air
DESCRIPTION
Air SimulasiTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut peneliti dari BPPT, Tati H.
dan Satmoko Y. (2007) menyatakan bahwa setiap hari manusia diperkirakan
membutuhkan air bersih minimal sebanyak 100 liter per orang, seperti untuk keperluan
air minum, memasak, mandi, mencuci pakaian dan lain-lain. Peningkatan jumlah
penduduk membawa banyak konsekuensi, diantaranya terhadap kecukupan penyediaan
air. Penyediaan air bersih kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan lingkungan atau kesehatan masyarakat dan berperan penting dalam
meningkatkan standar atau tingkat (kualitas) hidup. Sampai saat ini, penyediaan air
bersih bagi masyarakat masih dihadapkan pada beberapa masalah yang kompleks dan
sampai sekarang belum dapat sepenuhnya diatasi. Sebagai salah satu sumber kehidupan,
masyarakat menuntut pelayanan air bersih dan layak konsumsi. Tetapi sayangnya hal ini
tidak selalu sesuai dengan harapan. Harapan untuk mengkonsumsi air bersih hanya
dapat dinikmati sebagian orang.
Menurut Peneliti bidang Studi Masyarakat dan Sosiologi Perkotaan pada Pusat
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Rohani Budi
Prihatin (2013), mengungkapkan bahwa ada berbagai penyebab krisis air bersih di
kota-kota besar di Indonesia. Pertama, permasalahan kependudukan. Faktor-faktor yang
terkait dengan penurunan kualitas air di antaranya: (1) Laju pertambahan dan
perpindahan penduduk ke perkotaan yang cukup tinggi; (2) Penggunaan lahan yang
tidak memperhatikan konservasi tanah dan air. Pembangunan gedung-gedung di kota
besar banyak yang tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan terbuka,
sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah; (3) Pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi dan aktivitas domestik, industri, erosi, dan pertanian; dan
(4) Eksploitasi air tanah yang berlebihan yang dilakukan oleh gedung-gedung
perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan, apartemen, pengusaha laundry, dan
bangunan lainnya. Kedua, masih kecilnya cakupan pelayanan PDAM keseluruh
pelosok Indonesia. Pada saat ini, kinerja pelayanan air bersih di kawasan perkotaan
-
2
masih sangat kurang terutama di kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota
kecil. Ketiga, pengaruh pergantian musim yang menyebabkan pasokan air tidak merata.
Pergantian antara musim hujan dan musim kemarau di Indonesia terlihat menjadi sangat
kontras di mana pada musim hujan terjadi banjir tapi pada saat musim kemarau krisis air
bersih.
Kekurangan air bersih, tentu akan berpengaruh pada kualitas hidup, terutama
dalam hal sanitasi dan kesehatan. Pada tingkat yang ekstrim, tidak adanya akses
terhadap air bersih akan menyebabkan kematian. Akan tetapi untuk penyediaan air
bersih tidak harus selalu membebankan pemerintah. Butuh kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan air. Dengan teknologi yang tepat, juga diharapkan adanya penerapan
teknologi yang sederhana dan murah sehingga bisa dikelola secara mandiri oleh
masyarakat setempat sehingga pengelolaan air bersih dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan.
Berkaitan dengan adanya permasalahan tersebut maka menjadi penting untuk
mengatasi masalah tersebut, salah satu alternatif yaitu dengan membangun stasiun
pengolahan air bersih sehingga didapatkan air bersih yang dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh masyarakat secara optimal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
1.2. Permasalahan
Permasalahan krisis air bersih di Indonesia tidak hanya terjadi pada satu daerah
saja namun di beberapa daerah lainnya di Indonesia sering mengalami kelangkaan dan
krisis air bersih. Sebagai contoh adalah Kota Palembang yang memiliki 16 kecamatan
dengan jumlah penduduk berdasarkan data Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (2014) sebesar 1.736.551 jiwa. Sejumlah wilayah pemukiman di kota ini
masih mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Beberapa wilayahnya memang
mendapatkan akses pelayanan dari PDAM, akan tetapi terdapat permasalahan yaitu
seperti kuantitasnya airnya sangat terbatas yang diiringi tidak kemampuannya
mengimbangi laju pertambahan penduduk yang terus meningkat dan aliran air PDAM
yang sering mati. Masalah selanjutnya adalah penduduk miskin sulit untuk memenuhi
kebutuhan air bersih karena harus membayar lebih mahal. Untuk wilayah lainnya yang
tidak mendapatkan akses pelayanan dari PDAM mengakibatkan masih banyak
-
3
masyarakat terutama rumah tangga miskin, belum memperoleh sambungan air
perpipaan baik secara individual maupun kelompok sehingga warga yang rumahnya
dekat dengan sungai mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari dari Sungai Musi,
sedangkan warga yang jauh letaknya dari Sungai Musi hanya mengandalkan sumur
tanah dan sumur bor dalam memenuhi kebutuhan air yang kualitasnya belum terjamin
bagi kesehatan.
Sumur tanah dan sumur bor yang digunakan warga setempat kurang memenuhi
syarat sebagai air bersih. Sumur tanah yang dimiliki warga memiliki keterbatasan, yaitu
keruh dan berwarna cokelat jika terjadi hujan terus menerus serta terkadang air terasa
asam. Kondisi jarak sumur dan septic tank rumah tangga juga menjadi permasalahan di
wilayah ini. Pengetahuan mengenai air sumur berjarak 10 m dari septic tank agar tidak
terkontaminasi bakteri patogen yang dapat mengganggu kesehatan belum begitu
populer. Kenyataannya jarak 10 meter, terutama pada rumah-rumah padat penduduk
atau perumahan, jarak sejauh itu sangat sulit diperoleh. Begitu juga dengan air yang
bersumber dari sumur bor mempunyai keterbatasan, yaitu kualitas airnya bagus tetapi
tidak layak untuk konsumsi air minum karena kondisi airnya keruh dan asam. Oleh
karena itu bagi penduduk yang tidak terlayani PDAM mereka membeli air isi ulang
galon penyulingan atau penjual air bersih untuk memenuhi kebutuhan air minum dan
memasak. Masalah lainnya adalah keterbatasan dana dari pemerintah untuk membangun
sarana dan prasarana penyediaan air bersih di wilayah-wilayah yang krisis air bersih.
Melihat dari permasalahan di atas perlu adanya suatu kebijakan dalam
pengembangan pembangunan sarana penyediaan air bersih yang baik dan memadai
dengan merencanakan melakukan pengembangan pembangunan sarana pengolahan air
bersih yang ditempatkan di tengah-tengah masyarakat yang mampu melayani, mudah di
jangkau, dan dapat dinikmati seluruh masyarakat Kota Palembang yang belum terlayani
akses air bersih.
1.3. Tujuan
Tujuan dari pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih ada dua,
yaitu :
Mengupayakan penyediaan air bersih yang sehat yang memenuhi tiga standar aspek
penting, yaitu: kualitas, kuantitas, dan kontinuitas di wilayah pemukiman Kota
-
4
Palembang dengan melakukan pengembangan stasiun pengolahan air bersih beserta
jaringannya sebagai solusi penanganan masalah ketersediaan air bersih terutama bagi
warga yang belum terlayani akses pelayanan PDAM.
Pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih yang digunakan
selanjutnya dapat diterapkan di berbagai lokasi daerah lainnya untuk mewujudnya
penyediaan air bersih guna meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat setempat.
1.4. Manfaat
Manfaat dari pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih adalah :
Meningkatkan produktivitas air bersih sehingga masyarakat dapat menikmati air
bersih dengan mudah.
Adanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena air memenuhi syarat
kesehatan terutama kepada masyarakat di seluruh kecamatan Kota Palembang.
Penyerapan tenaga kerja karena membuka lapangan pekerjaan bagi petugas atau
tenaga kerja yang mengurus operasional sehari-hari.
Memberikan masukan kepada instansi/institusi terkait, model alternatif yang dapat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan mengembangkan pelayanan
air bersih terutama wilayah yang belum terlayani akses air bersih.
1.5. Metode/Solusi
Untuk mencapai tujuan dan manfaat di atas, maka metode yang harus dilakukan
adalah dengan melakukan pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih
yang sesuai dengan kondisi air baku setempat dengan melakukan perhitungan dari
sumber-sumber data yang ada, baik itu dari data primer maupun sekunder yang telah
didapatkan.
-
5
BAB II
RENCANA PEMANFAATAN LAND, LABOR, DAN CAPITAL
2.1. Kondisi Eksisting Kota Palembang
Kota Palembang adalah ibukota Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai luas
wilayah 400.61 km2. Kota Palembang dibelah oleh Sungai Musi menjadi dua daerah,
yaitu Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Meski Palembang dikenal dengan kota air, namun
tidak menjamin kesediaan air bersih yang cukup. Kualitas air Sungai Musi terus
menurun beberapa tahun terakhir. Padahal, sungai ini menjadi sumber bahan baku air
satu-satunya untuk pelayanan air bersih di Kota Palembang.
Total jumlah Jumlah Penduduk Kota Palembang berdasarkan data agregat
kependudukan per kecamatan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Palembang periode 31 Desember 2014 sebanyak 1.736.551 jiwa (Lakip Palembang,
2014) dengan laju pertumbuhan penduduk di tahun 2014 sebesar 4,3%. Dari total
jumlah penduduk tersebut, jumlah pelanggan yang menggunakan pelayanan air bersih
dari PDAM mencapai 250.000 pelanggan per Mei 2015 (http://kabar24.bisnis.com/,
01/11/2015), artinya dari total jumlah penduduk memperlihatkan bahwa masih banyak
masyarakat belum menikmati akses air bersih. Walaupun pelanggan tersebut dapat
menikmati akses air bersih dari PDAM, beberapa permasalahan yang terjadi adalah
lambatnya aliran air, tidak maksimalnya jam/waktu mengalirnya air bahkan terkadang
air sama sekali mati/tidak mengalir, sehingga ada beberapa penduduk yang
menggunakan mesin air/pompa untuk mendapatkan kapasitas air yang lebih banyak.
Warga sepanjang tepian Sungai Musi saat ini tak lagi mengkonsumsi air dari Sungai
Musi karena air yang semakin keruh selama beberapa tahun terakhir. Air Sungai Musi
hanya dimanfaatkan untuk keperluan mandi dan mencuci. Bagi warga non pelanggan
PDAM dan letaknya jauh dari Sungai Musi menggunakan sumur gali dan sumur bor
untuk kebutuhan sehari-harinya. Kondisi tanah di Palembang relatif rendah sehingga
terdapat banyak rawa, dimana sebagian Palembang akan digenangi air terlebih lagi bila
terjadi hujan terus menerus sehingga sumur air tanah dangkal/sumur gali yang dimiliki
warga mempunyai keterbatasan, yaitu airnya keruh dan berwarna coklat. Kuantitas
sumur air tanah dangkal/sumur gali juga sangat tergantung terhadap musim. Begitu juga
-
6
dengan sumur air tanah dalam/sumur bor, biaya pembuatannya sangat mahal, sehingga
hanya dimiliki oleh masyarakat golongan berpendapatan tinggi. Sedangkan kelebihan
dari sumur bor adalah pada kuantitas yang terjamin dan tidak tergantung terhadap
musim. Kota Palembang terdiri dari 16 kecamatan dan 107 Kelurahan.
2.2. Sumber Air, Pendistribusian Air Bersih dan Harga Air Bersih
Untuk pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih yang
direncanakan akan menggunakan sumber air permukaan dalam hal ini adalah air sungai
karena sumber utama air baku yang potensial di Kota Palembang adalah Sungai Musi
yang dipompa untuk ditampung lalu dilakukan pengolahan air bersih yang selanjutnya
akan didistribusikan kepada masyarakat.
Air bersih didistribusikan ke penduduk melalui jaringan pipa ke rumah-rumah
penduduk. Biaya penyambungan ke tiap rumah dan pemasangan meteran air ditanggung
oleh warga. Sistem pendistribusian dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :
Gambar 2.1. Sistem Distribusi Penyediaan Air Bersih
Sumber : DPU, 2006
Besarnya harga air bersih ditentukan banyaknya pemakaian per m3 yang telah
digunakan oleh penduduk setiap bulan yang telah dicatat oleh teknisi pencatatan ke
setiap rumah.
2.3. Pemanfaatan Land, Labor, Capital
2.3.1. Tanah (Land)
Lahan yang akan digunakan untuk pembangunan stasiun pengolahan air bersih di
Kota Palembang harus dekat dengan sumber air. Sumber air baku yang tersedia untuk
Kota Palembang adalah Sungai Musi. Lahan yang akan dipakai untuk pembangunan
adalah lahan yang disewa atau dibeli dari warga setempat untuk mendapatkan manfaat
yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Lahan ini akan menjadi lokasi kantor
-
7
dan tempat pembangunan instalasi pengolahan air, yaitu pembangunan reservoir,
pemasangan pompa dan instalasi pipa yang telah memenuhi kriteria persyaratan teknis
pengambilan sumber air. Luas standar bangunan stasiun mengikuti aturan dari
Kementerian PU yaitu 50 m x 80 m. Luas permukaan tiap unit proses dan luas lantai
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Luas Permukaan Unit Proses Stasiun
No.Komponen Unit
Proses StasiunLuas Permukaan Volume
Komponen Unit
Proses Stasiun
Luas
Lantai
1 Unit Koagulasi 5.5 x 2 m2
5.5 x 2 x 4.5 m3 Ruang Operasional 24 m
2
2 Unit Flokuasi 5.5 x 2 m2
5.5 x 2 x 4.5 m3 Ruang Penyimpanan
Bahan Kimia15 m
2
3 Unit Sedimentasi 5.5 x 3.5 m2
5.5 x 3.5 x 4.5 m3 Ruang Laboratorium 10 m
2
4 Unit Filtrasi 5.5 x 2.5 m2
5.5 x 2.5 x 4.5 m3 Ruang Pompa 10 m
2
5 Unit Disenfeksi 1 x 1 m2
1 x 1 x 1 m3 Rumah Genset 10 m
2
6 Sludge Dryingbed 8.5 x 3 m2
8.5 x 3 x 2.5 m3 Pos Jaga 9 m
2
7 Reservoir 25 x 10 m2
25 x 10 x 3 m3 Gudang Barang 9 m
2
Berikut pada tabel 2.4 adalah gambar tapak perencanaan pembangunan stasiun
pengolahan air :
Gambar 2.2. Perencanaan Stasiun Pengolahan Air
2.3.2. Tenaga Kerja (Labor)
Dalam operasional sehari-hari untuk satu stasiun pengolahan air bersih yang
akan dibangun dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu dua orang kepala bagian
-
8
untuk bagian administrasi dan teknisi. Selain itu akan diperlukan staf tenaga
administrasi, bendahara, teknisi pemeliharaan, teknisi laboratorium, teknisi operasional
dan pencatat meteran air. Untuk tenaga kerja staf akan direkrut dari warga lokal dimana
pembangunan stasiun pengolahan air bersih dibuat. Berikut adalah tabel kebutuhan
tenaga pada satu stasiun pengolahan air.
Tabel 2.2. Jumlah Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Jumlah
Dirut 1
Kabag Adminstrasi 1
Kabag Teknisi 1
Staff Bendahara dan keuangan 4
Staff Teknisi 12
Total 19
2.3.3. Modal (Capital)
Untuk membangun stasiun pengolahan air diperlukan modal. Modal dapat
bersumber dari pinjaman bank atau dana CSR dari suatu perusahaan dengan
mengirimkan proposal kepada bank atau perusahaan yang dituju. Modal yang
didapatkan dari pinjaman bank maka, prosedur pelunasan ke bank akan dilakukan dari
hasil pembayaran air bersih yang dikonsumsi masyarakat setempat setiap bulannya
sampai batas waktu yang telah ditentukan. Modal adalah biaya yang dikeluarkan yang
dibagi menjadi dua yaitu modal untuk pembangunan awal stasiun pengolahan dan
modal untuk produksi air sehari-hari. Biaya konstruksi dalam pembangunan pipa
transmisi air baku PDAM sebagai sarana dan prasarana air bersih bagi masyarakat Kota
Palembang terdiri dari beberapa item pekerjaan. Total biaya yang digunakan yaitu
sebesar Rp 80.000.000.000,- yang merupakan biaya standar untuk pembuatan unit
bangunan koagulasi, flokuasi, sedimentasi, filtrasi, disenfeksi, sludge dryingbed,
reservoir, serta bangunan kantor dengan ukuran yang telah dijelaskan pada bahasan
pemanfaatan lahan.
Modal untuk produksi air disebut juga sebagai biaya tahunan. Biaya tahunan ini
terdiri dari biaya pinjaman investasi, biaya operasional, nilai depresiasi. Biaya pinjaman
investasi sebesar Rp 90.000.000.000,- dengan tingkat suku bunga 12% tetap setiap
tahunnya. Turunnya atau penyusutan harga pada pembangunan PDAM ini dihitung
-
9
dengan menggunakan persamaan yang digunakan untuk menghitung depresiasi adalah
faktor deret seragam (Sinkin Fund Factor). Biaya depresiasi pertahun dari
pembangunan ini dengan suku bunga yang sama dengan bunga pinjaman investasi
sebesar 12%. Biaya operasional dihitung dengan menjumlahkan total gaji karyawan,
biaya bahan kimia, biaya listrik, dan biaya pemeliharaan dalam setahun. Nilai biaya
operasional pada tahun awal tahun proyek sebesar Rp 28.563.178.174, 67. Biaya
tahunan dilakukan dengn menjumlahkan nilai biaya pinjaman investasi, nilai depresiasi
dan biaya operasional. Biaya Tahunan untuk setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.3. Biaya Tahunan
TahunSuku
bunga
Angsuran Pokok
(Rp)
Bunga
Pinjaman
Investasi (Rp)
Angsuran Pokok
dan Bunga
Pinjaman Invetasi
(Rp)
Depresiasi (Rp)
Biaya
Operasional dan
Perbaikan (Rp)
Biaya Tahunan
(Rp)
2005 12% 0 0 0 0 0 0
2006 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 28,563,178,174.67 40,078,848,790.51
2007 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 30,169,385,679.65 41,685,056,295.49
2008 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 34,421,091,756.45 45,936,762,372.30
2009 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 38,582,035,391.80 50,097,706,007.64
2010 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 42,811,165,344.00 54,326,835,959.84
2011 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 47,438,488,732.00 58,954,159,347.84
2012 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 65,345,068,420.00 76,860,739,035.84
2013 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 69,990,384,274.17 81,506,054,890.01
2014 12% 7,500,000,000.00 900,000,000.00 8,400,000,000.00 3,115,670,615.84 74,798,804,841.25 86,314,475,457.10
Sumber : Hasil Olahan
2.4. Diagram Alir Proses
Diagram alir pada pengolahan air bersih, merupakan suatu gambaran mengenai
urutan proses pengolahan air bersih. Pada diagram alir ini meliputi unit-unit pengolahan
yang akan digunakan untuk memproses air baku, mulai dari sumber hingga distribusi.
Dalam pembuatan diagram alir pengolahan air minum, meliputi beberapa faktor
penting. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
Jenis dan karakteristik air baku yang akan diolah
Parameter kualitas air yang akan dihasilkan
Pertimbangan biaya investasi, pengelolaan serta pemeliharaan
Ketersediaan lahan
-
10
Gambar 2.3. Diagram Alir Proses Pengolahan Air Bersih
2.5. Skema Jaringan Air Bersih
Pada gambar ini memperlihatkan skema jaringan air bersih dari stasiun
pengolahan air bersih sampai ke tangan konsumen atau pelanggan.
Gambar 2.4. Skema Jaringan Air Bersih
-
11
BAB 3
DATA DAN PENGOLAHAN
3.1. Permodelan Ekonomi Pengembangan Stasiun Pengolahan Air Bersih
Dalam upaya pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih untuk
masyarakat Kota Palembang, diklasifikasikan variabel-variabel yang terkait ke dalam 2
kelompok, yaitu variabel eksogen dan variabel endogen.
Gambar 3.1. Causal Loop Diagram Pengembangan Stasiun Pengolahan Air Bersih
Sumber : Diolah Sendiri
Definisi dari variabel eksogen adalah variabel yang tidak diprediksi oleh
variabel lain dalam model (Ferdinand, 2002 : 41) atau yang juga dikenal sebagai source
variable atau independent variable. Variabel eksogen yang digunakan dalam rencana
kegiatan adalah pendapatan regional per kapita, pertumbuhan penduduk, kapasitas
-
12
produksi air, inflasi dan jumlah KK yang belum terlayani. Untuk variabel endogen dapat
didefinisikan sebagai variabel yang diprediksikan oleh satu atau beberapa variabel yang
lain dalam model (Ferdinand, 2002 : 43). Variabel endogen yang diidentifikasi dalam
rencana kegiatan adalah permintaan air, tarif air, jumlah produksi air, penjualan, biaya
produksi, keuntungan dan jumlah stasiun air. Pemodelan ekonomi dari rencana kegiatan
pengembangan pembangunan stasiun pengolahan air bersih dapat dilihat pada gambar
3.1. Causal Loop Diagram pengembangan stasiun pengolahan air bersih.
3.2. Variabel Eksogen
3.2.1. Pendapatan per Kapita (X1)
Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan atau kemakmuran
masyarakat adalah pendapatan per kapita. Data pendapatan per kapita untuk Kota
Palembang dari tahun 2005 s.d. 2014 dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Pendapatan per Kapita Kota Palembang (Atas Dasar Harga Konstan)
Pendapatan/kapitan (Rp)
X1
2005 6,828,215.00
2006 7,238,432.00
2007 7,710,612.00
2008 8,173,198.00
2009 8,565,981.00
2010 9,098,075.00
2011 9,976,628.00
2012 10,709,877.00
2013 11,450,413.00
2014 12,396,801.00
Tahun
Sumber : Katalog BPS, 2009-2015
3.2.2. Pertumbuhan Penduduk (X2)
Pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat pertambahan
penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai
persentase dari penduduk dasar.
-
13
Tabel 3.2. Pertumbuhan Penduduk Kota Palembang
Pertumbuhan penduduk (%)
X2
2005 2.00
2006 2.27
2007 1.88
2008 1.58
2009 1.54
2010 1.14
2011 1.82
2012 1.46
2013 2.16
2014 1.47
Tahun
Sumber : Katalog BPS, 2009-2015
3.2.3. Kapasitas Produksi Air (X3)
Kapasitas produksi air bersih yang tersedia untuk masyarakat di Kota Palembang
dari tahun 2005 sampai dengan 2014. Kapasitas produksi ini merupakan kemampuan
stasiun untuk memproduksi sejumlah air berdasarkan kecepatan dalam liter/detik.
Kapasitas produksi air bersih dapat dilihat pada tabel 3.3 dibawah ini :
Tabel 3.3. Kapasitas Produksi Air Bersih
Kapasitas produksi (m3)
X3
2005 79322587.40
2006 85381943.80
2007 91680651.00
2008 88547875.20
2009 86282169.90
2010 85954284.50
2011 94080515.93
2012 102403178.51
2013 106144537.8
2014 113586758.4
Tahun
Sumber : Palembang dalam angka 2015 (Katalog BPS)
3.2.4. Inflasi (X4)
Pengertian inflasi menurut Russel Sobel et. al. (2009) adalah peningkatan tingkat
umum harga barang dan jasa. Inflasi sendiri bukan merupakan suatu gejala dimana
terjadi kenaikan harga pada jangka waktu yang pendek, melainkan bahwa inflasi
-
14
menunjukkan peningkatan harga yang berlangsung pada jangka waktu yang relatif
panjang (Boyes dan Melvin, 2008). Tabel 3.4. memperlihatkan laju inflasi untuk Kota
Palembang dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2014.
Tabel 3.4. Laju Inflasi Kota Palembang Tahun 2005 s.d. 2014
Inflasi (%)
X4
2005 19.92
2006 8.44
2007 8.21
2008 11.15
2009 1.85
2010 6.02
2011 3.78
2012 2.72
2013 7.04
2014 8.38
Tahun
Sumber : Katalog BPS - Palembang dalam angka 2015
3.2.5. Jumlah KK yang Belum Terlayani Air Bersih (X5)
Jumlah KK yang belum terlayani air bersih adalah jumlah penduduk yang belum
mendapatkan akses air bersih. Tabel 3.5 memperlihatkan jumlah KK yang belum
terlayani air bersih tahun 2005 s.d. 2014.
Tabel 3.5. Jumlah KK Belum Terlayani Air Bersih Tahun 2005 s.d. 2014
Jumlah KK Blm Terlayani (KK)
X5
2005 334698 105587 229111
2006 342310 113932 228378
2007 348739 119208 229531
2008 354262 129636 224626
2009 359735 142652 217083
2010 363821 157665 206156
2011 370454 178006 192448
2012 375871 200285 175586
2013 383975 224064 159911
2014 389623 244425 145198
Tahun Jumlah Penduduk (KK) Jumlah KK Terlayani
Sumber : Katalog BPS - Palembang dalam angka 2015
-
15
3.3. Variabel Endogen
3.3.1. Permintaan Air (Y1)
Permintaan air merupakan suatu permintaan dimana penduduk membutuhkan air
pada setiap harinya selama satu tahun. Variabel Permintaan Air dipengaruhi oleh
pertumbuhan pendudk dan besarnya pendapatan penduduk per kapita. Untuk permintaan
air dalam satu tahun digunakan rumus sebagai berikut:
Permintaan Air = Jumlah penduduk x kebutuhan air per hari dalam satu tahun
Standar kebutuhan air rumah tangga per hari untuk jenis Kota Palembang adalah
berjumlah antara 150-210 liter/orang/hari karena jumlah penduduk Kota Palembang
antara 1.000.000 s.d. 2.000.000 jiwa. Standar tersebut mengacu pada tabel 3.6. dibawah
ini.
Tabel 3.6. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan
Jenis Kota dan Jumlah Penduduk
Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
Jumlah permintaan air bersih dalam satu tahun untuk masyarakat Kota Palembang dapat
dilihat pada tabel 3.7. Total permintaan air bersih merupakan penjumlahan permintaan
domestik dan permintaan domestik. Permintaan domestik adalah Penyediaan air
bersih untuk keperluan kegiatan perkotaan meliputi keperluan rumah tangga.
Sedangkan, permintaan non domestik adalah penyediaan air bersih untuk keperluan
kegiatan industri, perdagangan, perkantoran dan kegiatan perkotaan lainnya.
Perhitungan standar untuk permintaan non domestik adalah 20% dari permintaan
domestik.
-
16
Tabel 3.7. Jumlah Permintaan Air Bersih
Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Permintaan Domestik Permintaan Non Domestik Total Permintaan Air (m3)
(Jiwa) (m3/Hari) (m3) (m3) Y1
2005 1,338,793 0.15 73,298,916.75 14,659,783.35 87,958,700.10
2006 1,369,239 0.15 74,965,835.25 14,993,167.05 89,959,002.30
2007 1,394,954 0.15 76,373,731.50 15,274,746.30 91,648,477.80
2008 1,417,047 0.15 77,583,323.25 15,516,664.65 93,099,987.90
2009 1,438,938 0.15 78,781,855.50 15,756,371.10 94,538,226.60
2010 1,455,284 0.15 79,676,799.00 15,935,359.80 95,612,158.80
2011 1,481,814 0.15 81,129,316.50 16,225,863.30 97,355,179.80
2012 1,503,485 0.15 82,315,803.75 16,463,160.75 98,778,964.50
2013 1,535,900 0.15 84,090,525.00 16,818,105.00 100,908,630.00
2014 1,558,491 0.15 85,327,382.25 17,065,476.45 102,392,858.70
Tahun
Sumber : Diolah kembali
3.3.2. Harga Air(Y2)
Harga air merupakan suatu nilai yang akan ditentukan oleh perusahaan terhadap
penjualan produk air bersih yang akan ditawarkan kepada penduduk kota Palembang.
Harga air ini akan mempengaruhi besarnya jumlah permintaan kebutuhan air, semakin
tinggi harga air yang ditawarkan perusahaan, maka semakin rendah permintaan air
tersebut, namun sebaliknya semakin rendah harga air atau minimal sesuai dengan
budget yang dimiliki, maka semakin tinggi permintaan akan kebutuhan air tersebut.
Oleh karena itu, dalam menentukan harga air juga dipengaruhi oleh permintaan
kebutuhan air, perusahaan dapat mempertimbangkan kemampuan daya beli
masyarakat.dari pendapatan per kapita.
Tabel 3.8. Tarif Air
Tarif Rata-rata (Rp/m3)
Y2
2005 3,405.98
2006 3,632.25
2007 4,121.00
2008 5,824.80
2009 5,901.60
2010 5,781.00
2011 5,039.40
2012 5,283.00
2013 5,283.00
2014 5,323.82
Tahun
Sumber : Katalog BPS, 2006-2015
-
17
3.3.3. Produksi Air(Y3)
Jumlah Produksi Air adalah jumlah air bersih yang mampu diproduksi oleh
perusahaan. Penentuan jumlah produksi air dipengaruhi oleh banyaknya permintaan
masyarakat akan kebutuhan air dan kapasitas produksi air yang dimiliki. Jumlah
produksi air dipengaruhi oleh kapasitas produksi dan faktor tingkat kehilangan air
ketika sampai ke pelanggan.
Tabel 3.9. Produksi Air Bersih
Kapasitas produksi Tingkat Kehilangan Air Produksi Air (m3)
X3 (%) Y3
79,322,587.40 0.56 44,563,429.60
85,381,943.80 0.49 42,135,989.27
91,680,651.00 0.47 43,016,561.45
88,547,875.20 0.40 35,392,585.72
86,282,169.90 0.47 40,725,184.19
85,954,284.50 0.35 29,998,045.29
94,080,515.93 0.31 29,164,959.94
102,403,178.51 0.29 29,287,309.05
106,144,537.79 0.25 26,429,989.91
113,586,758.37 0.20 22,717,351.67
Sumber : Diolah Kembali
3.3.4. Penjualan(Y4)
Penjualan merupakan hasil yang dicapai oleh perusahaan dari produk air bersih
yang terjual. Hasil penjualan ini dipengaruhi oleh besarnya harga jual produk air bersih
tersebut dengan jumlah produksi air. Rumus yang digunakan untuk mengetahui
penjualan adalah : Penjualan = Produksi Air x Tarif Air
Tabel 3.10. Jumlah Produksi Air Bersih
Tarif Rata-rata (Rp/m3) Jumlah Produksi Air (m3) Penjualan (Rp)
Y2 Y3 Y4
2005 3,405.98 44,563,429.60 151,782,229,118.70
2006 3,632.25 42,135,989.27 153,048,490,211.58
2007 4,121.00 43,016,561.45 177,271,249,732.15
2008 5,824.80 35,392,585.72 206,154,733,286.95
2009 5,901.60 40,725,184.19 240,343,747,032.23
2010 5,781.00 29,998,045.29 173,418,699,824.38
2011 5,039.40 29,164,959.94 146,973,899,113.07
2012 5,283.00 29,287,309.05 154,724,853,731.54
2013 5,283.00 26,429,989.91 139,629,636,693.00
2014 5,323.82 22,717,351.67 120,943,000,319.67
Tahun
Sumber : Diolah Kembali
-
18
3.3.5. Keuntungan(Y5)
Keuntungan merupakan hasil dari sebagai selisih antara penjualan dengan biaya
operasional dan perbaikan. Keuntungan penjualan air bersih dapat dilihat pada tabel
3.11 dibawah ini :
Tabel 3.11. Keuntungan Penjualan
Penjualan (Rp)
Y4
2005 151,782,229,118.70 5,978,603,348.00 9,791,530,452.00 10,205,300,334.71 461,294,116.00 26,436,728,250.70 125,345,500,868.00
2006 153,048,490,211.58 5,930,664,540.00 11,812,680,000.00 10,334,260,880.99 485,572,753.68 28,563,178,174.67 124,485,312,036.91
2007 177,271,249,732.15 5,993,405,412.00 13,200,000,000.00 10,464,851,053.25 511,129,214.40 30,169,385,679.65 147,101,864,052.50
2008 206,154,733,286.95 5,885,969,560.00 17,400,000,000.00 10,597,091,444.45 538,030,752.00 34,421,091,756.45 171,733,641,530.49
2009 240,343,747,032.23 5,684,684,324.00 21,600,000,000.00 10,731,002,907.80 566,348,160.00 38,582,035,391.80 201,761,711,640.43
2010 173,418,699,824.38 5,538,174,784.00 25,800,000,000.00 10,866,606,560.00 606,384,000.00 42,811,165,344.00 130,607,534,480.38
2011 146,973,899,113.07 5,158,875,252.00 26,400,000,000.00 15,228,493,000.00 651,120,480.00 47,438,488,732.00 99,535,410,381.07
2012 154,724,853,731.54 4,777,460,180.00 43,200,000,000.00 16,665,815,000.00 701,793,240.00 65,345,068,420.00 89,379,785,311.54
2013 139,629,636,693.00 4,361,471,140.00 48,000,000,000.00 16,873,786,584.17 755,126,550.00 69,990,384,274.17 69,639,252,418.82
2014 120,943,000,319.67 4,043,213,332.00 52,800,000,000.00 17,084,353,431.75 871,238,077.50 74,798,804,841.25 46,144,195,478.41
Biaya Operasional
dan Perbaikan (Rp)KeuntunganTahun
Biaya Kimia
(Rp)
Biaya Listrik/thn
(Rp)
Biaya Pemeliharaan
(Rp)
Biaya Tenaga
Kerja (Rp)
Sumber : Diolah Kembali
3.3.6. Jumlah Stasiun Air (Y6)
Dengan memperhitungkan jumlah produksi air per hari dalam setahun yang telah
disesuaikan dengan permintaan kebutuhan air dan kapasitas produksi yang tersedia,
dapat diketahui kebutuhan perusahaan akan penyediaan jumlah stasiun air. Selain itu,
besarnya keuntungan yang diperoleh akan mempengaruhi jumlah stasiun air, semakin
besar keuntungan yang diperoleh perusahaan maka potensi untuk menambah atau
memperluas penyediaan jumlah stasiun air semakin besar.
Tabel 3.12. Jumlah Stasiun Pengolahan Air
Jumlah Stasiun
Y6
2005 6
2006 6
2007 6
2008 6
2009 8
2010 8
2011 8
2012 10
2013 10
2014 10
Tahun
Sumber : Diolah Kembali
-
19
3.3.7. Biaya Produksi (Y7)
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan
produksi dari suatu produk dan akan dipertemukan dengan penghasilan di periode mana
produk tersebut dijual (Abdul Halim, 1988 : 5). Dalam rencana kegiatan pembangunan
stasiun pengolahan air bersih, biaya produksi yang dimaksud meliputi biaya bahan
kimia, biaya listrik, biaya pemeliharaan, dan biaya tenaga kerja. Rekapitulasi biaya
produksi dapat dilihat pada tabel 3.13 dibawah ini :
Tabel 3.12. Biaya Produksi Stasiun Pengolahan Air Bersih
2005 5,978,603,348.00 9,791,530,452.00 10,205,300,334.71 461,294,116.00 26,436,728,250.70
2006 5,930,664,540.00 11,812,680,000.00 10,334,260,880.99 485,572,753.68 28,563,178,174.67
2007 5,993,405,412.00 13,200,000,000.00 10,464,851,053.25 511,129,214.40 30,169,385,679.65
2008 5,885,969,560.00 17,400,000,000.00 10,597,091,444.45 538,030,752.00 34,421,091,756.45
2009 5,684,684,324.00 21,600,000,000.00 10,731,002,907.80 566,348,160.00 38,582,035,391.80
2010 5,538,174,784.00 25,800,000,000.00 10,866,606,560.00 606,384,000.00 42,811,165,344.00
2011 5,158,875,252.00 26,400,000,000.00 15,228,493,000.00 651,120,480.00 47,438,488,732.00
2012 4,777,460,180.00 43,200,000,000.00 16,665,815,000.00 701,793,240.00 65,345,068,420.00
2013 4,361,471,140.00 48,000,000,000.00 16,873,786,584.17 755,126,550.00 69,990,384,274.17
2014 4,043,213,332.00 52,800,000,000.00 17,084,353,431.75 871,238,077.50 74,798,804,841.25
Biaya Operasional
dan Perbaikan (Rp)Tahun
Biaya Kimia
(Rp)
Biaya Listrik/thn
(Rp)
Biaya Pemeliharaan
(Rp)
Biaya Tenaga
Kerja (Rp)
Sumber : Diolah Kembali
-
20
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1. Persamaan Simultan
Berdasarkan data-data yang terdapat pada variabel endogen dan eksogen
selanjutnya akan dicari persamaan simultannya berdasarkan causal loop diagram
permodelan ekonomi pada gambar 3.1. Berdasarkan causal loop diagram permodelan
ekonomi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat tujuh persamaan yaitu sebagai berikut:
Y1 = a1 + b1 . X1 + c1 . X2 + d1 . Y2.................................................................................(1)
Y2 = a2 + b2 . Y7..............................................................................................................(2)
Y3 = a3 + b3 . Y1 + c3 . X3................................................................................................(3)
Y4 = a4 + b4 . Y3 + c4 Y2..................................................................................................(4)
Y5 = a5 + b5 .Y7 + c5 . Y4.................................................................................................(5)
Y6 = a6 + b6 . Y5 + c6 . X5 + d6 . Y3.................................................................................(6)
Y7 = a7 + b7 . X4 + c7 . X3 + d7 . Y3 ................................................................................(7)
4.2. Uji Model
4.2.1. Permintaan Air (Y1)
Berikut dilakukan uji kelayakan model untuk masing masing persamaan guna
mengetahui ada atau tidaknya hubungan diantara variabel variabel:
Variabel Eksogen Variabel Endogen
X1 = Pendapatan / Kapita
X2 = Pertumbuhan Penduduk
Y1 = Permintaan Air
Y2 = Tarif Air
Persamaan: Y1 = a1 + b1 . X1 + c1 . X2 + d1 . Y2
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut :
Gambar 4.1. Uji F pada Y1
-
21
Gambar 4.2. Uji T dan Uji Multikolinearitas pada Y1
Gambar 4.3. Koefisien Determinasi pada Y1
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama
dengan 10. Artinya persamaan Y1 memenuhi syarat persamaan regresi linear dimana
tidak terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.000 lebih kecil dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Tarif Air (Y2) dan
Pendapatan / Kapita (X1) memiliki nilai lebih kecil dari 0.05. Nilai R square adalah
0.995 menunjukan bahwa proporsi pengaruh Tarif Air (Y2), Pendapatan / Kapita (X1),
Pertumbuhan Penduduk (X2) terhadap Permintaan Air (Y1) sebesar 99.5%. Oleh karena
itu disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak digunakan dan
terdapat pengaruh antara Tarif Air (Y2), Pendapatan / Kapita (X1), Pertumbuhan
Penduduk (X2) terhadap Permintaan Air (Y1).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Tarif Air (Y2), Pendapatan / Kapita (X1), Pertumbuhan Penduduk (X2)
bernilai positif artinya pada saat Tarif Air (Y2), Pendapatan / Kapita (X1), Pertumbuhan
Penduduk (X2) naik maka Permintaan (Y1) naik, begitupula sebaliknya apabila Tarif Air
-
22
(Y2), Pendapatan / Kapita (X1), Pertumbuhan Penduduk (X2) turun maka Permintaan
(Y1) turun.
4.2.2. Tarif Air (Y2)
Variabel Endogen
Y7 = Biaya Tahunan
Y2 = Tarif Air
Persamaan: Y2 = a2 + b2 . Y7
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut :
Gambar 4.4. Uji F pada Y2
Gambar 4.5. Uji T dan Uji Multikolinearitaspada Y2
Gambar 4.6. Koefisien Determinasi pada Y2
-
23
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama
dengan 10. sehingga persamaan Y2 dapat dikatakan memenuhi syarat persamaan regresi
linear dimana tidak terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.137 lebih besar dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Biaya Tahunan (Y7)
memiliki nilai lebih besardari 0.05. Nilai R square adalah 0.254 menunjukan bahwa
proporsi Biaya Tahunan (Y7) terhadap Tarif Air (Y2) sebesar 25.4%. Oleh karena itu
disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak digunakan dan terdapat
pengaruh yang kurang signifikan antara Biaya Tahunan (Y7) dengan Tarif Air (Y2).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Biaya Tahunan (Y7) bernilai positif artinya pada saat Biaya
Tahunan (Y7) naik maka Tarif Air (Y2) naik, begitupula sebaliknya apabila Biaya
Tahunan (Y7) turun maka Tarif Air (Y2) turun
4.2.3. Jumlah Produksi Air (Y3)
Variabel Eksogen Variabel Endogen
X3 = Kapasitas Produksi Air Y1 = Permintaan Air
Y3 = Jumlah Produksi Air
Persamaan:Y3= a3 + b3 . Y1 + c3 . X3
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut:
Gambar 4.7. Uji F pada Y3
-
24
Gambar 4.8. Uji Tdan Uji Multikolinearitas pada Y3
Gambar 4.9. Koefisien Determinasi pada Y3
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama
dengan 10. Artinya, persamaan Y3 memenuhi syarat regresi linear dimana tidak terjadi
multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.000 lebih kecil dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Permintaan Air (Y1)
memiliki nilai lebih kecil dari 0.05. Nilai R square adalah 0.891 menunjukan bahwa
proporsi pengaruh permintaan air (Y1) dan kapasitas produksi air (X3) terhadap Jumlah
Produksi Air (Y3) sebesar 89.1%. Oleh karena itu disimpulkan bahwa model regresi
linier yang diestimasi layak digunakan dan terdapat pengaruh antara permintaan air (Y1)
dan kapasitas produksi air (X3) terhadap Jumlah Produksi Air (Y3).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Permintaan Air (Y1) bernilai negatif artinya pada saat
Permintaan Air (Y1) naik maka Jumlah Produksi Air (Y3) turun, begitupula sebaliknya.
Sedangkan koefisien regresi Kapasitas Produksi Air (X3) bernilai positif artinya pada
saat Kapasitas Produksi Air (X3) naik maka Jumlah Produksi Air (Y3) naik, begitupula
sebaliknya.
-
25
4.2.4. Penjualan (Y4)
Variabel Endogen
Y2 = Tarif Air
Y3 = Jumlah Produksi Air
Y4 = Penjualan
Persamaan:Y4 = a4 + b4 . Y3 + c4 Y2
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut:
Gambar 4.10. Uji F pada Y4
Gambar 4.11. Uji T dan Uji Multikolinearitaspada Y4
Gambar 4.12. Koefisien Determinasi pada Y4
-
26
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama
dengan 10. Artinya, syarat persamaan regresi linear Y4 dapat terpenuhi dimana tidak
terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.000 lebih kecil dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Tarif Air (Y2) dan
Jumlah Produksi Air (Y3) memiliki nilai lebih kecil dari 0.05. Nilai R square adalah
0.995 menunjukan bahwa proporsi pengaruh Tarif Air (Y2) dan Jumlah Produksi Air
(Y3) terhadap Penjualan (Y4) sebesar 99.5%. Oleh karena itu disimpulkan bahwa model
regresi linier yang diestimasi layak digunakan dan terdapat pengaruh antara Tarif Air
(Y2), dan Jumlah Produksi Air (Y3) terhadap Penjualan (Y4).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Tarif Air (Y2), dan Jumlah Produksi Air (Y3) bernilai positif
artinya pada saat Tarif Air (Y2), dan Jumlah Produksi Air (Y3) naik maka Penjualan
(Y4) naik, begitupula sebaliknya apabila Tarif Air (Y2), dan Jumlah Produksi Air (Y3)
turun maka Penjualan (Y4) turun.
4.2.5. Keuntungan (Y5)
Variabel Endogen
Y4 = Penjualan
Y7 = Biaya Tahunan
Y5 = Keuntungan
Persamaan: Y5 = a5 + b5 .Y7 + c5 .Y4
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut :
Gambar 4.13. Uji F pada Y5
-
27
Gambar 4.14. Uji Tdan Uji Multikolinearitas pada Y5
Gambar 4.15. Koefisien Determinasi pada Y5
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama
dengan 10. Artinya, syarat persamaan regresi linear Y5terpenuhi dimana tidak terjadi
multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.000 lebih kecil dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Penjualan (Y4) dan
Biaya Tahunan (Y7) memiliki nilai lebih kecil dari 0.05. Nilai R square adalah 0.968
menunjukan bahwa proporsi pengaruh Penjualan (Y4) dan Biaya Tahunan (Y7) terhadap
Keuntungan (Y5) sebesar 96.8%. Oleh karena itu disimpulkan bahwa model regresi
linier yang diestimasi layak digunakan dan terdapat pengaruh antara Penjualan (Y4) dan
Biaya Tahunan (Y7) terhadap Keuntungan (Y5).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Penjualan (Y4) bernilai positif artinya pada saat Penjualan (Y4)
naik maka Keuntungan (Y5) naik, begitupula sebaliknya. SedangkanBiaya Tahunan (Y7)
bernilai negatif artinya apabila Biaya Tahunan (Y7)naik maka Keuntungan (Y5)turun,
begitupula sebaliknya.
-
28
4.2.6. Jumlah Stasiun Air (Y6)
Variabel Eksogen Variabel Endogen
X5 = Jumlah KK yang belum terlayani Y3 =Jumlah Produksi Air
Y5 = Keuntungan
Y6 = Jumlah Stasiun Air
Persamaan: Y6 = a6 + b6 .Y5 + c6 . X5 + d6 .Y3
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil
sebagai berikut:
Gambar 4.16. Uji F pada Y6
Gambar 4.17. Uji T dan Uji Multikolinearitaspada Y6
Gambar 4.18. Koefisien Determinasi pada Y6
-
29
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama dengan 10.
Artinya, syarat persamaan regresi linear Y6 terpenuhi dimana tidak terjadi
multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.001 lebih kecil dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Tarif Air (Y2) dan
Pendapatan / Kapita (X1) memiliki nilai lebih kecil dari 0.05. Nilai R square adalah
0.918 menunjukan bahwa proporsi pengaruh Jumlah KK yang belum terlayani
(X5)terhadap Jumlah Stasiun Air (Y6) sebesar 91.8%. Oleh karena itu disimpulkan
bahwa model regresi linier yang diestimasi layak digunakan dan terdapat pengaruh
antara Jumlah Produksi Air (Y3), Keuntungan (Y5), Jumlah KK yang belum terlayani
(X5) terhadap Jumlah Stasiun Air (Y6).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Jumlah Produksi Air (Y3), Keuntungan (Y5) bernilai positif
artinya pada saat Jumlah Produksi Air (Y3), Keuntungan (Y5) naik maka Jumlah
Stasiun Air (Y6) naik, begitupula sebaliknya. Sedangkan koefisien regresi Jumlah KK
yang belum terlayani (X5) bernilai negatif artinya pada saat Jumlah KK yang belum
terlayani (X5) naik maka Jumlah Stasiun Air (Y6) turun.
4.2.7. Biaya Tahunan (Y7)
Variabel Eksogen Variabel Endogen
X3 = Kapasitas Produksi Air
X4 = Inflasi
Y3 = Jumlah Produksi Air
Y7 = Biaya Tahunan
Persamaan : Y7 = a7 + b7 . X4 + c7 . X3 + d7 .Y3
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil sebagai
berikut :
Gambar 4.19. Uji F pada Y7
-
30
Gambar 4.20. Uji T dan Uji Multikolinearitaspada Y7
Gambar 4.21. Koefisien Determinasi pada Y7
a. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance yang lebih dari 0.1 dan nilai VIF yang kurang dari atau sama
dengan 10. Artinya, syarat persamaan regresi linear Y7 terpenuhi dimana tidak terjadi
multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya.
b. Uji Kelayakan Model
Pada uji F, Nilai prob. F hitung (sig.) pada tabel nilainya 0.000 lebih kecil dari
tingkat signifikansi 0.05. Pada uji T, Nilai prob. t hitung (sig.) pada Jumlah Produksi
Air (Y3) dan Kapasitas Produksi Air (X3) memiliki nilai lebih kecil dari 0.05. Nilai R
square adalah 0.941 menunjukan bahwa proporsi pengaruh Kapasitas Produksi Air (X3),
Inflasi (X4), Jumlah Produksi Air (Y3) terhadap Biaya Tahunan (Y7) sebesar 94.1%.
Oleh karena itu disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak
digunakan dan terdapat pengaruh antara Kapasitas Produksi Air (X3), Inflasi (X4),
Jumlah Produksi Air (Y3) terhadap Biaya Tahunan (Y7).
c. Interpretasi Model
Koefisien regresi Kapasitas Produksi Air (X3) bernilai positif artinya pada saat
Kapasitas Produksi Air (X3) naik maka Biaya Tahunan (Y7) naik, begitupula sebaliknya.
Sedangkan Inflasi (X4), Jumlah Produksi Air (Y3) bernilai negatif artinya pada saat
Inflasi (X4), Jumlah Produksi Air (Y3) naik maka Biaya Tahunan (Y7) turun.
-
31
4.3. Persamaan Regresi
Dari hasil uji model dengan bantuan software SPSS 17, maka didapatkan
persamaan regresi, yaitu :
Y1 = 68450000 + 932.276 Y2 + 2.283 X1 + 645172.637 X2 ..........................................(8)
Y2 = 3507.586 + 0.00000002225 Y7 ..............................................................................(9)
Y3 = 196200000 + 0.123 X3 1.821 Y1 ......................................................................(10)
Y4 = -214500000000 + 41240000 Y2 + 5136.707 Y3 ..................................................(11)
Y5 = 19530000000 + 0.863 Y4 1.013 Y7 ..................................................................(12)
Y6 = 20.648 + 0.00000000001422 Y5 + 0.000000007657 Y3 0.00007217 X5 .........(13)
Y7 = 37970000000 1401.689 Y3 412700000 X4 + 842.531 X3 .............................(14)
Dari hasil persamaan tersebut maka causal loop diagram dapat diberi tanda plus
atau minus sebagai indikator apakah suatu variabel independent berpengaruh terhadap
dependent. Causal loop diagram dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.22. Causal Loop Diagram
-
32
4.4. Simulasi Permodelan
Berdasarkan causal loop yang telah disusun, variabel endogen yang banyak
dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah permintaan air (Y1), keuntungan (Y5),
jumlah stasiun air (Y6) dan biaya tahunan (Y7) sehingga kemudian dilakukan simulasi
terhadap keempat variabel endogen tersebut.
4.4.1. Permintaan Air (Y1)
Skenario pertama yang dilakukan adalah pertumbuhan penduduk naik sebesar
2% setiap tahunnya. Hasil simulasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1. Hasil Simulasi Skenario Pertumbuhan Penduduk Naik 2% per Tahun
Tahun
Permintaan Air
(m3)
Tarif
Rata-rata
(Rp)
Pendapatan/kapita
(Rp)
Pertumbuhan
penduduk (%)
Y1 Y2 X1 X2
2015 102,679,517.24 5323.82 12,396,801 1.50
2016 102,698,876.05 5323.82 12,396,801 1.53
2017 102,718,622.03 5323.82 12,396,801 1.56
2018 102,738,762.94 5323.82 12,396,801 1.59
2019 102,759,306.66 5323.82 12,396,801 1.62
2020 102,780,261.26 5323.82 12,396,801 1.66
2021 102,801,634.94 5323.82 12,396,801 1.69
2022 102,823,436.11 5323.82 12,396,801 1.72
2023 102,845,673.29 5323.82 12,396,801 1.76
2024 102,868,355.22 5323.82 12,396,801 1.79
Dengan kenaikan pertumbuhan penduduk sebesar 2% per tahun, jumlah
permintaan dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan sebesar 0,05%. Hal ini
mengindikasikan bahwa perubahan pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah
permintaan air.
4.4.2. Jumlah Stasiun (Y6)
Skenario berikutnya adalah dengan melakukan simulasi terhadap jumlah KK
yang belum terlayani melalui penurunan sebesar 10% setiap tahun. Berikut ini adalah
hasil dari simulasi skenario kedua dalam rangka mengetahui pengaruhnya terhadap
jumlah stasiun (Y6)
-
33
Tabel 4.2. Hasil Simulasi Skenario Jumlah KK Belum Terlayani Turun 10% per Tahun
Tahun
Jumlah
Stasiun Keuntungan
Jumlah
Produksi Air
Jumlah KK Blm
Terlayani (KK)
Y6 Y5 Y3 X5
2015 12 25,682,983,413.94 22,717,351.67 130,677.98
2016 13 25,682,983,413.94 22,717,351.67 117,610.18
2017 14 25,682,983,413.94 22,717,351.67 105,849.16
2018 14 25,682,983,413.94 22,717,351.67 95,264.24
2019 15 25,682,983,413.94 22,717,351.67 85,737.82
2020 16 25,682,983,413.94 22,717,351.67 77,164.04
2021 16 25,682,983,413.94 22,717,351.67 69,447.63
2022 17 25,682,983,413.94 22,717,351.67 62,502.87
2023 17 25,682,983,413.94 22,717,351.67 56,252.58
2024 18 25,682,983,413.94 22,717,351.67 50,627.32
Penurunan jumlah KK belum terlayani sebesar 10% per tahun memberikan pengaruh
terhadap penambahan jumlah stasiun sebesar 21% sehingga dapat dikatakan dengan
menambah jumah stasiun air, maka jumlah KK yang belum terlayani akan berkurang
cukup signifikan.
4.4.3. Keuntungan (Y5)
Skenario yang selanjutnya dilakukan adalah dengan mengurangi biaya tahunan
(Y7) sebesar 15% setiap tahunnya dan hasil untuk simulasi dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.3. Hasil Simulasi Skenario Biaya Tahunan (Y7) Turun Sebesar 15%
Tahun Keuntungan Penjualan Biaya Tahunan
Y5 Y4 Y7
2015 41,906,178,060.83 120,943,000,319.67 80,971,014,369.87
2016 54,208,905,822.14 120,943,000,319.67 68,825,362,214.39
2017 64,666,224,419.25 120,943,000,319.67 58,501,557,882.23
2018 73,554,945,226.79 120,943,000,319.67 49,726,324,199.90
2019 81,110,357,913.20 120,943,000,319.67 42,267,375,569.91
2020 87,532,458,696.65 120,943,000,319.67 35,927,269,234.43
2021 92,991,244,362.59 120,943,000,319.67 30,538,178,849.26
2022 97,631,212,178.63 120,943,000,319.67 25,957,452,021.87
2023 101,575,184,822.27 120,943,000,319.67 22,063,834,218.59
2024 104,927,561,570.22 120,943,000,320.67 18,754,259,085.80
-
34
Dengan penurunan biaya tahunan (Y7) sebesar 15%, maka akan berpengaruh
pada kenaikan keuntungan (Y5) sebesar 47%. Hal ini menjelaskan bahwa dengan
menurunkan biaya tahunan, maka dapat diperoleh keuntungan yang cukup besar
mengingat prosentase kenaikan keuntungan yang signifikan.
4.4.4. Biaya Tahunan (Y7)
Skenario yang dilakukan adalah menaikkan prosentase inflasi (X4) sebesar 6%
setiap tahunnya. Hasil untuk simulasi tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 4.4. Hasil Simulasi Skenario Inflasi Naik 6% per Tahun
Tahun
Biaya
Tahunan
Jumlah Produksi
Air Inflasi
Kapasitas
produksi
Y7 Y3 X4 X3
2015 98,159,012,473 22,717,351.67 8.88 113,586,758.4
2016 97,939,070,089 22,717,351.67 9.42 113,586,758.4
2017 97,705,931,163 22,717,351.67 9.98 113,586,758.4
2018 97,458,803,901 22,717,351.67 10.58 113,586,758.4
2019 97,196,849,004 22,717,351.67 11.21 113,586,758.4
2020 96,919,176,813 22,717,351.67 11.89 113,586,758.4
2021 96,624,844,290 22,717,351.67 12.60 113,586,758.4
2022 96,312,851,816 22,717,351.67 13.36 113,586,758.4
2023 95,982,139,793 22,717,351.67 14.16 113,586,758.4
2024 95,631,584,490 22,717,352.67 15.01 113,586,758.4
Dari hasil tersebut diketahui bahwa kenaikan inflasi sebesar 6% tiap tahun akan
berpengaruh pada biaya tahunan (Y7) yang mengalami penurunan sebesar 1%.
Prosentase penurunan tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
biaya tahunan (Y7).
-
35
BAB V
KESIMPULAN
1. Dalam proyek pengembangan stasiun pengolahan air di Kota Palembang,
pemanfaatan land, labor and capital dapat dilihat pada penggunaan lahan sebagai
lokasi stasiun pengolahan air, memberikan kesempatan kepada warga Kota
Palembang dengan keahlian yang sesuai kebutuhan perusahaan untuk bekerja di
stasiun pengolahan air serta memperhitungkan biaya tahunan yang dipengaruhi oleh
depresiasi, pinjaman investasi dan biaya operasional perusahaan.
2. Hasil SPSS menyatakan bahwa persamaan regresi linear memenuhi syarat uji
kelayakan model (uji multikolinearitas, uji T, uji F, uji koefisien determinasi dan
interpretasi model).
3. Berdasarkan keempat hasil simulasi, keuntungan merupakan variabel yang menjadi
perhatian penting perusahaan dalam pengembangan usaha ternyata dipengaruhi oleh
penurunan biaya tahunan. Dengan penurunan biaya tahunan sebesar 15% akan
memberikan kenaikan keuntungan sebesar 47%.
4. Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa proyek pengembangan stasiun
pengolahan air di Kota Palembang yang diusulkan layak untuk dikembangkan.