subkultur anggrek

28
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi akseptis, sehingga bahan-bahan tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Pada mulanya, orientasi tekhnik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik kultur jaringan menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi tanaman. Dewasa ini, setelah banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan, tekhnik kultur jaringan telah dipergunakan dalam industri tanaman. Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat tergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur-unsur hara dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer melalui fotosintesis. Keberhasilan pertama dalam kultur in vitro dicapai dalam praktek kultur organ. Menurut Shabde- Moses & Murashige (1979), Hanining, pada tahun 1904 telah berhasil mendapatkan kecambah tanaman jenis crucifer dari embrio-embrio yang diisolasi dari biji yang belum matang

Upload: rhinae-ningtyas

Post on 29-Jun-2015

1.661 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Subkultur Anggrek

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

seperti protoplasma sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya

dalam kondisi akseptis, sehingga bahan-bahan tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Pada mulanya, orientasi tekhnik kultur

jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik kultur

jaringan menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi tanaman. Dewasa ini, setelah

banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan, tekhnik kultur jaringan telah

dipergunakan dalam industri tanaman.

Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat tergantung

pada media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak

hanya unsur-unsur hara dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya

berupa gula gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer

melalui fotosintesis.

Keberhasilan pertama dalam kultur in vitro dicapai dalam praktek kultur

organ. Menurut Shabde- Moses & Murashige (1979), Hanining, pada tahun 1904

telah berhasil mendapatkan kecambah tanaman jenis crucifer dari embrio-embrio

yang diisolasi dari biji yang belum matang (immature). Pertumbuhan organ yang

tidak terbatas di dalam kultur in vitro, pertama diperhatikan oleh White dalam kultur

akar tomat sekitar tahun 1934.

Kultur organ merupakan topik yang penting dalam penelitian antara tahun

1904-1960. setelah itu penelitian dalam bidang ini berkurang, kecuali kultur pucuk

atau meristem. Kultur pucuk atau meristem mempunyai aspek praktis sebagai cara

memperbanyak klon yang cepat dan bebas penyakit. Dewasa ini kultur meristem

sudah merupakan

Page 2: Subkultur Anggrek

I.2 Tujuan

Mengetahui pengaruh media MS terhadap pertumbuhan pada Dendrobim

lilypride pada proses perbanyakan

Mengetahui perbedaan pengaruh zat pengatur tumbuh pada IAA, NAA,

IBA,dan BAP pada media perakaran

Mengetahui media yang baik untuk pertumbuhan Dendrobium schulery

pada proses aklimatisasi

Page 3: Subkultur Anggrek

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tahapan Kultur Jaringan

A. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang

pertama harus dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak

diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya, serta

harus sehat dan bebas dari hama penyakit. Setelah ditentukan tanaman induk yang

merupakan sumber eksplan, kegiatan berikutnya adalah mempersiapkan dan

mengondisikan tanaman induk sedemikian rupa agar eksplan yang digunakan

tumbuh baik pada waktu dikulturkan secara in vitro.

Pentingnya lingkungan tanaman induk yang lebih higienis untuk

mendapatkan eksplan yang lebih berkualitas dan lebih bersih terbukti pada

pembiakan in vitro berbagai tanaman tropis, seperti jati, pisang, anggrek, vanili,

dan pepaya. Tanaman sumber eksplan sebaiknya dikondisikan di rumah kaca atau

rumah plastik. Pemeliharaan yang diperlukan meliputi pemangkasan, pemupukan,

dan penyemperotan dengan pestisida (Fungisida, bakteriosida, dan insektisida),

sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih bersih dan sehat dari kontaminan.

Di samping mengusahakan lingkungan tanaman yang lebih bersih dan

higienis, perubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang

perlu diperlukan, seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur

tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman

induk dengan fotoperiodisitas san temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi

serta penambahan ZPT seperti sitokininuntuk merangsang tumbuhnya mata tunas

baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.

B. Inisiasi Kultur

Tujuan utama tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptik atau

aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti

bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Untuk mendapatkan kultur

Page 4: Subkultur Anggrek

yang bersih dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan

upaya untuk menghilangkan kontaminasi mikroorganisme yang menempel

dipermukaan eksplan. Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk

mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCL2.

sterilisasi dan penanganan eksplan secara lebih rinci dijelaskan dalam bab

berikutnya.

Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya

pencoklatan atau penghitaman bagian eksplan. Pada waktu jaringan terkena sters

mekanik, seperti perlukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk

atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol ini sering bersifat

toksik, menghambat pertumbuhan, atau bahkan mematikan jaringan eksplan.

Untuk mengatasi pencoklatan di bagian eksplan, pengondisian tanaman induk di

lingkungan yang bersih (sehat) pada tahap ini sangat membantu, karena tidak

diperlukan sterilisasi yang terlalu kuat. Untuk mengatasi atau mengurangi

pencoklatan atau penghitaman jaringan, George dan Sherrington (1984)

menyarankan beberapa tindakan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. mengurangi dan menyerap senyawa fenol yang dihasilkan dengan perlakuan

arang aktif atau PVP(polyvinylpyrrolidone)

2. memodifikasi potensial redoks dengan merendam atau menambahkan

antioksidan atau agen pereduksi ke dalam media. zat yang bisa digunakan di

antaranya campuran antara asam sitrat dan asam askorbat.

3. Menghambat aktivitas enzim fenolase dengan agen pengelat sepeeti EDTA

(ethylene diamine tetraacetic acid), DIECA( sodium diethyl dithiocarbamate),

8-HQ (8- hydroxyquinoline) dan phenylthiourea.

4. Mengurangi aktivitas fenolase dan ketersediaan substratnya dengan cara

perlakuan pH rendah dan inkubasi pada ruang gelap

5. menggunakan media tanpa Cu2+ dan Fe3+ pada tahap awal pengulturan

eksplan, karena kedua ion ini berperan awal dalam oksidasi fenol. Jika

pencoklatan sudah teratasi, eksplan dapat dipindahkan ke media normal yang

dilengkapi dengan kedua ion tadi.

Page 5: Subkultur Anggrek

C. Multifikasi atau Perbanyakan Propagul

Pada prinsipnya, tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau

bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya

dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap

berikutnya. Pada tahap ini perbanyakan tunas dirangsang,umumnya dengan

mendorong percabangan tunas lateral atau merangsang pe,bentukan tunas

advektif. Kondisi ini memerlukan sitokinin seperti BA, 2-iP, kinetin, atau

zhidiozuron. Cara pemakaiannya, eksplan yang hidup dan tidak terkontaminasi

(aseptik) dari tahap inisiasi kultur dipindahkan auat disupkulturkan ke media yang

mengandung sitokinin. Propagul yang dihasilkan dalam jumlah berlipat

disubkulturkan terus secara berulang-ulang sampai dicapai jumlah propagul yang

diharapkan. Setelah itu, tunas mikro yang dihasilkan dapat diakarkan dan

diaklimatisasi.

Subkultur dapat dilakukan beberapa kali sampai jumlah tunas yang

dihasilkan sesuai dengan yang kita diharapkan, tanpa mengorbankan kualitas

tunas. Subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu tunas, seperi

terjadinya vitrifikasi (suatu gejala ketidaknormalan fisiiologis) dan aberasi

(penyimpangan) genetik. Keadaan ini terjadi karena semakin banyak subkultur

dilakukan berati semakin sering dikondisikan dalam media yang ngandung

sitokinin, sehingga daya regenerasinya meningkat. Akibatnya, kultur yang semula

hanya menghasilkan tunas advektif dalam jumlah banyak. Dengan demikian,

metode perbanyakan in vitro yang digunakan kadang-kadang sulit menetapkan

percabangan tunasa lateral atau bersamaan dengan pembentukan tunas advektif.

D. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multifikasi dipindahkan ke media

lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung

sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan

secara individu atau kelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih

ekonomis daripada secara inidividu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas

tersebut dapat diakarkan,

Page 6: Subkultur Anggrek

Pemanjangan tunas dan perakaran dapat dilakukan sekaligus atau secara

bertahap, yaitu setelah dipanjangkan, baru diakarkan. Pada spesies-spesies yang

mudah berakar, seperti pisang, strauberi, vanili, dan spathyphyllum, pemanjangan

tunas dalam media tanpa sitokinin juga dapat sekaligus merangsang pembentukan

akar, sehingga tidak diperlukan pengakaran tunas secara tersendiri.

Pengakaran tunas dapat dilakukan secara in vitro atau ex vitro (extra

vitrum atau in vivo). Untuk skala komersial, pengakaran ex vitro mempunyai

banyak kelebihan karena dapat menghemat tenaga dan biaya, serta morfologi akar

yang terbentuk juga lebih baik. Pengakaran tunas in vitro dapat dilakukan dengan

memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin

seperti NAA atau IBA. Alternatif lain, induksi pengakaran dapat dilakukan secara

in vitro, lalu perkembangan akarnya dilakukan secara ex vitro.

Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang

dihasilkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang

disebut hardening invitro telah dilaporkan dapat meningkatkan tunas pada tahap

ini, sehingga planlet atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasi dengan

persentasi yang lebih tinngi.

Beberapa perlakuan yang biasa dilakukan sebagai berikut:

1. Mengondisikan kultur di tempat yang pencahayaannya berintensitas lebih

tinggi (contohnya 10.000 lux) dan suhunya lebih tinggi.

2. pemanjangan dan pengakaran tunas mikro dilakukan dalam media kultur

dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar

yang lebih tinggi.

E. Aklimatisasi Planlet ke Lingkungan Luar

Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar

botol seperti rumah kaca, rumah plastik, atau sreenhouse (rumah kaca kedap

serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pengkoordinasian

palanlet atau tunas mikro( jika pengakaran dilakukan dalam ex vitro) di

lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah sehingga planlet

dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang.

Page 7: Subkultur Anggrek

Prosedur pembiakan dalam kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika

planlet dapat ke kondisi eksternal dengan keberhasilan tinggi

Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim di rumah kaca,

rumah plastik, dan lapangan sangat jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di

dalam botol.kondiis di laur botol kelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak

aseptikdan tingkat cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di luar botol.

Planlet atau tunas mikro lebih bersefat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh

dalam kondisi kelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan

energi berkecukupan.

Di samping itu, tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala

ketidaknirmalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan

jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal

dengan tidak berfungsinya stomota sebagaimana mestinya, struktur mesofil

berubah, dan aktivitas fotosintesisnya sangat rendah. Dalam karakteristik seperti

itu, planlet atau tunas mikro mudah layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi

eksternal secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut perlu

diadaptasikan ke lingkungan baru yang lebih keras. Dengan perkataan lain, planlet

atau tunas mikro perlu diaklimatisasi.

Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet atau tunas mikri ke

media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembaban nisbi tinggi.

Secar berangsur-angsur kelembaban diturunkan dan intensitas cahaya dinaikan.

Cara yang paling mudah mengaklimatisasi dengan memindahkan ke bak

aklimatisasi dengan media campuran tanah, pasir dan kompos, kemudian

disemprotkan dengan air, dan disungkup dengan plastik. Media aklimatisasi yang

dipakai juga bisa berupa campuran media lain yang cocok. Bentuk bak atau

struktur aklimatisai bisa beragam, tergantung pada kebutuhan, skala produksi

bibit, serta jenis tanaman yang diaklimatisasi. Jika diperlukan aklimatisasi untuk

puluhan ribu bibit dalam sebulan, struktur yang diperlukan bisa berupa bedengan

bersangkup plastik dengan lebar 80 cm dan panjangnya sesuai kebutuhan.

Page 8: Subkultur Anggrek

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

III.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari kamis sepanjang semester lima di

Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah, tepatnya di Lap. Fisiologi.

Pengamatan di lakukan seminggu sekali dengan mencatat perubahan yang

terjadi.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan:

Botol fido

Alat tanam

LAFC

Cawan

Rak kultur

Bahan yang digunakan:

Dendrobium lylipride

Dendrobium schulery

Alkohol 70%

Media MS

BAP

Air kelapa

Pisang

Charcoal

Tanah humus

Pakis

Serabut kelapa

III.3 Cara Kerja

Page 9: Subkultur Anggrek

A. Subkultur Dendrobium lylipride Pada Media MS untuk Perbanyakan

1. Disiapkan Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dengan

menyalakan lampu UV selama minimal 30 menit, lalu

dinyalakan blower dan lampu serta dibersihkan bagian bawah

laminar dengan alkohol 70%

2. Dimasukan alat-alat yang akan digunakan yang sebelumnya telah

disemprotkan dengan alkohol 70%

3. Dibuka botol sumber eksplans dan kepala botol

4. Diambil eksplan Dendrobium lylipride dengan menggunakan

pinset lurus

5. Ditaru ekspan ke dalam cawan yang didalamnya terdapat kertas

putih

6. Dipotong akar dengan menggunakan pisau scalpel

7. Dibuka allumunium pada botol fido dengan menggunakan pinset

bengkok, lalu allumunium foil ditaro di bawah dengan posisis

terlentang

8. Ditaru botol fido didekat api

9. Didirikan tanaman pada media agar dengan posisi tegak lurus.

Satu botol fido ditanam 3 tanaman yang besar atau lima tanaman

dengan ukuran kecil

10. Ditutup fido dengan allumunium foil, lalu ditempeltan dengan

wrapping plastik sampai denutup botol fido

11. Disimpan di dalam rak kultur

12. Diamati pertambahan tinggi pada eksplan

B. Subkultur Dendrobium schulery pada Media Perakaran

1. Pembuatan media perakaran dengan membuat tiga jenis media

yang berbeda, yaitu:

Page 10: Subkultur Anggrek

1. Media MS+BAP1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+

charcoal 2 gl

2. Media MS+NAA1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+

charcoal 2 gl

3. Media MS+IAA1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+

charcoal 2 gl

4. Media MS+IBA1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+

charcoal 2 gl

2. Dilakukan subkultur Dendrobium schulery

3. Diamati akar yang terbentuk setiap satu minggu

C. Aklimatisasi

1. Planlet di dalam botol tanam dimasukkan aquadest dan dikocok

sampai planlet lepas dari media

2. Dimasukan planlet ke dalam bak yang berisi aquadest untuk

membersihkan dari sisa agar

3. Aklimatisasi dilakukan dengan menggunakan Dendrobium

schulery pada tiga media yang berbeda, yaitu:

1) Akar Pakis

Akar pakis sebelum digunakan sebagai media aklimatisasi,

dicuci dan direbus dengan air panas.

2) Serabut Kelapa

3) Tanah Humus/Pelet

4. Selanjutnya media dimasukan ke dalam pot kecil

5. Pot-pot tersebut dimasukan ke dalam wadah yang dapat

menyerupai rumah kaca.

6. Diamati media mana yang dapat menumbuhkan lebih cepat.

Page 11: Subkultur Anggrek

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

I. Penanaman Subkultur Dendrobium lylipride

Botol No.tanaman 1 2 3 4 5 6

Minggu

I

1 2 cm 3.7 cm 1.4 cm 4.4 cm 2.9 cm 3.2 cm

2 2 cm 1 cm 2.5 cm 3.8 cm 2 cm 2.2 cm

3 0.3 cm 1.5 cm 1 cm 1.6 cm 3.5 cm 1 cm

4 4 cm 1.2 cm

5 0.5 cm

Minggu

II

1 2.1 cm 3.8 cm 4.3 cm kontam

inasi

3.1 cm Kontam

inasi

2 2 cm 1.2 cm 2.3 cm 2.1 cm

3 0.4 cm 1.7 cm 1.1 cm 3.2 cm

4 4.5 cm 1.7 cm

5 1.2 cm

Minggu

VI

1 3.7 cm 3.8 cm 6 cm Konta

minasi

2 2.8 cm 1.5 cm 3.5 cm

3 2 cm 1.8 cm 2 cm

4 7.5 cm 1.7 cm

5 2.5 cm

Minggu

VII

1 3.4 cm 4.2 cm 6.2 cm

2 2.2 cm 2 cm 4 cm

3 2.7 cm 3.5 cm 2.2 cm

4 7.6 cm 2.2 cm

cm

5 2 cm

Rata- 1 2.8 cm 3.875 5.125

Page 12: Subkultur Anggrek

rata cm cm

2 1.75

cm

1.425

cm

3.075

cm

3 1.35

cm

1.875

cm

1.575

cm

4 5.9 cm 1.7 cm

5 1.55

cm

KET. Kontam

inasi

jamur

Konta

minasi

jamur

Kontam

inasi

jamur

II. Media Perakaran Dendrobium schulery

No. Media Jumlah tanaman yang

tumbuh akar

1 MS + ZPT IAA -

2 MS + ZPT NAA -

3 MS + ZPT IBA -

4 MS + ZPT BAP -

III. Aklimatisasi

No. Media Aklimatisasi Jumlah Tanaman yang Hidup

1 Akar Pakis -

2 Serabut Kelapa -

3 Pelet -

Page 13: Subkultur Anggrek

IV.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan subkultur anggrek, yang dilakukan dengan

memperbanyak Dendrobium lylipride, memperbanyak pada media perakaran pada

tumbuhan Dendrobium schulery, dan aklimatisasi. Dimana subkultur adalah proses

penanaman ulang dengan atau tidak adanya proses perbanyakan eksplan ke dalam media

yang baru.

Dari hasil penanaman subkultur Dendrobium lylipride, terdapat 3 tanaman yang

terkontaminasi. Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena

adanya infeksi secara eksternal maupun internal. Usaha pencegahan kontaminasi

eksternal dilakukan dengan sterilisasi permukaan bahan tanaman. Infeksi internal tidak

dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan.

Selain itu, faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap kontaminasi.

Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan,

sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar, serta dapat

meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme.

Pengambilan meristem sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril (aseptik) agar

tidak terkontaminasi (Sunarjono, 2002).

Kontaminasi disebabkan oleh jamur, bakteri dan cendawan. Kontaminasi oleh

jamur terlihat jelas pada media, media dan eksplan diselimuti oleh spora berbentuk kapas

berwarna putih, sedangkan kontaminasi oleh bakteri, pada eksplan terlihat lendir

berwarna kuning sebagian lagi melekat pada media membentuk gumpalan yang basah.

Jamur yang mengkontaminasi media dan eksplan adalah jamur yang biasa ada di

laboratorium seperti Aspergillus sp, Monilla sp dan Penicillium sp (Setiyoko, 1995).

Bakteri menurut Setiyoko (1995), yang mungkin berasal dari laboratorium adalah bakteri

gram positif.

Pada Media Perakaran dari Dendrobium schulery, didapatkan tidak tidak

terkontaminasi. Hal ini dimungkinkan karena proses kesterilan dapat lebih dijaga

sehingga kontaminasi dapat diminimalisir. Namun belum terdapat dari subkultur yang

membentuk akar, karena mungkin waktu yang kurang, walaupun telah diberikan zat

pengatur tumbuh. Pembentukan akar merupakan salah satu tahap yang penting dalam

pembiakan mikro. Proses pembentukan akar belum sepenuhnya dimengerti. Faktor-faktor

Page 14: Subkultur Anggrek

yang berpengaruh terhadap pembentukan akar pada stek telah diketahui mempunyai

pengaruh yang hampir sama pada stek mikro, diantaranya pengaruh genetik, umur

ontogenik, dan ZPT terutama auksin(Yusnita,2003)

Penambahan auksin dan sitokinin tidak selalu dibutuhkan, terutama sitokinin.

Diduga bahwa sitokinin sudah diproduksi oleh akar dan penambahan sitokinin eksogen

tidak perlu(Gunawan,1992).

Praktikum yang ketiga adalah aklimatisasi pada tanaman Dendrobium schulery.

Dimana aklimatisasi adalah pengkoordinasian palanlet atau tunas mikro( jika pengakaran

dilakukan dalam ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media

tanah sehingga planlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam

di lapang. Media yang digunakan pada aklimatisasi adalah pakis, serabut kelapa dan

tanah humus.

Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah

aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media

aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi, kemudian

secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan intensitas cahayanya dinaikkan

(Yusnita,2003).

Pakis merupakan pohon jenis palm, pohon pakis mempunyai batang yang berserat

kasar. Batang pakis yang telah ditebang dan diproses maka akan dihasilkan potongan-

potongan serat yang sangat cocok untuk pertumbuhan Anthurium.

Sifat media pakis ini adalah ringan, sangat porous dan mampu menahan air

dengan baik. Bila disiram air, kondisi media pakis akan mampu mempertahankan

kelembaban tetapi tidak jenuh air. Disamping itu, porousitas yang baik akan mampu

memberikan susunan udara (aerasi) yang baik. Aerasi sangat dipengaruhi oleh susunan

pori makro pada media. Media pakis, karena tersusun dari serat-serat kayu yang kasar

maka susunan pori makronya sangat baik(www.duniaflora.com)

Sebelum akar pakis digunakan sebagai media, akar pakis disterilisasi dengan cara

dicuci dengan air keran dan selanjutnya pakis direbut selama kurang lebih setengah jam.

Hal ini dikarenakan media tersebut disukai oleh senut dan hewan kecil lainnya atau

bahkan organisme

Page 15: Subkultur Anggrek

Media Aklimatisasi yang kedua yang digunakan adalah serabut kelapa. Media

sabut kelapa kini semakin banyak digunakan sebagai media tumbuh anggrek. Sabut

kelapa memiliki keunggulan yaitu mudah mengikat dan menyimpan air dengan baik,

mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman, serta mudah diperoleh dalam jumlah

besar.

Sayangnya media ini mudah lapuk dan terlalu kuat menyimpan air, sehingga

dapat menjadi sumber penyakit busuk akar dan busuk tunas anakan. Oleh karena itu,

media sabut kelapa lebih cocok digunakan didaerah panas. Didaerah yang sering turun

hujan, perlu menghindari penggunaan media ini. Bila terpaksa, kombinasikan dengan

media yang tidak menyerap air, seperti arang kayu bakar atau sejenisnya.

Sabut kelapa mengandung beberapa unsur dan senyawa antara lain, K, P, Ca, Mg

dan N. Selain itu, kaya bahan organik, abu, pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa dan

lignin. Pektin berfungsi sebagai penguat lapisan tengah dinding sel. Hemiselulosa dan

selulosa penyusun utama dinding sel yang berfungsi untuk memperkuat sel-sel kayu.

Lignin berfungsi untuk mengeraskan dinding sel. Calsium selain berfungsi menguatkan

dinding sel, juga mengaktifkan pembelahan sel-sel meristem. Magnesium sangat penting

dalam pembentukan chlorofil(www.vincanursery.com)

Media yang ketiga adalah pelet atau tanah humus. Media ini menurut

daunbagus.com memiliki daya serap yang tinggi yaitu 80-90% dari bobot tubuhnya.

Dengan degitu media tetap lembab. Ciri media lembap terasa basah jika tangan

dimasukkan, tapi air tidak sampai menggenang.

Hasil dari aklimatisasi ini menunjukan tidak adanya tanaman yang dapat tumbuh

pada media apapun. Hal ini dimungkinkan karena tanaman tersebut tidak dapat

menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru yang jauh lebih ekstrim. Menurut Nina dan

Dedi(2007),tahap ini merupakan tahap yang kritis karena kondisi iklim di rumah kaca

atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur.

Menurut Livy (2007), masa aklimatisasi merupakan masa yang sangat kritis,

karena pucuk/planlet in vitro menunjukan beberapa sifat yang tidak menguntungkan

seperti:

1. Lapisan lilin / kutikula tidak berkembang dengan baik

2. Lignifikasi batang kurang

Page 16: Subkultur Anggrek

3. Sel-sel palisade daun sedikit

4. Jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang

5. Stomata sering tidak berfungsi(tidak menutup pada penguapan tinggi)

Keadaan ini menyebabkan pucuk in vitro sangat peka terhadap:

1. Evapotranspirasi

2. Serangan cendawan dan bakteri tanah

3. Cahaya dengan intensitas tinggi

Oleh karena itu, aklimatisasi pucuk-pucuk in vitro memerlukan penanganan

khusus. Dalam operasi skala besar, aklimatisasi dilakukan di dalam rumah kaca/plastic

yang RH-nya 100%. Pengaturan RH dilakukan dengan mesin pembuat kabut (fog

machine) yang menyemburkan butiran-butiran air yang sangat halus, sehingga air yang

disemburkan hanya berupa kabut tipis.

Page 17: Subkultur Anggrek

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Media MS dapat digunakan dalam perbanyakan Dendrobium lilypride

ZPT sering ditambahkan dalam media perakaran

Tahap aklimatisasi merupakan tahap yang kritis

Media pakis akan mampu mempertahankan kelembaban tetapi tidak jenuh air

Sabut kelapa memiliki keunggulan yaitu mudah mengikat dan menyimpan air

dengan baik, mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman, serta mudah

diperoleh dalam jumlah besar

Pelet mempunyai serap yang tinggi yaitu 80-90% dari bobot tubuhnya

DAFTAR PUSTAKA

CALADIUM. http://www.daunbagus.com. Di akses tanggal 29 Desember 2008 jam 14.09

Darmono,Dian Widiastoety. Media Tanam Anggrek. Penerbit Panebar Swadaya. http:

//www.vincanursery.com. Di akses tanggal 29 Desember 2008 jam 14.15

Gunawan, L.Winata.1992.Tekhnik Kultur Jaringan Tumbuhan. Dept.Pendidikan dan

kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas

Bioteknologi IPB

Marlina,Nina dan Dedi Rusnandi.2007.Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurium Pada

Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007.

Teknisi Litkayasa Pelaksana dan Teknisi Litkayasa Nonkelas pada Balai

Penelitian Tanaman Hias. Http: [email protected]. Di akses Tanggal

29 Desember 2008 jam 14.24

Nisa, Chatimatun dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang

(Musa Paradisiaca L.). Fakultas Pertanian Universitas Lambung

Mangkurat. Jurnal bioscientiae. Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman

23-36. http://bioscientiae.tripod.com. Di akses 19 November 2008 jam

12.40

Page 18: Subkultur Anggrek

Yusnita.2003.Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.

Jakarta:Agromedia Pustaka

LAMPIRAN

Ket:

Kontaminasi jamur