agropolitan

30
POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN KUNINGAN DAERAH CILIMUS KOMODITAS UBI JALAR Mata Kuliah Perencanaan Wilayah Disusun Oleh: Handoko Tri Atmojo 150610090023 Jufriadi Nurman 150610090047 Yudhistira 150610090076 Elfhat Patriot Rachman 150610090159 Wulan Dias N 150610090161

Upload: elfhatr

Post on 02-Dec-2015

131 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Agropolitan

TRANSCRIPT

Page 1: Agropolitan

POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN

KUNINGAN DAERAH CILIMUS KOMODITAS UBI JALAR

Mata Kuliah Perencanaan Wilayah

Disusun Oleh:

Handoko Tri Atmojo 150610090023

Jufriadi Nurman 150610090047

Yudhistira 150610090076

Elfhat Patriot Rachman 150610090159

Wulan Dias N 150610090161

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2012

Page 2: Agropolitan

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat ALLAH S.W.T atas segala nikmat

dan karunia yang telah dilimpahkan-NYA saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan

baik dan selesai tepat pada waktunya,dalam memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan

Wilayah di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen Perencanaan Wilayah Ibu

Endah Djuwendah yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.

Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang bagaimana keterlibatan dalam

pengembangan wilayah Agropolitan serta kuni keberhasilan Agropolitan

Penulis merasa bahwa dalam menyusun makalah ini masih menemui beberapa

kesulitan dan hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih

jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya, maka dari itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan

membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu kami dalam

penyusunan makalah ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang membutuhkan.

Jatinangor, 7 Agustus 2012

Penulis

Page 3: Agropolitan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkup wilayah yang menjadi pengembangan kawasan agropolitan adalah

mencakup wilayah seluas 117.857,55 ha, yang dibagi menjadi 4 distrik. Secara umum

pembagian distrik didasarkan kepada pertimbangan untuk mempercepat akselerasi

pengembangan wilayah Kabupaten Kuningan melalui pengembangan sektor pertanian dan

ekonomi masyarakat secara terpadu. Empat (4) Distrik yang menjadi Kawasan

Pengembangan Agropolitan yaitu Distrik Cilimus, Distrik Kuningan, Distrik Luragung dan

Distrik Ciawigebang.

Pada masing-masing distrik, ditetapkan suatu pusat primer (kawasan inti) dan pusat

sekunder (kawasan pendukung) yang diharapkan dapat menjadi pusatpusat pertumbuhan

baru sehingga akselerasi pengembangan wilayah lebih cepat terjadi. Keempat distrik

tersebut berikut penetapan pusat (primer dan sekunder) dan hinterland (kawasan

layanannya). Secara umum pembagian distrik didasarkan kepada pertimbangan untuk

mempercepat akselerasi pengembangan wilayah Kabupaten Kuningan melalui

pengembangan sektor pertanian dan ekonomi masyarakat secara terpadu. Pembagian distrik

pengembangan kawasan agropolitan di dasarkan pada pertimbangan sebagian berikut :

a. Pergerakan eksternal dan internal kawasan yang mendukung pengembangan

wilayah.

b. Faktor agroklimat yang sesuai untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian,

c. Berpotensi untuk pengembangan agribisnis,

d. Daya dukung sarana dan prasarana (ekonomi, fisik dan lembaga pendukung) yang

memadai untuk pengembangan agribisnis seperti; pasar (pasar produk pertanian,

sarana pertanian, pasar lelang), gudang penampung hasil pertanian, tempat

pengolahan hasil pertanian, lembaga keuangan, kelembagaan petani (kelompok tani

dan koperasi), jaringan perhubungan (jalan), jaringan irigasi yang optimal, sarana

transportasi, listrik, air bersih dan lain-lain.

Page 4: Agropolitan

Konsep Agropolitan didefinisikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan

berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani,

mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah

sekitarnya (Deptan, 2002). Konsep tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan Masterplan

Agropolitan yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11

Tahun 2005. Dalam Masterplan tersebut telah ditetapkan menjadi 4 (empat) Distrik

Pengembangan Agropolitan, yaitu : Distrik Kuningan, Distrik Cilimus, Distrik

Ciawigebang, dan Distrik Luragung. Setiap distrik memiliki karakteristik yang berbeda

ditinjau dari potensi sumber daya alam dan pemanfaatannya dalam bentuk kegiatan

pertanian.

Dari perspektif pengembangan wilayah, maka pertimbangan penting yang biasa

digunakan untuk melihat potensi komoditas suatu kawasan adalah komoditas tersebut dapat

mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai ke kawasan lain serta komoditas

tersebut memiliki daya saing pasar terhadap komoditas lainnya. Dalam hal ini, komoditas

ubi jalar dijadikan sebagai basis

komoditas unggulan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan Distrik

Cilimus, didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya dari data produksi 7

komoditas palawija utama di setiap distrik pengembangan agropolitan, menunjukkan bahwa

produksi komoditas ubi jalar sebagian besar dihasilkan di Distrik Cilimus (Tabel 1).

Page 5: Agropolitan

Data produksi ubi jalar pada tahun 2005, Indonesia hanya menghasilkan 1,2 persen

dari total produksi dunia. Departemen Pertanian (2005) menyebutkan kebutuhan nasional

mencapai 2.170.426 ton/tahun dengan produksi mencapai 2.753.356 ton/tahun. Sebagian

besar surplus produksi ubi jalar secara nasional diekspor ke negara Malaysia, Singapura,

Jepang, Korea dan Cina. Produktivitas ubi jalar di Indonesia secara umum masih sangat

rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lain yaitu rata-rata 9,8 ton/ha, sedangkan

di Cina telah mencapai 20.85 ton/ha dan Jepang mencapai 24.73 ton/ha. Produksi ubi jalar

di Kabupaten Kuningan pada tahun 2007 telah mencapai 104.833 ton (30 persen dari total

produksi Provinsi Jawa Barat) dengan produktivitas 18,8 ton/ha.

Selain itu berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dalam Masterplan

Agropolitan (2003), menunjukkan bahwa komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus : (1) nilai

LQ (Location Quetiont) >1, yang berarti bahwa terjadinya pemusatan produksi ubi jalar di

kawasan Distrik Cilimus secara relatif dibandingkan dengan total produksi Kabupaten

Kuningan, selain itu ditunjukkan dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai

ke luar distrik; (2) nilai LI (Location Indeks) mendekati 1, yang berarti bahwa produksi ubi

jalar cenderung berkembang memusat; (3) budidaya ubi jalar memiliki nilai R/C Ratio

sebesar 2,94. Nilai R/C Ratio >1 menunjukkan bahwa secara finansial usahatani ubi jalar

menguntungkan; (4) komoditas ubi jalar memiliki daya saing agribisnis yang baik

dibandingkan komoditas lain, hal ini didukung dengan keberadaan beberapa industri

pengolahan ubi jalar di Distrik Cilimus; (5) Komoditas ini dipilih karena dilihat dari

perkembangan luas areal tanam yang mencapai 6.150 ha dan produktivitas yang semakin

meningkat mencapai 18.8 ton/ha.

Namun untuk dapat mengembangkan komoditas ubi jalar di Distrik Cilimus dalam

suatu sistem agribisnis diperlukan perencanaan yang komprehensif sehingga dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi petani, pengusaha, masyarakat,

pemerintah dan stakeholder lainnya serta tidak saja bagi pengembangan kawasan

agropolitan Distrik Cilimus tetapi juga bagi perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten

Kuningan secara keseluruhan.

Page 6: Agropolitan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keterlibatan dalam Agropolitan di Kabupaten Kuningan

Konsep agropolitan di Kabupaten Kuningan terdiri dari beberapa distrik dimana

distrik-distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian yang mayoritas

penduduknya bekerja disektor pertanian dengan kecenderungan menggunakan pola

pertanian modern. Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk meningkatkan

pendapatan/kesejahteraan petani melalui percepatan pengembangan wilayah dan

peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan

usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan otonomi

di kawasan agropolitan.

Sebagian besar petani di Distrik Cilimus menjual ubi jalar dalam bentuk ubi jalar

segar (mentah) langsung di on-farm (di lahan). Tata niaga seperti ini, selain membuat posisi

tawar petani menjadi lemah dalam menentukan harga (karena petani tidak mempunyai

kesempatan memilih jalur pemasaran lain) dan tidak ada nilai tambah yang dapat diperoleh

petani. Nilai tambah pengolahan ubi jalar menjadi berbagi produk pangan cenderung

dinikmati oleh pihak lain (industry pengolahan atau industri makanan). Meskipun ada

beberapa petani yang telah melakukan pengolahan, namun masih terbatas pada pengolahan

yang bersifat tradisional, seperti pembuatan penganan dan kue berbahan dasar ubi jalar.

Keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus sangat ditentukan

oleh adanya keterlibatan stakeholder. Untuk itu perlu diketahui bagaimana preferensi

stakeholder dalam memilih jenis pengembangan agribisnis komoditas ubi jalar yang paling

tepat dan diharapkan dapat mendukung perkembangan kawasan agropolitan Distrik

Cilimus. Selanjutnya apakah pengembangan kawasan agropolitan Distrik Cilimus

mempunyai dampak terhadap kesejahteraan petani secara umum.

Page 7: Agropolitan

2.2 Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Kuningan

Berdasarkan potensi wilayah Kabupaten Kuningan dan arahan Rencana Tata Ruang

Wilayah Propinsi Jawa Barat, maka Kabupaten Kuningan perlu mengembangkan 2 sektor

unggulannya yaitu agribisnis dan pariwisata. Untuk itu diperlukan arahan dalam kegiatan

pengelolaan sumber daya alam dan pemanfaatan ruang sehingga mampu untuk mewadahi

dan menampung perkembangan Kabupaten Kuningan. Dengan pertimbangan arahan

kebijakan pengembangan wilayah pada tingkat makro serta arahan kebijakan pembangunan

daerah Kabupaten Kuningan sebagaimana dituangkan dalam Perda Kabupaten Kuningan

No. 30 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda) 2001–2005 dan

kebijakan sektoral yang mengarah pada pengembangan kegiatan agribisnis dengan basis

ekonomi pertanian yang mantap yang didukung oleh kegiatan industri yang berorientasi

kepada agroindustri dan pengembangan sektor pariwisata, maka model pendekatan teoritis

yang dapat diaplikasikan dalam proses penyusunan RTRW Kabupaten Kuningan adalah

Konsep Agropolitan.

Konsep agropolitan yang akan dikembangkan tertuang dalam RTRW Kabupaten

Kuningan 2003–2013 dan kemudian rencana yang lebih detil tertuang dalam MasterPlan

Agropolitan 2005–2014 . Sehingga terdapat sinergi antara perkembangan yang terjadi di

pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan pertumbuhan yang terjadi di wilayah

hinterland yang dalam proses perkembangannya akan dilayani melalui pembagian sistem

distrik.

Secara konseptual, model agropolitan merupakan pendekatan pembangunan yang

komprehensif, terintegrasi dan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat

secara luas dan intensif melalui bottom-up planning. Dilakukan secara sinergis dengan

melibatkan multi sektor dan program

pembangunan yang secara langsung diarahkan pada peningkatan kesejahteraan sosial

ekonomi masyarakat, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas dan kualitas

sumberdaya manusia dengan tetap mempertimbangkan aspek keserasian dan kelestarian

daya dukung lahan.

Page 8: Agropolitan

Konsep ini pada dasarnya merupakan strategi pembangunan wilayah perdesaan

yang dipercepat dengan berbasis pada kebutuhan masyarakat dengan tujuan agar proses

percepatan pertumbuhan secara lebih merata dapat segera tercapai dan kesejahteraan

masyarakat dapat lebih cepat terwujud. Hal ini mengandung pemahaman bahwa fokus

model agropolitan diarahkan pada

upaya pemberdayaan masyarakat yang pada intinya mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu

pemberdayaan sosial kemasyarakatan; pemberdayaan ekonomi masyarakat; dan

pendayagunaan prasarana dan sarana, sesuai dengan kondisi potensi dan peluang yang

dimiliki (RTRW Kuningan, 2003).

Pengelompokan kawasan pertumbuhan akan membentuk kawasan pertumbuhan

suatu wilayah dengan demikian akan diketahui pula keunggulankeunggulan yang berbasis

local resource wilayah tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk pengembangan kawasan

agropolitan sehingga kawasan agropolitan yang dibentuk benar-benar tepat sasaran.

Bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan konsep agropolitan diharapkan dapat

mengangkat posisi petani agar mempunyai posisi tawar yang lebih baik terhadap pasar,

dengan cara menghasilkan produk yang berkualitas, dengan harga yang bersaing. Grand

skenario untuk memberdayakan petani di Kabupaten Kuningan melalui penerapan konsep

agropolitan diharapkan dapat menjadi kenyataan dengan cara membuat perencanaan yang

komprehensif.

Pengembangan kawasan agropolitan dimaksudkan untuk meningkatkan

pendapatan/kesejahteraan petani melalui percepatan pengembangan wilayah dan

peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan

usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan otonomi

di kawasan agropolitan. Sistem usaha agribisnis membangun usaha budidaya (on farm) dan

juga usaha lain yang menunjang budidaya seperti pasca panen, penyediaan alat-alat/sarana,

pertanian, pemasaran dan jasa penunjang lainnya (off farm).

Menurut hasil kajian dari P4W-IPB, 2004, ada beberapa masalah yang potensial

terjadi dalam pelaksanaan agropolitan, yaitu : (1) aspek teknologi yaitu pengolahan hasil

pertanian dan peralatannya; (2) aspek ekonomi yaitu modal dan pemasaran hasil produksi;

Page 9: Agropolitan

dan (3) aspek sosial yaitu koordinasi antar stakeholder dan pemahaman mengenai konsep

agropolitan.

2.3 Potensi dan Pengembangan Agroindustri Komoditas Ubi Jalar

Keunggulan komparatif industri yang dibangun berdasarkan sumberdaya lokal dan

padat tenaga kerja di wilayah perdesaan akan tinggi, tidak saja mampu bersaing di dalam

negeri tetapi juga di luar negeri. Atas dasar pemikiran itu pula, Kabupaten Kuningan

menetapkan kebijakan pembangunan dalam jangka menengah, dengan menetapkan

MasterPlan Agropolitan sebagai dasar kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka

meningkatkan perekonomian daerah. Dengan prioritas pengembangan pertama adalah

pengembangan Distrik Cilimus dengan komoditas unggulan ubi jalar. Dengan harapan

dapat memadukan antara pembangunan pertanian dengan pengembangan agroindustri

berbahan baku lokal.

Perkembangan agroindustri tidak terlepas dari karakteristik bahan bakunya. Bahan

baku pertanian seperti halnya komoditas ubi jalar selalu dihadapkan pada tiga karakteristik

utama yaitu musiman, mudah rusak serta dihasilkan dalam jumlah dan mutu yang tidak

seragam dari waktu ke waktu. Komoditas ubi jalar sebagaimana komoditas pertanian secara

umum yang dihasilkan amat bergantung pada kondisi biologis seperti hama dan penyakit

serta iklim, sehingga suplai komoditas tersebut tidak tersedia sepanjang tahun. Berbeda

dengan industri lain, agroindustri selalu menghadapi ketidakseimbangan antara permintaan

dan penawaran, sehingga diperlukan manajemen penyimpanan yang baik, penjadwalan

produksi, koordinasi antara produksi, pengolahan serta rantai pemasaran sejak dari

usahatani. Perubahan-perubahan bahan baku menjadi produk akhir tersebut seperti

dikemukakan di atas terkait erat dengan besarnya investasi, teknologi, pengelolaan serta

mutu tenaga kerja yang terlibat.

Agroindustri berbahan baku lokal komoditas ubi jalar telah dirintis di Kabupaten

Kuningan sejak tahun 1993. Pada saat itu ada salah satu investor dari Korea yang

menangkap peluang pasar dari komoditas olahan ubi jalar. Pada tahun itu berdiri satu

perusahaan PMA yang bergerak dalam pengolahan pasta ubi jalar dengan orientasi untuk

Page 10: Agropolitan

ekspor ke negara Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Pada awalnya lokasi pabrik

berada di kecamatan Ciawigebang, karena wilayah tersebut memang diperuntukkan untuk

wilayah industri. Tetapi pada tahun 2000 pabrik tersebut dipindahkan lokasinya ke

kecamatan Cilimus (merupakan sentra komoditas ubi jalar), dengan alasan supaya lokasi

pabrik lebih dekat dengan lokasi bahan baku. Alasan ini sejalan dengan teori yang

dikemukan oleh Charles Toubout tentang locational rent yang berarti bahwa keuntungan

(surplus) perusahaan akibat adanya selisih harga antara A dan B karena perbedaan lokasi

(Rustiadi et al., 2007). Konsep locational rent juga dikemukan pada tahun 1842 oleh von

Tunen, bahwa nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kualitas lahan (ricardian rent)

tetapi nilai land rent merupakan fungsi dari lokasinya (Rustiadi et al., 2007).

Tidak seperti halnya bahan baku yang digunakan oleh industri lain, agroindustri

amat bergantung pada bahan baku yang tidak tahan lama disimpan atau mudah rusak. Oleh

karena itu, industri ini memerlukan kecepatan dan kehati-hatian dalam menangani dan

menyimpan bahan bakunya. Jika hal tersebut diabaikan, maka akan berpengaruh pada

kualitas seperti menurunnya kandungan nutrisi terutama untuk agroindustri pangan.

Karateristik lain dari bahan baku agroindustri adalah variabilitas dalam jumlah dan kualitas

dari bahan baku yang dihasilkan. Demikian juga dengan kualitasnya amat beragam,

walaupun telah ditemukan sejumlah teknologi untuk mengatasinya, namun

ketidaseragaman tetap tidak dapat dihindari. Hal ini juga dialami oleh Pemerintah

Kabupaten Kuningan dalam dalam rangka pengembangan agropolitan di Distrik Cilimus.

Banyaknya permasalahan dalam masalah budidaya (on farm) sampai pada masalah

teknologi pengolahan dan pemasaran (off farm) menjadi catatan tersendiri untuk menjadi

bahan evaluasi.

Pada tahun 2007 setelah diluncurkannya Program Pengembangan Kompetensi

Indeks Pembangunan Manusia (PPK–IPM) dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat yang salah

programnya adalah meningkatkan daya beli masyarakat melalui pengembangan agribisnis

ubi jalar. Lokasi yang menjadi prioritas adalah wilayah Cilimus dan sekitarnya. Dengan

adanya stimulus berupa bantuan pembangunan pabrik pengolahan chip/tepung ubi jalar di 6

lokasi (semua lokasi

Page 11: Agropolitan

berada di Distrik Cilimus) dan bantuan berupa peralatan untuk pengolahan ubi jalar kepada

kelompok tani dan kelompok IKM, berdampak pada perkembangan ekonomi lokal. Salah

satu indikator yang jelas terlihat adalah membaiknya harga jual ubi jalar di tingkat petani

yang bisa mencapai Rp.800 – Rp.1.200. Hal ini tidak terlepas karena adanya pabrik

pengolahan chip dan tepung ubi jalar, yang membeli ubi jalar segar dari petani pada tingkat

harga Rp.800 – Rp.1.000.

Keadaan ini berdampak pada posisi tawar petani dalam menjual ubi jalar segar, karena

petani sudah mempunyai pilihan untuk menjual ke bandar atau ke industri. Sehingga bandar

tidak bisa lagi menekan harga serendah mungkin, karena petani sudah memiliki pilihan

pemasaran. Tetapi ada kelemahannya jika petani menjual ke industri, karena keterbatasan

modal yang dimiliki oleh industry chip maka pembayaran ke petani tidak selalu bisa tunai

(ada grass period pembayaran). Hal ini menjadikan peran bandar tidak berkurang, karena

mereka punya kelebihan bisa membayar tunai kepada petani.

Dalam rangka terus mendorong perkembangan agribisnis (agroindustri) pada tingkat

kelompok tani dan kelompol IKM yang berada di distrik agropolitan Cilimus, selain

dikembangkan pabrik pengolahan chip dan tepung ubi, masih harus dicari dan

dikembangkan teknologi pengolahan ubi jalar yang sederhana dengan biaya murah dan

dapat dilakukan oleh petani pada skala industry rumahan (home industry).

2.4 Kunci Keberhasilan Agropolitan di Kabupaten Kuningan

Pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan harus menyentuh (1)

pembangunan fisik wilayah, seperti: pembangunan jalan, pasar, terminal, dan lain lain , (2)

sumberdaya manusia dan sosial yaitu: koordinasi antar stakeholder dan pemahaman tentang

konsep agropolitan, (3) aspek tehnologi yaitu: pengolahan hasil pertanian dan peralatannya.

Masalah yang potensi terjadi dalam pelaksanaan agropolitan: (1) aspek teknologi

yaitu pengolahan hasil pertanian dan peralatannya, (2) aspek ekonomi yaitu modal dan

pemasaran hasil produksi, (P4W-IPB, 2004).

Dilihat dari kajian masalah tersebut akan menjadi keberhasilan suatu kawasan

agropolitan di tinjau dari :

Page 12: Agropolitan

a. Aspek teknologi yaitu pengolahan hasil pertanian dan peralatannya

Teknologi yang dikembangkan sebenarnya merupakan pengolahan sementara

(intemediate processing) agar bisa tahan disimpan sebelum pengolahan tahap selajutnya

yang lengkap. Dengan demikian ubi jalar segar dapat segera diolah agar tidak mengalami

pembusukan dan penyusutan. Teknologi pengolahan ubi segar, secara garis besar dapat

dijelaskan pada

satu teknologi yang dapat diadopsi untuk mengembangkan teknologi pengolahan

ubi jalar seperti yang telah dikembangkan oleh Vietnam (Anonim, 1991). Teknologi yang

dikembangkan pada dasarnya sangat sederhana dan diharapkan dapat diterapkan di desa–

desa sebagai upaya untuk merangsang tumbuhnya industri rumahan. Sebagaimana

Indonesia, penduduk di Vietnam mengkonsumsi ubi jalar segar secara langsung (direbus

atau dibakar), dibuat keripik atau sebagian diolah menjadi pakan ternak. Namun karena

masa simpan ubi segar relatif pendek dan susut karena pembusukan dari sejak masa panen

Page 13: Agropolitan

bisa mencapai 30%. Untuk menekan susut yang besar tersebut, teknologi tepat guna untuk

mengolah ubi jalar baik untuk makanan manusia maupun pakan ternak, akan sangat

membantu petani meningkatkan pendapatan dan mengurangi kerugian.

b. aspek ekonomi yaitu modal dan pemasaran hasil produksi

Ada beberapa jenis pengembangan

agribisnis ubi jalar yang dapat dikembangkan dan menjadi pilihan alternatif

masyarakat petani di Distrik Cilimus ini yaitu :

1. Petani menjual langsung komoditas ubi jalar segar, baik melalui pedagang maupun

langsung ke konsumen, namun pilihan ini tidak memberikan nilai tambah yang

lebih bagi petani. Nilai tambah pada komoditas ubi jalar akan dinikmati oleh pihak

lain. Tetapi dari hasil wawancara, pilihan ini banyak dipilih oleh petani karena

kebanyakan petani hanya berpikir untuk segera mendapatkan uang setelah masa

panen tiba untuk sekedar memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Nilai tambah

komoditas ubi jalar akan terjadi bila komoditas tersebut mengalami proses

pengolahan. Hal ini memerlukan modal dan ketrampilan khusus yang belum semua

petani memilikinya. Dalam hal ini peran pemerintah Kabupaten Kuningan sangat

penting untuk dapat membantu dan memfasilitasi modal dan juga memberikan

pelatihan dan penyuluhan tentang pengolahan sederhana komoditas ubi jalar.

2. Petani bermitra sebagai penyedia bahan baku, alternatif sudah dijalani oleh

beberapa kelompok petani. Petani bermitra dengan anak perusahaan pabrik pasta,

sebagai penyedia bahan baku ubi jalar segar. Dari segi pendapatan yang diterima

petani agak lebih besar, karena harga yang diterima lebih mahal dibanding dijual ke

pihak lain. Tetapi petani yang bermitra mempunyai keterikatan kepada pihak

perusahaan, antara lain dalam menanam varietas ubi jalar harus sesuai dengan yang

diminta dan kualitas produksi harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

Keuntungannya petani tidak lagi harus pusing memikirkan pemasaran, karena sudah

ada kepastian yang akan membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga

berlaku. Tetapi kerugiannya terjadi ketika harga ubi jalar melonjak naik, petani

Page 14: Agropolitan

yang bermitra tidak akan mendapatkan keuntungan, karena harga sudah dipatok

sesuai dengan perjanjian.

3. Industri Rumah Tangga (home industry), menjadi alternatif agribisnis ubi jalar yang

dapat dikembangkan oleh petani. Sebagian kecil rumah tangga petani sudah ada

yang melakukan pengolahan komoditas ubi jalar segar menjadi makanan ringan atau

kue–kue. Namun kegiatan ini masih terbatas dilakukan yaitu pada saat menjelang

hari raya tiba, karena pada momen itu permintaan akan jenis–jenis kue cukup tinggi.

Selain itu, pada saat hari raya biasanya harga tepung terigu melonjak naik, sehingga

mereka menggantikan tepung terigu dengan tepung ubi jalar dengan harga yang

relatif murah. Pada hari–hari biasa, rumah tangga petani jarang melakukan kegiatan

ini, karena kegiatan ini memerlukan modal dan pemasarannya masih sangat

terbatas. Dalam hal ini bantuan dari pemerintah Kabupaten Kuningan, diharapkan

bisa memberikan bantuan permodalan dan juga bantuan mencarikan pemasaran

untuk produk kue dan makanan ringan berbahan baku ubi jalar buatan industri

rumah tangga petani. Selain itu petani dapat diberikan penyuluhan dan pelatihan

untuk mengembangkan jenis–jenis kue dan makanan berbahan baku ubi jalar yang

disukai konsumen.

4. .Industri kecil penyedia bahan baku setengah jadi, alternatif ini bila ditinjau dari

segi bisnis sangat menguntungkan, karena selain prosesnya tidak terlalu sulit dan

juga nilai tambah dari komoditas ubi jalar dapat dinikmati oleh petani. Industri kecil

ini mengolah bahan baku ubi jalar segar menjadi chip ubi jalar dan tepung ubi jalar.

Untuk membantu agar nilai tambah dari komoditas ubi jalar lebih banyak dinikmati

oleh petani, Pemerintah Kabupaten Kuningan telah memberikan bantuan yaitu

dengan menyediakan 6 pabrik pengolahan chip ubi jalar, satu merupakan pabrik

yang dapat mengolah chip ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Selain itu juga telah

diberikan bantuan kepada beberapa kelompok petani dan kelompok IKM, bantuan

berupa alat pengolah chip yang sederhana dengan kapasitas yang kecil. Selain itu,

tujuan yang utama dari pembangunan beberapa pabrik pengolahan adalah untuk

merintis pembangunan agroindustri di Kabupaten Kuningan.

Page 15: Agropolitan

Peningkatan Kinerja Usahatani Ubi jalar

Usahatani ubi jalar merupakan usahatani yang menguntungkan dari sisi finansial dan

berpotensi untuk meningkatkan pendapatan petani tradisional yang selama ini terpaku pada

komoditas padi sebagai tanaman utamanya. Dengan permintaan ubi jalar yang

menunjukkan kecenderungan meningkat ditambah harga yang semakin tinggi dan stabil,

menjadikan usahatani yang yang mempunyai prospek yang menjanjikan untuk

dikembangkan lebih besar. Supaya kinerja pengembangan agribisnis ubi jalar di distrik

agropolitan Cilimus pada masa yang akan datang menjadi lebih baik, diperlukan dukungan

dari semua pihak terkait termasuk petani, pemerintah daerah, pengusaha, pedagang.

Faktor–faktor pendukung yang perlu diperhatikan agar pengembangan agropolitan

di Distrik Cilimus yang berbasis agribisnis komoditas ubi jalar terlaksana dengan baik dan

mampu mendorong perekonomian lokal, yaitu :

a. Areal Tanam

Di Distrik Cilimus Ubi jalar ditanam di lahan kering dan ditanam pada awal musim

penghujan. Sedangkan di lahan basah, biasanya ditanam setelah padi pada awal musim

kemarau atau masa bera. Pada umumnya, petani di Distrik Cilimus membudidayakan

tanaman ubi jalar di lahan basah, dengan pola tanam ubi jalar – padi – padi. Dari hasil

analisis kesesuaian lahan di Distrik Cilimus potensi lahan masih dapat diintensifkan

dengan menambah frekuensi tanam menjadi 2 kali atau 3 kali. Tetapi cara penanaman

intensif ini, dikhawatirkan dapat mengakibatkan penurunan kualitas lahan dan

menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Alternatif perluasan areal tanam adalah

menanam pada lahan kering (ladang, belukar dan perkebunan) yang cukup tersedia di

distrik ini.

b. Tehnik Budidaya dan Pasca Panen

Tehnik budidaya yang perlu mendapat perhatian adalah menanam varietas unggul,

tehnik pengelolaan lahan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit serta tehnik

pascapanen. Untuk varietas unggul, tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten

Page 16: Agropolitan

Kuningan telah melepas varietas unggul AC Merah dan AC Putih. Tehnik pasca

panen menjadi salah faktor untuk menghasilkan mutu ubi jalar yang baik. Karena

kesalahan pada saat panen, dapat menyebabkan kerusakan umbi dan menurunkan

harga jual.

c. Sarana produksi

Ketersediaan bahan saprodi menjadi syarat mutlak lainnya dalam pengembangan

agribisnis ubi jalar. Karena ketersediaan biibt, pupuk, obatobatan dan alsintan dalam

jumlah, waktu, tempat harga terjangkau merupakan hal penting yang dapat menjaga

kesinambungan budidaya ubi jalar. Sejauh ini di Distrik Cilimus telah tersedia 11

KUD (Koperasi Unit Desa) dan toko saprodi (sarana produksi) non KUD, yang

dapat memenuhi permintaan petani untuk keperluan usahatani.

d. Permodalan

Aspek permodalan sangat penting dalam meningkatkan skala usahatani ubi jalar.

Untuk perlu dukungan dari lembaga perbankan berupa kredit usahatani yang

berbunga murah dan dengan proses yang mudah. Sedangkan pemerintah daerah,

bisa memberikan bantuan berupa dana bergulir dan bantuan peralatan dan mesin

berteknologi sederhana pengolah ubi jalar, untuk mendorong berkembangnya

agroindustri di Distrik Cilimus.

e. Sumberdaya Manusia

Menurut data dari Departemen Pertanian (2003), rata–rata tingkat pendidikan petani

di perdesaaan tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan petani, memerlukan

usaha yang keras dari aparat pemerintah daerah khususnya para penyuluh lapangan

dari Dinas Pertanian Kabuapten Kuningan dalam menyampaikan adalah inovasi dan

teknologi pertanian yang terbaru untuk tanaman ubi jalar.

f. Infrastruktur Pendukung

Dalam mendukung kegiatan seluruh agribisnis di Distrik Cilimus, perlu dukungan

berupa infrastruktur yang menunjang kegiatan usahatani mulai dari kegiatan on

farm dan off farm. Salah satu sarana penunjang yang sangat vital untuk dapat segera

dibangun di kawasan pengembangan agropolitan Distrik Cilimus adalah

Page 17: Agropolitan

pembangunan STA (sub terminal agribisnis), untuk menunjang proses tata niaga

komoditas ubi jalar. Selama ini proses transaksi komoditas ubi jalar dilakukan di

banyak tempat tersebar di seluruh kawasan pengembangan agropolitan Distrik

Cilimus, hal ini menyebabkan proses transaksi komoditas ubi jalar menjadi kurang

efektif dan dampaknya dapat menambah biaya tdalam proses transaksi tersebut.

Tambahan biaya tersebut harus ditanggung oleh petani dan pedagang, dana dapat

mengurangi keuntungan yang diperoleh.

g. Sistem Tata Niaga

Aspek tata niaga merupakan salah faktor yang memegang penting dalam menunjang

keberhasilan sistem agribisnis. Bila mekanisme tata niaga sudah berjalan dengan

baik, maka semua pihak yang terlibat dalam tata niaga komoditas ubi jalar akan

diuntungkan. Selama ini marjin yang diterima petani dalam tata niaga ubi jalar

relatif kecil dibandingkan dengan resiko biaya, tenaga dan gagal panen yang harus

ditanggung petani. Olehkarena itu, hal yang penting yang menjadi perhatian adalah

bagaimana rantai tata niaga menjadi lebih efisien. Salah satu yang dapat dilakukan

adalah dengan meminimalkan biaya dalam proses transaksi komoditas ubi jalar,

kemudian dilakukan penataan jalur tata niaga menjadi lebih efisien, tidak terlalu

banyak mata rantai, sehingga selisih harga di tingkat petani dan konsumen tidak

terlalu tinggi. Hal lain yang dapat dilakukan adalah keterlibatan pemerintah

Kabupaten Kuningan dalam memberikan insentif kepada petani ubi jalar, dengan

cara melakukan pembinaan dan memberikan dorongan untuk melakukan

pengolahan ubi jalar, sehingga petani akan memperoleh keuntungan dan menikmati

nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ubi jalar.

Page 18: Agropolitan

BAB III

KESIMPULAN

Page 19: Agropolitan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1991, Teknologi Processing ubi jalar dengan biaya murah. Buletin pangan

No VIII, Vol II, April 1991

[BAPEDDA]. 2005 . Master Plan Agropolitan Kabupaten Kuningan. Badan

Perencanaan Daerah Kabupaten Kuningan.