ains.docx

10
UJI FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI TERHADAP MENCIT (Mus musculus) Hendriani Paramita 1 , Rais al Qadri 1 , Rezky Aprhodyta 1 , Veronica Toban 1 , Wahyuni 1 , Yetmilka Florensia 1 , Dila Pramitha 2 1. Mahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin 2. Asisten Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi I Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin ABSTRAK Telah dilakukan praktikum tentang pengaruh pemberian obat- obat analgetik dan antiinflamasi. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui efek berbagai senyawa obat yang tergolong analgetik sentral dan analgetik perifer serta antiinflamasi non steroid maupun antiinflamasi steroid terhadap mencit (Mus musculus). Digunakan 27 mencit dalam percobaan ini. Untuk uji analgetik sentral, dilakukan metode induksi dengan plat panas (hot plate) dan digunakan obat Natrium Diklofenak 0,1ml/10g BB dan Tramadol 0,1ml/10g BB. Untuk uji analgetik perifer, dilakukan metode induksi menggunakan asam asetat 0,05% v/v 0,1ml/10g BB dan menggunakan obat Paracetamol 0,1ml/10g BB dan Ibuprofen 0,1ml/10g BB. Untuk uji antiinflamasi, dilakukan metode induksi menggunakan pepton 0,1% dan diukur volume inflamasinya menggunakan alat plethysmometer, obat yang digunakan antara lain Dexamethason 0,1ml/10g BB dan Ibuprofen 0,1ml/10g BB. NaCMC juga digunakan sebagai kontrol negatif pada setiap uji. Hasil analisis data menggunakan ANOVA single factor menunjukkan bahwa data tidak signifikan sebab F < Fcrit dan P > 0,05. Kata Kunci : Analgetik, Antiinflamasi, AINS, Nyeri PENDAHULUAN Analgetik Analgetik atau obat penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (berbeda dengan anastesi umum). Rasa nyeri sebenarnya gejala yang berfungsi melindungi atau merupakan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan (rematik/encok), infeksi kuman maupun kejang otot (1). Mekanisme rasa nyeri yaitu perangsangan nyeri baik mekanik, kimiawi, panas maupun listrik akan menimbulkan kerusakan pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan suatu zat yang disebut mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. Mediator nyeri ini juga disebut zat autokoid yaitu histamin, serotonin,

Upload: rezky-aprhodyta

Post on 04-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: AINS.docx

UJI FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI TERHADAP MENCIT (Mus musculus)

Hendriani Paramita1, Rais al Qadri1, Rezky Aprhodyta1, Veronica Toban1, Wahyuni1, Yetmilka Florensia1, Dila Pramitha2

1. Mahasiswa Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin2. Asisten Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi I Fakultas Farmasi, Universitas

Hasanuddin

ABSTRAKTelah dilakukan praktikum tentang pengaruh pemberian obat-obat analgetik dan

antiinflamasi. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui efek berbagai senyawa obat yang tergolong analgetik sentral dan analgetik perifer serta antiinflamasi non steroid maupun antiinflamasi steroid terhadap mencit (Mus musculus). Digunakan 27 mencit dalam percobaan ini. Untuk uji analgetik sentral, dilakukan metode induksi dengan plat panas (hot plate) dan digunakan obat Natrium Diklofenak 0,1ml/10g BB dan Tramadol 0,1ml/10g BB. Untuk uji analgetik perifer, dilakukan metode induksi menggunakan asam asetat 0,05% v/v 0,1ml/10g BB dan menggunakan obat Paracetamol 0,1ml/10g BB dan Ibuprofen 0,1ml/10g BB. Untuk uji antiinflamasi, dilakukan metode induksi menggunakan pepton 0,1% dan diukur volume inflamasinya menggunakan alat plethysmometer, obat yang digunakan antara lain Dexamethason 0,1ml/10g BB dan Ibuprofen 0,1ml/10g BB. NaCMC juga digunakan sebagai kontrol negatif pada setiap uji. Hasil analisis data menggunakan ANOVA single factor menunjukkan bahwa data tidak signifikan sebab F < Fcrit dan P > 0,05.

Kata Kunci : Analgetik, Antiinflamasi, AINS, Nyeri

PENDAHULUANAnalgetik

Analgetik atau obat penghalang rasa nyeri adalah zat-zat yang digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (berbeda dengan anastesi umum). Rasa nyeri sebenarnya gejala yang berfungsi melindungi atau merupakan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan (rematik/encok), infeksi kuman maupun kejang otot (1).

Mekanisme rasa nyeri yaitu perangsangan nyeri baik mekanik, kimiawi, panas maupun listrik akan menimbulkan kerusakan pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan suatu zat yang disebut mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. Mediator nyeri ini juga disebut zat autokoid yaitu histamin, serotonin, plasmakinin (bradikinin), prostaglandin (asam lemak) dan ion kalium. Prostaglandin dan bradikinin

(hormon lokal) menimbulkan vasodilatasi dan memperbesar permeabilitas kapiler sehingga medah dilewati senyawa cairan tubuh sehingga timbul radang atau udema. Selain radang dan udema senyawa ini juga merupakan mediator demam (panas) (1).Mekanisme kerja penghambatan rasa nyeri ada tiga yaitu :1. Merintangi pembentukan rangsangan

dalam reseptor rasanyeri, seperti yang terjadi pada analgetika perifer dan anastesi lokal.

2. Merintang penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf sensoris, seperti pada anastesi lokal

3. Blokade rasa nyeri di SSP seperti pada analgetika sentral (narkotik) dan anastesi umum.

Analgetik NarkotikAnalgetik ini mempunyai efek

analgetik yang kuat sekali dengan titik kerja terletak pada SSP. Efeknya antara lain dapat mengurangi kesadaran (meredakan, menidurkan), dengan efek

Page 2: AINS.docx

samping berupa timbulnya rasa nyaman (euforia), toleransi habituasi (kebiasaan), ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan) dan gejala abstinensia bila obat dihentikan (1).

Obat analgetik narkotik pada umumnya tidak mempunyai efek antipiretik maupun antiinflamasi tetapi mempunyai efek adiksi, sehingga obat ini merupakan obat keras dan harus menggunakan resep dokter. Selain analgetik opioid, uga perlu diketahui adanya obat antagonis opioid seperti nalorfin, naloksin levalorpan dsb. Obat analgetik opioid ini selain sebagaui analgetik ada yang mempunyai efek obat batuk seperti kodein, selain itu telah disintesis suatu senyawa yang mempunyai khasiat obat batuk seperti kodein namun tidak mempunyai efek adiksi yaitu dekstrometorfan dan noskapin yang merupakan alkaloid dari opium. Alkaloid opium yang lain yaitu papaverin yang digunakan sebagai antispasmodik yang tidak adiktif (1).Mekanisme kerja

Kerja dari analgetik narkotik mulai diketahui sekitar tahun 1975 setelah diketahui bahwa pada otak binatang percobaan ditemukan suatu senyawa peptida yaityu enkefalin, endorfin dan dinorfin yang diduga senagai neurotransmitter seperti halnya asetilkolin dan adrenalin dalam SSO, perkembangan selanjutnya telah diketahui bahwea terdapat 5 reseptor analgetik opioid yaitu reseptor μ, reseptor σ, reseptor δ, reseptor κ, reseptor ε. Reseptor μ berkaitan dengan euforia, depresi nafas, miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna (efek morfin). Reseptor κ berkaitan dengan analgesia, sedasi, miosis, depresi nafas yang tidak sekuat agonis μ (efek pentazosin). Reseptor σ, berkaitan dengan efek psikolimetik (efek pentazosin). Reseptor δ berkaitan dengan depresi frekuensi pernafasan. Reseptor μ ada 2 dimana reseptor pertama bertanggung jawab pada analgesia supraspinal, pelepasan prolaktin, hipotermia, katalepsi. Reseptor yang kedua berkaitan dengan tidal volume dan bradikardi (1).

Antagonis morfin, adalah zat-zat yang dapat melawan efek samping analgetik narkotik tanpa mengurangi kerja analgetiknya, terutama digunakan pada over dosis atau intoksikasi obat ini. Efek samping analgetik narkotik (morfin) yaitu mual, muntah, obstipasi, gelisah, sedasi, rasa kantuk, euforia. Toksisitas terjadi pada dosis tinggi berupa depresi pernafasan, hipotensi, sirkulasi darah terganggu akhirnya koma dan pernafasan berhenti (1).Anti Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif, nrmal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengaur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang-kadang inflamasi masih tidak bias dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau arthritis rematoid. Pada kasus seperti ini reaksi pertahanan mereka sendiri mungkin menyebabkan luka jaringan progresif, dan obat-obat anti inflamasi atau imunosupresi mungkin diperlukan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh pelapasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peredangan dan meliputi amin, seperti histamine dan 5-hidroksitriptamin, lipid seperti prostaglandin, peptida kecil seperti bradikinin, dan peptida besar seperti interleukin-1. penemuan variasi yang luas diantara mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat antiinflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting pada satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang tidak melibatkan mediator target obat (3).

Obat analgesik, antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat

Page 3: AINS.docx

yang banyak diresepkan yang juga digunakan dalam resep dokter. Obat-obat ini merupakan kelompok obat yang heterogen secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki persamaan dalam efek terapi maupun efek samping (2).

Klasifikasi kimiawi AINS, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda,sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa. Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX) (2).Pada percobaan analgetik perifer mencit diberi perlakuan dengan diinduksi asam asetat 0,05% kemudian diamati berapa lama mencit menggeliat atau menggosokkan bagian perutnya pada meja. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek.% edema = vol . edemat−vol . edema sebeluminduksi

vol. edema sebelum induksi

x 100%

METODE KERJAAlat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer, hot plate (plat panas), kanula, konektor

infus, spoit 1 ml, plethysmometer sederhana, statif dan klem, dan stopwatch.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Asam Asetat 0,05 % v/v, Dexamethason, Ibuprofen, Natrium Diklofenak, NaCMC, Parasetamol, pepton 1%, dan Tramadol. Penyiapan Hewan Uji

Dalam percobaan ini digunakan 27 ekor mencit dengan bobot 12-30 g. Mencit dibagi kedalam tiga bentuk pengujian, yaitu 6 ekor mencit untuk pengujian analgetik sentral, 6 ekor mencit untuk pengujian analgetik perifer, 6 ekor mencit untuk pengujian antiinflamasi, dan 9 ekor mencit sebagai kontrol negatif.Perlakuan Hewan Uji

Untuk pengujian analgetik sentral, 3 ekor mencit diberikan Natrium Diklofenak, 3 ekor mencit diberikan Tramadol, serta 3 ekor mencit juga diberikan NaCMC dengan dosis 0,1 ml/10 g BB secara per oral, lalu dibiarkan selama 5-10 menit, dan kemudian diletakkan di atas plat panas (hotplate) dengan suhu ±50 C selama 5⁰ menit.

Untuk pengujian analgetik perifer, pertama-tama 3 ekor mencit diberikan Paracetamol, 3 ekor mencit deiberikan Ibuprofen, dan 3 ekor mencit diberikan NaCMC secara per oral. Mencit kemudian dibiarkan hingga 10 menit, lalu diberikan asam asetat 0,05% secara intraperitoneal.

Untuk pengujian antiinflamasi, terlebih dahulu diukur volume inflamasi dengan alat plethysmometer. Kemudian mencit diinduksi dengan pepton 1% (putih telur), kemudian diberikan larutan obat Dexamethason, Ibuprofen, dan NaCMC dengan dosis 0,1ml/10 g BB. Tiga mencit pertama diberikan Dexamethason secara peroral, 3 mencit diberikan Ibuprofen secara per oral, dan 3 ekor mencit lainnya diberikan NaCMC secara peroral.Pengamatan

Untuk pengujian analgetik sentral, mencit diamati dan dicatat frekuensi pengangkatan kaki mencit pertama kali setelah diletakkan di atas plat panas. Untuk pengujian analgetik

Page 4: AINS.docx

perifer, mencit diamati 5 menit setelah pemberian asam asetat 0,05%, dihitung frekuensi mencit menempelkan atau menggosokkan perutnya pada meja. Untuk pengujian antiinflamasi, mencit

diamati selama 60 menit dan diukur volume inflamasi yang terbentuk pada saat 0, 15, 30, 45, dan 60 menit setelah pemberian

HASIL DAN PEMBAHASANPraktikum ini dilakukan untuk

mengetahui pengaruh obat antiinflamasi terhadap SSP (Sistem Saraf Pusat). Radang atau inflamasi adalah suatu respon utama sistem kekebalan

terhadap infeksi atau iritasi. Untuk pengobatan inflamasi ada dua golongan besar obat yang digunakan yaitu golongan steroid dan non steroid (AINS). Data yang diperoleh setelah pengamatan adalah sebagai berikut.

Perlakuan Mencit I Mencit IIMencit

IIIRata-Rata

SD

Na Diklofenak

50 60 70 60 10

Tramadol 34 61 82 59 24,06242

NaCMC 94 78 46 72 24,4404Tabel 1. Pengaruh Pemberian Analgetik Sentral Terhadap Mencit (Mus musculus)

Na Diklofenak Tramadol NaCMC

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Uji Analgetik Sentral

Rata-rata

Grafik 1. Pengaruh Pemberian Analgetik Sentral Terhadap Mencit (Mus musculus)

Perlakuan Mencit IMencit

IIMencit

IIIRata-Rata

SD

Paracetamol 34 22 28 28 6

Ibuprofen 46 31 36 37 7,637626

NaCMC 40 51 27 39 12,01388Tabel 2. Pengaruh Pemberian Analgetik Perifer Terhadap Mencit (Mus musculus)

Page 5: AINS.docx

Paracetamol Ibuprofen NaCMC

05

1015202530354045

Uji analgetik perifer

Rata-Rata

Grafik 2. Pengaruh Pemberian Analgetik Perifer Terhadap Mencit (Mus musculus)

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Antiinflamasi Terhadap Mencit (Mus musculus)

1 2 3 4 5 6

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

Ibuprofen

Dexamethason

NaCMC

Grafik 3. Pengaruh Pemberian Antiinflamasi Terhadap Mencit (Mus musculus)

Pada uji analgetik sentral diberikan perlakuan obat Natirum Diklofenak dan Tramadol serta NaCMC secara peroral kemudian dilihat waktu ketika mencit mulai mengangkat dan menjilati kakinya saat diletakkan di atas hot plate. Kemudian diamati dengan mencatat frekuensi mencit mengangkat dan menjilati kakinya karena merasa terlalu panas. Mencit yang diberikan Natrium Diklofenak memiliki rata-rata frekuensi mengangkat kaki sebanyak 60 kali, mencit yang diberikan Tramadol memiliki rata-rata frekuensi mengangkat

kaki sebanyak 59 kali, dan mencit yang diberikan NaCMC sebanyak 72 kali.

Pada uji analgetik perifer, mencit diberikan perlakuan obat Paracetamol dan Ibuprofen serta NaCMC secara peroral, kemudian dilakukan induksi nyeri menggunakan asam asetat 0,5% v/v dengan rute intraperitoneal. Lalu diamati frekuensi mencit menggeliat atau menggosokkan perutnya pada meja. Mencit yang diberikan Paracetamol memiliki rata-rata menggeliat sebanyak 28 kali, Ibuprofen sebanyak 37 kali, dan NaCMC sebanyak 39 kali.

Page 6: AINS.docx

Pada percobaan uji anti inflamasi digunakan plethysmometer untuk mengukur volume udem telapak kaki kiri hewan uji mencit (Mus musculus) yang bekerja sesuai hukum Archimedes, dimana volume udem telapak kaki kiri yang di celupkan pada air adalah sama banyaknya dengan skala yang ditunjukan. Kemudian kaki mencit diinduksi dengan pepton 1%, dan diberikan perlakuan obat Dexamethason dan Paracetamol serta NaCMC secara peroral. Dihitung volume inflamasi kaki mencit menggunakan plethysmometer pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60. Mencit yang diberikan Ibuprofen memiliki volume sebelum inflamasi sebesar 0.06, dan persen edema sebesar 117% pada

menit ke-0, 39% pada menit ke-15, 26% pada menit ke-30, 26% pada menit ke-45, dan 50% pada menit ke-60. Mencit yang diberikan Dexamethason memiliki volume sebelum inflamasi sebesar 0.05, dan persen edema sebesar 113% pada menit ke-0, 67% pada menit ke-15, 60% pada menit ke-30, 27% pada menit ke-45, dan 7% pada menit ke-60. Mencit yang diberikan NaCMC memiliki volume sebelum inflamasi sebesar 0.07, dan persen edema sebesar 45% pada menit ke-0, 79% pada menit ke-15, 63% pada menit ke-30, 50% pada menit ke-45, dan 31% pada menit ke-60.

Dilakukan pula analisis ANOVA single factor pada data percobaan, dan diperoleh hasil sebagai berikut.

SUMMARYGroups Count Sum Average VarianceNa Diklofenak 3 180 60 100Tramadol 3 177 59 579NaCMC 3 218 72,66667 597,3333

ANOVASource of Variation SS df MS F P-value F critBetween Groups 348,2222 2 174,1111 0,409245 0,681379 5,143253Within Groups 2552,667 6 425,4444

Total 2900,889 8

Tabel ANOVA uji analgetik sentral

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups CountSum Average Variance

Paracetamol 3 84 28 36

Ibuprofen 3 11337,6666

758,3333

3

NaCMC 3 11839,3333

3144,333

3

ANOVASource of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 224,666 2 112,333 1,41201 0,31437 5,143253

Page 7: AINS.docx

7 3 1 9

Within Groups477,333

3 679,5555

6

Total 702 8Tabel ANOVA uji analgetik perifer

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups Count SumAverage

Variance

Ibuprofen 6 2,6347 0,439 0,151Dexamethason 6

2,783333 0,464 0,175

NaCMC 62,7456

67 0,458 0,064

ANOVA

Source of Variation SS df MS F

P-value

F crit

Between Groups

0,00199 2 1E-03 0,008

0,992

3,682

Within Groups1,9468

78 15 0,13

Total1,9488

68 17Tabel ANOVA uji antiinflamasi

Analisis data ANOVA single factor menunjukkan bahwa untuk data analgetik sentral, F crit lebih besar daripada F dan P lebih besar daripada 0,05, begitu pula untuk data analgetik perifer dan antiinflamasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh tidak signifikan.

KESIMPULANSetelah dilakukan percobaan analgetik dan antiinflamasi steroid maupun nonsteroid, obat-obat tersebut memiliki

efek mengurangi sensasi nyeri dan inflamasi pada mencit. Namun, data yang diperoleh tidak signifikan karena F < Fcrit dan P > 0,05.DAFTAR PUSTAKA1. Anonim. 2004. Penuntun Praktikum

Farmakologi Toksikologi Laboratorium Biofarmasi. Makassar: Universitas Hasanuddin

2. Champe, Pamela C, 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.

Page 8: AINS.docx