akuntansi keuangan negara

11
MENILAI RESIKO PENGENDALIAN Menilai risiko pengendalian (assessing control risk) merupakan suatu proses mengevaluasi efektivitas pengendalian intern suatu entitas dalam mencegah atau mendeteksi salah saji yang material dalam laporan keuangan. Tujuan dari menilai resiko pengendalian (assessing controlis) adalah untuk membantu auditor dalalm membuat suatu pertimbangan mengenai resiko salah saji yang material dalam asersi laporan keuangan. Penilaian resiko pengendalian melibatkan pengevaluasian terhadap efetivitas dari (1) rancangan dan (2) pengoperasian pengendalian. Menilai resiko pengendalian juga membantu auditor dalam membuat keputusan mengenai sifat, waktu dan cakupan dari prosedur audit. Pada dasarnya pengujian pengendalian (test of control) menyediakan bukti sebagai bagian dari dasar yang memadai untuk mengeluarkan opini auditor. Resiko pengendalian, seperti komponen lain dalam model resiko audit, di nilai dalam asersi nilai keuangan individual. Sistem akuntansi berfokus pada pemrosesan transaksi, dan banyak aktifitas pengendalian berhubungan dengan pemrosesan suatu jenis transaksi tertentu. Oleh karena itu, adalah umum memulai dengan menilai resiko pengendalian atas asersi kelas transaksi seperti asersi keberadaan atau keterjadian, asersi kelengkapan, dan asersi penilaian serta alokasi untuk penjualan kredit dan penerimaan kas. Penilaian tersebut kemudian di kombinasikan dengan tepat dalam menilai risiko pengendalian untuk asersi saldo akun yang berhubungan yang di pengaruhi oleh kelas transaksi. Sebagai contoh, penilaian risiko pengendalian yang relevan untuk penjualan dan penerimaan kas di anggap memenuhi penilaian untuk asersi saldo piutang usaha. Adalah penting untuk mengingat bahwa penilaian risiko pengendalian di buat untuk asersi individual, bukan untuk pengendalian intern secara keseluruhan, komponen pengendalian intern individual, atau kebijakan atau prosedur individual. Dalam membuat penilaian risiko pengendalian untuk suatu asersi, adalah penting bagi auditor untuk : 1. Mempertimbangkan pengetahuan yang di peroleh dari prosedur untuk memperoleh suatu pemahaman mengenai apakan pengendalian yang berhubungan dengan asersi telah di rancang dan di terapkan dalam operasi oleh managemen entitas.

Upload: dewilinggarani

Post on 17-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

akn

TRANSCRIPT

Page 1: akuntansi keuangan negara

MENILAI RESIKO PENGENDALIAN           Menilai risiko pengendalian (assessing control risk) merupakan suatu proses mengevaluasi efektivitas pengendalian intern suatu entitas dalam mencegah atau mendeteksi salah saji yang material dalam laporan keuangan.Tujuan dari menilai resiko pengendalian (assessing controlis) adalah untuk membantu auditor dalalm membuat suatu pertimbangan mengenai resiko salah saji yang material dalam asersi laporan keuangan. Penilaian resiko pengendalian melibatkan pengevaluasian terhadap efetivitas dari (1) rancangan dan (2) pengoperasian pengendalian. Menilai resiko pengendalian juga membantu auditor dalam membuat keputusan mengenai sifat, waktu dan cakupan dari prosedur audit. Pada dasarnya pengujian pengendalian (test of control) menyediakan bukti sebagai bagian dari dasar yang memadai untuk mengeluarkan opini auditor.Resiko pengendalian, seperti komponen lain dalam model resiko audit, di nilai dalam asersi nilai keuangan individual. Sistem akuntansi berfokus pada pemrosesan transaksi, dan banyak aktifitas pengendalian berhubungan dengan pemrosesan suatu jenis transaksi tertentu. Oleh karena itu, adalah umum memulai dengan menilai resiko pengendalian atas asersi kelas transaksi seperti asersi keberadaan atau keterjadian, asersi kelengkapan, dan asersi penilaian serta alokasi untuk penjualan kredit dan penerimaan kas. Penilaian tersebut kemudian di kombinasikan dengan tepat dalam menilai risiko pengendalian untuk asersi saldo akun yang berhubungan yang di pengaruhi oleh kelas transaksi. Sebagai contoh, penilaian risiko pengendalian yang relevan untuk penjualan dan penerimaan kas di anggap memenuhi penilaian untuk asersi saldo piutang usaha. Adalah penting untuk mengingat bahwa penilaian risiko pengendalian di buat untuk asersi individual, bukan untuk pengendalian intern secara keseluruhan, komponen pengendalian intern individual, atau kebijakan atau prosedur individual.Dalam membuat penilaian risiko pengendalian untuk suatu asersi, adalah penting bagi auditor untuk :1.  Mempertimbangkan pengetahuan yang di peroleh dari prosedur untuk memperoleh suatu pemahaman mengenai apakan pengendalian yang berhubungan dengan asersi telah di rancang dan di terapkan dalam operasi oleh managemen entitas.2.  Mengidentifikasikan salah saji potensial yang dapat muncul dalam asersi entitas.3. Mengidentifikasikan pengendalian-pengendlian yang di perlukan yang mungkin akan mencagah atau  mendeteksi dan memperbaiki salah saji.4.  Melaksanakan pengujian pengendalian terhadap pengendalian-pengendalian yang di perlukan untuk menentukan efektifitas rancangan dan pengoperasian dari pengendalian-pengedalian tersebut.5.  Mengevaluasi bukti dan membuat penilaian.

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH( SPIP)

I. LATAR BELAKANG.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah membawa implikasi perlunya system pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Semua dapat dicapai jika seluruh penyelenggara Negara dari tingkat pimpinan sampai ditingkat

Page 2: akuntansi keuangan negara

pelaksana mampu melaksanakannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, dilaksanakan secara tertib, terkendali, efisien dan efektif.

Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah, yakni “Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”.

Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dengan latar belakang pemikiran tersebut, dikembangkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang berfungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan dan tolok ukur efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern, maka pada tanggal 28 Agustus 2008 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) untuk menjawab tantangan birokrasi pemerintahan di Indonesia dalam mengelola keuangan Negara.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) tersebut Unsur-unsurnya mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi :a. Lingkungan pengendalian Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

b. Penilaian risiko Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.

c. Kegiatan pengendalian Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwaarahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

d. Informasi dan komunikasi Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.

e. Pemantauan Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan

Page 3: akuntansi keuangan negara

memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

Untuk pelaksanaan tindak lanjut dari PP No. 60 tahun 2008 tentang SPIP tersebut, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 120/2536/SJ tanggal 25 Juni 2010, yang paling tidak berisi lima ietm pokok, yaitu meliputi :Meningkatkan efektivitas SPIP di lingkungan pemerintah daerah,Mempercepat penyusunan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengatur penyelenggaraan SPIP,Membentuk Satgas SPIP dalam rangka menjaga keberlangsungan penyelenggaraan SPIP,Pimpinan dan seluruh pegawai, agar mengikuti sosialisasi dan diklat SPIP, danUntuk kelancaran pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan agar bekerja sama dan bersinergi dengan BPKP.

II. ESENSI DAN SPIRIT SPIPEsensi dan Spirit yang mendasari PP yang diadopsi dari pengertian pengendalian intern menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) yang merincikan pengendalian intern ke dalam 5 unsur yakni : lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan/monitoring, yang kemudian dituangkan dalam Bab II PP No. 60 Tahun 2008 tersebut.

Satu hal yang menarik dalam konsep pengendalian intern menurut COSO ini adalah munculnya Aspek soft control yaitu aspek si pelaku sistem yang tercermin dalam komponen lingkungan pengendalian, antara lain integritas dan nilai etika, filosofis manajemen dan gaya operasi. Ini terlihat pada Pasal 5 PP-SPIP, ditegaskan bahwa “ Penegakan integritas dan nilai etika sekurang-kurangnya dilakukan dengan : menyusun dan menerapkan aturan perilaku; memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan Instansi Pemerintah; menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan ; dst. Penerapan integritas dan nilai etika perlu diterapkan suatu aturan perilaku yang berisi praktik yang dapat diterima dan praktik yang tidak dapat diterima termasuk benturan kepentingan.

Sebagai contoh, batasan “ucapan terimakasih” yang boleh diterima dari pihak yang menerima jasa pelayan birokrasi pemerintah memang cukup sulit untuk ditentukan dan dibuktikan dalam praktiknya. Hal ini mendorong unsur soft control ini juga perlu dibarengi dengan mekanisme pengawasan dan penerapan sanksi apabila terjadi pelanggaran etika.

Selain itu, diuraikan juga dalam pasal 7, mengenai aspek kepemimpinan yang kondusif antara lain komitmen pimpinan instansi pemerintah dalam mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan, menerapkan manajemen berbasis kinerja serta respon positif terhadap pelaporan terkait keuangan, penganggaran, program dan kegiatan.

Page 4: akuntansi keuangan negara

Untuk aspek hard controlnya, adalah berbagai kebijakan dan pedoman sebagai alat pengendali dalam manajemen pemerintahan. Salah satunya adalah kegiatan pengendalian yang terdiri dari beberapa item antara lain review atas kinerja instansi pemerintah, pengendalian atas pengelolaan sistem informasi, pengendalian fisik atas aset, penetapan dan review atas indikator dan ukuran kinerja serta pemisahan fungsi.

PP nomor 60 tahun 2008 ini juga merupakan langkah konkrit untuk membentuk internal control system artinya pengawasan by system. Siapapun pemegang amanah birokrasi pemerintahan, maka dengan sendirinya sistem yang akan melakukan pengawasan guna mencapai visi, misi dan tujuan organisasi dalam arti sempit dan mencapai visi, misi dan tujuan bernegara dalam arti seluas-luasnya sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya.

Ketika internal control system yang dijabarkan dalam SPIP bekerja secara otomatis melakukan fungsi pengawasan, maka setiap insan birokrasi pemerintah suka tidak suka akan bekerja “under control” /dibawah pengawasan system yang berlaku. Selanjutnya, apabila kondisi ini dipertahankan maka terciptalah internal control culture, artinya sistem pengendalian intern menjadi bagian dari budaya organisasi pemerintahan di Indonesia.

SPIP penting untuk dipahami tidak saja oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) namun juga ke seluruh komponen pelaku manajemen pemerintahan, seluruh jajaran PNS tanpa terkecuali untuk melindungi agar tidak terjerumus ke dalam salah urus manajemen atau mal adiminsitrasi bahkan “terpeleset” ke ranah Tindak Pidana Korupsi.

Melalui komitmen dan upaya nyata menerapkan SPIP secara konsisten dan berkesinambungan, kiranya SPIP menjadi suatu kebutuhan dan bahkan suatu budaya. Efektivitas SPIP sangat ditentukan oleh berhasil tidaknya SPIP menjelma menjadi internal control culture organisasi pemerintahan di Indonesia guna menciptakan good governance dan clean government.

III. PERKEMBANGAN SPIP1. Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan ;2. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat ;3. Keputusan Menteri PAN No. 30 Tahun 1994 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004: Unsur-unsur Waskat adalah : Pengorganisasian ; Personil ; Kebijakan ; Perencanaan ; Prosedur ; Pencatatan ; Pelaporan ; dan Reviu intern.4. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

IV. DASAR HUKUM SPIPUndang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara :• Pasal 55 ayat (4) : Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

Page 5: akuntansi keuangan negara

memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).• Pasal 58 ayat (1) dan (2) : Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh. SPI ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

V. PENGERTIAN SPI DAN SPIP1. Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (PP 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 1)

2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, (SPIP), adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (PP 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 2)

3. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Bab I Ps.1 angka 3).

VI. UNSUR – UNSUR SPIPA. Unsur Lingkungan Pengendalian.Adalah kondisi dalam instansi pemerintah yang mempengaruhi efektifitas pengendalian intern.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui :1. penegakan integritas dan nilai etika;2. komitmen terhadap kompetensi;3. kepemimpinan yang kondusif;4. pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;5. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;6. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;7. perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan8. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

B. Unsur Penilaian Resiko.Adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko,

Page 6: akuntansi keuangan negara

• Penilaian risiko terdiri atas:1. Identifikasi Risiko; dan2. Analisis Risiko.• Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:1. Tujuan Instansi Pemerintah; dan2. Tujuan pada tingkatan kegiatan.

Tujuan Instansi Pemerintah; memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu, dan wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:1. strategi operasional yang konsisten; dan2. strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko.Tujuan pada tingkatan kegiatan, sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:1. berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;2. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya;3. relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;4. mengandung unsur kriteria pengukuran;5. didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan6. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.

C. Unsur Kegiatan Pengendalian.Adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi resiko telah dilaksanakan secara efektif.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

• Karakteristik kegiatan Pengandalian1. kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah;2. kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;3. kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah;4. kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;5. prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan6. kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.

• Kegiatan Pengendalian terdiri dari :1. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;2. pembinaan sumber daya manusia;3. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

Page 7: akuntansi keuangan negara

4. pengendalian fisik atas aset;5. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;6. pemisahan fungsi;7. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;8. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;9. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;10. akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan11. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

D. Unsur Informasi Dan Komunikasi.Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balikPimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat, secara efektif.

Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif tersebut, pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya :1. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan2. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus ( Memanage Sistem Informasi ).

E. Unsur Pemantauan Pengendalian Intern.Adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern, melalui :1. Pemantauan Berkelanjutan,2. Evaluasi Terpisah, dan3. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

VII. PENGUATAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN SPIPMenteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing.

Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern dilakukan:1. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan2. Pembinaan penyelenggaraan SPIP.

Page 8: akuntansi keuangan negara

Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, melalui :1. Audit;2. Reviu;3. Evaluasi;4. Pemantauan; dan5. Kegiatan pengawasan lainnya.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tersebut, terdiri atas:1. BPKP;2. Inspektorat Jenderal;3. Inspektorat Provinsi;4. Inspektorat Kabupaten/Kota ;

Pembinaan Penyelenggaraan SPIP. dilakukan oleh BPKP, meliputi:1. Penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;2. Sosialisasi SPIP;3. Pendidikan dan pelatihan SPIP;4. Pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan

DAFTAR KEPUSTAKAAN1. UU No 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara2. PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pemerintahan Intern Pemerintah3. SE Kementerian Dalam Negeri No. 120/2536/SJ/ tanggal 25 juni 2010

****** ( Malang, 15 Desember 2010 ) ******