aklimatisasi anggrek
DESCRIPTION
laporan praktikumTRANSCRIPT
AKLIMATISASI ANGGREK
Oleh:
Nama : Abdul MalikNIM : B1J010238Kelompok : 1Rombongan : IAsisten : Putri Dhiyas Desiana
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian lingkungan terhadap bibit
tanaman yang sebelumnya hidup di dalam botol (secara in vitro) agar selanjutnya
dapat hidup di lingkungan luar botol (lingkungan alamiahnya). Keberhasilan pada
kegiatan pembibitan secara in vitro harus diimbangi kesuksesan aklimatisasinya.
Jenis anggrek, ada jenis anggrek yang dalam proses aklimatisasi tidak banyak
bermasalah dan ada jenis anggrek yang proses aklimatisasinya demikian sulitnya.
Jenis anggrek yang mudah diaklimasasi akan menghasilkan prosentase bibit hidup
yang tinggi, sedangkan jenis yang susah tentu akan menghasilkan prosentase bibit
hidup yang rendah bahkan bisa jadi mati semua (Santoso, 2009).
Mengeluarkan anggrek dari dalam botol apabila anggrek telah
berkecambah sekitar 7-8 bulan. Anakan anggrek di dalam botol disebut dengan
sedling. Sedling yang siap dikeluarkan mempunyai akar yang banyak dan
kelihatan kokoh. Mengeluarkan sedling dari dalam botol harus berhati-hati.
Sedling yang dikeluarkan dari botol sering tidak bisa beradaptasi ketika
dipindahkan ke kompot karena telah terbiasa dengan makanan yang sudah
disediakan di dalam botol (Parnata, 2005).
Umumnya anggrek yang dibudidayakan memerlukan temperatur 28 - 30°
C dengan temperatur minimum 15° C. Anggrek tanah pada umumnya lebih tahan
panas dari pada anggrek pot. Temperatur yang tinggi dapat menyebabkan
dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kelembaban nisbi (RH)
yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60–85%. Fungsi kelembaban yang
tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari penguapan yang terlalu tinggi.
Kelembaban yang rendah pada siang hari dapat diatasi dengan cara pemberian
semprotan kabut (mist) di sekitar tempat pertanaman dengan bantuan sprayer
(Soeryowinoto, 1974).
B. Tujuan
Setelah melakukan kegiatan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Meningkatkan keterampilan aklimatisasi anggrek.
2. Meningkatkan prosentase keberhasilan bibit anggrek yang jadi (tetap hidup)
sampai dapat diperjualbelikan.
3. Menentukan macam media aklimatisasi yang sesuai untuk masing-masing
jenis anggrek.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kawat U, pinset,
baskom untuk merendam bibit, batang pengaduk, autoklaf, spreyer, pot plastik, try
(tempat meletakan plastik), spidol permanen dan kertas merang.
Bahan yang digunakan adalah anggrek Dendrobium sp, steroform, bibit
anggrek botol yang siap diaklimatisasi, sphagnum moss, fungisida dan pupuk
majemuk dengan kandungan (N) tinggi.
B. Metode
Cara kerja praktikum ini yaitu :
1. Disiapkan pot dan tulis nama anggrek yang akan ditanam dengan spidol
permanen.
2. Disiapkan steroform yang telah dipotong kecil-kecil kedalam pot.
3. Dilarutkan pupuk sesuai aturan penggunaan sebanyak 1 liter, kemudian
rendam media aklimatisasi yang akan digunakan dalam larutan tersebut dan
tiriskan.
4. Ditiriskan setelah masukan dalam botol bekas dan tutup dengan aluminium
foil dan sterilkan dengan autoklaf selama 30 menit.
5. Dinginkan media dalam baki plastik dan masukan pot apabila sudah dingin.
6. Dibuat larutan fungisida sesuai rekomindasi.
7. Dikeluarkan seedling dari dalam botol dengan cara :
a. Buka tutup botol, isi dengan air yang bersih sambil dikocok pelan-
pelan agar media terlepas dari akar.
b. Tarik keluar pelan-pelan menggunakan kawat pengait, tarik bagian
pangkal batang dan usahakan akar yang keluar terlebih dahulu agar
tidak rusak daunnya.
c. Rendam dalam larutan fungisida yang telah disiapkan selama 5 menit,
kemudian tiriskan di atas kertas merang sampai benar-benar kering.
d. Setelah kering dari larutan fungisida, tanam seedling dengan cara
membalut akar seedling dengan moss. Usahakan daun dan bulbus tidak
tertutup media.
8. Dibenamkan seedling dalam pot yang telah diisi dengan steroform kemudian
tutup dengan media sampai pot penuh sambil ditekan agar bibit tegak.
9. Disiram seedling dengan sedikit air dan usahakan daunya tidak tersiram air.
10. Diletakan pot dalam rak plastik (try dari plastik) dan harus terlindungi dari
sinar matahari secara langsung dan kelembaban udara harus tinggi.
11. Diseedling setelah cukup kuat pindahkan ke para-para agar tumbuh
sempurna.
12. Dipara-para syaratnya harus bersih dari hama dan penyakit, dengan cara
diberikan fungisida dan insektisida secara teratur, tidak terkena hujan secara
langsung dan terhindar dari tiupan angin. Siram seedling menggunakan
sprayer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar. Aklimatisasi Anggrek
B. Pembahasan
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian lingkungan terhadap bibit
tanaman yang sebelumnya hidup di dalam botol (secara in vitro) agar selanjutnya
dapat hidup di lingkungan luar botol (lingkungan alamiahnya). Beberapa masalah
yang menyebabkan berhasil atau tidaknya aklimatisasi yaitu (1). Pada habitat
alaminya, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau ranting. Pemindahan
tanaman dari botol ke media dalam pot sebenarnya telah menempatkan tanaman
pada lingkungan yang tidak sesuai dengan habitatnya. (2).Tumbuhan yang
dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki kondisi lingkungan
yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman didapat secara
eksogenous, apabila dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat
membuat sendiri bahan organik secara endogenous (Adiputra, 2009).
Aklimatisasi adalah pemindahan tanaman dari lingkungan steril (in vitro)
kelingkungan semisteril sebelum dipindahkan ke lapangan. Aklimatisasi
merupakan saat paling kritis dalam perbanyakan tanaman secara kultur in vitro
karena peralihan dari heterotrhop ke autotroph. Organisme heterotroph adalah
organisme yang kebutuhan makanannya memerlukan satu atau lebih senyawa
karbon organik, makanannya tergantung pada hasil sintesis organisme lain.
Adapaun organisme autotroph adalah organisme yang membuat makanannya dari
zat-zat anorganik (Darmono, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi, antara lain:
1. Terjadinya proses transpirasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
hilangnya kandungan air dalam jaringan tanaman.
2. Bibit belum atau kurang mampu melakukan proses fotosintesis.
3. Terjadinya busuk atau kontaminasi oleh mikroorganisme.
Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan
aklimatisasi yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau
kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan
kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat
asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH=7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan
mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titil optimal antara pH
5,0 dan 6,0. Bila eksplan sudah mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur
dalam media kultur jaringan mempunyai peran yang sangat penting dalam
menstabilkan pH. Penyimpangan pH dalam medium yang mengandung
garam tinggi kemungkinan terjadi lebih kecil, karena kapasitas buffernya
lebih besar. Kapasitas kultur sel untuk penggunaan NH4+ sebagai satu-satunya
sumber N tergantung pada pengaturan pH dari medium di atas 5.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan pH meter, atau bila
menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila
ternyata pH medium masih kurang dari normal, maka dapat ditambahkan
KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dapat
dinetralkan dengan meneteskan HCL.
2. Kelembaban
Kelembaban relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH
sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH
pada keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus.
3. Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan
organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan
pembentukan tunas dari kalus tembakau pada intensitas yang rendah.
Sebaliknya, pada intensitas yang tinggi proses ini akan terhambat.
Pembentukan kalus maksimum sering terjadi di tempat yang lebih gelap.
4. Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang
optimum umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor
lingkungan, di samping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi.
Berbeda halnya dengan anggrek, keberhasilan akilimatisasi planlet
anthurium dipengaruhi oleh penyiapan planlet yang baik dan proses aklimatisasi
secara bertahap. Media arang sekam dan sekam mentah menghasilkan
pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar
daun) paling baik. Media arang sekam mempunyai sifat ringan (berat jenis 0,2
kg/l), banyak pori-porinya, kapasitas menahan air tinggi, dan berwarna hitam
sehingga dapat menyerap sinar matahari dengan efektif (Marlina dan Rusnandi,
2007).
Bibit botol hasil kultur jaringan diaklimatisasikan dalam pot, yaitu dengan
menanam planlet dalam pot. Aklimatisasi adalah tahap akhir dan perbanyakan
secara kultur jaringan, aklimatisasi dilakukan untuk penyesuaian bibit terhadap
kondisi di luar botol. Kendala yang sangat dirasakan oleh petani saat ini adalah
pemindahan bibit dan botol kedalam pot sulit dilakukan. Selain itu bibit dalam pot
akan tumbuh baik apabila memiliki media tanam yang cocok, perawatan dan
pemupukan yang baik. Penanganan planlet yang kurang baik pada tahap
aklimatisasi dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu faktor tersebut diatas
perlu diperhatikan saat mengeluarkan planlet dan kondisi steril ke semi steril
(Kusumo, 2001).
Bibit anggrek dari botol yang telah siap diaklimatisasikan dapat
digolongkan menjadi dua golongan yang sifat pertumbuhannya simpodial tidak
mengenal masa istirahat (Rest Period), sedangkan yang bersifat monopodial
mengenal masa istirahat sehingga transplangingnya ( pindah tanam ) harus
didasarkan atas kenyatan adanya masa istirahat itu. Bagi monopodial saat yang
tepat untuk mengeluarkan bibit dari dalam botol adalah waktu tanaman
memperlihatkan pertumbuhan yang kuat, cepat, dan segar. Sedangkan untuk
anggrek yang bersifat simpodial paling tidak memperlihatkan adanya umbi semu (
Psedobulbus), setidaknya umbi kedua (Diah, 2003). Menurut Untari et al., (2007),
alasan yang menyebabkan bibit anggrek tidak tumbuh yaitu bibit mengalami
penguapan/transpirasi yang tinggi karena tidak dilakukan penutupan dengan botol
plastik pada awal pengaklimatisasian, sehingga daun menjadi layu dan
kemampuan fotosintesispun menurun. Intensitas cahaya dan kelembaban yang
tinggi tidak diperhatikan saat pengaklimatisasian.
Tanaman atau plantlet yang tumbuh secara in vitro tanaman memerlukan
suatu tahap aklimatisasi. Dalam aklimatisasi, media tanam menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan dari setiap pertumbuhan anggrek karena media
tumbuh sebagai tempat berpijak akar anggrek. Jenis media tanam yang digunakan
pada setiap daerah tidak sama, diIndonesia media tumbuh untuk anggrek yang
ditanam di dalam pot umumnya berupa arang, pakis, batubara atau sabut kelapa
(Livy Winata Gunawan, 2006).
Habitat asli anggrek cenderung hidup di atas pohon (anggrek epifit), di
atas tanah sisa tumbuhan mati (anggrek terestrik/anggrek tanah) dan diatas humus
(anggrek saprofit). Upaya untuk mendapatkan hasil pertumbuhan yang maksimal
bagi anggrek maka haruslah anggrek tersebut mendapatkan media tanam sesuai
dengan jenisnya masing-masing. Ada berbagai macam jenis media tanam anggrek
menurut Agah (2009) yaitu :
1. Arang
Arang yang digunakan haruslah arang yang telah mengalami pembakaran
dengan sempurna dan harus berupa pecahan kecil-kecil. Sifat arang adalah
tidak mengikat air terlalu banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering
dilakukan. Arang memiliki banyak keuntungan diantaranya arang tidak mudah
lapuk sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah
didapatkan dengan harga yang relatif murah. Khusus untuk arang batok kelapa
sangat bagus untuk digunakan karena bersifat penawar bagi tanaman apabila
mengalami kelebihan pupuk, adanya tannin pada media dan sebagainya.
2. Pakis
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya
hitam, kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan
arang, maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi, kerugiannya apabila
terlalu sering disiram pakis cepat lapuk dan mudah mengundang cendawan.
3. Batu bata
Batu bata mudah dijumpai dan harganyapun relatif murah. Batu bata yang
dipergunakan dapat menggunakan batu bata tanah liat murni ataupun batu bata
campuran. Batu bata sebaiknya digunakan bersama media lain karena
beberapa sifat batu bata tidak mendukung pertumbuhan anggrek, diantaranya
adalah batu bata memiliki berat yang lebih dibandingkan media lain, estetika
penggunaan batu bata sebagai media tunggal kurang, batu bata tidak
mengalami pelapukan yang artinya tidak adanya pelepasan zat hara.
4. Sabut Kelapa
Sabut kelapa banyak digunakan dalam penanaman bunga anggrek. Sabut
kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa tua yang dicirikan dengan
warnanya yang telah coklat. Sifat sabut kelapa mudah busuk yang artinya anda
harus lebih sering mengganti media tersebut. Pemakaian sabut kelapa di
daerah banyak hujan dan kelembabannya cukup tinggi tidak dianjurkan,
karena sifatnya yang lebih menyerap air dan dapat menyebabkan kebusukan
akar pada tanaman anggrek. Umumnya anggrek lebih menyukai media
tumbuh yang berongga yang memberikan ruang respirasi yang bagus.
5. Moss Sphagnum
Moss sphagnum adalah media tanaman dari semacam lumut yang biasanya
berada di hutan-hutan. Media ini termasuk kedalam lumut Bryophyta
bentuknya mirip paku selaginela, media yang kering bentuknya seperti remah
dan sangat ringan seperti kapas. Media moss sphagnum jarang ditemui dan
harganya relatif lebih mahal. Rittershausen and Wilman (2003), moss
sphagnum lebih mengikat air dibandingkan pakis, tetapi lebih lancar dalam
drainese dan aerasi udara.
6. Gabus
Sifat gabus tidak mengikat air, karena itu membutuhkan penyiraman yang
lebih sering. Keuntungan gabus adalah tanaman dan pot lebih bersih dan
cendawan jarang yang menyerang pada media gabus. Ada baiknya media
gabus dapat digunakan dengan media lainnya, misalkan dengan arang ataupun
potongan dadu sabut kelapa.
7. Kulit kayu pinus
Kulit kayu pinus sangat bagus untuk digunakan pada media tanaman
anggrek karena kulitnya mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa yang
membuatnya tidak mudah lapuk dan terjangkit cendawan. Kelemahannya kulit
kayu pinus jarang ditemui (Darmono, 2003).
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal
penting, di antaranya jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik
aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kondisi lingkungan. Jenis anggrek yang
proses aklimatisasinya sulit adalah anggrek Grammatophyllum scriptum,
Dendrobium johanis, Dendrobium laseanthera dan Phalaenopsis amboinensis.
Media yang dibuat dengan hanya menggunakan hara tersedia atau siap komsumsi
bagi tanaman (misalnya media MS / VW saja) tanpa penambahan bahan organik
komplek atau pupuk, akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi
kemampuan aklimatisasinya kurang baik. Bibit yang siap diaklimatisasikan
biasanya berumur minimal 6 bulan dalam botol, biasanya pada umur itu tubuhnya
lengkap yaitu sudah memiliki daun dan akar yang relatif kokoh. Kondisi
lingkungan yang harus diperhatikan seperti suhu, cahaya dan sirkulasi udara
(Santoso, 2009).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Tahapan aklimatisasi yaitu perendaman botol kultur, pengeluaran plantlet,
perendaman plantlet kedalam larutan fungisida, persiapan media dalam pot,
penanaman dan pengamatan harian.
2. Media yang paling baik untuk anggrek epifit adalah moss sphagnum
karena lebih mengikat air, tetapi lebih lancar dalam drainese dan aerasi udara.
DAFTAR REFRENSI
Adiputra, I Gede Ketut. 2009. Aklimatisasi Anggrek pada Awal Pertumbuhannya Diluar Kultur Jaringan. FMIPA FMIPA, Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
Agah. 2009. Media Tanaman Anggrek. http://www.orchid.com. Diakses 28 Mei 2010.
Darmono, W. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Diah, Widiastoety, D. 2003. Merawat Cattleya. Swadaya, Jakarta.
Kusumo, S. ect all. 2001. Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian. Indonesia Agriculture Research and Delopment Journal. Bogor.
Livy Winata Gunawan. 2006. Budidaya anggrek. Penebar swadaya. Jakarta.
Marlina, Nina dan Dedi Rusnandi. 2007. Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurium pada Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007.
Parnata, Ayub.S. 2005. Panduan Budidaya dan Perawatan Anggrek. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Santoso, Untung. 2009. Mitra Anggrek. http://cakrawalabening.blogspot.com. Diakses 28 Mei 2010.
Soeryowinoto, S. 1974. Merawat Anggrek. Kanisius, Jogjakarta.
Rittershausen B and Wilman. 2003. Growing Orchids.Hermes House, British.
Untari, Rina, Edhi Sandra dan Dwi Murti Puspitaningtyas. 2007. Aklimatisasi Bibit Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl). Buletin Kebun Raya Indonesia Vol.10 No.1.
.