akuntansi cabang dan pusat-cp
TRANSCRIPT
AKUNTANSI HUBUNGAN KANTOR PUSAT DAN KANTOR CABANG
Oleh: Cahyo Priyatno, SE, AK, CPMA, CA*)
*) Mahasiswa Program Magister Akuntansi Universitas Gajah Mada; Akuntan Profesional Ikatan Akuntan Indonesia,
Independent Advisor
Sifat dan jenis usahanya operasi kantor cabang, biasanya berada di bawah pengelolaan
seorang manajer cabang yang bertanggung jawab langsung kepada top manajemen di kantor
pusat. Administrasi yang lengkap terhadap aktiva yang ditempatkan dan hutang-hutang atau
kewajiban yang timbul di cabang juga diperlukan seperti halnya di kantor pusat. Meskipun
cabang berusaha dan bekerja sebagai unit yang berdiri sendiri, tetapi tetap dikontrol oleh
kantor pusat. Tingkat kebebasan berdiri sendiri yang diberikan kepada suatu cabang
ditetapkan oleh kantor pusat. Garis besar bekerjanya suatu cabang adalah sebagai berikut:
1. Cabang diberi modal kerja, baik berupa uang kas, barang-barang dagangan maupun aktiva
lainnya oleh kantor pusat.
2. Cabang dapat membeli barang dagangan dari pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan
permintaan barang-barang lokal yang tidak dapat dipenuhi oleh kantor pusat.
3. Cabang melakukan aktivitas penjualan, mulai dari usaha-usaha untuk mendapatkan
pembeli, mengirimkan barang atau menyerahkan jasa kepada langganan, membuat faktur
penjualan, menagih piutang dan menyimpan uangnya di dalam rekening banknya sendiri.
Sistem Akuntansi untuk Operasi Kantor Cabang
1. Sistem Sentralisasi
Pembukuan di kantor cabang diselenggarakan sepenuhnya oleh kantor pusat. Kantor
cabang cukup mengumpulkan dokumen-dokumen dasar atau bukti lain yang mendukung
terjadinya transaksi. Apabila laba (rugi) dari aktivitas cabang akan ditentukan terpisah dari
kegiatan kantor pusat. Sistem sentralisasi dilakukan dalam rangka penghematan biaya
administrasi, menjamin adanya keseragaman prosedur dan metode-metode pembukuan
yang diterapkan baik untuk kantor pusat maupun kantor cabang.
Contoh transaki hubungan antara kantor pusat dan cabang dengan system sentralisasi ini
1. Kantor pusat mengirim kas sebesar Rp. 200.000 untuk pembukaan kantor cabang. Kantor pusat mengirim kas sebesar Rp. 200.000 untuk pembukaan kantor cabang. Kas - Ktr Cabang Kas - Ktr Cabang 200.000 200.000
Kas (aktiva) Kas (aktiva) 200.000 200.000
2. Kantor cabang membeli aktiva tetap senilai Rp. 150.000 secara kredit. Kantor cabang membeli aktiva tetap senilai Rp. 150.000 secara kredit. Aktiva tetap - Ktr Cabang Aktiva tetap - Ktr Cabang 150.000 150.000
Kas Ktr.Cabang Kas Ktr.Cabang 150.000150.000
3. Pembelian barang dagangan semuanya secara kredit: Kantor Pusat Rp.1200.000, Pembelian barang dagangan semuanya secara kredit: Kantor Pusat Rp.1200.000, kantor cabang Rp. 800.000 kantor cabang Rp. 800.000
Persediaan Persediaan 1.200.000 1.200.000 Utang Dagang Utang Dagang 1.200.000 1.200.000
Persed. ktr cabang Persed. ktr cabang 800.000 800.000 Utang Dagang Utang Dagang 800.000 800.000
4. Pengiriman barang dagangan dari kantor pusat ke kantor cabang Rp. 275.000. Pengiriman barang dagangan dari kantor pusat ke kantor cabang Rp. 275.000. Persediaan-Ktr Cabang Persediaan-Ktr Cabang 275.000 275.000
Persediaan Persediaan 275.000 275.000
5. Penjualan barang semuanya dilakukan secara kredit: Kantor Pusat Rp.1500.000, Penjualan barang semuanya dilakukan secara kredit: Kantor Pusat Rp.1500.000, kantor cabang Rp. 700.000. Harga pokok atas barang dagangan yang dijual tersebut kantor cabang Rp. 700.000. Harga pokok atas barang dagangan yang dijual tersebut masing-masing Rp. 1000.000 dan Rp. 400.000. masing-masing Rp. 1000.000 dan Rp. 400.000.
Piutang dagang 1.500.000 Piutang dagang 1.500.000 Penjualan 1.500.000 Penjualan 1.500.000
HPP 1.000.000 HPP 1.000.000 Persediaan 1.000.000 Persediaan 1.000.000
Piutang dagang 700.000 Piutang dagang 700.000 Penjualan 700.000 Penjualan 700.000
HPP 400.000 HPP 400.000 Persediaan 400.000 Persediaan 400.000
6. Penagihan piutang dagang: Kantor Pusat Rp. 1300.000, Kantor Cabang Rp. Penagihan piutang dagang: Kantor Pusat Rp. 1300.000, Kantor Cabang Rp. 500.000. 500.000.
Kas 1.300.000 Kas 1.300.000 Piutang Dagang 1.300.000 Piutang Dagang 1.300.000 Kas 500.000 Kas 500.000
Piutang Dagang 500.000 Piutang Dagang 500.000
7. Sistem Desentralisasi
Dalam sistem ini, setiap cabang menyelenggarakan pembukuan atas transaksi yang terjadi
pada cabang yang bersangkutan secara lengkap. Biasanya susunan dan klasifikasi
rekening-rekening pembukuan pada tiap-tiap kantor cabang mengikuti dan sesuai dengan
susunan dan klasifikasi yang dipakai pada kantor pusatnya. Proses akuntansi pada kantor
cabang diselenggarakan seperti halnya pada perusahaan yang berdiri sendiri, kecuali
bahwa kantor cabang tidak menyelenggarakan rekening modal.
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Sistem Desentralisasi
1. Adanya rekening “R/K – Kantor Pusat” di dalam rekening-rekening pembukuan kantor
cabang dan “R/K – Kantor Cabang” di dalam rekening-rekening pembukuan Kantor Pusat.
2. Ada hubungan antara rekening-rekening pembukuan di kantor cabang dengan rekening-
rekening pembukuan di kantor pusat.
3. Hubungan antara cabang dengan kantor pusat akan tercermin dalam rekening buku besar
yang diselenggarakan oleh masing-masing pihak.
4. Transaksi intern atau transaksi kantor cabang dengan pihak ketiga dicatat oleh kantor
cabang pada rekening-rekening yang bersangkutan.
5. Pengaruh perubahan jumlah modal yang berasal dari pendapatan dan biaya yang terjadi di
cabang akan diikhtisarkan dalam Laporan Perhitungan Rugi-Laba cabang yang
bersangkutan.
6. Laba yang didapat oleh cabang berarti menambah jumlah investasi kantor pusat dan oleh
karenanya dikredit ke “R/K – Kantor Pusat” di dalam rekening-rekening pembukuan kantor
cabang, sedangkan kantor pusat akan mendebit rekening “R/K – Kantor Cabang” dengan
rekening lawan kredit pada Rugi – Laba Kantor Cabang.
7. Pengiriman barang dagangan oleh kantor pusat akan didebit ke “R/K – Kantor Pusat” dan
sebaliknya oleh kantor cabang jumlah tersebut akan dikredit ke “R/K – Kantor Pusat”.
2
Modifikasi Teknik Pencatatan
Penyajian data laporan keuangan harus informatif untuk kepentingan analisa laporan
keuangan, oleh karena itu hendaknya ada pemisahan di dalam pencatatan penanaman modal
oleh kantor pusat di cabang yang bersifat sementara.
Berdasarkan pokok pemikiran tersebut di atas, maka baik pada buku-buku Kantor Pusat
maupun buku-buku Kantor Cabang perlu diadakan pemisahan antara:
1. Rekening Kantor Pusat dan Kantor Cabang yang bersifat sementara
Dipakai untuk menampung transaksi-transaksi yang mengakibatkan hutang-piutang lancar
antara pusat dan cabang.
2. Rekening Kantor Pusat dan Kantor Cabang yang bersifat permanen
Dipakai untuk menampung transaksi-transaksi yang mengakibatkan hutang-piutang tetap
antara pusat dan cabang.
Kantor PusatKantor Pusat Kantor CabangKantor Cabang
R/K K. CabangR/K K. Cabang xxxxxx KasKas xxxxxx
KasKas xxxxxx R/K K. PusatR/K K. Pusat xxxxxx
R/K K. CabangR/K K. Cabang xxxxxx Pengiriman brg dr K. PusatPengiriman brg dr K. Pusat xxxxxx
Pengiriman brg ke K. Pengiriman brg ke K. cabangcabang
xxxxxx R/K K. PusatR/K K. Pusat xxxxxx
R/K K. CabangR/K K. Cabang xxxxxx BiayaBiaya xxxxxx
Biaya Biaya xxxxxx R/K K. PusatR/K K. Pusat xxxxxx
R/K K. CabangR/K K. Cabang xxxxxx Ikhtisar L/RIkhtisar L/R xxxxxx
L/R K. CabangL/R K. Cabang xxxxxx R/K K. PusatR/K K. Pusat xxxxxx
R/K K. CabangR/K K. Cabang xxxxxx KasKas xxxxxx
PiutangPiutang xxxxxx R/K K. PusatR/K K. Pusat xxxxxx
3
Laporan Keuangan Gabungan untuk Kantor Pusat dan Kantor Cabang
Laporan keuangan gabungan antara kantor pusat dan cabangnya, dimaksudkan untuk
memberikan gambaran tentang posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan sebagai satu
kesatuan ekonomi yang bulat, maka di dalam penyusunannya harus memperhatikan hal-hal
yang berikut:
1. Di dalam Neraca hanya disajikan aktiva dan hak-hak yang ada pada perusahaan dan
hutang-hutang atau kewajiban perusahaan yang lain kepada pihak-pihak di luar
perusahaan.
2. Di dalam Laporan Perhitungan Rugi-Laba, harus dihindarkan adanya perhitungan ganda
terhadap suatu pendapatan dan biaya yang sama.
Langkah-langkah penyusunan neraca gabungan:
1. Menghapuskan (mengeliminasi) saldo rekening “R/K – Kantor Pusat” dengan “R/K – Kantor
Cabang” dan saldo rekening “Hutang” dengan “Piutang kepada” antar kantor pusat dan
cabang, yang ada di dalam neraca individual kantor pusat maupun cabang.
2. Menjumlahkan (menggabungkan) saldo rekening-rekening aktiva, dan rekening-rekening
hutang yang terdapat dalam neraca individual kantor pusat dan cabangnya, sesuai dengan
kelompok masing-masing.
Langkah-langkah penyusunan laporan perhitungan Rugi-Laba gabungan
1. Menghapuskan (mengeliminasi) saldo rekening “Pengiriman Barang dari Kantor Pusat”
dengan “Pengiriman Barang ke Kantor Cabang” dan saldo rekening-rekening pendapatan
dengan biaya-biaya yang bersangkutan = yang diakui di dalam laporan perhitungan rugi-
laba individual kantor pusat dan cabang, sebagai akibat (konsekuensi) kebijaksanaan
sistem desentralisasi yang dilaksanakan.
2. Menjumlahkan (menggabungkan) saldo rekening-rekening pendapatan dan laba di luar
usaha, rekening-rekening biaya dan rugi di luar usaha yang terdapat dalam laporan rugi-
laba individual kantor pusat dan cabang, sesuai dengan kelompok masing-masing.
PERSOALAN-PERSOALAN KHUSUS
Pengiriman (Transfer) Uang Antar Cabang
Pengiriman uang antar cabang ini terjadi, apabila perusahaan mempunyai cabang lebih
dari satu. Pengendalian aktivitas tiap cabang bisa dilakukan kantor pusat dengan mengadakan
pembatasan-pembatasan yang menyangkut hubungan antara cabang tertentu dan cabang
lainnya. Pembatasan yang diadakan berhubungan dengan otorisasi terhadapat transaksi yang
terjadi antara cabang tertentu dengan cabang lainnya tersebut.
4
Rekening “proforma” antara cabang tertentu dengan cabang lainnya tidak perlu
diselenggarakan. Sedang untuk menampung transaksi antar cabang berdasar otorisasi dari
kantor pusat harus diperhitungkan oleh masing-masing cabang dengan kantor pusat.
Pengiriman Barang-barang Antar Cabang
Pengiriman barang antar cabang biasanya ada pada kantor pusat untuk otorisasinya.
Dalam hal pengiriman barang-barang dari kantor pusat ke suatu cabang biasanya ongkos
pengangkutan untuk barang tersebut diperhitungkan dan menjadi beban kantor cabang, yaitu
ditambahkan pada harga barang-barang yang bersangkutan.
Apabila terjadi pengiriman barang untuk cabang atas perintah kantor pusat, maka
perlakuan terhadap ongkos angkut diatur sebagai berikut:
1. Ongkos angkut barang-barang dari cabang tertentu ke cabang yang lain itu dibayar lebih
dulu oleh cabang yang mengirim dan nantinya akan diperhitungkan sebagai beban kantor
pusat.
2. Pembebanan ongkos angkut untuk cabang yang menerima barang kiriman itu
diperhitungkan sesuai dengan ongkos angkut apabila kantor pusat mengirimkan langsung
kepada cabang penerima.
Barang-barang untuk Cabang Dinota di atas Harga Pokok dan Harga Jual Eceran
Barang-barang yang dikirim oleh kantor pusat ke cabang-cabang yang dinota di atas
harga pokoknya, biasanya dilakukan salah satu dari dua macam harga yang berikut:
1. Dinota dengan tambahan % tertentu di atas harga pokok
Tujuan penentuan harga barang untuk cabang di atas harga pokoknya antara lain:
a. Untuk dapat mengontrol/mengendalikan para pejabat di cabang, sehingga dapat
diperoleh gambaran yang konkrit tentang hasil-hasil usahanya.
b. Untuk dapat menutup sebagian ongkos-ongkos pengurusan dan pengawasan serta
administrasi yang menyangkut hubungan antara Kantor Pusat dan Cabang.
2. Dinota dengan harga jual eceran
Tujuan pokok daripada teknik penentuan harga untuk cabang dengan harga-harga
penjualan eceran antara lain:
a. Untuk lebih memperketat kontrol dan mendapatkan informasi yang lengkap tentang
hasil-hasil operasi cabang.
b. Apabila ada laporan penjualan dari cabang, dapat segera diperkirakan saldo persediaan
yang ada di cabang tanpa menunggu sampai dengan laporan tentang persediaan itu
dibuat.
c. Mempermudah untuk mencocokkan di dalam mengadakan inventarisasi phisik barang
di cabang, di mana jumlah persediaan phsisik harus sama dengan perbedaan di antara
harga yang dinota oleh kantor pusat dikurangi penjualan bersih yang dilaporkan.
d. Melaksanakan kebijaksanaan harga jual yang sama terhadap beberapa daerah
pemasaran tertentu.
5
Laporan Keuangan Gabungan Apabila Barang-barang Cabang Dinota Diatas Harga
Pokok
Penyusunan laporan keuangan gabungan untuk barang yang dikirimkan antar cabang
dicatat dengan harga pokoknya, relatif lebih mudah. Apabila barang-barang untuk cabang
dinota dengan harga yang berbeda dari harga pokoknya, maka akan timbul persoalan-
persoalan khusus di dalam penyusunan laporan keuangan gabungan. Persoalan-persoalan
khusus yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Persediaan akhir barang-barang pada Neraca kantor cabang yang nilainya berbeda dari
harga pokok sebenarnya, harus dinyatakan kembali dalam nilai harga pokok semula agar
memungkinkan penyusunan neraca gabungan.
2. Persediaan awal dan akhir barang pada laporan perhitungan Rugi-Laba cabang harus
dinyatakan kembali dalam harga pokok yang sebenarnya.
3. Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan gabungan biasanya daftar lajur dibuat
atas dasar data neraca sisa dari pusat dan cabangnya.
CABANG-CABANG DI LUAR NEGERI
Ketentuan-ketentuan umum untuk menjabarkan rekening-rekening mata uang asing ke
dalam rupiah di Indonesia telah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pada setiap
tanggal neraca:
1. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan kedalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan
dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs yang ditetapkan
Bank Indonesia sebagai indicator yang objektif.
2. Pos nonmoneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca,
tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi.
3. Pos nonmeneter yang dinilai dengan wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan
dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat ini tersebut ditentukan.
Jual Beli dengan Pihak Luar Negeri
Dalam transaksi jual beli dengan pihak luar negeri, harga beli atau harga jual barang
dapat dinyatakan dalam mata uang asing dan atau mata uang dalam negeri. Akan tetapi
pembukuan terhadap transaksi tersebut tetap harus dinyatakan dengan satuan mata uang
dalam negeri. Adapun fluktuasi nilai tukar dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya,
dapat menyebabkan salah satu pihak yang mengadakan transaksi akan menderita rugi atau
memperoleh laba dari perubahan kurs. Di dalam akuntansi laba atau rugi karena perubahan
kurs dicatat dalam rekening “Selisih (beda) kurs”.
Rekening-rekening Neraca
6
1. Aktiva lancer
Kas, piutang dan aktiva lancar yang lain harus dijabarkan dengan nilai kurs yang berlaku
pada saat penyusunan neraca.
2. Aktiva tidak lancer
Harta tetap, investasi jangka panjang dan piutang jangka panjang harus dijabarkan dengan
kurs yang berlaku pada saat aktiva dibeli.
3. Hutang lancer
Hutang-hutang dalam mata uang asing harus dijabarkan dengan kurs yang berlaku pada
tanggal disusunnya neraca.
4. Hutang tidak lancer
Hutang tidak lancar atau hutang-hutang jangka panjang dalam mata uang asing harus
dijabarkan dengan kurs yang berlaku pada saat hutang tersebut terjadi.
5. Modal saham
Modal saham yang dinyatakan dalam mata uang asing harus dijabarkan dengan kurs pada
saat saham tersebut dikeluarkan.
Rekening-rekening Rugi-Laba:
1. Pendapatan dan Biaya-biaya
Rekening-rekening pendapatan dan biaya yang dinyatakan dalam mata uang asing harus
dijabarkan dengan kurs rata-rata.
2. Penyusutan aktiva tetap
Penyusutan atau depresiasi aktiva tetap harus disusun atas dasar nilai kurs yang berlaku
pada saat aktiva yang bersangkutan tersebut : dibeli, terjadi atau didirikan.
Penyusutan (depreciation) Aktiva Tetap
Penyusutan aktiva tetap harus disusun atas dasar nilai kurs yang berlaku pada saat
aktiva yang bersangkutan tersebut dibeli atau didirikan. Dalam pelaksanaan penjabaran saldo
rekening-rekening pembukuan Kantor Cabang di luar negeri perlu diperhatikan hal-hal yang
berikut:
a. Kurs yang digunakan untuk menjabarkan (translation rate)
b. Tanda-tanda tertentu yang digunakan oleh standar internasional
c. Pos atau rekening penyusunan seyogyanya dipisahkan tersendiri di dalam Laporan
Rugi Laba Cabang.
Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang di Luar
Negeri
1. Atas dasar laporan keuangan individual dari cabang, terlebih dahulu harus diadakan
penjabaran terhadap saldo rekening pembukuan kantor cabang menjadi saldo yang
dinyatakan dalam mata uang dalam negeri.
7
2. Proses penjabaran terhadap saldo rekening pembukuan cabang, dimulai dengan
mengambil dari angka-angka yang terdapat pada neraca saldo yang dipakai sebagai dasar
penyusunan neraca lajur.
3. Apabila hasil no (2) tidak seimbang, maka selisihnya ditampung dalam rekening
“Penyesuaian Kurs”.
4. Sebuah proses penjabaran terhadap saldo rekening pembukuan cabang selesai, kemudian
menyusun “daftar lajur gabungan”/
Penyusutan Aktiva Tetap
Dalam saldo rekening biaya penjualan dan biaya administrasi & umum, termasuk biaya
penyusutan alat-alat perlengkapan kantor dan gedung yang seharusnya dijabarkan tersendiri
sesuai dengan kurs pada saat terjadinya transaksi aktiva tetap itu didapat.
Selisih Penyesuaian Kurs
Apabila selisih penyesuaian kurs menunjukkan saldo sebelah “Debit” berarti merugikan
dan apabila menunjukkan saldo sebelah “Kredit” berarti menguntungkan. Laba atau rugi
karena selisih penyesuaian kurs dapat diperlakukan sebagai laba atau rugi untuk periode yang
bersangkutan. Akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa laba atau rugi dalam
penjabaran mata uang asing tersebut, sebenarnya belum terjadi atau belum direalisasi,
sehingga laba atau rugi tidak seharusnya diperlakukan sebagai laba atau rugi untuk periode
yang berjalan. Akan tetapi laba atau rugi itu harus diperlakukan sebagai laba yang masih akan
diterima atau sebaliknya sampai dengan jumlah itu disetor atau ditransfer ke kantor pusat.
Aspek Perpajakan
Berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh dari cabang di luar negeri, maka jenis
pajak yang terkait dengannya adalah PPh pasal 24. Yaitu sebuah ”fasilitas” dari pemerintah
agar setiap wajib pajak yang penghasilannya telahdikenakan pajak di luar negeri, ketika
penghasilan tersebut dibawa pulang ke Indonesia, dapat mengkreditkan (mengurangkan
kepada pajak yang terutang di akhir tahun) pajak yang telah dipotong di luar negeri tersebut.
Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah
(Ordinary Credit Method) di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah
yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dengan seluruh
Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan PPh yang terutang pada tahun berjalan, atau
maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam
negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena
Pajak). Penghasilan Kena Pajak tersebut tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak
bersifat fi nal. Dengan demikian, perhitungan PPh pasal 24 dilakukan dengan membandingkan
dua angka berikut ini (membandingkan antara angka di huruf a dengan angka dari huruf b).
Mana yang lebih kecil, itulah yang menjadi kredit pajak atau PPh pasal 24.Apabila penghasilan
8
dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan
untuk masing-masing Negara (Per Country Limitation). Dalam hal jumlah PPh yang dibayar
atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut
tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan
tidak dapat direstitusi.
Jurnal saat terkena pajak di luar negeri:
Uang Muka PPh pasal 24 xxxxx
Kas*) xxxxx
Untuk penyederhanaan diasumsikan bahwa pajak di luar negeri dibayar dari kas kantor
pusat di Indonesia. Jika pajak dibayar dari kas di kantor cabang luar negeri dan dilakukan
pelaporan konsolidasi antara laporan keuangan kantor pusat dan kantor cabang di luar negeri,
maka yang dikredit adalah perkiraan eliminasinya seperti contoh di atasJurnal saat
membayar/dipotong/dipungut pajak di dalam negeri:
Uang Muka PPh ps 22 xxxxx
Uang Muka PPh ps 23 xxxxx
Uang Muka PPh ps 25 xxxxx
Kas xxxxx
Jurnal di akhir tahun untuk mengakui pajak terutang yang dihitung dari laba fi skal:
Beban Pajak Kini*) xxxxx
Utang PPh Badan xxxxx
Beban Pajak Kini adalah perkiraan untuk mencatat/menyajikan be-sarnyapajak terutang
yang dilaporkan dalam SPT tahunan tahun berjalan, untuk membedakan dengan Beban
(Penghasilan) Pajak Tangguhan; sesuai dengan penerapan yang diwajibkan berdasarkan
standar akuntansi (PSAK) No. 46 tentang akuntansi pajak penghasilan
Jurnal offset kredit pajak di dalam negeri dan luar negeri:
Utang PPh Badan xxxxx
Kerugian Pajak LN xxxxx *)
Uang Muka PPh ps 22 xxxxx
Uang Muka PPh ps 23 xxxxx
Uang Muka PPh ps 24 xxxxx
Uang Muka PPh ps 25 xxxxx
Utang PPh 29 xxxxx
Kerugian Pajak Luar Negeri adalah perkiraan yang dibentuk untuk mencatat/menyajikan
besarnya Uang Muka PPh pasal 24 (pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri) yang lebih
9
besar dan berdasarkan perhitungan tidakdapat dikreditkan di Indonesia karena melebihi batas
maksimum yang boleh dikreditkan. Selisih pajak yang tidak dapat dikreditkan ini menurut
akuntansi disajikan di Laporan Laba Rugi pada tahun berjalan sebagai beban, namun beban ini
tidak diakui menurut fi skal sehingga harus dilakukan koreksi fi skal ketika menghitung
penghasilan kena pajak di akhir tahun.
10