menurun.

Pada tanggal 1 November 2003 :

3 (tiga) buah kendaraan diambil oleh pemegang saham (tidak dibayar)

1 (satu) buah kendaraan dibeli oleh pegawai bukan pemegang saham dengan harga

Rp. 12.000.000,00

1 (satu) buah kendaraan dijual secaar tunai laku Rp. 60.000.000,00

Diminta :

Hitung penyusutan untuk tahun 2003 !

Hitung keuntungan (kerugian) pengalihan kendaraan tersebut !

Bagaimana perlakuan perpajakannya atas transaksi pengalihan kendaraan tersebut?

2. PT. MERDEKA melakukan usaha dalam bidang industri keramik menyewa gedung

pabrik dan kantor di Industri dan kantor di ERA 2000 Bekasi, pada tanggal 1 Mei

1999 melakukan impor mesin pabrik seharga US$ 4,000,000 termasuk bea masuk,

bea pengangkutan, dan pemasangan dan sebagainya. Harga perolehan mesin

tersebut sebesar Rp. 9.600.000.000,00.

Mesin tersebut termasuk kelompok 3 (tiga) metode penyusutan saldo menurun.

Pada awal tahun 2003 (1 Januari 2003), mesin tersebut dilakukan penilaian kembali

dengan harga pasar wajar berdasarkan penilai sebesar Rp. 12.000.000.000,00.

Page 94: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 94

Rugi FISKAL(dalam ribuan rupiah) persidangan 31 Desember 2002 :

TahunTahunTahunTahun SPT PPhSPT PPhSPT PPhSPT PPh SKPSKPSKPSKP KeputusanKeputusanKeputusanKeputusan

KeberatanKeberatanKeberatanKeberatan

Putusan Putusan Putusan Putusan

Pengadilan PajakPengadilan PajakPengadilan PajakPengadilan Pajak

1997

1998

1999

2000

2001

2002

300.000

500.000

1.800.000

1.000.000

1.600.000

1.400.000

Nihil

200.000

600.000

400.000

----

----

Nihil

200.000

1.000.000

----

----

----

250.000

350.000

----

----

----

----

Diminta :

Hitung penyusutan Fiskal dan Nilai Buku Fiskal persidangan 1 Januari 2003 !

Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan pada akhir tahun 2002 !

Hitung selisih lebih penilaian kembali dan PPh-nya !

Apabila PT. MERDEKA bermaksud tidak mengkompensasikan Rugi Fiskal pada

selisih lebih Revaluasi, tetapi pada laba tahun 2003, boleh apa tidak ?

MERDEKA, Inc. berkedudukan di Jepang, pada awal tahun 1999 menyetor modal

sebesar US$ 1.000.000 (satu juta US$) Kurs tengah BI persidangan US$ sebesar

Rp. 2.200,00 ke PT. DINO Indonesia (pembukuan rupiah).

Pada tanggal 11 Oktober 2003, MERDEKA, Inc. menjual saham PT. DINO

Indonesia ke LCH Ltd. Singapura dengan harga US$ 600,000 (enam ratus ribu US$),

Kurs tengah BI persidangan US$ = Rp. 9.000,00.

Bagaimana cara pengenaan pajaknya atas transaksi tersebut?

Berapa PPh Yang harus dan siapa yang harus membayarnya ?

3. Pada tanggal 1 Maret 1997, PT. MERDEKA (pembukuan rupiah) mendapat

pinjaman US$ 10.000.000(sepuluh juta US$) – dari BCA Jakarta, dirupiahkan

dengan kurs Rp. 2.400,00 Persidangan US$, untuk membeli hotel.

Harga tanah 40% dan harga Bangunan Hotel 60%.

Page 95: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys

95

Rugi Laba kurs diakui tiap-tiap akhir tahun berdasarkan Kurs tengah BI.

Tanggal Kurs Tengah BI

Per 1 US$

31-12-1997 Rp. 4.650,00

31-12-1998 Rp. 8.025,00

31-12-1999 Rp. 7.100,00

31-12-2000 Rp. 9.595,00

31-12-2001 Rp. 10.400,00

Bunga selalu dibayar, tetapi hutang pokok tidak pernah diangsur (dibayar).

Pada akhir tahun 2001 PT. MERDEKA menyatakan tidak sanggup membayar lagi.

Dengan melalui PRAKASA JAKARTA atau KKSK diadakan restrukturisasi utang

dengan cara pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang (DEBT TO

ASSET SWAP) yaitu Hotel (tanah dan gedung) diserahkan ke BCA untuk

penyelesaian utang yang dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2002, bunga 2002

tidak dihitung dengan posisi utang persidangan 31 Desember 2001.

Harga pasar hotel tersebut 31 Desember 2002 sebesar Rp. 50.000.000.000,00 dan

Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp. 20.000.000,00.

Pertanyaan :

Hitung nilai buku Fiskal tanah dan bangunan hotel persidangan 31 Desember 2001 !

Hitung jumlah hutang persidangan 31 Desember 2001 !

Bagaimana perlakuan perpajakan atas DEBT TO ASS

Jangka waktu sebagaimana di maksud pada huruf a dapat diperpanjangan karena

keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang paling lama 2 (dua) tahun.

Apabila setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud Wajib Pajak

belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana, maka jangka waktu tersebut

dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan diatas, maka nilai pengalihan harta

atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali

berdasarkan nilai pasar.

Page 96: AKUNTANSI PERPAJAKAN 2010

Akuntansi Perpajakan

TaxSys 96

Ketentuan bagi pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemakaran;

a) apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta menerima sejumlah saham baru dari badan usaha yang menerima

pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan saham

baru tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan saham baru

dicatat sebesar saham lama.

b) Apabila pemegang saham dari badan yang melakukan pengalihan harta

menerima sejumlah saham baru dan sejumlah uang dari badan usaha yang

menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas

penerimaan sejumlah uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan

pajak Pajak Penghasilan dengan tarif umum.

c) Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan

harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta tersebut dan pemegang

saham dimaksud memilih menjual sahamnya, maka:

• Atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan

capital gain yang diterima pemegang saham tersebut dan terhutang pajak

penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

• Atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang

diterima pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya,

dengan syarat sepanjang pemegang saham yang bersangkutan

menyelenggarakan pembukuan.

Terhadap pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dari Wajib Pajak yang

memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari pengenaan PPh

sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 Jo 27 tahun

1996.

Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan nilai buku atas

pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dengan

persyaratan dalam waktu 1 (tahun) tahun sudah harus mengajukan pernyataan

pendaftaran kepada BAPEPAM untuk intial public offering/secondary offering.