agnes cantik

36
AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI, MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB Proposal Tesis Program Studi Teknik Elektro Kelompok Bidang Ilmu-ilmu Teknik diajukan oleh Andino Maseleno 07/260042/PTK/4698 kepada SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA Februari, 2008

Post on 20-Oct-2014

1.550 views

Category:

Health & Medicine


3 download

DESCRIPTION

Proposal Tesis

TRANSCRIPT

Page 1: AGNES CANTIK

AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION

SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI,

MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN

VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB

Proposal Tesis

Program Studi Teknik Elektro

Kelompok Bidang Ilmu-ilmu Teknik

diajukan oleh

Andino Maseleno

07/260042/PTK/4698

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Februari, 2008

Page 2: AGNES CANTIK

1

Proposal Tesis

AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION

SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI,

MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN

VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB

diajukan oleh

Andino Maseleno

07/260042/PTK/4698

telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Prof. Ir. F. Soesianto, B.Sc.E., Ph.D. tanggal ……………………..

Pembimbing Pendamping

Ir. Lukito Edi Nugroho, M.Sc., Ph.D. tanggal ……………………..

Page 3: AGNES CANTIK

2

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Di pertengahan tahun 2003 dunia perunggasan diterpa bencana munculnya

penyakit Flu Burung atau Avian Influenza (AI) yang diberitakan bahayanya sangat

mengerikan jika menular pada manusia. Di beberapa negara termasuk di Indonesia

jutaan ternak ayam dibunuh, orang ketakutan makan daging dan telur ayam, sehingga

telur dan daging tidak laku di pasaran (Wihandoyo, 2004, h.4).

Secara historis, wabah Flu Burung pertama kali terjadi di Italia pada 1878, saat

itu banyak unggas yang mati (Ligon, 2005). Kemudian terjadi lagi wabah Flu Burung

di Scotlandia pada 1959 (Fauci, 2006). Virus penyebab Flu Burung di Italia dan

Scotlandia tersebut adalah virus strain H5N1 yang sekarang ini muncul lagi menyerang

unggas dan manusia di berbagai negeri di Asia, termasuk Indonesia, yang

menyebabkan banyak kematian pada manusia (Sims et. al., 2005). Pada tahun 1961

wabah Flu Burung yang disebabkan oleh virus strain H5N3 terjadi di Afrika Selatan

(Becker, 1966 dalam Stallknecht et. al., 2007).

Sejak saat itu Flu Burung menyerang berbagai negeri di berbagai benua. Di

Benua Eropa, virus Flu Burung menyerang Belanda pada tahun 2003 (Thomas et. al.,

2005). Selanjutnya pada bulan Juli 2006, virus Flu Burung menyebar ke-13 negara,

yaitu Austria, Denmark, Hungaria, Inggris, Italia, Jerman, Polandia, Prancis, Slovenia,

Slovakia, Swedia, Czehnya, dan Yunani adalah negara-negara di Benua Eropa yang

Page 4: AGNES CANTIK

3

pernah mengalami serangan Flu Burung (European Commision, 2006) yang kemudian

meningkat menjadi dua kali lipatnya pada bulan Agustus 2006 (Food and Agricultural

Organization, 2006). Di Benua Amerika, pada tahun 2004 virus Flu Burung H7N3

menyerang unggas di Kanada (Skowronski et. al., 2007). Serangan Flu Burung juga

terjadi di Benua Australia (O‟Riley, 2004 dalam Arzey, 2004). Di Benua Afrika, pada

tahun 2004 virus Flu Burung H5N2 menyerang dua peternakan di Afrika Selatan

(Sabirovic, 2004) dan pada tahun 2006, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, telah

mengkonfirmasi temuan virus mematikan H5N1 di Sambawa Farm, Jaji, Nigeria Utara

(World Health Organization, 2006).

Di Indonesia, Flu Burung telah menjadi ancaman yang sangat berbahaya dengan

angka kematian (case fatality rate) sebesar 80%. Pada bulan Juni 2007, di Indonesia

telah tercatat adanya 100 orang yang terkena flu burung dan 80 diantaranya meninggal

dunia (Saputra, 2007).

Untuk mengatasi Flu Burung, beberapa Negara melakukan strategi Surveilans

(Ministry of Health Malaysia, 2004; Australian Government, 2005; Bush, 2005;

Departemen Kesehatan RI, 2006). Surveilans di Amerika difokuskan untuk mendeteksi

virus Flu Burung pada unggas (Carver et. al., 2006). Surveilans di Afrika dilakukan

juga pada burung-burung liar (Gaidet et. al., 2006). Beberapa negara tersebut mengikuti

pedoman organisasi kesehatan dunia, WHO dalam menyusun surveilans (World Health

Organization, 2002).

Surveilans epidemiologi ini merupakan upaya kewaspadaan dini kejadian Flu

Burung dan sekaligus kewaspadaan dini pandemic influenza beserta faktor-faktor yang

Page 5: AGNES CANTIK

4

mempengaruhinya dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan,

upaya-upaya dan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat digunakan untuk

mendeteksi awal terjadinya virus Flu Burung. Deteksi awal dapat dilakukan dengan

mendiagnosis kejadian Flu Burung, Lucas et. al. (2006) menemukan sebuah pendekatan

baru yang penting digunakan pada kasus epidemilogi. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut, pendekatan baru ini akan dicoba untuk mendiagnosis terjadinya virus Flu

Burung dalam suatu sistem pakar.

Pada saat ini sistem informasi geografis telah digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan Flu Burung (Moukomla et. al., 2004; Singh, 2006; Ward et. al., 2007).

SIG merupakan sebuah kasus khusus pada sistem informasi yang dapat digunakan untuk

mengintegrasikan data spasial dan data deskriptif (Murphy, 1995). Surveilans dapat

menggunakan sistem informasi geografis sebagai alat. SIG dapat digunakan untuk

menentukan jarak antara pasangan lokasi-lokasi lingkungan berbahaya dan kasus atau

kontrol secara interaktif dan otomatis (Zhan et. al., 2005). Kamoun dan Ali (1993) telah

melakukan riset untuk mencoba menerapkan rumusan jaringan saraf tiruan Hopfield atau

HNN (Hopfield Neural Network) pada permasalahan jarak, sesuai dengan permasalahan

yang ada, maka dicoba untuk menerapkan hasil riset Kamoun dan Ali untuk jarak

penyebaran virus Flu Burung.

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut peneliti menduga upaya surveilans Flu

Burung dapat dibantu dengan teknologi sistem informasi geografis dan integrasi antara

jaringan saraf tiruan dan sistem pakar dan dijalankan pada suatu sistem berbasis web.

Penelitian ini menekankan pada judul

Page 6: AGNES CANTIK

5

AGNES CANTIK (APLIKASI GEOGRAPHIC INFORMATION

SYSTEM DAN NEURO EXPERT SYSTEM UNTUK MENCARI,

MENDIAGNOSA DAN MENGETAHUI LOKASI) PENYEBARAN

VIRUS FLU BURUNG BERBASIS WEB

1.2. Perumusan Masalah

Mendasarkan pada uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,

peneliti mengajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana membuat suatu aplikasi Sistem Informasi Geografis berbasis web yang

dapat menampilkan data-data Flu Burung.

2. Bagaimana membuat suatu aplikasi Sistem Pakar yang dapat mendiagnosa virus Flu

Burung pada unggas.

3. Bagaimana membuat suatu aplikasi Jaringan Saraf Tiruan yang dapat mengetahui

penyebaran virus Flu Burung.

4. Bagaimana mengintegrasikan aplikasi Sistem Informasi Geografis, Jaringan Saraf

Tiruan, dan Sistem Pakar untuk surveilans virus Flu Burung.

1.3. Batasan masalah

Luasnya ruang lingkup permasalahan, maka permasalahan dibatasi dengan :

1. Obyek penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah di Provinsi Lampung.

2. Diagnosa Flu Burung dilakukan pada unggas dan manusia.

Page 7: AGNES CANTIK

6

3. Jarak penyebaran Flu Burung dicari berdasar per desa pada setiap kecamatan atau

kabupaten dan kota provinsi Lampung.

1.4. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, sudah banyak peneliti lain yang melakukan

penelitian mengenai sistem informasi geografis berbasis web, tetapi belum pernah ada

peneliti yang melakukan penelitian mengenai sistem informasi geografis berbasis web

yang diintegrasikan dengan jaringan saraf tiruan dan system pakar untuk mencari,

mendiagnosa dan mengetahui lokasi penyebaran virus Flu Burung.

Beberapa penelitian mengenai sistem informasi geografis berbasis web

diberikan dibawah ini.

Harianto (2006), melakukan penelitian mengenai pemanfaatan Sistem Informasi

Geografis berbasis web untuk lalu lintas. Penelitian ini bertujuan untuk merancang

suatu Sistem Informasi Geografi berbasis web untuk lalu lintas dengan studi kasus

Poltabes Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan menggambarkan model dunia nyata

di permukaan bumi dalam bentuk layer-layer sederhana yang dapat memberikan

informasi dalam bentuk data spasial berupa peta admnistrasi kota Yogyakarta, kondisi

umum jaringan jalan dan arus lalu lintasnya, lokasi rumah sakit, hotel, perguruan tinggi,

serta pos polisi di wilayah hukum poltabes Yogyakarta, dan dapat diakses melalui

media Internet.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan media Internet dapat

diperoleh informasi tentang pencarian obyek apa saja yang terdapat pada suatu

Page 8: AGNES CANTIK

7

kelurahan di kota Yogyakarta, pencarian obyek yang tidak diketahui lokasinya, dan

pencarian rute terpendek suatu perjalanan yang dapat ditempuh sesuai dengan kondisi

lalu lintas di kota Yogyakarta.

Budiman (2005), melakukan penelitian mengenai Implementasi Scalable Vector

Graphics (SVG) pada sistem informasi geografis berbasis web di bidang pendidikan.

Tujuan penelitian ini untuk membangun sistem informasi geografis berbasis web secara

interaktif dengan memanfaatkan SVG untuk menampilkan informasi geografis tentang

letak/posisi sekolah dan perguruan tinggi di Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem yang dibangun telah dapat dibuat

sistem berbasis web untuk pencarian posisi objek dan menampilkan posisi objek sesuai

dengan kriteria yang diinginkan.

Watimena (2004), melakukan penelitian mengenai pemanfaatan Sistem

Informasi Geografis berbasis web untuk kondisi dan potensi wilayah. Penelitian ini

bertujuan untuk merancang bangun suatu sistem informasi geografi berbasis web yang

dapat memberikan informasi potensi dan kondisi wilayah geografis dari Kabupaten

Merauke kepada masyarakat luas dan pemerintah, yang nantinya informasi yang

dihasilkan dapat berguna dalam proses pengambilan keputusan untuk pengembangan

dan pembangunan wilayah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem Informasi Geografis ini dapat

memberikan informasi dalam bentuk data spasial berupa peta distrik di Kabupaten

Merauke dan informasi lain yang meliputi data kependudukan, curah hujan, struktur

Page 9: AGNES CANTIK

8

tanah, hasil pangan, bahasa yang dipakai, pertanian, peternakan, budidaya perikanan,

dan informasi pariwisata.

Adhiutama (2003), Melakukan penelitian mengenai penerapan Sistem Informasi

Geografis berbasis web pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Propinsi Jawa

Barat. Pada tesis ini dirancang Sistem Informasi Geografis berbasis web pada RTRW

Propinsi Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data-data

hasil analisis BAPEDA Propinsi Jawa Barat. Data-data hasil analisis ini, berupa data-

data spasial dan data-data atribut RTRW Propinsi Jawa Barat dapat diakses melalui

jaringan lokal BAPEDA dan dapat disosialisasikan kepada masyarakat melalui media

Internet. Perancangan Sistem Informasi Geografis berbasis web ini, menggunakan

pendekatan metode struktural. Tahap-tahap yang dilakukan adalah persiapan data,

perancangan basis data, implementasi sistem dan perancangan situs.

Hasil penelitian dalam perancangan sistem informasi geografis ini memiliki

kemampuan antara lain menampilkan peta interaktif, melakukan pencarian informasi

wilayah dan memiliki aplikasi analisis kesesuaian lahan dengan pendekatan metode

overlay.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :

1. Memberikan sudut pandang lain dalam penyelesaian permasalahan Flu Burung

Page 10: AGNES CANTIK

9

2. Bagi masyarakat yang ingin mengetahui terjadinya virus Flu Burung, diharapkan

hasil penelitian ini bisa menjadi alternatif selain konsultasi langsung dengan dokter

untuk mengetahui secara cepat terjadinya virus Flu Burung dan penyebarannya.

3. Sebagai Referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk mengembangkan aplikasi

surveilans virus Flu Burung.

1.6. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu aplikasi Sistem Informasi

Geografis berbasis web yang diintegrasikan dengan jaringan saraf tiruan dan sistem

pakar untuk mencari, mendiagnosa dan mengetahui lokasi penyebaran virus Flu Burung.

Page 11: AGNES CANTIK

10

II. Landasan Teori

2.1 Sistem Informasi Geografis

Perkembangan Internet yang pesat telah melahirkan berbagai inovasi dalam

berbagai bidang ilmu, demikian halnya dengan perkembangan SIG. Sebagai sarana

untuk berbagai keperluan, SIG telah dikembangkan dengan menggunakan fasilitas

Internet yang dikenal sebagai web based GIS.

Penggunaan Internet sebagai sarana dalam penyebaran data SIG telah dimulai

pada tahun 1990an oleh U.S. Geological Survey (USGS). Dimana telah dikembangkan

riset mengenai pengiriman data spasial digital melalui File Transfer Protocol (FTP).

Pengembangan distribusi data spasial melalui web terus dilakukan, dan memberi

kemudahan kepada pengguna pada sisi user interface. Pengguna dengan mudah

menentukan titik pada lokasi peta, memilih layer data yang diinginkan, serta mengambil

data.

Pada akhir tahun 1990an telah lahir teknologi baru yang dikenal sebagai Internet

Map Server. Dengan teknologi ini client dengan mudah menggunakan standar web

browser untuk mengirim peta interaktif serta data query melalui Internet.

2.2 Jaringan Saraf Tiruan

Hopfield dan Tank (1985) pertama kali merumuskan suatu bentuk algoritma

jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan untuk pengenalan pola dan dapat juga

digunakan untuk memecahkan permasalahan optimisasi. Jaringan saraf tiruan yang

Page 12: AGNES CANTIK

11

dirumuskan tersebut kemudian terkenal sebagai jaringan saraf tiruan Hopfield (Hopfield

Neural Network). Jaringan tersebut berbentuk recurrent neural network dengan setiap

neuron terhubung pada semua neuron yang lain. Nilai bobot untuk dua neuron

mempunyai besar yang sama , sedangkan nilai bobot untuk hubungan umpan balik pada

dirinya sendiri besarnya nol.

Jaringan saraf tiruan Hopfield telah digunakan pada beberapa penelitian untuk

masalah optimisasi (Kamoun, et. al., 1993; Subiyanto, 2003; Nhat et. al., 2005; Kojic et.

al., 2006;)

2.2.1 Jaringan Saraf Tiruan Hofpield Diskrit

Perumusan sesungguhnya jaringan saraf tiruan Hopfied diskrit menunjukan

kegunaan dari jaringan sebagai penyimpan memori (content addressable memory).

Selanjutnya jaringan dipakai untuk memanggil ingatannya terdahulu untuk

menyelesaikan masalah. Perluasan selanjutnya aktivasi nilai-nilai kontinyu dapat

digunakan untuk optimasi dengan pemaksa. Arsitektur jaringan saraf tiruan diskrit

secara skematik digambarkan dalam Gambar 2.1. Jaringan ini tersusun atas satu lapis

jaringan dengan umpan balik. Parameter w adalah bobot antar sel, v adalah aktivasi sel

dan x masukan sel.

Page 13: AGNES CANTIK

12

Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Hopfield

2.2.2 Analisis Fungsi Energi

Fausset (1994) menjelaskan, Hopfield membuktikan bahwa jaringan saraf tiruan

diskrit yang ditemukannya akan konvergen pada suatu titik stabil (pola aktivasi dari

unit-unit) dengan menggunakan suatu fungsi energi pada sistem tersebut. Suatu fungsi

energi adalah fungsi terkendala (bounded) dan merupakan suatu fungsi yang tidak

bertambah (nonincreasing) dari keadaan sistem. Pada suatu jaringan saraf tiruan

keadaan sistem tersebut adalah vektor aktivasi dari tiap unit. Jika fungsi energi dapat

diperoleh pada suatu iterasi jaringan saraf tiruan, jaringan akan konvergen pada

himpunan aktivasi yang stabil. Fungsi energi untuk jaringan saraf tiruan Hopfield diskrit

diberikan :

i

i

ii

i

iijj

ji j

i vvxwvvE

2

1 (2.1)

Page 14: AGNES CANTIK

13

dengan : iv adalah aktivasi atau keluaran unit Vi

ix adalah masukan luar unit Vi

ijw adalah bobot antara unit Vi dan unit Vj

i adalah nilai ambang unit Vi

Jika aktivasi jaringan berubah dengan suatu perubahan iv , energi berubah

sebesar :

iii

j

ijj vxwvE

(2.2)

(hubungan ini terjadi bahwa hanya satu unit yang dapat memperbaharui aktivasinya

pada suatu waktu).

2.3 Sistem Pakar

Sistem pakar, yaitu sistem yang meniru kepakaran (keahlian) seseorang dalam

bidang tertentu dalam menyelesaikan suatu permasalahan (Horn, 1986).

Menurut Ignizio (1991), sistem pakar adalah suatu model dan prosedur yang

berkaitan, dalam suatu domain tertentu, yang mana tingkat keahliannya dapat

dibandingkan dengan keahlian seorang pakar.

Menurut Giarratano dan Riley (2005), sistem pakar adalah suatu sistem

komputer yang bisa menyamai atau meniru kemampuan seseorang pakar.

Page 15: AGNES CANTIK

14

Sistem pakar memodelkan proses dari pemikiran manusia dengan sebuah modul

yang disebut mesin inferensi. Dapat didefinisikan bahwa mesin inferensi merupakan

suatu proses di dalam sistem pakar yang mencocokkan antara fakta yang terdapat di

memori yang sedang bekerja dengan domain pengetahuan yang terdapat di dalam basis

pengetahuan untuk menarik kesimpulan dari masalah (Durkin, 1994).

2.3.1 Ketidakpastian dalam sistem pakar

Ketidakpastian adalah komponen penting dalam sistem pakar. Ketidakpastian

banyak digunakan dalam penelitian sistem pakar (Spiegelhalter, 1987; Burnside et. al.,

2004; Thomas et. al., 2005; Marakakis et. al., 2005). Menurut Parsaye dan Chignell

(1988), ketidakpastian diperlakukan sebagai proses tiga langkah dalam kecerdasan

buatan, seperti yang telihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses untuk menangani ketidakpastian dalam kecerdasan buatan

Representasi

ketidakpastian pada

kumpulan kejadian dasar

Penggabungan informasi

yang tidak pastiMenarik kesimpulan

Langkah 1

Langkah 2 Langkah 3

Rule alternatif

Page 16: AGNES CANTIK

15

Pada langkah 1, seorang pakar menyediakan pengetahuan tidak pasti dalam

bentuk aturan dengan nilai kemungkinan. Aturan ini dapat berupa numerik (misalnya,

nilai probabilitas), grafis atau simbolik.

Pada langkah 2, pengetahuan tidak pasti pada kumpulan kejadian dasar dapat

langsung digunakan untuk menarik kesimpulan dalam kasus sederhana (langkah 3).

Akan tetapi, dalam banyak kasus berbagai kejadian saling dikaitkan. Oleh karena itu,

perlu untuk mengombinasikan informasi yang terdapat dalam langkah 1 ke dalam nilai

global sistem.

Pada langkah 3, tujuan sistem berbasis-pengetahuan adalah menarik kesimpulan.

Hal ini berasal dari pengetahuan tak pasti pada langkah 1 dan 2, dan biasanya

diimplementasikan dengan mesin inferensi. Bekerja dengan mesin inferensi, pakar dapat

mengatur input yang mereka masukkan dalam Langkah 1 setelah menampilkan hasil

pada langkah 2 dan 3.

2.3.2 Pembuatan Keputusan Medis

2.3.2.1 Definisi Medis

Ketika sebuah tes dilakukan pada seseorang, akan didefinisikan beberapa

probabilitas. Spesifikasi, adalah probabilitas bahwa seseorang diprediksikan sehat. Di

lain pihak, sensitivitas adalah probabilitas bahwa suatu kasus sakit diprediksikan sakit.

Jadi probabilitas-probabilitas ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

specCTPCTP 1)0|0(1)0|1( (2.3)

sensCTPCTP 1)1|1(1)1|0( (2.4)

Page 17: AGNES CANTIK

16

Di mana “1” mewakili penyakit dan “0” mewakili kesehatan, “T” adalah hasil

tes dan “C” adalah status riil seseorang. Didefinisikan ppv (nilai prediksi positif,

positive prediction value) dan npv (nilai prediksi negatif, negative prediction value).

ppv adalah probabilitas penyakit dari seseorang yang diprediksikan sakit. npv adalah

probabilitas sehat dari seseorang yang diprediksikan sehat.

)1|1( TCPppv

)1)(0|1()1|1(

)1|1(

CTPCTP

CTP

)1)(1(

specsens

sens (2.5)

)0|0( TCPnpv

)1)(0|0()1|0(

)1)(0|0(

CTPCTP

CTP

)1()1(

)1(

specsens

spec (2.6)

Di mana menunjukkan kejadian penyakit yang diteliti. Sehingga bisa dikatakan:

npvTCPTCP 1)0|0(1)0|1( (2.7)

ppvTCPTCP 1)1|1(1)1|0( (2.8)

2.3.2.2 Fungsi Loss (Loss function)

Beberapa nilai didefinisikan dalam kedokteran statistik, yang dapat

diinterpretasikan sebagai jumlah fungsi Loss. Seseorang yang sakit tidak bisa

Page 18: AGNES CANTIK

17

melakukan kinerja sempurna dalam kegiatan-kegiatan sosialnya, dan karenanya

memberikan “Loss” terhadap masyarakat. Kita menyebut nilai ini “b”. Apabila orang ini

tidak sakit, dia akan memberikan manfaat terhadap masyarakat yang kita sebut “a”. (b

bukanlah negatif dari a, dikarenakan beberapa alasan, seperti bahwa b mengandung

biaya-biaya perbaikan juga).

Tabel 1. Fungsi Loss Medis Real Condition

Healthy Seek Prediction

Healthy L00 L01

Seek L10 L11

Pada Tabel 1 di atas L00 dapat ditetapkan sebagai nol. Seseorang yang sehat dan

dideteksi dengan benar, tidak memiliki biaya perbaikan apapun dan juga tidak

mempunyai manfaat apapun untuk masyarakat. L11 adalah sama dengan b. L10 dapat

dianggap sama dengan a+b. Karena yang ditimbulkan tidak hanya kerugian (Loss)

seorang pasien, tetapi masyarakat juga kehilangan manfaat-manfaat dari sesorang yang

sebenarnya tidak sakit. Tetapi, bagian terpenting adalah terkait dengan L01, di mana

seorang yang sakit dilaporkan sebagai seorang yang sehat. Dalam kondisi ini, orang

tersebut tidak menjalani perawatan medis apapun dan karenanya dia akan kembali di

masa depan dengan penyakit yang lebih parah. Jadi nilai ini harus ditetapkan dengan

nilai yang besar, yang mengindikasikan biaya-biaya dari penyakit yang lebih parah dan

risiko penyembuhan.

2.3.2.3 Proses Keputusan Medis

Page 19: AGNES CANTIK

18

Berdasarkan hasil-hasil tes (yang di sini ditunjukkan dengan x) dan probabilitas-

probabilitas yang diterangkan sebelumnya dapat dihitung fungsi-fungsi Risiko (risk

functions):

)|(),()|( xcCPcaLxaR (2.9)

Apabila tes memprediksi sehat:

)0|0()0,0()0|1()0,1()0|( TCPTCLTCPTCLTaR

npvLnpvL 0001 )1( (2.10)

Dan apabila tes memprediksi sakit:

)1|0()1,0()1|1()1,1()1|( TCPTCLTCPTCLTaR

)1(1011 ppvLppvL (2.11)

Seperti yang dilihat, tidak ada fleksibilitas dalam frase-frase ini dan dengan menghitung

rumus di atas sekali, hasil-hasil yang didapatkan dapat digunakan untuk pasien

manapun. Hal ini sebagai akibat hasil-hasil tes yang singkat dan mengenai sasaran.

Satu-satunya parameter bebas adalah permulaan r*, yang digunakan dalam tes, untuk

beberapa properti yang diukur dalam tes, apabila r>r*, r [0 1], hasil prediuksi diset

pada 1 dan sebaliknya, pada 0. Jadi diharapkan untuk meminimalkan fungsi Loss yang

diperkirakan dengan jalan memanipulasi r*. Hal ini ditunjukkan bahwa pilihan optimal

untuk r* adalah berikut ini:

11000110

0010*LLLL

LLr

(2.12)

Yang meminimalkan Loss yang diperkirakan yang didefinisikan di bawah ini:

Page 20: AGNES CANTIK

19

)1()1|1()1,1( CPCTPCTLEL

)1()1|0()1,0( CPCTPCTL

)0()0|1()0,1( CPCTPCTL

)0()0|0()0,0( CPCTPCTL

)1)(1()1()1( 00100111 specLspecLsensLsensL (2.13)

Dari keterangan-keterangan ini, dapat dilihat sebuah skema dasar dari

pembuatan keputusan dalam kedokteran, di mana semua ketidakpastian dimodelkan

oleh probabilitas klasik. Tetapi dalam dunia nyata, harus dimodelkan jenis-jenis

ketidakpastian yang lain, yaitu ketidaktahuan (ignorance) dan ketidakjelasan

(fuzzyness).

2.3.3 Fuzzy Logic

Dalam logika konvensional, nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu

benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi antara. Prinsip ini

dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excludec

Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika di dunia (barat) sampai

sekarang. Tentu saja, pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran

yang pasti yaitu benar atau salah dalam kehidupan yang nyata sangatlah tidak mungkin.

Fuzzy Logic (logika samar) menawarkan suatu logika yang dapat merepresentasikan

keadaan dunia nyata.

Teori himpunan logika samar dikembangkan oleh Prof. Lofti Zadeh pada tahun

1965 (Zadeh, 1965). Ia berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika

boolean/konvensional tidak dapat mengatasi masalah gradasi yang berada pada dunia

Page 21: AGNES CANTIK

20

nyata. Untuk mengatasi masalah gradasi yang tidak terhingga tersebut, Zadeh

mengembangkan sebuah himpunan samar (fuzzy). Tidak seperti logika boolean, logika

samar mempunyai nilai yang kontinu. Samar dinyatakan dalam derajat dari suatu

keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan

sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang sama.

2.3.4 Teori Dempster–Shafer

Teori Dempster–Shafer dapat dipandang sebagai sebuah generalisasi teori

probabilitas. Sebuah pemetaan sekumpulan nilai: PX: , di mana P adalah

kumpulan semua subset nonfuzzy dari . Asumsikan suatu ukuran probabilitas

terhadap X; sekarang, apakah yang bisa dikatakan tentang ukuran probabilitas terhadap

yang disebabkan oleh . Ini merupakan pertanyaan dasar, di mana Dempster

menunjukkan bahwa untuk setiap B , P(B) masuk pada interval berikut:

BAjj BAjj

jjhl mmBBBP: :

,)](),([)(

(2.14)

di mana Aj P adalah sembarang anggota bukan nol dari dan

)())((1

))((1

1

RangeAA

mj

j

(2.15)

Sekitar sepuluh tahun kemudian Shafer mengenalkan teori buktinya dan

mendefinisikan fungsi bel dan pls. Suatu kumpulan referensi {w1, w2,…wn};

sebuah buktinya didefinisikan sebagai berikut:

Page 22: AGNES CANTIK

21

{A1, A2,…, Al} {m1, m2,…,ml}

jA 0jm 1jm (2.16)

Di mana setiap Aj adalah elemen fokal, dan merupakan nilai massa yang bersangkutan.

Teori bukti dapat dipandang sebagai sebuah generalisasi langsung dari statistik-statistik

Bayesian. Nilai-nilai massa mungkin dianggap sebagai nilai-nilai densitas probabilitas;

tetapi dalam teori bukti, nilai-nilai massa lebih ditetapkan sebagai subset dari

daripada elemen ; jadi, nilai ini membawa suatu ketidakpastian yang levelnya lebih

tinggi dan mampu memodelkan ketidaktahuan (ignorance) dan indeterminisme. Shafer

mendefinisikan konsep-konsep keyakinan (belief) dan masuk akal (plausibility) sebagai

dua ukuran untuk subset-subset dalam suatu tindakan aksioma dan kemudian

menunjukkan bahwa bel dan pls adalah fungsi-fungsi keyakinan dan plausibilitas

dengan definisi-definisi berikut:

BAjj

j PBmBbelPbel:

)(]1,0[:

PBmBplsPplsBAj

j

j:

)(]1,0[: (2.17)

2.3.3.1 Generalisasi Teori Dempster–Shafer

Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, suatu model di mana di dalamnya

dimodelkan semua bentuk ketidakpastian adalah penting untuk dicapai secara optimal.

Berikut adalah tinjauan sekilas.

Page 23: AGNES CANTIK

22

Definisi 1—Fungsi bel dan pls yang dinilai dengan Fuzzy: Perhatikan bentuk

fuzzy dari bukti dengan kumpulan fuzzy nya yang bersangkutan dari ukuran-ukuran

probabilitas yang konsisten SA. Fungsi bel dan pls didefinisikan sebagai berikut:

]1,0[

~~: PPbel

)(),...,2,1(

min))(( BPSApnpp

Bbel

(2.18)

]1,0[

~~: PPpls

)(),...,2,1(

max))(( BPSApnpp

Bpls

Bwi

pii

wBSApnpp

)(),...,2,1(

max

(2.19)

Definisi 2—Fungsi Pr yang dinilai dengan Fuzzy: Perhatikan sebuah bentuk fuzzy dari

bukti dengan kumpulan fuzzy nya yang bersangkutan dari ukuran-ukuran probabilitas

yang konsisten, SA. Untuk setiap B P , fungsi Pr akan didefinisikan, sebagai berikut:

]1,0[

~:Pr PP

]))((,))([())(Pr(

BplsBbelB (2.20)

Rata-rata untuk bentuk fuzzy bisa dikenalkan dari bukti, seperti juga mode,

entropy, atau fungsi probabilistik sejenis lainnya.

2.3.3.2 Metode Pembuatan Keputusan yang di-generalisasi

Bwi

pii

wBSApnpp

)(),...,2,1

min

~PB

~PB

Page 24: AGNES CANTIK

23

Akan dimodifikasi metode ini untuk dimanipulasi dengan teori Generalisasi

Dempster_Shafer. Ide dasarnya adalah menggunakan konsep-konsep yang ada dalam

(Lucas et al., 1999) untuk mendapatkan sebuah metode pembuatan keputusan yang

cocok untuk struktur-struktur tersebut. Jarak (selisih, space) antara prediksi dan kondisi

riil dideskripsikan sebagai:

)(

~)(

~: Xr SxPX (2.21)

)(

~)(

~: xr ScPC (2.22)

Di mana (.)~

rP adalah nilai fuzzy dari probabilitas dan

~

S (.) adalah kumpulan fuzzy

dari ukuran-ukuran probabilitas yang konsisten. Didefinisikan :

Di mana:

),...,(),...,(),...,(

|),...,(),,...,

(minmax

''''

1

''

11

''

1)(1

)(

nnn

nxsncs

pppppp

pppp

),...,( 1 npp

),...,( ''

1 npp (2.23)

Sehingga dapat didefinisikan:

)(:)(~

)Pr( rXCP XCr

)(:)"(~

: )()( rPS XCSXC )"(

~)( PS XC

Page 25: AGNES CANTIK

24

0,1

)()

,...,(max

)(1)(

ii

iXCSn

XCS

pp

pwpp

),...,1

(n

pp (2.24)

Dimana:

)}(),(min{)()(

wX

wC

wXC

(2.25)

Definisi-definisi sebelumnya digunakan untuk menghitung struktur-struktur probabilitas

fuzzy kondisional. Sekarang )()|(

~n

xc PS didefinisikan:

)(:)( )|(

"

)| rPS XCSXC

),...,()|(

|),...,(),,...,(minmax

""

1

''

1)(1)(

n

nXSnCS

ppXCP

pppp

),...,( 1 npp

),...,( ''

1 npp (2.26)

Dan selanjutnya dimiliki:

)(:)|(~

)|Pr( rXCP XCr

0,1

)(|),...,( )|(1)|(

ii

iiXCSnXCS

pp

pwpp

),...,( 1 npp (2.27)

Fungsi risiko (risk function) untuk bentuk fuzzy adalah kasus umum dari fungsi

fuzzy. Ide ini digunakan untuk memperoleh beberapa fungsi probabilitas seperti nilai

Page 26: AGNES CANTIK

25

yang diperkirakan, mode dan entropi. Sekarang akan dilakukan pendekatan untuk

memperoleh fungsi risiko (risk function).

),...,,()...,,( 21

~

21 nn pppFppp

)|(),()|(~~

xcCPcaLxaR (2.28)

0,1

,),(|),...,(max

1)|(

ii

inXCS

pp

rpcaLpp

npp ,...,1 (2.29)

Prosedur paling umum untuk proses defuzzifikasi adalah pusat gravitasi [metode

COA]. Dengan menggunakan metode ini dapat dihitung nilai defuzzifikasi sebagai:

)(

)(.

r

rrr

i

i

(2.30)

2.4 Integrasi Neural Network dan Expert System

Salah satu kelebihan neural network adalah bisa digabungkan dengan teknologi

lain untuk menghasilkan sistem hibrida yang memiliki kemampuan pemecahan masalah

yang lebih baik lagi. Beberapa penelitian mengenai pengintegrasian neural network dan

expert system telah dilakukan (Chiu et. al., 2004; Pan et. al., 2005; Subekti et. al., 2006).

Model pengintegrasian neural network dan expert system (Medsker et. al., 1994) terlihat

pada Gambar 2.3.

Page 27: AGNES CANTIK

26

Gambar 2.3 Model integrasi Neural Network dan Expert System

Expert System Neural Network

Terintegrasi Penuh

Expert System Neural Network

Coupling ketat

Expert System Neural Network

Coupling longgar

Expert System Neural Network Neural NetworkExpert System

Stand-alone Transformasional

Page 28: AGNES CANTIK

27

III. Metode Penelitian

3.1 Bahan dan Alat: ArcView, MapServer, PHP, MySQL

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pembahasan yang disajikan dalam tesis ini merupakan hasil analisa sejumlah

data dan informasi dari berbagai sumber yang diperoleh dan dilakukan dengan

menggunakan langkah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka

Melakukan pengumpulan data dengan cara membaca, menyimpulkan dan

merealisasikan data yang ada dengan permasalahan yang dibahas. Adapun sumber

data tersebut berasal dari buku-buku, proceedings, journal, laporan dan lain

sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan terkait.

2. Penelitian lapangan

Melakukan penelitian langsung dan wawancara dengan dokter hewan maupun

dokter lain yang memiki kompetensi pada virus Flu Burung.

3.3 Metode Pengembangan Sistem

Penelitian ini menggunakan metode pengembangan perangkat lunak yang

terdiri dari tahap-tahap berikut ini :

1. Observasi Awal: tahap ini merupakan tahap pengumpulan data awal. Seiring

dengan jalannya penelitian maka data yang diobservasi akan terus bertambah.

Page 29: AGNES CANTIK

28

Penelitian ini berhubungan dengan pengetahuan seorang pakar (dokter) dan data

geografis.

2. Analisa kasus: tahap ini merupakan tahap untuk menganalisa kasus yang di dapat

dari observasi.

3. Perancangan: tahap ini merupakan tahap perancangan sistem, termasuk rancangan

basis data dan diagram alir (flowchart).

4. Implementasi: tahap ini merupakan tahap untuk mengimplementasikan hasil

rancangan sistem menjadi perangkat lunak (software).

5. Pengujian: tahap ini akan melakukan uji coba dari perangkat lunak yang dibuat.

6. Evaluasi & Perbaikan Kesalahan: tahap ini akan mengevaluasi dan memperbaiki

kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam perangkat lunak yang dibuat.

7. Hasil & Penyusunan Laporan : tahap ini akan memberikan hasil dan laporan dari

penelitian.

Jadwal Penelitian

KEGIATAN BULAN KE-

1 2 3 4 5

Observasi Awal

Analisa

Perancangan

Implementasi

Pengujian

Evaluasi dan Perbaikan Kesalahan

Penyusunan Laporan

Page 30: AGNES CANTIK

29

DAFTAR PUSTAKA

Adhiutama, A. 2003. Penerapan Sistem Informasi Geografis Berbasis Web pada

Rencana Tata Ruang Wilayah di Propinsi Jawa Barat. Tesis Tidak Terpublikasi.

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Arzey, G. 2004. The role of wild aquatic birds in the epidemiology of avian influenza in

Australia. Australian Veterinary Journal, Volume 82, Number 6.

Australian Government. 2005. Australian Management Plan for Pandemic Influenza.

Australian Government. Canberra: Department of Health and Ageing.

Budiman, A.A. 2005. Implementasi Scalable Vector Graphics (SVG) pada sistem

informasi geografis berbasis web di bidang pendidikan (Studi Kasus Kota

Semarang). Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Burnside, E.S.; Rubin, D.L.; Shachter, R.D.; Sohlich, R.E.; & Sickles, E.A. 2004. A

Probabilistic Expert System That Provides Automated Mammographic-

Histologic Correlation: Initial Experience. AJR:182.

Bush, G.W. 2005. National Strategy for Pandemic Influenza. Washington: Homeland

Security Council.

Carver, D.K.; & Krushinskie, E.A. 2006. Avian Influenza: Human Pandemic Concerns.

CAST Commentary, QTA2006-1.

Chiu, J.P.; Shyu, S.S.; & Tzeng, Y.C. 2004. On-Line Neuro-Expert System for Loose

Parts Impact Signal Analysis. Taiwan: Institute of Nuclear Energy Research.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Surveilans Integrasi Avian Influenza.

Page 31: AGNES CANTIK

30

Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan.

Durkin. 1994. Expert System and Development. USA: MacMillan Publishing Company.

European Commission. 2006. Avian influenza. Special Eurobarometer 257-Wave

65.2.

Fauci, A.S. 2006. Emerging and Re-Emerging Infectious Diseases: Influenza as a

Prototype of the Host-Pathogen Balancing Act. Elsevier. Cell 124.

Fausset, L. 1994. Fundamentals of Neural Networks Architectures, Algorithms and

Application. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Food and Agricultural Organization. 2006. Evolution of Highly Pathogenic Avian

Influenza type H5N1 in Europe: review of disease ecology, trends and prospects

of spread in autumn-winter 2006. FAO. Empres Watch.

Giarratano, J.C.; & Riley, G. 2005. Expert Systems, Principles and Programming.

Boston: PWS –KENT Publishing Company.

Gaidet, N.; Dodman, T.; Caron, A.; Balanca, G.; Desvaux, S.; Cattoli, G.; Martin, V.;

Hagemeijer, W.; & Monicat, F. 2006. Influenza surveillance in wild birds in

Africa: preliminary results from ongoing FAO studies. Proceedings FAO/OIE

International Scientific Conference on Avian Influenza and Wild Birds.

Harianto, P.B. 2006. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis berbasis web untuk lalu

lintas (Studi Kasus: Poltabes Yogyakarta). Tesis Tidak Terpublikasi.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hopfield, J.J.; & Tank, D.W. 1985. Neural Computation of Decisions in Optimization

Page 32: AGNES CANTIK

31

Problems. Biological Cybernetics 52.

Horn, M.V. 1986. Understanding Expert Systems . USA: Bantam Books.

Ignizio, J. 1991. Introduction to Exspert System . USA: Mcgraw-Hill Inc..

Juckett, G. 2006. Avian Influenza: Preparing for Pandemic. American Family

Physician, Volume 74 Number 5.

Kamoun, F.; & Ali, M.K.M. 1993. Neural Networks for Shortest Path Computation

and Routing in Computer Networks . IEEE Transactions on Neural

Networks, Volume 4, Number 6.

Kojic, N.; Reljin, I.; & Reljin, B. 2006. Neural Network for Optimization of Routing in

Communications Networks. Facta Universitatis SER.Elec.Energ, Volume 19.

Ligon, B. L. 2005. Avian Influenza Virus H5N1: A Review of Its History and

Information Regarding Its Potential to Cause the Next Pandemic. Seminars in

Pediatric Infectious Diseases. Elsevier.

Lucas, C.; & Araabi, B. N. 1999. Generalization of the Dempster–Shafer Theory: A

Fuzzy-Valued Measure. IEEE Transaction on Fuzzy Systems, Volume 7,

Number 3.

Lucas, C.; Ashegan, M.; & Kharazm, P. 2006. A New Decision Making Method Based

on Fuzzificated Dempster Shafer Theory, A Sample Application in Medicine.

IEEE Proceedings. 14th

Mediterranean Conference on Control and Automation

(MED). Ancona: Università Politecnica delle Marche.

Marakakis, E.; Vassilakis, K.; Kalivianakis, E.; & Micheloyiannis, S. 2005. Expert

Page 33: AGNES CANTIK

32

System for Epilepsy with Uncertainty. Proceedings AIML „05 Conference.

Cairo.

Medsker, L.; & Liebowitz, J. 1994. Design and Development of Expert System and

Neural Networks. New York: MacMillan Publishing Co..

Ministry of Health Malaysia. 2004. Alert, Ehanced Surveillance and Management of

Avian Influenza in Human. Communicable Disease Surveillance Section,

Disease Control Division. Malaysia: Ministry of Health Malaysia.

Murphy, L.D. 1995. Geographic Information Systems: Are They Decision Support

Systems?. IEEE Proceedings. The 28th

Annual Hawaii International Conference

on System Sciences.

Moukomla, S.; & Poomchatra, A. 2004. Rapid Response Spatial Information System:

Avian Influenza in Thailand. Proceedings Map Asia 2004. Beijing: Map Asia.

Nhat, V.V.M.; Obaid, A.; & Poirier, P. 2005. Optimization of Services-into-Burst

Multiplexing based on Hopfield Network. IEEE Proceedings. Proceedings of the

2005 Systems Communications.

Pan, Z.; Lian, H.; Hu, G.; & Ni, G. 2005. An Integrated Model of Intrusion Detection

Based on Neural Network and Expert System. IEEE Proceedings. Proceedings of

the 17th

IEEE International Conference on Tools with Artificial Intelligence

(ICTAI‟05).

Parsaye, K.; & Chignell, M. 1988. Expert Systems. New York: John Wiley.

Sabirovic, M. 2004. Highly Pathogenic Avian Influenza in Ostriches in South Africa.

International Animal Health Division

Page 34: AGNES CANTIK

33

Saputra, L. 2007. Flu Burung Memahami Bahaya, Cara Penularan dan Apa yang Perlu

Anda Lakukan. Jakarta: Karisma Publishing Group.

Sims, L. D.; Domenech, J.; Benigno, C.; Kahn, S.; Kamata, A.; Lubrouth, J.;

Martin, V.; & Roeder, P. 2005. Origin and evolution of highly pathogenic

H5N1 avian influenza in Asia. Vet Rec 157.

Singh, G. 2006. Fight Against Avian Influenza Role of GIS. Ministry of Agriculture

and Lands. Columbia: Integrated Land Management Bureau.

Skowronski, D.M.; Li, Y.; Tweed, S.A.; Tam, T.W.S.; Petric, M.; David, S.T.;

Marra, F.; Bastien, N.; Lee, S.W.; Krajden, M.; & Brunham, R.C. 2007.

Protective measures and human antibody response during an avian influenza

H7N3 outbreak in poultry in British Columbia, Canada. CMAJ 176(1).

Spiegelhalter, D.J. 1987. Probabilistic Expert Systems in Medicine: Practical Issues in

Handling Uncertainty. Statistical Science, Volume 2, Number 1.

Stallknecht, D.E.; & Brown, J.D. 2007. Wild Birds and The Epidemiology of Avian

Influenza. Journal of Wildlife Disease, Volume 43, Number 3.

Subekti, M.; Ohno, T.; Kudo, K.; & Nabeshima, K. 2006. The Development of

Anomaly Diagnosis Method Using Neuro-Expert for PWR Monitoring System.

Memoirs of the Faculty of Engineering, Kyushu University, Volume 66, Number

4. Japan: Kyushu University.

Subiyanto. 2003. Optimisasi Pembangkitan Tenaga Listrik Menggunakan Jaringan

Syaraf Tiruan Hopfield Adaptif. Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Page 35: AGNES CANTIK

34

Thomas, M.E.; Bouma, A.; Ekker, H.M.; Fonken, A.J.M.; Stegeman, J.A.; & Nielen, M.

2005. Risk factors for the introduction of high pathogenicity Avian Influenza

virus into poultry farms during the epidemic in the Netherlands in 2003. Elsevier.

Preventive Veterinary Medicine 69.

Thomas, O.; & Russomanno, D.J. 2005. Applying the Semantic Web Expert System

Shell to Sensor Fusion using Dempster-Shafer Theory. IEEE Proceedings.

Proceedings of the Thirty-Seventh Southeastern Symposium on System Theory.

Ward, M.P.; Maftei, D.; Apostu, C.; & Suru, A. 2007. Evolution of The 2005-2006

Avian Influenza H5N1 Epidemic in Romania: GIS and Spatial Analysis.

Proceedings GisVet‟07. England.

Wattimena, F.Y. 2004. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis berbasis web untuk

kondisi dan potensi wilayah (Studi kasus kabupaten Merauke Propinsi Papua).

Tesis Tidak Terpublikasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Wihandoyo. 2004. Keselarasan Industri Perunggasan dengan Lingkungan, Manusia

dan Pangan. Pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

World Health Organization. 2002. WHO Manual on Animal Influenza Diagnosis and

Surveillance. World Health Organization Department of Communicable Disease

Surveillance and Response. Switzerland: World Health Organization.

World Health Organization. 2006. Avian Influenza in Nigeria Detailed Report: February

2006. Switzerland: World Health Organization.

Zadeh, L.A. 1965. Fuzzy sets. Information and control, Volume 8, Number 3.

Page 36: AGNES CANTIK

35

Zhan, F.B.; Lu, Y.; Giordano, A.; & Hanford, E.J. 2005. Geographic Information

System (GIS) as a Tool for Disease Surveillance and Environmental Health

Research. IEEE Proceedings. International Conference on Services Systems and

Services Management 2005. China: Chongqing University.