adha sk 3 asma dewasa
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Muhammad Hikmah Adha
1102011178
DEWASA
ASMA BRONKHIALE
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.
A. EPIDEMIOLOGI ASMA
Asma merupakan penyakit yang umum diderita di dunia, dimana terdapat
300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada
anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada
anak-anak (GINA, 2003).
Ada beberapa penelitian yang menggolongkan kasus asma berdasarkan
usia. Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak (7-10%), yaitu
umur 5–14 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, angka kejadian asma lebih
kecil yaitu sekitar 3-5% (Asthma and Allergy Foundation of America, 2010).
Menurut studi yang dilakukan oleh Australian Institute of Health and
Welfare (2007), kejadian asma pada kelompok umur 18-34 tahun adalah 14%
sedangkan > 65 tahun menurun menjadi 8.8%.
Ada juga yang menggolongkan prevalensi asma berdasarkan jenis
kelamin. Menurut GINA (2009) dan NHLBI (2007), jenis kelamin laki-laki
merupakan sebuah faktor resiko terjadinya asma pada anak-anak. Akan tetapi,
pada masa pubertas, rasio prevalensi bergeser dan menjadi lebih sering terjadi
pada perempuan (NHLBI, 2007). Pada manusia dewasa tidak didapati
perbedaan angka kejadian asma di antara kedua jenis kelamin.
Prevalensi Asma di Indonesia
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Pada tahun 1986 asma menduduki
urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di
Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995 prevalens asma di seluruh Indonesia
sebesa 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru
2/1000.
Di Indonesia sendiri belum ada survei asma secara nasional. Hasil
penelitian menunjukkan prevalens asma di Indonesia sangat bervariasi.
Perbedaan ini antara lain dipengaruhi perbedaan metodologi yang digunakan,
perbedaan etnik, perbedaan faktor lingkungan dan tempat tinggal serta
perbedaan status sosial ekonomi subjek penelitian.
B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
A. Faktor predisposisi
- Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentivitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
B. Faktor presipitasi
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi
Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh: makanan dan obat-obatan
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
1. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/ gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
2. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
3. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
(Tanjung, 2003)
C. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Asma Bronkiale :
1. Reliever/ pelega
a. Short acting beta 2 agonis (SABA)
Melalui stimulasi reseptor β2 yang terdapat banyak di trachea dan
bronchi yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini
kemudian mengubah ATP menjadi cAMP. Meningkatnya kadar
Camp di dalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim
fosfokinase yaitu bronkodilatasi dan penghambatan pelepasan
mediator oleh sel mast. Contoh dari SABA adalah :
Salbutamol : oral, injeksi, inhalasi
Terbutaline : oral, injeksi, inhalasi
Fenoterol : inhalasi
Procaterol : inhalasi
b. Golongan adrenergic
Adrenalin : epinefrin
Merupakan bronkodilator terkuat dengan kerja cepat tetapi
singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Efek
samping dari adrenalin adalah efek sentral (gelisah, tremor,
nyeri kepala) dan terhadap jantung (palpitasi, aritmia) terutama
pada dosis yang lebih tinggi.
Efedrin : oral
Efek samping efedrin adalah sulit tidur, tremor, gelisah dan
gangguan berkemih.
c. Golongan Metilxantin
Aminophyline : oral, injeksi
Theophyline : oral
Theophyline dapat digunakan untuk merelaksasikan otot pada
paru-paru dan thoraks, membuat kesensitifan paru terhadap
alergen berkurang. Efek samping dari theophyline adalah
nausea, muntah, takikardi, aritmia, kejang
d. Golongan antikolinergik
Antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf kolinergis di
otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergic menjadi
dominan dengan efek bronkodilatasi. Efek samping dari golongan
antikolinergik adalah mulut kering, obstipasi, sukar berkemih,
penglihatan kabur. Contoh dari obat ini adalah :
Atropine : injeksi
Ipratropium bromide : inhalasi
Berguna untuk mengurangi hipersekresi pada bronchi, yaitu
efek “mengeringkan”. Efektif untuk pasien yang mengeluarkan
dahak.
e. Kortikosteroid sistemik
2. Controller
a. Long acting beta 2 agonis (LABA)
Efek samping dari LABA adalah tremor, takikardi, palpitasi,
hipokalemi
b. Kombinasi LABA dan steroid : inhalasi
c. Anti inflamasi non steroid
AINS menghambat pelepasan mediator yang dimediasi Ig E dari sel
mast dan mempunyai efek supresi selektif terhadap sel inflamasi
yang lain ( makrofag, monosit, eosinofil ). Efek samping dari AINS
adalah induksi tukak lambung/tukak peptic, gangguan fungsi
trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2
d. Sodium kromoglikat dan Sodium nodokromil
Kromoglikat dan nodokromil berbeda secara struktural, tetapi
diduga mempunyai mekanisme kerja yang sama yaitu
menghambat pengaktifan seluler. Efek sampingnya adalah
iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, sesak di dada dan
susah bernapas.
e. Reseptor leukotrien antagonis
Contoh dari leukotrien antagonis adalah :
Lipoksigenase-blockers : loratadin, azelastin, ebastin
LT-receptor blockers : montelukast, zafirlukast, pranlukast
Efek samping dari zafirlukast adalah gangguan ringan lambung,
usus, nyeri kepala dan reaksi alergi kulit. Efek samping dari
montelukast adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala, flu
dan mulut kering.
f. Kortikosteroid
Efek samping dari kortikosteroid adalah Cushing syndrome serta
penekanan fungsi anak ginjal. Contoh dari kortikosteroid adalah :
Dexamethasone : oral, injeksi
Budesonide : inhalasi
Fluticasone : inhalasi
Methylprednisolone : oral, injeksi
3. Obat Beta Blocker
Antagonis adrenoseptor β atau β-blocker adalah obat yang
menduduki adrenoseptor β dan tidak mempengaruhi reseptor α sehingga
menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik, dan dengan
demikian menghalangi kerja obat adrenergik pada sel efektornya. Ini
berarti adrenoseptor blocker mengurangi respons sel efektor adrenergic
terhadap perangsangan saraf adrenergik maupun terhadap obat
adrenergik eksogen.
Β-blocker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergik, baik
NE dan Epi endogen maupun obat adrenergik eksogen, pada
adrenoseptor β. Obat ini memiliki sifat kardioselektif yaitu mempunyai
afinitas tinggi terhadap reseptor β1 daripada reseptor β2. Nonselektif
artinya mempunyai afinitas yang sama terhadap kedua reseptor β1 dan β2.
Tapi sifat kardioselektif ini relatif, artinya pada dosis yang lebih tinggi β-
blocker yang kardioselektif juga memblok reseptor β2.
Contoh obat-obat β-blocker adalah :
1. Propanolol : tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg
2. Alprenolol : tab 50 mg
3. Oksprenolol : tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg
4. Metoprolol : tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg
5. Bisoprolol : tab 5 mg
6. Asebutolol : kap 200 mg dan tab 400 mg
7. Pindolol : tab 5 dan 10 mg
8. Nadolol : tab 40 dan 80 mg
9. Atenolol : tab 50 dan 100 mg
D. PENCEGAHAN
Pencegahan Asma
1. Menjauhi alergen
- Inhallan : Debu, bulu binatang, serbuk bunga
- Ingestan : Makanan dan obat-obatan
- Kotakktan : Perhiasan dan barang logam
2. Menghindari kelelahan
3. Menghindari stress psikis
Respon stress dapat menimbulkan kecemasan yang akan memicu
dilepasnya histamine, sehingga menimbulkan penyempitan saluran nafas.
4. Mencegah atau mengobati ISPA sedini mungkin
5. Olahraga renang atau senam asma
Renang dapat membantu seseorang untuk beradaptasi menghadapi
keadaan dimana O2 lebih sedikit daripada CO2 sehingga mampu
menguatkan otot-otot pernapasan.
E. Penilaian Kontrol Asma
Evaluasi kontrol dalam 2-6 minggu (tergantung derajat berat awal atau
kontrol). PFM digunakan pada penderita ³ 6 tahun. Bila hasil spirometri
menunjukkan kontrol buruk dibanding tanda kontrol lainnya, pertimbangkan
obstruksi yang menetap dan nilai ukuran lainnya. Bila obstruksi yang menetap
tidak menerangkan kontrol yang kurang, lakukan step up, karena FEV1 yang
buruk merupakan predictor eksaserbasi. Bila riwayat eksaserbasi menunjukkan
control buruk, nilai derajat gangguan paru dan pertimbangkan stepup,
penanganan eksaserbasi dan menggunakan kortikosteroid/ KS oral terutama
untuk penderita dengan riwayat eksaserbasi berat. Bila kontrol asma tidak
didapat dengan cara tersebut, evaluasi kepatuhan pasien terhadap penggunaan
obat, teknik inhalasi, kontrol lingkungan (pajanan baru) dan penanganan
komorbid. Bila asma sudah terkontrol, pemantauan seterusnya adalah penting
agar kontrol asma dapat dipertahankan serta menentukan tahap dan dosis obat
terendah. Pendekatan bertahap (stepping up dan stepping down) dianjurkan
untuk memperoleh dan mempertahankan kontrol asma. Pendekatan
pengobatan bertahap menggabungkan kelima komponen yang diperlukan
dalam penanganan asma. Jenis, jumlah dan jadwal obat ditentukan oleh
ambang berat asma atau kontrol asma. Pengobatan ditingkatkan (stepping up)
bila diperlukan, dan diturunkan (stepping down) bila mungkin. Oleh karena
asma adalah penyakit kronis, asma persisten dapat dikontrol terbaik dengan
pemberian obat pengontrol jangka lama untuk menekan inflamasi setiap hari.
Kortikosteroid inhalasi merupakan obat anti-inflamasi yang efektif untuk
semua usia pada semua tahap perawatan asma persisten. Seleksi terapi
alternative berdasarkan atas pertimbangan pengobatan yang efektif untuk
penderita (gangguan, risiko atau keduanya) dan riwayat penderita mengenai
respons sebelumnya (sensitivitas dan respons terhadap berbagai obat asma
dapat berbeda di antara penderita) serta kesediaan dan kemampuan penderita
ataupun keluarga untuk menggunakan obat-obatan. Bila asma sudah
terkontrol, pemantauan adalah esensial, oleh karena asma dapat berbeda
dengan waktu. Stepping up mungkin diperlukan, atau bila mungkin stepping
down, identifikasi obat minimal diperlukan dalam mempertahankan kontrol
asma. (Rengganis, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi dasar dan klinik Edisi VI. Jakarta: EGC
Ratnawati. 2011. Jurnal Respirasi Indonesia vol. 31 no. 34, hlm. 172-175.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI – RS Persahabatan:
Jakarta.
Rengganis, Iris. Diagnosis dan Tata Laksana Asma Bronkial. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2008 ; 58(11); 449.
Setiawati Arini dan Sulistia Gan. 2011. Obat Adrenergik. dalam Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Setiawati Arini dan Sulistia Gan. 2011. Susunan Saraf Otonom dan Transmisi
Neurohumoral. dalam Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Medan: FK USU.
Tjay, Tan Hoan ; Raharja, Kirana. 2007.Obat-Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html (diakses pada 19 November
2012)