akuntansi dalam bingkai ekonomi

9
Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi: Political Economy of Accounting (PEA) & The Nature of Man Tugas Mata Kuliah Akuntansi Multiparadigma Oleh : Dedy Suryanto NIM 156020304111005 Ronald Samuel Blegur NIM 156020304111010 Iwan Fitrah NIM 156020304111013 Kelas BB Magister Sains Akuntansi Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Upload: iwan-fitrah

Post on 04-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit, tangible dan bebas dari nilai masyarakat (value-free) dimana akuntansi tersebut dipraktikkan.

TRANSCRIPT

Page 1: Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi

Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi:Political Economy of Accounting (PEA) &

The Nature of Man

Tugas Mata Kuliah Akuntansi Multiparadigma

Oleh :

Dedy Suryanto NIM 156020304111005

Ronald Samuel Blegur NIM 156020304111010

Iwan Fitrah NIM 156020304111013

Kelas BB

Magister Sains Akuntansi

Program Pascasarjana

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya

Malang

2015

Page 2: Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi

AKUNTANSI DALAM BINGKAI EKONOMI

Akuntansi secara tradisional dipahami dan diajarkan sebagai satu set prosedur

rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi, yaitu informasi.yang bermanfaat untuk

pengambilan keputusan dan pengendalian (Watts aan Zimmerman 1986; Horngren dan Foster

1991). Dalam pengertian ini, akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit,

tangible dan bebas dari nilai masyarakat (value-free) dimana akuntansi tersebut dipraktikkan.

Pandangan konvensional ini bukannya keliru, tetapi pandangan yang homogen kurang

menciptakan daya cipta. Peran para akuntan yang mengikuti pandangan konvensional melihat

akuntansi dalam pengertian yang sempit yang masih memfokuskan perhatiannya pada nilai

laporan keuangan untuk kepentingan para pemegang saham atau pemilik modal.

Sejak tahun 1980-an, mulai ada perhatian dari para peneliti akuntansi dalam

memahami nilai akuntansi dalam filosofisnya dan dalam pengertian yang lebih luas, misalnya

dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan  organisasi. Adanya perhatian semacam ini

berakibat akuntansi mulai dipahami sebagai entitas yang selalu berubah (an ever-r-changing

entry). Akuntansi tidak lagi dipandang sebagai produk jadi atau statis (a static or finished

product) dari suatu masyarakat, tetapi dipandang sebagai produk yang selalu mengalami

perubahan setiap waktu tergantung pada lingkungan dimana ia hidup dan dipraktekan. Oleh

karena itu telah banyak pemikir yang mencoba memberikan alternatif akuntansi.

1. Political Economy of Accounting (PEA)

Defenisi dari Political Economy of Accounting (PEA) adalah sebuah pendekatan

normatif, deskriptif, dan kritis terhadap penelitian akuntansi. Ia memberikan kerangka kerja

yang lebih luas dan lebih holistik dalam menganalisis dan memahami nilai dari laporan-

laporan akuntansi di dalam ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan PEA mencoba untuk

menjelaskan dan menerjemahkan peran dari laporan akuntansi dalam pendistribusian laba,

kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat. Teori Political Economy of Accounting, Tinker

(1980), menyatakan bahwa teori akuntansi mendapat kontribusi terbesar dari teori ekonomi

neoklasik (utility marjinalis). Sebagai contoh pada pemahaman laba (profit) dalam ranah

teori ekonomi neoklasik mengabaikan hubungan-hubungan sosial saat produksi.

Political Economy of Accounting (PEA) dalam penelitian akuntansi mampu

melihat fungsi akuntansi ke dalam struktur yang lebih luas dan lingkungan aturan main

(institutional environment) tempat akuntansi beroperasi (Cooper dan Sherer, 1984: 217).

Selain itu, penelitian akuntansi sebaiknya merefleksikan konteks sosial, politik dan konteks

ekonomi tempat akuntansi dipraktekkan (Cooper dan Sherer, 1984:225). Perspektif

Page 3: Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi

Political Economy of Accounting (PEA) dalam menilai kinerja perusahaan, dapat

diidentifikasi karakteristiknya sebagai berikut:

(1) PEA mengakui adanya kekuasaan dan konflik dalam masyarakat terhadap kinerja

perusahaan,

(2) PEA berusaha menggali sejarah spesifik dan aturan main (institutional) di mana

akuntansi dipraktikkan,

(3) PEA mengakui bahwa fungsi akuntansi yang dinamis dalam masyarakat dan tidak

terbebas dari motivasi manusia yang emansipatif (Cooper dan Sherer, 1984; 218-219),

(4) PEA mendorong khususnya pada Negara berkembang untuk meperhatikan perubahan

struktural ekonomi global dan domestik yang menggeser keseimbangan kekuatan antar

kepentingan berbeda (asing dan lokal), serta menciptakan iklim politik yang kondusif

bagi perubahan akuntansi (Rosser, 1993; 3),

(5) PEA berusaha menggali rasionalitas setiap individu dalam memenuhi kebutuhan, baik

sebagai bagian dari upaya akumulasi kekayaan pemilik modal atau upaya melegitimasi

sistem ekonomi politik (Andrianto dan Irianto, 2008; lihat juga Rosser, 1999; 1),

(6) PEA berusaha memahami kondisi perekonomian negara tempat akuntansi dipraktikkan

dalam rangka memastikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang adil (Andrianto dan

Irianto, 2008).

Pendekatan dalam Political Economy Accounting (PEA)

Pendekatan normatif, deskriptif dan kritis merupakan 3 (tiga) pendekatan dalam

PEA untuk penelitian akuntansi yang diharapkan bersifat lebih radikal jika dibandingkan

dengan pendekatan yang sudah lazim.

a. Pendekatan normatif;

Peneliti akuntansi harus menyatakan dengan jelas/eksplisit elemen normatif dalam

setiap rerangka yang diadopsinya, mmelalui pencantuman pilihan nilai peneliti

mengenai cara mengorganisasikan masyarakat (Robinson, 1964; Mattesich, 1978).

Peneliti akuntansi harus menyatakan secara eksplisit tentang elemen normatif dalam

penelitiannya, dimaksudkan untuk memfasilitasi koherensi dalam penelitian akuntansi

dan juga untuk mendorong peneliti supaya mengidentifikasi tujuan aktivitas mereka.

b. Pendekatan deskriptif;

Penelitian seperti itu merupakan upaya untuk mendeskripsikan dan

menginterpretasikan perilaku akuntansi dan akuntan dalam konteks institusi,

masyarakat, dan struktur politik, serta nilai kultural masyarakat di mana hal-hal tersebut

secara historis berada.

Page 4: Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi

c. Pendekatan kritis;

Sebagai subyek yang relatif baru, mungkin tidak mengherankan bahwa riset akuntansi

tidak sereflektif ilmu sosial lainnya (misal, kritik teori organisasi konvensional

ditemukan di Burrell dan Morgan, 1979). Karena itu, jika ada masalah besar dalam

akuntansi, katakanlah sebuah orientasi yang besar bagi investor, maka perspektif kritis

di sini memperlihatkan bahwa masalah ini adalah refleksi orientasi masyarakat dan

untuk merubah praktek akuntansi dibutuhkan kesadaran dan perubahan sosial.

Krakteristik Political Economy Accounting (PEA)

D.J. Cooper dan M.J. Sherer menyajikan tiga karakteristik dari PEA sebagai berikut :

1. PEA hendaknya mengakui kekuatan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat dan

maka dari itu hendaknya berfokus pada dampak-dampak dari laporan akuntansi pada

pembedaan laba, kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat.

2. PEA hendaknya mengakui lingkungan historis dan institusional yang spesifik dari

masyarakat di mana ia beroperasi, yaitu bahwa

(a) ekonomi didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar,

(b) ketidaksetaraan (disequilibrium) merupakan suatu fitur permanen dari ekonomi, dan

(c) negara memainkan peran yang sangat penting dalam mengelola ekonomi, dalam

ketidakmampuan untuk mengendalikan tingkat pembelanjaannya, dalam melindungi

kepentingan-kepentingan komersial dari perusahaan-perusahaan besar, dalam

menjaga keharmonisan sosial dan legitimasinya sendiri, dan pada saat yang

bersamaan ikut campur tangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan akuntansi.

3. PEA hendaknya menerapkan pandangan yang lebih emansipatif akan motivasi manusia

dan peranan dari akuntansi. Akuntansi hendaknya diakui sebagai pelaku (agen) yang

memengaruhi dan menjadi penyebab dari baik motivasi maupun pengasingan dalam

pekerjaan dan pencarian kepentingan diri sendiri serta memainkan fungsi yang aktif

secara sosial daripada fungsi pasif.

2. The Nature of Man

Memahami perilaku manusia sangat penting untuk memahami bagaimana

organisasi berfungsi, apakah mereka menjadi perusahaan menghasilkan keuntungan di

sektor swasta, perusahaan nirlaba, atau instansi pemerintah dimaksudkan untuk melayani

"kepentingan umum." Kegunaan model sifat manusia tergantung pada kemampuannya

untuk menjelaskan berbagai fenomena sosial; uji model seperti itu adalah sejauh mana itu

konsisten dengan perilaku manusia yang diamati.

Page 5: Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi

Terdapat lima model alternatif perilaku manusia yang cukup sering digunakan,

yaitu:

• Model Memaksimalkan Akal, evaluatif (Remm)

• Model Ekonomi (atau Model Memaksimalkan Uang)

• Model Sosiologis (atau Model Korban Sosial)

• Model psikologis (atau Model Hirarki Kebutuhan)

• Model Politik (atau Model Agen sempurna

1. Resourceful, Evaluative, Maximizing Model: REMM

Terdapat 4 postulat yang menjelaskan REMM. Pertama, tiap individu memiliki

kepedulian terhadap berbagai sesuatu, seperti pengetahuan, kemerdekaan, penderitaan

orang lain, lingkungan, kehormatan, hubungan interpersonal, status, persetujuan rekan,

norma kelompok, budaya, kekayaan, aturan perilaku, cuaca, musik, seni, dan

sebagainya. Kedua, tiap individu selalu menginginkan lebih, dan tidak terbatas terhadap

semua hal. Ketiga, tiap individu berusaha memperoleh hasil maksimal dalam

memenuhi keinginan mereka.

2. The Economic Model of Human Behavior

Model ini merupakan versi reduktif Remm. Individu ini merupakan evaluator

dan maximizer, tetapi hanya memiliki satu kekurangan: pendapatan uang. Individu

akan berusaha mendapatkan kekayaan dan uang untuk memenuhi kebutuhan

ekonominya. Sehingga mereka cenderung egois dalam hal uang.

3. The Sociological Model of Human Behavior

Dalam model sosiologis, individu dipandang sebagai produk dari lingkungan

budaya mereka. Manusia sangat konvensional dan konformis, dan perilaku mereka

ditentukan oleh norma, kebiasaan, adat istiadat, dan tradisi masyarakat di mana mereka

lahir dan dibesarkan. Dalam model ini individu juga sering dipandang sebagai korban

sosial, sebuah konsep yang telah memperoleh penerimaan luas di banyak tempat.

(Sykes, 1992)

4. The Psychological Model of Human Behavior

Model psikologis adalah langkah menaiki tangga evolusi dari model sosiologis.

Seperti Remm, manusia dalam model ini adalah akal, mereka peduli, mereka memiliki

keinginan dan berusaha mencapainya. Tapi keinginan individu dipandang sebagai

sesuatu yang mutlak oleh yang lainnya. Oleh karena itu, substitusi atau trade-off bukan

bagian dari perilaku manusia individu. Mungkin formulasi yang paling terkenal dari

apa yang kita sebut model psikologis disediakan oleh AH Maslow. "Kebutuhan

Page 6: Akuntansi Dalam Bingkai Ekonomi

manusia," yang berarti kebutuhan akan suatu hal akan terjadi ketika hirearki kebutuhan

sebelumnya terpenuhi. Kebutuhan Maslow, dalam urutannya yaitu "kebutuhan

fisiologis (makanan, air), keamanan, cinta, dan aktualisasi diri

5. The Political Model of Human Behavior

Model ini mengevaluasi dan memaksimalkan dalam hal preferensi individu lain

terhadap mereka sendiri. Tidak seperti Remm, orang tersebut adalah agen yang

berusaha untuk memaksimalkan "kepentingan publik" daripada kesejahteraan sendiri.

Hal ini penting untuk membedakan antara altruisme (yaitu, kesediaan untuk

mengorbankan beberapa barang miliknya, waktu, atau kesejahteraan untuk kepentingan

orang lain).

Nature of Man menjelaskan sifat dan model alamiah manusia dalam bertindak, memilih

dan metuskan sesuatu hal, yang tidak lepas konteksnya sebagai makluk individu yang memiliki

ego, kebutuhan dan kepuasan yang harus dipenuhi, dan juga sebagai makluk social dalam

keterkaitannya berada di suatu komunitas/masyarakat yang memerlukan usaha dan pilihan-

pilihan tertentu untuk mencapai kesejahteraan, kenyamanan dan tujuan bersama.