aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter

10
BLOK MEDIKOLEGAL TUGAS PBL MEI 2014 Demo Tolak Kriminalisasi Dokter DISUSUN OLEH: Christa Gisella Pirsouw NIM. 2013-83-023 TUTOR: dr. Samuel Maruanaya FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

Upload: christa-gisella-frankstein-ms

Post on 06-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Aksi Solidaritas Tolak Kriminalisasi Dokter

TRANSCRIPT

BLOK MEDIKOLEGALTUGAS PBLMEI 2014Demo Tolak Kriminalisasi Dokter

DISUSUN OLEH:Christa Gisella PirsouwNIM. 2013-83-023

TUTOR:dr. Samuel Maruanaya

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURAAMBON2014Aksi Solidaritas Tolak Kriminalisasi Dokter

Kasus yang menimpa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Sp.OG, serta kedua rekan dokternya dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendry Siagian yang divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dengan tuduhan malpraktek terhadap Julia Fransiska Maketey yang meninggal saat melahirkan pada tahun 2010 lalu,1 ini menimbulkan banyak pro dan kontra dari berbagai pihak baik rekan dokter, Mahkamah Agung (MA), Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) sampai Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Pada rabu pagi 27 november 2013, ratusan dokter di Makasar, Sulawesi Selatan membuat aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter.2 Aksi ini berlangsung setelah Mahkamah Agung menghukum dr. Ayu berserta kedua rekannya karena tuduhan kealpaan yang menyebabkan kematian orang lain.3 Dalam orasinya, para dokter menyampaikan kekhawatiran mereka atas kriminalisasi tindakan medis ini. Mereka juga mengancam akan menolak untuk mengambil tindakan medis yang beresiko saat menolong pasien. Mereka mengaku takut dipidana seperti yang menimpa ketiga sejawat mereka yang kini divonis pidana.2

Disamping itu, ratusan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kab. Batang juga menggelar aksi yang sama yang berlangsung di depan alun-alun Batang. Pengurus Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Kab. Batang yakni dr. Diki Zulkarnaen, Sp.OG dalam orasinya menyatakan bahwa aksi ini bukan untuk membela dokter yang salah, tapi kalau benar akan dikatakan benar. Kalau kita bekerja sudah sesuai dengan standar operasional profesi dan pasien tetap tidak terselamatkan itu bukan kuasa kita lagi. Karena kita bukan Tuhan, bukan malaikat. Kontrak kita adalah kontrak upaya penyelamatan. Adapun hasilnya, Tuhan lah yang menentukan. Kata dr. Diki. Pada kesempatan yang sama, dr. Budi selaku Divisi hukum IDI kab. Batang mengatakan bahwa aksi ini merupakan keprihatinan IDI di Kab. Batang karena kurang mengertinya pihak-pihak lain yang berhubungan dengan kedokteran. Pada prinsipnya ada satu hal yang pasti kita lakukan sebagai seorang dokter, yaitu asas utama demi kepentingan pasien tidak ada kepentingan lain. Kita mempunyai etika kedokteran, asaz kedokteran dan kita disumpah untuk keselamatan pasien. Dan apa yang terjadi sekarang ini merupakan kriminalisasi kedokteran yang belum bisa kita terima. Kata dr. Budi.4Aksi penolakan kriminalisasi dokter ini juga berlangsung di jakarta di depan kantor Ikatan Dokter Indonesia dan diberbagai tempat lainnya di Indonesia.5 Pada waktu yang sama, Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar hakim Agung yang menjebloskan dr. Dewa Ayu menegaskan, tidak ada satu profesi pun yang boleh ditempatkan berada diatas hukum. Hal itu sama saja dengan oligarki. Jangankan dokter, hakim pun bisa dipidana, bisa dihukum berat. Kok dokter merasa mau berada diatas hukum. Tidak boleh dimanapun berada. Tidak ada konstitusi yang membenarkan. Tidak boleh ada arogansi profesi. Semua harus patuh hukum, Ungkap Artidjo menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan para dokter.6

Senin, 16 desember 2013, Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, Ali Bazaid, mengatakan bahwa Rumah Sakit Umum Pusat Profesor Kandou Malalayang, Manado, Sulawesi Utara harus bertanggung jawab terhadap kasus dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani. Menurut Ali Bazaid, Rumah Sakit seharusnya melarang Dewa Ayu berpraktek karena tidak memiliki Surat Ijin Praktek (SIP). Yang saya tahu dia (dr. Ayu) tidak memiliki SIP. Kalau tidak izin, Rumah sakit tidak boleh membiarkan dokternya berpraktek sebelum ada SIP, katanya kepada Tempo 10 desember 2013. Ia menilai dokter yang melakukan operasi bedah tanpa SIP tergolong tindak pidana. Ali Bazaid juga mengklaim MKDKI yang paling berwenang menyelesaikan kasus dr. Dewa Ayu ketimbang MKEK. Sebelumnya MKEK menilai dr. Ayu tidak bersalah. Yang berhak menilai salah atau tidak dokter itu MKDKI. MKEK itu masalah etik bukan disiplin, Ujar Ali Bazaid. Alasannya MKDKI lebih kuat secara hukum karena dibentuk negara. Sedangkan MKEK dibawah organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia.7

Selasa 21 april 2015 lalu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zaenal Abidin mengangkat suara, beliau menyatakan bahwa putusan MK semakin menegaskan bahwa aparat hukum tidak mengerti profesi kedokteran, Itu juga terlihat dari kasus dr. Ayu Sasiary sebelumnya, keputusan hukum sudah tidak pasti, sudah dinyatakan bersalah, kemudian dicabut, akhirnya ditetapkan lagi hingga akhirnya dicabut lagi, Kata Zaenal. Menurut Zaenal, seharusnya penegakkan hukum yang diterapkan terhadap profesi kedokteran sama dengan profesi lainnya, yakni penegakkan hukum berjenjang, bukan bersamaan. Dalam arti bahwa semua kasus kedokteran harus melewati aturan kode etik dan kedisiplinan profesi kedokteran. Selama tidak ada unsur pidana pada kasus, tidak harus diintervensi pengadilan umum. Menurut Zaenal, pada kasus dr. Dewa Ayu seharusnya diselesaikan di tingkat MKEK atau MKDKI, bukan di ranah pengadilan umum dan dijerat dengan KUHP. Serta didalamnya tidak ada unsur kesengajaan untuk membunuh, tetapi hanya risiko. Selain itu, menurut Kepala Biro Hukum dan Pembelaan Anggota PB IDI N Nazar, persoalan substansial pada putusan MK yang tidak berkeadilan adalah dengan memasukkannya unsur keputusan tambahan berupa perlibatan MKDKI dalam proses penyidikan lanjutan pengadilan. Padahal menurut Nazar, kewenangan MKDKI dalam keputusan hanya memutuskan kedisiplinan dokter yang sifatnya sanksi administratif.8

Tanggapan saya mengenai hal ini adalah saya tidak setuju dengan putusan MA yang menjatuhkan vonis pidana 10 bulan penjara kepada dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, Sp.OG, serta kedua rekan dokternya dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendry Siagian. Dalam hal aksi demonstrasi yang merupakan bentuk solidaritas dari para dokter, saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Pengurus Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Kab. Batang selaku dr. Diki Zulkarnaen bahwa memang benar kita ini bukan Tuhan, bukan malaikat. Melainkan hanya manusia biasa yang dipakai Tuhan untuk menolong dan menyelamatkan orang lain. Jika pada akhirnya tidak tertolong yah itu bukan salahnya kita. Itu kehendak Tuhan, tidak bisa dipaksakan. Tuhan pun tahu kita telah berusaha semampu kita. Saya pun setuju dengan pendapat Ketua Umum PB IDI yang menyatakan bahwa dalam kasus ini tidak ada unsur kesengajaan untuk membunuh, tetapi hanya risiko. Dan selama tidak ada unsur pidana, seharusnya tidak harus diintervensi pengadilan umum. Adapun pasien tersebut meninggal karena emboli udara. Dimana emboli adalah kondisi medis yang sulit dihindari oleh dokter se-hebat apapun. Emboli yang mengancam pasien tersebut adalah kondisi yang paling menakutkan bagi pasien dan dokternya karena tidak bisa diprediksi, sulit dicegah dan diatasi. Karena beratnya kasus emboli kadang hanya mujizat yang dapat menyelamatkan. Menurut saya, tidak masalah jika hakim memvonis dr. Dewa Ayu karena tidak memiliki izin praktek. Tapi kalau hakim memvonis malpraktek dokter karena penyebabnya emboli, saya tidak setuju dan menurut saya itu tidak benar. Itu bukan suatu malpraltek. Seperti yang dikatakan Ketua Umum PB IDI, itu adalah risiko dan tidak ada unsur kesengajaan membunuh. Sekali lagi saya tegaskan bahwa itu bukan suatu kesengajaan membunuh atau pembunuhan. Tidak ada seorang dokter pun yang mempunyai niat untuk membunuh atau mencelakai orang lain. Karena kita sebagai dokter mempunyai etik kedokteran, asaz kedokteran dan yang lebih lagi kita sebagai dokter ini disumpah untuk keselamatan pasien.

Referensi1. Para Dokter IDI akan Demo Mahkamah Agung. [internet]. 2013 [cited: 2015 May 14] Available from : http://www.tempo.co/read/news/2013/11/26/063532648/Para-Dokter-IDI-akan-Demo-Mahkamah-Agung 2. Aksi Solidaritas, Ratusan Dokter Makassar Demo. [internet]. 2013 [cited: 2015 May 14] Available from : http://m.news.viva.co.id/news/read/461819-aksi-solidaritas--ratusan-dokter-makassar-demo 3. Profesi-profesi yang Melawan Kriminalisasi. [internet]. 2014 [cited: 2015 May 14] Available from : http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt54588f50780ef/profesi-profesi-yang-melawan-kriminalisasi 4. IDI Batang Demo Tolak Kriminalisasi Dokter. [internet] 2013 [cited: 2015 May 14] Available from : http://batangkab.go.id/?p=3373 5. Minta dr. Ayu dibebaskan, Ratusan Dokter Demo di Kantor IDI Jakarta. [internet]. 2013 [cited: 2015 May 14] Available from : http://m.detik.com/news/read/2013/11/20/144715/2418475/10/minta-dr-ayu-dibebaskan-ratusan-dokter-demo-di-kantor-idi-jakarta?n991103605 6. Kontroversi Vonis Hakim Artidjo, Penilaian Awam vs Penilaian Medis. [internet]. 2013 [cited: 2015 May 14] Available from : http://m.kompasiana.com/post/read/615015/2/kontroversi-vonis-hakim-artidjo-penilaian-awam-vs-penilaian-medis.html 7. Ketua Majelis Disiplin Dokter: dr. Ayu Tak Berizin. [internet]. 2013 [cited: 2015 May 14] Available from : http://www.tempo.co/read/news/2013/12/16/173537760/Ketua-Majelis-Disiplin-Dokter-dr-Ayu-Tak-Berizin 8. IDI Menyayangkan Putusan Mahkamah Konstitusi. [internet]. 2015 [cited: 2015 May 14] Available from : http://print.kompas.com/baca/2015/04/21/IDI-Menyayangkan-Putusan-Mahkamah-Konstitusi