aktivitas kitooligomer hasil reaksi enzimatik … = enzim hasil pekatan amonium sulfat 30% as80 =...
TRANSCRIPT
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PRODUKSI SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER SECARA ENZIMATIK
Senyawa-senyawa kitooligomer merupakan hasil hidrolisis substrat kitosan
menggunakan enzim kitosanase yang dihasilkan dari fermentasi kultur Bacillus
licheniformis MB2 pada media thermus cair yang mengandung koloidal kitosan
1% (Chasanah 2004). Berdasarkan pengujian kemampuan hidrolisis beberapa
preparat enzim kitosanase terhadap kitosan terlarut 1%, diperoleh beberapa
preparat enzim yang potensial untuk digunakan dalam memproduksi senyawa-
senyawa kitooligomer. Aktivitas beberapa peparat enzim disajikan dalam Tabel 5.
Berdasarkan aktivitas tersebut, dibuat konsentrasi enzim yang digunakan untuk
memproduksi senyawa-senyawa kitooligomer sebesar 0.005, 0.0085, 0.10 dan
0.17 Unit per miligram kitosan. Pemilihan besarnya konsentrasi enzim
berdasarkan perkiraan kemampuan enzim dalam menghasilkan produk reaksi
senyawa-senyawa kitooligomer dalam besaran unit tertentu yang telah
dilaporkan sebelumnya oleh Jeon dan Kim (2000).
Tabel 5 Aktivitas beberapa preparat enzim
Reaksi Aktivitas (U/ml)
Protein (mg/ml)
Aktivitas Spesifik (U/mg)
Yield (%)
FBS campuran FBS + Mn FBSp FBSp + Mn FBS + As30% FBS +AS 30% + Mn FBSp + As30% FBSp + AS30 + Mn AS 80 Enzim murni gabungan
0.025 0.034 0.042 0.030 0.021 0.027 0.018 0.026 0.927 0.052
0.309 0.311 0.309 0.326 0.343 0.336 0.339 0.398 0.250 0.033
0.081 0.108 0.136 0.092 0.062 0.079 0.054 0.066 3.696 1.573
100.00 100.65 100.00 105.50 111.00 108.74 109.71 128.80 80.91 10.68
Keterangan : FBS = Filtrat bebas sel FBSp = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60 oC. FBS + Mn = Filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM. AS30 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 30% AS80 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 80% dengan pengenceran 30 kali. Enzim murni = Enzim hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi hidrofobik
Berdasarkan hasil pada Tabel 5, enzim fraksi supernatan bebas sel yang
diproses lebih lanjut dengan pemanasan pada 60 oC selama 20 menit (FBSp)
44
mengalami peningkatan aktivitas dari 0.0025 IU/ml menjadi 0.0042 IU/ml, hasil
tersebut sesuai dengan hasil penelitian pandahuluan bahwa enzim dengan
perlakuan tersebut mengalami peningkatan aktivitas. Peningkatan aktivitas dapat
terjadi karena proses pemanasan pada 60oC selama 20 menit telah membuat
protein-protein yang tidak tahan panas terdenaturasi dan terpisah dari protein
enzim yang tahan panas. Akibat perlakuan tersebut keberadaan protein-protein
lain yang dapat mengganggu aktivitas enzim kitosanase dalam mendegradasi
substrat dapat dikurangi, sehingga enzim kitosanase dalam preparat FBSp
mengalami peningkatan aktivitas.
Preparat enzim murni gabungan dalam Tabel 5 nampak memiliki
persentasi yield dan aktivitas spesifik yang lebih kecil daripada preparat AS 80,
sebaiknya hasil tersebut memiliki nilai persentasi yield yang rendah tetapi
aktivitas spesifik yang lebih tinggi dari preparat enzim AS80. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh belum optimalnya proses pemurnian yang dilakukan, antara lain
terjadi kehilangan protein enzim kitosanase dalam proses pemurnian, sehingga
diperoleh aktivitas spesifik yang lebih kecil pada preparat enzim murni
dibandingkan dengan preparat enzim hasil pemekatan dengan garam amonium
sulfat (AS 80). Kemungkinan lainnya adalah enzim kitosanase mengalami
penurunan aktivitas selama penyimpanan pada 4oC. Data presentasi yield enzim
diperoleh dengan cara membandingkan kadar protein FBS campuran dan kadar
protein preparat enzim murni serta membandingkan kadar protein FBS campuran
dan kadar protein preparat AS80.
Berdasarkan identifikasi dengan senyawa-senyawa kitooligomer standar,
hasil reaksi berbagai preparat enzim dalam Tabel 5 dengan substrat kitosan 1%,
menghasilkan senyawa-senyawa kitooligomer yang berukuran mono sampai
heksamer. Untuk memantau produk reaksi berbagai preparat enzim tersebut
pada berbagai parameter nilai konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat,
konsentrasi substrat dan berbagai waktu inkubasi enzim dan substrat, sebagai
tahap awal dilakukan pengukuran konsentrasi glukosamin yang dapat
memprediksi laju terbentuknya senyawa-senyawa kitooligomer dari berbagai
reaksi yang dilakukan. Berbagai pola produksi glukosamin tersebut disajikan
pada beberapa grafik berikut :
45
Gambar 7 Hidrolisis kitosan tanpa enzim
Gambar 7 di atas memperlihatkan grafik pengaruh kondisi reaksi (suhu
70oC) terhadap substrat kitosan tanpa pemberian enzim. Kitosan dapat
terhidrolisis pada suhu 70oC setelah 1 (satu) jam inkubasi, dengan konsentrasi
glukosamin hasil hidrolisis mencapai sekitar 6 µg/ml. Gambar 8 sampai 12
memperlihatkan substrat kitosan yang diberi enzim kitosanase dari B.
Licheniformis MB2, ternyata memperlihatkan pola peningkatan produksi
glukosamin tujuh kali lebih tinggi daripada hasil hidrolisis tanpa adanya enzim
pada Gambar 7.
Grafik pada Gambar 8 memperlihatkan glukosamin akan diproduksi lebih
banyak pada preparat enzim yang menggunakan unit enzim per miligram kitosan
(konsentrasi enzim) yang lebih besar daripada preparat enzim dengan unit per
miligram kitosan yang lebih kecil dalam waktu inkubasi yang sama.
Gambar 8 Hidrólisis preparat enzim AS 0.0085 pada kitosan 1% dengan
Perbedaan konsentrasi enzim
012
34567
1 3 6 12 24
Lama inkubasi (jam)
ug/m
l glu
kosa
min
Kitosan
0
10
20
30
40
50
1 2 3 12
Lama inkubasi (jam)
ug/m
l Glu
kosa
min AS 0.0085 DD85
AS 0.17 DD85
46
Gambar 9 dan 10 berikut memberikan gambaran reaksi enzim dan substrat
dengan derajat deasetilasi yang lebih tinggi (90% dan 85%) dalam menghasilkan
produk glukosamin yang lebih tinggi daripada substrat yang memiliki derajat
deasetilasi lebih rendah yaitu 70%, hal ini disebabkan oleh kemudahan kerja
enzim untuk menghidrolisis substrat kitosan dengan kandungan gugus asetil
yang rendah daripada kandungan gugus asetil yang tinggi. Kemampuan hidrolisis
enzim kitosanase yang spesifik terhadap ikatan GlcNAc-NGlc atau NGlc-GlcNAc
dan ikatan NGlc-NGlc dalam polimer kitosan hanya memungkinkan enzim dapat
menghidrolisis substrat kitosan secara maksimum pada kitosan yang memiliki
derajat deasetilasi tinggi (kandungan gugus asetil yang rendah). Oleh karena itu
dihasilkan jumlah produk glukosamin yang lebih tinggi pada substrat dengan
derajat deasetilasi 90% dan 85% daripada substrat dengan derajat deasetilasi
70%. Hasil hidrolisis substrat dengan derajat deasetilasi rendah (substrat banyak
mengandung gugus asetil) menghasilkan produk N asetil glukosamin lebih tinggi
daripada glukosamin, tetapi produk tersebut tidak terukur pada metode yang
digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 9 Hidrólisis preparat enzim FBS 0.0085 dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi (DD)
272829303132333435363738
1 j 3 j 6 j
Waktu inkubasi (jam)
ug/m
l Glu
kosa
min
FBS 0.0085 DD85
FBS 0.0085 DD70
47
Gambar 10 Hidrólisis preparat enzim murni dengan kitosan yang berbeda derajat deasetilasi (DD)
Gambar 11 memperlihatkan reaksi enzimatik dengan konsentrasi enzim
dalam unit permiligram kitosan yang sama, tetapi menggunakan konsentrasi
substrat yang berbeda (1% dan 0.5%), menghasilkan pola produksi glukosamin
yang berbeda. Reaksi dengan substrat kitosan berkonsentrasi 1% menghasilkan
jumlah glukosamin yang lebih tinggi daripada reaksi dengan konsentrasi substrat
lebih rendah (0.5%) pada lama inkubasi 1 sampai 9 jam, setelah 12 jam terlihat
konsentrasi glukosamin hampir sama.
Gambar 11 Hidrólisis preparat enzim AS 0.0085 DD85 dengan konsentrasi kitosan 1% dan 0.5%.
Gambar 12 memberikan gambaran perbedaan jumlah produksi glukosamin
dari berbagai preparat enzim dengan konsentrasi enzim yang sama (0.0085 unit
permiligram kitosan) dan konsentrasi substrat yang sama (1%). Dari histogram
tersebut nampak produksi glukosamin tertinggi selama 1 (satu), 3 (tiga) dan 6
0
10
20
30
40
50
1 3 6 9
Lama inkubasi (jam)
ug/m
l glu
kosa
min
EM 0.0085 DD70
EM 0.0085 DD85
EM 0.0085 DD90
0
10
20
30
40
50
1 3 6 9 12 24
Waktu inkubasi (jam)
ug/m
l Glu
kosa
min
0.50%1%
48
(enam) jam terdapat pada preparat enzim kasar (FBS dan FBSMn). Preparat
hasil pemekatan dengan garam amonium sulfat (AS80) dan preparat enzim hasil
pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik memperlihatkan produksi
glukosamin yang lebih rendah. Tetapi, kedua preparat enzim hasil pemurnian
tersebut memperlihatkan pola kenaikan produksi glukosamin yang lebih baik,
sehingga dapat diprediksi bahwa apabila produksi monomer glukosamin tidak
terlalu tinggi, maka hasil hidrolisis enzim yang lebih banyak adalah senyawa-
senyawa kitooligomer. Hal ini dimungkinkan karena preparat enzim hasil
pemekatan dengan garam amonium sulfat (AS) dan preparat enzim hasil
pemurnian dengan kolom kromatografi hidrofobik (EM) merupakan enzim dengan
taraf kemurnian enzim yang lebih tinggi daripada preparat enzim kasar. Hal ini
disebabkan oleh telah terpisahkannya komponen protein yang lain selain protein
enzim kitosanase oleh proses pengendapan protein enzim dan pemurnian
protein enzim kitosanase. Oleh karena itu enzim kitosanase dalam preparat
enzim AS dan EM mampu bekerja lebih spesifik dan maksimal dalam
menghidrolisis kitosan, sehingga menghasilkan lebih banyak senyawa-senyawa
kitooligomer daripada monomer glukosamin.
Keterangan :
FBS 0.0085 = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC.
FBSMn = Filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl2 10 mM. AS 30% 0.0085 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 30%. AS 80% 0.0085 = Enzim hasil pekatan Amonium sulfat 80% dengan pengenceran 30 kali. EM 0.0085 = Enzim hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi hidrofobik. 1j,3j dan 6j = Lama inkubasi enzim dan substrat pada produksi kitooligomer .
Gambar 12 Konsentrasi glukosamin berbagai hidrolisat enzimatik
0
10
2030
40
50
FBS0.0085DD85
FBSMn AS 30%0.0085
AS 80%0.0085
EM 0.0085
Jenis hidrolisat enzim
ug/m
l Glu
kosa
min
1j 3 j 6
49
Dari grafik-grafik produksi glukosamin di atas diperoleh informasi bahwa
enzim kitosanase dapat menghidrolisis substrat kitosan dengan kecepatan yang
berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi enzim, derajat deasetilasi substrat
dan konsentrasi substrat yang digunakan. Yaitu bahwa penggunaan konsentrasi
enzim (unit/mg kitosan) yang lebih tinggi pada batas konsentrasi tertentu akan
cenderung menghasilkan jumlah glukosamin yang lebih tinggi dengan waktu
inkubasi yang dibutuhkan lebih cepat daripada menggunakan konsentrasi enzim
yang lebih rendah, hal ini sesuai dengan prinsip pola kinetika reaksi dari
Michaelis Menten, yaitu penggunaan konsentrasi enzim atau substrat akan
meningkat pada batas tertentu sebelum mencapai taraf jenuh, setelah taraf
tersebut produk reaksi menurun jumlahnya. Penggunaan substrat dengan derajat
deasetilasi yang lebih tinggi akan menghasilkan konsentrasi glukosamin yang
lebih tinggi dengan waktu yang lebih cepat dibanding jika menggunakan substrat
dengan derajat deasetilasi yang lebih rendah. Begitupula penggunaan
konsentrasi substrat yang lebih tinggi (dalam batas tertentu) akan menghasilkan
jumlah glukosamin lebih tinggi dengan waktu inkubasi yang lebih cepat dibanding
menggunakan substrat dengan konsentrasi lebih kecil.
Berdasarkan hasil analisis produksi glukosamin yang telah dijelaskan,
maka untuk keperluan pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit dan sel kanker,
digunakan senyawa-senyawa kitooligomer yang diproduksi selama 1 (satu) dan 3
(tiga) jam masing-masing untuk preparat FBS 0.0085 DD85, FBSMn 0.0085
DD85, AS 0.005 DD85, AS 0.0085 DD85, AS 0.10 DD85 dan AS 0.17 DD85,
sedangkan untuk preparat enzim murni digunakan senyawa-senyawa
kitooligomer yang diproduksi selama 6 dan 9 jam. Semua pengujian sampel
menggunakan jumlah konsentrasi yang sama, jadi yang akan dilihat
pengaruhnya adalah komposisi dari senyawa-senyawa kitooligomer dalam
hidrolisat reaksi enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit dan proliferasi sel
kanker.
Untuk keperluan produksi kitooligomer yang berasal dari enzim hasil
pemurnian, dilakukan pemurnian enzim kitosanase menggunakan filtrat bebas
sel yang sebelumnya telah diberi garam amonium sulfat 30% jenuh, metode
purifikasi enzim dilakukan dengan kromatografi kolom jenis HIC (Hidrophobic
Interaction Chromatography) dengan menggunakan matriks butil separose
sebagai fase diam dan bufer amonium sulfat sebagai fase gerak (Gambar 13).
50
Pemilihan metode purifikasi enzim pada jenis kromatografi kolom HIC
dengan menggunakan matriks butil separose tersebut berdasarkan hasil
penelitian Chasanah (2004), yang memperoleh hasil pemurnian terbaik untuk
enzim kitosanase dari kultur Bacillus licheniformis MB2 dengan menggunakan
metode purifikasi tersebut. Pemilihan metode HIC berdasarkan pada prinsip
kondisi enzim termostabil yang memiliki komposisi asam amino hidrofobik pada
permukaan strukturnya, sehingga membentuk hidrofobisitas permukaan (Vielle
dan Zeikus 2001). Metode HIC berdasarkan pada interaksi hidrofobik diantara
gugus non ionik yang berikatan dengan matriks yang inert dan gugus non ionik
protein yang dipisahkan (Roe 1993). Pengkondisian enzim terlebih dahulu
dengan garam amonium sulfat dimaksudkan untuk menguatkan interaksi
hidrofobik antara enzim dengan matriks butil separose dengan cara
mengeluarkan air dari gugus hidrofobik enzim. Pengikatan protein yang kuat
pada matriks dan kehilangan minimal protein enzim diperoleh pada konsentrasi
30% garam amonium sulfat (Chasanah 2004). Gugus non ionik (hidrofobik)
protein enzim dapat dilepaskan dari matriks dengan penambahan garam
amonium sulfat, untuk elusi protein target digunakan gradien 10% - 0% garam
amonium sulfat jenuh dalam bufer fosfat (Gambar 13).
Gambar 13 Hasil pemurnian enzim kitosanase menggunakan kromatografi kolom interaksi hidrofobik (HIC).
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Ka
da
r P
rote
in (
A-2
80
nm
)
0
2
4
6
8
10
12
Ak
tiv
ita
s E
nzi
m
aktivitas enzim Protein 280 nm gradien amonium sulfat
33 34 35
51
Fraksi protein enzim yang diperoleh dari hasil pemurnian dengan kolom
interaksi hidrofobik selanjutnya dilakukan elektroforesis SDS PAGE dengan
pewarnaan silver staining untuk mendeteksi fraksi-fraksi hasil kolom yang
memiliki tingkat kemurnian paling tinggi. Hasil Elektroforesis dengan pewarnaan
silver staining (Gambar 14), menunjukkan ada tiga pita tunggal yang terdeteksi,
yaitu pita dari fraksi 33, 34, dan 35 yang memiliki berat molekul 75 kilo dalton,
berat molekul enzim tersebut sesuai dengan hasil identifikasi berat molekul
enzim kitosanase murni yang diperoleh oleh Chasanah (2004). Fraksi-fraksi
tersebut memiliki aktivitas terhadap substrat 1% kitosan DD 85% masing-masing
sebesar 0.082; 0.101 dan 0.087 IU/ml. Berdasarkan deteksi kemurnian
enzim, maka fraksi 33, 34, dan 35 tersebut diambil dan dicampurkan, kemudian
diukur aktivitas hasil pencampuran fraksi-fraksi tersebut sebagai dasar untuk
digunakan dalam reaksi produksi senyawa-senyawa kitooligomer dengan
konsentrasi enzim yang dituju sebesar 0.0085 unit permiligram kitosan.
Gambar 14 Hasil deteksi kemurnian enzim menggunakan silver staining
B. FRAKSINASI HIDROLISAT SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER.
Senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan dari berbagai reaksi
preparat enzim dan substrat dipantau dengan menganalisis komposisi dan
konsentrasi senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat yang berukuran
berukuran mono sampai heksamer dengan menggunakan teknik kromatografi
dengan alat HPLC (Gambar 15 dan 16).
Hasil pengamatan pada Gambar 15 dan 16 tersebut memperlihatkan tidak
ada pengaruh yang cukup signifikan dari besarnya konsentrasi enzim terhadap
komposisi senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan, yaitu semua hidrolisat
yang berasal dari berbagai konsentrasi enzim ternyata menghasilkan produk
Marker 33 34 35
75 KDa 94
67
43 30 20,11 14,4
52
senyawa kitooligomer monomer (glukosamin) sampai tetramer yang tinggi dan
produk senyawa kitooligomer pentamer dan heksamer yang rendah. Produk
senyawa kitooligomer heptamer dan oktamer kemungkinan juga dihasilkan dari
hasil reaksi enzimatik yang dilakukan, namun karena keterbatasan senyawa
standar maka senyawa-senyawa tersebut tidak dapat diidentifikasi.
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, selama 1 jam. FBS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, selama 3 jam.
Gambar 15 Komposisi senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat FBS
0.0085 DD 85 1 jam dan 3 jam dengan substrat kitosan.
Keterangan : AS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 3 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium su lfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS 0.17 3j DD85 = hasil reaksi enzim dengan konsentrasi 0.17 U/mg kitosan DD85, 3 jam
Gambar 16 Komposisi senyawa-senyawa kitooligomer berbagai hidrolisat
dengan konsentrasi enzim 0.0085, 0.10 dan 0.17 Unit/mg kitosan.
0
2
4
6
8
10
12
monomer dimer trimer tetramer pentamer heksamer
unit senyawa kitooligomer
mg
/ml
FBS 0.0085 1j DD85
FBS 0.0085 3j DD85
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.54
monomer dimer trimer tetramer pentamer heksamer
Jenis Oligomer
mg
/ml
AS 0,0085 3j DD85
AS 0.10 3j DD85
AS 0.17 3j DD85
53
Berdasarkan hasil pengujian beberapa hidrolisat yang memiliki hasil uji
proliferasi sel limfosit dan anti proliferasi sel kanker cukup baik, dilakukan analisis
komposisi dan fraksinasi senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat-
hidrolisat tersebut. Perhitungan konsentrasi senyawa-senyawa kitooligomer pada
masing-masing hidrolisat setelah dianalisis dengan HPLC disajikan pada Gambar
17.
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1jam. FBS 0.0085 3j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentras0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. EM 0.0085 6j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentras 0.0085 U/mg kitosan DD90, selama 6 jam EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentras 0.0085 U/mg kitosan DD 90, selama 9 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentras 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. Std = Standar senyawa-senyawa kitooligomer dari Seikagaku, Jepang.
Gambar 17 Komposisi dan konsentrasi senyawa-senyawa kitooligomer
dalam berbagai hidrolisat
Hasil analisis komposisi senyawa-senyawa kitooligomer dari beberapa
hidrolisat pada Gambar 17 menunjukkan bahwa hidrolisat enzim murni (6 dan 9
jam) memiliki komposisi monomer sampai heksamer yang tinggi daripada
hidrolisat AS 0.10 3j DD85, FBS 0.0085 1j DD85, dan FBS 0.0085 3j DD85.
Komposisi dan konsentrasi senyawa–senyawa kitooligomer yang berbeda-beda
dapat menjawab terjadinya perbedaan respon uji hayati berbagai hidrolisat pada
pengujian proliferasi terhadap kultur sel limfosit dan sel kanker. Hasil ini diperkuat
oleh Tokoro et al. (1986); Kobayashi et al. (1990); dan Suzuki et al . (1992) yang
melaporkan senyawa-senyawa kitooligomer yang berasal dari kitin memiliki
0
5
10
15
20
25
30
monomer dimer trimer tetramer pentamer heksamer
Unit senyawa kitooligomer
Kon
sent
rasi
(mg/
ml)
std oligomerEM 0.0085 6j DD85EM 0.0085 9j DD85AS 0.10 3j DD85FBS 0.0085 1j DD85FBS 0.0085 3j DD85
54
aktivitas immunoenhancing atau anti kanker terbaik adalah senyawa kitooligomer
dengan unit heksamer.
C. AKTIVITAS SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT
Sel limfosit darah merupakan jenis sel yang tersuspensi dalam darah,
mudah diisolasi dan merupakan jenis sel yang sangat sensitif (Kresno 1996),
Oleh karena itu pengujian aktivitas komponen bioaktif secara in vitro dapat
dilakukan untuk menguji sifat sitotoksik suatu komponen bioaktif terhadap sel
limfosit. Hipotesis tentang pengaruh sitotoksik komponen uji terhadap sel limfosit
dapat diberlakukan juga untuk sel normal, sehingga apabila komponen bioaktif
yang diberikan ternyata tidak membunuh sel limfosit, dapat disimpulkan bahwa
komponen tersebut juga tidak bersifat sitotoksik bagi sel normal. Jika hal ini
tercapai, maka bahan bioaktif yang memiliki sifat tersebut merupakan bahan
yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat kemoterapi bagi penyakit
kanker, karena selama ini obat kemoterapi biasanya tidak hanya membunuh sel
kanker tetapi juga membunuh sel normal (Meiyanto et al. 2003).
Hidrolisat enzimatik yang mengandung campuran enzim dan senyawa-
senyawa kitooligomer (Tabel 6) digunakan untuk menguji aktivitas proliferasi
terhadap sel limfosit dan sel kanker.
Tabel 6 Konsentrasi enzim dari beberapa hidrolisat No. Hidrolisat Konsentrasi
(Unit/mg kitosan) 1. FBS 0.0085 2. FBSMn 0.0085 3. AS 0.005 0.005 4. AS 0.0085 0.0085 5. AS 0.10 0.10 6. AS 0.17 0.17 7. EM 0.0085 0.0085
Keterangan : FBS = Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC, konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan FBSMn = Fltrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM, konsentrasi 0.0085 unit/mg kitosan. AS 0.005 = Enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.005 unit/mg kitosan AS 0.0085 = Enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 unit/mg kitosan. AS 0.10 = Enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 unit/mg kitosan AS 0.17 = Enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.17 unit/mg kitosan EM 0.0085 = Enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan
Beberapa hidrolisat pada tahap awal dilakukan skrining pada beberapa
tingkat pengenceran (Gambar 18), untuk melihat aktivitas proliferasi terhadap sel
limfosit.
55
a.
b.
c.
d.
Gambar 18. Hasil pemilihan konsentrasi hidrolisat a) FBS 0.0085 3j DD85, b) EM 0.0085 6j DD90, c) AS 0.0085 3j DD85, dan d) AS 0.10 3j DD85 terhadap proliferasi sel limfosit
Hasil skrining terhadap hidrolisat dengan berbagai seri pengenceran
menunjukkan hidrolisat-hidrolisat dengan konsentrasi kitosan (DD 85%) pada 85
ì g/ml larutan atau 17 ìg/ml kultur ternyata telah menunjukkan adanya respon
0
20
40
60
80
100
120
140
160
10 17 25
Konsentrasi (ug/ml kultur)
% p
rolif
era
si
FBS 0.0085 3jDD85
FBS 0.0085 3jDD70
020406080
100120140160180
10 17 25Konsentrasi (ug/ml kultur)
% P
rolif
eras
i
EM 0.0085 6j DD90
020406080
100120140160180
10 17 25
Konsentrasi (ug/ml) kultur
% P
rolif
eras
i
AS 0.10 3j DD85
0
50
100
150
200
10 17 25
Konsentrasi (ug/ml) kultur
% P
rolif
eras
i
AS 0.0085 3j DD85
AS 0.0085 3j DD70
56
aktivitas proliferasi yang cukup baik terhadap sel limfosit dibanding penggunaan
hidrolisat berkonsentrasi lebih tinggi atau lebih rendah.
Tabel 7 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat terhadap proliferasi sel limfosit
% Proliferasi Hidrolisat dan konsentrasi enzim
(IU/mg kitosan)
Konsentrasi hidrolisat
(µg/ml kultur)
DD substrat (%DD)
Hidrolisat 1j
Hidrolisat 3j
AS 0.005 FBS 0.0085 FBSMn 0.0085 EM* 0.0085 AS 0.0085 AS 0.10 AS 0.17
17 17
17
17
17
17
17
85 70 85 70 85 70 85 90 70 85 90 70 85 90 70 85
- -
288.06 48.14 247.56 79.31 123.48 230.79 45.92 130.79 118.43 31.84 181.88 122.33 46.51
155.10
66.70 138.01 123.09 154.54 70.69
- -
184.54 162.47 169.00 132.03
96.04 144.23 118.99 100.25 142.52
Kontrol Con A PWM
- 17 17
100.00 184.47 205.27
Glukosamin Kitosan DD70 Kitosan DD 85 Kitosan DD 90 Kitosan DD 100
17 17 17 17 17
113.87 106.31 107.23 98.70 105.82
Enzim kitosanase Bromo deoksi -uridin
-
17
78.30
71.31 *Enzim murni inkubasi 6 jam berada pada kolom 1 jam, inkubasi 9 jam berada pada kolom 3 jam . Keterangan : FBS 0.0085 = filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC, FBSMn = filtrat bebas sel yang ditambah katalisator MnCl2 10 mM, AS 0.005 = enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.005 unit/mg kitosan DD85 AS 0.0085 = enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 unit/mg kitosan DD85 AS 0.10 = enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 unit/mg kitosan DD 85 As 0.17 = enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.17 unit/mg kitosan DD 85 EM 0.0085 = Hasil pemurnian pemurnian dengan unit 0.0085 U/mg kitosan DD90.
57
Con A = Mitogen Concanavalin A PWM = Mitogen Pokeweed Bromo deoksi uridin = Senyawa anti kanker komersial (Sigma). Kontrol = medium dan suspensi sel.
Menelaah hasil pengujian proliferasi sel limfosit pada Tabel 7, terlihat
berbagai hidrolisat enzim, substrat kitosan dengan berbagai derajat deasetilasi
(%DD), preparat enzim, senyawa anti kanker 2 - Bromo deoksi uridin (BrDu ) dan
mitogen Con A serta PWM memberikan respon % proliferasi limfosit yang
berbeda dengan kontrol, dimana preparat enzim dan senyawa anti kanker BrDu
ternyata tidak memacu proliferasi sel limfosit bahkan bersifat sitotoksik atau
membunuh sel limfosit. Fenomena respon sitotoksik ini juga ditemukan pada
beberapa hidrolisat dan umumnya respon ini ditemui pada hidrolisat yang
menggunakan substrat kitosan DD 70%, yaitu sebanyak (5 lima) buah hidrolisat
yang berasal dari inkubasi dengan substrat kitosan selama 1 (satu) jam dan 1
(satu) buah hidrolisat yang berasal dari inkubasi dengan substrat kitosan selama
3 (tiga) jam, fenomena sitotoksik dari hidrolisat yang menggunakan substrat
kitosan DD85 hanya ditemukan sebanyak 2 (dua) buah hidrolisat. Jumlah
perbandingan hidrolisat yang bersifat sitotoksik dibanding hidrolisat yang tidak
bersifat sitotoksik terhadap sel limfosit adalah 5 : 9 pada hidrolisat yang
dihasilkan selama 1 (satu) jam, dan 3 : 11 untuk hidrolisat yang dihasilkan
selama 3 (tiga) jam. Hasil perbandingan tersebut mencerminkan bahwa hidrolisat
yang diproduksi selama 3 (tiga) jam nampaknya lebih baik menstimulasi
proliferasi sel limfosit daripada hidrolisat yang diproduksi selama 1 (satu) jam, hal
ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan komposisi senyawa kitooligomer
mono sampai trimer yang lebih banyak daripada kandungan senyawa
kitooligomer tetra sampai heksamer pada hidrolisat yang diproduksi selama 3
(tiga) jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hidrolisat yang bersifat tidak
sitotoksik masih lebih besar jumlahnya dibanding hidrolisat yang bersifat
sitotoksik. Pengaruh hidrolisat yang bersifat sitotoksik didominasi oleh hidrolisat
yang menggunakan substrat kitosan DD 70%, tetapi kitosan DD 70% sendiri
beserta kitosan dengan derajat deasetilasi 85%, 90% dan 100% tidak bersifat
sitotoksik dan tidak menstimulasi proliferasi terhadap sel limfosit. Hal ini berarti
bahwa kitooligomer yang dihasilkan dari reaksi yang menggunakan substrat
kitosan DD 70% bersifat sitotoksik terhadap sel limfosit, karena hasil ini nampak
cukup berbeda dengan pengaruh senyawa-senyawa kitooligomer dalam
hidrolisat yang menggunakan derajat deasetilasi substrat DD 85% dan 90%
58
yang sebagian besar tidak memberi respon sitotoksik terhadap sel limfosit.
Kemungkinan sifat sitotoksik dari senyawa-senyawa kitooligomer yang berasal
dari degradasi kitosan DD70% disebabkan oleh konsentrasi senyawa-senyawa
kitooligomer bergugus asetil yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa-
senyawa kitooligomer bergugus asetil lebih rendah yang terdapat pada senyawa-
senyawa kitooligomer dalam hidrolisat yang menggunakan kitosan dengan
derajat deasetilasi lebih tinggi. Hipotesis ini terjawab dengan melihat kemampuan
stimulasi proliferasi oleh senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat FBS
0.0085 1j DD85 (hasil reaksi preparat enzim dari filtrat bebas sel yang telah
dipanaskan selama 20 menit 60 oC dengan substrat kitosan DD 85% selama 1
jam) memiliki % proliferasi sebesar 288.06%, hasil ini merupakan % proliferasi
sel limfosit yang tertinggi. Hasil ini memberi implikasi bahwa telah terjadi
peningkatan jumlah sel sebesar 2.88 kali dari jumlah sel awal 1 x 106 sel/ml.
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat FBSMn 0.0085 1j DD85 dan
hidrolisat EM 0.0085 6j DD90 dan EM 0.0085 9j DD90 masing-masing juga
menunjukkan kemampuan stimulasi proliferasi yang cukup tinggi dibandingkan
hidrolisat lainnya yaitu berturut-turut sebesar 247.56%, 230.79% dan 184.54%.
Tingginya proliferasi limfosit yang dihasilkan merupakan indikasi kemampuan
imunitas sel (Zakaria et al. 1997). Hipotesis terjadinya stimulasi proliferasi ini
dapat terjawab dengan membandingkan respon stimulasi proliferasi terhadap
hidrolisat yang mengandung campuran enzim dan senyawa-senyawa
kitooligomer dan respon sitotoksik terhadap senyawa kitooligomer murni yang
telah difraksinasi (Tabel 8). Fenomena berbeda yang ditemukan pada hidrolisat
yang tidak difraksinasi menunjukkan kemungkinan enzim kitosanase yang
berada dalam hidrolisat masih aktif dan bersifat bifungsional yaitu disamping
memiliki kemampuan mendegradasi kitosan menjadi unit-unit senyawa
kitooligomer juga memiliki kemampuan transglikosilasi, yaitu aktivitas untuk
menggabungkan kembali senyawa-senyawa kitooligomer yang telah dihidrolisis
oleh enzim kitosanase sehingga membentuk kembali polimer kitosan yang tidak
bersifat sitotoksik terhadap sel limfosit. Fenomena tersebut dimungkinkan karena
telah ditemukannya jenis enzim kitosanase bifungsional yang memiliki aktivitas
transglikosilasi tersebut. Hasil penelitian tentang enzim kitosanase dengan
aktivitas bifungsional saat ini masih sangat terbatas. Sifat bifungsional kitosanase
telah dilaporkan antara lain oleh Reyes dan Corona (1997) dan Tanabe et al.
59
(2003). Keberadaan enzim kitinase bifungsional juga telah dilaporkan oleh Wang
dan chan (1997) dan Xia et al. (2001).
Untuk memperjelas profil sel limfosit dari hasil aktivitas stimulasi proliferasi
sel limfosit oleh senyawa-senyawa kitooligomer campuran dalam hidrolisat EM
0.0085 6j DD 90 dibandingkan dengan aktivitas sitotoksik dari senyawa-senyawa
kitooligomer campuran dalam hidrolisat AS 0.0085 1j DD 70 serta kontrol
proliferasi limfosit diperlihatkan pada Gambar 19.
(a)
(b) (c)
Keterangan : (a) Profil sel tanpa sampel setelah inkubasi 3 hari. (b) Profil kultur sel limfosit yang mengalami pengaruh sitotoksik dari hidrolisat AS
0.0085 1j DD 70. (c) Profil kultur sel limfosit yang mengalami stimulasi proliferasi dari hidrolisat EM
0.0085 6j DD 90. Gambar 19 Profil sel limfosit pada pembesaran dengan inverted microscope 200 kali
60
Tabel 8 Aktivitas hasil fraksinasi senyawa-senyawa kitooligomer terhadap proliferasi sel limfosit
Sampel/ hidrolisat
Unit molekul Kitooligomer
Konsentrasi kitooligomer
(µg/ml kultur)
% Proliferasi
Kontrol Standar FBS 0.0085 1j DD85 FBS 0.0085 3j DD85 EM 0.0085 6j DD90 EM 0.0085 9j DD90 AS 0.10 3j DD85
- Trimer Tetramer Pentamer Heksamer Trimer Tetramer Pentamer Heksamer Trimer Tetramer Pentamer Heksamer Trimer Tetramer Pentamer Heksamer Trimer Tetramer Pentamer Heksamer Trimer Tetramer Pentamer Heksamer
17 17 17 17
17 17 17 17
17 17 17 17
17 17 17 17
17 17 17 17
17 17 17 17
100.00
69.11 70.61 78.87 84.24
98.85 140.50 120.71 140.07
79.17 81.64 72.87 73.87
66.73 70.31 69.62 80.93
69.78 72.97 73.83 74.52
72.48 72.82 72.63 71.83
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1 jam. FBS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. EM 0.0085 6j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 6 jam EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam AS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. Br-dU = 2-Bromo deoksi uridin (senyawa anti kanker komersial, Sigma) Standar = Senyawa-senyawa kitooligomer murni dari Seikagaku Corp,Jepang.
61
Hasil pengujian proliferasi limfosit dengan menggunakan sampel senyawa-
senyawa kitooligomer yang telah difraksinasi menjadi unit trimer - heksamer pada
Tabel 8, menunjukkan bahwa senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi
umumnya tidak dapat memacu proliferasi lebih baik daripada kontrol, Berarti
dapat disimpulkan bahwa senyawa-senyawa kitooligomer murni ternyata bersifat
sitotoksik terhadap sel limfosit. Fenomena ini dapat terjadi berdasarkan dugaan
bahwa senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi merupakan komponen
tunggal yang murni, sehingga tidak lagi mengandung enzim kitosanase
bifungsional yang kemungkinan memiliki aktivitas transglikosilasi (Reyes dan
Corona (1997) dan Tanabe et al. (2003)), yaitu mampu merepolimerisasi kembali
senyawa-senyawa kitooligomer menjadi polimer kitosan yang tidak bersifat
sitotoksik.
Kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat menstimulasi
proliferasi limfosit didukung oleh hasil penelitian Hertriyani (2005) yang
menemukan aktivitas proliferasi sel limfosit tertinggi terdapat pada hidrolisat yang
memiliki komposisi heksamer paling tinggi. Hasil ini didukung pula oleh laporan
Tokoro et al. (1986); Kobayashi et al. (1990); dan Suzuki et al. (1992) yang
melaporkan aktivitas immunoenhancing atau anti kanker terbaik adalah senyawa
kitooligosakarida dengan unit heksamer. Wu dan Tsai (2004) melaporkan
hidrolisat kitin yang mengandung kitooligomer dengan derajat polimerisasi 1-6
mampu menginduksi proliferasi dan sekresi IgM dari sel hibridoma manusia
HB4C5 secara in vitro, sedangkan secara in vivo hidrolisat ini mampu
meningkatkan sekresi IgG dan IgM.
Pada Tabel 9 diperlihatkan pengaruh inkubasi bersama antara senyawa-
senyawa kitooligomer hasil reaksi enzimatik dan mitogen pada kultur sel limfosit.
Secara umum terlihat pengaruh yang sinergis dari hasil pencampuran senyawa-
senyawa kitooligomer dalam hidrolisat, yaitu terjadi peningkatan % proliferasi sel
limfosit yang lebih tinggi bila dibandingkan pemb erian mitogen Concanavalin A
dan Pokeweed masing-masing secara tunggal. Mitogen adalah agen yang
mampu menginduksi pembelahan sel baik sel T maupun sel B dalam persentase
yang tinggi, aktivasi mitogen adalah tidak spesifik. Mitogen biasa dikenal sebagai
aktivator poliklonal karena dapat mengaktivasi banyak klon sel T atau sel B tanpa
tergantung pada spesifitas antigennya.
62
Tabel 9 Pengaruh inkubasi bersama hidrolisat kitooligomer dan mitogen terhadap proliferasi sel limfosit
% Stimulasi proliferasi Hidrolisat Mitogen Con A Mitogen PKW
FBS 0.0085 1j DD85 FBSMn 0.0085 1j DD85 AS 0.0085 D85 1j DD85 AS 0.10 1j DD85 AS 0.17 1j DD85 EM 0.0085 1j DD85 Con A PKW
215.90 198.57 207.12 268.43 218.96 116.39 184.48
-
263.90 196.56 308.26 267.14 318.77
- -
205.26
Menurut Herscowitz (1993) mitogen atau antigen tidak spesifik seperti Con
A dan PWM mempunyai daya mengaktifkan sejumlah besar limfosit-limfosit
tanpa memandang reaktifitas antigenik sel-sel yang bersangkutan. Hal ini terjadi
karena adanya gangguan pada membran yang diransang oleh ikatan silang
makromolekul permukaan tertentu yang meransang limfosit untuk membelah.
Mitogen PWM dapat mengaktifkan sel T dan sel B mencit dan manusia. Mitogen
Con A dapat meransang terjadinya transformasi blast subpopulasi sel limfosit T
(Bellanti, 1993). Transformasi blast atau perubahan menjadi blast adalah
sederetan peristiwa dimana sel-sel bertambah besar, nukleus membesar,
retikulum endoplasmik menjadi kasar dan tubulus mikro menjadi jelas, kecepatan
sintesis DNA bertambah dan terjadi mitosis.
Mekanisme umum terjadinya proses proliferasi dapat diduga berdasarkan
terikatnya polimer kitosan rantai pendek pada reseptor permukaan sel T dan sel
B. Pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel T bersama interleukin 1(IL-
1) dari APC (Antigen Presenting Cell) dapat mengaktivasi G-protein yang
kemudian memproduksi fosfolipase C. Enzim ini menghidrolisis fosfatidil inositol
bifosfat (PIP2) menjadi produk reaktif diasil gliserol (DAG) dan inositol trifosfat
(IP3). Reaksi tersebut berlangsung dalam membran plasma. IP3 kemudian
menstimulasi pelepasan Ca2+ ke dalam sitoplasma sehingga konsentrasi Ca 2+
meningkat. Peningkatan Ca2+ ini berperan penting dalam menstimulasi kerja
enzim protein kinase C dan 5-lipoxygenase. Protein kinase C menstimulasi
produksi interleukin-2 (IL-2), IL-2 ini kemudian mengaktivasi sel B maupun sel T
untuk berproliferasi (Tejasari 2000). Perbandingan hasil penelitian ini
dibandingkan dengan hasil penelitian lain, dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :
63
Tabel 10 Beberapa hasil penelitian proliferasi sel limfosit
No Sampel % proliferasi Referensi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ekstrak air kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) Teh daun cincau (Cyclea) Serbuk gel cincau (Cyclea) Bunga kumis kucing (Orthosimphon stamineus benth) Bunga knop (Gomphrena globosa L.) Hidrolisat kitooligomer kitin Hidrolisat kitooligomer (FBS 0.0085 1j DD85)
150
141
122
240
107
136
288
Puspaningrum 2003
Setiawati 2003
Setiawati 2003
Aquarini 2005
Aquarini 2005
Hertriyani 2005
(penelitian ini)
Berdasarkan hasil-hasil yang telah dilaporkan tersebut, nampak aktivitas
proliferasi sel limfosit dari senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
tertentu cukup baik, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa senyawa-senyawa
kitooligomer dalam hidrolisat yang berasal dari hasil reaksi enzimatik yang
menggunakan enzim kitosanase dari Bacillus licheniformis MB2 dengan
mengunakan substrat kitosan dengan derajat deasetilasi 85% dan 90% ternyata
tidak bersifat toksik bagi sel limfosit, bahkan mampu memacu proliferasi sel
limfosit. Tingginya proliferasi limfosit yang dihasilkan merupakan indikasi
kemampuan imunitas sel (Zakaria et al. 1997). Aktivitas senyawa-senyawa
kitooligomer terutama senyawa-senyawa kitooligomer murni yang ditemukan
toksik pada sel limfosit dapat diaplikasikan untuk menghambat proliferasi sel
kanker, walaupun model ideal untuk menemukan obat kanker potensial adalah
senyawa yang tidak membunuh sel normal tetapi dapat membunuh sel kanker.
Dengan dasar hasil tersebut, penelitian ini dilanjutkan untuk mengevaluasi
kemungkinan senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat dan hasil
fraksinasi memiliki aktivitas sebagai bahan anti kanker dengan melakukan
pengujian pada beberapa galur sel kanker.
64
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, diajukan beberapa saran berkaitan
dengan hasil yang telah diperoleh dari hasil pengujian senyawa-senyawa
kitooligomer dari hidrolisat enzimatik dan hasil fraksinasi terhadap aktivitas
proliferasi sel limfosit, yaitu perlu adanya pengujian aktivitas proliferasi sub sel
limfosit, misalnya terhadap aktivitas proliferasi sel B, sel TH, sel TC dan sel NK.
Diperlukan juga adanya pengujian aktivitas proliferasi pada sel/sistim imun lain,
misanya terhadap makrofag. Selanjutnya diperlukan klarifikasi sifat sitotoksik dari
senyawa-senyawa kitooligomer terutama yang telah terfraksinasi dengan
menggunakan parameter molekuler seluler, misalnya dengan menganalisis jenis-
jenis protein yang terekspresi setelah pemberian senyawa-senyawa kitooligomer
pada sel, sehingga diperoleh kesimpulan pengaruh kitooligomer terhadap sel
limfosit yang cukup akurat.
D. AKTIVITAS SENYAWA-SENYAWA KITOOLIGOMER TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER
Pengujian secara in vitro dapat digunakan untuk menduga respon tumor
terhadap suatu bahan uji sebagai anti tumor, dan hasil pendugaan ini akan
sangat berharga karena dapat ditemukan potensi suatu bahan uji sebagai obat
anti tumor. Pengujian suatu komponen kimia yang memiliki aktivitas anti tumor
dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara in vivo dan in vitro. Disebabkan uji
in vivo sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lama, maka dikembangkan
metode pengujian secara in vitro dengan menggunakan kultur sel kanker.
Pengujian aktivitas anti kanker secara in vitro dapat memberi informasi aktivitas
bahan yang diuji dalam menghambat proliferasi sel kanker. Hipotesis mengenai
efektivitas pengujian in vitro tergantung jenis sel yang digunakan, apabila
digunakan sel suspensi maka efektivitasnya mendekati pengujian secara in vivo
karena sel suspensi adalah sel yang tersuspensi dalam darah, sehingga bahan
uji yang diberikan akan mengalami kontak langsung dengan sel tersebut apabila
diberikan secara injeksi. Jika diberikan melalui oral, setelah melalui saluran
pencernaan akan langsung masuk dalam pembuluh darah, di dalam darah bahan
uji langsung dapat berinteraksi dengan sel – sel suspensi termasuk sel kanker
yang tersuspensi dalam darah. Berbeda dengan sel jenis selapis, interaksinya
dengan bahan uji memiliki efektivitas yang lebih rendah karena bahan uji yang
diberikan harus melalui pembuluh darah sebelum akhirnya sampai ke jaringan.
65
Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa efektivitas sebenarnya dari suatu
bahan uji dapat diketahui melalui cara pengujian in vitro dengan menggunakan
jenis sel suspensi.
Pengamatan pada penelitian ini adalah ketidakmampuan sel berproliferasi
akibat adanya bahan uji. Pengujian aktivitas proliferasi sel kanker dan sel normal
menggunakan metoda alamar blue atau metode MTT di dalam lempeng datar 96
sumur.
1.Hasil Pengujian Penghambatan Proliferasi Sel KR-4
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan metode MTT terhadap
kemampuan penghambatan proliferasi sel kanker terhadap galur sel KR-4
(lymphablastoid B), kitosan dan senyawa-senyawa kitooligomer campuran dalam
hidrolisat enzimatik ternyata memiliki aktivitas penghambatan terhadap proliferasi
sel KR4.
Hasil pengujian pendahuluan pada sel KR-4 menghasilkan informasi
konsentrasi efektif hidrolisat enzimatik yang mengandung senyawa-senyawa
kitooligomer terhadap aktivitas anti kanker adalah 17 ìg/ml kultur (Gambar 20),
nilai ini setara dengan nilai konsentrasi efektif yang digunakan dalam menguji
proliferasi sel limfosit. Selanjutnya konsentrasi ini menjadi dasar untuk digunakan
dalam pengujian selanjutnya pada jenis galur sel yang lain.
Gambar 20 Pengujian konsentrasi efektif untuk uji penghambatan proliferasi
Pada Gambar 21 diperlihatkan aktivitas penghambatan proliferasi sel KR-4
oleh beberapa hidrolisat yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer.
Hidrolisat AS 0.0085 1j DD85 ( reaksi enzim pekatan amonium sulfat 80% jenuh
dengan konsentrasi 0.0085 unit per miligram kitosan dengan kitosan DD85%
selama satu jam) memperlihatkan aktivitas penghambatan tertinggi sebesar
02468
101214
17 25
EM 0.0085 6j DD90 (ug/ml)kultur
% P
engh
amba
tan
66
12.27%, hasil ini hampir sama dengan aktivitas penghambatan oleh kitosan
dengan derajat deasetilasi 100% (kit D 100) sebesar 10.50%. Hasil tersebut
berarti telah terjadi pengurangan jumlah sel sebesar 12.27% oleh senyawa-
senyawa kitooligomer dalam hidrolisat dan 10.50% oleh kitosan, dari jumlah sel
awal sebanyak 1 x 106 sel/ml pada konsentrasi yang sama (17µg/ml kultur).
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1 jam. FBSMn 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan yang ditambah katalisator MnCl2 10 mM dengan kitosan DD85 selama 1 jam. FBSMn 0.0085 3j DD85 = hasil reaksi enzim dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM dengan kitosan DD85 selama 3 jam. AS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.0085 3j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 3 jam AS 0.0085 1j DD90 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD90, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS 0.10 3j DD90 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD90, 3 jam. EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam glukosamin = unit monomer dari senyawa-senyawa kitooligomer. kit DD100 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 100% kit DD85 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 85%
Gambar 21 Pengaruh pemberian senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat terhadap penghambatan proliferasi sel KR-4.
Hasil pengujian aktivitas penghambatan proliferasi yang tertinggi terhadap
sel KR-4 terdapat pada hidrolisat FBS 0.0085 3j DD85 dan AS 0.10 3j DD85.
Berdasarkan hasil analisis komposisi senyawa-senyawa kitooligomer dengan alat
kromatografi HPLC, ternyata hidrolisat FBS 0.0085 1j DD85 mengandung
0
2
4
6
8
10
12
14
FBS0.0085 1j
DD85
FBsMn0.0085 1j
DD 85
FBsMn0.0085 3j
DD 85
AS 0.00851j DD85
AS 0.00853j DD85
AS 0.00851j DD90
AS 0.10 3jDD85
AS 0.10 3jDD90
EM 0.00859j DD90
glukosamin kit DD100 kit D85
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
% P
engh
amba
tan
Prol
ifera
si
KR4
67
komposisi monomer sampai trimer yang tinggi dan komposisi pentamer dan
heksamer yang rendah, sedangkan hidrolisat AS 0.10 3 DD85 jam mengandung
komposisi monomer yang tinggi dan komposisi dimer sampai heksamer yang
rendah. Gambar 22 berikut memperlihatkan perbedaan profil sel KR-4 setelah
mengalami inkubasi dengan hidrolisat dan tanpa hidrolisat senyawa-senyawa
kitooligomer selama 3 (tiga) hari.
a. Sel KR-4 kontrol b. Sel KR-4 dengan hidrolisat FBS 0.0085 1j DD85
Gambar 22 Profil sel KR-4 hasil perbesaran dengan lensa obyektif
inverted microscope sebesar 200 kali.
Hasil pengujian terhadap sel KR4 menghasilkan informasi bahwa senyawa-
senyawa kitooligomer dalam hidrolisat tidak cukup efektif memberikan respon
penghambatan proliferasi sel dibandingkan dengan kitosannya sendiri. Hasil ini
memberi implikasi bahwa untuk menghambat proliferasi sel KR-4 tidak terlalu
perlu menggunakan senyawa-senyawa kitooligomer yang dihasilkan secara
enzimatik, karena kitosan sendiri sudah cukup efektif memberikan
penghambatan dan tidak toksik terhadap sel limfosit. Hasil penelitian tentang
penghambatan proliferasi terhadap sel KR4 (lymphablastoid B) telah dilaporkan
oleh Damayanti (2002), bahwa pemberian ekstrak minyak bekatul padi (Oryza
sativa ) mampu menghambat proliferasi sel KR4 sekitar 32.5%. Nilai
penghambatan tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
penghambatan proliferasi sel KR4 oleh senyawa-senyawa kitooligomer dalam
hidrolisat enzimatik.
68
2. Hasil Pengujian Penghambatan Proliferasi Sel K562 Oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan metode MTT terhadap
kemampuan penghambatan proliferasi sel kanker K562(chronic myelogenous
leukemia), kitosan dan senyawa-senyawa kitooligomer campuran dalam
hidrolisat serta senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi (trimer –
heksamer) memiliki aktivitas penghambatan proliferasi sel K562. Gambar 23
memperlihatkan aktivitas penghambatan proliferasi sel K562 oleh senyawa-
senyawa kitooligomer hasil fraksinasi.
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1 jam. FBS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. EM 0.0085 6j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 6 jam EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam AS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. Br-d U = 2-Bromo deoksi uridin (senyawa anti kanker komersial, Sigma) Standar = Senyawa-senyawa kitooligomer murni dari Seikagaku Corp,Jepang.
Gambar 23 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi sebagai
penghambat proliferasi sel K562
Hasil pengujian dari preparat standar senyawa-senyawa kitooligomer murni
dari Seikagaku Corp Jepang memperlihatkan adanya aktivitas penghambatan
yang tertinggi pada senyawa kitooligomer unit pentamer sebesar 10.86%, tetapi
aktivitas tersebut lebih rendah dari aktivitas penghambatan heksamer yang
dihasilkan oleh hidrolisat EM 0.0085 9j DD90 (hasil reaksi enzim murni dengan
02468
1012141618
FBS0.0085 1j
DD85
FBS0.0085 3j
DD85
AS 0.10 3jDD85
EM0.0085 6j
DD90
EM0.0085 9j
DD90
Standar Br-du
Hirolisat enzimatik
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si Trimer
Tetramer
Pentamer
Heksamer
69
aktivitas 0.0085 unit per miligram kitosan pada substrat kitosan DD 90% selama
9 jam) sebesar 15.68% yang merupakan aktivitas penghambatan tertinggi
terhadap sel K562. Hal ini berarti telah terjadi pengurangan jumlah sel oleh
preparat heksamer EM 0.0085 9j DD90 sebesar 15.68% dari jumlah sel kontrol 1
x 105 sel/ml. Aktivitas penghambatan proliferasi dari senyawa kontrol positif anti
kanker 2-Bromo deoksi uridin hanya memiliki nilai sekitar 1.22% pada
konsentrasi yang sama (17µg/ml kultur). Perbedaan aktivitas penghambatan oleh
preparat heksamer EM 0.0085 9j DD90 dengan kontrol positif tersebut mencapai
14,46%. Gambar 24 berikut memperlihatkan aktivitas penghambatan proliferasi
sel K562 oleh hidrolisat enzimatik yang mengandung senyawa-senyawa
kitool igomer.
Keterangan : FBS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam
AS 0.005 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.005 U/mg kitosan DD85 3 jam.
AS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam. AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. Kit D85 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 85% Br-dU = 2-Bromo deoksi uridin (senyawa anti kanker komersial, Sigma)
Gambar 24 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat sebagai penghambat proliferasi sel K562.
Kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat yang
memperlihatkan aktivitas penghambatan tertinggi dimiliki oleh hidrolisat AS 0.10
3j DD85 (hasil reaksi enzimatik dari preparat enzim pekatan amonium sulfat 80%
dengan aktivitas 0.10 unit per miligram kitosan DD85% selama tiga jam) sebesar
0
5
10
15
20
25
FBS0.0085 3j
DD85
AS 0.0053j DD85
AS0.0085 1j
DD85
AS 0.103j DD85
EM0.0085 9j
DD90
kit DD85 BrdU
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
%
Pen
gham
bata
n pr
olife
rasi
K562
70
20.58%. Kitosan dengan derajat deasetilasi 85% memiliki aktivitas lebih rendah
daripada hidrolisat AS 0.005 3jDD85 dan EM 0.0085 9j DD90, yaitu sebesar
13.16%, tetapi lebih tinggi dari hidrolisat FBS 0.0085 3j DD85 dan AS 0.0085 1j
DD85. Aktivitas penghambatan proliferasi oleh kitosan DD 85%, hidrolisat AS
0.005 3j DD85 dan EM 0.0085 9j DD90 tersebut ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan aktivitas penghambatan proliferasi oleh senyawa anti
kanker 2-Bromo deoksi uridin terhadap sel K562 sebesar 1.22% pada
konsentrasi yang sama (17 µg/ml kultur), yang digunakan sebagai kontrol positif
dalam pengujian ini. Oleh karena itu respon penghambatan proliferasi terhadap
sel K562 ini dianggap sebagai respon sifat sitotoksik dari senyawa-senyawa
kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik terhadap sel K562.
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas penghambatan proliferasi tertinggi
terhadap sel K562 oleh hidrolisat AS0.005 3j DD85 dan AS 0.10 3j DD85,
dihubungkan dengan hasil analisis komposisi senyawa-senyawa kitooligomer
dalam hidrolisat dengan alat kromatografi HPLC menunjukkan bahwa komposisi
senyawa-senyawa kitooligomer dari hidrolisat AS 0.10 3j DD85 adalah
konsentrasi unit monomer yang lebih banyak daripada kitooligomer dengan unit
dimer sampai heksamer. Berarti aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel
K562 oleh senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat tersebut lebih banyak
dipengaruhi oleh komposisi glukosamin sebagai monomer kitosan. Tetapi setelah
melalui proses fraksinasi ternyata sampel heksamer dari hidrolisat enzim murni
(hasil inkubasi selama 9 jam dengan substrat) menunjukkan aktivitas
penghambatan proliferasi yang lebih tinggi terhadap sel K562 daripada monomer
glukosamin. Beberapa peneliti juga melaporkan aktivitas anti kanker terbaik dari
senyawa-senyawa kitooligomer adalah senyawa kitooligomer dengan unit
heksamer.
Respon penghambatan proliferasi terhadap sel K562 nampak lebih tinggi
pada sampel senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat dibandingkan
dengan sampel senyawa-senyawa kitooligomer murni, dengan perbedaan nilai
aktivitas penghambatan sekitar 4.9%. Perbedaan aktivitas penghambatan
proliferasi dari senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat dengan senyawa
anti kanker 2-Bromo deoksi uridin sebagai kontrol positif mencapai nilai sekitar
19.37%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa senyawa-senyawa
kitooligomer dalam hidrolisat yang dihasilkan dari hasil reaksi enzimatik cukup
efektif memberikan respon penghambatan proliferasi terhadap sel K562,
71
dibandingkan dengan senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi yang
ternyata lebih toksik terhadap sel limfosit daripada kitosannya sendiri serta
senyawa anti kanker 2-Bromo deoksi uridin. Gambar 25 berikut memperlihatkan
perbedaan profil sel K562 setelah mengalami inkubasi selama 3 (tiga) hari
dengan hidrolisat dan tanpa hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer.
Sel K562 kontrol Sel K562 dengan hidrolisat AS 0.005 3j DD85
Gambar 25 Profil sel K562 hasil perbesaran lensa obyektif inverted microscope sebesar 100 kali.
Hasil penelitian tentang mekanisme penghambatan poliferasi sel K562
(chronic myelogenous leukemia) dilaporkan oleh Shunji (2004) yang meneliti
pengaruh pemberian smenospongin yang merupakan senyawa sesquiterpen
aminoquinon yang diisolasi dari spong laut pada konsentrasi 3-15 mikromolar
dapat menginduksi diferensiasi sel K562 menjadi eritroblast. Adanya
smenospongin membuat siklus sel terhenti pada fase G1 (fase/tahap sel
menyiapkan proses replikasi DNA).
3. Hasil Pengujian Penghambatan Proliferasi Sel HeLa Oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer
Pengujian kemampuan penghambatan proliferasi sel HeLa (Epithel
Carsinoma Cervix) oleh kitosan dan senyawa-senyawa kitooligomer dalam
hidrolisat serta senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi (trimer –
heksamer) telah dianalisis dengan metode MTT. Hasil pengujian memberi
informasi bahwa pemberian sampel senyawa-senyawa kitooligomer memiliki
aktivi tas penghambatan terhadap proses proliferasi sel HeLa. Preparat standar
senyawa-senyawa kitooligomer murni dari Seikagaku Corp Jepang, menunjukkan
aktivitas penghambatan tertinggi dicapai oleh senyawa kitooligomer dengan unit
72
tetramer sebesar 27.66%. Tetapi aktivitas tersebut masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan aktivitas penghambatan proliferasi sel HeLa oleh senyawa
kitooligomer heksamer 0,10 3j DD85 yang mencapai 31.72% (Gambar 26).
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1 jam. FBS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. EM 0.0085 6j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 6 jam EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam AS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. Br-d U = 2-Bromo deoksi uridin (senyawa anti kanker komersial, Sigma) Standar = Senyawa-senyawa kitooligomer murni dari Seikagaku Corp,Jepang.
Gambar 26 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi sebagai
penghambat proliferasi sel HeLa
Aktivitas penghambatan sebesar 31.72% merupakan aktivitas penghambatan
proliferasi yang tertinggi terhadap sel HeLa. Hal ini menunjukkan telah terjadi
pengurangan jumlah sel sebesar 31.72% dari jumlah sel kontrol 1 x 105 sel/ml.
Data aktivitas senyawa kitooligomer heksamer tersebut didukung oleh laporan
peneliti sebelumnya bahwa aktivitas anti kanker terbaik dari senyawa-senyawa
kitooligomer yang berasal dari kitin adalah adalah kitooligomer dengan unit
heksamer (Kobayashi et al. (1990); Suzuki et al. (1992) dan Suzuki (1996)).
Aktivitas penghambatan proliferasi dari kontrol positif senyawa anti kanker 2-
Bromo deoksi uridin memiliki nilai sekitar 18,18% pada konsentrasi yang sama
(17µg/ml kultur). Perbedaan aktivitas penghambatan tertinggi oleh senyawa
kitooligomer heksamer 0.1 dengan kontrol positif mencapai nilai sekitar 15,15%.
Gambar 27 memperlihatkan aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel
HeLa oleh hidrolisat yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer.
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
EM0.0085 6j
DD90
EM0.0085 9j
DD90
AS 0.103j DD85
FBS0.0085 1j
DD85
FBS0.0085 3j
DD85
Standar Br-dU
Senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si TrimerTetramerPentamerHeksamer
73
Keterangan : FBS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1 jam. FBS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. FBSMn 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM dengan kitosan DD85 selama 1 jam. AS 0.005 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.005 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS 0.17 3j DD85 = hasil reaksi enzim dengan dengan konsentrasi 0.17 U/mg kitosan DD85, 3 jam EM 0.0085 6j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 6 jam EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam enz = enzim kitosanase glukosamin = unit monomer dari senyawa-senyawa kitooligomer. kit D D100 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 100% kit D D70 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 70% kit D D85 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 85% kit D D90 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 90% Br-du = 2-Bromo deoksi uridin (senyawa anti kanker komersial, Sigma)
Gambar 27 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik pada penghambatan proliferasi sel HeLa
Aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel HeLa oleh sampel
senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat memperlihatkan aktivitas
penghambatan tertinggi dimiliki oleh hidrolisat AS 0.005 3j DD85 (hasil reaksi
enzimatik yang berasal dari enzim hasil pekatan amonium sulfat 80% dengan
aktivitas 0.005 unit per miligram kitosan DD85%) sebesar 18.90%, enzim
kitosanase dan kitosan dengan derajat deasetilasi 100% memiliki aktivitas lebih
tinggi daripada sampel hidrolisat yang lain, yaitu sebesar 21.24% untuk kitosan
dan 21.66% untuk enzim. Hasil ini juga lebih tinggi daripada aktivitas
penghambatan oleh kontrol positif senyawa anti kanker 2-Bromo deoksi uridin
sebesar 18,18% pada nilai konsentrasi yang sama (17 µg/ml kultur). Hasil
0
5
10
15
20
25
FBS
0.00
85 1
j
FBS
0.00
85 3
j
FB
sMn
0.00
85 1
j
AS
0.0
053j
DD
85
AS
0.0
085
1j D
D85
AS
0.1
0 3j
DD
85
AS
017
3j
DD
85
EM
0.0
085
6j D
D90
EM
0.0
085
9j D
D90 en
z
gluk
osam
in
kit D
D10
0
kit D
D70
kit D
D85
kit D
D90
Brd
U
senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si
HeLa
74
pengujian pada sel HeLa memberi informasi bahwa senyawa-senyawa
kitooligomer dalam berbagai hidrolisat hasil reaksi enzimatik memberikan respon
penghambatan proliferasi sel yang lebih rendah dibandingkan dengan senyawa-
senyawa kitooligomer hasil fraksinasi. Perbedaan nilai aktivitas penghambatan
proliferasi antara sampel hidrolisat dan sampel hasil fraksinasi mencapai 12.82%.
Hal ini berarti bahwa sifat sitotoksik senyawa-senyawa kitooligomer terhadap sel
HeLa semakin meningkat apabila senyawa kitooligomer yang diberikan adalah
senyawa kitooligomer murni. Gambar 28 memperlihatkan perbedaan profil sel
HeLa setelah mengalami inkubasi selama 3 (tiga) hari dengan sampel hidrolisat
yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer dan tanpa sampel hidrolisat
sebagai kontrol.
Sel Hela kontrol Sel HeLa denganhidrolisat AS 0.005 3j DD85
Gambar 28 Profil sel HeLa hasil perbesaran lensa obyektif
inverted microscope sebesar 100 kali.
Penelitian terhadap penghambatan proliferasi sel HeLa, telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain: Prise et al. (1986) meneliti
tentang penghambatan sel HeLa melalui pemberian 100 mikromolar metotrexat
dengan lama inkubasi lebih dari 24 jam. Chen et al. (2003) meneliti Artemisinin
turunan senyawa artesunat (ART) dan dihidroartemisinin, keduanya merupakan
obat anti-malaria yang ditemukan dapat menghambat pertumbuhan kanker
serviks HeLa dengan mekan isme penekanan terhadap proses angiogenesis,
dengan nilai LC50 berkisar 15.4 sampai 49.7 molar.
4. Hasil Pengujian Penghambatan Proliferasi Sel A549 Oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer
Pengujian kemampuan penghambatan proliferasi sel A549 (Lung
carcinoma) oleh kitosan dan senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
75
reaksi enzimatik serta senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi (trimer –
heksamer) telah dianalisis dengan metode MTT. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa pemberian senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat dan hasil
fraksinasi memiliki aktivitas penghambatan terhadap proses proliferasi sel A549.
Gambar 29 berikut memperlihatkan aktivitas penghambatan proliferasi sel A549
oleh senyawa kitooligomer hasil fraksinasi.
Keterangan : Fbsp1jDD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan unit
0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1jam. Fbsp3jDD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan unit
0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. EM6j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan unit 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 6 jam EM9 DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan unit 0.0085 U/mg kitosan DD 90, 9 jam 0.1 3j DD85 = Hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan unit 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam.
Gambar 29 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi pada penghambatan proliferasi sel A549
Pengujian preparat standar senyawa-senyawa kitooligomer murni (dari
Seikagaku Corp. Jepang) memperlihatkan adanya aktivitas penghambatan
tertingi oleh senyawa kitooligomer dengan unit trimer sebesar 22.72%. Aktivitas
ini hampir sama dengan aktivitas penghambatan proliferasi oleh senyawa
kitooligomer trimer dari hidrolisat EM 0.0085 9j DD90 (hasil reaksi enzim murni
dengan aktivitas 0.0085 unit per miligram kitosan dengan substrat kitosan DD
90% selama 9 jam) sebesar 22.70% yang merupakan aktivitas penghambatan
tertinggi terhadap sel A549. Hal ini berarti telah terjadi pengurangan jumlah sel
sebesar 22.70% dari jumlah sel kontrol 1 x 105 sel/ml. Respon aktivitas
penghambatan proliferasi terhadap sel A549 oleh kontrol positif senyawa anti
0
5
10
15
20
25
30
EM0.0085 6j
DD90
EM0.0085 9j
DD90
AS 0.103j DD85
FBS0.0085 1j
DD85
FBS0.0085 3j
DD85
Standar Br-du
Senyawa kitooligomer hasil fraksinasi hidrolisat enzimatik
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si Trimer
Tetramer
Pentamer
Heksamer
76
kanker 2-Bromo deoksi uridin memiliki nilai 6.75% pada konsentrasi yang sama
(17µg/ml kultur). Perbedaan aktivitas penghambatan tertinggi pada sampel trimer
EM 0.0085 9j DD90 dengan kontrol positif mencapai 15.95%. Pada Gambar 30
diperlihatkan aktivitas penghambatan proliferasi sel A549 oleh sampel hidrolisat
enzimatik yang mengandung senyawa-senyawa kitooligomer.
Keterangan : AS 0.0085 1j DD = hasil reaksi enzim hasil pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam enz = enzim kitosanase glukosamin = unit monomer dari senyawa-senyawa kitooligomer. Br-Du = 2-Bromo deoksi uridin (senyawa anti kanker komersial, Sigma)
Gambar 30 Aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat dan senyawa pembanding pada penghambatan proliferasi sel A549.
Kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat pada Gambar
30 memperlihatkan hanya hidrolisat AS 0.0085 1j DD85 (hasil reaksi enzim hasil
pekatan amonium sulfat dengan unit aktivitas 0.0085 unit per miligram kitosan
dengan substrat kitosan DD 85% selama 1 jam) yang memperlihatkan adanya
aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel A549 sebesar 2.87%. Enzim
kitosanase dan glukosamin serta kontrol positif senyawa anti kanker 2-Bromo
deoksi uridin ternyata memiliki aktivitas penghambatan proliferasi yang lebih
besar daripada hidrolisat AS 0.0085 1j DD85, yaitu sebesar 34.56% untuk enzim
dan 6.47% untuk glukosamin serta 6.75% untuk 2-Bromo deoksi uridin pada
konsentrasi yang sama (17 µg/ml kultur).
Hasil pengujian pada sel A549 pada gambar 29 dan 30 memberi informasi
bahwa senyawa-senyawa kitooligomer dari berbagai hidrolisat reaksi enzimatik
memberikan respon penghambatan proliferasi sel yang sangat rendah
dibandingkan senyawa-senyawa kitooligomer hasil fraksinasi (trimer EM 0.0085
9j DD90) dengan perbedaan aktivitas penghambatan mencapai sekitar 19.83%.
05
10152025303540
AS 0,0085 1jDD85
enz glukosamin Br-DU
Kitooligomer dalam hidrolisat dan senyawa pembanding
% P
pe
ng
ha
mb
ata
n p
rolif
era
si
A549
77
Senyawa kitooligomer hasil fraksinasi (trimer EM 0.0085 9j DD90) juga
memberikan respon penghambatan proliferasi sel A549 yang lebih baik dari
kontrol positif senyawa anti kanker 2-Bromo deoksi uridin. Respon
penghambatan proliferasi senyawa kitooligomer dengan unit trimer dari hidrolisat
EM 0.0085 9j DD90 memperlihatkan informasi tentang adanya aktivitas
penghambatan proliferasi yang berbeda dari hasil yang telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti lain, bahwa aktivitas anti kanker terbaik dari senyawa
kitooligomer yang berasal dari kitin adalah adalah kitooligomer dengan unit
heksamer (Kobayashi et al. (1990); Suzuki et al. (1992) dan Suzuki (1996)).
Gambar 31 berikut memperlihatkan perbedaan profil sel A549 setelah mengalami
inkubasi 3 hari dengan sampel hidrolisat dan tanpa sampel hidrolisat yang
mengandung senyawa-senyawa kitooligomer (kontrol).
Sel A549 kontrol Sel A549 dengan hidrolisat AS 0.0085 1j DD85
Gambar 31 Profil sel A549 hasil perbesaran lensa obyektif inverted microscope sebesar 100 kali.
Hasil-hasil penelitian terhadap penghambatan proliferasi sel A549 antara
lain dilaporkan oleh Akihisa et al. (2001), tentang aktivitas anti tumor dari
fenoxazinon, 2-amino-4,4-dihidro-4[alfa],7-dimetil-3H-fenoxazin-3-one (Phx) yang
disintesis dari reaksi 2-amino-5-metilfenol dengan hemoglobin sapi terhadap sel
A549 menunjukkan aktivitas penekanan proses proliferasi dan menginduksi
kematian sel (apoptosis) dengan memfragmentasi DNA. Park et al. (2004)
meneliti wikyungtang (WKT) sebuah formula herbal yang diketahui memiliki
aktivitas anti inflamasi dan anti tumor. Pengujian WKT pada sel-sel A549 ternyata
menginduksi apoptosis dengan cara mengaktivasi caspase protease dan
menurunkan ekspresi senyawa anti apoptosis Bcl-XL serta menghambat ekspresi
siklooksigenase-2 (COX-2).
78
E. Mekanisme Penghambatan Proliferasi Sel Kanker oleh Senyawa-senyawa Kitooligomer
1. Mekanisme Apoptosis dan Kerusakan membran Sel
Komponen kimia yang memiliki aktivitas anti tumor dapat berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan sel tumor/kanker. Pengujian mekanisme aktivitas
anti tumor melalui dua cara, yaitu a) langsung membunuh sel, dan b) secara
tidak langsung, yaitu dengan menggertak sistim imun, dimana cara ini harus
dilakukan secara in vivo. Berdasarkan pengujian penghambatan proliferasi yang
telah dilakukan pada dua jenis sel suspensi (KR-4 dan K562) dan dua jenis sel
selapis (HeLa dan A549), ternyata % aktivitas penghambatan oleh senyawa-
senyawa kitooligomer terhadap jenis sel selapis lebih tinggi daripada jenis sel
suspensi, dengan aktivitas penghambatan tertinggi diperoleh dari senyawa-
senyawa kitooligomer hasil fraksinasi. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa-
senyawa kitooligomer bersifat lebih spesifik menghambat sel kanker jenis selapis
(monolayer), padahal secara teori menyatakan bahwa sifat sel suspensi lebih
rentan daripada sel selapis. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya
kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer menghambat senyawa-senyawa
yang mempengaruhi pelekatan sel selapis (HeLa dan A549) pada substrat padat,
antara lain fibronektin dan laminin yang terdapat dalam serum media kultur.
Fibronektin dan laminin adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pelekatan
sel selapis pada substrat padat. Faktor pertumbuhan untuk sel selapis seperti
faktor pertumbuhan epidermal dan fibroblast (EGF dan FGF) yang terdapat
dalam serum medium kultur kemungkinan juga dapat dihambat oleh senyawa-
senyawa kitooligomer. Oleh karena itu senyawa-senyawa kitooligomer selain
mempengaruhi proliferasi sel juga dapat mempengaruhi faktor-faktor yang
membantu pertumbuhan dan pelekatan sel selapis, dimana faktor-faktor tersebut
dibutuhkan sel selapis (Hela dan A549) untuk berproliferasi.
Sel kanker dalam siklus proliferatif umumnya lebih sensitif terhadap efek
senyawa anti tumor (Tjahjono 1999). Efek senyawa anti tumor dan umumnya
obat sitostatika bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang
dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat
berhubungan dengan sintesa DNA. Dengan demikian obat-obatan yang toksik
bagi sel tumor atau bersifat anti tumor menghambat sel yang sedang membentuk
DNA atau sel yang sedang membelah (Rusmarilin 2003). Penggunaan senyawa
79
2-deoksi bromo uridin sebagai kontrol positif senyawa anti kanker pada penelitian
ini, berdasarkan prinsip penghambatan proliferasi sel kanker karena
penghambatan sintesa DNA (Sigma 2004).
Mekanisme terjadinya kerusakan DNA akibat bahan uji dapat terjadi pada
tahap sel menyiapkan proses replikasi DNA (G1) dan pada saat sel telah
menyelesaikan proses replikasi DNA dan sedang bersiap untuk mengalami
mitosis (G2). Hadirnya bahan uji dalam sel dapat bertidak sebagai inhibitor Cdk
yang dapat menekan aktivitas kompleks Cdk-siklin dan menghalangi terjadinya
tahap G1 dalam siklus sel sehingga terjadi proses kematian sel yang disebut
apoptosis. Peristiwa ini biasanya dikarakterisasi oleh adanya perubahan
permeabilitas membran mitokondria. Adanya kematian sel ditandai dengan
fenomena sel menjadi lisut, pemecahan selaput inti, kondensasi kromatin dan
degradasi DNA (Becker 2000).
Doyle dan Padhye (1995) menyatakan bahwa kematian sel secara umum
pada sistem kultur jaringan biasanya melalui apoptosis dan nekrosis. Apoptosis
dicirikan dengan terjadinya kondensasi dan fragmentasi inti dan terjadi
pengerutan sel. Kematian sel karena apoptosis terjadi oleh perubahan kondisi
lingkungan. Govan et al. (1995) menyatakan bahwa apoptosis merupakan
mekanisme kematian terhadap sel tunggal atau sekelompok sel. Kematian sel
disebabkan karena perubahan metabolik di dalam sel yang mengakibatkan sel
mengalami gangguan, sehingga terjadi kondensasi sitoplasma dan inti.
Kematian sel sebenarnya bertujuan untuk pertahanan dan mengeliminir sel
yang tidak diinginkan atau berbahaya, misalnya sel-sel tumor, sel yang terinfeksi
virus, atau sel-sel karena penyakit autoimun ( Jakubowski 2000, Reed 1999).
Pada sel apoptosis menunjukkan terjadinya degradasi DNA menjadi fragmen-
fragmen kecil yang terdiri atas beberapa pasang DNA. Fragmentasi DNA terjadi
sebelum lisis dan diduga akibat aktivitas endonuklease dalam nukleus sel
sasaran sendiri, sehingga serupa dengan proses bunuh diri (Tyler et al.1995).
Pernyataan tersebut mendukung data mekanisme anti kanker oleh senyawa-
senyawa kitooligomer, yaitu hasil visualisasi sel yang mengalami apoptosis
setelah diinkubasi dengan hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer dan telah
diwarnai dengan pewarna Hoechts diamati dengan menggunakan mikroskop
fluorosens. Hasil visualisasi menunjukkan fenomena sel yang berbintik putih dan
berwarna terang yang berbeda dari sel normal, seperti fenomena pada Gambar
32 berikut :
80
(a) (b)
Gambar 32 Foto mikroskop elektron dari : a) sel normal dan b) sel yang mengalami kondensasi kromatin (Tyler et al.1995).
Fenomena tersebut timbul akibat degradasi DNA yang terjadi di dalam sel, yang
menghasilkan potongan-potongan DNA sehingga tampak seperti bintik putih.
Kejadian tersebut merupakan visualisasi dari struktur kromatin DNA yang tidak
kompak lagi sebagai akibat meningkatnya aktivitas nuklease yang diransang oleh
hadirnya suatu bahan asing (senyawa-senyawa kitooligomer) di dalam sel.
Beberapa hipotesis yang bisa dikemukakan berkaitan dengan terjadinya
fenomena apoptosis, antara lain adanya interaksi antara senyawa-senyawa
kitooligomer dengan reseptor karbohidrat pada glikoprotein di permukaan luar
komponen lipid bilayer membran sel kanker (Gambar 33), hasil pengikatan ini
mengakibatkan rusaknya fungsi lipid bilayer dalam mempertahankan
permeabilitas membran, sehingga membuat senyawa-senyawa kitooligomer
dapat masuk ke dalam sel dan meransang terjadinya proses apoptosis, mungkin
dengan jalan mengaktivasi enzim nuklease sel yang selanjutnya bekerja
mendegradasi kromatin menjadi potongan-potongan DNA. Hipotesis yang lain
adalah terjadi pengikatan yang kemungkinan bersifat spesifik sehingga terjadi
transduksi sinyal yang mengakibatkan aktivasi seluler yang mengaktifkan
pathway proses apoptosis, misalnya teraktivasinya enzim dari famili sistein
protease intraseluler caspase (cysteinyl aspartat-spesific protease) yang
menyebabkan berlangsungnya proses apoptosis dalam sel (Jakubowski 2000;
Thorburn et al. 2003).
Mekanisme anti kanker senyawa-senyawa kitooligomer dengan unit
oligomer lebih panjang (pentamer dan heksamer) dibanding unit oligomer yang
lebih pendek (trimer dan tetramer) kemungkinan disebabkan oleh adanya
interaksi yang lebih kuat antara reseptor senyawa-senyawa karbohidrat pada
81
glikoprotein di permukaan luar komponen lipid bilayer membran dengan senyawa
kitooligomer dengan unit lebih panjang (pentamer dan heksamer) daripada
kitooligomer dengan unit lebih pendek (trimer dan tetramer). Interaksi yang lebih
kuat menyebabkan heksamer mampu meransang terjadinya apoptosis sel yang
lebih banyak jumlahnya sehingga menghambat proliferasi sel kanker lebih besar
daripada kemampuan penghambatan proliferasi oleh unit senyawa-senyawa
kitooligomer yang lebih pendek. Dugaan tersebut diperkuat dengan data aktivitas
senyawa-senyawa karbohidrat yang lain dalam menghambat proliferasi sel
kanker, misalnya oligosakarida maltosa bergugus sulfat menjadi inhibitor yang
efektif bagi interaksi antara aFGF dan bFGF (fibroblast growth factor) dengan
heparan sulfat pada permukaan sel. Peningkatan aktivitas ditemui meningkat
seiring dengan bertambah panjang rantai oligosakarida, seperti penta, heksa,
dan hepta sakarida yang memiliki aktivitas anti tumor lebih kuat dibandingkan
mono, di, dan tetra sakarida. Menurut Parish et al. (1999), aktivitas tersebut
kemungkinan besar ditentukan oleh struktur alami rangka karbohidrat. Aktivitas
antitumor juga berhubungan dengan kemampuan oligosakarida maltosa
bergugus sulfat sebagai inhibitor bagi aktivitas angiogenesis dan heparanase
yang telah diuji secara in vitro.
Gambar 57 Membran sel dengan reseptor karbohidrat pada permukaan sel.
Gambar 33 Membran sel dengan reseptor karbohidrat pada permukaan sel (Becker et al. 2000) dan hipotesis pengikatan glikoprotein
dengan senyawa kitooligomer.
Fosfolipid bilayer dengan glikoprotein
Membran plasma dengan protein membran
Daerah hidrofobik
Daerah hidrofilik
Fosfolipid bilayer
Rantai samping karbohidrat
Di dalam sel
Di luar sel kitooligomer
82
Hipotesis kemungkinan mekanisme anti kanker oleh senyawa-senyawa
kitooligomer juga didukung hasil penelitian oleh Seelenmeyer et al. (2003),
bahwa terdapat hubungan fungsional antara giant mucin-like glycoprotein dengan
ikatan ß-galaktosida dari lektin-lektin pada permukaan sel tumor yang merupakan
komponen matriks ekstraselular yang berimplikasi pada pengaturan adhesi sel,
apoptosis, proliferasi sel dan perkembangan sel-sel tumor. Terjadinya penarikan
galektin-1 dari permukaan sel tumor mengakibatkan perubahan konformasi dari
domain protein lektin oleh pembentukan jembatan intra dan inter molekuler yang
dapat menghasilkan respon seluler terhadap kejadian proses apoptosis.
Hasil kajian Semenuk et al. (2001), menemukan bahwa senyawa-senyawa
kitooligomer merupakan ligan yang sangat kuat berikatan dengan protein
reseptor pada permukaan sel natural killer (NK) protein ini telah diidentifikasi
sebagai keluarga lektin C. Panjang rantai karbohidrat ternyata juga merupakan
faktor penting penentu kekuatan ikatan dengan protein reseptor sel NK, karena
panjang rantai karbohidrat menentukan afinitas terhadap reseptor. Semenuk juga
menemukan bahwa struktur linear senyawa-senyawa kitooligomer merupakan
ligan yang paling kuat berikatan dengan reseptor. sehingga menghasilkan respon
selular berupa peningkatan aktivitas sel NK dalam membunuh sel-sel tumor.
Hipotesis lain dari adanya aktivitas penghambatan proliferasi oleh senyawa-
senyawa kitooligomer adalah terjadinya peristiwa nekrosis sel yang ditandai
dengan peristiwa lisis sel dan kerusakan membran. Peristiwa lisis sel
menyebabkan keluarnya protein dan asam nukleat dari dalam sel. Hasil
pengujian pada Tabel 11 menunjukkan kultur sel kanker yang berinteraksi
dengan senyawa-senyawa kitooligomer mengalami lisis sehingga terjadi
peningkatan jumlah protein dan asam nukleat di luar sel yang lebih besar bila
dibandingkan dengan jumlah protein dan asam nukleat dari sel yang tidak diberi
senyawa-senyawa hidrolisat kitooligomer.
Tabel 11 Hasil Pengujian kebocoran membran sel
No Sampel Abs 280 Abs 260 Aktivitas anti kanker (%)
1. 2.
Sel HeLa tanpa hidrolisat kitooligomer Sel HeLa dengan hidrolisat kitooligomer: FBS 0.0085 1j DD85 AS 0.0085 1j DD85 AS 0.005 3j DD85
0.101 0.111 0.138 0.250
0.086 0.134 0.163 0.339
0
9.47 16.08 18.90
83
Berdasarkan hasil analisis, ternyata telah terjadi peningkatan konsentrasi
protein dan asam nukleat dalam supernatan yang diberi sampel hidrolisat yang
mengandung senyawa-senyawa kitooligomer. Hasil uji ini menandakan telah
terjadi gangguan permeabilitas membran karena kerusakan membran sel, yang
mengakibatkan protein dan asam nukleat keluar dari dalam sel. Dari ke tiga
sampel senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik yang
telah diuji aktivitas penghambatan proliferasi terhadap sel HeLa, Hasil pengujian
dengan metode MTT menunjukkan kekuatan penghambatan proliferasi oleh
hidrolisat kitooligomer adalah : AS 0.005 3j DD85, AS 0.0085 1j DD85, dan FBS
0.00851j DD85. Hasil penghambatan proliferasi tersebut sesuai dengan urutan
jumlah konsentrasi protein dan asam nukleat yang telah keluar dari sel akibat
hadirnya senyawa-senyawa kitooligomer di dalam kultur sel. Pengujian
kerusakan membran sel dianalisis dengan scan pada mikroskop elektron
menunjukkan bahwa terjadi kerusakan membran sel (Gambar 34) akibat
pemberian senyawa-senyawa kitooligomer.
Gambar 34. Hasil visualisasi kerusakan membran sel dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) (Pembesaran 15.000 X)
Hasil pengujian kejadian apoptosis dapat dikuantifikasi dengan
menghitung jumlah sel yang mengalami apoptosis dan sel yang tidak mengalami
apoptosis. Hasil perbandingan jumlah sel yang mengalami apoptosis
dibandingkan dengan jumlah sel yang tidak mengalami apoptosis menghasilkan
data persentasi apoptosis. Hasil kuantifikasi tersebut disajikan pada Gambar 35.
Hidrolisat 0.005 3j DD85
Hidrolisat AS 0.005 3j DD85
Hidrolisat AS 0.005 3j DD85
Hidrolisat AS 0.005 3j DD85
Kontrol
FBS 0.0085 1j DD85
84
Gambar 35 Jumlah (%) apoptosis sel setelah diinkubasi dengan hidrolisat senyawa-senyawa kitooligomer selama satu hari.
Pada pengujian % apoptosis pada kultur sel K562, HeLa dan A549
menunjukkan kuantifikasi yang berbeda. Sel HeLa dan K562 menunjukkan
persen jumlah kejadian apoptosis yang lebih besar daripada sel A549. Hal ini
berarti bahwa sel HeLa dan K562 sangat sensitif terhadap hadirnya senyawa-
senyawa kitooligomer dalam hidrolisat AS 0.005 DD85 3 jam di dalam
lingkungannya, sedang untuk sel A549 ternyata pengaruh penghambatan oleh
senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat AS 0.0085 DD85 1jam sangat
lemah, hasil ini berkorelasi dengan hasil pengujian MTT yang memiliki nilai
indeks penghambatan hanya sebesar 2.87% untuk sel A549, sedangkan untuk
sel K562 memiliki nilai indeks penghambatan yang lebih tinggi, yaitu sebesar
20.15% dan sel HeLa 18.90%.
Kejadian apoptos is dapat divisualisasi dengan pewarna flurosens karena
prinsip kerja zat pewarna yang berperan sebagai interkalator DNA. Fluorokrom –
bis-benzimida triklorida (Hoechst 33342) berikatan dengan DNA dari sel kanker
(Wispriono et al; 2002). Fenomena degradasi kromatin pada sel yang mengalami
apoptosis membuat zat warna yang bertindak sebagai interkalator DNA dapat
masuk dan lebih banyak berikatan dengan basa-basa DNA dalam molekul DNA
yang terfragmentasi, sehingga kuantitas zat pewarna (Hoechst 33342) lebih
banyak terserap. Hasil tersebut menunjukkan fenomena yang berbeda dengan
sel normal, karena sel normal masih memiliki struktur DNA kromatin yang
kompak sehingga membuat zat warna sulit dapat masuk ke dalam struktur DNA,
sehingga menghasilkan penampilan warna sel yang lebih gelap dibanding sel
yang mengalami apoptosis. Salah satu visulisasi hasil pengujian fenomena
apoptosis akibat pemberian senyawa-senyawa kitooligomer dalam preparat
05
1015202530
35
K562 HeLa A549
Jenis sel
% a
po
pto
sis
% apoptosis
85
hidrolisat pada kultur sel K562, HeLa dan A549 dengan mikroskop fluoresens
pada pembesaran 400 kali ditampilkan pada Gambar 36-38 berikut :
(a) (b)
Gambar 36 (a) Sel K562 dengan hidrolisat AS 0.005 3j DD85 (apoptosis), (b) Tanpa sampel tidak apoptosis.
(a) (b)
Gambar 37 (a) Sel HeLa dengan hidrolisat AS 0.005 3j DD85 (apoptosis), (b) Tanpa sampel tidak mengalami apoptosis.
(a) (b)
Gambar 38 (a) Sel A549 dengan hidrolisat AS 0.0085 1j DD85 (apoptosis), (b) Tanpa sampel tidak mengalami apoptosis.
86
Beberapa mekanisme penghambatan sel kanker oleh senyawa-senyawa
kitooligomer telah diteliti peneliti lain, seperti penelitian oleh Shen (2002) yang
meneliti tentang elusidasi kemungkinan peranan kitosan sebagai anti tumor dan
kemungkinan jalur mekanismenya, menemukan bahwa kitosan larut air (WSC)
secara signifikan menghambat sel kanker ASG. Dari hasil analisis flow cytometry
terhadap siklus sel menemukan bahwa persentasi fase S (fase sintesis DNA)
dalam siklus sel sangat direduksi ketika diperlakukan dengan kitosan larut air
dibandingkan dengan kontrol Brdu yang menurunkan kecepatan sintesis DNA.
Mekanisme lain dari penghambatan kitosan larut air pada sel kanker ASG adalah
menghambat aktivitas protein yang mengatur proses metastasis yaitu matriks
metaloproteinase-2 dan 9 (MMP-2, MMP-9). Berdasarkan penemuan tersebut
peneliti ini menyimpulkan bahwa kitosan larut air memiliki potensi menghambat
perkembangan sel-sel kanker ASG.
2. Telaah Potensi Senyawa-senyawa Kitooligomer sebagai Inhibitor Protease
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, senyawa-senyawa kitooligomer
dalam hidrolisat enzimatik mampu menghambat proliferasi beberapa galur sel
kanker yang diuji dalam penelitian ini. Untuk melengkapi data aktivitas senyawa-
senyawa kitooligomer sebagai penghambat sel-sel kanker, dilakukan kajian
potensi senyawa-senyawa kitooligomer sebagai anti metastasis melalui
pengujian kemampuan senyawa kitooligomer berperan sebagai anti protease
yang dianalisis melalui model pengujian penghambatan aktivitas enzim protease
tripsin komersial dari sumber pankreas sapi, yaitu suatu kelas enzim yang
termasuk kelompok enzim serin protease. Penggunaan enzim protease tripsin
murni sebagai model pengujian dilatarbelakangi oleh kesulitan memperoleh
enzim protease ekstraseluler dari sel kanker HeLa dan A549 yang diekskresikan
dengan tujuan bermetastasis. Kemungkinan diperlukan suatu teknik khusus
melalui model jaringan dengan teknik histokimia untuk mengisolasi enzim ini.
Enzim protease tripsin dipilih karena enzim ini nampaknya penting bagi sel-
sel kanker untuk mendegradasi ECM (Extra Cellular matrix), menginvasi jaringan
normal, dan memasuki pembuluh darah dan saluran limfatik yang merupakan
sebuah tahap kritis pada tahap metastasis kanker. Adanya pelepasan tripsin juga
ditemukan dalam berbagai tumor seperti ovarian dan colorectal carcinomas,
87
dimana kemungkinan memiliki peranan pada pembentukan tumor atau proses
metastasis (Dowall 2003).
Keterangan : AS 0.005 3 j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.005 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.0085 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 3 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS 0.17 3j DD85 = hasil reaksi enzim dengan konsentrasi 0.17 U/mg kitosan DD85, 3 jam FBSMn 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan yang ditambah katalisator MnCl 2 10 mM dengan kitosan DD85 selama 1 jam. FBS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1jam. FBS 0.0085 3j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. K100 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 100% K D85 = Kitosan dengan derajat deasetilasi 85%
Gambar 39 Kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer dalam menghambat
aktivitas enzim tripsin pada substrat kolagen (inkubasi 24 jam)
Hasil pengujian pada Gambar 39 memperlihatkan bahwa senyawa-
senyawa kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik memiliki aktivitas sebagai
inhibitor protease. Hasil perhitungan besarnya persentasi penghambatan
aktivitas enzim tripsin diperlihatkan pada Gambar 40. Hasil pengujian terhadap
kemampuan senyawa-senyawa kitooligomer menghambat aktivitas enzim tripsin,
ternyata senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat: AS 0.005 3j DD85, AS
0.0085 1j DD85, FBS 0.0085 1j DD85 dan FBS 0.0085 3j DD85 serta kitosan
DD85% yang diinkubasi bersama enzim tripsin selama 24 jam memperlihatkan
aktivitas penghambatan protease tertinggi pada substrat kolagen.
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
AS 0.0053j DD85
AS0.0085
3j DD85
AS0.00851j DD85
AS 0.173j DD85
K85 FBS0.0085
1j DD85
FBS0.00853j DD85
E.tripsin
Hidrolisat kitoligomer
Akt
ivit
as (I
u/m
l)
88
Keterangan : AS 0.005 3 j DD = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.005 U/mg kitosan DD85, 3 jam. AS0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam FBS 0.0085 1j DD85 = hasil reaksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 1jam. FBS 0.0085 3j DD85 = hasil re aksi enzim (Filtrat bebas sel yang dipanaskan selama 20 menit 60oC) dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85 selama 3 jam. AS 0.17 3j DD85 = hasil reaksi enzim dengan unit 0.17 U/mg kitosan DD85, 3 jam
Gambar 40 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik terhadap
penghambatan aktivitas (inhibitor) enzim serin protease
Substrat kolagen digunakan sebagai substrat uji dengan menggunakan
prosedur pengujian aktivitas protease menurut metode Bergmeyer (1983) yang
dimodifikasi. Modifikasi dilakukan pada penggantian jenis substrat kasein dengan
kolagen, dimana pemilihan jenis substrat kolagen berdasarkan hasil pengujian
penghambatan proliferasi sel kanker yang terbaik pada penelitian ini terdapat
pada sel jenis selapis (Hela dan A549), keduanya merupakan jenis sel pada
jaringan dimana terdapat kolagen sebagai salah satu komponen penyusun
matriks ekstraselular.
Hasil penelitian tentang aktivitas anti protease terhadap penghambatan
migrasi sel kanker telah dilaporkan oleh Dowall (2003) yang memberi informasi
bahwa inhibitor protease serin mampu menghalangi migrasi sel line yang sedang
bermetastasis. DeFea ( 2001) melaporkan penggunaan inhibitor tripsin dalam
pengobatan kanker payudara, berdasarkan hasil penelitian bahwa tripsin like
protease merupakan agen metastasis pada sel kanker payudara. Selanjutnya
Kim et al.(2001) memperoleh data bahwa inhibitor protease serin dan sistein
0
20
40
60
80
100
120
AS 0.0053j DD85
AS 0.00853j DD85
AS 0.00851j DD85
AS 0.17 3jDD85
K85 FBS0.0085 1j
DD85
FBS0.0085 3j
DD85
Hidrolisat kitooligomer
% P
eng
ham
bat
an
89
pada senyawa obat anti kanker menginduksi terjadinya apoptosis pada sel-sel
kanker gastric (lambung). Mekanisme kerja suatu bahan anti protease terhadap
penghambatan sel kanker terjadi karena adanya proses pemecahan protein yang
ekspresikan oleh sel malignan pada permukaan selnya untuk menembusi matriks
ekstraseluler (Wan et al. 1999). Selanjutnya Oberst et al. (2002) juga
menemukan mekanisme yang sama, bahwa jenis enzim golongan serin protease
transmembran yang terdapat pada permukaan sel-sel tumor ovarian epitelial
dapat dihambat oleh senyawa inhibitor protease, sehingga menghalangi migrasi
sel-sel tumor ovarian epitelial.
F. KAITAN BEBERAPA AKTIVITAS BIOLOGI DARI HIDROLISAT SENYAWA-
SENYAWA KITOOLIGOMER
Berdasarkan hasil pengujian terhadap beberapa hidrolisat yang
mengandung senyawa-senyawa kitooligomer , diperoleh hidrolisat AS 0.0085 1j
DD85, AS 0.10 3j DD85 dan EM 0.0085 9j DD90 yang potensial digunakan
sebagai anti kanker. Berdasarkan hasil analisis terhadap Gambar 41, 42 dan 43
diperoleh kesimpulan bahwa senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat AS
0.0085 1j DD85, AS 0.10 3j DD85 dan EM 0.0085 9j DD90 memiliki pola
kemampuan yang berbeda dalam menghambat proliferasi sel kanker KR4, K562
dan HeLa.
Keterangan : AS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90,9 jam
Gambar 41 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik terhadap aktivitas anti proliferasi sel KR4.
0
2
4
6
810
12
14
AS 0.0085 1j DD85 AS 0.10 3j DD85 EM 0.0085 9j DD90
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si KR4
90
Keterangan : AS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90,9 jam
Gambar 42 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik terhadap Aktivitas anti proliferasi sel K562. Keterangan : AS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90,9 jam
Gambar 43 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat reaksi enzimatik terhadap aktivitas anti proliferasi sel HeLa
Bila tingginya aktivitas penghambatan diurutkan terhadap sel KR4, nampak
pola penghambatan yang diurutkan dari yang paling tinggi ke paling rendah
adalah hidrolisat AS 0.0085 1j DD85, AS 0.10 3j DD85, dan EM 0.0085 9j DD90,
tetapi pola penghambatan terhadap sel K562 menunjukkan urutan
0
5
10
15
20
25
AS 0.0085 1j DD85 AS 0.10 3j DD85 EM 0.0085 9j DD90
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si
K562
0
5
10
15
20
AS 0.0085 1j DD85 AS 0.10 3j DD85 EM 0.0085 9j DD90
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
% P
engh
amba
tan
prol
ifera
si
Hela
91
penghambatan dari yang paling tinggi ke paling rendah adalah hidrolisat AS 0.10
3j DD85, EM 0.0085 9j DD90, dan AS 0.0085 1j DD85. Pada sel HeLa
memperlihatkan urutan penghambatan dari yang paling tinggi ke paling rendah
adalah hidrolisat AS 0.0085 1j DD85, EM 0.0085 9j DD90, dan AS 0.10 3j DD85.
Bila dibuat perbandingan kemampuan proliferasi terhadap sel limfosit dari
ketiga hidrolisat tersebut nampak pola aktivitas proliferasi berkebalikan dengan
pola aktivitas penghambatan terhadap sel KR4. Pola aktivitas proliferasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 44 berikut :
Keterangan : AS 0.0085 1j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD85, 1 jam AS 0.10 3j DD85 = Hasil reaksi enzim pekatan amonium sulfat dengan konsentrasi 0.10 U/mg kitosan DD85, 3 jam. EM 0.0085 9j DD90 = Hasil reaksi enzim murni dengan konsentrasi 0.0085 U/mg kitosan DD 90,9 jam
Gambar 44 Kemampuan kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik terhadap proliferasi sel limfosit
Berdasarkan histogram-histogram aktivitas senyawa-senyawa kitooligomer
dalam hidrolisat enzimatik terhadap proliferasi kanker dan sel limfosit, ternyata
ketiga hidrolisat tersebut memiliki aktivitas biologi sebagai pemacu proliferasi sel
limfosit dan penghambat proliferasi atau bersifat sitotoksik terhadap sel kanker.
Fenomena yang berbeda tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya
perbedaan jenis protein reseptor pada permukaan membran sel limfosit dan sel
kanker yang dapat mengadakan ikatan dengan ligan senyawa-senyawa
kitooligomer, sehingga mengakibatkan transduksi sinyal yang menghasilkan
aktivasi selular yang berbeda, yaitu pengaktifan pathway proses proliferasi pada
sel limfosit dan pengaktifan pathway proses apoptosis pada sel kanker.
Hubungan antara kemampuan anti kanker dan inhibitor protease ternyata
diperlihatkan pada beberapa hidrolisat yang mampu berperan sebagai
penghambat proliferasi sel kanker dan inhibitor enzim tripsin (serin protease)
0
50
100
150
200
AS 0.0085 1jDD85
AS 0.10 3jDD85
EM 0.0085 9jDD90
Senyawa-senyawa kitooligomer dalam hidrolisat
% P
rolif
eras
i
limfosit
92
pada jenis sel kanker suspensi ( KR4 dan K562) dan selapis (HeLa dan A549)
seperti digambarkan dalam histogram-histogram pada Gambar 45 berikut :
a) Sel KR4
b) Sel K562
c) Sel HeLa
d) Sel A549.
Gambar 45 Hubungan antara kemampuan hidrolisat kitooligomer pada
penghambatan proliferasi sel kanker dengan aktivitas inhibitor protease
0
20
40
60
80
100
120
AS 0 . 005 3 j DD85 AS 0.0085 1j DD85 FBS 0.0085 3j DD85
Hidrol isat k i tool igomer
Inhibitor proteaseanti kanker
0
2 0
4 0
6 0
8 0
100
120
A S 0 . 0 0 5 3 j D D 8 5 A S 0 . 0 0 8 5 1 j D D 8 5 A S 0 . 1 7 3 j D D 8 5 F B S 0 . 0 0 8 5 1 j
D D 8 5
F B S 0 . 0 0 8 5 3 j
D D 8 5
H i d r o l i s a t k i t o o l i g o m e r
Inhibitor proteaseanti kanker
0
2040
60
80100
120
AS 0.0085 1j DD85
Hidrolisat kitooligomer
% P
engh
ambt
an
prol
ifera
si d
an in
hibi
tor
prot
ease
Inhibitor proteaseanti kanker
0
20
40
60
80
100
120
AS 0.0085 1j DD85 FBS 0.0085 1j DD85
Hidrolisat kitooligomer
% I
nh
ibit
or
pro
tea
se
da
n
an
ti k
an
ke
r
anti proteaseanti kanker
93
Berdasarkan histogram aktivitas inhibitor protease dan penghambatan
proliferasi sel kanker, nampak jumlah hidrolisat kitooligomer yang memiliki
aktivitas penghambatan proliferasi sel kanker dan inhibitor protease paling
banyak ditemukan pada sel HeLa dibandingkan ketiga jenis sel lainnya. Aktivitas
hidrolisat kitooligomer sebagai inhibitor protease nampaknya tidak menunjukkan
hubungan yang linier dengan tingginya aktivitas anti kanker, tetapi semua
hidrolisat menunjukkan potensi sebagai anti kanker dan potensi aktivitas inhibitor
protease.
Berkaitan dengan aktivitas biologi yang lain dari senyawa-senyawa
kitooligomer dalam hidrolisat enzimatik seperti hasil penelitian Meidina (2005),
bahwa sebagai anti bakteri patogen diperoleh data hidrolisat yang berpotensi
paling tinggi sebagai anti bakteri patogen adalah AS 0.10 1j DD85 dan AS 0.10 3j
DD85. Bila dihubungkan dengan hasil penelitian Hertiyani (2005) tentang
aktivitas immunoenhancer pada hidrolisat kitooligomer dari kitin diperoleh
hidrolisat yang memiliki aktivitas paling tinggi adalah AS 0.10 1j DD85, AS 0.10
3j DD85 dan 0.0085 3j DD85. Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dari
penelitian ini, penelitian Meidina (2005) dan penelitian Hertiyani (2005) diperoleh
kesamaan jenis hidrolisat yang memiliki aktivitas biologi paling tinggi, yaitu AS
0.10 3j DD85.